Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

Perkembangan Keberagaman Individu Pada Usia 13-25 Tahun

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah

PSIKOLOGI PENDIDIKAN

Disusun oleh:
NIFDELMITA
NIM.

Dosen Mata Kuliah :


RENA MUSLINA, M.Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI


SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH
YAYASAN PENDIDIKAN ISLAM
(STIT-YPI) KERINCI
TAHUN AKADEMIK 2021

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari, seringkali kita menemukan istilah jiwa, nyawa dan ruh.
Peruntukam istilah tersebut merujuk pada bentuk halus dalam diri manusia yang tidak dapat
dilihat dan hanya dapat dirasakan. Secara etimologis, psikologi diambil dari bahasa inggris
psychology yang berasal dari bahasa yunani Psyche yang berarti jiwa dan logos yang berarti
ilmu pengetahuan. Dengan demikian psikologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang
jiwa. Dalam bahasa arab, kata jiwa sepadan dengan kata nafs. Khazanah keilmuwan Islam,
psikologi atau ilmu nafs tidak tumbuh sebagai ilmu yang membahas perilaku sebagai
fenomena kejiwaan belaka, melainkan dibahas dalam konteks sistem kerohanian yang
memiliki vertikal dengan Allah.
Ditinjau dari perspektif teori kognitif Piaget, maka pemikiran masa Usia 13-25 tahun
telah mencapai tahap pemikiran operasional formal (operasi= kegiatan-kegiatan mental
tentang berbagai gagasan) yakni suatu tahap perkembangan kognitif yang dimulai pada usia
kira-kira 11 atau 12 tahun dan terus berlamjut sampai Usia 13-25 tahun mencapai masa
tenang atau dewasa. Usia 13-25 tahun secara mental telah dapat berfikir logis tentang
berbagai gagasan yang abstrak. Dengan kata lain, berfikir operasi formal lebih bersifat
hipotetis dan abstrak, secara sistematis dan ilmiyah dalam memecahkan masalah daripada
berfikir kongkret.
Sedangkan psikologi agama sendiri merupakan bagaimana cara agama dalam
mempengaruhi tingkah laku seseorang. Psikologi agama hanya terbatas pada hubungan sikap
dan tingkah laku manusia yang timbul sebagai masalah yang berhubungan dengan pendirian
dan perbuatannya yang disebut agama. Jadi, manusia dipandang dari gejala-gejala jiwa yang
mendalam sebagai suatu keyakinan yang disebut agama.
Untuk itu mengingat agama sangat berperan penting dalam bidang kebatinan dan
tingkah laku seseorang, maka pendidikan agama membahas pula perkembangan jiwa pada
tingkat perkembangan anak-anak, Usia 13-25 tahun, dewasa dan usia lanjut.

Dalam bahasan ini, akan membahas “Perkembangan Agama Pada Anak Usia Usia 13-
25 tahun”. Masa Usia 13-25 tahun merupakan suatu masa yang sangat menentukan karena
pada masa ini seseorang banyak mengalami perubahan, baik secara fisik maupun psikis.
Mereka bingung karena pikiran dan emosinya berjuang untuk menemukan diri, memahami
dan menyeleksi serta melaksanakan nilai-nilai yang ditemui di masyarakat. Perasaan Usia 13-
25 tahun kepada Tuhan bukan tetap dan stabil, akan tetapi perasaan yang tergantung pada
perubahan-perubahan emosi yang sangat cepat, terutama pada masa Usia 13-25 tahun
pertama. Kebutuhan terhadap Allah misalnya, kadang-kadang tidak terasa jika jiwa mereka
dalam keadaan aman, tentram dan tenang. Sebaliknya, Allah sangat dibutuhkan apabila
mereka dalam keadaan gelisah, karena menghadapi musibah atau bahaya yang mengancam
ketika ia takut gagal atau merasa berdosa.
Untuk mengetahui lebih lanjut tentang Perkembangan Agama Pada Anak Usia Usia 13-
25 tahun, akan dipaparkan pada bahasan selanjutnya.

1.2                 Rumusan Masalah


1.      Bagaimana Perkembangan Jiwa Agama Pada Usia 13-25 tahun?
2.      Bagaimana Sikap Usia 13-25 tahun Terhadap Agama?
3.      Bagaimana Kenakalan Pada Usia 13-25 tahun?
4.      Bagaimana Pembianaan Agama Pada Usia 13-25 tahun?

1.3                 Tujuan
1.      Mengetahui Perkembangan Jiwa Agama Pada Usia 13-25 tahun?
2        Mengetahui Sikap Usia 13-25 tahun Terhadap Agama?
3        Mengetahui Kenakalan Pada Usia 13-25 tahun?
4        Mengetahui Pembianaan Agama Pada Usia 13-25 tahun?
BAB II
PEMBAHASAN
PERKEMBANGAN AGAMA PADA ANAK USIA USIA 13-25 TAHUN
1.1  PERKEMBANGAN JIWA AGAMA PADA USIA 13-25 TAHUN
Dalam pembagian tahapan perkembangan manusia, maka masa Usia 13-25 tahun
menduduki tahap progresif. Dalam pembagian yang agak terurai masa Usia 13-25 tahun
mencakup masa juvenilitas (adolescantium), pubertas, dan nubilitas.
Masa Usia 13-25 tahun disebut juga sebagai masa penghubung atau masa peralihan
antara masa anak-anak dengan masa dewasa. Pada masa ini terjadi perubahan perubahan
besar dan esensial mengenai kematangan fungsi-fungsi rokhaniyah dan jasmaniyah.
Sejalan dengan perkembangan jasmani dan rohaninya, maka agama para Usia 13-25
tahun turut dipengaruhi perkembangan itu. Maksudnya penghayatan para Usia 13-25
tahun terhadap ajaran agama dan tindak keagamaan yang tampak pada Usia 13-25 tahun
banyak berkaitan dengna faktor perkembangan tersebut.
Perkembangan agama pada para Usia 13-25 tahun ditandai oleh beberapa faktor
perkembangan rohani dan jasmaninya. Perkembangan itu antara lain :
a.       Pertumbuhan Pikiran dan Mental
Ide dan dasar keyakinan beragama yang diterima Usia 13-25 tahun dari masa
kanak-kanaknya sudah tidak begitu menarik bagi mereka. Sifat kritis terhadap ajran
agama mulai timbul. Selain masalah agama merekapun sudah tertarik pada masalah
kebudayaan, sosial, ekonomi, dan norma-norma kehidupan lainnya.
b.      Perkembangna perasaan
Perekembangan telah berkembangna pada masa Usia 13-25 tahun. Perasaan
sosial, etis, dan estetis mendorong Usia 13-25 tahun untuk menghayati perikehidupan
yang terbiasa dalam lingkungannya.
Kehidupan religius akan cenderung mendorong dirinya lebih dekat ke arah hidup
yang religius pula. Sebaliknya, bagi Usia 13-25 tahun yang kurang mendapat pendidikan
dan siraman ajaran agama akan lebih mudah didominasi dorongan seksual. Masa Usia 13-
25 tahun merupan masa kematangan seksual. Didorong oleh perasaan ingin tahu dan
perasaan super, Usia 13-25 tahun lebih mudah terperosok kearah tindakan seksual yang
negatif.
c.       Pertimbangan sosial
Corak keagamaan para Usia 13-25 tahun juga ditandai oleh adanya pertimbangan
sosial. Dalam kehidupan keagamaan mereka timbul konflik antara pertimbangna moral
dan material. Usia 13-25 tahun sangat bingung menentukan pilihan itu. Karena kehidupan
duniawi lebih dipengaruhi kepentingan akan materi, maka para Usia 13-25 tahun lebih
cenderung jiwanya untuk bersikap materialis.
d.      Perkembangan moral
Perkembangna moral para Usia 13-25 tahun bertitik tolak dari rasa berdosa dan usaha
untuk mencapai proteksi. Tipe moral yanh juga terlihat pada para Usia 13-25 tahun juga
mencakupi:
1.      Self-directive, taat terhadap agama atau moral berdasarkan pertimbangna pribadi.
2.      Adaptive, mengikuti situasi lingkungan tanpa mengadakan kritik.
3.      Submissive, merasakan adanya keraguan terhadap ajaran moral dan agama.
4.      Unadjusted, belum meyakini akan kebenaran ajaran agama dan moral.
5.      Deviant, menolak dasar dan hukum keagamaan serta tatanan moral masyarakat.
e.       Sikap dan minat
Sikap dan minat Usia 13-25 tahun terhadap masalah keagamaan boleh dikatakan
sangat kecil dan hal ini tergantung dari kebiasaan masa kecil serta lingkungan agama
yang mempengaruhi mereka (besar kecil minatnya).
f.        Ibadah
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh Ross dan Oskar Kupky
menunjukkan bahwa hanya 17 % Usia 13-25 tahun mengatakan sembahyang bermanfaat
untuk berkomunikasi dengan tuhan, sedangkan 26% diantaranya menganggap bahwa
sembahyang hanyalah merupan media untuk bermeditasi
Masa Usia 13-25 tahun Pertama (13 – 16 tahun)
Setelah si anak melalui usia 12 tahun, mereka memasuki masa goncang, karena
pertumbuhan cepat di segala bidang. Pertumbuhan jasmani yang pada usia sekolah
tampak serasi, seimbang dan tidak terlalu cepat, berubah menjadi goncang.
Semua perubahan jasmani yang nampak pada usia ini menyebabkan kecemasan
pada Usia 13-25 tahun. Bahkan kepercayaan kepada agama yang telah tumbuh mungkin
juaga mengalami kegoncangan, karena ia kecewa terhadap dirinya. Maka kepercayaan
Usia 13-25 tahun terhdap tuhan kadang-kadang sangat kuat, akan tetapi kadang pula
menjadi ragu dan berkurang. Hal ini nampak pada cara ibadahnya yang kadang rajin dan
kadang-kadang malas. Perasaannya kepada tergantung pada perubahan emosi yang
sedang dialaminya.
Dalam kondisi yang demikian hendaknya guru agama memahami keadaan anak
yang sedang mengalami kegoncangan perasaan akibat pertumbuhan yang berjalan sangat
cepat itu dan semua keinginan, dorongan dan ketidak stabilan kepercayaan itu. Dengan
pengertian itu, guru agama dapat memilihkan penyajian agama yang tepat bagi mereka,
kegoncangna perasaan dapat diatasi.
Masa Usia 13-25 tahun Akhir (17 – 21 tahun)
Disamping perkembangan, pertumbuhan dan kecerdasan semakin berkembang, berbagai
ilmu pengetahuan yang bermacam-macam juga diterima oleh anak usia Usia 13-25 tahun
sesuai dengna keahlian dibidang masing-masing telah memenuhi otak Usia 13-25 tahun.
Di samping itu semua Usia 13-25 tahun sedang berusaha untuk mencapai peningkatan
dan kesempurnaan pribadinya, maka mereka juga imgim mengembangkan agama,
mengikuti perkembangan dan alun jiwanya yang sedang tumbuh pesat saat itu. Cara
menerima dan menanggapi pendidikan agama jauh berbeda dengna masa sebelumnya,
mereka ingin agar agama menyelesaikan kegoncangan dan kepincangan-kepincangan
yang terjadi di masyarakat.
Banyak faktor lain yang menyebabkan kegoncangan jiwa Usia 13-25 tahun, oleh karenya
sebagai seorang pendidik kita harus dapat memahaminya, agara dapat menyelami jiwa
Usia 13-25 tahun tersebut, lalu membawa mereka kepada ajaran agama, sehingga ajaran
agama yang mereka dapat betul-betul dapat meredakan kogoncangan jiwa mereka.
1.2  SIKAP USIA 13-25 TAHUN TERHADAP AGAMA
Setelah mengetahui faktor-faktor dan unsur-unsur yang memepengaruhi sikap Usia
13-25 tahun terhadap agama, maka dapatlah kita bagi sikap Usia 13-25 tahun tersebut
sebagai berikut :
a.       Percaya turut-turutan
b.      Percaya dengan kesadaran
c.       Percaya, tapi agak ragu-ragu (bimbang)
d.      Tidak percaya sama sekali atau cenderung kepada atheis
a.       Peracaya turut-turutan
Sesungguhnya kebanyakan Usia 13-25 tahun percaya kepada tuhan dan
menjalankan ajaran agama, karena mereka terdidik dalam lingkungan yang beragama,
karena bapak ibunya orang beragama, teman dan masyarakat disekelilingnya rajin
beribadah, maka mereka ikut percaya dan melaksanakan ibadah dan ajaran-ajaran agama,
sekedar mengikuti suasana lingkungan di mana ia hidup. Percaya yang seperti inilah yang
dinamakan percaya turut-turutan. Mereka seolah olah apatis, tidak ada perhatian untuk
meningkatkan agama, dan tidak mau aktif dalam kegiatan kegiatan agama.
Kenyataan seperti ini, dapat kita lihat lihat dimana-mana sehingga banyak sekali
Usia 13-25 tahun yang beragama hanya karena orang tuanya beragama. Cara beragama
seperti ini merupakan lanjutan dari cara beragama dimasa kanak-kanak seolah tidaak
terjadi perubahan apa-apa dalam pikiran mereka terhadap agama.
Kepercayaan ini biasanya terjadi apabila orang tua memberikan didikan agama
dengna cara menyenangkan jauh dari pengalaman pahit di waktu kecil, dan setelah
menjadi Usia 13-25 tahun tidak mengalami pula peristiwa atau hal-hal yang
menggoncangkan jiwanya, sehingga cara kekanak-kanakan dalam beragama terus
berjalan, tidak perlu ditinjaunya kembali. Akan tetapi apabila dalam usia Usia 13-25
tahun, menghadi peristiwa yang mendorongnya untuk meneliti kembali peristiwa waktu
kecilnya maka ketika itu kesadarannya kaan timbul dan sehingga ia menjadi bersemangat
sekali, ragu-ragu atau anti agama.
Percaya turut-turutan seperti ini biasanya tidak lama, dan bnyak terjadi hanya pada
masa-masa Usia 13-25 tahun pertama (13-16 tahun). Sesudah itu biasanya berkembang
kepada cara yang lebih kritis dan lebih sadar.
b.      Percaya dengan kesadaran
Setelah kegoncangan Usia 13-25 tahun pertama agak reda, yaitu usia sekitar 16
tahun, dimana pertumbuhan jasmani hampir selesai,kecerdasan juga sudah dapat berfikir
lebih matang dan pengetahuan bertambah. Kesadaran dan semangat agama pada masa
Usia 13-25 tahun itu mulai dengna cenderungnya Usia 13-25 tahun dari meninjau dan
meneliti kembali caranya beragama dimasa kecil dulu.
Biasanya semangat agama itu tidak terjadi sebelum usia 17 atau 18 tahun, dan
semangat agama ini memiliki dua bentuk, yaitu semngat positif dan khurafi.
c.       Kebimbangan beragama
Kebimbangan Usia 13-25 tahun terhadap agama itu berbeda antara individu satu
dengna individu lainnya sesuai dengna kepribadian masing-masing. Ada yang mengalami
kebimbangan ringan yang dengan cepat dapat diatasi dan ada yang sangat berat sampai
pada berubah agama. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Dr. Al-Malighy terbukti
bahwa sebelum usia 17 tahun kebimbangan beragama tidak terjadi. Puncak kebimbangan
itu terjadi antara 17 – 20 tahun.
Sesungguhnya kebimbangan beragama itu bersangkut paut dengan semangat
agama. Kebimbangan beragama menimbulkan rasa dosa pada Usia 13-25 tahun. Biasanya
setelah keraguan itu selesai timbullah semangat agama yang berlebihan baik dalam
beribadah maupun dalam mempelajari bermacam-macam ilmu pengetahuan yang dapat
memperkuat keyakinannya.
d.      Tidak percaya Tuhan (atheis)
Salah satu perkembangan yang mungkin terjadi pada akhir masa Usia 13-25 tahun
adalah mengingkari wujud tuhan dan menggatinya dengan keyakinan lain. Atau mungkin
pula hanya tidak mempercyai adanya Tuhan secara mutlak.
Ketidak percayaan yang sungguh-sungguh itu, tidak terjadi sebelum usia 20 tahun.
Mungkin sekali seorang Usia 13-25 tahun mengalami bahwa ia tidak percaya kepada
Tuhan mengaku bahwa dirinya atheis. Namun jika dianalisis akan diketahui bahwa
dibalik keingkaran yang sungguh-sungguh itu tersembunyi kepercayaan kepada tuhan.

1.3  KENAKALAN PADA USIA 13-25 TAHUN


Secara psikologis maupun sosiologis, Usia 13-25 tahun umumnya memang rentan
terhadap pengaruh pengaruh eksternal. Karena proses pencarian jati diri yang belum
kunjung berakhir, mereka mudah sekali terombang ambing dan masih merasa sulit
menentukan tokoh panutannya. Mereka juga mudah terpengaruh oleh gaya hidup
masyarakat sekitarnya.
Diberbagai komunitas dan di kota besar metropolitan, jangan heran jika hura hura,
seks bebas, menhhisap ganja dan zat adiktif lainnya cenderung mudah menggoda para
Usia 13-25 tahun. Siapakah yang harus dipersalahkan tatkala kita menjumpai Usia 13-25
tahun yang terperosok pada perilaku yang menyimpang dan melanggar hukum atau paling
tidak melanggar tata tertib yang berlaku di masyarakat ? dalam hal ini, sejumlah
pandangan dan teori yang dapat digunakan untuk memahami kehidupan kenakalan Usia
13-25 tahun.
1.      Toeri differential association
Teori dikembangkan oleh E. Sithedad yang didasarkan pada arti penting proses belajar.
Menurutnya perilaku menympang yang dilakukan Usia 13-25 tahun sesungguhnya
merupakan sesuatu yang dapat dipelajari. Asumsi yang melandasinya adalah a criminal
act accurs when situasion appropriate for it, as defined by the person, is present (rose
gialombardo; 1972).
2.      Teori anomie
Teori ini dikemukakan oleh Robert K. Merton dan berorientasi pada kelas. Konsep
anomie sendiri diperkenalkan oleh seorang sosiolog perancis yaitu emile durkheim
(1983), yang mendefinisikan sebagai keadaan tanpa normal di dalam masyarakat. Dan
keadaan tersebut menimbulakan perilaku deviasi. Oleh marton konsep ini selanjutnya
diformulasikan untuk menjelaskan keterkaitan antara kelas sosial dengan kecenderungan
adaptasi sikap dan perilaku kelompok.
3.      Teori Albert K. Cohen
Fokus teori ini terarah pada sutu pemahaman bahwa perilaku delinkuaen banyak terjadi di
kalangan laki-laki kelas bawah yang kemudian membentuk geng. Perilaku delinkuen
merupakan cermin ketidak puasan terhadap norma dan nilai kelompok kelas menengah
yang cenderung mendominasi. Karena kondisi sosial ekonomi yang ada dipandang
sebagai kendala dalam upaya mereka untuk mencapai tujuan sesuai dengan keinginan
mereka sehingga menyebabkan kelompok usia muda kelas bawah ini mengalami status
frustrasion. Menurut cohen para Usia 13-25 tahun umumnyamencari status. Tetapi tidak
semua Usia 13-25 tahun dapat melakukannya karena adanya perbedaan struktur sosial.
4.      Teori Perbedaan Kesempatan dari Cloward dan Ohlin
Menurut mereka terdapat lebih dari satu cara bagi Usia 13-25 tahun untuk mencapai
aspirasinya. Pada masyarakat irban yang merupakan wilayah kelas bawah terdapat
berbagai kesempatan yang sah, yang dapat menimbulkan berbagai kesempatan. Denga
demikian kedudukan dalam masyarakat menentukan kemampuan untuk beraspirasi dalam
mencapai sukses baik melalui kesempatan maupun kesempatan kriminal.
5.      Teori Netralisasi yang dikembangkan oleh Matza dan Sykes
Menurut teori ini orang yang nelakukan perilaku menympang disebabkan adanya
kecenderungan untuk merasionalkan norma-norma dan nilai-nilai menurut persepsi dan
kepentingan mereka sendiri. Penyimpangan yang dilakukan dengan cara mengikuti arus
pelaku lainnya melalui sebuah proses pembenaran (netralisasi).
6.      Teori Kontrol
Teori ini beranggapan bahwa individu dalam masyarakat mempunyai kecenderungan
yang sama kemungkinannya yakni tidak melakukan penyimpangan perilaku (baik) dan
berperilaku menyimpang (tidak baik). Baik tidaknya perilaku individu sangat bergantung
pada kondisi masyarakatnya. Artinya perilaku baik dan tidak baik diciptakan oleh
masyarakat sendiri (Hagan, 1987).

1.4  PEMBINAAN AGAMA PADA USIA 13-25 TAHUN


Semua perubahan jasmani yang begitu cepat pada Usia 13-25 tahun menimbulkan
kecemasan pada dirinya sehingga menyebabakan terjadinya kegoncangan emosi,
kecemasan dan kekhawatiran. Bahkan kepercayaan kepada agama yang telah bertumbuh
pada usia sebelumnya, mungkin pula mengalami kegoncangan, karena ia kecewa terhadap
dirinya. Maka kepercayaan Usia 13-25 tahun kepada tuhan kadang-kadang sangat kuat,
akan tetapi kadang-kadang menjadi ragu dan berkurang, yang terlihat pada cara
ibadahnya yang kadang-kadang rajin kadang-kadang malas, perasaan kepada tuhan
tergantung pada perubahan emosi yang sedang dialaminya, kadang-kadang ia merasa
sangat membutuhkan tuhan, terutama ketika mereka menghadapi bahaya, takut akan
gagal atau merasa dosa. Tetapi ia kadang-kadang tidak membutuhkan tuhan, ketika
mereka mereka sedang senang, riang dan gembira.
Peran seorang guru agama hendaknya memiliki metode yang cocok dalam
melaksanakan pendidikan agama. Pendidikan agama dapat dilaksanakan dengan berhasil
dan berguna apabila guru agama mengetahui perkembangan jiwa yang dilalui oleh anak
Usia 13-25 tahun, pertumbuhan anak dari lahir sampai pada masa Usia 13-25 tahun akhir
melalui berbagai tahap dan masing-masing mempunyai ciri dan keistimewaan sendiri-
sendiri. Setiap tahap merupakan lanjutan dari tahap sebelumnya, dan akan dilanjutkan
apada tahap berikutnya, yang akhirnya mencapai kematangan. Pendidikan agama harus
memperhatikan ciri dari masing-masing tahap itu dan dapat mengisi serta
mengembangkan kepribadian masing-masing peserta didik.
BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Masa Usia 13-25 tahun merupakan masa dimana manusia mengalami kematangan
kehidupan seksual, sosial, maupun dalam berfikir. Perkembangan tersebut tidak lepas dari
faktor-faktor yang melatarbelakanginya. Diantara lain faktor lingkungan yang merupakan
faktor eksternal terdiri dari keluarga, sekolah dan masyarakat. Kemudian faktor internal
terdiri dari dalam diri Usia 13-25 tahun itu sendiri.
Sejalan dengan perkembangan jasmani dan rohaninya, maka agama para Usia 13-25
tahun turut dipengaruhi perkembangan itu. Perkembangan agama pada para Usia 13-25 tahun
ditandai oleh beberapa faktor perkembangan rohani dan jasmaninya. Perkembangan itu antara
lain :
1.      Pertumbuhan pikiran dan mental
2.      Perkembangan perasaan
3.      Pertimbangan sosial
4.      Perkembangan moral
5.      Sikap dan minat, dan
6.      Ibadah.
Semua perubahan jasmani yang begitu cepat pada Usia 13-25 tahun menimbulkan
kecemasan pada dirinya sehingga menyebabakan terjadinya kegoncangan emosi, kecemasan
dan kekhawatiran. Bahkan kepercayaan kepada agama yang telah bertumbuh pada usia
sebelumnya, mungkin pula mengalami kegoncangan, karena ia kecewa terhadap dirinya.
Maka kepercayaan Usia 13-25 tahun kepada tuhan kadang-kadang sangat kuat, akan tetapi
kadang-kadang menjadi ragu dan berkurang.
Peran seorang guru agama hendaknya memiliki metode yang cocok dalam
melaksanakan pendidikan agama. Pendidikan agama dapat dilaksanakan dengan berhasil dan
berguna apabila guru agama mengetahui perkembangan jiwa yang dilalui oleh anak Usia 13-
25 tahun.
DAFTAR PUSTAKA

Syamsul, Yusuf Psikologi Perkembangan Anak dan Usia 13-25 tahun, 2004. (PT Usia 13-25
tahun Rosdakarya: Bandung)

Jalaluddin, Psikologo Agama., 2011, (PT.Rajagrafindo Persada: Jakarta)


Daradjat, Zakiah. Ilmu Jiwa Agama , 1996. (PT.Bulan Bintang: Jakarta)
Baharuddin & Mulyono. Psikologi Agama dalam Perspektid Islam. 2008, (UIN-Malang
Press: Malang).

Anda mungkin juga menyukai