Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM KIMIA DASAR

JUDUL:
PERCOBAAN IV
PENETAPAN KADAR KARBONAT DAN BIKARBONAT

Disusun Oleh :
Afifa Ayu Mufida 22030117120023
Firda Safhira 22030117140021
Nur Indah Insani Kamilia 22030117120021
Puspitaloka Triwidyastuti 22030117110025
Yoanita Rosa 22030117140023
Tanggal Praktikum : 23 Oktober 2017

UNIVERSITAS DIPONEGORO
FAKULTAS KEDOKTERAN
DEPARTEMEN ILMU GIZI
LABORATORIUM KIMIA
2017
I. TUJUAN PRAKTIKUM
Melakukan penetapan kadar karbonat dan bikarbonat dalam air secara asidimetri
dengan indikator ganda fenolftalein dan metil jingga

II. DASAR TEORI


1. Teori Asam-Basa
a. Konsep Asam Basa Arrhenius
Menurut Arrhenius, suatu jenis zat yang jika terurai menghasilkan ion
hidrogen (H) disebut asam, misalnya HCl.
HCl (aq) → H+ (aq) + Cl- (aq)
Basa jika terurai menghasilkan ion hidroksida (OH-).
NaOH (aq) → Na+ (aq) + OH- (aq)
Setelah diteliti ternyata H+ (proton) tidak mungkin berdiri bebas dalam air,
tetapi berikatan koordinasi dengan oksigen air, membentuk ion hydronium
(H3O+).
H+ + H2O → H3O+
Ion H3O+ dan OH- terdapat dalam air murni melalui reaksi,
H2O + H2O→H3O+ + OH-
Dengan demikian, definisi asam basa Arrhenius dalam versi modern
adalah sebagai berikut:
Asam adalah zat yang menambah konsentrasi ion hodronium H3O+dalam
larutan air, dan basa adalah zat yang menambah konsentrasiion hidroksida
(OH-).[1]
Konsep asam basa ini dapat dikatakan masih alami. Senyawa bersifat asam
apabila mempunyai rasa asam, dapat mengubah indikator kertas lakmus biru
menjadi merah, bila ditambah logam dapat melepaskan gelembung-
gelembung gas hidrogen, hingga disimpulkan senyawa bersifat asam
mengandung ion hidrogen. Sedangkan senyawa yang bersifat basa apabila
mempunyai rasa pahit, dapat mengubah indikator kertas lakmus merah
menjadi biru, dan senyawa mengandung gugus hidroksi(OH-).[2]
b. Konsep Asam Basa Bronsted-Lowry
Menurut Bronsted-Lowry, dikatakan senyawa bersifat asam apabila
senyawa dapat melepaskan atau memberikan proton, yang dikatakan
proton disini adalah inti hidrogen (H) atau sering dikatakan sebagai
proton donor. Sedangkan senyawa bersifat basa bila senyawa dapat
menangkap atau menerima proton, hingga sering dikenal sebagai proton
akseptor.[3]
c. Konsep Asam Basa Lewis
Menurut teori ini, senyawa bersifat basa apabila senyawa dapat
melepaskan atau memberikan sepasang elektron, sering dikenal elektron
donor. Sedangkan senyawa bersifat asam apabila dapat menerima atau
menangkap sepasang elektron, hingga disebut sebagai elektron akseptor.
[1]

2. Asam-Basa Poliprotik
Menurut Arrhenius senyawa asam adalah senyawa yang jika dilarutkan dalam
air menghasilkan ion H+. Berdasarkan jumlah ion H+ yang dapat dilepaskan,
senyawa asam dikelompokkan ke dalam beberapa jenis, yaitu: [4]
 Asam monoprotik, yaitu senyawa asam yang melepaskan satu ion H+.
Contoh : HCl, HBr, HNO3, HF, dan CH3COOH.
 Asam diprotik, yaitu senyawa asam yang melepaskan dua ion H+.
Contoh : H2SO4 dan H2CO3.
 Asam triprotik, yaitu senyawa asam yang melepaskan tiga ion H+.
Contoh : H3PO4.
Asam diprotik dan tripotik dikenal juga dengan istilah asam poliprotik, yaitu
asam yang memiliki lebih dari satu atom H +. Menurut Arrhenius, senyawa basa
adalah senyawa yang jika dilarutkan dalam air menghasilkan ion OH -.
Berdasarkan jumlah gugus OH- yang diikat, senyawa basa dikelompokkan dalam
beberapa jenis, yaitu:
 Basa monohidroksi, yaitu senyawa basa yang memiliki satu gugus OH-.
Contoh: NaOH, KOH, dan NH4OH.
 Basa dihidroksi, yaitu senyawa basa yang memiliki dua gugus OH-.
Contoh: Ca(OH)2 dan Ba(OH)2.
 Basa trihidroksi, yaitu senyawa basa yang memiliki tiga gugus OH-.
Contoh : Al(OH)3 dan Fe(OH)3.
Basa dihidroksi dan trihidroksi disebut juga basa polihidroksi, yaitu basa yang
memiliki lebih dari satu gugus OH-.
3. Titrasi Asam-Basa Poliprotik
Titrasi asam-basa sering disebut asidimetri-alkalimetri, sedang untuk titrasi
atau pengukuran lain-lain sering juga dipakai akhiran –ometri menggantikan
-imetri. Kata metri berasal dari bahasa Yunani yang berarti ilmu. Jadi asidimetri
dapat diartikan pengukuran jumlah asam maupun pengukuran dengan asam (yang
diukur jumlah basa atau garam). Titrasi asidimetri-alkalimetri menyangkut reaksi
dengan asam dan/atau basa diantaranya: [5]
a. Asam kuat – basa kuat.
b. Asam kuat – basa lemah.
c. Asam lemah – basa kuat.
d. Asam kuat – garam dari asam lemah.
e. Basa kuat – garam dari basa lemah.
4. Indikator untuk Titrasi Asam-Basa Poliprotik
Indikator umumnya adalah suatu asam atau basa organik lemah yangakan
berubah warnanya pada harga-harga daerah pH tertentu. Akan tetapi,tidak semua
indikator akan berubah warnanya pada pH dimana diperkirakantitik ekuivalen
akan tercapai. Berikut daftar beberapa indikator besertaperubahan warna, pH dan
daerah perubahan warnanya , yaitu: [1]
Tabel Beberapa Indikator Dengan Daerah Perubahan Warnanya.

DAERAH pH DIMANA TERJADI


INDIKATOR PERUBAHAN WARNA
PERUBAHAN WARNA
Fenolftalein Merah – kuning 1,2 – 2,8
Bromfenol biru Kuning – biru 3,0 – 4,6
Merah kongo Biru – merah 3,0 – 5,0
Metil jingga Merah – kuning 4,8 – 6,0
Bromkresol hijau Kuning – biru 3,8 – 5,4
Metil merah Merah – kuning 4,8 – 6,0
Bromkresol ungu Kuning – ungu 5,2 – 6,8
Bromtimol biru Kuning – biru 6,0 – 7,6
Kresol merah Kuning – merah 7,0 – 8,8
Timol biru Kuning – biru 8,0 – 9,6
Fenolftalein Tak berwarna merah muda 8,2 – 10,00
Alizarin kuning Kuning – merah 10,1 – 12,0

5. Analisa Bahan
a. Sampel karbonat-bikarbonat
Ion karbonat dan bikarbonat dapat terbentuk menjadi asam karbonat. Asam
karbonat merupakan asam poliprotik, yaitu asam yang satu molekulnya
memiliki lebih dari satu atom hidrogen yang dapat terionisasi. Ionisasi dari
asam tersebut menjadi bikarbonat dan karbonat (dengan reaksi kebalikan dari
reaksi pada percobaan ini). Asam karbonat pun bersifat tidak stabil karena
dapat terurai menjadi air (H2O) dan karbondioksida (CO2). Pembentuk
alkalinitas yang utama adalah bikarbonat, karbonat, dan hidroksida. Di antara
ketiga ion tersebut, bikarbonat paling banyak terdapat pada perairan alami.[11]
 Karbonat
Karbonat merupakan garam dari asam karbonat yang muncul dari ion
karbonat. Sebuah poliatomik dengan rumus CO32-. Senyawa organiknya
tersusun dari C(=O)(O–)2.
Nama IUPAC : Trioxidocarbonate.
RM/BM : CO23- /60,01 gr mol-1.

 Bikarbonat
Bentuk peralihan dalam deprotonasi asam karbonat. Ini adalah anion
poliatomik dengan rumus kimia HCO3-. Bikarbonat berperan penting
dalam biokimia dalam sistem penyangga pH fisiologis.
Nama IUPAC : Hydroxidodioxidocarbonate(1−).
RM/BM : HCO3-/61,0168 gr mol-1.
b. Aquades
Aquades merupakan air murni hasil destilasi. Aquades memiliki
kemampuan yang baik untuk mengekstraksi sejumlah bahan simplisa.[6]
c. Indikator fenolftalein
Fenolftalein biasanya digunakan sebagai indikator keadaan suatu zat yang
bersifat lebih asam atau lebih basa. Prinsip perubahan warna ini digunakan
dalam metode titrasi. Fenolftalein cocok untuk digunakan sebagai indikator
untuk proses titrasi HCl dan NaOH. Fenolftalein tidak akan berwarna (bening)
dalam keadaan zat yang asam atau netral, namun akan berwarna kemerahan
dalam keadaan zat yang basa. Tepatnya pada titik pH di bawah 8,3 fenolftalein
tidak berwarna, namun jika mulai melewati 8,3 maka warna merah muda yang
semakin kemerahan akan muncul. Semakin basa maka warna yang ditimbulkan
akan semakin merah.[9]
d. Indikator metil orange
Metil jingga adalah indikator pH yang sering digunakan dalam titrasi karena
perubahan warnanya yang jelas dan kontras. Dalam larutan yang agak asam,
metil jingga berubah dari merah menjadi jingga dan akhirnya menjadi kuning,
dan sebaliknya jika keasaman larutan bertambah. Seluruh perubahan warna
terjadi dalam kondisi asam. Metil jingga memiliki pH 3,47 dalam air
pada 25 °C (77 °F).[10]
e. HCl
HCl atau biasa disebut asam klorida adalah larutan akuatik dari gas hidrogen
klorida yang juga memiliki rumus kimia HCl. HCl merupakan asam kuat,
sebagai komponen utama asam lambung, serta merupakan cairan yang bersifat
merusak atau korosif. HCl biasa digunakan secara luas dalam industri.[7]
f. Natrium karbonat anhidrat
Natrium karbonat yang juga dikenal sebagai soda cuci atau soda abu adalah
garam natrium dari asam karbonat yang mudah larut dalam air. Natrium
karbonat murni berbentuk bubuk, berwarna putih, tanpa warna yang menyerap
embun dari udara, punya rasa alkalin atau pahit, dan membentuk larutan alkali
yang kuat.[8]

III. ALAT DAN BAHAN


a. Alat
1. Neraca Analitik
2. Pipet paseur
3. Pipet volume
4. Pipet ukur
5. Gelas beker
6. Erlenmeyer
7. Gelas ukur
8. Gelas arloji
9. Pengaduk gelas
10. Labu takar
11. Buret
b. Bahan
1. Sampel karbonat-bikarbonat
2. HCl
3. Indikator fenolftalein
4. Indikator metil orange
5. Aquades
6. Natrium karbonat anhidrat

IV. CARA KERJA


1. Pembakuan HCl 0,1000 N
1) Melarutkan natrium karbonat anhidrat dalam 75 mL aquades pada erlenmeyer.
2) Menitrasi natrium karbonat dengan asam klorida menggunakan indikator metil
jingga.
3) Mengamati perubahan warna kuning hingga menjadi warna jingga kemerahan.
4) Mencatat volume HCl yang terpakai.
2. Penentuan kadar karbonat-bikarbonat
1) Mengambil 25 mL larutan sampel menggunakan pipet volume, lalu masukkan
ke dalam labu erlenmeyer 100 mL
2) Meneteskan 3 tetes indikator fenolftalein
3) Menitrasi dengan larutan baku HCl 0,1000 N sampai larutan mengalami
perubahan warna dari merah menjadi tak berwarna
4) Mencatat volume HCl yang digunakan (dinyatakan sebagai volume HCl 1)
5) Menambahkan 3 tetes indikator metil jingga ke dalam larutan yang telah
dititrasi tadi. Menitrasi kembali dengan larutan baku HCl 0,1000 N sampai
terjadi perubahan warna dari kuning menjadi jingga kemerahan.
6) Mencatat volume HCl yang digunakan (dinyatakan sebagai volume HCl 2).
Catatan : Perlakuan 1-6 diulangi sekali lagi untuk mendapatkan 2 hasil yang
berbeda.
Dasar Perhitungan :

1. Jika volume HCl 1 sama dengan volume HCl 2, maka pada sampel hanya
mengandung karbonat (CO32-)
(mL 1 xN ) HClx 60
Kadar karbonat sampel = mg per mL
mLsampel

2. Jika volume HCl 1 lebih kecil daripada volume HCl 2, maka sampel mengandung
campuran karbonat (CO32-) dan bikarbonat (HCO3-). Kadar karbonat dihitung
dengan perhitungan poin 1, sedangkan kadar bikarbonat dihitung dengan rumus
sebagai berikut :
(mL 2 – mL 1) N HCl x 61
Kadar bikarbonat sampel = mg per mL
mL sampel
3. Jika volume HCl 1 lebih besar daripada volume HCl 2, maka sampel mengandung
campuran karbonat (CO32-) dan hidroksida. Kadar karbonat dihitung dengan
perhitungan poin 1, sedangkan kadar hidroksida dihitung dengan rumus sebagai
berikut :
(mL 1 – mL2) N HCl x 17
Kadar hidroksida sampel = mg per mL
mL sampel
V. HASIL PENGAMATAN
1. Pembakuan asam klorida 0,1000 N

N BERAT Na2CO3 (mg) VOLUME HCl (mL)


O
1 203,2 42,7
Perhitungan pembakuan :
1mL 0,1000 N HCl = 5,299 Na₂CO₃
xmLHCl N mgNa ₂CO ₃
× =
1 0,1000 5,299 mg
42,7 N 203,2
× =
1 0,1000 5,299 mg
42,7 × N × 5,299¿ 1 × 0,1000 × 203,2
226,2673 N ¿ 20,32
20,32
N¿
226,2673
N¿0,09
2. Penetapan kadar karbonat dan bikarbonat

N VOLUME SAMPEL VOLUME HCl 1 VOLUME HCL 2


O (mL) (mL) (mL)
1 25 24 7,6
2 25 24,5 7,5
Rata-rata 24,25 7,55
Perhitungan penetapan kadar karbonat dan bikarbonat:

Didapati rata-rata volume HCl 1 lebih besar daripada HCl 2, maka larutan
mengandung campuran karbonat dan hidroksida.
Kadar karbonat sampel:

( mL 1 x N HCl ) x 60 (24,25 x 0,09)x 60


=
mL sampel 25

130,95
= =5,238 mgm L−1
25

Kadar hidroksida sampel:

( mL1−mL 2 ) x N HCl x 17 ( 24,25−7,55 ) x 0,09 x 17


=
mL sampel 25

16,7 x 0,09 x 17 25,551


= = =1,02204 mg m L−1
25 25
VI. PEMBAHASAN

Pada praktikum ini, dilakukan dua percobaan yang bertujuan untuk melakukan
penetapan kadar karbonat dan bikarbonat secara asidimetri dengan indikator ganda
yaitu fenolftalein dan metil jingga.
1. Pembakuan asam klorida (HCl) 0,1000 N
Pembakuan HCL dengan metode titrasi ini perlu dilakukan agar dapat
menentukan nilai normalitasnya dengan tepat, sehingga nantinya dapat
digunakan untuk menentukan kadar karbonat bikarbonat. Dengan titrasi ini,
penyimpangan titik ekuivalen akan lebih kecil, sehingga lebih mudah untuk
mengetahui titik akhir titrasi yang ditandai adanya perubahan warna.
Pada percobaan ini, natrium karbonat anhidrat (Na₂CO₃) sebanyak 0,2032
gram dilarutkan dengan 75 mL akuades di dalam erlenmeyer. Sebelum titrasi,
larutan HCl dimasukkan ke dalam buret sampai tanda batas skala nol. Lalu,
kran pada buret dibuka agar HCl dapat menitrasi Na₂CO₃ dengan
menggunakan indikator metil jingga sebanyak 2 tetes.

Pada percobaan ini digunakan metil jingga karena memiliki trayek pH yaitu
3,1 – 4,4 (kuning – merah muda) sesuai dengan larutan HCl yang bersifat
asam, serta memberikan warna terang karena molekulnya yang cenderung
kecil.Perubahan struktur metil jingga apabila ditambah larutan asam:
Perubahan warna yang dihasilkan berasal dari elektron di dalam molekul
saat ion hidrogen lepas atau terikat. Bila dalam larutan asam, molekul
menyerap cahaya biru-hijau, dimana akan membuat larutan menjadi merah.

Dengan adanya penambahan indikator ini, larutan yang awalnya berwarna


kuning berubah menjadi berwarna merah. Hal ini mengindikasikan bahwa
larutan berada pada skala pH 3,1-4,4.
Reaksi antara Na2CO3 dan HCl:
Na2CO3 + 2HCl  2NaCl + CO2 + H2O
Melalui titrasi tersebut, diperoleh volume HCl, yaitu 42,7 mL. Dengan
diperolehnya volume HCl, maka dapat ditentukan nilai pembakuan larutan
tersebut. Dalam melakukan perhitungan pembakuan HCl, perlu diketahui
bahwa setiap 1 mL HCl 0,1000 N setara dengan 5,299 natrium karbonat.
Setelah dilakukan perhitungan, nilai pembakuan yang didapat adalah 0,09 N.
Nilai pembakuan ini memiliki perbedaan dengan teori karena kemungkinan
besar memiliki kesalahan ketika menitrasi ataupun menghitung nilai pada skala
buret sehingga tidak tepat 0,1 N.
2. Penentuan kadar karbonat dan bikarbonat
Tahap pertama, sampel karbonat dan bikarbonat dimasukkan ke dalam labu
erlenmeyer 100 mL dengan menggunakan pipet volume 25 ml. Larutan
tersebut ditambahkan dengan 2 tetes indikator fenolftalein dengan
menggunakan pipet tetes. Untuk melakukan titrasi, HCl dimasukkan ke dalam
buret sampai batas skala nol. Setelah itu, kran pada buret diputar untuk
meneteskan larutan HCl ke dalam erlenmeyer. Erlenmeyer tersebut sambil
digoyang agar terjadi perubahan warna. Proses titrasi tersebut menyebabkan
perubahan warna, yakni warna pink menjadi tak berwarna. Pada percobaan ini,
diperoleh volume HCl pertama yakni 24 ml.

Percobaan ini menggunakan bantuan indikator PP karena skala pH pada


indikator PP akan menghasilkan warna ketika direaksikan dengan larutan asam
(HCl) sehingga perubahan warna yang terjadi terlihat jelas.
Pada tahap ini HCl akan bereaksi menjadi:
HCl H+ + Cl-
H+ akan bereaksi dengan ion karbonat menjadi ion bikarbonat:
CO32- + H+ HCO3-

Larutan yang telah diberi indikator fenolftalein(tahap I) dititrasi dengan HCl


sampai warna merahnya hilang, mengindikasikan bahwa larutan berada pada
trayek  sekitar 8,0-10,2.
Tahap kedua, indikator metil jingga sebanyak 2 tetes ditambahkan ke
dalam erlenmeyer hasil titrasi indikator pp sebelumnya dan titrasi kembali
dengan larutan HCl 0,09 N. Maka, pada larutan tersebut terjadi perubahan
warna, yakni warna kuning menjadi jingga kemerahan. Pada percobaan ini,
diperoleh volume HCl kedua, yakni 7,6 mL.
Pada percobaan ini digunakan metil jingga karena metil jingga memiliki
trayek pH yaitu 3,1 – 4,4 (kuning – merah muda) sesuai dengan larutan HCl
yang bersifat asam, serta memberikan warna terang karena molekulnya yang
cenderung kecil. Penambahan HCl akan menyebabkan ion bikarbonat hasil
reaksi tahap I berubah menjadi asam bikarbonat:

CO32- + H+  HCO3-
HCO3-+H3O+  H2CO3 + H2O
Kedua tahapan tersebut dilakukan sekali lagi untuk mengetahui
perbandingan volume HCl yang terpakai. Pada percobaan yang kedua
diperoleh volume HCl 1 yang terpakai adalah 24,5 mL dan volume HCl 2
adalah 7,5 mL. Dengan diketahuinya kedua volume HCl tersebut, maka
perhitungan penentuan kadar karbonat dan bikarbonat dapat dilakukan.
Pada percobaan ini, setelah hasil volume 1 dan 2 dirata-rata, diketahui
bahwa volume HCl pertama lebih besar daripada volume HCl kedua. Maka
sampel tersebut mengandung campuran karbonat dan hidroksida. Dengan kadar
sampel karbonat rata-rata yang diperoleh dari percobaan pertama dan kedua
sebanyak 5,238 mg per mL dan kadar sampel hidroksida sebanyak 1,02204 mg
per mL.
VII. KESIMPULAN
Pada hasil percobaan kali ini kelompok kami menggunakan indikator fenolftalein
dan metil orange karena indikator ini akan mengubah warna di sekitar titik ekuivalen
dari titrasi. Dari hasil perhitungan diketahui bahwa larutan sampel mengandung
campuran karbonat dan hidroksida. Dengan kadar rata-rata ion karbonat ialah 5,238
mg per mL dan rata-rata kadar ion hidroksida adalah 1,02204 mg per mL.
Semarang, 30 Oktober 2017

Praktikan I, Praktikan II,

Afifa Ayu Mufida Firda Safhira


(22030117120023) (22030117140021)

Praktikan III, Praktikan IV,

Nur Indah Insani Kamilia Puspitaloka Triwidyastuti


(22030117120021) (22030117110025)

Praktikan V,

Yoanita Rosa
(22030117140023)
VIII. DAFTAR PUSTAKA
1. Putri N. 2016. Pembuatan Indikator Alami dari Ekstrak Kulit Jengkol Sebagai
Alternatif Praktikum pada Materi Pokok Titrasi Asam Basa di Madrasah Aliyah.
Riau: UIN Suska Riau.
2. Sastrohamidjojo H. 2010. Kimia Dasar. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada
Press. h. 257.
3. Sastrohamidjojo H. 2010. Kimia Dasar. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada
Press. h. 258.
4. Yunita N. 2013. Implementasi Strategi Pembelajaran Intertekstual Pada Materi
Asam Basa Kelas XI. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
5. Ibrahim MM. 2016. Perbandingan Nilai Akurasi Indikator Titrasi Asam-Basa
Sintetis dengan Indikator Titrasi Asam-Basa Alami. Bandung:Universitas Islam
Bandung.
6. Widiati S. 2011. Daya Hambat Ekstrak Ampas Teh Hitam (Camellia sinensis L.)
Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus epidermis. Yogyakarta:Universitas Atmajaya
Yogyakarta.
7. https://id.wikipedia.org/wiki/Asam_klorida (Diakses tanggal 25 Oktober 2017 pukul
16.39 WIB).
8. https://id.wikipedia.org/wiki/Natrium_karbonat (Diakses tanggal 25 Oktober 2017
pukul 16.30 WIB).
9. Chang R. 2003. Kimia Dasar: Konsep-konsep Inti Jl. 2 Ed. 3. Jakarta: Erlangga.
10. https://id.wikipedia.org/wiki/Metil_jingga (Diakses pada tanggal 25 Oktober
2017 pukul 17.02 WIB).
11. Tambayong, J. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.
KONSULTASI
TANGGAL TANGGAL
NO REVISI KE- PARAF
PRAKTIKUM REVISI

Anda mungkin juga menyukai