FM 2 03211840000063 Tarisa Nur Fithriani 1
FM 2 03211840000063 Tarisa Nur Fithriani 1
Oleh :
NRP : 03211840000063
SURABAYA
2020
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................ii
BAB I. PENDAHULUAN....................................................................................1
1.1 Tujuan......................................................................................................1
1.2 Prinsip......................................................................................................1
1.3 Dasar Teori..............................................................................................1
BAB II. SKEMA KERJA....................................................................................3
BAB III. TABEL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN....................................4
3.1 Tabel Pengamatan .................................................................................4
3.2 Pembahasan...........................................................................................7
BAB IV. KESIMPULAN.....................................................................................12
BAB V. PERTANYAAN DAN JAWABAN.........................................................13
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................14
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Tujuan
Menentukan dosis optimum pembubuhan koagulan atau tawas, untuk
menurunkan kekeruhan atau warna atau TSS.
1.2. Prinsip
Sebagian besar air baku diambil dari air permukaan seperti sungai dan
danau. Untuk menyediakan air bersih, salah satunya adalah dengan
menghilangkan kekeruhan. Kekeruhan disebabkan oleh adanya partikel
partikel kecil. Kekeruhan dihilangkan dengan bahan kimia dengan sifat
tertentu yang disebut koagulan. Salah satu jenis koagulan adalah tawas.
Dengan Analisa Jar test, dapat ditemukan dosis optimum penambahan
koagulan. Terdapat tiga proses dalam Analisa jar test yaitu koagulasi,
flokulasi dan sedimentasi.
1.3. Dasar Teori
Pada dasarnya, serangkaian proses di dalam IPAM yang paling utama
adalah untuk menurunkan kadar kekeruhan air baku. Zat padat yang terdapat
di dalam air berukuran sangat kecil dan tidak dapat mengendap dengan
cepat, sehingga proses koagulasi-flokulasi perlu dilakukan. Koagulasi
merupakan proses pembubuhan koagulan (bahan kimia) yang berfungsi
menggumpalkan partikel-partikel dalam air yang sangat kecil dan tidak dapat
mengendap dan flokulasi merupakan proses terbentuknya flok-flok dan
endapan. Koagulasi dan flokulasi merupakan proses yang terjadi secara
berkelanjutan dengan bentuk pencampuran koagulan hingga proes
pembentukan flok yang dipengaruhi oleh proses pengadukan dan dosis
koagulan. Variabel penentu atau parameter proses tersebut dapat ditentukan
dengan melakukan jar test (koagulasi-flokulais skala laboratorium). Jar test
adalah suatu percobaan skala laboratorium yang berfungsi untuk
menentukan dosis optimum dari koagulan yang digunakan dalam proses
pengolahan air bersih. Apabila percobaan dilakukan secara tepat, informasi
yang berguna akan diperoleh untuk membantu operator instalasi dalam
mengoptimalkan proses-proses koagulasi-flokulasi dan penjernihan
1
(Kusdarini, 2016)
Dalam proses koagulasi, bahan kimia ditambahkan yang pada awalnya
akan menyebabkan partikel koloid menjadi tidak stabil dan menggumpal
bersama. Partikel-partikel berkumpul bersama untuk membentuk partikel
lebih besar dalam proses flokulasi. Ketika flok mengumpul, akan terbentuk
gumpalan besar, lebih berat yang menetap dan dikeluarkan sebagai lumpur.
Dalam kasus lain, flok adalah dipisahkan dengan cara flotasi.
(Bourke et al., 2002)
Tawas merupakan kristal putih yang berbentuk gelatin dan mempunyai
sifat yang dapat menarik partikel - partikel lain sehingga berat, ukuran dan
bentuknya menjadi semakin besar dan mudah mengendap. Tawas
merupakan nama lain dari alumunium sulfat yang memiliki rumus kimia
Al2(SO4)3. Tawas dapat digunakan untuk penjernihan air, melalui proses
penggumpalan (koagulasi-flokulasi) padatan - padatan terlarut maupun
tersuspensi di dalam air, sehingga dapat digunakan untuk pembersihan air
sumur, sebagai bahan kosmetik, zat warna tertentu dan zat penyamak kulit.
Reaksi kimia yang terjadi antara aluminium oksida pada bauksit dengan
asam sulfat dalam proses pembuatan tawas adalah sebagai berikut :
Al2O3 + 3H2SO4 Al2(SO4)3 + 3H2O
ΔGo = - 147,17 kkal/mol
(Husaini, et al., 2018)
(León-Luque, A. J, 2016)
2
BAB II
SKEMA KERJA
Sampel Air
- Dimasukkan ke dalam tabung Turbidimeter
- Dianalisis dengan turbidimeter
- Dicatat angka yang dihasilkan
Hasil
Hasil
Larutan Tawas
3
BAB III
3 Memeriksa pH awal
sampel air sungai - Nilai pH awal
dengan pH meter adalah 7,36
4 Memeriksa - Turbiditas
kekeruhan awal awal adalah
sampel air sungai 8,27 NTU
dengan turbidimeter
4
5 Mengambil larutan - Sifat fisik
tawas 3% dan larutan tawas :
dimasukkan ke jernih, tidak
dalam beaker glass berbau,
kecil dengan 2 jenis bersuhu
dosis normal,
- Dosis mempunyai
rendah: 0 rumus kimia
mg/L, 10 Dengan perhitungan
mg/L, 20 (frumus) didapatkan
mg/L, 30 hasil
mg/L, 50 - Dosis rendah :
mg/L, 70 0 ml; 0,33 ml;
mg/L 0,67 ml; 1 ml;
- Dosis 1,67 ml; 2,3 ml
tinggi : 100 - Dosis tinggi :
mg/L, 150
mg/L, 200
mg/L, 250
mg/L, 300
mg/L, dan
400 mg/L
6 Memasukkan
semua beaker
glass berisi air
sampel ke alat Jar
test kemudian
baling baling
pengaduk
diturunkan
5
8 Setelah 1 menit, Selama diaduk,
alat jar test diatur terbentuk flok putih
dengan kecepatan keabuan yang
40-60 rpm selama semakin lama
15 menit semakin besar
6
6,89
250 mg/L :
6,62
300 mg/L :
6,26
400 mg/L : 5,4
12 Mengukur turbiditas Hasil turbiditas
akhir dari sampel setelah jar test (NTU)
- Dosis rendah :
0 mg/L : 6,60
10 mg/L: 6,50
20 mg/L : 3,20
30 mg/L : 2,10
50 mg/L : 1,10
70 mg/L : 0,65
- Dosis tinggi
100 mg/L :
0,47
150 mg/L :
1,27
200 mg/L :
0,68
250 mg/L :
0,64
300 mg/L :
0,94
400 mg/L :
1,95
3.2. Pembahasan
7
koagulan. Terdapat tiga proses dalam Analisa jar test yaitu koagulasi, flokulasi
dan sedimentasi.
Menurut Oktaviasari dan Mashuri, (2016) Jar test adalah suatu percobaan
skala laboratorium yang berfungsi untuk menentukan dosis optimum dari
koagulan yang digunakan dalam proses pengolahan air bersih. Apabila
percobaan dilakukan secara tepat, informasi yang berguna akan diperoleh untuk
membantu operator instalasi dalam mengoptimalkan proses-proses koagulasi-
flokulasi dan penjernihan. Langkah pertama dari praktikum ini adalah mengambil
sampel air sungai sebanyak ±14 liter. Pengambilan sampel dilakukan pada hari
Jumat, 6 Maret 2020 pukul 06.36 WIB di jembatan depan Universitas Hang Tuah,
tepatnya pada titik koordinat -7.290900,112.793169. Pengambilan dilakukan
dengan ember yang disambungkan dengan tali dan diberi pemberat batu,
kemudian dimasukkan ke dalam botol. Sifat fisik air sungai adalah bersuhu
ruangan, keruh berwarna kehijauan dan sedikit berbau. Langkah kedua adalah
sampel air sungai dimasukkan ke dalam 12 beaker glass masing masing berisi 1
liter. Pada tahap ini, sifat fisik air sungai tidak berubah. Langkah ketiga adalah
mengukur pH dengan alat pH meter. Dari pengukuran didapat pH awal yaitu
7.36. Langkah keempat adalah mengukur tingkat kekeruhan air dengan
turbidimeter. Setelah dilakukan pengukuran, didapat nilai turbiditas sebesar 8.27
NTU. Tujuan pengukuran pH dan kekeruhan adalah untuk mengetahui kondisi
awal sampel sehingga bisa ditentukan dosis tawas optimum pada akhir
praktikum.
Langkah kelima adalah Mengambil tawas dan dimasukkan ke dalam
beaker glass kecil dengan 2 jenis dosis, yaitu dosis rendah sebesar 0 mg/L, 10
mg/L, 20 mg/L, 30 mg/L, 50 mg/L, 70 mg/L. Dan dosis tinggi: 100 mg/L, 150
mg/L, 200 mg/L, 250 mg/L, 300 mg/L,400 mg/L. Karena di laboratorium terdapat
larutan tawas 3% maka perlu dilakukan perhitungan untuk menentukan dosis
tawas sebagai berikut.
Diketahui larutan tawas 3% sebanyak 1 liter. Maka untuk mencari mg/L
=3%*1000 mL = 30 mL
Dosis rendah :
10mg/L : 10/30=0.33 mL 50 mg/L :50/30=1.67 mL
20 mg/L :20/30=0.67 mL 70 mg/L :70/30=2.3 mL
30 mg/L :30/30=1mL
Dosis Tinggi: 250 mg/L : 250/30=8.33mL
100 mg/L : 100/30=3.33 mL 300 mg/L :300/30=10 mL
150 mg/L : 150/30=5 mL 400 mg/L :400/30=13.33 mL
200 mg/L : 200/30=6.67 mL
Sifat fisik larutan tawas 3% adalah bersuhu ruangan, jernih, tidak berwarna dan
tidak berbau. Menurut Husaini et al., (2018) tawas merupakan kristal putih yang
berbentuk gelatin dan mempunyai sifat yang dapat menarik partikel - partikel lain
sehingga berat, ukuran dan bentuknya menjadi semakin besar dan mudah
mengendap. Tawas merupakan nama lain dari alumunium sulfat yang memiliki
rumus kimia Al2(SO4)3. Tawas dapat digunakan untuk penjernihan air, melalui
8
proses penggumpalan (koagulasi-flokulasi) padatan - padatan terlarut maupun
tersuspensi di dalam air, sehingga dapat digunakan untuk pembersihan air
sumur, sebagai bahan kosmetik, zat warna tertentu dan zat penyamak kulit.
Reaksi kimia yang terjadi antara aluminium oksida pada bauksit dengan asam
sulfat dalam proses pembuatan tawas adalah sebagai berikut :
Langkah kedelapan adalah mengatur alat jar test dengan kecepatan 40-
60 rpm selama 15 menit. Tahap ini disebut slow mix atau pengadukan lambat
yang bertujuan agar memperbesar kontak partikel sehingga partikel yang
menempel menjadi besar dan berat kemudian membentu flok. Selama 15 menit
pengadukan, terlihat gumpalan gumpalan flok berwarna putih ke abu-abuan yang
semakin besar dan air semakin jernih. Setelah pengadukan terlihat kekeruhan
yang berbeda pada setiap beaker glass. Langkah ke sembilan adalah mematikan
alat jar test. Pengaduk pada alat jar test diangkat kemudian beaker glass
dikeluarkan dan didiamkan selama 15 menit. Tujuannya adalah untuk
mengendapkan flok. Pada tahap ini terjadi proses sedimentasi. Proses
sedimentasi adalah proses pengendapan partikel tersuspensi dan terpisah dari
larutannya. Flok yang mempunyai berat jenis lebih besar akan turun dan
mengendap di bagian bawah beaker glass. Setelah 15 menit, sifat fisik dari
sampel air sungai adalah terdapat endapan berwarna abu abu di bagian bawah,
sedangkan air berubah menjadi sedikit jernih. Air menjadi tidak bau dan bersuhu
ruangan. Berikutnya adalah mengambil larutan yang jernih dari masing masing
beaker glass sebanyak 50 ml lalu dipindahkan ke dalam 12 beaker glass kecil
kemudian diukur nilai pH dan kekeruhannya. Dari pengukuran dengan pH meter,
didapatkan nilai pH sebagai berikut
Alum Dosage pH
(mL)
mL mg/L
0 0 7,83
9
0,33 10 7,77
Perbandingan pH dengan
0,67 20 Dosis
7,73Tawas
10 1 30 7,67
8 1,67 50 7,55
6 2,3 70 7,42
3,33 100 7,31
pH
4
2 5 150 7,08
0 6,67 200 6,89
0 2 4 8,336 8
250 10
6,62 12 14
10 Tawas 3%
Dosis 300(mL) 6,26
13,33 400 5,4
Dari tabel, dapat dibuat grafik sebagai berikut
Dari grafik di atas, dapat disimpulkan bahwa semakin besar dosis tawas maka
semakin turun nilai pH. Itu disebabkan karena adanya reaksi sebagai berikut
5 berikut
4
3
2
Dari grafik
1
dapat dilihat
0
0 2 4 6 8 10 12 14 bahwa
Dosis Tawas 3%(mL) turbiditas
menurun,
10
namun pada beberapa titik terdapat peningkatan turbiditas bisa disebabkan
karena konsentrasi tawas yang terlalu tinggi sehingga terbentuk Al(OH)3 yang
tidak larut dalam air dan menyebabkan turbiditas meningkat. Dari data
perbandingan pH dan kekeruhan terhadap dosis tawas, maka dapat ditentukan
dosis tawas optimum sebesar 100 mg/L atau 3.33 ml tawas 3% dengan pH 7.31
karena mempunyai nilai kekeruhan (NTU) yang kecil dan optimal atau tepat
sebelum nilai kekeruhan meningkat kembali.
11
BAB IV
KESIMPULAN
12
BAB V
PERTANYAAN DAN JAWABAN
Jawaban :
1. Yang pertama adalah mencampur koagulan dengan cara pengadukan
cepat dengan kecepatan 100 rpm selama 1 menit. Kemudian melakukan
pengadukan lambat dengan kecepatan 40-60 rpm selama 15 menit.
Selanjutnya dilakukan proses sedimentasi selama 15 menit untuk
menghilangkan flok.
2. Tingkat kekeruhan, suhu, waktu pengadukan, jenis koagulan, pH air,
stabilitas koloid, adanya ion terlarut, dosis koagulan
3. Alumunium Sulfat (Al2(SO4)3) atau tawas, besi (III) klorida, besi (III) sulfat,
magnesium hidroksida, alumunium klorida, biji kelor
4. Molekul koagulan yang larut dalam air, ditambahkan dalam proses
koagulasi. Lalu diaduk dengan cepat sehingga dapat larut dengan sampel
di permukaan koloid, terjadi destabilisasi partikel dan mengubah larutan
elektrolit.
5. Saat pH 6-8 karena pada pH tinggi pembentukan flok tidak dapat terjadi
13
DAFTAR PUSTAKA
Kusdarini, E., 2016. Kajian Metode Koagulasi Pada Pengolahan Air Sumur
Mengandung Timbal Bervalensi Ii Di Kota Pasuruan. Jurnal IPTEK, 20(1).
14
LAMPIRAN
15
16
17
18
19