Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN KASUS

Katarak Senilis

Diajukan guna memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata


Rumah Sakit Umum Daerah Ahmad Yani Kota Metro

Disusun oleh:
1. Gita Amalia S.Ked (21360148)
2. Muhamad Ifan Fadhil S.Ked (21360171)
3. Windy Agustina Dewi S.Ked (21360231)

Preseptor:
dr. Yuda Saputra, Sp.M

SMF ILMU PENYAKIT MATA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AHMAD YANI METRO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
2021
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus

“Katarak Senilis”

Mahasiswa:
Gita Amalia, S.Ked (21360148)
M. Ifan Fadhil, S.Ked (21360171)
Windy Agustina Dewi, S.Ked (21360171)

Laporan kasus ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Mata RSUD Jendral Ahmad Yani metro
periode 08 November 2021 – 11 Desember 2021

Metro, November 2021

dr. Yuda Saputra, Sp.M


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Katarak Senilis”. Laporan kasus ini
merupakan salah satu syarat Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Mata RSUD
Jendral Ahmad Yani Metro, Lampung.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Yuda Saputra, Sp.M selaku
preseptor yang telah memberikan bimbingan selama penulisan dan penyusunan referat
ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan referat ini. Oleh
karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat penulis harapkan. Semoga referat
ini dapat memberi manfaat bagi pembaca.

Metro, November 2021

Penulis
DAFTAR ISI
STATUS PASIEN

a. IDENTITAS PASIEN
Nama Lengkap : Ny. Sri Jayanti
Tanggal Lahir : 24 Agustus 1959
Umur : 62 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Pensiunan PNS (Guru SMA)
Alamat : Banjar Rejo
Tanggal Masuk RS : 10 November 2021

b. ANAMNESIS
1) Anamnesis secara:
Autoanamnesis
2) Keluhan Utama:
Pengelihatan kabur
3) Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang kerumah sakit dengan keluhan penglihatan kabur sejak 1 bulan
yang lalu dan mulai memberat sejak 1 minggu yang lalu. Pasien mengeluh
penglihatan mata seperti berkabut, semakin lama mata sebelah kiri dirasakan
semakin kabur, untuk penglihatan mata kanan masih bisa melihat lebih jelas
dibanding penglihatan mata kiri. Penglihatan kabur dirasakan terus menerus
sepanjang hari, saat melihat dekat maupun jauh. Dikarenakan mata kiri yang
kabur, mata kanan terus digunakan untuk beraktivitas sehari-hari sehingga
sehingga mata kanan dirasa lelah. Gatal (+), mata merah (-), nyeri (-), cekot-
cekot (-), mata berair (-), keluar kotoran air mata (-), melihat ganda (-), melihat
pelangi disekitar sumber cahaya (-).
4) Riwayat Penyakit Dahulu:
- Riwayat Hipertensi (+)
- Riwayat penyakit mata (-)
- Riwayat DM (-)
- Riwayat trauma (-)
5) Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keadaan serupa.
6) Riwayat Sosial Ekonomi:
Kesan ekonomi cukup
7) Riwayat Terapi:
Pasien belum pernah mengonsumsi obat hipertensi.
8) Riwayat Kebiasaan:
Merokok (-), Alkoholisme (-), Sering begadang (-)

c. PEMERIKSAAN FISIK
1) Tanda-Tanda Vital
Tensi (T) : 160/104 mmHg
Nadi (N) : 88x/menit
Suhu (T) : 36,2’C
Respiration Rate (RR) : 18x/menit
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tinggi Badan :
Berat Badan : 1
BMI : 1
B. STATUS OFTALMOLOGI
Gambar:
OD OS

Lensa keruh sebagian Lensa keruh merata

Keterangan : tampak kelainan pada mata Kiri dan kanan

Oculus Dextra Oculus Sinistra


1/60 VISUS 1/300
Tidak Dilakukan KOREKSI Tidak dilakukan
Gerak bola mata ke segala arah Gerak bola mata ke segala
PARASE/PARALYSE
baik arah baik
Tidak ada kelainan SUPERCILIA Tidak ada kelainan
Edema (-), spasme (-) PALPEBRA Edema (-), spasme (-)
Injeksi (-), sekret (-) CONJUNGTIVA Injeksi (-), sekret (-)
Tidak ada kelainan SCLERA Tidak ada kelainan
Jernih CORNEA Jernih

CAMERA OCULI
Kedalaman cukup Kedalaman cukup
ANTERIOR

Kripte (+), sinekia posterior (-) IRIS Kripte (+), sinekia posterior (-)
Bulat, sentral, regular, Bulat, sentral, regular,
PUPIL
Ø 3mm, Refleks pupil (+) N Ø 3mm, Refleks pupil (+) N

Keruh menyeluruh ,
jernih LENSA
shadow test -
AVR 2:3,perdarahan- Tidak dapat dinilai
FUNDUS REFLEKS

T(digital) normal TENSIO OCULI T(digital) normal


SISTEM CANALIS
Tidak dilakukan Tidak dilakukan
LACRIMALIS

d. RESUME
Subyektif :
Pasien merasa penglihatanya bertambah kabur saat melihat jauh pada
kedua mata, saat ini pasien merasa keluhan pada matanya bertambah berat.
Pasien tidak mengeluh silau jika melihat cahaya, mata merah (-), nyeri (-),
cekot-cekot (-), mata berair (-), gatal (-), keluar kotoran air mata (-), melihat
ganda (-), melihat pelangi disekitar sumber cahaya (-). Riwayat trauma dan
operasi juga disangkal pasien.
Obyektif :
OCULI DEXTRA(OD) PEMERIKSAAN OCULI SINISTRA(OS)
5/60 Visus 1/~
Jernih Lensa Keruh merata
+ Fundus Refleks +
e. DIAGNOSA BANDING
1. OS Katarak Senilis Matur
2. OS Katarak Senilis Hipermatur
3. Retinopati Diabetik
f. DIAGNOSA SEMENTARA
OS Katarak Senilis Matur
Dasar diagnosa

Pasien ini didiagnosis sebagai OS katarak senilis matur dengan dasar pemikiran
sebagai berikut:
1. Anamnesis:
- Pasien berusia 51 tahun  katarak senilis
- Penglihatan kedua mata kabur seperti tertutup kabut, perlahan-lahan
semakin kabur dengan kondisi mata tenang.
2. Pemeriksaan oftalmologis:
- Visus OS 1/~
- Pada pemeriksaan lensa didapatkan kekeruhan merata pada OS  OS
katarak senilis matur.
g. TERAPI
Rencana OS ekstraksi katarak ekstra kapsular dan pemasangan Intra Ocular
Lens (IOL)
h. PROGNOSIS
OKULI SINISTRA (OS)
Quo Ad Visam : ad bonam
Quo Ad Sanam : ad bonam
Quo Ad Kosmetikam : Ad bonam
Quo Ad Vitam : Ad bonam
i. EDUKASI
1. Menjelaskan pada pasien bahwa pandangan kedua mata yang kabur
disebabkan katarak pada kedua lensa mata,
2. Menjelaskan pada pasien bahwa katarak tidak dapat diobati dengan
obat tetapi dapat disembuhkan dengan operasi dan pemberian lensa
tanam pada mata
3. Menjelaskan pada pasien mengenai pentingnya operasi ekstraksi
katarak, jenis tindakan, persiapan, kelebihan dan kekurangan.
4. Menjelaskan tentang komplikasi yang akan terjadi apabila tidak
dioperasi, kemungkinan lensa akan mencair, isi lensa akan keluar,
menimbulkan reaksi peradangan dan peningkatan tekanan bola mata,
5. Menjelaskan tentang komplikasi yang mungkin timbul selama
operasi dan pascaoperasi.
j. PEMBAHASAN
Katarak adalah suatu keadaan kekeruhan lensa. Penuaan adalah sebab
paling umum dari katarak, namun beberapa faktor lain dapat terlibat, termasuk
trauma, toksin, penyakit sistemik (diabetes mellitus), merokok, dan keturunan.
Katarak dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi
protein lensa terjadi akibat kedua-duanya. Sebagian besar kasus bersifat bilateral,
walaupun kecepatan perkembangan masing-masing jarang sama. Kekeruhan
lensa tersebut dapat menyebabkan lensa menjadi tidak transparan sehingga pupil
akan berwarna putih atau abu-abu. Kekeruhan ini dapat ditemukan pada berbagai
lokalisasi di lensa seperti pada korteks, nucleus, subkapsular. Pemeriksaan yang
dilakukan pada pasien katarak meliputi pemeriksaan tajam pengelihatan, slit
lamp, funduskopi, serta tonometri bila memungkinkan. Berdasarkan usia katarak
dapat diklasifikasikan dalam: 1,2
1. Katarak kongenital (usia <1 tahun)
2. Katarak juvenile (usia >1 tahun)
3. Katarak senile (usia >50 tahun)

Tabel 1. Perbedaan stadium katarak senilis


Gejala Insipien Imatur Matur Hipermatur
Kekeruhan lensa Ringan Sebagian Seluruh Massif
Cairan lensa Normal Bertambah Normal Berkurang
(air masuk) (air+masa lensa keluar)
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Iris shadow Negative Positif Negatif Pseudopositif
COA Normal Dangkal Normal Dalam
Sudut bilik mata Normal Sempit Normal Terbuka
Penyulit Glaucoma Glaucoma, uveitis
Katarak Senil
Merupakan semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut,
yaitu usia di atas 50 tahun. Penyebabnya sampai sekarang tidak diketahui
secara pasti. Secara klinik dikenal dalam 4 stadium yaitu:
a. Katarak Insipien
Kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeriji menuju korteks
anterior dan posterior (katarak kortikal). Vakuol mulai terlihat di dalam
korteks. Katarak subkapsular posterior, kekeruhan mulai terlihat pada
anterior subkapsular posterior, celah terbentuk antara serat lensa dan
korteks berisi jaringan degenerative (benda Morgagni) pada katarak
insipient. Kekeruhan ini dapat menimbulkan poliopia oleh karena indeks
refraksi yang tidak sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang-
kadang menetap untuk waktu yang lama.

b.Katarak Intumesen
Kekeruhan lensa disertai dengan pembengkakan lensa akibat lensa
yang degeneratif menyerap air. Masuknya air ke dalam celah lensa
mengakibatkan lensa menjadi bengkak dan besar yang mendorong iris
sehingga bilik mata menjadi dangkal disbanding dengan keadaan normal.
Pencembungan lensa ini akan dapat memberikan penyulit glaucoma.
Katarak intumesen biasanya terjadi pada katarak yang berjalan cepat dan
mengakibatkan myopia lentikular. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi
korteks hingga lensa akan mencembung dan daya biasnya akan bertambah,
yang mengakibatkan miopisasi. Pada pemeriksaan slitlamp terlihat vakuol
pada lensa disertai peregangan jarak lamel serat lensa.

c.Katarak Imatur
Sebagian lensa keruh atau katarak. Katarak yang belum mengenai
seluruh lapis lensa. Pada katarak imatur akan dapat bertambah volume
lensa akibat meningkatnya tekanan osmotic bahan lensa yang degenerative.
Pada keadaan lensa mencembung akan dapat menimbulkan hambatan
pupil, sehingga terjadi glaucoma sekunder.

d.Katarak Matur
Pada katarak matur kekeruhan telah mengenai seluruh masa lensa.
Kekeruhan ini bisa terjadi akibat deposisi ion kalsium yang menyeluruh.
Bila katarak imatur atau intumesen tidak dikeluarkan maka cairan lensa
akan keluar, sehingga lensa kembali pada ukuran yang normal. Akan terjadi
kekeruhan seluruh lensa yang bila lama akan mengakibatkan kalsifikasi
lensa. Kedalaman bilik mata depan akan normal kembali, tidak terdapat
bayangan iris pada lensa yang keruh, sehingga uji bayangan iris negative.
Katarak Hipermatur
Merupakan katarak yang mengalami proses degenerasi lanjut, dapat
menjadi keras atau lembek dan mencair. Masa lensa berdegenerasi keluar
dari kapsul lensa sehingga lensa mengecil, berwarna kuning dan kering.
Pada pemeriksaan terlihat bilik mata dalam dan lipatan kapsul lensa.
Kadang-kadang pengkerutan berjalan terus sehingga hubungan dengan
zonula Zinn menjadi kendor. Bila proses katarak berjalan lanjut disertai
dengan kapsul yang tebal maka korteks yang berdegenerasi dan cair tidak
dapat keluar, maka korteks akan memperlihatkan bentuk sebagai
sekantung susu disertai dengan nucleus yang terbenam di dalam korteks
lensa karena lebih berat. Keadaan ini disebut sebagai katarak Morgagni.

Tatalaksana katarak
Tidak ada terapi medis untuk katarak. Ekstraksi lensa diindikasikan
apabila penurunan penglihatan mengganggu aktivitas normal penderita.
Indikasi pembedahan pada katarak senilis :
- Bila katarak menimbulkan penyulit seperti uveitis atau glukoma, meskipun
visus masih baik untuk bekerja, dilakukan operasi juga setelah keadaan
menjadi tenang.
- Bila sudah masuk dalam stadium matur karena dapat meninmbulkan
penyulit
- Bila visus meskipun sudah dikoreksi, tidak cukup untuk melakukan
pekerjaan sehari-hari atau visus < 6/12.

Terapi pembedahan :
1. EKIK (Ekstraksi Katarak Intra Kapsuler)
Teknik ini sudah jarang digunakan setelah adanya teknik EKEK. Pada
EKIK dilakukan pengangkatan seluruh lensa, termasuk kapsul lensa. Pada
teknik ini dilakukan sayatan 12-14 mm, lebih besar dibandingkan dengan
teknik EKEK. Dapat dilakukan pada zonula zinn yang telah rapuh/
berdegenerasi/ mudah diputus.2
a. Keuntungan :
- Tidak timbul katarak sekunder
- Diperlukan instrumen yang tidak terlalu canggih (lup operasi, cryoprobe,
forsep kapsul)
b. Kerugian :
Insisi yang lebih besar dapat mengakibatkan :
- Penyembuhan dan rehabilitasi visual tertunda
- Astigmatisma yang signifikan
- Inkarserasi iris dan vitreus
- Lebih sering menimbulkan penyulit seperti glaukoma, uveitis,
endolftalmitis.
2. EKEK (Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsuler)
Dilakukan dengan merobek kapsul anterior, mengeluarkan nukleus dan
korteks. Sebagian kapsul anterior dan seluruh kapsul posterior ditinggal. Cara
ini umumnya dilakukan pada katarak dengan lensa mata yang sangat keruh
sehingga sulit dihancurkan dengan teknik fakoemulsifikasi. Selain itu, juga
dilakukan pada tempat-tempat di mana teknologi fakoemulsifikasi tidak
tersedia. Teknik ini membutuhkan sayatan yang lebar, karena lensa harus
dikeluarkan dalam keadaan utuh. Setelah lensa dikeluarkan, lensa buatan/ Intra
Ocular Lens (IOL) dipasang untuk menggantikan lensa asli, tepat di posisi
semula. Lalu dilakukan penjahitan untuk menutup luka. Teknik ini dihindari
pada penderita dengan zonulla zinii yang rapuh.2
a. Keuntungan :
1. Luka insisi lebih kecil (8-12 mm) dibanding EKIK
2. Karena kapsul posterior utuh maka :
- Mengurangi resiko hilangnya vitreus durante operasi
- Posisi anatomis yang lebih baik untuk pemasangan IOL
- Mengurangi insidensi ablasio retina, edema kornea, perlengketan vitreus
dengan iris dan kornea
- Menyediakan barier yang menahan pertukaran beberapa molekul antara
aqueous dan vitreus
- Menurunkan akses bakteri ke kavitas vitreus yang dapat menyebabkan
endofthalmitis.
b. Kerugian :
Dapat timbul katarak sekunder.

3. Fakoemulsifikasi
Fakoemulsifikasi adalah teknik ekstrakapsular yang menggunakan getaran-
getaran ultrasonik untuk mengangkat nucleus dan korteks melalui insisi limbus
yang kecil (2-5 mm), sehingga mempermudah penyembuhan luka pasca-
operasi, disamping perbaikan penglihatan juga lebih baik. Teknik ini
bermanfaat pada katarak kongenital, traumatik dan kebanyakan katarak senilis.
Teknik ini kurang efektif pada katarak senilis yang padat, dan keuntungan insisi
limbus yang kecil agak berkurang kalau akan dimasukkan lensa intraokuler.
Kerugiannya kurve pembelajaran lebih lama, biaya tinggi, dan komplikasi saat
operasi bisa lebih serius.1,4
Teknik ini menghasilkan insidensi komplikasi luka yang lebih rendah,
proses penyembuhan dan rehabilitasi visual lebih cepat. Teknik ini membuat
sistem yang relatif tertutup sepanjang fakoemulsifikasi dan aspirasi, oleh
karenanya mengontrol kedalaman COA sehingga meminimalkan risiko prolaps
vitreus.5

Persiapan operasi :
1. Status oftalmologik
 Tidak dijumpai tanda-tanda infeksi
 TIO normal
 Saluran air mata lancar
2. Keadaan umum/sistemik
 Hasil pemeriksaan laboratorium darah rutin, waktu pembekuan,
waktu perdarahan, kadar gula darah dalam batas normal
 Tidak dijumpai batuk produktif
 Pada penderita DM atau hipertensi, keadaan penyakit tersebut harus
terkontrol.
Perawatan pasca operasi :
1. Mata dibebat
2. Diberikan tetes antibiotika dengan kombinasi antiinflamasi
3. Tidak boleh mengangkat benda berat, menggosok mata, berbaring di sisi mata
yang baru dioperasi, dan mengejan keras.
4. Kontrol teratur untuk evaluasi luka operasi dan komplikasi setelah operasi.
5. Bila tanpa pemasangan IOL, maka mata yang tidak mempunyai lensa lagi
(afakia) visusnya 1/60, sehingga perlu dikoreksi dengan lensa S+10D untuk
melihat jauh. Koreksi ini diberikan 3 bulan pasca operasi. Sedangkan untuk
melihat dekat perlu diberikan kacamata S+3D.

Komplikasi operasi katarak bervariasi berdasarkan waktu dan luasnya.


Komplikasi dapat terjadi intra operasi atau segera sesudahnya atau periode pasca
operasi lambat. Oleh karenanya penting untuk mengobservasi pasien katarak paska
operasi dengan interval waktu tertentu yaitu pada 1 hari, 1 minggu, 1 bulan, dan 3
bulan setelah operasi katarak. Angka komplikasi katarak adalah rendah. Komplikasi
yang sering terjadi endoftalmitis, ablasio retina, dislokasi atau malposisi IOL,
peningkatan TIO, dan edema macula sistoid.5
Dalam kasus ini, pasien disarankan untuk dilakukan operasi katarak untuk
mencegah terjadinya komplikasi yang dapat terjadi yaitu glaucoma sekunder,
uveitis, dan endoftalmitis. Operasi katarak yang dianjurkan untuk dipilih adalah
EKEK (Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsuler) dan pemasangan Intra Ocular Lens
(IOL) pada OD dengan pertimbangan bahwa derajat kekeruhan lensa pasien sudah
merata sehingga nukleus lentis tergolong keras. Apabila dilakukan teknik
Fakoemulsifikasi, beresiko lebih besar untuk terjadinya robekan pada kapsula
posterior.

DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan DG, Taylor A, Paul R. Oftalmologi umum edisi 14. Jakarta : Widya
Medika, 2000
2. Ilyas S. Penglihatan Turun Perlahan Tanpa Mata Merah. Dalam : Ilmu Penyakit
Mata. Jakarta: Balai penerbit FK UI, 1998
3. Rumah Sakit Mata ‘Bersayap’ Hinggap di Indonesia. Faculty of Medicine
Airlangga University [serial online] 2010. Avalaible from:
www.fk.unair.ac.id/news/focus/rumah-sakit-mata-bersayap-hinggap-di-
indonesia
4. Suhardjo, Hartono. Ilmu Kesehatan Mata. Jogjakarta: Universitas Gajah Mada.
2007.
5. Bobrow JC, Mark HB, David B et al. Section 11: Lens and Cataract. Singapore :
American Academy of Ophthalmology, 2008.

Anda mungkin juga menyukai