Anda di halaman 1dari 90

LAPORAN PRAKTIKUM GEOGRAFI TANAH

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Praktikum


Geografi Tanah

Dosen Pengampu : Arif Ashari M.Sc. dan Dr. Nurul Khotimah, M.Si.

Disusun Oleh:

Nama : Adinta Darmawan

NIM : 18405244001
Kelompok : B1

Asisten Praktikum : Tuti Amalia

JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI


FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2019

i
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Praktikum Geografi Tanah 2019
Disusun Oleh:

Adinta Darmawan
18405244001

Mengesahkan,

Yogyakarta, 23 Mei 2019

Dosen Pengampu Asisten Dosen Praktikum

Arif ashari, M.Sc. Tuti Amalia

NIK 11310860302467 NIM 17405244015

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan praktikum geografi tanah
dengan lancar dan senantiasa diberi kemudahan dalam pengerjaannya.

Dalam penulisan laporan ini saya menyadari bahwa kendala yang saya hadapi, dan

tentunya banyak pihak yang telah membantu kelancaran laporan ini, untuk itu ucapan
terima kasih saya ucapkan kepada bapak Arif Ashari, M.Sc. selaku dosen pengampu, asisten
dosen praktikum selaku pembimbing selama praktikum, orang tua serta teman-teman

jurusan Pendidikan Geografi 2019 yang telah memberikan dukungan moril berupa
semangat dan motivasi selama praktikum berlangsung.

Saya menyadari bahwa masih ada banyak kekurangan dalam praktikum ini, oleh

sebab itu kritik saran yang membangun saya harapkan untuk menyempurnakan tugas-

tugas sejenis ke depannya agar lebih baik lagi. Akhir kata, semoga laporan ini dapat

bermanfaat bagi pembaca, khususnya masyarakat umum agar mengetahui lingkungan


sekitar dan juga bermanfaat bagi saya pribadi tentunya.

Yogyakarta, 23 Mei 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ............................................................................................................................................ i

HALAMAN PENGESAHAN................................................................................................................................ ii
KATA PENGANTAR ............................................................................................................................................ iii
DAFTAR ISI ............................................................................................................................................................ iv

ACARA II MENGANALISIS WARNA TANAH ......................................................................................... 1

ACARA III MENGANALISIS TEKSTUR TANAH ...................................................................................... 7

ACARA IV MENGANALISIS STRUKTUR TANAH ................................................................................15


ACARA V MENGANALISIS KONSISTENSI TANAH ...........................................................................20

ACARA VI MENGANALISIS REAKSI TANAH .......................................................................................28


ACARA VII MENGANALISIS KANDUGAN BAHAN ORGANIK, MANGAN, KAPUR, DAN
PERAKARAN ...................................................................................................................................................34

ACARA VIII MENGANALISIS TINGKAT PERKEMBANGAN TANAH DENGAN INDEKS


BUNTLEY-WESTIN ........................................................................................................................................40

ACARA IX MENGANALISIS TINGKAT PERKEMBANGAN TANAH DENGAN INDEKS HURST

.............................................................................................................................................................................48

ACARA X MENGANALISIS TINGKAT PERKEMBANGAN TANAH DENGAN INDEKS HARDEN

.............................................................................................................................................................................56
ACARA XI MENGANALISIS TINGKAT PERKEMBANGAN TANAH DENGAN INDEKS PROFIL

.............................................................................................................................................................................63

ACARA XII MENGANALISIS TINGKAT PERKEMBANGAN TANAH DENGAN KRITERIA

MORFOLOGI TANAH DAN LAHAN .......................................................................................................70


DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................................................78
LAMPIRAN-LAMPIRAN ...................................................................................................................................79

iv
ACARA II
MENGANALISIS WARNA TANAH

A. Tujuan
1. Mahasiswa dapat menentukan warna tanah secara kualitatif

2. Mahasiswa dapat menganalisis faktor yang mempengaruhi warna tanah

B. Dasar Teori

Salah satu bagian dari fenomena permukaan bumi yang dikaji di dalam
ilmu geografi adalah tanah. Tanah dalam konteks kajian georafi adalah tanah

sebagai tubuh alam yang menyelimuti permukaan bumi dengan berbegai sifat dan

perwatakan yang khas dalam hal proses pembentukan, keterdapatan, dinamika

dari waktu ke waktu, serta manfaatnya bagi kehidupan manusia (Sartohadi, 2014 :
1).

Tanah adalah alam gembur yang menyelimuti sebagian besar permukaan

bumi dan mempunyai sifat dan karakteristik fisik, kimia, biologi, serta morfologi

yang khas sebagai akibat dari serangkaian panjang berbagai proses yang

membentuknya. Kurun waktu pembentukan tanah tidak sama denegan kurun

waktu pembentukan batuan. Kurun waktu pembentukan tanah dimulai setelah

batuan hancur dan menjadi bahan lepas-lepas oleh karena proses pelapukan fisik,

kimia, dan biologi. Umur batuan selalu lebih panjang daripada tanah yang
menyelimutinya (Sartohadi, 2014 : 2).

Tanah mempunyai sifat dan karakteristik yang khas dalam hal fisik, kimia,

biologi, dan morfologi. Sifat fisik tanah merupakan benda nyata dipermukaan bumi

yang gembur, tersusun atas fase padat, cair, dan gas. Secara kimia, tanah tersusun

atas unsur-unsur kimia tertentu yang berbeda komposisinya dengan batuan

sehingga mempunyai sifat kimia yang berbeda dengan batuan aslinya. Sifat biologi
tanah menggambarkan bahwa dalam tanah ada kehidupan, baik itu yang bersifat
makro (kasat mata) maupun yang bersifat mikro (tidak kasat mata). Sifat morfologi

tanah menggambarkan tubuh tanah tersusun atas serangkaian lapisan yang

terbentuk melalui proses pembentukan tanah tertentu selama kurun waktu


tertentu (Sartohadi, 2014 : 2).

Menurut FAO (2006) dalam Sartohadi (2014: 58) menjelaskan bahwa warna
tanah diukur dengan menggunakan standard tertentu yang ada di dalam daftar

1
warna buku Munsell (Munsell Soil Color Charts). Warna tanah diukur dengan
menggunakan tiga paramter, yaitu: Hue, Value, dan Chroma. Hue menggambarkan
antara merah dengan kuning. Value menggambarkan nisbah atau kisaran

berangsur-angsur dari putih ke hitam. Chroma menggambarkan harkat kemurnian


warna atau intensita warna atau gelap terangnya suatu warna tertentu.

Value atau brilliance (kecemerlangan) yang mengekspresikan variasi


berkas sinar yang terjadi jika dibandingkan wana putih absolut. Value ini merujuk

pada gradasi warna dai putih (skala 10) ke hitam (skala 0), dan chroma didefinisikan

sebagai gradasi kemurnian dari warna, atau derajad pembeda adanya perubahan
warna dari kelabu atau putih netral (skala 0) ke warna yang lainnya (skala 19)

(Hanfiah: 2014: 97).

Scwertmann dan Taylor (1989) dalam Holilullah (2005 : 280) menjelaskan

bahwa warna tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain bahan organik
yang menyebabkan warna tanah gelap atau hitam, kandungan mineral primer

fraksi ringan seperti kuarsa dan plagioklas yang memberikan warna putih keabuan,

serta oksida besi seperti geothit dan hematit yang memberikan warna kecoklatan

hingga merah. Makin coklat warna tanah umumnya makin tinggi kandungan

geothit, dan makin merah warna tanah makin tinggi kandungan hematit. Warna

tanah merupakan petunjuk beberapa sifat tanah, karena warna tanah dipengaruhi

oleh beberapa faktor yang terdapat dalam tanah tersebut.

Menurut Nurhayati (1986) dalam Halilullah (2005: 280-281) juga


menjelaskan bahwa penyebab perbedaan warna tanah pada umumnya disebabkan

oleh perbedaan bahan organik. Makin tinggi kandungan bahan organik, warna

tanah makin gelap. Bahan organik memberi warna kelabu, kelabu tua atau coklat

pada tanah kecuali bila bahan dasarnya tertentu seperti oksida dan besi atau

penimbunan garam memodifikasi warna. Akan tetapi banyak tanah tropika dengan

kandungan oksida (hemati) yang tinggi berwarna merah, bahkan denegan


sejumlah besar bahan organik.

C. Alat dan Bahan

1. Alat
− Alat tulis, digunakan untuk mencatat informasi dari dosen dan asisten

praktikum
− Soil test kit

2
2. Bahan
− Sampel Tanah

D. Langkah Kerja
1. Menyiapkan alat dan bahan

2. Menyiapkan 6 sampel tanah dalam kondisi lembab untuk dianalisis warnanya


3. Menggunakan Munsell Soil Color Chart

4. Menentukan warna tanah

5. Menganalisis faktor yang mempengaruhi warna tanah sesuai hasil


pengamatan

6. Mencatat hasil pengamatan warna sampel tanah dan dimasukkan ke dalam

tabel

E. Hasil dan Pembahasan

Hasil

Gambar 2.1. Sampel Tanah

3
Tabel 2.1 Hasil Analisis Warna Tanah

No Sampel Tanah Lokasi Warna Tanah

1 I Hutan Jati 5 YR 2,5⁄2 (Dark Reddish Brown)

2 II Siluk 7,5 YR 4⁄3 (Brown)

3 III Srumbung 10 YR 2,5⁄1 (Reddish Black)

4 IV Dermo 5 YR 4⁄6 (Yellowish Red)

5 V Bibal 5 YR 5⁄8 (Yellowish Red)

6 VI Nglanggeran 5 YR 3⁄4 (Dark Reddish Brown)

Pembahasan

Tanah adalah alam gembur yang menyelimuti sebagian besar permukaan

bumi dan mempunyai sifat dan karakteristik fisik, kimia, biologi, serta morfologi

yang khas sebagai akibat dari serangkaian panjang berbagai proses yang

membentuknya. Pada pembentukannya, tanah terbentuk setelah batuan hancur

setelah mengalami peristiwa pelapukan batuan baik fisik, kimia, atau biologi.
Pelapukan fisik batuan biasanya terjadi karena faktor perbedaan

temperatur dimana batuan akan mengalami pemuaian ketika panas dan


penyusutan ketika dingin. Akibat pemuaian dan penyusutan tersebut batuan akan

pecah dan lama-kelamaan akan menjadi tanah. Kemudian juga karena faktor erosi

dimana ketika air membeku diantara batuan, volumenya akan membesar dan

membuat tekanan, akibatnya akn merusak struktur batuan. Pada pelapukan kimia,
batuan akan berubah strukturnya melalui proses kimiawi yang akan menghasilkan

tanah. Dan kemudian pada pelapukan biologi tanah terbentuk disebabkan oleh

makhluk hidup. Pelapukan biologi akan terjadi secara terus menerus setelah tanah

terbentuk dimana pelapukan ini merupakan pelapukan penyempurna dari sifat-

sifat tanah yang akan terbentuk.


Dengan berbagai cara terbentuknya tersebut, hal itu akan mempengaruhi
kondisi dan warna dari tanah itu sendiri. Warna tanah menunjukan secara relatif

kandungan organik komposisi kimia partikel penyusun tanah serta kelembaban.

Makin tinggi bahan organik maka warna tanah akan lebih berwarna gelap (dark)

dan makin stabil (matang) humusnya maka warna tanah makin hitam. Kandungan
mineral dalam tanah menyebabkan tanah berwarna putih. Kandungan besi

4
menyebabkan tanah berwarna merah, cokelat, atau kuning. Kandungan lengas
(kelembaban) tinggi membuat tanah kelam warnanya. Warna tanah dapat diukur
menggunakan daftar warna buku Munsell Soil Color Charts. Pada buku itu terdapat

tiga parameter, yakni Heu (warna dasar), Value (hitam putih/ kecerahan), dan
Chroma (gelap terang).

Pada praktikum geografi tanah yang dilakukan pada tanggal 8 Februari


2019, disediakan sampel tanah yang diambil dari beberapa tempat bertujuan untuk

dianalisa dari segi warna tanahnya. Tanah diambil dari daerah Hutan Jati, Siluk,

Srumbung, Dermo, Bibal, dan Nglanggeran.


Pada sampel tanah dari Hutan Jati setelah dihitung menggunakan buku

Munsell mempunyai warna 5 YR 2,5⁄2 (Dark Reddish Brown). Warna ini mempunyai

warna dominan gelap. Berdasar teori, tanah yang berwarna gelap mempunyai

kandungan bahan organik yang banyak. Dengan banyaknya kadungan bahan

organik ini, daerah Hutan Jati bisa diidentifikasikan sebagai lahan yang subur

karena menggandung banyak bahan organik.


Sampel warna tanah dari Hutan Jati ini sama seperti sampel tanah yang

berasal dari Srumbung. Sampel tanah yang berasal dari Srumbung mempunyai

warna 10 YR 2,5⁄1 (Reddish Black) yang lebih gelap dari bibaldan humusnya

banyak. Tapi warna dasar dari sampel tanah daerah Srumbung ini adalah merah,

merah yang kehitaman. Sehingga tanah dari Srumbung juga mempunyai sedikit
kandungan zat besi.

Sedangkan untuk sampel tanah berasal dari Nglanggeran, Dermo, dan


Bibal, mempunyai kandungan yang sejenis. Warna ketiga sampel ini berturut-turut

5 YR 3⁄4 (Dark Reddish Brown), 5 YR 4⁄6 (Yellowish Red), dan 5 YR 5⁄8 (Yellowish

Red). Kandungan dari ketiga warna ini adalah besi karena dilihat dari warna hasil

zat besi itu merah, kuning, dan cokelat. Daerah ini tergolong lahan yang tidak
subur.
Kemudian untuk daerah Siluk, sampel warna yang diambil lebih berwarna

kelam. Sampel tanah ini mempunyai warna 7,5 YR 4⁄3 (Brown). Walau warna

dasarnya cokelat, namun tanah ini menjadi lebih kelam diakibatkan karena adanya

lengas atau kelembaban yang tinggi sehingga warna menjadi kelam.

5
F. Kesimpulan
1. Pembentukan tanah berasal dari pelapukan fisika, kimia, dan biologi
2. Pelapukan tanah mengakibatkan perbedaan warna tanah menjadi bermacam-

macam dan dapat diukur dengan buku Munsell Soil Color Chats
3. Warna tanah dipengaruhi karena proses pelapukan yang mempunyai

kandungan atau unsur yang berbeda-beda, ada yang mengandung bahan


organik tinggi, kandungan besi, lengas, dan lain-lain

4. Warna tanah dapat mempengaruhi kesuburan tanah diliihat dari banyaknya

bahan organik yang biasanya terdapat pada tanah yang berwarna lebih gelap
5. Tanah di daerah Hutan Jati dan Srumbung lebih subur dibandingkan

Nglanggeran, Dermo, Bibal dan Siluk dikarenakan kandungan bahan organik

tanah Hutan Jati dan Srumbung lebih gelap yang menunjukan bahwa banyak

bahan organik didalamnya

6
ACARA III
MENGANALISIS TEKSTUR TANAH

A. Tujuan
1. Mahasiswa dapat menentukan tekstur tanah secara kualitatif

2. Mahasiswa dapat menganalisis faktor yang mempengaruhi tekstur tanah

B. Dasar Teori

Teksur tanah adalah sifat fisik tanah yang merupakan gambaran deskriptif
komposisi ukuran butir partikel-partikel penyusun tanah yang digolongkan ke

dalam tiga ukuran utama. Ukuran partikel tanah yang kasar adalah pasir, dengan

dimeter antara 2-0,05mm. Ukuran partikel tanah yang halus adalah lempung,

dengan diameter lebih kecil dari 0,02mm. Partikel tanah dengan ukuran diantara
pasir dan lempung disebut debu. Fraksi partikel tanah yang berukuran lebih kasar

daripada 2mm disebut dengan fraksi kasar tanah dan tidak dipertimbangkan di

dalam klasifikasi tekstur tanah. Fraksi tanah merupakan tambahan keterangan di

dalam penyebutan klas tekstur tanah jika memang keberadaannya dianggap

mempengaruhi pemanfaatan tanah. Tabel 3.1 merupakan tabel klasifikasi fraksi

penyusun tanah menurut Sistem USDA. Sistem USDA merupakan sistem yang

dipakai di Indonesia, khususnya untuk keperluan pemanfaatan tanah (Sartohadi,

2014: 49).
Tabel 3.1 Klasifikasi Ukuran Butir Fraksi Tanah Sistem USDA

Nama Fraksi Diameter


(0)(mm)

Lempung (day) <0,002

Debu (silt) 0,05-0,002

Pasir sangat halus (very fine sand) 0,05-0,10

Pasir halus (fine sand) 0,10-0,25

Pasir sedang (medium sand) 0,25-0,5

Pasir kasar (coarse sand) 0,5-0,10

Pasir sangat kasar (very coarse sand) 1,0-2,0

Kerikil (gravel) >2,0

7
Gambar 3.1 Segitiga Klasifikasi Tekstur Tanah Menurut Sistem USDA

Klasifikasi tekstur tanah menurut USDA adalah untuk peruntukan pertanian


pada umumnya. Klasifikasi lebih berat bertumpu pada fraksi tanah berukuran

lempung dan debu. Ketersediaan hara tanaman lebih dipengaruhi oleh fraksi

lempung daripada fraksi pasir. Lempung geluhan adalah khas tekstur yang

mempunyai komposisi fraksi pasir, debu, dan lempung yang relatif sama. Klasifikasi

tekstur dengan berbasis pada klasifikasi 12 klas seperti di tertera pada gambar
segitiga tekstur biasanya berbasis pada hasil analisis laboratorium. Gambar 3.1

diatas merupakan ambar ssegitiga klasifikasi tekstur tanah menurut USDA

(Sartohadi, 2014: 50).

Sifat fisik yang sangat berbeda antara fraksi pasir dan fraksi lempung
adalah dalam hal luas permukaan. Luas permukaan fraksi lempung sangat tinggi

dan menjadi tempat berlangsungnya proses pertukaran kation di dalam tanah.


Kemampuan tanah menyimpan dan mempertukarkan hara dengan tanaman

sangat ditentukan oleh keberadaan fraksi lempung. Sifak fisik lain yang bermakna
praktis antara fraksi pasir membuat tanah menjadi mudah diolah sedang

keberadaan fraksi lempung menyebabkan tanah sulit untu diolah. Tekstur yang
ideal untuk pemanfaatan tanah bagi kegiatan pertanian adalah geluh (Sartohadi,
2014: 51).

8
Tekstur adalah perbandingan relatif fraksi pasir, debu, dan liat yang
menyusun massa tanah. Tekstur tanah turut menentukan tata air dalam tanah,
berupa kecepatan infiltrasi, penetrasi dan kemampuan pengikat air oleh tanah

(Mega, 2010: 10).


Dalam Mega (2010: 11), penentuan tekstur tanah dapat dilakukan di

lapangan (secara perasaan) dan di laboratorium (metode pipet dan hydrometer).


Penetapan tekstur di lapangan dilakukan dengan cara: 1) masa tanah kering atau

lembab dibasahi, kemudian dipijat diantara ibu jari dan telunjuk sehingga

membentuk pita lembab, sambil dirasakan adanya daya tahan terhadap tekanan
dan kelekatan massa tanah sewaktu telunjuk dan ibu jari diregangkan, Dari rasa

kasar, licicn, pirisan, gulungan, dan kelekatannya dapatlah ditentukan klas tekstur

(Tabel 3.2).

Tabel 3.2 Penetapan Klas Tekstur Tanah Menurut Perasaan di Lapang

No Klas Terbesar Rasa dan Sifat Tanah

1 Pasir Rasa kasar jelas, tidak membentuk bola dan

gulungan serta tidak melekat

2 Pasir berlempung Rasa kasar sangat jelas, membentuk bola yang

mudah sekali hancur sedikit sekali melekat

3 Lempung berpasir Rasa kasar agak jelas, membentuk bola agak

keras mudah hancur serta melekat

4 Lempung berdebu Rasa licin, membentuk bola teguh, pita dan lekat

5 Lempung Rasa tidak kasar dan tidak icin membentuk bola

teguh, dapat sedikit digulung dengan

permukaan mengkilat

6 Debu Rasa licin sekali, membentuk bola teguh, dapat

sedikit digulung dengan permukaan mengkilat

serta agak melekat

7 Lempung berliat Rasa agak kasar, membentuk bola agak teguh

(kering), membentuk gulungan bila dipijit,

gulungan mudah hancur serta melekat

8 Lempung liat berpasir Rasa kasar agak jelas, membentuk bola agak
teguh (kering), membentuk bola bila dipijit,

gulungan mudah hancur serta melekat

9
9 Lempung liat berdebu Rasa jelas licin, membentuk bola teguh,
gulungan mengkilat serta melekat

10 Liat berpasir Rasa licin agak kasar, membentuk bola, dalam


keadaan kering sukar dipijit, mudah digulung

serta melekat sekali

11 Liat berdebu Rasa agak licin, membentuk bola, dalam keadaan

kering, sukar dipijit, mudah digulung serta


melekat sekali

No Klas Tekstur Rasa dan Sifat Tanah

12 Liat Rasa berat, membentuk bola baik serta melekat


sekali

13 Liat berat Rasa berat sekali, membentuk bola baik serta

melekat sekali

Beberapa tanah mengandung jumlah kerikil, batu, atau fragmen kasar

lainnya yang nyata lebih besar dari ukuran butir-butir pasir. Dalam hal ini, kata sifat
yang sesuai ditambahkan pada nama khas. Misalnya, lempeng berpasir yang 20

sampai 50 pesen volumenya tersusun dari kerikil adalah lempung berpasir

berkerikil. Bila 50 sampai 90 persen volumenya adalah kerikil, akan menjadi

lempung berpasir sangat berkerikil. Kebatuan digunakan untuk menyatakan jumlah

permukaan lahan yang tersusun dari hamparan batuan yang terbuka (Foth, 1994:
25).

Tanah menempati ruang antara atmosfer (lapisan udara) dan litosfer


(lapisan batu-batuan yang menyusun bumi) serta berbatasan juga dengan

hidrosfer (lapisan air). Dikarenakan tanah adalah tempat tumbuhnya tanaman dan

hewan maka tanah dapat juga dimasukkan kedalam biosfer. Tanah merupakan

sistem dari tiga dimensi dengan sifat dan ciri yang mencerminkan pengaruh dari
(1) iklim, (2) vegetasi, hewan dan manusia, (3) topografi, (4) bahan induk, (5)
rentang waktu yang berbeda (Fiantis, 2015: 1).

10
C. Alat dan Bahan
Alat
1) Soil Test Kit (aquades), untuk membasahi tanah agar mempermudah

dalam menganalisis tekstur tanah


2) Alat tulis untuk mencatat hasil praktikum

Bahan
1) Sampel tanah dari berbagai wilayah agar dapat membandingkan tekstur

tanah dari setiap wiayah

D. Langkah Kerja

1) Menyiapkan alat dan bahan untuk melaksanakan kegiatan praktikum

2) Mengambil sampel tanah

3) Membasahi tanah dengan aquades


4) Menekan dan memilih sampel tanah

5) Merasakan tekstur tanah licin, kasar, atau halus

6) Membentuk tanah menjadi bola lalu dipipihkan

7) Menginterpretasi hasil

8) Menyusun laporan praktikum

E. Hasil dan Pembahasan

Hasil
Tabel 3.3 Hasil Kualitatif Tekstur Tanah

No Sampel Tanah Lokasi Tekstur Tanah

1 I Hutan Jati Lempung berpasir

2 II Siluk Geluh lempung berdebu

3 III Nglanggeran Lempung berpasir

4 IV Dermo Geluh berpasir

5 V Srumbung Geluh lempung berpasir

6 VI Bibal Lempung berdebu

Pembahasan
Tanah adalah alam gembur yang menyelimuti sebagian besar permukaan
bumi dan mempunyai sifat dan karakteristik fisik, kimia, biologi, serta morfologi

11
yang khas sebagai akibat dari serangkaian panjang berbagai proses yang
membentuknya. Di dalam tanah, tanah menyimpan banyak zat dan unsur yang bisa
menjadi tempat pertumbuhan mahkluk hidup. Tanah terusun atas frase padat, cair,

dan gas dikarenakan tanah mempunyai rongga-rongga atau pori-pori yang


memungkinkan frase tersebut masuk didalamnya. Rongga-rongga dapat tersusun

dan beragam atas berbagai materi pembentuknya, seperti fraksi pasir, debu, dan
lempung. Hal ini dapat dikategorikan sebagai tekstur tanah.

Dalam pengklasifikasian tanah, tekstur tanah merupakan hal penting yang

tidak bisa ditinggalkan. Tekstur tanah sebagai pathokan dalam pengidentifikasian


kategori tanah, entah itu berpasir, berdebu, atau pun lempung dikarenakan fraksi

ini dapat mempengaruhi tingkat kekasaran dan kelembutan tanah. Tanah yang

mempunyai tekstur kasar dapat menyimpan berbagai frase (cair, padat, dan gas)

karena sangat mudah untuk dimasuki dengan melewati rongga-rongganya


tersebut. Ketika tanah yang mempunyai rongga-rongga relatif sempit seperti

lempung, infiltrasi air hujan yang masuk ke dalam tanah dapat tersumbat, akhirnya

air tergenang tidak masuk ke dalam tanah. Hal ini dapat mempengaruhi tingkat

ketatanan struktur tanah.

Dari data yang diperoleh yang mengambil sampel dari berbagai tempat

seperti Hutan Jati, Siluk, Nglanggeran, Dermo, Srumbung dan Bibal mempunyai

tekstur yang berbeda-beda dan ada yang relatif sama. Penentuan tekstur tanah

berdasarkan cara kualitatif, yaitu dengan cara meraba dan merasakan


menggunakan jari dengan menggulung, memijat, membuat pirisan pada tanah

sampel.

Berdasar cara kualitatif, sampel tanah Hutan Jati mempunyai tekstur

lempung berpasir. Tanah Hutan Jati ketika dipijat dan dirasakan mempunyai ciri-

ciri terasa halus, berat tetapi sedikit kasar, tanahnya melekat dan dapat dibentuk

bola dan gulungan. Ciri ini sama seperti sampel tanah di daerah Nglanggeran.
Tekstur lempung berpasir dapat dikategorikan sedikit subur karena berdasar
tekstur, rongga-rongga tanah tidak terlalu melekat karena mengandung pasir. Tapi

ketika digenang oleh air yang lumayan banyak seperti contohnya ketika hujan,

tanah ini juga dapat menghambat laju infiltrasi karena ronggnya tidak terlalu lebar
dan juga mempunyai unsur lempung.

Tanah yang kompleks mempunyai kandungan ketiga unsur atau fraksi.


Sampel tanah daerah Siluk diidentifikasikan mempunyai tekstur geluh lempung

12
berpasir. Karena ciri-ciri dari tanah ini adalah jika dirasakan terasa halus, agak licin,
melekat, dapat dibentuk bola, dan gulungan dengan permukaan mengkilat. Tanah
ini dikategorikan sebagai tanah yang kompleks, yaitu lengkap dengan pasir, debu,

maupun lempung. Geluh berpasir mempunyai ciri-ciri rasa kasar agak jelas, agak
melekat, dapat diibentuk bola tetapi mudah hancur. Seperti pada tanah di daerah

Dermo. Hal ini relatif sama dengan daerah siluk karena terdapat tiga fraksi. Sampel
lain yang juga dicirikan sebagai tekstur geluh yaitu sampel daerah Srumbung.

Sampel tanah daerah Srumbung mempunyai ciri-ciri terasa halus, dengan sedikit

bagian agak kasar, agak melekat, dapat dibentuk bola dan gulungan. Ketiga sampel
tanah ini mempunyai daya tataan tanah yang lebih baik dibandingkan sampel lain

dikarenakan mengandung tiga fraksi sekaligus walaupun ada yang relatif lebih

dominan.

Sampel terakhir berasal dari daeah Bibal, yaitu mempunyai tekstur


lempung berpasir dengan ciri-ciri terasa halus, berat tetapi sedikit kasar, melekat,

dapat dibentuk bola dan gulungan. Daerah ini jika dilihat dari teksturnya

mempunyai tatanan tanah yang rapat atau berongga sempit. Jika terjadi hujan

yang lebat, daerah ini akan mampu menggenang air dengan kapasitas relatif

banyak. Ini karena sampel daerah Siluk dicirikan dengan tekstur lempung dengan

sedikit pasir.

Tekstur tanah dapat mempengaruhi berbagai macam hal yang berkaitan

dengan tanah tersebut. Tekstur yang liat dan mengandung bahan organik tinggi
mempunyai kapasitas penyangga yang rendah, hal ini dapat dicontohkan pada

daerah yang karakteristik tanahnya liat jika daerah tersebut dilewati kendaraan,

maka kendaraan tersebut akan susah berjalan, entah itu semakin berat atau bahkan

slip.

Pengaruh lain pada tumbuhan, tumbuhan biasanya dapat tumbuh di tanah

yang berdebu sedikit berpasir. Hal ini dikarenakan rongga tanah berdebu dan
berpasir bisa dijangkau oleh ketiga fraksi yaitu padat, cair, dan gas. Sebagai
contohnya ialah organisme seperti cacing, air, dan udara dari luar tanah yang

berpengaruh pada pertumbuhan tumbuhan dimana di dalam tanah tersebut

mengandung hara yang menjadikan tumbuhan subur.

13
F. Kesimpulan
1) Tanah mengandung unsur dan zat yang dapat mempengaruhi pertumbuhan
makhluk hidup

2) Tanah mengandung frase padat, cair, dan gas, dan mempunyai rongga-rongga
atau pori-pori

3) Tanah terdiri dari fraksi pasir, debu, dan lempung dimana dapat
mempengaruhi tingkat kekasaran dan kelembutan tanah atau bisa disebut

tekstur tanah

4) Penentuan tekstur tanah dilakukan dengan cara kualitatif yaitu dengan


mengambil sampel tanah kemudian dipegang dan dirasakan apakah tanah itu

tergolong tanah berpasir, berdebu, atau berlempung

5) Dari hasil data penentuan tekstur tanah yang mengambil sampel dari berbagai

tempat hasilnya berbeda, ada yang lempung berpasir, geluh berpasir, geluh
lempung berpasir, geluh lempung berdebu, dan lempung berpasir

6) Tekstur tanah dapat mempengaruhi berbagai macam hal seperti aksesibilitas,

erosi, maupun pertumbuhan tumbuhan

14
ACARA IV
MENGANALISIS STRUKTUR TANAH

A. Tujuan
1. Mahasiswa dapat menentukan struktur tanah secara kualitatif.

2. Mahasiswa dapat menganalisis faktor yang mempengaruhi struktur tanah.

B. Dasar Teori

Lal dan Shukla (2004) dalam Sartohadi (2014: 52) menerangkan bahwa
struktur tanah adalah bagian dari sifat fisik tanah yang membahas sekelompok

partikel tanah yang mengalami koogulasi karena adanya koloid lempung dan

organik. Penggumpalan partikel-partikel tanah membentuk pori sekunder yang

perannya di dalam pengaturan keseimbangan air dan udara lebih penting daripada
keberadaan pori primer. Pori primer adalah rongga yang terbentuk antara partikel-

partikel tanah secara tunggal. Bangun struktur tanah berbeda-beda tergantung

proposisi tanah lempung dan organik sebagai pengikat yang ada di dalam tanah.

Komposisi kimia dari fraksi mineral lempung juga menentukan bangun struktur

tanah.

Struktur berhubungan dengan agregasi partikel utama tanah (pasir, debu,

tanah liat) menjadi partikel senyawa, atau kelompok pertikel utama, yang

dipisahkan dari agregat yang berdekatan dengan permukaan yang lemah (Foth,
1994: 32).

Struktur menunjukan kombinasi atau susunan partikel-partikel tanah

primer (pasir, debu, dan liat) sampai pada partikel-partikel sekunder atau (ped)

disebut juga agregat. Unit ini dipisahkan dari unit gabungan atau karena

kelemahan permukaan. Struktur suatu horison yang berbeda satu profil tanah

merupakan satu ciri penting tanah, seperti warna, tekstur atau komposisi kimia
(Foth, 1995).
Struktur tanah dideskripsikan berdasarkan tipe/bentuk,

derajad/kemantapan, dan klas/ukuran. Penentuan tipe dan derajad struktur tanah

dilakukan secara kualitatif di lapangan. Pengamatan labpratorium dengna


menggunakan binokuler cenderung untuk menguatkan pengamatan yang

dilkukan dilapangan. Desripsi derajad struktur menggambarkan kemudahan


struktur tanah mengalami dispesi dengan adanya air di dalam pori. Koloid organik

15
berperan dalam menentukan derajad struktur yang pengukurannya dilakukan
secara kuantitatif (Sartohadi, 2014: 53).
Struktur tanah meliputi 3 aspek yaitu bentuk, tingkat perkembangan dan

ukuran. Bentuk struktur tanah terdiri dari lempung perkembangan dan ukuran.
Bentuk struktur tanah terdiri dari lempeng (playty), prismatik, tiang (columnar),

gumpak bersudut (angular blocky), gumpal membulat (subangular blocky),


granular dan remah (crumb) (Fiantis, 2015: 30).

Kemantapan struktur tanah yang kuat bila tidak rusak waktu diambil dan

tidak hancur sewaktu digerak-gerakkan. Sedangkan ukuran struktur tanah mulai


dari sangat halus, halus, sedang, kasar, dan sangat kasar. Ukuran tiap tipe struktur

tanah dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut ini (Fiantis, 2015: 31).

Tabel 4.1 Ukuran Tipe Struktur Tanah

Pertumbuhan akar sangat dipengaruhi oleh keadaan fisik tanahnya.


Adanya pemadatan tanah, misalnya yang ditimbulkan oleh kegiatan eksploitasi,

akan merubah struktur tanah dan pori-pori tanah, sehingga kandungan air

tanahpun ikut berubah. Karena tanah merupakan tempat berkembangnya akar

pohon serta interaksi hara dengan pohon, maka pemadatan tanah dan kandungan
air tanah akan mempengaruhi pertumbuhan akar pohon (Rusdiana, 2000: 44).

C. Alat dan Bahan

Alat
1. Alat tulis

2. Penggaris

16
Bahan
1. Sampel tanah

D. Langkah Kerja
1. Menyiapkan alat dan bahan

2. Membuat profil tanah


3. Memperlihatkan struktur tanah yang tampak pada penampang profil

tanah

4. Mencatat struktur tanah yang ditentukan


5. Mengukur diameter struktur tanah

E. Hasil dan Pembahasan


Hasil

Tabel 4.2 Hasil Analisis Kualitatif Struktur Tanah

No Sampel Tanah Lokasi Struktur

1 I Bibal Gumpal bulat

2 II Srumbung Gumpal bulat

3 II Nglanggeran Gumpal bersudut

4 IV Siluk Gumpal bersudut

5 V Hutan Jati Gumpal bulat

6 VI Dermo Gumpal bulat

Pembahasan

Struktur tanah sangat mempengaruhi tingkat perkembangan tanah. Hal ini

dilihat dari kandungan di dalamnya yang mendukung proses pembentukan tanah.


Di dalam tanah terdapat organisme dan mineral yang dapat merubah zat atau
unsur hara sebagai sumber makanan dari akar tanaman. Sehingga klasifikasi

struktur tanah akan terlihat dengan melihat bentuk dari tanah tersebut.

Struktur tanah dicirikan berdasarkan pretelan agregat dalam tanah. Seperti


lempeng (playty), prismatik, tiang (columnar), gumpal bersudut (angular blocky),

17
gumpal membulat (subangular blocky), granular dan remah (crumb). Hal ini
dicirikan berdasar kan bentuk dari tanah tersebut.
Struktur tanah berkembang dari setiap butiran tunggal atau dari kondisi

yang masif. Untuk membuat agregat harus terdapat beberapa mekanisme yang
mengelompokkan pertikel-partikel ke dalam satu kelompok, dan juga

menggunakan sejumlah peralatan yang membuat pertikel-partikel tersebut benar-


benar terikat, sehingga demikian terbentuknya struktur.

Pada praktikum yang dilakukan pada tanggal 22 Februari 2019, sampel

tanah dari berbagai tempat dianalisis strukturnya. Analisis struktur berdasarkan


bentuk dari tanah tersebut. Dengan hal ini, hasil yang dianalisis menjadi berbeda

dengan pengukuran langsung di tempat tanah tersebut dikarenakan sampel tanah

diambil dengan tidak utuh dan dimasukkan dalam toples. Hal ini tentu dapat

merubah bentuk asli tanah.


Dianalisis dari bentuknya, berbagai macam sampel tanah tersebut rata-rata

hasilnya sama atau relatif. Karena sampel yang dibawa jumlahnya relatif sama dan

tidak terlalu banyak dengan wadah yang sama. Analisis berdasar bentuk dapat

dilihat di daftar tabel hasil. Hasil setelah dianalisis kebanyakan merupakan tanah

bergumpal. Hal ini dilihat dari bentuknya yang menyatu, dan membuat sudut serta

membulat.

Ujung yang membentuk sudut ini diakibatkan oleh gaya fisika seperti

pembasahan dan pengeringan atau pembekuan dan pencairan. Sedangkan


permukaan yang tumpul disebabkan oleh bahan asal atau pengaruh-pengaruh

organisme.

Pada struktu tanah yang utuh atau bisa dilihat langsung ke lapangan,

bentuk tanah akan nampak jelas terlihat dan akan udah mengidentifikasi tanah

tersebut termasuk struktur tanah yang mana. Struktur juga mempengaruhi

pertumbuhan akar. Adanya pemadatan tanah, misalnya yang ditimbulkan oleh


kegiatan eksploitasi, akan merubah struktur tanah dan pori-pori tanah, sehingga
kandungan air tanahpun ikut berubah. Karena tanah merupakan tempat

berkembangnya akar pohon sert interaksi hara dengan pohon, maka pemadatan

tanah dan kandungan air tanah akan mempengaruhi pertumbuhan akar pohon.

18
F. Kesimpulan
1. Struktur tanah mempengaruhi tingkat perkembangan tanah
2. Struktur tanah dicirikan berdasarkan pretelan agregat dalam tanah

3. Analisis sampel tanah dari berbagai tempat menghasilkan hasil yang relatif
sama yaitu tanah gumpal sebab tanah hanya diambil sedikit atau tidak utuh.

4. Bentuk tanah dapat diakibatkan oleh faktor gaya fisika seperti pembahsan dan
pengeringan atau pembekuan dan pencairan.

5. Struktur tanah dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman

19
ACARA V
MENGANALISIS KONSISTENSI TANAH

A. Tujuan

1. Mahasiswa dapat menentukan koefisiensi tanah secara kualitatif


2. Mahasiswa dapat menganalisis faktor yang mempengaruhi

B. Dasar Teori
Konsistensi tanah adalah derajat kohesi dan adhesi di antara partikel-

partikel tanah dan ketahanan massa tanah terdapat perubahan bentuk oleh

tekanan dan berbagai kekuatan yang mempengaruhi bentuk tanah.

Konsistensi tanah ditentukan oleh tekstur dan struktur tanah. Pentingnya


konsistensi tanah adalah untuk menentukan cara penggarapan tanah yang efisien

dan penetrasi akar tanaman di lapisan tanah bawahan (Mega, 2010: 15).

Pengamatan konsistensi tanah dalam keadaan basah berarti

kandungan air tanah lebih besar daripada kapasitas lapang. Konsistensi

tanah dalam keadaan basah dapat dibedakan atas dua yaitu berdasarkan

kelekatan dan plastisitas. Kelekatan menunjukkan kekuatan adhesi


tanah dengan benda lain, terdiri dari tidak lekat (tanah tidak melekat

pada jari tangan), agak lekat (sedikit melekat pada jari tangan), lekat
(melekat pada jari tangan) dan sangat lekat (sangat melekat pada jari

tangan). Plastisitas adalah sifat yang menunjukkan kemampuan tanah

untuk membentuk gulungan. Plastisitas dapat dibedakan menjadi tidak

plastis (tidak dapat membentuk gulungan), agak plastis (gulungan tanah


terbentuk kurang dari 1 cm), plastis (gulungan tanah yang terbentuk

lebih 1 cm dan diperlukan sedikit tekanan untuk merusak gulungan


tersebut) dan sangat plastis (gulungan yang terbentuk > 1 cm dan
diperlukan tekanan yang besar untuk merusak gulungan tadi) (Fiantis, 2015:31-32).

Dalam Sartohadi (2014), menyatakan bahwa konsistensi tanah berubah

dengan kandungan air tanah. Kosistensi tanah dideskripsikan menurut berbagai


kondisi kelembaban tanah. Tabel 5.1 menyajikan klasifikasi konsistensi tanah pada

berbagai kondisi kelembaban secara kualitatif dengan cara menekan agregat di

20
antara ibu jari dan telunjuk jari. Biasanya kelembaban tanah cukup dideskripsi
menurut satu kondisi kelembaban saja, tergantung kondisi lapangan.
Tabel 5.1 Klas Konsistensi Tanah dalam Berbagai Klas Kelembaban Tanah menurut

Sartohadi

Kondisi Klas Derajad Deskripsi Konsistensi

Kelembaban

0 Tidak lekat Tidak ada tanah yang melekat


pada jari

1 Agak lekat Ada sedikit tanah melekat pada

dilepaskan kembali jari namun mudah


Basah 2 Lekat antara Tanah melekat pada jari dan jika
tanah ditekan di jari serasa jari

meluncur

3 Sangat lekat Tanah melekat kuat pada jari,

hingga jari yang meremas susah


untuk diregangkan

Atau...

0 Tidak liat Tidak dapat dibentuk gulungan

kecil sepanjang 10cm

1 Agak liat Gulungan kecil mudah dibuat


tetapi banyak mengalami retak

2 Liat Gulungan kecil mudah dibuat


tetapi ketika dilengkungkan

mengalami retak

3 Sangat liat Sangat liat gulungan kecil mudah

dibuat dan ketika dilengkungkan


tidak mengalami retak

0 Lepas-lepas Disentuh tanpa tekanan tanah


sudah hancur

1 Sangat gembur Disentuh dengan sedikit tekanan


Lembab tanah sudah hancur

2 Gembur Bila dipijit agak kuat baru hancur

3 Teguh Bila dipiijit agak sukar hancur

21
4 Sangat teguh Bila ditekan kuat-kuat yang
menyakitkan baru hancur

5 Luar biasa teguh Dipijit tidak hancur kecuali


dengan memakai alat bantu

0 Lepas-lepas Disentuh tanpa tekanan tanah

Kering sudah hancur

1 Lunak Ditekan sedikit saja hancur

2 Keras Ditekan kuat-kuat yang

menyakitkan baru hancur

3 Luar biasa keras Hanya dapat dipecah dengan

pemukul

C. Alat dan Bahan

Alat

1. Alat tulis

2. Aquades
Bahan

1. Sampel tanah

D. Langkah Kerja

1. Menyiapkan alat dan bahan


2. Mengambil sedikit tanah kemudian diraba-raba dengan jari tangan

3. Menentukan konsistensi tanah dalam 3 (tiga) kriteria


4. Mencatat konistensi tanah yang ditentukan

5. Membuat laporan praktikum

E. Hasil dan Pembahasan


Tabel 5.2 Hasil Klasifikasi Konsistensi Sampel Tanah dalam Keadaan Kering

No Sampel Lokasi Klas Keterangan

1 I Siluk 2 Agak keras Sedikit tahan terhadap

(slighty hard) pijatan tangan

2 II Dermo 2 Agak keras Sedikit tahan terhadap

(slighty hard) pijatan tangan

22
3 III Hutan Jati 3 Keras (hard) Baru pecah dengan
tekanan kuat

4 IV Nglanggeran 2 Agak keras Sedikit tahan terhadap


(slighty hard) pijatan tangan

5 V Srumbung 1 Lunak (soft) Masa tanah berikatan

lemah dan rapuh, ditekan

sedikit saja hancur

6 VI Bibal 4 Sangat keras Tidak dapat dipecahkan

(very hard) dengan jari

Tabel 5.3 Hasil Klasifikasi Konsistensi Sampel Tanah dalam Keadaan Lembab

No Sampel Lokasi Klas Keterangan

1 I Siluk 1 Sangat Bila dipijat mudah hancur

gambur(very

friabe)
2 II Dermo 3 Teguh (firm) Bila dipijat agak sukar

hancur

3 III Hutan Jati 4 Sangat Bila ditekan yang kuat dan


teguh (very menyakitkan baru hancur

firm)
4 IV Nglanggeran 2 Gembur Bila dipijat agak kuat baru
(friable) hancur

5 V Srumbung 1 Sangat Bila dipijat mudah hancur

gambur(very

friabe)
6 VI Bibal 3 Teguh (firm) Bila dipijat agak sukar

hancur

23
Tabel 5.4.1 Hasil Klasifikasi Konsistensi Sampel Tanah dalam Keadaan Basah
Berdasar Keliatan

No Sampel Lokasi Klas Keterangan

1 I Siluk 1 Agak liat Dapat dibentuk gilingan-

(slighty gilingan kecil yang dapat

plastic) diubah bentuknya

2 II Dermo 2 Liat (plastic) Dapat membentuk


giingan-gilingan kecil dan

bentuk tertentu yang

hanya dapat diubah


bentuknya dengan
ditekan

3 III Hutan Jati 1 Agak liat Dapat dibentuk gilingan-

(slighty gilingan kecil yang dapat

plastic) diubah bentuknya

4 IV Nglanggeran 1 Agak liat Dapat dibentuk gilingan-

(slighty gilingan kecil yang dapat

plastic) diubah bentuknya

5 V Srumbung 0 Tak liat (non Tanah tidak dapat

plastic) membentuk gilingan-

gilingan kecil

6 VI Bibal 3 Sangat liat Dapat membentuk

(very plastic) gilingan kecil dan hanya


diubah bentuknya dengan

pijatan kuat

Tabel 5.4.2 Hasil Klasifikasi Konsistensi Sampel Tanah dalam Keadaan Basah
Berdasar Kelekatan

No Sampel Lokasi Klas Keterangan

1 I Siluk 1 Agak lekat Ada sedikit adhesi tanah


(slighty sticky) pada jari yang mudah

dilepas lagi

24
2 II Dermo 1 Agak lekat Ada sedikit adhesi tanah
(slighty sticky) pada jari yang mudah
dilepas lagi

3 III Hutan Jati 1 Agak lekat Ada sedikit adhesi tanah

(slighty sticky) pada jari yang mudah

dilepas lagi

4 IV Nglanggeran 3 Sangat lekat Adhhesi tanah


(very sticky) menempelkan ibu jari dan

telunjuk yang sukar

dilepaskan

5 V Srumbung 1 Agak lekat Ada sedikit adhesi tanah


(slighty sticky) pada jari yang mudah

dilepas lagi

6 VI Bibal 3 Sangat lekat Adhhesi tanah

(very sticky) menempelkan ibu jari dan


telunjuk yang sukar

dilepaskan

Pembahasan

Konsistensi tanah ditentukan pada tingkat kohesi dan adhasi antar partikel

penyusun tanah atau yang sederhananya adalah ikatan antar butir tanah.
Konsistensi dipengaruhi oleh tekstur dan struktur tanah dimana terdapat

klasifikasian dalam keadaan basah, lembab, dan kering. Dalam keadaan basah,

konsistensi diukur berdasarkan tingkat kelekatan dan keliatan tanah dimana seprti

yang dipelajari pada tekstur tanah tentang partikel-partikel penyusun tanah seperti

pasir, lempung, maupun debu. Sedikit contohnya adalah ketika tanah banyak

mengandung pasir, maka berpengaruh pada tingkat keliatan yang rendah dalam
tekstur tanah, kemudian dengan tekstur keliatan yang rendah akan menghasilkan
konsistensi tanah yang entah gembur, teguh, liat, lekat, ataupun lepas.

Dalam pengklasifikasian konsistensi tanah dibagi menjadi tiga kelompok,

yaitu dalam keadaan kering, lembab, dan basah. Keadaan kering dilihat berasarkan
tingkat keras lunaknya, keadaan lembab dilihat berdasarkan tingkat gembur

25
teguhnya, dan lembab berdasarkan tingkat keliatan dan kelekatan. Hal ini tentu
berkaitan dengan tekstur tanah.
Konsistensi tanah juga berhubungan dengan struktur, dimana dalam

konsistensi juga memperhatikan bentuk sebagai metode analisisnya. Entah tanah


tersebut berbentuk lempeng, bergumpal, prismatik, tiang, maupun masif. Tanah

yang bentuknya gumpal biasanya konsistensinya lebih rapat karena gumpal


mempunyai tingkat kerapatan antar partikel penyusun tanah. Namun dalam

pengklasifikasian konsistensi tanah ini tidak memakai struktur karena konsistensi

merujuk pada tingkat ikatan pada butir penyusun tanah.


Konsistensi dapat mempengaruhi tingkat infiltarasi tanah, tergantung dari

kerapatan partikel-partikel penyusun tanah tersebut. Semakin partikel-partikel

penyusun tanah tersebut rapat, maka semakin rendah tingkat infiltrasinya, begitu

pula sebaliknya.
Pada pengamatan dan penganalisisan tingkat konsistensi tanah di

Laboratorium Ilmu Sosial Terpadu yang mengambil sampel dari berbagai tempat

memperoleh hasil yang berbeda-beda. Hasil yang diperoleh berdasar hasil analisis

kualitatif dengan merasakan dengan jari seperti pada praktikum penganalisasian

tekstur.

Hal yang mempengaruhi konsistensi tanah dari berbagai macam sampel

tanah tersebut juga berasal dari lokasi atau tempat asal dimana dilihat dari

banyaknya kandungan organik atau pemanfaatan daerah terebut atau juga daerah
yang pembentukan tanahnya muda. Daerah yang bertekstur agak kasar mungkin

mempunyai banyak humus dan kandungannya debu, sehingga konsistensinya

agak terikat partikel-partikelnya, ataupun juga jika teksturnya lembut sampai

lengket yang mempunyai kandungan lempung mempunyai konsistensi yang ikatan

partikelnya rapat. Dari sampel I sampai sampel 6, daerah-daerah yang bertekstur

kasar seperti sampel dari Bibal dan Hutan Jati mempunyai konsistensi yang rendah,
karena ketika berdasarkan teksturnya mengandung pasir. Kemudian untuk sampel
dari Srumbung, Nglanggeran, Siluk dan Dermo mempunyai konsistensi yang

lumayan tinggi karena kandungan kandungan lempung mempengaruhi dalam

tingkat ikatan antar butir tanah.

26
F. Kesimpulan
1. Konsistensi tanah ditentukan pada tingkat kohesi dan adhasi antar partikel
penyusun tanah

2. Konsistensi dipengaruhi oleh tekstur dan struktur tanah


3. Klasifikasi konsistensi tanah dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu dalam

keadaan kering, lembab, dan basah


4. Hasil praktikum diukur dengan analisis kualitatif menggunakan jari sebagai

meria perasanya

5. Konsistensi dari berbagai sampel tanah tersebut juga dipengaruhi oleh


lokasinya

27
ACARA VI
MENGANALISIS REAKSI TANAH

A. Tujuan

1. Mahasiswa dapat menentukan reaksi tanah.


2. Mahasiswa dapat menganalisis faktor yang mempengaruhi reaksi tanah.

B. Dasar Teori
Sifat reaksi tanah dalam tanah asam, netral, hingga basa secara mudah

ditetapkan dengan indikator nilai pH tanah, berdasarkan prinsip reaksi air

(Hanafiah, 2005: 152).

Gambar 6.1. Prinsip reaksi asam-basa dalam tanah (Hanafiah, 2005: 152)

Air Ion hidrogen Ion hidroksil

ionisasi
HOH [H + ] + [OH]
deionisasi

Netral Asam Basa


pH: (7,0) (<7,0) (>7,0)

Bahan induk tanah mempunyai nilai pH yang bervariasi tergantung jenis

mineral penyusunnya dan derajat pelapukannya, sehingga tanah-tanah muda yang

baru terbentuk mempunyai nilai pH yang selaras dengan bahan induknya. Tanah-

tanah berbahan induk batuan kapur karbonat berpH diatas 8, sedangkan yang

beragam Na dapat mencapai pH 10 (Hanafiah, 2005: 152).


Dalam Darmawijaya (1992: 175) menjelaskan bahwa pada umumnya tanah
yang telah berkembang lanjut dalam daerah iklim basah mempunyai pH tanah

yang rendah. Makin lanjut umurnya makin asam. Selanjutnya tanah di daerah

beriklim kering penguapan menyebabkan tertimbunnya unsur-unsur basa di


permukaan tanah karena besarnya evaporasi dibandingkan dengan presipitasi

sehingga lanjut umur tanah makin tinggi pH-nya. Akan tetapi pada umumnya di
daerah kering (arid) jarang ditemukan tanah yang senantiasa tetap pada tempatnya

28
mengingat angin yang senantiasa bertiup sebagai akibat perubahan iklim yang
sangat besar. Selain itu pertumbuhan tanaman banyak dipengaruhi pH tanah. Hal
ini berlainan bagi jenis-jenis tanaman tertentu.

Penentuan pH tanah yang lebih terinci sampai satu desimal dapat


dilakukan dengan mempergunakan larutan-larutan indikator yang telah dikenal

dalam ilmu kimia umum, seperti misalnya (Darmawijaya, 1992: 176):


− Bromkresol untuk pH antara 3,8–5,6
− Khlorphenol merah untuk pH antara 5,2-6,8
− Bromthinol biru untuk pH antara 6,0-6,8
− Phenol merah untuk pH antara 6,8-8,4
− Kresol merah untuk pH antara 7,2-8,822
− Thimol biru untuk pH antara 8,0-9,5
Reaksi tanah (soil reaction) diartikan sebagai keasaman dan kebasaan
tanah yang dinyatakan dengan nilai pH. Reaksi larutan tanah atau disingkat reaksi

tanah ditentukan oleh kadar H + dan OH − . Derajat keasaman tanah H + dalam

larutan tanah disebut derajat keasaman aktual/aktif, sedangkan derajat keasaman

tanah yang terdapat dalam koloid tanah disebut derajat keasaman potensial

(Sartohadi, 2014: 78).

Ada dua cara penentuan pH tanah, yaitu (Sartohadi, 2014: 78):

1. Secara Colorimetrik yaitu dengan menggunakan indikator pH stick. Tanah

didispers dapat menggunakan H2O atau KCL 1N (satu N) dengan


perbandingan volume tanah dan zat pelarut 1 : 2,5.

2. Secara Elektrik, yaitu dengan menggunakan anode dan katode di dalam

sebuah alat yang disebut pH meter. Anode dan katode dicelupkan dalam

larutan tanah untuk mengukur daya hantar listriknya. pH terukur merupakan

fungsi dari daya hantar larutan tanah.

Klasifikasi keasaman tanah oleh Foth (1990) dalam Sartohadi (2014: 78-79)
dibedakan sebagai berikut.
Tabel 6.1. Klasifikasi Keasaman Tanah

Tingkat Keasaman pH

Sangat masam <5,5

Masam 5,5-6,0

Agak masam 6,0-6,5

29
Sedikit masam 6,5-7,0

Sedikit basa (agak alkalis) 7,0-7,5

Agak basa (agak alkalis) 7,5-8,0

Basa (alkalis) 8,0-8,5

Sangat basa (alkalis) >8,5

C. Alat dan bahan

Alat

1. Alat tulis, digunakan untuk mencatat informasi.


2. PH meter, digunakan untuk menentukan pH suatu tanah.

3. Aquades, digunakan untuk membasahi sampel dalam tabung reaksi.

4. Kertas lakmus, digunakan untuk menentukan pH tanah.

5. Tabung reaksi, digunakan untuk tempat pencampuran tanah dengan air


dari aquades.

Bahan

1. Sampel tanah

D. Langkah kerja

Untuk dapat mengukur reaksi tanah, berikut adalah langkah-langkahnya.

1. Menyiapkan alat dan bahan.

2. Membuat larutan tanah.


3. Mengisi 1/3 bagian aquades dengan tanah.

4. Mengisi 2/3 bagian aquades dengan H2o, KCl.

5. Mencampurkan dengan cara mengocok aquades selama ½ jam.

6. Dibiarkan selama beberapa menit supaya mengendap.

7. Mencelupkan lakmus selama beberapa menit pada tabung.

8. Mencocokan warna dari lakmus pada indikator warna.


9. Membuat laporan praktikum.

E. Hasil dan Pembahasan

Hasil

Setelah dilakukan pengukuran reaksi tanah, menghasilkan data sebagai


berikut.

30
Tabel 6.2. Hasil Pengukuran Reaksi Tanah secara Colorimetrik

No Sampel Lokasi pH Keterangan

1 I Dermo 5 Sangat masam

2 II Nglanggeran 4 Sangat masam

3 III Siluk 7 Sedikit basa (alkalis)

4 IV Hutan Jati 6 Agak masam

5 V Bibal 4 Sangat masam

6 VI Srumbung 5 Sangat masam

Tabel 6.3. Hasil Pengukuran Reaksi Tanah secara Elektrik

No Sampel Lokasi pH Keterangan

1 VII Depan Lab. Geospasial 5,6 Masam

2 VIII Belakang Lab. Fisik 5,4 Sangat masam

3 IX Depan Dekanat 5,6 Masam

Pembahasan

Reaksi tanah merupakan tingkat keasaman atau kebasaan tanah yang


dinyatakan dalam nilai pH. Tingkat keasaman dan kebasaan dinilai berdasarkan

kandungan tanah yang bersifat asam atau basa. Reaksi tanah ditentukan oleh kadar

H + dan OH − . Reaksi tanah menjelaskan pada kondisi keterkaitan antar unsur-unsur

atau senyawa yang terdapat di dalam tanah. PH tanah yang ideal akan
mempengaruhi tingkat penyerapan unsur hara oleh akar tanaman diatasnya.

Reaksi tanah berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman secara tidak


langsung. Dalam kondisi yang asam (pH <4,0) akan dapat menyebabkan racun

terhadap tanaman karena mempunyai kandungan seperti Al, Mn, S, dan Fe. Reaksi

tanah juga berpengaruh terhadap hal ketersediaan unsur tanaman. Tanah yang

mempunyai pH normal (6,5-3,5) mempunyai unsur hara yang cukup tersedia.


Sehingga tanah akan menjadi subur dengan tersediaanya unsur hara tanah.
Reaksi tanah dapat diukur menggunakan alat colorimetrik dimana tanah

akan dicampur menggunakan larutan H2O dan KCL dalam aquades yang dicampur

di tabung kecil. Hasil dari larutan tersebut diperoleh berdasar warna hasil lakmus
yang dicelupkan pada larutan tersebut dengan mencocokkan pada indikator pH.
Selain itu, reaksi tanah juga dapat dihitung menggunakan alat elektrik yaitu pH

31
meter. Dengan alat ini, pengukuran tingkat reaksi tanah cukup dengan ditanam
dalam tanah dan ditunggu beberapa menit. Kemudian alat ini akan menunjukkan
hasil secara otomatis.

Dalam praktikum yang dilakukan di Lab. Ilmu Sosial Terpadu FIS dengan
mengukur tingkat reaksi tanah dari berbagai sampel tanah, menghasilkan data

seperti yang di tunjukkan pada bagian hasil. Diketahui bahwa tingkat rekasi tanah
dari berbagai sampel berbeda-beda walau relatif sama. Pengukuran tingkat reaksi

tanah dengan dua metode yaitu manual dengan menggunakan colorimetrik dan

elektrik menggunakan pH meter.


Diketahui bahwa sampel tanah dari lokasi Dermo, Nglanggeran, Bibal,

Srumbung, dan belakang Lab. fisik mempunyai pH yang kurang dari 5,5. Hal ini

menandakan bahwa sampel tanah ini mempunyai tingkat keasaman tanah yang

cukup tinggi. Tingkat keasaman yang tinggi ini dipengaruhi salah satunya oleh
drainase tanah. Dimana daerah tersebut mempuyai drainasi yang rendah, dengan

hal ini menyebabkan kejenuhan basa semakin rendah. Jika kejenuhan basa rendah,

maka pH juga akan rendah, dalam hal ini tanah akan bersifat sangat masam.

Untuk sampel tanah dari lokasi Siluk, Hutan Jati, depan Lab. Geospasial FIS

UNY, dan depan dekanat FIS UNY mempunyai tingkat rekasi tanah besifat sedikit

basa atau basa. Hal ini dipengaruhi juga karena drainase yang baik. Sampel tanah

ini mempunyai drainase yang baik sehingga kejenuhan basa akan meningkat.

Dalam teori lain juga disebutkan seperti oleh Hanafiah (2005) bahwa
tingkat reaksi dalam artian asam basa, tanah diklasifikasi mempunyai sifat yang

netral, asam, dan basa. Dimana sifat netral mempunyai pH 7, sifat asam kurang dari

7 (<7), dan basa lebih dari 7 (>7). Dalam klsifikasi ini sampel tanah Siluk merupakan

satu-satunya tanah yang mempunyai sifat netral, dan yang lainnya semua asam.

Hal ini dikatergorikan berdasarkan bahan induknya dimana tanah baru mempunyai

pH selaras dengan bahan induknya. Bahan induk juga tergantung pada kandungan
mineral dan pelapukan pembentukan tanah. Kandungan mineral akan
menyebabkan tanah bersifat asam, dan pelapukan menyebabkan tanah bersifat

basa. Dalam artian sampel tanah selain tanah dari Siluk mempunyai tingkat

pelapukan bahan induknya yang rendah dan mempunyai kandungan mineral yang
tinggi.

Reaksi tanah juga dipengaruhi oleh waktu, dimana jika semakin tanah
berumur, maka tenah tersebut semakin asam. Dengan hal ini tanah yang

32
mempunyai tingkat asam yang rendah seperti Nglanggeran dan Bibal mempunyai
umur yang sudah tua. Tanah dari dua lokasi ini mempunyai tingkat keasaman yang
paling tinggi dibandingkan sampel tanah yang lain.

Reaksi tanah dapat berpengaruh terhadap kesuburan tanah, dimana


bahwa jika tanah asam, maka tanah tingkat kesuburannya rendah. Dan sebaliknya

jika tanah mempunyai sifat basa, mempunyai tingkat kesuburan tanah yang baik.
Hal ini dikarenakan karena tanah yang mempunyai sifat asam mempunyai

kandungan besi seperti Fe dan Al, hal ini dapat meracuni tanaman karena. Berbeda

dengan basa yang banyak menampung kandungan hara yang akan menyuburkan
tanah.

F. Kesimpulan

1. Reaksi tanah ditentukan berdasarkan sifat tanah tersebut yaitu asam dan basa
yang juga ditentukan berdasarkan kandungan tanah

2. Reaksi tanah diukur menggunakan alat manual yaitu colorimetrik dan alat

elektrik yaitu pH meter

3. Praktikum yang di lakukan di Lab. Ilmu Sosial FIS UNY dengan mengambil

berbagai sampel tanah mempunyai hasil yang berbeda-beda

4. Sampel tanah dari lokasi Dermo, Nglanggeran, Bibal, Srumbung, dan belakang

Lab. Fisik mempunyai sifat asam karena pHnya kurang dari 5,5 dikarenakan

drainase rendah
5. Sampel tanah dari lokasi Siluk, Hutan Jati, depan Lab. Geospasial FIS UNY, dan

depan dekanat FIS UNY mempunyai sifat basa karena pH diatas 5,5 hingga 7

dikarenakan drainase baik

6. Dalam teori lain seperti Hanafiah (2005), sampel tanah Siluk mempunyai sifat

netral, dan yang lainnya mempunyai sifat asam semua

7. Reaksi tanah dipengaruhi oleh waktu, tanah dari Nglanggeran dan Bibal
tergolong tanah yang berumur tua dan mempunyai sifat asam yang paling
tinggi dibandingkan sampel tanah yang lain

8. Reaksi tanah berpengaruh terhadap kesuburan tanah

33
ACARA VII
MENGANALISIS KANDUNGAN BAHAN ORGANIK, MANGAN, KAPUR DAN PERAKARAN

A. Tujuan
1. Mahasiswa dapat menentukan kandungan bahan organik, mangan, kapur, dan

perakaran.
2. Mahasisa dapat meganalisis kandungan bahan orgnaik, mangan, kapur, dan

perakaran.

B. Dasar Teori

Bahan organik tanah biasanya menyusun sekitar 5% bobot total tanah,

meskipun hanya sedikit tetapi memegang peran penting dalam menentukan

kesuburan tanah, baik secara fisik, kimiawi maupun secara biologis tanah. Sebagai
komponen tanah yang berfungsi media tumbuh, maka bahan organik juga

berpengaruh secara langsung terhadap perkembangan dan pertumbuhan

tanaman dan mikroba tanah, yaitu sebagai sumber energi, hormon, vitamin, dan

senyawa perangsang tumbuh lainnya (Hanafiah, 2005: 166).

Darmawijaya (1992: 278) menjelaskan bahwa bahan organik tanah dan

tanah organik adalah tanah yang:

1. Tidak pernah terendam air selama lebih dari beberapa hari mengandung

bahan organik 20% atau lebih


2. Pernah terendam air untuk waktu lama atau yang telah didrainase

menganndung:

a. Bahan organik 18% atau lebih jika fraksi lempungnya 60% atau lebih,

b. Bahan organik 12%-18% jika fraksi lempung kurang dari 60%, dan bahan

organik kurang dari 12% tanpa mengandung fraksi lempung. Tanah

organosol digolongkan ke dalam organosol jika lebih dari separuh lapisan


atas tanah dalam 80 cm adalah tanah organik atau tanah organik yang
kebih tipis tetapi langsung terletak di atas batuan atau bahan batuan yang

retakan-retakannya terisi bahan organik.

Slamet (2007) dalam Febrian (2014: 37) menjelaskan bahwa mangan (Mn)
adalah metal berwarna kelabu-kemerahan, di dalam bentuk senyawa dengan

berbagai macam velensi. Fauziah (2010) dalam Febrian (2014: 37) menjelaskan

34
bahwa air yang mengandung mangan (Mn) berlebih menimbulkan rasa, warna
(coklat/ungu/hitam), dan keseluruhan.
Kandungan Al yang tinggi berasal dari pelapukan mineral mudah lapuk.

Kemasaman dan kejenuhan Al yang tinggi dapat dinetralisir dengan pengapuran.


Pemberian kapur bertujuan untuk meningkatkan pH tanah dari sangat masam atau

masam ke pH agak netral atau netral, serta menurunkan kadar Al. Untuk menaikkan
kadar Ca dan Mg dapat diberikan dolomit, walaupun pemberian kapur selain

meningkatkan pH tanah juga dapat meningkatkan kadar Ca dan kejenuhan basa

(Prasetyo, 2006: 43).


Sistem perakaran yang dapat diamati dilapangan menunjukkan

aktivitas biologis tanaman didalam tanah dan dapat menjadi indikasi

terhadap kesuburan tanah serta kedalaman efektif tanah yang dapat

mendukung pertumbuhan tanaman. Jika dalam suatu profil tanah


terdapat perakaran yang banyak, menandakan daya dukung tanah

terhadap pertumbuhan tanaman cukup baik. Perakaran yang diamati di

lapangan dapat dibedakan menjadi bentuk perakaran yang terdiri dari

akar kasar dan halus, jumlahnya (banyak, sedang, sedikit) (Fiantis, 2015: 33).

Akar tanaman tingkat tinggi bertindak sebagai sumber bahan organik yang

paling yang penting, karena mereka menyediakan lebih banyak jaringan asli

daripada gabungan semua organisme lain. Akar tanaman tingkat tinggi

mempunyai peranan lebih dari sekedar sebagai sumber jaringan mati untuk bahan
makanan organisme tanah. Akar tanaman tingkat tinggi yang masih hidup tidak

hanya mempengaruhi keseimbangan larutan tanah, tetapi juga berpengaruh

langsung terhadap keadaan hara tersedia. Asam-asam organik dibentuk di

permukaan akar dan karena itu menjadi pelarut-pelarut yang efektif. Ekspresi

berupa senyawa mudah terombak seperti asam amino dan seluruh jaringan akar

merangsang flora mikro untuk mengintensifkan kegiatan yang tidak terjadi di


bagian-bagian lain dari tanah. Jumlah organisme di daerah akar, yaitu rizofer kira-
kira sebanyak 100 kali daripada di tempat lainnya (Sartohadi, 2014: 92).

C. Alat dan Bahan


Alat

1. Alat tulis, digunakan untuk mencatat informasi dari dosen dan asisten
praktikum.

35
2. Pipet, digunakan menetes sampel tanah dengan H2O2 10%, H2O2 3%, dan
HCL 10%.
3. Sarung tangan lateks, digunakan untuk melindungi tangan agar tidak

iritasi.
Bahan

1. Sampel tanah.
2. Cairan H2O2 10%, H2O2 3%, dan HCL 10%.

D. Langkah Kerja
1. Mempersiapkan alat dan bahan.

2. Mengmbil sampel tanah.

3. Meneteskan H2O2 10%, H2O2 3%, da HCL 10% pada masing-masing tanah.

4. Menganalisis reaksi yang terjadi pada sampel tanah.


5. Mencatat hasil pengamatan pada tabel.

6. Mengamati keberadaan akar pada sampel tanah.

7. Membuat laporan praktikum.

E. Hasil dan Pembahasan

Hasil

Berkut adalah hasil pengukuran kandungan tanah dari berbagai sampel

tanah yang dilakukan di Lab. Ilmu Sosial Terapadu tanggal 14 Maret 2019.

Tabel 7.1. Hasil Pengukuran Kandungan Tanah

No Sampel Lokasi H2O2 10% H2O2 3% HCL 10% Perakaran

tanah (KBO) (Mn) (Kapur)

1 I Nglanggeran - Sedikit Sedikit Sedikit

2 II Dermo - Sedikit Sedikit -

3 III H. Jati - - Sedikit Banyak

4 IV Srumbung - - Sedikit Banyak

5 V Siluk - - Sedikit -

6 VI Bibal - Sedikit Sedikit -

36
Pembahasan
Di dalam tanah terdapat berbagai macam kandungan, diantaranya
organisme dan unsur-unsur yang mempengaruhi perkembangan tanah.

Organisme tumbuh dan bertambah seiring dengan perkembangan tanah berdasar


kebutuhan tanah. Tanah akan mengalami perubahan yang menunjang

pertumbuhan tanaman diatasnya.


Tanaman akan dapat hidup ketika tanah mempunyai unsur hara yang

tinggi. Unsur hara yang berasal dari aktivitas organisme di dalam tanah. Hal ini

ditujukan sebagai makanan dari tanaman yang berada diatas tanah tersebut.
Dalam tanah juga terdapat kandungan seperti mangan (Mn) atau logam

yang berwarna abu-abu putih. Mangan merupakan unsur reaktif yang dapat

menggabungkan dengan ion dalam mata air dan udara. Mangan terdapat pada

mineral yang juga merupakan kandungan dalam tanah.


Tanah juga terdapat kandungan kapur dimana kapur mempunyai sifat basa

yang berfungsi sebagai penurunan tingkat keasaman tanah. Kapur ini ada

disebabkan oleh adanya pelindihan lapisan diatasnya oleh air yang diendapkan

pada lapisan diawahnya. Kapur juga dipengaruhi oleh batuan induk dan iklim

dimana batuan induk akan memberi identitas kandungan pada tanah yang

terbentuk dan iklim dapat menunjang perkembangan kapur akibat proses hujan

yang kemudian mengalami presipitasi dilanjutkan infiltrasi tanah.

Untuk menunjang pertumbuhan tanaman diatasnya, diperlukan media


perantaranya untuk menyuplai makanan tanaman yang berada pada tanah lewat

akar tanaman. Akar tanaman akan mempengaruhi keseimbangan larutan tanah

dan kondisi hara yang tersedia.

Untuk mengetahui kandungan dari tanah tersebut diperlukanya

pengukuran manual dengan meneteskan cairan H2O2 maupun HCL pada sampel

tanah untuk mengetahui kandungan dengan berdasar gelembung akibat reaksi


dari cairan tersebut terhadap kandungan tanah. Seperti contohnya pada praktikum
yang dilakukan pada tanggal 14 Maret 2019 di Lab. Ilmu Sosial Terpadu yang

mengambil sampel tanah dari berbagai lokasi.

Berdasarkan hasil pengukuran yang dicantumkan pada tabel, setiap


sampel tanah mempunyai kandungan yang tidak tentu sama dengan sampel lain.

Berdasarkan kandungan bahan organiknya, sampel tanah yang ditetesi cairan H2O2
sebanyak 10% ini diketahui tidak mengandung bahan organik dilihat dari tidak

37
adanya reaksi gelembung dari tanahnya. Artinya dalam sampel tanah tersebut tidak
terdapat jaringan organik berupa daun, batang/cabang, ranting, buah, akar,
maupun kotoran dari mikroflora. Dengan hal, kebanyakan sampel tersebut tingkat

kesuburannya rendah karena kurangnya bahan organik dimana bahan organik


merupakan faktor penting dalam kesuburan tanah.

Kemudian untuk kandungan Mangan (Mn) yang ditetesi cairan H2O2


sebanyak 3% ini, untuk samel tanah dari daerah Nglanggeran, Dermo, dan Bibal

terdapat sedikit kandungan mangannya dilihat dari reaksi gelembung pada tanah

namun tidak terlalu banyak. Sampel tanah ini mempunyai kandungan berupa
logam dimana ketika air tanah yang mengandung mangan ini terlalu banyak, akan

mempengaruhi rasa, warna, dan keseluruhan tanah. Kandungan mangan ini banyak

dimanfaatkan untuk keperluan domestik. Berbeda dengan sampel tanah dari Hutan

Jati, Srumbung, dan Siluk yang tidak mempunyai kandungan mangan setelah
ditetesi cairan H2O2 sebanyak 3%.

Semua sampel tanah yang dianalisis mempunyai kandungan kapur, dilihat

ketika ditetesi cairan HCL sebanyak 10% dan kemudian tanah melakukan reaksi

berupa terdapat gelembung walaupun sedikit. Tanah yang mengandung kapur

berasal dari batuan kapur yang mengalami pelapukan. Batuan asal ini tersebar ke

daerah subhumid, topografi karst, dan lereng vulkan dengan ketinggian 400m.

Perakaran pada sampel tanah Hutan Jati dan Srumbung terlihat lumayan

banyak. Artinya pada tanah ini sudah terdapat banyak tanaman yang berada diatas
tanah. Dengan demikian, pembentukan tanah di dua daerah sampel tanah ini

sudah berkembang dengan cukup baik dimana sudah didukung dengan adanya

tanaman disana. Untuk daerah Nglanggeran perakaran tanahnya terlihat sedikit,

dan sisanya tidak terlihat akar tanah. Adanya jaringan akar ini sebagai media

penyambung dari sumber makanan berupa hara dalam tanah. Hal ini juga

mempengaruhi keseimbangan larutan tanah.

F. Kesimpulan

1. Di dalam tanah terdapat banyak kandungan

2. Kandungan tanah seperti adanya bahan organik, mangan, dan kapur dapat
mempengaruhi perkembangan tanah yang didukung dengan perakaran

3. Penganalisisan kandungan tanah berdasarkan pengukuran dengan


meneteskan cairan H2O2 dan HCL

38
4. Diketahui semua sampel tanah tidak terdapatnya kandungan bahan organik
5. Kandungan mangan hanya terdapat pada sampel tanah dari lokasi
Nglanggeran, Dermo, dan Bibal

6. Kandungan kapur terdapat pada semua sampel tanah


7. Daerah Hutan Jati dan Srumbung terlihat adanya akar yang banyak,

Nglanggeran sedikit, dan lainnya tidak ada

39
ACARA VIII
MENGANALISIS TINGKAT PERKEMBANGAN TANAH DENGAN INDEKS WARNA BUNTLEY-
WESTIN

A. Tujuan

1. Mahasiswa dapat menentukan tingkat perkembangan tanah dengan indeks


warna Buntley-Westin.

2. Mahasiswa dapat menganalisis tingkat perkembangan tanah dengan indeks

warna Buntley-Westin.

B. Dasar Teori

Proses perkembangan tanah adalah berkembangnya fase pembentukan

tanah setelah masa pelapukan batuan dan atau dekomposisi bahan organik.
Berdasarkan pada kondisi tanah tersebut maka proses perkembangannya dapat

dibagi menjadi 2 (dua), yaitu proses perkembangan tanah asasi dan proses

perkembangan tanah khas (Sugiharyanto, dkk, 2009:30).

Warna tanah dalam Sugiharyanto, dkk (2009: 53) ditentukan dengan

membandingkan warna tanah tersebut dengan warna standar pada buku Munsell

Soil Color Chart. Diagram warna baku ini disusun tiga variabel, yaitu: (1) hue, (2)
value, dan (3) chroma. Hue adalah warna spektrum yang dominan sesuai dengan
panjang gelombangnya. Value menunjukkan gelap terangnya warna, sesuai
dengan banyaknya sinar yang dipantulkan. Chroma menunjukkan kemurnian atau

kekuatan dari warna spektrum. Chroma didefinisi juga sebagai gradasi kemurnian

dari warna atau derajat pembeda adanya perubahan warna kelabu atau putih netral

(0) ke warna lainnya (19).

Tingkat perkembangan tanah dapat ditentukan berdasarkan indeks warna

Buntley-Westin, Hurts, dan Harden serta indeks profil. Indeks warna Buntley-Westin
mengkonversi nilai hue dengan angka (10YR = 1, 7,5YR=2, 5YR=3, 2,5YR=4).
Kemudian angka konversi hue tersebut dikalikan dengan chromanya. Dari hasil

perolehan nilai kemudian dibuat skor untuk dijumlah dan dikelompokkan ke dalam

tingkat perkembangan tanah dengan 3 tingkat. Berdasarkan indeks warna Buntley-


Westin maka diketahui tingkat perkembangan tanahnya bahwa semakin besar nilai

indeks warna Buntley-Westin profil tanah semakin berkembang (Sartohadi, dkk,


2004:17-19.

40
C. Alat dan Bahan
Alat

1. Alat tulis, digunakan untuk menulis


2. Kalkulator, digunakan untuk menghitung

Bahan
1. Data wilayah pada toposekuen lereng Perbukitan Baturagung

D. Langkah Kerja
1. Memperhatikan warna tanah pada masing-masing sampel.

2. Mengukur ketebalan masing-masing horizon.

3. Mengkonfersikan nilai Hue ke dalam nilai konferensi Bundley-Westin.

4. Mengkalikan nilai konfersi Hue dengan Chroma, kemudian tandai dengan x


5. Hasil yang diperoleh kemudian dikalikan dengan ketebalan masing-masing

horizon.

6. Menjumlahkan hasil perkalian hasil dari langkah 5 dibagi hasil profil tanah.

7. Membuat klas tingkat perkembangan tanah.

8. Membuat laporan praktikum.

E. Hasil dan Pembahasan

Hasil
Setelah dilakukannya praktikum menganalisis tingkat perkembangan

tanah dengan indeks Buntley-Westin, diperoleh data sebagai berikut.

Tabel 8.1. Data Wilayah pada Toposekuen Lereng Perbukitan Baturagung

Lokasi Sampel Tebal


No. Horison Nilai (Hue, Value, Chroma)
Tanah Horison

A 70 cm 10YR4/3
1. Dataran Koluvial I
B 30 cm 10YR4/4

A 70 cm 10YR2/2
2. Dataran Koluvial II
B 30 cm 10YR3/2

A 70 cm 10YR2/3
3. Dataran Koluvial III
B 30 cm 10YR3/3

41
4. Lereng Kaki I A 15 cm 10YR3/2

5. Lereng Kaki II A 15 cm 7,5YR4/4

6. Lereng Kaki III A 25 cm 7,5YR4/3

7. Lereng Bawah I A 25 cm 10YR4/2

8. Lereng Bawah II A 25 cm 7,5YR2/3

9. Lereng Bawah III A 15 cm 10YR3/3

10. Lereng Tengah I A 47 cm 10YR4/3

11. Lereng Tengah II A 55 cm 10YR3/2

12. Lereng Tengah III A 15 cm 7,5YR4/4

13. Lereng Tengah IV A 8 cm 10YR4/6

14. Lereng Atas A 20 cm 10YR4/4

15. Puncak A 10 cm 10YR4/4

Berdasar konversi Buntley-Westin (10YR = 1, 7,5YR=2, 5YR=3, 2,5YR=4),


diperoleh hasil konfersi yang telah dikalikan dengan chroma dan kemudian

dikalikan dengan ketebalan adalah sebagai berikut.

42
Tabel 8.2. Hasil perhitungan konversi warna Buntley Westin tanah Perbukitan
Baturagung

Lokasi Hasil kali Hasil kali


Hasil
No. Sampel Horison dengan chroma dengan tebal
Konversi
Tanah horizon

Dataran A 1 3 210
1.
Koluvial I B 1 4 120

Dataran A 1 2 140
2.
Koluvial II B 1 2 60

Dataran A 1 3 210
3.
Koluvial III B 1 3 90

2 30
4. Lereng Kaki I A 1

8 120
5. Lereng Kaki II A 2

6 150
6. Lereng Kaki III A 2

Lereng Bawah 2 50
7. A 1
I

Lereng Bawah 6 150


8. A 2
II

Lereng Bawah 3 45
9. A 1
III

Lereng 3 141
10. A 1
Tengah I

Lereng 2 110
11. A 1
Tengah II

Lereng 8 120
12. A 2
Tengah III

Lereng 6 48
13. A 1
Tengah IV

43
4 80
14. Lereng Atas A 1

4 40
15. Puncak A 1

Kemudian, untuk memperoleh data indeks warna Buntley-Westin, hasil

diatas kemudian dimasukkan ke dalam rumus, berikut rumus dan hasilnya.


Rumus:
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 − 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑡𝑒𝑟𝑒𝑛𝑑𝑎ℎ
𝐾𝑒𝑙𝑎𝑠 =
3

Tabel 8.3. Hasil Indeks Warna Buntley-Westin tanah Perbukitan Baturagung

No Lokasi Sampel Tanah Hasil

1 Dataran Koluvial I 3,3

2 Dataran Koluvial II 2

3 Dataran Koluvial III 3

4 Lereng Kaki I 2

5 Lereng Kaki II 8

6 Lereng Kaki III 6

7 Lereng Bawah I 2

8 Lereng Bawah II 6

9 Lereng Bawah III 3

10 Lereng Tengah I 3

11 Lereng Tengah II 2

12 Lereng Tengah III 8

13 Lereng Tengah IV 6

14 Lereng Atas 4

15 Puncak 4

Tabel 8.4. Pembagian perkembangan tanah Buntley-Westin

Tingkat Perkembangan Indeks Warna


Tanah Bw

Belum berkembang 2,0 – 4,0

44
Sedang berkembang 4,1 – 6,1

Berkembang lanjut 6,2 – 8,2

Tabel 8.5. Pembagian tingkat perkembangan tanah menggunakan indeks warna


Buntley Westin tanah Perbukitan Baturagung

Lokasi Profil Tanah Indeks Warna Tingkat Perkembangan


No
Bw Tanah

1 Dataran Koluvial I 3,3 BB

2 Dataran Koluvial II 2 BB

3 Dataran Koluvial III 3 BB

4 Lereng Kaki I 2 BB

5 Lereng Kaki II 8 BL

6 Lereng Kaki III 6 SB

7 Lereng Bawah I 2 BB

8 Lereng Bawah II 6 SB

9 Lereng Bawah III 3 BB

10 Lereng Tengah I 3 BB

11 Lereng Tengah II 2 BB

12 Lereng Tengah III 8 BL

13 Lereng Tengah IV 6 SB

14 Lereng Atas 4 BB

15 Puncak 4 BB

Pembahasan

Proses perkembangan tanah adalah berkembangnya fase pembentukan

tanah setelah masa pelapukan batuan dan atau dekomposisi bahan organik. Tanah
terbentuk karena tersedianya bahan induk, dan karena ada faktor yang
mempengaruhinya seperti iklim, organisme, tempat, dan waktu. Akibat pengaruh

tersebut, lama-kelamaan bahan induk tersebut akan menjadi tanah.

Perkembangan tanah dapat di analisis dengan berbagai cara, mulai dari

kualitatif maupaun kuantitatif. Secara kualitatif perkembangan tanah dapat


dianalisis dengan cara melihat dari tanah tersebut, entah warna, struktur, tekstur,
konsistensi, porositas, dan udara tanah yang dilihat dengan relatif namun sesuai

45
teori yang sudah ditentukan. Untuk secara kuantitatif, perkembangan tanah yang
melihat warna, tekstur, struktur, konsistensi, porositas, dan udara tanah tersebut
diukur menggunakan alat yang sudah ditentukan sesuai dengan fungsinya masing-

masing.
Pada praktikum yang dilaksanakan pada tanggal 22 Maret 2019 yang

berlokasi di Lab. Ilmu Sosial Terpadu FIS UNY bertujuan untuk mengetahui tingkat
perkembangan tanah berdasar indeks warna Buntley-Westin. Indeks Warna

Buntley Westin merupakan hasil warna yang diukur kemudian dikonfersikan

dengan indeks warna dari Buntley-Westin dan dimasukkan pada rumus yang
dibuat oleh Buntley-Westin untuk mengelompokkan atau mengklasifikasi tingkat

perkembangan tanah.

Data warna tanah diambil berdasar data wilayah pada poposekuen lereng

Perbukitan Baturagung. Data tersebut diubah dalam indkes tanah menurut


Buntley-Westin yang memperoleh hasil seperti pada tabel hasil. Dalam hasil

tersebut, diketahui banyak bagian lokasi yang tanahnya belum mengalami

perkembangan, yaitu indeks warna yang meyatakan belum berkembang seperti

pada bagian dataran koluvial I, dataran koluvial II, dataran koluvial III, lereng kaki I,

lereng bawah I, lereng bawah III, lereng tengah I, lereng tengah II, lereng atas, dan

puncak. Tanah yang belum berkembang ini terjadi melalui proses pembentukan

tanah terutama proses pelapukan bahan orrganik dan bahan mineral.

Pencampuran bahan organik dan mineral di permukaan tanah dan pembentukan


struktur tanah dipengaruhi oleh bahan organik tersebut. Hasilnya adalah

pembentukan tanah horizon A. Hal ini sesuai dengan bagian tersebut yang

kebanyakan mempunyai horizon A.

Pada tanah yang mengalami tahap sedang berkembang yaitu seperti pada

bagian lereng kaki III, lereng bawah II, dan lereng tengah IV. Tanah ini merupakan

tahap lanjut dari tanah yang belum berkembang. Pekembangan tanah mulai
terlihat dengan adanya proses penimbunan atau peindihan liat dari lapisan atas ke
bawah. Pekembangan ini juga terlihat dari perubahan warna yang semakin cerah.

Karena adanya proses pelindihan tersebut, mengakibatkan pada tanah ini

mempunyai unsur hara tanah dan mineral yang berasal dari proses pelindihan
tersebut. Hasilnya adalah tanah semakin subur.

Kemudian untuk tanah yang sudah mengalami perkembangan lanjut


seperti pada lereng kaki II dan lereng tengah III. Pada tanah berkembang lanjut ini

46
terjadi peningkatan unsur hara sehingga pembentukan tanah lebih lanjut. Tanah ini
juga banyak terdapat perakaran karena banyak ditumbuhi tanaman yang mencari
unsur hara sebagai makanannya.

F. Kesimpulan

1. Proses perkembangan tanah adalah berkembangnya fase pembentukan tanah


setelah masa pelapukan batuan dan atau dekomposisi bahan organik.
2. Perkembangan tanah dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif, salah satu cara
kualitatif adalah dengan mengamati warna tanah.
3. Praktikum dilakukan untuk menganalisis tingkat perkembangan tanah
berdasar indeks warna Buntey-Westin.
4. Data warna tanah diambil berdasar data wilayah pada poposekuen lereng
Perbukitan Baturagung.

5. Indeks warna menyatakan belum berkembang adalah pada bagian dataran


koluvial I, dataran koluvial II, dataran koluvial III, lereng kaki I, lereng bawah I,

lereng bawah III, lereng tengah I, lereng tengah II, lereng atas, dan puncak,

yang terdapat proses pencampuran bahan organik dengn mineral.

6. Indeks warna yang menyatakan sedang berkembang adalah pada bagian


lereng kaki III, lereng bawah II, dan lereng tengah IV, yang telah mengalami

tahap lanjut karena terjadi proses pelindihan dan mengakibatkan adanya unsur

hara dalam tanah.


7. Indeks warna yang menyatakan berkembang lanjut adalah lereng kaki II dan
lereng tengah III yang telah mengalami tahap yang lebih lanjut.

47
ACARA IX
MENGANALISIS TINGKAT PERKEMBANGAN TANAH DENGAN INDEKS WARNA HURST

A. Tujuan
1. Mahasiswa dapat menentukan tingkat perkembangan tanah dengan indeks

warna Hurst.
2. Mahasiswa dapat menganalisis tingkat perkembangan tanah dengan indeks

warna Hurst.

B. Dasar Teori

Proses perkembangan tanah adalah berkembangnya fase pembentukan

tanah setelah masa pelapukan batuan dan atau dekomposisi bahan organik.

Berdasarkan pada kondisi tanah tersebut maka proses perkembangannya dapat


dibagi menjadi 2 (dua), yaitu proses perkembangan tanah asasi dan proses

perkembangan tanah khas (Sugiharyanto, dkk, 2009:30).

Warna tanah dalam Sugiharyanto, dkk (2009: 53) ditentukan dengan

membandingkan warna tanah tersebut dengan warna standar pada buku Munsell

Soil Color Chart. Diagram warna baku ini disusun tiga variabel, yaitu: (1) hue, (2)
value, dan (3) chroma. Hue adalah warna spektrum yang dominan sesuai dengan
panjang gelombangnya. Value menunjukkan gelap terangnya warna, sesuai

dengan banyaknya sinar yang dipantulkan. Chroma menunjukkan kemurnian atau


kekuatan dari warna spektrum. Chroma didefinisi juga sebagai gradasi kemurnian

dari warna atau derajat pembeda adanya perubahan warna kelabu atau putih netral

(0) ke warna lainnya (19).

Tingkat perkembangan tanah dapat ditentukan berdasarkan indeks warna

Buntley-Westin, Hurst, dan Harden serta indeks profil. Indeks warna Buntley-Westin

mengkonversi nilai hue dengan angka (10YR = 1, 7,5YR=2, 5YR=3, 2,5YR=4).


Kemudian angka konversi hue tersebut dikalikan dengan chromanya. Dari hasil
perolehan nilai kemudian dibuat skor untuk dijumlah dan dikelompokkan ke dalam

tingkat perkembangan tanah dengan 3 tingkat. Berdasarkan indeks warna Buntley-

Westin maka diketahui tingkat perkembangan tanahnya bahwa semakin besar nilai
indeks warna Buntley-Westin profil tanah semakin berkembang (Sartohadi, dkk,

2004:17-19).

48
Indeks warna Buntlet-Westin (1965), mengkonversikan nilau hue dengan
angka (7,5YR=4; 10YR=3; 2,5YR=2; 5Y=1). Kemudian angka konversi hue tersebut
diklikan dengan chroma-nya. Indeks warna Hurst (1977) diperoleh dengan cara

mengkonversikan nilai hue dalam angka tunggal (5R=5; 7,5R=7,5; 10R=10;


2,5R=2,5; 5YR=15; 7,5YR=17,5; 10YR=20). Nilai hue tersebut kemudian dikalikan

dengan hasil perbandingan nilai value dan chroma. Indeks Harden diperoleh
dengan cara membandingkan warna tiap horizon tanah dengan bahan induk.

Setiap perubahan 1 hue dan chroma masing-masing mempunyaii nilai 10. Angka

perubahan hue ialah (10YR=10; 7,5YR=20; 5YR=30; 2,5YR=40). Dari ketiga indeks
warna tersebut diatas nilainya dihitung pada setiap horizon dan dikalikan dengan

ketebalan horizon, kemudian dijumlah dan dibagi dengan tebal profil. Berdasarkan

indeks warna menurut Buntley-Westin, Hurst, dan harden maka diketahui tingkat

perkembangan tanahnya, yaitu (Sartohadi, dkk, 2004:17-19):


1. Semakin besar nilai indeks warna Buntley-Westin profil tanah semakin

berkembang.

2. Semakin kecil indeks warna Hurst profil tanah semakin berkembang.

3. Semakin besar nilai indeks Harden profil tanah semakin berkembang.

C. Alat dan Bahan

Alat

3. Alat tulis, digunakan untuk menulis


4. Kalkulator, digunakan untuk menghitung

Bahan

2. Data wilayah pada toposekuen lereng Perbukitan Baturagung

D. Langkah Kerja

9. Memperhatikan warna tanah pada masing-masing sampel.


10. Mengukur ketebalan masing-masing horizon.
11. Mengkonfersikan nilai Hue ke dalam nilai konferensi Hurst.

12. Membagi nilai Value dengan Chroma, kemudian tandai dengan y,

13. Kemudian y dikalikan dengan konfersi Hue


14. Hasil yang diperoleh kemudian dikalikan dengan ketebalan masing-masing

horizon.
15. Menjumlahkan hasil perkalian hasil dari langkah 5 dibagi hasil profil tanah.

49
16. Membuat klas tingkat perkembangan tanah.
17. Membuat laporan praktikum.

E. Hasil dan Pembahasan


Hasil

Setelah dilakukannya praktikum menganalisis tingkat perkembangan


tanah dengan indeks Hurst, diperoleh data sebagai berikut.

Tabel 9.1. Data Wilayah pada Toposekuen Lereng Perbukitan Baturagung

Nilai (Hue, Value,


No. Lokasi Sampel Tanah Horison Tebal Horison
Chroma)
A 70 cm 10YR4/3
1. Dataran Koluvial I
B 30 cm 10YR4/4

A 70 cm 10YR2/2
2. Dataran Koluvial II
B 30 cm 10YR3/2

A 70 cm 10YR2/3
3. Dataran Koluvial III
B 30 cm 10YR3/3

4. Lereng Kaki I A 15 cm 10YR3/2

5. Lereng Kaki II A 15 cm 7,5YR4/4

6. Lereng Kaki III A 25 cm 7,5YR4/3

7. Lereng Bawah I A 25 cm 10YR4/2

8. Lereng Bawah II A 25 cm 7,5YR2/3

9. Lereng Bawah III A 15 cm 10YR3/3

10. Lereng Tengah I A 47 cm 10YR4/3

11. Lereng Tengah II A 55 cm 10YR3/2

12. Lereng Tengah III A 15 cm 7,5YR4/4

13. Lereng Tengah IV A 8 cm 10YR4/6

14. Lereng Atas A 20 cm 10YR4/4

15. Puncak A 10 cm 10YR4/4

Berdasar konversi Hurst (2,5YR=2,5; 5YR=5; 7,5YR=17,5; 10YR=20; 5R=5;

7,5R=7,5; 10R=10) yang dikalikan dengan y (value/chroma) yang kemudian


dikalikan dengan ketebalan adalah sebagai berikut.
Tabel 9.2. Hasil perhitungan konversi warna Hurst tanah Perbukitan Baturagung

50
Hasil y (value/ Hasil kali konversi Hasil kali
Lokasi Sampel Hasil
No. Horison chroma) hue dengan y dengan tebal
Tanah Konversi
horizon

A 20 1,3 26 1.820
1. Dataran Koluvial I
B 20 1 20 600

A 20 1 20 1400
2. Dataran Koluvial II
B 20 1,5 30 900

A 20 0,6 12 840
3. Dataran Koluvial III
B 20 1 20 600

4. Lereng Kaki I A 20 1,5 30 600

5. Lereng Kaki II A 17,5 1 17,5 306,25

6. Lereng Kaki III A 17,5 1,3 22,75 398,125

7. Lereng Bawah I A 20 2 40 800

8. Lereng Bawah II A 17,5 0,6 10,5 183,75

9. Lereng Bawah III A 20 1 20 400

10. Lereng Tengah I A 20 1,3 26 520

11. Lereng Tengah II A 20 1,5 30 600

12. Lereng Tengah III A 17,5 1 17,5 306,25

13. Lereng Tengah IV A 20 0,6 12 240

14. Lereng Atas A 20 1 20 400

15. Puncak A 20 1 20 400

Kemudian untuk memperoleh data indeks warna Hurst, hasil diatas

kemudian dibagi dengan tebal profil tanah, berikut adalah hasilnya.

Tabel 9.3. Hasil Indeks Warna Hurst tanah Perbukitan Baturagung

No Lokasi Sampel Tanah Hasil

1 Dataran Koluvial I 24,2

2 Dataran Koluvial II 23

3 Dataran Koluvial III 14,4

4 Lereng Kaki I 30

5 Lereng Kaki II 17,5

6 Lereng Kaki III 22,75

51
7 Lereng Bawah I 40

8 Lereng Bawah II 10,5

9 Lereng Bawah III 20

10 Lereng Tengah I 26

11 Lereng Tengah II 30

12 Lereng Tengah III 17,5

13 Lereng Tengah IV 12

14 Lereng Atas 20

15 Puncak 20

Kemudian klasifikasi dibuat dengan rumus seperti berikut.


𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 − 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑡𝑒𝑟𝑒𝑛𝑑𝑎ℎ
𝐾𝑒𝑙𝑎𝑠 =
3
40 − 10,5
𝐾𝑒𝑙𝑎𝑠 = = 9,8
3
Tabel 9.4. Pembagian perkembangan tanah Hurst

Tingkat Perkembangan Indeks Warna

Tanah Bw

Belum berkembang 30,3-40

Sedang berkembang 20,4-30,2

Berkembang lanjut 10,5-20,3

Tabel 9.5. Pembagian tingkat perkembangan tanah menggunakan indeks warna

Buntley Westin tanah Perbukitan Baturagung

Lokasi Profil Tanah Indeks Warna Tingkat Perkembangan


No
Bw Tanah

1 Dataran Koluvial I 24,2 SB

2 Dataran Koluvial II 23 SB

3 Dataran Koluvial III 14,4 BL

4 Lereng Kaki I 30 SB

5 Lereng Kaki II 17,5 BL

6 Lereng Kaki III 22,75 SB

7 Lereng Bawah I 40 BB

8 Lereng Bawah II 10,5 BL

52
9 Lereng Bawah III 20 BL

10 Lereng Tengah I 26 SB

11 Lereng Tengah II 30 SB

12 Lereng Tengah III 17,5 BL

13 Lereng Tengah IV 12 BL

14 Lereng Atas 20 BL

15 Puncak 20 BL

Pembahasan
Proses perkembangan tanah adalah berkembangnya fase pembentukan

tanah setelah masa pelapukan batuan dan atau dekomposisi bahan organik. Tanah

terbentuk karena tersedianya bahan induk, dan karena ada faktor yang
mempengaruhinya seperti iklim, organisme, tempat, dan waktu. Akibat pengaruh

tersebut, lama-kelamaan bahan induk tersebut akan menjadi tanah.

Perkembangan tanah dapat di analisis dengan berbagai cara, mulai dari

kualitatif maupaun kuantitatif. Secara kualitatif perkembangan tanah dapat

dianalisis dengan cara melihat dari tanah tersebut, entah warna, struktur, tekstur,

konsistensi, porositas, dan udara tanah yang dilihat dengan relatif namun sesuai

teori yang sudah ditentukan. Untuk secara kuantitatif, perkembangan tanah yang

melihat warna, tekstur, struktur, konsistensi, porositas, dan udara tanah tersebut
diukur menggunakan alat yang sudah ditentukan sesuai dengan fungsinya masing-

masing.
Pada praktikum yang dilaksanakan pada tanggal 29 Maret 2019 yang

berlokasi di Lab. Ilmu Sosial Terpadu FIS UNY bertujuan untuk mengetahui tingkat

perkembangan tanah berdasar indeks warna Hurst. Indeks Warna Hurst merupakan

hasil warna yang diukur kemudian dikonfersikan dengan indeks warna dari Hurst
dan dimasukkan pada rumus yang dibuat oleh Hurst untuk mengelompokkan atau
mengklasifikasi tingkat perkembangan tanah. Namun, indeks warna Hurst ini

berbeda dengan Bunltey-Westin. Semakin tinggi nilai indeks warna Hurst maka

tanah tersebut belum berkembang, sebaliknya jika semakin rendah nilai indeks

warna Hurst, maka semakin tanah tersebut diidentifikasikan tanah yang sudah
mengalami perkembangan lanjut.

53
Data warna tanah diambil berdasar data wilayah pada poposekuen lereng
Perbukitan Baturagung. Data tersebut diubah dalam indeks tanah menurut Hurst
yang memperoleh hasil seperti pada tabel hasil. Dari data tersebut diketahui

daerah yang tanah belum mengalami perkembangan atau belum berkembang


hanya terdapat di daerah Lereng Bawah 1. Artinya tanah selain daerah tersebut

sudah mengelami perkembangan entah sedang berkembang atau berkebang


lanjut. Tanah yang belum berkembang ini terjadi melalui proses pembentukan

tanah terutama proses pelapukan bahan orrganik dan bahan mineral.

Pencampuran bahan organik dan mineral di permukaan tanah dan pembentukan


struktur tanah dipengaruhi oleh bahan organik tersebut. Hasilnya adalah

pembentukan tanah horizon A

Daerah Perbukitan Baturagung berdasarkan data indeks Hurst, diketahui

terdapat tanah yang diketahui terdapat di klas sedang berkembang cukup banyak,

seperti Dataran Koluvial I, Dataran Koluvial II, Lereng Kaki I, Lereng Kaki III, Lereng

Tengah I, dan Lereng Tengah II. Pekembangan tanah mulai terlihat dengan adanya

proses penimbunan atau peindihan liat dari lapisan atas ke bawah. Pekembangan

ini juga terlihat dari perubahan warna yang semakin cerah. Karena adanya proses

pelindihan tersebut, mengakibatkan pada tanah ini mempunyai unsur hara tanah

dan mineral yang berasal dari proses pelindihan tersebut. Hasilnya adalah tanah

semakin subur.
Kemudian, daerah Perbukitan Baturagung ternyata paling banyak
mempunyai tanah yang mempunyai klas berkembang lanjut. Seperti pada daerah

Dataran Koluvial III, Lereng Kaki II, Lereng Bawah II, Lereng Bawah III, Lereng Tengah

III, Lereng Tengah IV, Lereng Atas, dan Puncak. Pada tanah berkembang lanjut ini

terjadi peningkatan unsur hara sehingga pembentukan tanah lebih lanjut. Tanah ini

juga banyak terdapat perakaran karena banyak ditumbuhi tanaman yang mencari

unsur hara sebagai makanannya.

F. Kesimpulan
1. Proses perkembangan tanah adalah berkembangnya fase pembentukan tanah
setelah masa pelapukan batuan dan atau dekomposisi bahan organik.

2. Perkembangan tanah dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif, salah satu cara
kualitatif adalah dengan mengamati warna tanah.

54
3. Praktikum dilakukan untuk menganalisis tingkat perkembangan tanah
berdasar indeks warna Hurst.
4. Data warna tanah diambil berdasar data wilayah pada poposekuen lereng
Perbukitan Baturagung.
5. Indeks warna menyatakan belum berkembang hanya di daerah Lereng Bawah
1 yang terdapat proses pencampuran bahan organik dengn mineral.
6. Indeks warna yang menyatakan sedang berkembang adalah pada bagian
Dataran Koluvial I, Dataran Koluvial II, Lereng Kaki I, Lereng Kaki III, Lereng

Tengah I, dan Lereng Tengah II, yang telah mengalami tahap lanjut karena

terjadi proses pelindihan dan mengakibatkan adanya unsur hara dalam tanah.

7. Indeks warna yang menyatakan berkembang lanjut adalah Dataran Koluvial III,
Lereng Kaki II, Lereng Bawah II, Lereng Bawah III, Lereng Tengah III, Lereng
Tengah IV, Lereng Atas, dan Puncak yang telah mengalami tahap yang lebih

lanjut.

55
ACARA X
MENGANALISIS TINGKAT PERKEMBANGAN TANAH DENGAN INDEKS WARNA HARDEN

A. Tujuan
1. Mahasiswa dapat menentukan tingkat perkembangan tanah dengan indeks

warna Harden.
2. Mahasiswa dapat menganalisis tingkat perkembangan tanah dengan indeks

warna Harden.

B. Dasar Teori

Warna tanah dalam Sugiharyanto, dkk (2009: 53) ditentukan dengan

membandingkan warna tanah tersebut dengan warna standar pada buku Munsell Soil

Color Chart. Diagram warna baku ini disusun tiga variabel, yaitu: (1) hue, (2) value, dan
(3) chroma. Hue adalah warna spektrum yang dominan sesuai dengan panjang
gelombangnya. Value menunjukkan gelap terangnya warna, sesuai dengan banyaknya

sinar yang dipantulkan. Chroma menunjukkan kemurnian atau kekuatan dari warna

spektrum. Chroma didefinisikan juga sebagai gradasi kemurnian dari warna atau

derajat pembeda adanya perubahan warna dari kelabu atau putih netral (0) ke warna

lainnya.

Proses perkembangan tanah adalah berkembangnya fase pembentukan tanah

setelah masa pelapukan batuan dan atau dekomposisi bahan organik. Berdasarkan
pada kondisi tanah tersebut maka proses perkembangannya dapat dibagi menjadi 2

(dua), yaitu proses perkembangan tanah asasi dan proses perkembangan tanah khas

(Sugiharyanto, dkk, 2009:30).

Indeks warna Buntlet-Westin (1965), mengkonversikan nilau hue dengan angka

(7,5YR=4; 10YR=3; 2,5YR=2; 5Y=1). Kemudian angka konversi hue tersebut diklikan

dengan chroma-nya. Indeks warna Hurst (1977) diperoleh dengan cara


mengkonversikan nilai hue dalam angka tunggal (5R=5; 7,5R=7,5; 10R=10; 2,5R=2,5;
5YR=15; 7,5YR=17,5; 10YR=20). Nilai hue tersebut kemudian dikalikan dengan hasil

perbandingan nilai value dan chroma. Indeks Harden diperoleh dengan cara

membandingkan warna tiap horizon tanah dengan bahan induk. Setiap perubahan 1
hue dan chroma masing-masing mempunyaii nilai 10. Angka perubahan hue ialah
(10YR=10; 7,5YR=20; 5YR=30; 2,5YR=40). Dari ketiga indeks warna tersebut diatas
nilainya dihitung pada setiap horizon dan dikalikan dengan ketebalan horizon,

56
kemudian dijumlah dan dibagi dengan tebal profil. Berdasarkan indeks warna menurut
Buntley-Westin, Hurst, dan harden maka diketahui tingkat perkembangan tanahnya,
yaitu (Sartohadi, dkk, 2004:17-19):

4. Semakin besar nilai indeks warna Buntley-Westin profil tanah semakin


berkembang.

5. Semakin kecil indeks warna Hurst profil tanah semakin berkembang.


6. Semakin besar nilai indeks Harden profil tanah semakin berkembang.

C. Alat dan Bahan


Untuk dapat mengetahui tingkat perkembangan tanah menggunakan indeks

warna Harden, berikut alat dan bahannya.

Alat

5. Alat tulis, digunakan untuk menulis


6. Kalkulator, digunakan untuk menghitung

Bahan

3. Data wilayah pada toposekuen lereng Perbukitan Baturagung

D. Langkah Kerja

Untuk dapat mengetahui tingkat perkembangan tanah menggunakan indeks

warna Harden, berikut langkah kerjanya.

1. Memperhatikan warna tanah pada masing-masing sampel.


2. Mengukur ketebalan masing-masing horizon.

3. Mengkonfersikan nilai Hue ke dalam nilai konferensi Harden.

4. Mengkalikan nilai konversi dengan tebal horizon masing-masing horizon

kemudian ditandai denegan ZA untuk horizon A dan ZB untuk horizon B.

5. Membagi hasil perkalian dari langkah sebelumnya dengan ketebalan masing-

masing horizon
6. Membuat klas tingkat perkembangan tanah.
7. Membuat laporan praktikum.

E. Hasil dan Pembahasan

Setelah dilakukannya praktikum menganalisis tingkat perkembangan tanah


dengan indeks Harden, diperoleh data sebagai berikut.

57
Tabel 10.1. Data Wilayah pada Toposekuen Lereng Perbukitan Baturagung

Nilai (Hue, Value,


No. Lokasi Sampel Tanah Horison Tebal Horison
Chroma)
A 70 cm 10YR4/3
1. Dataran Koluvial I
B 30 cm 10YR4/4

A 70 cm 10YR2/2
2. Dataran Koluvial II
B 30 cm 10YR3/2

A 70 cm 10YR2/3
3. Dataran Koluvial III
B 30 cm 10YR3/3

4. Lereng Kaki I A 15 cm 10YR3/2

5. Lereng Kaki II A 15 cm 7,5YR4/4

6. Lereng Kaki III A 25 cm 7,5YR4/3

7. Lereng Bawah I A 25 cm 10YR4/2

8. Lereng Bawah II A 25 cm 7,5YR2/3

9. Lereng Bawah III A 15 cm 10YR3/3

10. Lereng Tengah I A 47 cm 10YR4/3

11. Lereng Tengah II A 55 cm 10YR3/2

12. Lereng Tengah III A 15 cm 7,5YR4/4

13. Lereng Tengah IV A 8 cm 10YR4/6

14. Lereng Atas A 20 cm 10YR4/4

15. Puncak A 10 cm 10YR4/4

Berdasar konversi Harden (10YR=10; 7,5YR=20; 5YR=30; 2,5YR=40) yang

dikalikan dengan dikalikan dengan ketebalan horizon masing-masing adalah

sebagai berikut.

Tabel 10.2. Hasil perhitungan konversi warna Harden tanah Perbukitan


Baturagung

Hasil kali
Lokasi Sampel Hasil
No. Horison dengan tebal
Tanah Konversi
horizon

A 10 700
1. Dataran Koluvial I
B 10 300

2. Dataran Koluvial II A 10 700

58
B 10 300
A 10 700
3. Dataran Koluvial III
B 10 300
4. Lereng Kaki I A 10 150
5. Lereng Kaki II A 20 300

6. Lereng Kaki III A 20 500

7. Lereng Bawah I A 10 250

8. Lereng Bawah II A 20 500

9. Lereng Bawah III A 10 150


10. Lereng Tengah I A 10 470
11. Lereng Tengah II A 10 550
12. Lereng Tengah III A 20 300

13. Lereng Tengah IV A 10 80


14. Lereng Atas A 10 200
15. Puncak A 10 100

Kemudian untuk memperoleh data indeks warna Harden, hasil diatas yang
(𝑍𝐴)+(𝑍𝐵)
kemudian dibagi dengan tebal profil tanah dengan rumus 𝐻𝑎𝑟𝑑𝑒𝑛 = ,
(𝑇𝑒𝑏𝑎𝑙 𝐴𝐵)

berikut adalah hasilnya.

Tabel 10.3. Hasil Indeks Warna Tanah Harden Perbukitan Baturagung

No Lokasi Sampel Tanah Hasil

1 Dataran Koluvial I 10

2 Dataran Koluvial II 10

3 Dataran Koluvial III 10

4 Lereng Kaki I 10

5 Lereng Kaki II 20

6 Lereng Kaki III 20

7 Lereng Bawah I 10

8 Lereng Bawah II 20

9 Lereng Bawah III 10

10 Lereng Tengah I 10

11 Lereng Tengah II 10

59
12 Lereng Tengah III 20

13 Lereng Tengah IV 10

14 Lereng Atas 10

15 Puncak 10

Kemudian klasifikasi dibuat dengan rumus seperti berikut.


𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 − 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑡𝑒𝑟𝑒𝑛𝑑𝑎ℎ
𝐾𝑒𝑙𝑎𝑠 =
3
20 − 10
𝐾𝑒𝑙𝑎𝑠 = = 3,3
3
Tabel 10.4. Pembagian perkembangan tanah Harden

Tingkat Perkembangan Indeks Warna


Tanah Ha

Belum berkembang 10-13,3

Sedang berkembang 13,4-16,7

Berkembang lanjut 16,8-20

Tabel 9.5. Pembagian tingkat perkembangan tanah menggunakan indeks warna

Buntley Westin tanah Perbukitan Baturagung

Lokasi Profil Tanah Indeks Warna Tingkat Perkembangan


No
Ha Tanah

1 Dataran Koluvial I 10 BB

2 Dataran Koluvial II 10 BB

3 Dataran Koluvial III 10 BB

4 Lereng Kaki I 10 BB

5 Lereng Kaki II 20 BL

6 Lereng Kaki III 20 BL

7 Lereng Bawah I 10 BB

8 Lereng Bawah II 20 BL

9 Lereng Bawah III 10 BB

10 Lereng Tengah I 10 BB

11 Lereng Tengah II 10 BB

12 Lereng Tengah III 20 BL

13 Lereng Tengah IV 10 BB

60
14 Lereng Atas 10 BB

15 Puncak 10 BB

Pembahasan
Perkembangan tanah merupakan proses terbentuknya tanah yang berasal dari

pelapukan batuan atau dekomposisi dari bahan organik. Perkembangan tanah

mempunya ciri-ciri pada tahap-tahapnya yang bisa diklasifikasi atau diidentifikasi


dengan beberapa cara salah satunya indeks warna.

Tingkat perkembangan tanah selain ditentukan oleh indeks warna Buntley-

Westin dan Hurst, juga dapat ditentukan oleh indeks warna Harden. Harden membuat
cara untuk menentukan tingkat klasifikasi tanah dengan mengubah atau
mengkonversikan nilai hue nya saja dengan nilai konversi menurut perhitungannya.

Berbeda dengan Buntley-Westin yang mengkalikan nilai konversinya dengan nilai

chroma dari warna tanah tersebut dan Hurst yang mengkalikan nilai konversinya

dengan perbandingan antara chroma dan value warna tanah. Yang kemudian nilai

perhorizon tersebut dikalikan dengan tebal horizon dan kedua nilai dari horizon
tersebut ditambah dan kemudian dibagi dengan tebal horizonnya lagi. Ketika

mempunyai satu horizon saja hasilnya akan sama dengan nilai konversinya.
Praktikum dilaksanakan menggunakan data toposekuen lereng Perbukitan

Baturagung. Praktikum tersebut menggunakan sampel dari data wilayah toposekuen

lereng perbukitan Baturagung. Dengan data tersebut dapat diidentifikasikan tingkat

perkembangan tanah wilayah toposekuen lereng perbukitan Baturagung. Menentukan


tingkat perkembangan tanah wilayah toposekuen lereng perbukitan Baturagung

dengan cara menggunakan indeks warna tanah Harden.

Diketahui, hue warna tanah perbukitan Baturagung hanya ada 10 dan 7,5.

Dengan hal ini data indeks akan mempunyai tingkat kesamaan dari setiap horizon atau
mempunyai selisih yang sangat sedikit. Setelah dihitung ternyata benar, indeks warna
Harden di perbukitan Baturagung hanya mempunyai klasifikasi BB (belum

berkembang) dan BL (berkembang lanjut).


Diketahui hasil dari praktikum, tanah yang mempunyai klasifikasi belum

berkembang adalah Dataran Koluvial I, Dataran Koluvial II, Dataran Koluvial III, Lereng
Kaki I, Lereng Bawah I, Lereng Bawah III, Lereng Tengah I, Lereng Tengah II, Lereng

Tengah IV, Lereng Atas, dan Puncak. Daerah ini mempunyai nilai indeks warna yang

61
sama yaitu 10 dan nilai tersebut termasuk dalam klasifikasi belum berkembang. Artinya
daerah tersebut masih mempunyai faktor-faktor yang menghambat tingkat atau tahap
perkembangan tanah maupun yang mematikan perkembangan tanah tersebut.

Menurut klasifikasi Harden, tanah ini belum menunjukkan perkembangan tanah


dengan ciri-ciri tertentu.

Lereng Kaki II, Lereng Kaki III, Lereng Bawah II, dan Lereng Tengah III di
klasifikasikan tingkat perkembangan tanah yang berkembang lanjut. Tanah di daerah

ini dalam klasifikasi Harden sudah berkembang lanjut, artinya tanah daerah ini telah

mengalami pengangkatan hara tanah dan proses pelapukan tingkat lanjut. Kandungan
bahan organik lebih rendah daripada tanah dewasa dan tanah menjadi masam.

Dengan adanya hara tanah, tanah dicirikan dengean warna yang gelap.

F. Kesimpulan
1. Perkembangan tanah mempunya ciri-ciri pada tahap-tahapnya yang bisa

diklasifikasi atau diidentifikasi dengan indeks warna.

2. Harden membuat cara untuk menentukan tingkat klasifikasi tanah dengan

mengubah atau mengkonversikan nilai hue nya saja dengan nilai konversi

menurutnya perhitungannya.

3. Praktikum dilaksanakan menggunakan data toposekuen lereng Perbukitan

Baturagung. Praktikum tersebut menggunakan sampel dari data wilayah

toposekuen lereng perbukitan Baturagung


4. Diketahui hasil dari praktikum, tanah yang mempunyai klasifikasi belum

berkembang adalah Dataran Koluvial I, Dataran Koluvial II, Dataran Koluvial III,

Lereng Kaki I, Lereng Bawah I, Lereng Bawah III, Lereng Tengah I, Lereng Tengah II,

Lereng Tengah IV, Lereng Atas, dan Puncak.

5. Lereng Kaki II, Lereng Kaki III, Lereng Bawah II, dan Lereng Tengah III di

klasifikasikan tingkt perkembangan tanah yang berkembang lanjut.

62
ACARA XI
MENENTUKAN TINGKAT PERKEMBANGAN TANAH DENGAN INDEKS PROFIL

A. Tujuan

1. Mahasiswa dapat menentukan tingkat perkembangan tanah dengan indkes


profil.

2. Mahasiswa dapat menganalisis tingkat perkembangan tanah dengan indeks

profil.

B. Dasar Teori

Proses pembentukan tanah (genesa) dalam Sugiharyanto, dkk (2014: 32)

dimulai dari pelapukan batuan induk menjadi bahan induk tanah, diikuti
pencampuran bahan organik dengan bahan mineral di permukaan tanah,

pembentukan struktur tanah, pemindahan bahan-bahan tanah dari bagian atas

tanah ke bagian bawah, dan berbagai proses lain yang dapat menghasilkan

horizon-horizon tanah. Horizon tanah adalah lapisan-lapisan tanah yang terbentuk

karena hasil proses pembentukan tanah. Proses pembentukan horizon-horizon

tanah tersebut akan menghasilkan tanah. Penampang tegak dari tanah

menunjukkan susunan horizon tanah yang disebut profil tanah.

Dalam pembeuatan profil tanah di lapangan, terdapat tiga syarat yang


harus diperhatikan yaitu : Vertikal, baru dan tidak terkena sinar matahari secara

langsung. Profil tanah yang sempurna berturut-turut dari atas ke bawah memiliki

horizon O, A, B, dan C (Sugiharyanto, 2014: 34-37).

Tektur tanah dalam Sartohadi (2013: 49) adalah sifat fisik tanah yang

merupakan gambaran deskriptif komposisi ukuran butir partikel-partikel penyusun

tanah yang digolongkan ke dalam tiga ukuran utama. Ukuran partikel tanah yang
kasar adalah pasir, dengan diameter antara 2-0,05 mm. Ukuran partikel tanah yang
halus adalah lempung, dengan diameter lebih kecil 0,002 mm. Partikel tanah

dengan ukuran di antara pasir dan lempung disebut sebagai debu.

Di lapangan tekstur tanah dapat ditetapkan berdasarkan kepekaan indra


perasa (kulit jari jempol dan telunjuk) yang membutuhkan pengalaman dan

kemahiran, makin peka indra perasa ini, hasil penetapannya akan makin mendekati
kebenaran atau maki identik dengan hasil penetapan di laboratorium. Cara ini

63
dalam Hanafiah (2005: 64) disebut metode rasa. Struktur tanah dalam Sartohadi
(2013: 52) adalah bagian dari sifat fisik tanah yang membahas sekolompok partikel
tanah yang mengalami koogulasi karena adanya koloid lempung dan organik.

Konsistensi tanah dalam Sartohadi (2013: 54) adalah sifat fisika tanah yang
menggambarkan kuat lemahnya gaya kohesi dan adhesi antarpartikel penyusun

tanah.
Perkembangan tanah adalah proses pembentukan tanah lanjut setelah

terbentuknya horison C. Karena proses perkembangan tanah yang terus berjalan,

maka bahan induk tanah berubah berturut-turut menjadi tanah muda, tanah
dewasa, dan tanah tua. Menurut Hardjowigeno (1993) dalam Anonim (2011), ciri

dari tingkat perkembangan tanah adalah sebagai berikut :

1. Tanah muda (perkembangan awal). Terjadi proses pembentukan tanah

terutama proses pelapukan bahan organik dan bahan mineral, pencampuran


bahan organik dan bahan mineral di permukaan tanah dan pembentukan

struktur tanah karena pengaruh dari bahan organik tersebut (sebagai perekat).

Hasilnya adalah pembentukan horison A dan horison C.

2. Tanah dewasa (perkembangan sedang). Dimana pada proses lebih lanjut

terbentuk horison B akibat penimbunan liat (iluviasi) dari lapisan atas ke lapisan

bawah, atau terbentuknya struktur pada lapisan bawah, atau perubahan warna

(Bw) yang menjadi lebih cerah dari pada horison C di bawahnya. Pada tingkat

ini tanah mempunyai kemampuan berproduksi tinggi karena unsur hara dalam
tanah cukup tersedia sebagai hasil dari pelapukan mineral, sedangkan

pencucian hara lebih lanjut.

3. Tanah tua (perkembangan lanjut), dengan meningkatnya unsur hara maka

proses pembentukan profil tanah berjalan lebih lanjut sehingga terjadi

perubahan yang nyata pada horison A dan horison B. Tanah menjadi sangat

masam, sangat lapuk, dan kandungan bahan organik lebih rendah daripada
tanah dewasa.

C. Alat dan Bahan

Untuk dapat mengetahui tingkat perkembangan tanah menggunakan


indeks profil tanah, berikut alat dan bahannya.

Alat
1. Alat tulis, digunakan untuk menulis

64
2. Kalkulator, digunakan untuk menghitung
Bahan
1. Sampel tanah

D. Langkah Kerja

Untuk dapat mengetahui tingkat perkembangan tanah menggunakan indeks


profil tanah, berikut langkah kerjanya.

1. Menyediakan data beberapa profil tanah yang digunakan sebagai sampel.

2. Mengkonversikan tekstur, struktur, dan konsistensi yang telah diketahui ke


dalam nilai konversi.

Tabel 11.1 Kriteria Tekstur Tanah

No Tekstur Skor

1 Pasir - pasir bergeluh 1

2 Geluh berpasir - geluh lempung berpasir 2

3 Geluh Berdebu - geluh lempung berdebu 3

4 Geluh berlempung-lempung 4

Tabel 11.2 Kriteria Struktur Tanah

No Struktur Derajat Skor

1 Butir tunggal Tidak ada ikatan 1

2 Remah Lemah 2

3 Masif Sedang 3

4 Gumpal Kuat 4

Tabel 11.3 Kriteria Konsistensi Tanah

No Konsistensi Skor

Basah Lembab

1 Tidak lekat Lepas 1

2 Agak lekat Gembur 2

3 Lekat Teguh 3

4 Sangat lekat Sangat teguh 4

65
3. Menjumlahkan semua skor yang diperoleh dari hasil konversi dan dikaitkan
dengan tebal masing-masing horison.
4. Menjumlahkan hasil yang diperoleh pada langkah sebelumnya dan dibagi

tebal profil tanah.


5. Membuat kelas interval yang menunjukan tingkat perkembangan tanah.

E. Hasil dan Pembahasan

Tabel 11.4 Data Pengamatan Indeks Profil Tanah

Indeks Profil Tanah

No Lokasi Horizon Konsistensi


Tekstur Skor Struktur Skor
Lembab Skor Basah Skor

Gumpal Sangat Agak


75 cm Gelu berpasir 2 4 2 2
membulat gembur lekat
1 Srumbung
Geluh Gumpal Sangat Agak
25 cm 2 4 2 2
berpasir membulat gembur lekat

Geluh Gumpal Sangat


75 cm 4 4 2 Lekat 3
berlempung bersudut gembur
2 Siluk
Geluh Gumpal Sangat
25 cm 4 4 2 Lekat 3
berlempung bersudut gembur

Lempung Gumpal
80 cm 2 4 Teguh 3 Lekat 3
berpasir membulat
3 Dermo
Lempung Gumpal
20 cm 2 4 Teguh 3 Lekat 3
berpasir membulat

Lempung Gumpal Agak


4 Hutan Jati 30 cm 2 4 Gembur 2 2
berpasir bersudut lekat

Lempung Gumpal
5 Bibal 30 cm 3 4 Teguh 3 Lekat 3
berdebu membulat

Lempung Gumpal
6 Nglanggeran 30 cm 3 4 Teguh 3 Lekat 3
berdebu besudut

(𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴 × 𝑡𝑒𝑏𝑎𝑙 ℎ𝑜𝑟𝑖𝑧𝑜𝑛 𝐴) + (𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐵 × 𝑡𝑒𝑏𝑎𝑙 ℎ𝑜𝑟𝑖𝑧𝑜𝑛 𝐵


𝐼𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠 𝑃𝑟𝑜𝑓𝑖𝑙 =
𝑡𝑒𝑏𝑎𝑙 ℎ𝑜𝑟𝑖𝑧𝑜𝑛 𝐴 + 𝑡𝑒𝑏𝑎𝑙 ℎ𝑜𝑟𝑖𝑧𝑜𝑛 𝐵

66
Tabel 11.5 Perhitungan Indeks Profil

No Sampel Tanah Perhitungan Hasil

1 Srumbung
(10 × 75) + (10 × 25) 10
75 + 25
2 Siluk
(13 × 75) + (13 × 25) 13
75 + 25
3 Dermo
(12 × 80) + (12 × 20) 12
80 + 20
4 Hutan Jati
(10 × 30) 10
30
5 Bibal
(13 × 30) 13
30
6 Nglanggeran
(13 × 30) 13
30

Pembagian Tingkat Perkembangan Tanah


𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 − 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑡𝑒𝑟𝑒𝑛𝑑𝑎ℎ
𝐾𝑒𝑙𝑎𝑠 =
3
13 − 10
𝐾𝑒𝑙𝑎𝑠 = =1
3

Tabel 11.6 Pembagian Perkembangan Tanah Indeks Profil

Tingkat
Indeks Profil
Perkembangan Tanah

BB 10,0-11,0

SB 11,1-12,0

BL 12,1-13,0

Tabel 11.7 Tingkat Perkembangan Tanah Indkes Profil

Tingkat
Indeks Profil
No Sampel tanah Perkembangan
Tanah
Tanah

1 Srumbung 10 BB

2 Siluk 13 BL

3 Dermo 12 SB

4 Hutan Jati 10 BB

67
5 Bibal 13 BL

6 Nglanggeran 13 BL

Pembahasan
Tingkat perkembangan tanah dapat ditentukan dengan menghitung

indeks profil di setiap horizon. Indeks profil tanah merupakan suatu data dari tanah

yang diketahui berasarkan pembagian dari sifat fisik tanah yang mencakup tekstur,
struktur, dan konsistensi tanah. Dari sifat-sifat fisik tanah yang telah diketahhui baik

dari pengukuran sendiri maupun dari data sekunder, kemudian di padukan menjadi

indeks profil. Artinya bahwa tanah mempunyai indeks berdasarkan sifat-sifat fisik
tanah tersebut.
Dalam perkembangan tanah, tanah dilihat berdasarkan tanah tersebut

sudah memiliki ciri-ciri perkembangan tanah atau belum. Tanah yang sudah

mengalami perkembangan yang baik adalah tanah yang sudah mengalami

pelapukan tingkat tinggi. Dengan adanya pelapukan tingkat tinggi tersebut,

kemudian tanah akan mempunyai struktur tanah yang kompleks dimana struktur
tersebut membagi beberapa lapisan sesuai dengan fungsinya masing-masing.

Dengan demikian, lama kelamaan tanah akan mengalami percampuran dengan


bahan organik yang dimana tanah juga akan dimanfaatkan oleh makhluk hidup

baik manusia, tumbuhan maupun hewan. Tanah yang sudah kompleks dengan

bahan organik yang tercampur akan mengandung hara sebagai sumber makanan

tumbuhan. Dengan hara tanaman, manusia juga dapat memanfaatkanya sebagai


lahan pertanian sebagai pemenuhan kebutuhan hidup baik segi konsumsi maupun

ekonomi.

Sampel tanah yang diambil dari berbagai tempat ternyata mempunyai

karakteristik tingkat perkembangan tanah yang berbeda menurut indeks profil


tanah. Seperti pada tabel hasil, sampel tanah dari daerah Srumbung dan Hutan Jati
tingkat perkembangan tanahnya masih kurang. Nilai yang diperoleh dari kedua

sampel ini dengen indeks profil adalah 10. Hal ini dikarenakan masih kurangnya
nilai tekstur dan konsistensi tanahnya. Namun struktur mempunyai nilai yang

tertinggi. Dengan hal ini, kedua sampel tanah ini masih kurang dalam tingkat
perkembangan dikarenakan pada tekstur yang rendah, partikel-partikel tanah

kebanyakan masih pasir ataupun sedikit lempung. Hal ini menandakan bahwa

68
pelapukan belum bekerja dengan baik. Dan juga pada konsistensi rendah, akan
sangat mudah meresap ke dalam tanah dikarenakan partikel yang lebih besar.
Sampel tanah dari daerah Dermo mempunyai nilai total 12 yaitu

diklasifikasikan sebagai tanah yang sedang berkembang. Tanah yang sedang


berkembang, Pelapukan sudah lebih merata dan terjadi adanya percampuran

bahan organik serta mineral. Dengan hal ini, perkembangan tanah sudah
mempunyai zat hara yang mampu menyuburkan tanah.

Sampel tanah dari lokasi Siluk, Bibal dan Nglanggeran mempunyai tingkat

perkembangan yang baik atau dalam kalsifikasi indeks profil adalah berkembang
lanjut dengan nilai 13. Hal dipengaruhi pada sifat tekstur tanah dan struktur tanah

memiliki skor yang tinggi dalam indeks profil. Nilai tekstur dan struktur tanah

daerah tersebut di ubah dalam skor indeks profil mempunyai nilai yang tinggi. Hal

ini tentu berpengaruh terhadap tingkat perkembangan tanah. Tekstur ketiga


daerah tersebut mempunyai kandungan geluh dan lempung yang tinggi. Dengan

hal ini tekstur tanah sudah mengalami pelapukan yang tinggi karena partikel-

partikel tanah terdiri dari bagian-bagian yang paling kecil yaitu lempung. Adapun

fungsi geluh dan lempung ini dapat menyuburkan tanah dengan karakteristik tidak

terlalu keras dan tidak terlalu lunak. Strukturnya berupa gumpal membulat

diamana dapat mempengaruhi ketahanan tanaman menyerap air lewat tanahnya.

F. Kesimpulan
1. Tingkat perkembangan tanah dapat ditentukan dengan menghitung indeks

profil di setiap horizon.

2. Tanah yang sudah mengalami perkembangan yang baik adalah tanah yang

sudah mengalami pelapukan tingkat tinggi.

3. Sampel tanah yang diambil dari berbagai tempat ternyata mempunyai

karakteristik tingkat perkembangan tanah yang berbeda menurut indeks profil


tanah.
4. Sampel tanah daerah Srumbung dan Hutan Jati mempunyai karakteristik

tingkat perkembangan tanah belum berkembang.

5. Sampel tanah daerah Dermo mempunyai karakteristik tingkat perkembangan


tanah sedang berkembang.

6. Sampel tanah Siluk, Bibal dan Nglanggeran mempunyai karakteristik tingkat


perkembangan tanah berkembang lanjut.

69
ACARA XII
MENENTUKAN TINGKAT PERKEMBANGAN TANAH DENGAN KRITERIA MORFOLOGI
TANAH DAN LAHAN

A. Tujuan

1. Mahasiswa dapat menentukan tingkat perkembangan tanah dengan kriteria


morfologi tanah dan lahan.

2. Mahasiswa dapat menganalisis tingkat perkembangan tanah dengan kriteria

morfologi tanah dan lahan.

B. Dasar Teori

Proses pembentukan tanah (genesa) dalam Sugiharyanto, dkk (2014: 32)

dimulai dari pelapukan batuan induk menjadi bahan induk tanah, diikuti
pencampuran bahan organik dengan bahan mineral di permukaan tanah,

pembentukan struktur tanah, pemindahan bahan-bahan tanah dari bagian atas

tanah ke bagian bawah, dan berbagai proses lain yang dapat menghasilkan

horizon-horizon tanah. Horizon tanah adalah lapisan-lapisan tanah yang terbentuk

karena hasil proses pembentukan tanah. Proses pembentukan horizon-horizon

tanah tersebut akan menghasilkan tanah. Penampang tegak dari tanah

menunjukkan susunan horizon tanah yang disebut profil tanah.

Dalam pembeuatan profil tanah di lapangan, terdapat tiga syarat yang


harus diperhatikan yaitu : Vertikal, baru dan tidak terkena sinar matahari secara

langsung. Profil tanah yang sempurna berturut-turut dari atas ke bawah memiliki

horizon O, A, B, dan C (Sugiharyanto, 2014: 34-37).

Tektur tanah dalam Sartohadi (2013: 49) adalah sifat fisik tanah yang

merupakan gambaran deskriptif komposisi ukuran butir partikel-partikel penyusun

tanah yang digolongkan ke dalam tiga ukuran utama. Ukuran partikel tanah yang
kasar adalah pasir, dengan diameter antara 2-0,05 mm. Ukuran partikel tanah yang
halus adalah lempung, dengan diameter lebih kecil 0,002 mm. Partikel tanah

dengan ukuran di antara pasir dan lempung disebut sebagai debu.

Proses perkembangan tanah khas adalah fase pembentukan horizon-


horizon penciri tanah. Pada fase ini terjadi perkembangan horizon utama tanah

yang berkorelasi atau sejalan dengan proses pedogenesis tanah sebagai akibat
terus bekerjanya faktor pembentuk tanah yang bersifat sebagai faktor pengubah

70
sifat jenis tanah. Tahap pembentukan horizon penciri ini dapat dibagi menjadi 2
(dua) bagian, yaitu (Sugiharyanto, dkk (2014: 28 – 30) :
a. Pembentukan horizon penciri pada permukaan tanah

b. Pembentukan horizon penciri pada sub horizon (horizon bawah permukaan)


Proses pembentukan tanah/profil tanah dalam hal ini menyangkut beberapa

hal, yaitu :
a. Penambahan bahan-bahan dari tempat lain ke tanah, misalnya :

1. Penambahan air hujan, embun, dan lain-lain

2. Penambahan O2 dan CO2 dari atmosfer


3. Penambahn N, Cl, S dari atmosfer dan curah hujan

4. Penambahan bahan organik dari sisa tanaman dan hewan

5. Bahan endapan

6. Energi sinar matahari


b. Kehilangan bahan-bahan yang ada di tanah, misalnya :

1. Kehilangan air melalui penguapan (evapotranspirasi)

2. Kehilangan N melalui denitrifikasi

3. Kehilangan C (bahan organik) sebagai CO2 karena dekomposisi bahan

organik

4. Kehilangan tanah karena erosi

5. Kehilangan energi karena radiasi

c. Perubahan bentuk (transformation), berupa :


1. Perubahan bahan organik kasar menjadi humus

2. Penghancuran pasir menjadi debu kemudian menjadi liat

3. Pembentukan struktur tanah

4. Pelapukan mineral dan pembentukan mineral liat

5. Pembentukan konkresi

d. Pemindahan dalam solum, berupa:


1. Pemindahan liat, bahan organik, Fe, Al dari lapisan atas ke lapisan bawah
2. Pemindahan unsur hara dari lapisan bawah ke lapisan atas melalui siklus

kegiatan vegetasi

3. Pemindahan tanah dari lapisan bawah ke lapisan atas atau sebaliknya


melalui kegiatan hewan seperti tikus, rayap, dan sebagainya

4. Pemindahan garam-garam dari lapisan bawah ke lapisan atas melalui air


kapiler

71
Perkembangan tanah adalah proses pembentukan tanah lanjut setelah
terbentuknya horison C. Karena proses perkembangan tanah yang terus berjalan,
maka bahan induk tanah berubah berturut-turut menjadi tanah muda, tanah

dewasa, dan tanah tua. Menurut Hardjowigeno (1993) dalam Anonim (2011), ciri
dari tingkat perkembangan tanah adalah sebagai berikut :

4. Tanah muda (perkembangan awal). Terjadi proses pembentukan tanah


terutama proses pelapukan bahan organik dan bahan mineral, pencampuran

bahan organik dan bahan mineral di permukaan tanah dan pembentukan

struktur tanah karena pengaruh dari bahan organik tersebut (sebagai perekat).
Hasilnya adalah pembentukan horison A dan horison C.

5. Tanah dewasa (perkembangan sedang). Dimana pada proses lebih lanjut

terbentuk horison B akibat penimbunan liat (iluviasi) dari lapisan atas ke lapisan

bawah, atau terbentuknya struktur pada lapisan bawah, atau perubahan warna
(Bw) yang menjadi lebih cerah dari pada horison C di bawahnya. Pada tingkat

ini tanah mempunyai kemampuan berproduksi tinggi karena unsur hara dalam

tanah cukup tersedia sebagai hasil dari pelapukan mineral, sedangkan

pencucian hara lebih lanjut.

6. Tanah tua (perkembangan lanjut), dengan meningkatnya unsur hara maka

proses pembentukan profil tanah berjalan lebih lanjut sehingga terjadi

perubahan yang nyata pada horison A dan horison B. Tanah menjadi sangat

masam, sangat lapuk, dan kandungan bahan organik lebih rendah daripada
tanah dewasa.

C. Alat dan Bahan

Untuk dapat mengetahui tingkat perkembangan tanah menggunakan

indeks profil tanah, berikut alat dan bahannya.

Alat
3. Alat tulis, digunakan untuk menulis
4. Kalkulator, digunakan untuk menghitung

Bahan

2. Sampel tanah

72
D. Langkah Kerja
Untuk dapat mengetahui tingkat perkembangan tanah menggunakan kriteria
morfologi tanah dan lahan, berikut langkah kerjanya.

6. Menyediakan data beberapa profil tanah yang digunakan sebagai sampel.


7. Mengkonversikan tekstur, struktur, solum tanah, dan kemiringan tanah

yang telah diketahui ke dalam nilai konversi.


Tabel 12.1 Kriteria Tekstur Tanah

No Tesktur tanah Skor

1 Pasir-Geluh pasiran 1

2 Geluh-Geluh lempungan 2

3 Lempung 3

Tabel 12.2 Kriteria Struktur Tanah

No Struktur Tanah Skor

1 Batu tunggal 1

2 Remah-granular 2

3 Gumpal, tiang, prasmatik 3

Tabel 12.3 Kriteria Solum Tanah

No Solum tanah Skor

1 <60 mm 1

2 60-90 mm 2

3 >90 mm 3

Tabel 12.4 Kriteria Kemiringan Tanah

No Kemiringan tanah Skor

1 <9% 1

2 9-15% 2

3 >15% 3

73
8. Menjumlahkan semua skor yang diperoleh dari hasil konversi dan dikaitkan
dengan tebal masing-masing horison.
9. Menjumlahkan hasil yang diperoleh pada langkah sebelumnya dan dibagi

tebal profil tanah.


10. Membuat kelas interval yang menunjukan tingkat perkembangan tanah.

E. Hasil dan Pembahasan

Tabel 12.1 Data Pengamatan Morfologi Tanah dan Lahan

No Sampel Tanah Solum Tesktur Struktur Kemiringan

1 FIS 1 1 2 3 1

2 SD Siluk 2 2 3 1

3 Dusun Siluk 1 1 2 1

4 Dusun Nawungan 2 2 3 3

5 Tepi Sungai Oyo 2 2 3 1

6 FIS 2 1 1 2 1

Tabel 12.2 Penjumlahan Morfologi Tanah dan Lahan

No Sampel Tanah Hasil

1 FIS 1 7

2 SD Siluk 8

3 Dusun Siluk 5

4 Dusun Nawungan 10

5 Tepi Sungai Oyo 8

6 FIS 2 5

Pembagian Tingkat Perkembangan Tanah


𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 − 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑡𝑒𝑟𝑒𝑛𝑑𝑎ℎ
𝐾𝑒𝑙𝑎𝑠 =
3
10 − 5
𝐾𝑒𝑙𝑎𝑠 = = 1,6
3

74
Tabel 12.3 Pembagian Perkembangan Morfologi Tanah dan Lahan

Tingkat Morfologi Tanah dan

Perkembangan Tanah Lahan

BB 5,0-6,6

SB 6,7-8,3

BL 8,4-10,0

Tabel 12.4 Tingkat Perkembangan Morfologi Tanah dan Lahan

Tingkat
Morfologi Tanah
No Sampel tanah Perkembangan
dan Lahan
Tanah

1 FIS 1 7 SB

2 SD Siluk 8 SB

3 Dusun Siluk 5 BB

4 Dusun Nawungan 10 BL

5 Tepi Sungai Oyo 8 SB

6 FIS 2 5 BB

Pembahasan

Tingkat perkembangan tanah ditentukan berdasarkan tingkat pelapukan


bahan induk. Tanah yang mengalami pelapukan yang tinggi, maka tanah tersebut

dapat dikategorikan sebagai tanah yang sudah berkembang. Namun, hal ini belum
tentu dan dijadikan sebagai faktor utama, karena tanah yang sudah mengalami

pelapukan tingkat tinggi namun tidak dikategorikan sebagai tanah yang

berkembang.

Tanah yang mengalami perkembangan adalah tanah yang telah memenuhi


kriteria-kriteria yang telah ditentukan. Salah satunya pada morfologi tanah dan
lahan Morfologi tanah dan lahan merupakan kenampakan fisik atau bentuk dari

tanah tersebut yang dapat dilihat secara langsung oleh mata manusia. Fisik dari

bentuk tanah tersebut digabungkan dan dihitung berdasarkan rumus yang telah
ditentukan oleh para ilmuwan mengenai tingkat perkembangan tanah. Morfologi

75
tanah dan lahan ini dapat menentukan tingkat perkembangan tanah berdasarkan
tingkat tekstur, struktur, solum, dan kemiringan tanah.
Data tanah mengenai tekstur, struktur, solum dan kemiringan tanah

berasal dari beragai lokasi. Diantaranya di FIS, SD daerah Siluk, Dusun Siluk, Dusun
Nawungan, dan tepi sungai Oyo. Diketahui berdasarkan hasil perhitungan, tanah

yang masih belum berkembang adalah dusun Siluk dan FIS 2. Hal ini dikarenakan
kedua tanah daerah ini tekstur dan solum tanah masih rendah. Tekstur menentukan

dalam tingkat perkembangan tanah, begitu pula solum. Tesktur tanahnya

merupakan geluh pasiran dimana partikel tanah masih berukuran relatif besar ari
partikel-partikel yang lain. Artinya tingkat penyerapan air ke dalam tanah sangat

cepat. Hal ini dapat menyebabkan berkurangnya kejenuhan air di dalam tanah.

Kurangnya kejenuhan air ini menyebabkan kandungan di dalam tanah berkurang,

dan kemudian tanah belum subur karena kurangnya zat hara yang terkandung di
dalam tanah. Hal ini dibuktikan dengan adanya solum yang rendah yaitu kuruang

dari 60. Solum yang rendah, batuan induk masih teramat banyak. Dengan

demikian, daerah FIS 2 dan dusun Siluk ini belum berkembang.

Pada tanah dari FIS 1, SD Siluk, dan Tepi sungai Oyo, diidentifikasikan

sebagai tanah yang sedang berkembang. Dengan skor dari nilai keempat kriteria

yang berjumlah rata atau diantara tertinggi dan terendah. Tekstur dan solum

mempunyai skor 2, tekstur 3, dan kemiringan 1. Pada tekstur tanah, diketahui tanah

terdiri dari partikel lempung yaitu geluh lempungan. Hal ini sudah relatif lebih baik
dimana geluh lempungan mempunyai daya rekat tanah yang lebih baik

dibandingkan geluh pasiran. Solum tanah mempunyai nilai lebih dari 60, artinya

lapisan tanah sudah mulai terbentuk dan terstruktur. Namun kemiringan masih

rendah.

Dusun Nawungan merupakan daerah yang mempunyai tanah dengan

tingkat perkembangan tanah berkembang lanjut menurut morfologi tanah dan


lahan. Hal ini diketahui nilai skor yang dihitung mencapai nilai yang paling tinggi
daripada sampel tanah yang lain. Tekstur yang sudah baik dan juga solum yang

sudah terstruktur. Kemiringan tanah dusun Nawungan ini diatas 15%, dimana hal

ini menguatkan tanah di dusun Nawungan ini telah mengalami perkembangan


yang lebih lanjut.

76
F. Kesimpulan
1. Tingkat perkembangan dengan morfologi tanah dan lahan ditentukan
berdasarkan kriteria tekstur, struktur, solum, dan kemiringan tanah.

2. Data tanah diambil di berbagai tempat, diantaranya FIS 1, SD Siluk, Dusun Siluk,
Dusun Nawungan, Tepi Sungai Oyo, FIS 2

3. Tanah dari sampel Dusun Siluk dan FIS 2 dikategorikan belum berkembang.
4. Tanah dari sampel FIS 1, SD Siluk, dan Tepi sungai Oyo dikategorikan tingkat

perkembangan tanah yang sedang berkembang.

5. Tanah dari sampel Dusun Nawungan dikategorikan tingkat perkembangan


tanah yang sudah bekembang lanjut.

77
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. Tingkat Perkembangan Tanah. Sumatera: Universitas Sumatera

Utara

Darmawijaya, Isa. 1992. Klasifikasi Tanah. Yogyakarta: UGM Press.


Febrian, Laila. dkk. 2014. Studi Pengukuran Kadar Besi (Fe) dan Mangan (Mn) dalam
Air Tanah Menggunakan Saringan Keramik. Jurnal Teknologi. Vol 7. No 1.
Hal: 35-44.

Fiantis, Dian. 2015. Morfologi dan Klasifikasi Tanah. Buku Ajar. Padang: Universitas
Andalas.

Foth, Henry D. 1994. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Edisi Keenam. (Diterjemahkan oleh

Adisoemarmto, Soenarto). Penerbit Erlangga. Jakarta.

Hanafiah, Ali Kemas. 2014. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Jakarta : PT RajaGrafindo

Persada.
Holilulloh. dkk. 2015. Karakteristik Sifat Fisik Tanah Pada Lahan Produksi Rendah

dan Tinggi di PT Great Pineapple. Jurnal Agrotek Tropika. Vol 3. Nomor 2.


Halaman: 280-281.

Mega, I Made. 2010. Klasifikasi Tanah dan Kesesuaian Lahan. Buju Ajar. Denpasar:

Universitas Adayana.

Rusdiana, Omo. dkk. 2000. Respon Pertumbuhan Akar Tanaman Sengon


(Paraserianthes Falcataria) Terhadap Kepadatan dan Kandungan Air Tanah
Podzolik Merah Kuning. Jurnal Manajemen Hutan. Vol 6. No 2. Hal 43-53.
Sartohadi, Junun, dkk. 2004. Korelasi Spasial antara Tingkat Perkembangan Tanah

dengan Tingkat Kerawanan Gerakan Massa di DAS Kayangan Kabupaten


Kulon Progo Daerah Istimewa Yogyakarta. Forum Geografi. Vol. 18. No.1. Hal
14-31

Sartohadi, Juhun. dkk. 2014. Pengantar Geografi Tanah. Yogyakarta : Pustaka


Pelajar.

Sugiharyanto, dkk. 2009. Diktat Mata Kuliah Geografi Tanah (PGF-207). Yogyakarta:
Universitas Negeri Yogyakarta.

Prasetyo, dkk. 2006. Karakteristik, Potensi, dan Teknologi Pengelolaan Tanah Ultisol
untuk Pengembangan Pertanian Lahan Kering di Indonesia. Jurnal Litbang
Pertanian. Vol 25. No 2. Hal: 39-47.

78
.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Gambar 4.1 Tipe-tipe Struktur Tanah

Gambar 4.2 Sampel Tanah

79
Gambar 5.1 Klasifikasi Keliatan Tanah

Gambar 5.2 Klasifikasi Konsistensi Tanah dalam Keadaan Kering

80
Gambar 5.3 Klasifikasi Konsistensi Tanah dalam Keadaan Lembab

Gambar 5.4 Klasifikasi Kelekatan Tanah

81
Gambar 5.5 Sampel Tanah

Gambar 6.2. Sampel Tanah dan Tabung Reaksi

82
Gambar 6.3. Hasil Pengukuran pH meter Dekanat FIS UNY

Gambar 6.4. Hasil Pengukuran pH meter di depan Lab. Geospasial

83
Gambar 7.1. Sampel Tanah

Gambar 8.1. Data Wilayah pada Toposekuen Lereng Perbukitan Baturagung

84
Gambar 9.1. Data Wilayah pada Toposekuen Lereng Perbukitan Baturagung

Gambar 10.1. Data Wilayah pada Toposekuen Lereng Perbukitan Baturagung

85
Gambar 11.1 Sampel Tanah

Gambar 12.1 Sampel Tanah

86

Anda mungkin juga menyukai