Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN KOMPREHENSIF

ASUHAN KEBIDANAN ANAK DENGAN PERTUSIS

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah

Ilmu Kesehatan Anak

Dosen Pengampu
Nursyahid Siregar, M.Keb

Oleh :

Axan Mayang Safitri (P07224320077)

Pricilia Yuco Oktaviana Moga (P07224320100)

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN &


PENDIDIKAN PROFESI BIDAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN


KALIMANTAN TIMUR

2022
i

Kata Pengantar

Alhamdulillah, penulis mengucapkan puji dan syukur yang sebesar-besarnya


kepada Allah SWT atas rahmat, hidayah dan petunjuk-Nya yang berlimpah sehingga
penyusun dapat menyelesaikan Laporanini. Adapun judul dari Laporan Ini ini adalah
tentang “Laporan Komprehensif Asuhan Kebidanan Anak Dengan Pertusis”

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Nursyahid Siregar, M.Keb selaku
dosen mata kuliah Ilmu Kesehatan Anak yang memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas ini.

Penyusun menyadari laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu,
penyusun mengharapkan saran dan kritikan yang bersifat membangun demi
kesempurnaan laporan ini. Semoga Laporan ini dapat bermanfaat bagi penyusun
sendiri dan semua pihak yang membacanya.

Samarinda, 2 Februari 2022

Penyusun
ii

Daftar Isi

Kata Pengantar................................................................................................................i

Daftar Isi........................................................................................................................ii

BAB I.............................................................................................................................1

PENDAHULUAN.........................................................................................................1

A. Latar Belakang................................................................................................1

B. Rumusan Masalah...........................................................................................1

C. Tujuan.............................................................................................................2

D. Manfaat...........................................................................................................2

BAB II...........................................................................................................................3

TINJAUAN TEORI.......................................................................................................3

2.1 Konsep Dasar..................................................................................................3

A. Pengertian....................................................................................................3

B. Etiologi........................................................................................................3

C. Patofiologis..................................................................................................4
iii
D. Manifestasi Klinik.......................................................................................7

E. Cara Penularan............................................................................................8

F. Kompilkasi..................................................................................................9

G. Pemeriksaan Penunjang.............................................................................11

H. Penatalaksanaan.........................................................................................11

I. Pencegahan................................................................................................12

J. Asuhan Keperawatan Secara Teori...........................................................13

BAB III........................................................................................................................28

KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK................................................28

DENGAN GANGGUAN PERTUSIS.........................................................................28

A. Pengkajian.....................................................................................................28

B. Diagnosa keperawatan..................................................................................34

C. Rencana Keperawatan...................................................................................35

BAB IV........................................................................................................................41

PENUTUP...................................................................................................................41

A. Simpulan.......................................................................................................41
iv
B. Saran.............................................................................................................42

Daftar Pustaka..............................................................................................................43
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pertusis (batuk rejan) dan difteri merupakan 2 penyakit yang sangat menular.
Penyakit ini biasa ditemukan pada anak-anak di bawah umur 5 tahun.
Penularan Pertusis dapat melalui kontak hubungan dekat, melalui udara yang
tercemar oleh karier atau penderita yang akan sembuh, juga melalui batuk dan
bersin penderita. Seperti halnya penyakit infeksi saluran pernapasan akut
lainnya, pertusis sangat mudah dan cepat penularannya.

Lingkungan buruk merupakan sumber dan penularan penyakit. Sejak


diperkenalkan vaksin DPT (Dyphtheria, Pertusis dan Tetanus), penyakit
pertusis mulai jarang dijumpai. Vaksin imunisasi dan pertusis diberikan pada
anak-anak untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh agar tidak terserang
penyakit tersebut. Anak-anak yang tidak mendapatkan vaksin pertusis akan
lebih rentan terhadap penyakit yang menyerang saluran pernafasan ini.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan hal di atas, maka dalam pembahasan makalah ini selanjutnya


akan dibahas lebih dalam dengan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa Definisi Pertusis?

2. Bagaimana Etiologi Terjadinya Pertusis?

3. Bagaimana Patofisiologi Dari Pertusis?

4. Bagaimana Manifestasi Klinis Dari Pertusis?

5. Bagaimana Cara Penularan Dari Pertusis?


2

6. Apa Komplikasi Dari Pertusis?

7. Bagaimana Pemeriksaan Penunjang Dari Pertusis?

8. Bagaimana Penatalaksanaan Klien Anak Dengan Pertusis?

9. Bagaimana Pencegahan Dari Pertusis?

10. Bagaimana Konsep Asuhan Kebidanan Pada Klien Anak Dengan Pertusis?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mahasiswa mampu menjelaskan asuhan kebidanan pada anak dengan pertusis


sesuai dengan manajemen varney, dan mendokumentasikan asuhan yang
diberikan dalam bentuk SOAP.
2. Tujuan Khusus

1. Menjelaskan konsep dasar teori

2. Menjelaskan konsep dasar manajemen asuhan kebidanan pada anak dengan


pertusis berdasarkan 7 langkah Varney.

3. Melaksanakan asuhan kehidupan pada anak dengan pertusis dengan


pendekatan Varney, yang terdiri dari:
1) Melakukan pengkajian

2) Menginterprestasikan data dasar

3) Mengidentifikasi diagnosis / masalah potensial

4) Mengidentifikasi kebutuhan tindakan segera

5) Mengembangkan rencana intervensi

6) Melakukan tindakan sesuai dengan rencana intervensi

7) Melakukan evaluasi atas tindakan yang telah dilakukan

4. Mendokumentasikan asuhan kebidanan pada pada anak dengan pertusis


dalam bentuk dokumentasi SOAP.
D. Manfaat

Mahasiswa bisa lebih mengetahui dan memahami bagaimana gangguan


pertusis terjadi, dan bagaimana cara mengobati serta bagaimana menyusun
Asuhan Kebidanan pada anak dengan pertusis
4

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Pertusis adalah infeksi saluran pernafasan akut yang disebabkan oleh
berdetellah pertusis (Nelson, 2000 : 960)

Pertusis adalah penyakit saluran nafas yang disebabkan oleh berdetella


pertusisa, nama lain penyakit ini adalah Tussisi Quinta, whooping cough,
batuk rejan. (Arif Mansjoer, 2000 : 428).

Pertusis adalah penyakit infeksi yang ditandai dengan radang saluran


nafas yang menimbulkan erangan batuk panjang yang bertubi-tubi,
berakhir dengan inspirasi berbising. (Ramali, 2003)

Pertusis adalah penyakit infeksi saluran nafas akut yang terutama


menyerng anak atau pertusis adalah batuk yang intensif, sehingga
penyakit itu sering disebut batuk rejan, Whoping Coug, Tusin, Quinta,
Violent Cough, batuk 100 hari karena sifat batuknya yang lama dan khas.
Penyakit ini sudah ditemukan sejak tahun 1578, meskipunkuman
penyebabnya sendiri baru diketahui tahun 1908 oleh, Bordet dan Gengou
(Firdaus J. Kunoli, 2012)
2. Etiologi
Bordetella pertusis adalah satu-satunya penyebab pertusis yaitu bakteri
gram negatif, tidak bergerak, dan ditemukan dengan melakukan swab
pada daerah nasofaring dan ditanamkan pada media agar Bordet-Gengou.
(Arif Mansjoer, 2000)
Adapun ciri-ciri organisme ini antara lain:

1) Berbentuk batang (coccobacilus).


2) Tidak dapat bergerak.
5
3) Bersifat gram negatif.
4) Tidak berspora, mempunyai kapsul.
5) Mati pada suhu 55ºC selama ½ jam, dan tahan pada suhu
rendah (0º- 10ºC).
6) Dengan pewarnaan Toluidin blue, dapat terlihat granula bipolar
metakromatik.
7) Tidak sensitif terhadap tetrasiklin, ampicillin, eritomisisn,
tetapi resisten terhdap penicillin.
8) Menghasilkan 2 macam toksin antara lain :
9) Toksin tidak tahan panas (Heat Labile Toxin)
10) Endotoksin (lipopolisakarida)
3. Patologis
Bordetella pertusis diitularkan melalui sekresi udara pernapasan yang
kemudian melekat pada silia epitel saluran pernapasan.Basil biasanya
bersarang pada silia epitel thorak mukosa, menimbulkan eksudasi yang
muko purulen, lesi berupa nekrosis bagian basal dan tengah epitel torak,
disertai infiltrate netrofil dan makrofag.
Mekanisme patogenesis infeksi Bordetella pertusis yaitu perlengketan,
perlawanan, pengerusakan local dan diakhiri dengan penyakit sistemik.
Perlengketan dipengaruhi oleh FHA ( filamentous Hemoglutinin), LPF
(lymphositosis promoting factor), proten 69 kd yang berperan dalam
perlengketan Bordetella pertusis pada silia yang menyebabkan Bordetella
pertusis dapat bermultipikasi dan menghasilkan toksin dan menimbulkan
whooping cough. Dimana LFD menghambat migrasi limfosit dan
magrofag didaerah infeksi.
6

Perlawanan karena sel target da limfosist menjadi lemah dan mati oleh
karena ADP (toxin mediated adenosine disphosphate) sehingga
meningkatkan pengeluaran histamine dan serotonin, blokir beta
adrenergic, dan meningkatkan aktivitas insulin.
Sedangkan pengerusakan lokal terjadi karena toksin menyebabkan
peradangan ringan disertai hyperplasia jaringan limfoid peribronkial
sehingga meningkatkan jumlah mucus pada permukaan silia yang
berakibat fungsi silia sebagai pembersih akan terganggu akibatnya akan
mudah terjadi infeksi sekunder oleh sterptococos pneumonia, H
influenzae, staphylococos aureus.
Penumpukan mucus akan menyebabkan plug yang kemudian menjadi
obstruksi dan kolaps pada paru, sedang hipoksemia dan sianosis dapat
terjadi oleh karena gangguan pertukaran oksigen saat ventilasi dan
menimbulkan apneu saat batuk. Lendir yang terbentuk dapat menyumbat
bronkus kecil sehingga dapat menimbulkan emfisema dan
atelektasis.Eksudasi dapat pula sampai ke alveolus dan menimbulkan
infeksi sekunder, kelaina paru itu dapat menimbulkan bronkiektasis.
7

PATHWAY

Pertusis
Bordetella
Inhalasi droplet

Alveolus

Reaksi antigen-antibodi

Iskemia jaringan Peningkatan


Tuberkel pecah Reaksi radang paru
aktivitas
paru

Fibrosis jaringan Peningkatan produksi


Akumulasi Metabolisme
paru Pemecahan KH, lemak,
protein dan adanya
Merangsang reseptor Obstruksi jalan nafas penekanan pada pusat lapar
syaraf untuk
mengeluarkan Batuk-batuk
Kurang nafsu makan
neurotransmitter
bradikinin, serotonin dan
Gangguan Asupan kurang
histamin Jalan nafas tidak efektif
pola
tidur
Sering terbangun Perubahan nutrisi
Nyeri dimalam hari kurang dari
kebutuhan
8

4. Manifestasi Klinik
Masa inkubasi 7-14 hari, penyakit berlangsung 6-8 minggu atau lebih dan
berlangsung dalam 3 stadium yaitu :
1. Stadium kataralis/stadium prodomal/stadium proparoksimal:

a. Lamanya 1-2 minggu.

b. Gejala permulaannya yaitu timbulnya gejala infeksi saluran


pernafasan bagian atas yaitu timbulnya rinore dengan lender yang
jernih.
c. Kemerahan konjungtiva, lakrimasi.

d. Batuk dan panas ringan.

e. Anoreksia kongesti nasalis.

f. Pada tahap ini kuman paling mudah di isolasi.

g. Selama masa ini penyakit sulit dibedakan dengan batuk biasa.

h. Batuk yang timbul mula-mula malam hari, siang hari menjadi


semakin hebat, sekret pun banyak dan menjadi kental dan lengket.
2. Stadium paroksimal/stadium spasmodic
a. Lamanya 2-4 minggu

b. Selama stadium ini batuk menjadi hebat ditandai oleh whoop (batuk
yang bunyinya nyaring) sering terdengar pada saat penderita
menarik nafas pada akhir serangan batuk. Batuk dengan sering 5 –
10 kali, selama batuk anak tak dapat bernafas dan pada akhir
serangan batuk anak mulai menarik nafas denagn cepat dan dalam.
Sehingga terdengar bunyi melengking (whoop) dan diakhiri dengan
muntah.
c. Batuk ini dapat berlangsung terus menerus, selama beberapa bulan
tanpa adanya infeksi aktif dan dapat menjadi lebih berat.
9

d. Selama serangan, wajah merah, sianosis, mata tampak menonjol,


lidah terjulur, lakrimasi, saliva dan pelebaran vena leher.
e. Batuk mudah dibangkitkan oleh stress emosional missal menangis
dan aktifitas fisik (makan, minum, bersin dll)
3. Stadium konvaresens

a. Terjadi pada minggu ke 4 – 6 setelah gejala awal

b. Gejala yang muncul antara lain :

 Batuk Berkurang
 Nafsu Makan Timbul Kembali, Muntah Berkurang.
 Anak Merasa Lebih Baik
 Pada Beberapa Penderita Batuk Terjadi Selama Berbulan-Bulan
Akibat Gangguan Pada Saluran Pernafasan.
5. Cara Penularan
Cara penularan pertusis, melalui:
1. Droplet infection
Penyakit ini dapat ditularkan penderita kepada orang lain
melalui percikan-percikan ludah penderita pada saat batuk dan bersin
2. Kontak tidak langsung dari alat-alat yang terkontaminasi
Dapat pula melalui sapu tangan, handuk dan alat-alat makan
yang dicemari kuman-kuman penyakit tersebut. Tanpa dilakukan
perawatan, orang yang menderita pertusis dapat menularkannya
kepada orang lain selama sampai 3 minggu setelah batuk dimulai.
6. Kompilkasi
10

1. Pada saluran pernafasan


a. Bronkopnemonia
Infeksi saluran nafas atas yang menyebar ke bawah dan
menyebabkan timbulnya pus dan bronki, kental sulit dikeluarkan,
berbentuk gumpalan yang menyumbat satu atau lebih bronki besar,
udara tidak dapat masuk kemudian terinfeksi dengan bakteri.
Paling sering terjadi dan menyebabkan kematian pada anak
dibawah usia 3 tahun terutama bayi yang lebih muda dari 1 tahun.
Gejala ditandai dengan batuk, sesak nafas, panas, pada foto thoraks
terlihat bercak-bercak infiltrate tersebar.
b. Otitis media / radang rongga gendang telinga
Karena batuk hebat kuman masuk melalui tuba eustaki yang
menghubungkan dengan nasofaring, kemudian masuk telinga
tengah sehingga menyebabkan otitis media. Jika saluran terbuka
maka saluran eustaki menjadi tertutup dan jika penyumbat tidak
dihilangkan pus dapat terbentuk yang dapat dipecah melalui
gendang telinga yang akan meninggalkan lubang dan menyebabkan
infeksi tulang mastoid yang terletak di belakang telinga.
c. Bronkhitis
Batuk mula-mula kering, setelah beberapa hari timbul lender
jernih yang kemudian berubah menjadi purulen.
d. Atelaktasis
Timbul akibat lender kental yang dapat menyumbat bronkioli.
e. Emphisema Pulmonum
11

Terjadi karena batuk yang hebat sehingga alveoli pecah dan


menyebabkan adanya pus pada rongga pleura.
f. Bronkhiektasis
Terjadi pelebaran bronkus akibat tersumbat oleh lender yang
kental dan disertai infeksi sekunder.
g. Aktifitas Tuberkulosa
h. Kolaps alveoli paru
Terjadi akibat batuk proksimal yang lama pada anak-anak
sehingga dapat menebabklan hipoksia berat dan pada bayi dapat
menyebabkan kematian mendadak.
2. Pada saluran pencernaan
a. Emasiasi dikarenakan oleh muntah-muntah berat.
b. Prolapsus rectum / hernia dikarenakan tingginya tekanan intra
abdomen.
c. Ulkus pada ujung lidah karena tergosok pada gigi atau tergigit pada
saat batuk.
d. Stomatitis.
3. Pada system syaraf pusat Terjadi karena kejang :
a. Hipoksia dan anoksia akibat apneu yang lama
b. Perdarahan sub arcknoid yang massif
12

c. Ensefalopat, akibat atrof, kortika yang difus


d. Gangguan elektrolit karena muntah
7. Pemeriksaan Penunjang
1. Pembiakan lendir hidung dan mulut.

2. Pembiakan darah lengkap (terjadi peningkatan jumlah sel darah putih


yang ditandai sejumlah besar limfosit, LEE tinggi, jumlah leukosit
antara 20.000-50.000 sel / m³darah.
3. Pemeriksaan serologis untuk Bordetella pertusis.
4. Tes ELISA (Enzyme – Linked Serum Assay) untuk mengukur kadar
secret Ig A.
5. Foto roentgen dada memeperlihatkan adanya infiltrate perihilus,
atelaktasis atau emphysema.
8. Penatalaksanaan
a. Terapi Kausal
1. Anti Mikroba
Agen anti mikroba diberikan karen kemungkinan manfaat
klinis dan membatasi penyebaran infeksi. Entromisin 40 – 50
mg/kg/34 jam secara oral dalam dosis terbagi empat (max. 29/24
jam) selama 14 hari merupakan pengobatan baku. Beberapa pakar
lebih menyukai preparat estolat tetapi etil suksinal dan stearat juga
manjur.
2. Salbutamol
13

Cara kerja salbutamol :


 Stimulan Beta 2 adrenalgik.

 Mengurangi proksimal.
 Mengurangi frekwensi apnea
 Dosis yang dianjurkan 0,3 – 0,5 mg / kg BB / hari di bagi dalam
3 dosis.
3. Globulin imun pertusis
Hiperimun serum dosis intramuskuler besar, rejan sangat
berkurang pada bayi yang diobati pada minggu pertama,
penggunaan preparat imunoglobulin jenis apapun tidak dibenarkan.
b. Terapi suportif (Perawatan Pendukung).
1) Lingkungan perawatan pasien yang tenang.

2) Pembersihan jalan nafas .


3) Istirahat yang cukup.
4) Oksigen terutama pada serangan batuk yang hebat disertai sianosis.
5) Nutrisi yang cukup, hindari makanan yang sulit ditelan. Bila
penderita muntah-muntah sebaiknya diberikan cairan dan
elektrolit secara parentral.
9. Pencegahan
14

Vaksin pertusis diberikan bersama-sama dengan vaksin


difteri dan tetanus dosis pada imunisasi dasar dianjurkan 12
IU dan diberikan pada umur 2 bulan. Beberapa penelitian
menyatakan bahwa vaksinasi pertusis sudah dapat diberikan
pada umur 1 bulan dengan hasil yang baik. Sedang waktu
epidemi diberikan lebih awal lagi yaitu umur 2 – 4 minggu.
Diberikan vaksin pertusis yang terdiri dari kuman
bordetella pertusis yang telah dimatikan untuk mendapatkan
imunitas aktif. Vaksin ini diberikan bersama vaksin difteri
dan tetanus. Dosis yang dianjurkan 12 unit diberikan pada
umur 2 bulan. Kontra indikasi pemberian vaksin pertusis :
1) Panas lebih dari 33ºC
2) Riwayat kejang
3) Reaksi berlebihan setelah imunisasi DPT sebelumnya
misalnya: suhu tinggi dengan kejang, penurunan
kesadaran, syok atau reaksi anafilatik lainnya.
15
B. Konsep Dasar Asuhan Kebidanan Anak dengan Pertusis

I. PENGKAJIAN

Pengkajian data subyektif dan data obyektif menggunakan konsep


refocusingatau menggunakan data fokus yang disesuaikan dengan
kebutuhan klien, berlandaskan teori yang ada, untuk menegakkan
diagnosis.
Tanggal/Waktu Pengkaji :

Tanggal/Watktu MRS :

Nama Pengkaji :

Tempat Pengkaji :

A. Data Subyektif
1. Identitas

a. Identitas klien

Nama :

Umur/Tanggal lahir : Biasanya terjadi pada anak-anak umur 2-10 tahun


dan jarang ditemukan pada bayi berumur sibawah 6 bulan daripada
orang dewasa diatas 15 tahun.
Jenis kelamin :
16

b. Identitas orang tua

Nama ayah :

Nama ibu :

Usia ayah / ibu :

Pendidikan ayah / ibu :


Pekerjaan ayah / ibu :
Agama :

Suku/bangsa :

Alamat :

2. Keluhan utama/alasan MRS

a. Keluhan utama:

Biasanya klien akan mengeluhkan batuk yang mula-mula


timbul pada malam hari dan semakin hari semakin
bertambah bahkan hingga siang hari dan terjadi terus
menerus selama 100 hari (
22

b. Alasan MRS:

Datang sendiri terkait keluhan atau rujukan

3. Riwayat Kesehatan Klien

a. Riwayat Kesehatan sekarang


Pada anamnesis penting ditanyakan adakah serangan
yang khas yaitu batuk makin lama makin bertambah
berat dan diikuti dengan muntah terjadi siang dan
malam. Awalnya batuk dengan lendir jernih dan cair
disertai panas ringan, lama–kelamaan batuk bertambah
hebat (bunyi nyaring) dan sering terdapat kontak
dengan penderita pertusis, batuk bersifat paroksimal
dengan bunyi whoop yang jelas. Pada pemeriksaan fisik
tergantung dari stadium saat pasien diperiksa.

 Riwayat perjalanan penyakit dan upaya untuk mengatasi

( Pada riwayat penyakit,disusun dengan cerita yang


kronologis,terinci dan jelas pada dokumentasi pada
SOAP mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum
terdapat keluhan sampai ia berobat )

b. Riwayat Kesehatan yang lalu


Pada anamnesis bisa ditanyakan apakah anak pernah
mengalami hal yang selama saat sebelumnya dan
bagaimana pemberian obat yang telah dilakukan
sebelumnya.Harus ditanyakan apakah klien pernah
melakukan kontak dengan penderita pertusis.

 Riwayat kehamilan dan kelahiran :

 Riwayat antenatal :

 Riwayat intranatal:

 Riwayat postnatal :
23
 Riwayat imuni sasi : Pada saat anamnesa kita harus mengkaji
apakah klien sudah melakukan vaksin :

JENIS UMUR CARA JUMLAH


BCG 0 – 2 bulan 1C 1x
DPT 2, 3, 4 bulan 1M 3x
Polio 1-5 bulan Refisi 4x
Capak 9 bulan 5C 4x
Heportits 0, 1, 6 bulan 1M 3x

Riwayat imunisasi yang sudah diberikan, meliputi imunisasi


dasar dan imunisasi anjuran yang diberikan pada anak
(Muslihatun, 2009).

Menurut Ridha (2014), imunisasi yang tersedia yang sudah


dilakukan ibu untuk mengimunisasikan anaknya antara lain:
BCG pada umur <2 bulan (untuk memberikan kekebalan
aktif terhadap penyakit TBC), DPT pada umur 2 bulan, 3
bulan dan 4 bulan (untuk melindungi dari difteri, pertusis
dan tetanus), Polio pada umur 1 bulan, 2 bulan, 3 bulan dan 4
bulan (untuk memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit
poliomyelitis), Hepatitis B pada umur <7 hari, 2 bulan, 3
bulan dan 4 bulan (untuk memberikan kekebalan terhadap
Hepatitis B), Campak pada umur 9 bulan (untuk
memberikan kekebalan terhadap penyakit campak).

 Riwayat alergi :

 Riwayat penyakit yang pernah di derita :

 Riwayat operasi/pembedahan

 Riwayat tumbuh kembang : Pertumbuhan pada klien dapat kita kaji


sesuai dengan umur klien saat proses pengkajian yang dilakukan.
Biasanya pertusis menyerang anak usia dibawah 2 tahun.

 Riwayat perkembangan : Perkembangan klien pun dapat kita kaji


24
sesuai dengan umur klien saat proses pengkajian

4. Riwayat Kesehatan
Keluarga
Pertusis bukanlah tipe penyakit yang ditularkan melalui
genetic namun dapat ditanyakan apakah dalam keluarga ada
yang terkena pertusis.

a. Riwayat penyakit menular

b. Riwayat penyakit menurun :


25
5. Pola Fungsional Kesehatan
Kebutuhan Dasar Keterangan
Pola Nutrisi Kekurangan gizi akan menurunkan kapasitas
kekebalan untuk merespon infeksi termasuk
gangguan fungsi granulosit, penurunan fungsi
komplemen, dan juga menyebabkan kekurangan
mikronutrien, Oleh karena itu, pem- berian
nutrisi yang sesuai dengan pertumbuhan dan
perkembangan balita dapat mencegah anak
terhindar dari penyakit infeksi sehingga pertum-
buhan dan perkembangan anak menjadi optimal.
(Sunyataningkamto, 2004).

Pola nutrisi dan metabolisme biasanya jumlah


asupan nutrisi kurang disebabkan oleh anoraksia.

Pola Eliminasi Sering BAB dan BAK apalagi ketika batuk.

Pola Istirahat Berapa lama anak tidur siang, malam, keadaan


anak (tenang atau gelisah) (Muslihatun, 2009).

Anak dengan pertusis akan mengalami


gangguan pola istirahat serta kualitas tidur
menjadi kurang baik dan tidak efektif karena
sulitnya menahan serangan batuk yang
panjang dan berulang-ulang terlebih ketika
malam hari (Firdaus J. Kunoli,2012)
Pola Personal Hygiene Lidah menjulur keluar dan gelisah yang berakibat
keluar liur berlebihan

Pola Aktivitas Pada stadium akut paroksimal terjadi lemas /


lelah
26

6. Riwayat Psikososiokultural Spiritual

a. Komposisi, fungsi dan hubungan keluarga (Genogram)

Dari data ini dapat diketahui antara lain apa keluarga pasien
termasuk keluarga batih (nuclear family) atau keluarga besar
(extended family), yang masing masing mempunyai implikasi
dalam praktik pengasuhan anak. Selain itu, terdapatnya
perkawinan dengan keluarga dekat (konsanguinasi) antara ayah
dan ibu juga dapat berpengaruh terhadap penyakit
bawaan/keturunan (Marmi, 2016).
b. Keadaan lingkungan rumah dan sekitar
Faktor mempengaruhi penularan adalah sanitasi, higiene lingkungan dan
pribadi yang buruk, karena
penyebaran tidak langsung bisa juga terjadi dari pasien ke lingkungan melalui
sekresi respiratorius dan selanjutnya tangan host yang baru akan mentransfer
kuman ini sehingga terjadi inokulasi di traktus respiratorius. (Mosby, 2004)

c. Kultur dan kepercayaan yang mempengaruhi kesehatan


27
B. Data Obyektif

1. Pemeriksaan Umum

Kesadaran : composmentis / apatis / somnolen / spoor / koma /


delirium
Tanda Vital : Tekanan darah :
Nadi : Pemeriksaan nadi sebaiknya dilakukan
dalam keadaan tidur atau istrahat dan
disertai dengan pemeriksaan denyut jantung
untuk mengetahui adanya pulpus defisit.
Pengukuran dilakukan untuk menilai
kecepatan dan frekuensi nadi, irama dan
kualitas nadi (Muslihatun, 2009).

Pernapasan : Pada bayi lebih sering


mengalami kekuranganoksigen jadi
pernafasan menjadi cepat dan singkat, bila
berlanjut gerakan pernafasan akan
berhenti (Sondakh, 2016)
Suhu :
Antropometri:

Tinggi badan :<45 cm

Berat badan :<2500 gr Kehilangan berat


badan sampai 5% selama 24 jam yang
disebabkan oleh rendahnya intake kalori
(Widiawati, 2017)
Lingkar lengan :<34 cm

Lingkar kepala :<33 cm


28

Lingkar dada :<30 cm


Lingkar perut :<28 cm
(Pressler, 2016).
2. Pemeriksaan Fisik

Kulit :
Kepala :

Wajah :

Mata :

Telinga :

Hidung : Pernapasan tidak teratur dan nasal


melebar (Sondakh, 2016)
: Gejala permulaannya yaitu timbulnya gejala
infeksi saluran pernafasan bagian atas yaitu
timbulnya rinore dengan lendir yang jernih.

Mulut :

Leher :

Dada :Insufiensi bayi prematur mereka mengalami


episode apnea berulang dan kesulitan bernapas
setelah beberapa hari. Jantung rata-rata 120
sampai 160 per menit pada bagian apikal dengan
ritme yang teratur. Jumlah pernapasan rata-rata
antara 40-60 per menit diselingi dengan periode
apnea (Sondakh, 2016)
Abdomen : bentuk perut yang membuncit (Sondakh, 2016)

Genetalia eksterna :
29

Anus :

Ekstremitas :

3. Pemeriksaan Neurologis/Refleks

Refleks moro : lemah atau tidak ada sama sekali

(Isdayanti, 2019)

Refleks tonic neck :

Refleks rooting :

Refleks sucking :

Reflek Swalowing :

Refleks graps (plantar & palmar grasp)


Refleks babynski :
3. Pemeriksaan Penunjang
1. Melakukan pemeriksan hapusan skret di nasofaring / lendir yang dimuntahkan.

2. Pada hapusan darah tepi akan dijumpai (20.000 – 50.000 sel / mm 3 darah)
dengan limfositosis yang predominan ( 60 %).

3. Pemeriksaan serologis (imunofluorecent antibody) yaitu untuk


mengetahui ada tidaknya kuman.

II. INTERPRETASI DATA DASAR

Diagnosis : Anak Usia ….. Bulan Dengan Pertusis

Masalah : Batuk Disertai Muntah, Susah Tidur, Gelisah

III. IDENTIFIKASI DIAGNOSIS/MASALAH POTENSIAL


Diagnosis Potensial : Pertusis (whooping cough) merupakan suatu penyakit infeksi
traktus respiratorius yang secara klasik disebabkan oleh Bordetella pertussis, namun
walaupun jarang dapat pula disebabkan oleh Bordetella parapertussis. Bordetella
bronchiseptica juga dapat menyebabkan pertussis-like cough illness. (American
Academy of Pediatrics, 2006.)
30

Masalah Potensial : Diagnosis banding yang harus dipikirkan adalah


bronkiolitis, pneumonia bakterial, sistik fibrosis, tuberkulosis, serta adanya
benda asing. Infeksi B. Parapertussis dan B bronkiseptika dan adenovirus dapat
menyerupai sindrom klinis B. Pertussis. Penyulit dapat terjadi terutama pada
sistem saluran pernafasan berupa pneumonia dan sistem saraf pusat yaitu
kejang, koma, ensefalitis, dan hiponatremia sekunder terhadap SIADH (syndrome
of inappropriate diuretic hormon)

IV. IDENTIFIKASI KEBUTUHAN TINDAKAN SEGERA

V. INTERVENSI

VI. IMPLEMENTASI

Pelaksanaan dilakukan dengan efisien dan aman sesuai dengan rencana


asuhan yang telah disusun. Pelaksanaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh
bidan atau sebagian dikerjakan oleh klien atau anggota tim kesehatan
lainnya.

VII. EVALUASI

Evaluasi merupakan penilaian tentang keberhasilan dan keefektifan asuhan


kebidanan yang telah dilakukan. Evaluasi didokumentasikan dalam bentuk
SOAP.
31
27
BAB III
TINJAUAN KASUS

Tanggal/Waktu Pengkaji : Selasa, 1 Februari 2022/10.00 wita


Nama Pengkaji : Axan Mayang Safitri & Priscilia Yuco Oktaviana Moga
Tempat Pengkaji : Klinik Bersalinan Kartika Jaya

S:
1. Identitas

a. Identitas klien

Nama : An. A

Umur/Tanggal lahir : 2 Tahun 2 Bulan (2 November 2019)

Jenis kelamin : Perempuan

b. Identitas orang tua

Nama ayah : Tn. N

Nama ibu : Ny. I

Usia ayah / ibu : 27thn/25thn


Pendidikan ayah / ibu : SMK/SMA
Pekerjaan ayah / ibu : Swasta/IRT
Agama : Islam
Suku/bangsa : Bugis

Alamat : Jl. Bhayangkara No.16

2. Keluhan utama/alasan MRS


1. Keluhan utama: Ibu klien mengatakan sudah 7 hari
An. A mengalami batuk disertai muntah yang hebat
pada siang maupun malam hari.
2. Alasan : Berobat

3. Riwayat Kesehatan Klien


28
a. Riwayat Kesehatan sekarang
An A tinggal bersama orang tuanya di tempat yang padat penduduk.
Satu minggu terakhir an.A mengeluh pusing kepada ibunya. Ibu
mengetahui an A demam dan batuk yang timbul mula-mula malam
hari. Setiap kali batuk an A disertai rasa muntah, terkadang sampai
muntah. Nafsu makan An. A menurun karena seringnya batuk. Hingga
karena batuknya semakin hebat dan terjadi pada siang maupun malam
hari, ibunya memutuskan untuk membawa An. A kerumah sakit.

b. Riwayat Kesehatan yang lalu


Klien belum pernah dirawat di rumah sakit, penyakit yang biasa
diderita hanya batuk mapun demam biasa tidak disertai dengan muntah

Klien tidak mempunyai riwayat penyakit menurun maupun menular


yang dapat memperberat kondisinya seperti DM, HIV/AIDS, dll. Pasien
tidak pernah mengalami demam tinggi ataupun diare.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit lain atau
penyakit yang sama dengan klien.

Dalam riwayat keluarga pasien tidak ada yang sedang atau


mempunyai penyakit bersifat menurun atau menular seperti DM,
HIV/AIDS, dll.
5. Pola Fungsional Kesehatan

Kebutuhan Dasar Keterangan


Pola Nutrisi Kurang nafsu makan, Sering memuntahkan makanan yang
masuk, anoreksia
Pola Eliminasi BAK 4-5x/hari dengan konsistensi cair berwarna kekunigan,

BAB 1-2x/hari konsintensi lunak berwarna kekuningan.


Pola Istirahat Tidur siang 2 jam

Tidur malam ±7-8 jam


Pola Personal Hygiene Mandi 1x/hari dengan sabun dan shampoo, lidah menjulur
keluar dan gelisah yang berakibat keluar liur
berlebihan.

Pola Aktivitas Rewel, lemas, kelelahan

6. Riwayat Psikososiokultural Spiritual

a. Komposisi, fungsi dan hubungan keluarga (Genogram)


29
Didalam keluarga terdapat ayah, ibu, seorang bayi yang merupakan anak
pertama keluarga.
b. Keadaan lingkungan rumah dan sekitar

Ibu mengatakan rumah selalu dibersihkan dan dirapikan

c. Kultur dan kepercayaan yang mempengaruhi kesehatan

Didalam keluarga pasien tidak ada adat istiadat ataupun agama yang
dapat memperberat kondisi pasien.

O:
1. Pemeriksaan Umum
Kesadaran

Tanda Vital : Tekanan darah : 100/70 mmHg

Nadi : 120 x/mnt


Pernapasan : 28 x/mnt
Suhu : 39,7 0C
Antropometri:

Tinggi badan : 120 cm


Berat badan : 15 kg
Lingkar lengan : 15 cm
Lingkar kepala : 49 cm
Lingkar dada : 56 cm
Lingkar perut : 60 cm

2. Pemeriksaan Fisik

Kepala : bersih, rambut tumbuh merata, tidak ada bekas luka ataupun
bengkak
Wajah : simetris, berbentuk bulat, bersih, tidak bengkak,
tidak terdapat kelainan kulit
Mata : besih, skelera putih, konjungtiva merah muda
Telinga : bersih, tidak ada pengeluaran cairan
Hidung : bersih, hidung berair, terdapat
pernafasan cuping hidung
Mulut mukosa lembab, lidah menjulur
Leher : tidak yerdapat pembesaran
30
Dada :terdapat tarikan otot bantu pernafasan dengan cepat, tidak ada
krepitasi, perkusi dada sosor jantung dallnes, weezing inspirasi

Abdomen : terdapat distensi abdomen, bising usus 9x/m, perut tidak


kembung

Genetaalia : bersih, tidak berbau tidak sedap, tidak terpapar varises/oedem


Anus : bersih, tidak terdapat hemoroid, tidak ada
perdarahan, tidak ada benjolan, masa ataupun
tumor
Ekstremitas : atas : tidak ada oedem, dibagian kiri terpasang infus
bawah : tidak ada oedem, tidak ada bekas luka

3. Pemeriksaan penunjang
1. Melakukan pemeriksan hapusan skret di nasofaring / lendir yang
dimuntahkan.

2. Pada hapusan darah tepi akan dijumpai (20.000 – 50.000 sel / mm3
darah) dengan limfositosis yang predominan ( 60 %).

3. Pemeriksaan serologis (imunofluorecent antibody) yaitu


untuk mengetahui ada tidaknya kuman.
31
A :
Diagnosis : Anak Usia 2 Tahun 2 Bulan Dengan Pertusis

Masalah : Batuk Disertai Muntah, Susah Tidur, Gelisah

Diagnosa Potensial : Pertusis (whooping cough) pneumonia bakterilistis dan


kematian Bronkiolitis, Pneumonia Bakterial, Sistik Fibrosis, Tuberkulosis, Serta
Adanya Benda Asing. Infeksi B. Parapertussis Dan B Bronkiseptika

Masalah Potensial :
Kebutuhan Segera :

P:
Tgl/Jam Penatalaksanaan Paraf

 Menjeslaskan hasil pemeriksaan kepadam orang tua bayi bahwa Mhs


kondisi anaknya; orang tua anak mengerti dengan penjelasan yang
2/02/22
diberikan
10.00 Mhs
 Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
penumpukan sekret;

 Bantu pasien latihan napas sering. Tunjukkan/ bantu Mhs


pasien melakukan batuk, misalnya menekan dada dan
batuk efektif.
 Berikan cairan sedikitnya 2500 ml/hari
Mhs
(kecuali kontraindikasi). Tawarkan air
hangat daripada dingin.
 Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi Mha

BAB IV
PENUTUP
32

A. Simpulan

Pertusis adalah infeksi saluran pernafasan akut yang disebabkan


oleh berdetellah pertusis (Nelson, 2000 : 960). Pertusis adalah penyakit
infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri Bordotella pertusis.
Manifestasi klinik dari pertusi dibagi menjadi 3 tahap yaitu
stadium kataralis,stadium spasmodic,stadium konvalesensi.
Patofisiologi pertusis: Infeksi diperoleh oleh inhalasi yang
mengandung bakteri Bordetella pertusis. Perubahan inflamasi
dipandang sebagai organisme proliferasi di mukosa sepanjang saluran
pernafasan, terutama di dalam bronkus dan bronkiolus, mukosa yang
padat dan disusupi dengan neutrofil, dan ada akumulasi lendir lengket
dan leukosit di lumina bronkial. gumpalan basil terlihat dalam silia
epitel trakea dan bronkial, di bawahnya yang ada nekrosis dari
apithelium basiliar. Obstruksi parsial oleh plak lendir di saluran
pernapasan.
Cara penularan pertusis, melalui: Droplet infection, Kontak
tidak langsung dari alat-alat yang terkontaminasi. Komplikasi dari
pertusis dapat menyebabkan gangguan pada saluran nafas,system saraf
pusat , dan saluran pencernaan. Diagnosa banding dari pertusis adalah
infeksi oleh clamydia,Infeksi oleh adenovirus tipe 1, 2, 3, 5,trakhea
bronchitis,bronkiolitis,dan infeksi bordetellah broncoseptica.
Pemeriksaan penunjang dari pertusis adalah pembiakan lendir
hidung dan mulut, pembiakan apus tenggorokan dan pembiakan darah
lengkap. Penatalaksanaan dari pertusis adalah terapi kausal:
antimikroba,salbutamol,globulin imun pertusis dan terapi suportif
(Perawatan Pendukung). Pencegahan dari pertusis adalah dengan
Imunisasi alotif diberikan vaksin pertusis yang terdiri dari kuman
bordetella pertusis yang telah dimatikan untuk mendapatkan imunitea
aktif.
Asuhan keperawatan pada penderita pertusis secara garis besar
adalah menjaga kebersihan jalan napas agar terbebas dari bakteri
pertusis.
33
B. Saran

Sebagai perawat diharapkan mampu untuk melakukan asuhan


keperawatan terhadap penderita pertussis. Karena seringkali pada
penderita pertusis disertai dengan komplikasi. Keadaan ini akan
menyebabkan penderitaan yang berkepanjangan. Oleh karena itu,
penyakit batuk rejan (pertusis) perlu dicegah. Cara yang paling mudah
adalah dengan pemberian imunisasi bersama vaksin lain yang biasa
disebut DPT dan polio.
Bidan juga harus mampu berperan sebagai pendidik. Dalam hal
ini melakukan penyuluhan mengenai pentingnya imunisasi dan
imunisasi akan berdaya guna jika dilakukan sesuai dengan program.
Selain itu perawat harus memberikan pengetahuan pada orang tua
mengenai penyakit pertusis secara jelas dan lengkap.Terutama
mengenai tanda-tanda, penanganan dan pencegahannya
34
Daftar Pustaka

Behrman, Kliegnan, Arvin. 1999. Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol. 2, Edisi 15.
Jakarta: EGC
Doenges, Marilynn, E. dkk. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3.
Jakarta: EGC
Manjoer, Arief. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid II. Jakarta: Media Aesculapius
Betz dan Sowden. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC. Estiwidani, dkk. 2008.
Konsep Kebidanan. Yogyakarta: Fitramaya.
Hidayat, A.A.A. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak Untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta:
Salemba Medika.
Hidayat, A.A.A. 2009. Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita. Jakarta: EGC.
Hidayat, A.A.A. 2010. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisa Data. Jakarta: Salemba
Medika.
Lapau. 2012. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor. Manajemen Terpadu
Balita Sakit. 2015. Jakarta: Kemenkes RI.
Mortimer EA, Cherry JD. Pertusis (Whooping Cough). Dalam: Gershon AA, Hotez PJ, Katz SL,
penyunting. Infectious Diseases of Children. Edisi ke-11. Philadelphia: Mosby, 2004. Hal 443-59.
Cherry JD. Heininger U, Pertussis and Bordetella Infections. Dalam: Feigin RD, Cherry JD, Demmler
GJ, Kaplan SL, penyunting. Textbook of Pediatric Infectious Diseases, volume 1. Edisi ke-4.
Philadelphia: Saunders, 2004.
S Azhali M. Pertusis. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Infeksi dan Penyakit Tropis, Soedarmo SSP,
Garna H, Hadinegoro SRS, penyunting. Edisi ke-1. Jakarta; Balai Penerbit FKUI, 2002.
Red book 2007: report of the commitee on infectious diseases. Elk Grove Village: American
Academy of Pediatrics, 2006.
Behrman RE, Kliegman RM, Nelson WE, Vaughan III VC. Nelson textbook of pediatrics; edisi ke-14.
Philadelphia: WB Saunders Company, 2004.h.647-54.

Speer. 2007. Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik dengan Clinical


Pathways. Jakarta: EGC.
Sulistyawati. 2009. Tumbang, Status Gizi Dan Imunisasi Dasar. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI). 2012. Jakarta: Badan Pusat
Statistik.
Terri. 2014. Buku Praktikum Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.
37

Anda mungkin juga menyukai