Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

SEMESTER III MODUL – 10 (DARAH DAN KEGANASAN)

KULITKU MERAH DAN GATAL

SKENARIO – 4

Tutor SGD: Prof.dr.H.Tamsil Syaifuddin,Sp.P(K)

DISUSUN OLEH :

Nama : Muhammad Fadhil Siregar


NPM : 71210811091
SGD :2

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM SUMATERA UTARA

MEDAN

2021
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur saya ucapkan kepada Allah SWT telah selesainya penulisan sederhana ini
dalam bentuk makalah megenai Modul Darah dan Keganasan. Tidak lupa saya ucapkan
banyak terima kasih kepada seluruh anggota grup yang telah membantu penyusunan makalah
sederhana ini.

Harapan kami semoga tulisan ini bisa bermanfaat bagi yang membacanya, dan untuk
ke depannya dapat memperbaiki atau menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Saya menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan ini. Oleh karena itu, saya
menerima segala kritik dan saran para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Medan, 29 Desember 2021


                                            

M.fadhil Siregar
NPM: 71210811091

i
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................1

1.1...........................................................................................................................................Lat
ar Belakang......................................................................................................................1
1.2...........................................................................................................................................Ske
nario.................................................................................................................................1
1.3...........................................................................................................................................Ru
musan Masalah.................................................................................................................2
1.4...........................................................................................................................................Tuj
uan Masalah.....................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................3

2.1..........................................................................................................................................Ter
minologi..........................................................................................................................3
2.2..........................................................................................................................................Ide
ntifikasi Masalah.............................................................................................................3
2.3..........................................................................................................................................An
alisa Masalah...................................................................................................................3
2.4..........................................................................................................................................Ma
pping Concept.................................................................................................................4
2.5..........................................................................................................................................Lea
rning Objective................................................................................................................4
2.6..........................................................................................................................................Bel
ajar Mandiri.....................................................................................................................4
2.7..........................................................................................................................................Re
porting.............................................................................................................................4

BAB III PENUTUP.............................................................................................................9

3.1.Kesimpulan.....................................................................................................................9
3.2.Saran...............................................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................10

i
i
i
i
v
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Hipersensitivitas adalah peningkatan reaktivitas atau sensitivitas terhadap antigen
yang pernah dipajankan atau dikenal sebelumnya. Hipersensitivitas terjadi apabila
jumlah antigen yang masuk relative banyak dan apabila status imunologik seseorang
baik selular maupun humoral meningkat.
Secara garis besar, maka reaksi alergi dapat dibagi atas dua golongan, yaitu reaksi
tipe cepat (immediatetype) dan tipe lambat (delayed type). Yang pertama adalah
'humoral-mediated' sedangkan yang kedua,' cell-mediated' Secara singkat, maka
perbedaan antara kedua macam reaksi alergiini dapat dilihat pada tabel dibawah
ini.Dewasa ini, umumnya para sarjana di seluruh dunia lebih banyak mempergunakan
cara klasifikasi reaksi alergi menurut COOMBS dan GELL, oleh karena dirasakan
lebih tepat.
Reaksi cepat. Terjadi dalam hitungan detik, serta hilang dalam waktu 2 jam.
Antigen yang diikat IgE pada permukaan sel mast menginduksi pelepasan mediator
vasoaktif. Manifestasinya dapat berupa anafilaksis sistemik atau anafilaksis lokal
seperti pilek, bersin, asma, dan urtikaria. Reaksi intermediet. Terjadi setelah beberapa
jam dan hilang dalam 24 jam. Reaksi ini melibatkan pembentukan kompleks imun
IgG dan kerusakan jaringan melalui aktivasi komplemen. Manifestasinya berupa
reaksi transfusi darah, eritroblastosis fetalis dan anemia hemolitik autoimun,
glomerulonefritis, dan artritis reumatoid. Reaksi lambat. Terlihat sampai sekitar 48
jam setelah pajanan dengan antigen. Terjadi akibat aktivasi sel Th. Pada
hipersensitivitas tipe lambat yang berperan adalah sitokin yang dilepas sel T yang
mengaktifkan makrofag dan menimbulkan kerusakan jaringan. Manifestasi klinisnya
yaitu dermatitis kontak, reaksi mikobakterium tuberkulosis dan reaksi penolakan
tandur.

1.2. Skenario
Kulitku Merah dan Gatal

Seorang Wanita 30 tahun datang ke IGD sebuah rumah sakit dengan keluhan
gatal-gatal disertai dengan munculnya bercak-bercak kemerahan diseluruh tubuh.
Sebelumnya ia mengaku telah mengkonsumsi obat antibiotic yang dia beli di apotek
karena sebelumnya merasa kurang nyaman pada tenggorokannya. Wanita itu juga
merasa nafasnya terasa agak sesak saat ini. Dokter IGD kemudian melakukan
pemeriksaan fisik terhadap pasien. Pada pemeriksaan ditemukan urtikaria pada daerah
tangan, badan hingga kaki. Pada wajah dokter menjumpai edema palpebra dan

1
angioedema pada pasien. Dari pemeriksaan auskultasi, dokter menemukan adanya
wheezing pada pasien.
Dokter merencanakan untuk melakukan pemeriksaan laboratorium
meresepkan obat untuk mengatasi keluhan pasien.

1.3. Rumusan Masalah


1. Apa definisi hipersensitivitas ?
2. Apa saja klasifikasi hipersensitivitas ?
3. Apa saja etiologi hipersensitivitas?
4. Bagaimana patofisiologi hipersensitivitas?
5. Apa saja tanda dan gejala hipersensitivitas ?
6. Apa saja pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang hipersensitivitas?
7. Bagaimana penatalaksanaan limfadenitis tuberculosis ?

1.4. Tujuan Masalah


Adapun tujuan penulisan makah ini adalah agar mahasiswa/i mampu mengetahui
dan menjelaskan tentang :
1. Hipersensitivitas
a. Definisi
b. Klasifikasi
c. Etiologi
d. Patofisologi
e. Tanda dan gejala
f. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
g. Penatalaksanaan

BAB II
2
PEMBAHASAN
2.1. Terminologi
1. Urtikaria: bercak-bercak kemerahan yang sedikit meninggi yang disebut bintil-
bintil sering ada rasa gatal yang parah, yang disebebkan karena makananan, obat-
obatan, dan stress emosional.
2. Edema palpebra: kondisi membengkaknya kelopak mata akibat penumpukan
cairan.
3. Angioedema: pembengkakakn tanpa nyeri di bawah kulit yang dipicu oleh alergi
terhadap bulu binatang, serbuk sari, obat-obatan, racun, makanan atau pengobatan.
4. Wheezing: suara pernapasan berfrekuensi tinggi yang nyaring dimana terdengar
saat menghebuskan nafas.

2.2. Identifikasi Masalah


1. Wanita 30 tahun mengaalami keluhan gatal-gatal, bercak merah di seluruh tubuh,
dan nafas agak berat.
2. Wanita tersebut telah mengonsumsi obat antibiotic yang dibeli di apotek karna
sebeumnya merasa kurang nyaman pada tenggorokan dan merasa nafas agak
sesak.
3. Pada pemeriksaan fisik ditemukan urtikaria pada daerah tangan, badan hingga
kaki, kemudan edema palpebra dan angioedema.
4. Pada pemeriksaan auskultasi dokter menemukan adanya wheezing pada pasien.
5. Dokter akan melakukan pemeriksaan lab dan meresepkan obat untuk mengatasi
keluhan yang dirasakan pasien.

2.3. Analisa Masalah


1. Apa diagnosis sementara yang dapat ditegakkan dari keluhan-keluhan yang
dirasakan pasien ?
Jawab:
Hipersensitivits karena adanya keluhan gatal-gatal disertai munculnya bercak
kemerhan, dan adanya angioedema dan edema palpebra.
2. Apa hubungan obat antibiotic dengan gejala yang dialami pasien ?
Jawab:
Gejala pada pasien setelah mengonsumsi antibiotic merupakan respone dari sistem
immune yang bereaksi melawan antibiotic yang dianggap berbahaya.
3. Apa yang menyebabkan terjadinya urtikaria ?
Jawab:
Terjadi Ketika tubuh terpapar oleh reaksi alergi bahan-bahan kimia pada
makanan, sengatan serangga, paparan sinar matahari atau obat-obatan. Hal-hal
tersebut menyebabkan tubuh untuk mengeluarkan senyawa kimia yang disebut
histamin, yang akan menyebabkan pelepasan plasma daram darah sehingga
memicu terjadinya rasa gatal dan pembengkakan di jaringan sektiarnya.

4. Apakah angioedema dan urtikaria sama ?


Jawab:
3
Berbeda, untuk angioedema merupakan peradangan pada lapisan kulit yang lebih
dalam, sedangkan urtikaria peradangan pada lapisan atas kulit. Yang
menyamakannya ialah reaksi fisiologisnya.

2.4. Mapping Concept

2.5. Learning Objective


Mahasiswa/i mampu mengetahui dan menjelaskan:
1. Hipersensitivitas
a) Definisi
b) Klasifikasi
c) Etiologi
d) Patofisologi
e) Tanda dan gejala
f) Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
g) Penatalaksanaan

2.6. Belajar Mandiri


2.7. Reporting
DEFENISI HIPERSENSITIVITAS
Reaksi-reaksi dari sistem kekebalan yang terjadi ketika jaringan tubuh yang
normal mengalami cedera/terluka. Mekanisme dimana sistem kekebalan melindungi
tubuh dan mekanisme dimana reaksi hipersensitivitas bisa melukai tubuh adalah
sama. Karena itu reaksi alergi juga melibatkan antibodi, limfosit dan sel-sel lainnya
yang merupakan komponen dalam system imun yang berfungsi sebagai pelindung
yang normal pada sistem kekebalan.
Reaksi ini terbagi menjadi empat kelas (tipe I – IV) berdasarkan mekanisme
yang ikut serta dan lama waktu reaksi hipersensitif. Tipe I hipersensitivitas sebagai
reaksi segera atau anafilaksis sering berhubungan dengan alergi. Gejala dapat
bervariasi dari ketidaknyamanan sampai kematian. Hipersensitivitas tipe I ditengahi
oleh IgE yang dikeluarkan dari sel mast dan basofil. Hipersensitivitas tipe II muncul
ketika antibodi melilit pada antigen sel pasien, menandai mereka untuk penghancuran.
Hal ini juga disebut hipersensitivitas sitotoksik, dan ditengahi oleh antibodi IgG dan
IgM. Kompleks imun (kesatuan antigen, protein komplemen dan antibodi IgG dan
IgM) ditemukan pada berbagai jaringan yang menjalankan reaksi hipersensitivitas tipe
4
III. hipersensitivitas tipe IV (juga diketahui sebagai selular) biasanya membutuhkan
waktu antara dua dan tiga hari untuk berkembang. Reaksi tipe IV ikut serta dalam
berbagai autoimun dan penyakit infeksi, tetapi juga dalam ikut serta dalam contact
dermatitis. Reaksi tersebut ditengahi oleh sel T, monosit dan makrofag.
KLASIFIKASI HIPERSENSITIVITAS
Hipersensitifitas tipe I disebut juga sebagai hipersensitivitas langsung
atauanafilaktik. Reaksi ini berhubungan dengan kulit, mata, nasofaring, jaringan
bronkopulmonari, dan sapencernaan luranakhir Ulangaksi ini dapat mengakibatkan
gejalayang beragam, mulai dari kecil hingga kematian. Waktu reaksi sekitar antara
15-30 menit setelah terbuka antigen, namun sekarang juga dapatmengalami
keterlambatan hingga 10-12 jam. Hipersensitivitas tipe I diperantaraioleh
imunoglobulin E (IgE). Komponen seluler utama pada reaksi ini adalah mastositatau
basofil. reaksi ini dan pengaruh oleh keping darah,neutrofil,daneosinofil.
Hipersensitivitas tipe II disebabkan oleh antibodi berupa imunoglobulin G
(IgG) dan imunoglobulin E (IgE) untuk melawan antigen pada permukaan sel dan
matriks ekstraseluler. kerusakan akan terbatas atau spesifik pada sel atau jaringanyang
langsung berhubungan dengan antigen tersebut. Pada umumnya, antibodi yang
langsung berinteraksi dengan antigen permukaan sel akan bersifat patogenik dan
menimbulkan kerusakan pada target sel.
Hipersensitivitas tipe III merupakan hipersensitivitas kompleks imun. Hal ini
karena adanya kompleks antigen-antibodi yang kecil dan terlarut didalam jaringan.
Hal ini ditandai dengan timbulnya inflamasi atau peradangan. padakondisi normal,
kompleks antigen-antibodi yang diproduksi dalam jumlah besar dan seimbang akan
dibersihkan dengan adanya fagosit. Namun, kadang-kadang, kehadiran bakteri, virus,
lingkungan, atau antigen (spora fungi, bahan sayuran, atau hewan) yang gigih akan
membuat tubuh secara otomatis memproduksi antibodi terhadap senyawa asing
tersebut sehingga membuat kompleks antigen-antibodi secara terus-menerus. Hal ini
juga terjadi pada penderita penyakit autoimun. Pengendapan kompleks antigen-
antibodi tersebut akan menyebar pada membransekresi aktif dan di saluran kecil
sehingga dapat memengaruhi beberapa organ,seperti kulit, ginjal, paru-paru, sendi,
atau dalam bagian koroid pleksus otak.
Hipersensitivitas tipe IV dikenal sebagai hipersensitivitas yang
diperantarai selatau tipe lambat (delayed-type). Reaksi ini terjadi karena aktivitas
perusakan jaringan oleh sel T dan makrofag. Waktu cukup lama dibutuhkan dalam
reaksi ini untuk aktivasi dan diferensiasi sel T, sekresi sitokin dan kemokin, serta
akumulasi makrofag dan leukosit lain di daerah yang terkena paparan. Beberapa
contoh umum dari hipersensitivitas tipe IV adalah hipersensitivitas pneumonitis,
hipersensitivitas kontak(kontak dermatitis), dan reaksi hipersensitivitas tipe lambat
kronis (delayed type .) hipersensitivitas, DTH).

ETIOLOGI HIPERSENSITIVITAS
Reaksi hipersensitivitas dapat ditimbulkan secara eksogen oleh antigen
lingkungan (mikroba dan non mikroba) atau secara endogen oleh antigen diri (self).
5
Manusia hidup di lingkungan yang penuh dengan zat-zat yang mampu menimbulkan
respons imun. Antigen eksogen meliputi yang ada di debu, serbuk sari, makanan,
obat-obatan, mikroba, dan berbagai bahan kimia. Respon imun akibat antigen eksogen
dapat terjadi pada berbagai bentuk, mulai dari gangguan ringan, seperti gatal-gatal
kulit, hingga penyakit yang berpotensi fatal, seperti asma bronkial dan anafilaksis.
Beberapa reaksi yang umum pada antigen lingkungan menyebabkan kelompok
penyakit dikenal sebagai alergi. Respon imun terhadap diri sendiri atau autologous,
antigen, mengakibatkan penyakit autoimun.
Hipersensitivitas biasanya diakibatkan oleh ketidakseimbangan antara
mekanisme efektor respon imun dan mekanisme kontrol yang berfungsi membatasi
respon-respon secara normal. Faktanya banyak hipersensitivitas diduga penyebab
utamanya adalah kegagalan regulasi normal. Kita akan kembali ke konsep ini saat kita
mempertimbangkan autoimmunitas.
Perkembangan penyakit hipersensitivitas (alergi dan autoimun) sering
dikaitkan dengan pewarisan gen kepekaan tertentu. Gen HLA dan banyak gen non-
HLA telah terlibat dalam berbagai penyakit, contoh spesifik akan dijelaskan dalam
konteks penyakitnya.
Mekanisme cedera jaringan pada reaksi hipersensitivitas sama dengan
mekanisme efektor pertahanan terhadap infeksi patogen. Masalah pada 3
hipersensitivitas adalah karena reaksi-reaksi ini kurang terkontrol, berlebihan, atau
tidak tepat (misalnya secara normal berlawanan terhadap antigen lingkungan dan
antigen diri).
TANDA DAN GEJALA HIPERSENSITIVITAS
Gejala alergi dapat mulai dari yang ringan hingga berat. Gejala alergi yang
ringan dapat berupa bersin, hidung meler, gatal local atau seluruh tubuh dan hidung
mampet. Gejala alergi dapat terlihat pada kulit, mata, hidung dan paru paru tergantung
jenis alerginya. Gejala alergi bisa mulai dari ringan ke serius
1. Hives, ruam atau masalah kulit eksim.
2. Batuk, wheezing dan kesulitan bernafas.
3. Demam
4. Kulit melepuh dan mengelupas
5. Anaphylaxis, dengan gejala gatal diseluruh tubuh, sesak nafas.
Gambaran lain yang menandakan adanya alergi adalah
1. Adanya penonjolan kemerahan
2. Adanya perdarahan pada kulit
3. Adanya perdarahan dalam kulit
4. Adanya reaksi kemerahan karena kontak dengan matahari
5. Kelainan gawat darurat seperti kulit terbakar

PEMERIKSAAN FISIK DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


HIPERSENSITIVITAS
A. Pemeriksaan Fisik

6
1. Inspeksi: apakah ada kemerahan, bentol-bentol dan terdapat gejala adanya
urtikaria,angioderma,pruritus dan pembengkakan pada bibir.
2. Palpasi: ada nyeri tekan pada kemerahan
3. Perkusi: mengetahui apakah diperut terdapat udara atau cairan
4. Auskultasi: mendengarkan suara napas, bunyi jantung, bunyi usus (karena
pada oarng yang menderita alergi bunyi usunya cencerung lebih meningkat).
B. Pemeriksaan Penunjang
1. Uji kulit: sebagai pemerikasaan penyaring (misalnya dengan alergen hirup
seperti tungau, kapuk, debu rumah, bulu kucing, tepung sari rumput, atau
alergen makanan seperti susu, telur, kacang, ikan).
2. Darah tepi: bila eosinofilia 5% atau 500/ml condong pada alergi. Hitung
leukosit 5000/ml disertai neutropenia 3% sering ditemukan pada alergi
makanan.
3. IgE total dan spesifik: harga normal IgE total adalah 1000u/l sampai umur 20
tahun. Kadar IgE lebih dari 30u/ml pada umumnya menunjukkan bahwa
penderita adalah atopi, atau mengalami infeksi parasit atau keadaan depresi
imun seluler.
4. Tes intradermal nilainya terbatas, berbahaya.
5. Tes hemaglutinin dan antibodi presipitat tidak sensitif.
6. Biopsi usus: sekunder dan sesudah dirangsang dengan makanan food
challenge didapatkan inflamasi / atrofi mukosa usus, peningkatan limfosit
intraepitelial dan IgM. IgE ( dengan mikroskop imunofluoresen ).
7. Pemeriksaan/ tes D Xylose, proktosigmoidoskopi dan biopsi usus.
8. Diit coba buta ganda ( Double blind food chalenge ) untuk diagnosa pasti

PATOFISIOLOGI HIPERSENSITIVITAS
Hipersensitivitas tipe I disebabkan karena antibodi IgE yang melapisi sel mast
dan basofil berikatan dengan antigen bebas. Akibatnya, terjadi degranulasi sel dan
pelepasan histamin serta mediator inflamasi lainnya, seperti prostaglandin, leukotrien,
triptase, platelet-activating factor, dll.). Pelepasan histamin meningkatkan kontraksi
otot sehingga dapat terjadi bronkospasm, kram, rhinitis, hingga hypovolemi dan
hypoxia.
Hipersensitivitas tipe II disebabkan oleh IgM atau IgG yang berikatan dengan
antigen sel normal pada jaringan tertentu. Kemudian, sistem komplemen akan
teraktivasi untuk merangsang fagositosis dan lisis pada sel yang berikatan.Sistem
komplemen merupakan protein yang bersirkulasi di dalam darah namun hanya
sebagai prekursor inaktif. Saat ada stimulasi, seperti tautan IgM atau IgG dengan sel,
komplemen akan teraktivasi dan merangsang aktivasi antibodi tersebut. Saat fungsi
antibodi aktif, ia akan mengganggu fungsi normal sel terikat.
Hipersensitivitas tipe III disebabkan karena IgG antibodi yang bertautan
dengan antigen membentuk kompleks imun sehingga membentuk endapan di jaringan
tertentu. Kompleks imun tersebut kemudian mengendap pada jaringan (umumnya
pembuluh darah) sehingga menimbulkan kaskade komplemen untuk melepaskan
enzim lisosom dari netrofil guna membunuh sel-sel yang terdapat di endapan

7
kompleks imun tersebut. Akibatnya, dapat terjadi inflamasi hingga vaskulitis
(peradangan dinding pembuluh darah).
Hipersensitivitas tipe IV merupakan reaksi hipersensitivitas yang tertunda,
atau tidak langsung terjadi pada saat kontak pertama dengan agen, dan dimediasi oleh
sel limfosit T. Hipersensitivitas tipe IV disebabkan oleh sensitisasi pada kontak
pertama yang tertangkap oleh sel Langerhans sehingga merangsang limfosit T
menjadi sensitif terhadap agen tersebut. Ketika limfosit T terpapar kembali, sel T akan
langsung merangsang sekresi limfokin dan sitokin. Setelah itu, makrofag akan
teraktivasi dan terjadilah reaksi inflamasi pada jaringan.
TATALAKSANA HIPERSENSITIVITAS
Hipersensitivitas tipe 1 tatalaksana dapat dilakukan dengan cara preventif dan
kuratif. Cara preventif yaitu dengan menghindari kontak dengan alergen. Terapi
kuratif diberikan pada penderita yang sudah mengalami gejala klinis alergi
menggunakan obat-obatan seperti antihistamin, glukokortisteroid, dan dekongestan
Obat yang digunakan untuk menghambat reaksi alergi ini menimbulkan berbagai
macam efek samping. Antihistamin seperti difenhidramin dapat menyebabkan sedatif
(rasa kantuk) dan gangguan saluran cerna (sembelit). Pemberian glukokortikosteroid
sebagai antiinflamasi menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah, retensi natrium,
tukak lambung dan lain-lain.
Hipersensitivitas tipe 2 tatalaksana yang dapat dilakukan : immunosupresant
cortikosteroidsprednisolone.
Hipersensitivitas tipe 3 pada kasus berat dapat digunakan kortikosteroid.
Plasmaparesis juga dapat digunakan. Obat-obatan yang dapat digunakan yaitu :
NSAIDs, antihistamin, kortikosteroid.
Untuk hipersensitivitas tipe I, pasien dapat ditangani dengan pemberian
epinefrin intramuskular, antihistamin (seperti ranitidine dan diphenhydramine), dan
metilprednison. Untuk gejala klinis urtikaria, cukup diberikan H1-receptor
blocker seperti cetirizine. Namun, pada kasus bronkospasme, lebih baik diberikan
salbutamol daripada epinefrin. Terdapat beberapa cara lain, seperti pemberian
kortikosteroid topikal untuk kasus ringan, namun bisa juga sistemik untuk kasus berat
(hipersensitivitas tipe IV).

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Secara garis besar, maka reaksi alergi dapat dibagi atas dua golongan, yaitu
reaksi tipe cepat('immediatetype') dan tipe lambat ('delayed type '). Yang pertama
adalah 'humoral-mediated' sedangkan yang kedua,' cell-mediated' Secara singkat,
8
maka perbedaan antara kedua macam reaksi alergiini dapat dilihat pada tabel dibawah
ini.Dewasa ini, umumnya para sarjana di seluruh dunia lebih banyak mempergunakan
cara klasifikasi reaksi alergi menurut COOMBS dan GELL, oleh karena dirasakan
lebih tepat.
3.2. Saran

4. imfadenitis merupakan
peradangan yang terjadi pada
kelenjar limfa akibat
5. dari sebuah infeksi. Hal
tersebut merupakan suatu
reaksi mikroorganisme yang
6. terbawa oleh limfa dari
daerah yang terinfeksi ke
kelenjar limfa regional
yang
7. membengkak. Peradangan
tersebut akan menimbulkan
hiperplasia kelenjar getah

9
8. bening hingga terasa
membesar secara klinik.
Kemunculan penyakit ini
ditandai
9. dengan gejala munculnya
benjolan pada saluran getah
bening misalnya ketiak,
10. leher dan sebagainya.
Kelenjar getah bening yang
terinfeksi akan membesar
dan
11. biasanya teraba lunak
dan nyeri. Kadang-kadang
kulit di atasnya tampak
merah
12. dan teraba hangat
1
0
13. imfadenitis merupakan
peradangan yang terjadi pada
kelenjar limfa akibat
14. dari sebuah infeksi. Hal
tersebut merupakan suatu
reaksi mikroorganisme yang
15. terbawa oleh limfa dari
daerah yang terinfeksi ke
kelenjar limfa regional
yang
16. membengkak.
Peradangan tersebut akan
menimbulkan hiperplasia
kelenjar getah
17. bening hingga terasa
membesar secara klinik.
1
1
Kemunculan penyakit ini
ditandai
18. dengan gejala
munculnya benjolan pada
saluran getah bening
misalnya ketiak,
19. leher dan sebagainya.
Kelenjar getah bening yang
terinfeksi akan membesar
dan
20. biasanya teraba lunak
dan nyeri. Kadang-kadang
kulit di atasnya tampak
merah
21. dan teraba hanga
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis
akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah diatas dengan
sumber-sumber yang lebih banyak.

1
2
Untuk saran bisa berisi kritik atau saran terhadap penulisan juga bisa untuk
menanggapi terhadap kesimpulan dari bahasan makalah yang telah dijelaskan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Abbas AK, Lichtman AH, Pober JS. Celluler and Moleculer Immunology. 4th Ed.,
Philadelphia: W.B. Saunders Company. 2000.
2. Campbell & J.B. Reece. Biology. Sevent Ed. San Fransisco: Person Education, Inc.
2005.
3. Lodish, H., A. Berk, S. L. Zipursky, P. Matsuidaira, D. Baltimore, J. Darnell.
Moleculer Biology Cell. Fourth Edition. New York: W. H. Freeman and Company.
2000.
4. Pawankar, Ruby et al. 2013. “The Burden of Allergic Diseases” dalam WAO White
Book on Allergy: Update 2013. Wisconsin: World Allergic Organization.

1
3
Lembar Penilaian Makalah

N
Bagian yang Dinilai Skor Nilai
O

1 Ada Makalah 60

2 Kesesuaian dengan LO 0 - 10

3 Tata Cara Penulisan 0 - 10

4 Pembahasan Materi 0 - 10

5 Cover dan Penjilidan 0 - 10

1
4
TOT AL

NB : LO = Learning Objective
Medan, 29 Desember 2021

Dinilai Oleh :

Tutor

Prof.dr.H.TamsilSyaifuddin,Sp.P(
K)

1
5

Anda mungkin juga menyukai