Disusun oleh :
Kelompok A-6
II.Dasar Teori
Pengadukan (mixing) merupakan suatu aktivitas operasi pencampuran dua
atau lebih zat agar diperoleh hasil campuran yang homogen. Pada media fase
cair, pengadukan ditujukan untuk memperoleh keadaan yang turbulen
(bergolak). Pencampuran merupakan operasi yang bertujuan mengurangi
ketidaksamaan kondisi, suhu, atau sifat lain yang terdapat dalam suatu bahan.
Pencampuran dapat terjadi dengan cara menimbulkan gerak di dalam bahan itu
yang menyebabkan bagian-bagian bahan saling bergerak satu terhadap yang
lainnya, sehingga operasi pengadukan hanyalah salah satu cara untuk operasi
pencampuran (Prasetyo dkk., 2020).
Pencampuran di dalam tangki pengaduk terjadi karena adanya gerak rotasi
dari pengaduk dalam fluida. Gerak pengaduk ini memotong fluida tersebut dan
dapat menimbulkan arus yang bergerak keseluruhan sistem fluida tersebut.
Oleh sebab itu, pengaduk merupakan bagian yang paling penting dalam suatu
operasi pencampuran fasa cair dengan tangki pengaduk. Berdasarkan aliran
yang dihasilkan, pengaduk dapat dibagi menjadi pengaduk aliran aksial dan
pengaduk aliran radial, sedangkan menurut bentuknya, pengaduk dapat dibagi
menjadi propeller, paddle, dan turbin. Pencampuran yang baik tergantung pada
bentuk dan dimensi pengaduk yang digunakan, karena akan mempengaruhi
keefektifan proses pencampuran, serta daya yang diperlukan (Oktavianto dkk.,
2020).
Tangki berpengaduk secara luas digunakan untuk proses pengadukan dua
fluida saling bercampur (miscible), proses pengadukan padat-cair, industri
makanan, dan berbagai proses industri lain. Pada dasarnya, pada proses
pencampuran pada tangki pegaduk, setiap jenis impeller yang diposisikan
sentral terhadap tangki akan memproduksi pergerakan fluida (Triwibowo dkk.,
2020).
III.Prosedur Kerja
1. Dipasang peralatan yang diperlukan seperti tangki, motor penggerak
pengaduk dan voltmeter. Voltmeter dan ampere meter dihubungakan ke
sumber listrik.
2. Dimasukkan sejumlah fluida tertentu ke dalam sebuah tangki yang ber-
baffle atau pun yang tidak ber-baffle.
3. Diletakan posisi pengaduk pada posisi center dan off-center.
4. Di set speed motor pada posisi yang ditentukan, dan diatur kecepatan
putaran motor dengan variasi yang diberikan
5. Untuk menghitung kecepatan pengaduk tiap menit, dilekatkan plaster pada
pengaduk kemudian dihitung dengan menggunakan jari berapa putaran
yang dihasilkan tiap menit.
6. Ditentukan waktu pencampuran dengan cara disuntikkan sejumlah tinta ke
dalam fluida, dan dicatat waktu yang dibutuhkan sampai warna
terdistribusi sempurna.
7. Diamati pola aliran dengan cara dimasukkan sejumlah butiran padat yang
dapat mengapung diatas permukaan fluida. Diamati pola yang terjadi
(pandangan dari atas dan samping).
8. Kebutuhan daya ditentukan dengan dihubungkan voltmeter dan
miliampere untuk satu putaran pengaduk tertentu
IV.Data Pengamatan
Tabel 4.1 Data Kondisi Tangki
Parameter Ukuran (cm)
Diameter pengaduk propeller 4,7
Diameter pengaduk turbin 5,5
Diameter pengaduk paddle 6,3
Diameter tangki berbaffle 20,5
Diameter tangki tidak berbaffle 24
Tinggi fluida dalam tangki berbaffle 15,375
Tinggi fluida dalam tangki tidak berbaffle 18
Tabel 4.3 Data Waktu Pencampuran Fluida Tepung Kanji 7,5 % (Center)
Kecepatan Waktu Pencampuran
Jenis Pengaduk
(RPM) Unbaffle Baffle
140 300 280
180 275 265
Propeller 220 261 246
260 246 223
300 242 196
140 158 155
180 147 142
Paddle 220 144 139
260 139 138
300 129 120
140 265 186
180 259 184
Turbin 220 238 178
260 215 173
300 200 168
Tabel 4.4 Data Waktu Pencampuran Fluida Tepung Kanji 15 % (Center)
Kecepatan Waktu Pencampuran
Jenis Pengaduk
(RPM) Unbaffle Baffle
140 283 278
180 280 276
Propeller 220 277 271
260 273 268
300 268 263
140 182 178
180 176 174
Paddle 220 171 169
260 163 161
300 160 157
140 244 240
180 238 233
Turbin 220 231 229
260 226 218
300 215 212
Tabel 4.5 Data Kuat Arus (A), Daya (W) dan Tegangan Listrik pada Fluida Air
dan
Pengaduk dengan Menggunakan Tangki Baffle
Kecepatan Kuat Arus Daya Tegangan Listrik
Jenis Pengaduk
(RPM) (A) (W) (V)
140 0,167 11,7 228
180 0,170 12,2 227
Paddle 15% 220 0,174 12,9 228
260 0,177 13,5 228
300 0,180 14,1 228
Paddle 7,5% 140 0,165 11,4 227
180 0,169 12,1 227
220 0,172 12,8 227
260 0,176 13,7 227
300 0,181 14,5 227
140 0,166 11,4 227
180 0,169 11,9 228
Propeller 15% 220 0,172 12,7 228
260 0,179 13,2 228
300 0,175 13,5 228
140 0,169 11,2 227
180 0,168 11,9 227
Propeller 7,5% 220 0,171 12,5 227
260 0,173 13,1 227
300 0,176 13,5 227
140 0,166 11,4 228
180 0,168 12,0 228
Turbin 15% 220 0,171 12,5 228
260 0,174 13,2 228
300 0,177 13,7 228
Unbaffle Axial
1 Paddle
Baffle Axial
Unbaffle Axial
2 Turbin
Baffle Radial
Baffle Radial
Tabel 5.2 Bilangan Reynold Larutan Tepung Kanji 7,5% dan 15%
Jenis Kecepatan Diameter Bilangan Bilangan
Pengaduk (RPM) Pengaduk (cm) Reynold 7,5% Reynold 15%
140 4786,19 4368,81
180 6162,47 5625,08
Propeller 220 4,7 7518,22 6862,60
260 8894,511 8118,87
300 10270,8 9375,14
140 8599,54 7849,63
180 11072,38 10106,82
Paddle 220 6,3 13508,3 12330,32
260 15981,13 14587,51
300 18453,96 16844,71
140 6554,20 5982,65
180 8438,88 7702,98
Turbin 220 5,5 10295,44 9397,63
260 12180,13 11117,97
300 14064,81 12838,31
Tabel 5.3 Bilangan Froude Larutan Tepung Kanji 7,5% dan 15%
Jenis Kecepatan Diameter Bilangan Bilangan
Pengaduk (RPM) Pengaduk (cm) Froude 7,5% Froude 15%
Propeller 140 4,7 0,0260 0,0260
180 0,0431 0,0431
220 0,0642 0,0642
260 0,0899 0,0899
300 0,1198 0,1198
140 0,0349 0,0349
180 0,0578 0,0578
Paddle 220 6,3 0,0861 0,0861
260 0,1205 0,1205
300 0,1607 0,1607
140 0,0304 0,0304
180 0,0505 0,0505
Turbin 220 5,5 0,0751 0,0751
260 0,1052 0,1052
300 0,1403 0,1403
5.2 Pembahasan
Filtasi adalah proses pemindahan cairan atau solute yang melalui
bersamasama kompartmen tinggi ke kompartmen rendah. Contoh filtasi adalah
pergerakan cairan dari nutrient dan arteri kapiler menuju cairan interstisial di
sekitar sel. Tekanan yang menyebabkan filtrasi tersebut disebut dengan filtrasi
(filtration pressure) (Tamsuri, 2009).
Deep Bed Filter adalah proses penyaringan jangka panjang melalui media
berpori. Pada permukaan proses, media berpori tersebut tidak mengandung
partikel apapun. Ketika suspense mulai dialirkan dari masukan filter, media filter
akan terisi oleh partikel. Batas antara suspense dan bagian kosong pada filter
memebentuk sistem suatu konsentrasi partikel tersuspensi yang tertahan pada
media sehingga seiring dengan pertambahan waktu, konsentrasi partikel yang
tertahan meningkat dan menyumbat media berpori tersebut (Kuzmina dan Orlov,
2016).
Selama filtrasi berlangsung,pengurangan kekeruhan tidak bergantung pada
dinamika penyaringan, namun dilakukan dengan menggabungkan kontribusi
semua jenis partikel menjadi satu parameter. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa filtrasi berlangsung dan bergantung pada sifat fisika dan kimia dari
pertukaran partikel (Nilsen, 2020).
Filtrasi adalah suatu proses penyaringan yang dilakukan dengan tujuan
untuk menghilangkan zat padat tersuspensi (yang diukur dengan kekeruhan) dan
air melalui media berpori. Penyaringan melalui media berpori terjadi dengan cara
membawa dan menjebak partikel-partikel kedalam ruang pori sehingga terjadi
penggumpalan dan tumpukan partikel-partikel pada permukaaan butiran dari
medium (Prasetyo dkk., 2018).
Jenis filter yang paling sederhana adalah Bed Filter. Filter jenis ini sering
digunakan dalam proses filtrasi dimana sejumlah kecil padatan yang harus
dihilangkan dari air dalam jumlah berlapis-lapisan bawah filter ini seringkali
terdiri dari partikel partikel kasar tersebut dari terdiri pasir halus yang bertindak
sebagai media filter (Geankoplis, 2003).
Pada percobaan ini sistem panyaringan yang digunakan adalah Deep Bed
Filter yang media penyaringannya berupa pasir dan susopensi yang digunakan
adalah kapur pada konsentrasi 250 mg/L da 350 mg/L dengan lajualir 2,5 L/menit
pada tahap backwash dan tahap downward. Didalam Deep Bed Filter suspense
yang mengandung partikel yang mengalir kebawah dengan saringan. Selama
operasi partikel yang tersuspensi akan menumpuk pada media filter. Hal yang
diamati adalah pengeluaran filtrate guna mengetahui tingkat kekeruhan dalam air
dan nilai pressure drop.
350
300
Waktu Pencampuran (s)
250
200 Propeller
Paddle
150
Turbin
100
50
0
140 180 220 260 300
Kecepatan Pengaduk (Rpm)
6
Waktu Pencampuran (m)
5
4
3
Baffle
2
Unbaffle
1
0
140 180 220 260 300
Kecepatan Pengadukan (Rpm)
Dari Gambar 5.2 terlihat bahwa tangki yang menggunakan baffle pada
kecepatan 140; 180; 220; 260; dan 300 rpm memiliki waktu pencampuran yang
lebih cepat dibandingkan dengan tangki yang tidak menggunakan baffle pada
kecepatan yang sama. Waktu pencampuran pada tangki ber-baffle berturut-turut
taitu 3,1; 3; 2,9; 2,83; dan 2,8 menit. Sedangkan pada tangki unbaffle, waktu
pencampurannya berturut-turut adalah 4,4; 4,3; 3,9; 3,5; dan 3,3 menit. Hal ini
disebabkan oleh adanya baffle yang dapat membagi aliran menjadi beberapa
bagian, sehingga mempercepat proses pencampuran. Hal ini sesuai dengan teori
menurut Suryadhianto dan Ikhwanul (2018), menyatakan adanya sirip (baffle)
pada dasar tangki mampu meningkatkan unjuk kerja dari tangki berpengaduk
sehingga menghasilkan waktu yang singkat.
350
300
Waktu Pencampuran (s)
250
200 Propeller
150 Paddle
Turbin
100
50
0
140 180 220 260 300
Kecepatan Pengaduk (Rpm)
300
250
Waktu Pencampuran (s)
200
Propeller
150
Paddle
100 Turbin
50
0
140 180 220 260 300
Kecepatan Pengaduk (Rpm)
2
Dp x N x ρ
NRe= .....................................................................(5.1)
μ
Dimana : NRe = Bilangan Reynold
Dp = Diameter pengaduk (m)
N = Banyak putaran pengaduk per detik (1/s)
ρ = Densitas (kg/m2)
μ = Viskositas (kg/m.s)
20000
18000
16000
14000
12000 Propeller
10000
NRe
Paddle
8000
Turbin
6000
4000
2000
0
140 180 220 260 300
Kecepatan Pengaduk (Rpm)
4500
4000
3500
3000
Propeller
2500
Paddle
NP
2000 Turbin
1500
1000
500
0
140 180 220 260 300
Kecepatan Pengaduk (Rpm)
Gambar 5.6 Hubungan kecepatan pengaduk terhadap bilangan power pada larutan
kanji 7,5%
4500
4000
3500
3000
Propeller
2500
Paddle
NP
2000
Turbin
1500
1000
500
0
140 180 220 260 300
Kecepatan Pengaduk (Rpm)
Gambar 5.7 Hubungan kecepatan pengaduk terhadap bilangan power pada larutan
kanji 15%
0.18
0.16
0.14
0.12
0.1 Propeller
Nfr
0.08 Paddle
0.06 Turbin
0.04
0.02
0
140 180 220 260 300
Kecepatan Pengaduk (Rpm)
Gambar 5.8 Hubungan kecepatan pengaduk terhadap bilangan froude pada larutan
kanji 7,5%
0.18
0.16
0.14
0.12 Propeller
0.1
Paddle
Nfr
0.08
Turbin
0.06
0.04
0.02
0
140 180 220 260 300
Kecepatan Pengaduk (Rpm)
Gambar 5.9 Hubungan kecepatan pengaduk terhadap bilangan froude pada larutan
kanji 15%
Berdasarkan gambar 5.8 dan 5.9 didapatkan bahwa bilangan Froude
berbanding lurus terhadap kecepatan pengaduk dan diameter pengaduk dari ketiga
pengaduk yang digunakan, pengaduk jenis paddle dan turbin memiliki nilai yang
lebih besar dibandingkan pengaduk propeller. Bilangan Froude pada pengaduk
jenis propeller menggunakan fluida kanji 7,5% memiliki nilai bilangan Froude
pada kecepatan pengaduk 140; 180; 220; 260; dan 300 rpm secara beturut – turut
adalah 0,02; 0,04; 0,06; 0,08; dan 0,11. Pengaduk turbin memiliki bilangan
Froude secara berturut – turut adalah 0,03; 0,05; 0,07; 0,10; dan 0,14. Serta untuk
pengaduk paddle memiliki bilangan Froude secara berturut – turut adalah 0,03;
0,05; 0,08; 0,12; dan 0,16. Menurut Rauf dan Sufiah (2019), besarnya kecepatan
pengaduk berbanding lurus dengan angka Froude. Semakin tinggi kecepatan
pengaduk maka semakin besar pula angka Froude-nya. Bilangan ini meningkat
karena aliran fluida akan mengikuti gaya gravitasi menuju bagian bawah tangka.
VI.Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut.
1. Semakin besar kecepatan pengaduk maka akan semakin cepat proses
pencampurannya.
2. Waktu pencampuran pewarna tinta ke dalam fluida lebih cepat menggunakan
pengaduk paddle dan turbin dibandingkan dengan pengaduk propeller.
3. Semakin besar kecepatan pengaduk maka semakin besar bilangan Reynold
yang dihasilkan.
4. Semakin besar kecepatan pengaduk maka semakin besar bilangan Power yang
dihasilkan.
5. Semakin besar diameter pengaduk maka semakin besar bilangan Froude yang
dihasilkan.
6. Pola aliran yang dihasilkan berbeda – beda, tergantung pada jenis pengaduk
serta ada atau tidak adanya baffle.
VII.Daftar Pustaka
Darmawan, D., Harijanto, A., dan Astutik, S. 2018. Analisis Bilangan Reynold
(Re) untuk Menentukan Jenis Aliran Fluida Menggunaka CFD
(Computational Fluid Dynamic) sebagai Rancangan Bahan Ajar di SMA.
FKIP E-Proceeding. 3(1) : 178-182.
Fachruddin, A., Irfan, S. A., dan Toni, B. 2015. Analisa Aliran Fluida pada
Mixing Crude Oil Storage Tank dengan CFD. Institute Teknologi 10
Nopember
Geankoplis, C., J. 2003. Transport process and superation process principles
(include unit operation) fourth edition. USA prentice hall.
Herlianti, 2012. Aplikasi Mixing di Industri (Reaktor Tangki Berpengaduk).
Universitas Jayabaya.
Kuzmina, L.I dan Yuri, V.O. 2016. Deep Bed Filtration Asymptotics at the Filter
Inlet. Procedia Engineering. 153(1): 366-370.
Nilsen, V. 2020. Some aspects of deep-bed filtration dynamics in QMRA for
drinking water. Water research. 170(5): 115-365.
Oktavianto, P., Amar, M., Yatno, D. A., Abdul, R., dan Anwar, M. 2020.
Modifikasi Pengaduk Tangki Seksi 200 Pada Fasilitas Pilot Conversion
Plant (PCP). PIN Pengelolaan Instalasi Nuklir. 13(24) : 11-22.
Prasetyo, B. H., Rubiono, G., dan Suryadhianto, U. 2020. Pengaruh Jumlah Sudu
Pengaduk Terhadap Pola Pencampuran dan Konsumsi Daya Listrik pada
Mixer Vertikal. V-MAC (Virtual of Mechanical Engineering Article).
5(1) : 9-12.
Prasetyo, R. I., Ahmad, M., dan Muhammad, A. 2018. Pengaruh fitrasi dengan
metode up flow terhadap kekeruhan besi (Fe) dan derajat kebebasan.
Jurnal world of civil and environment Engineering. 1(1):9-14
Purwanto, 2008. Pengaruh Design Impeller, Baffle, Kecepatan Putar Pada
Proses Isolasi Minyak Kelapa Murni Dengan Metode Pengadukan.
Institute Teknologi Adhi Tama : Yogyakarta.
Rauf, R. dan Sufiah, N. M. 2019. Analisis Perubahan Dasar Saluran Terbuka
Akibat Variasi Debit pada Tingkat Aliran Kritis dan Super Kritis. Jurnal
Teknik Hidro. 12(1) : 25-33.
Supriyanto M., Masruki K., dan Hera S. 2019. Perancangan mesin pengaduk sirup
parijoto dengan sistem tiga blade. Jurnal Teknik Mesin. Universitas
Muria Kudus. 6(1) : 277-281.
Suryadhianto, U. dan Ikhwanur, Q. 2018. Pengaruh Jumlah dan Kemiringan Sudu
Mixer Poros Vertikal (Vertical Stirred Mixer) Terhadap Unjuk Kerja
Pencampuran. Jurnal ROTOR. 11(1) : 25-29.
Syauqiah, I., Amalia, M. and Kartini, H.A., 2011. Analisis variasi waktu dan
kecepatan pengaduk pada proses adsorpsi limbah logam berat dengan
arang aktif. Info-Teknik, 12(1) : 11-20.
Tamsuri, A. 2009. Klien gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. EGC:
Jakarta.
Triwibowo, B., Megawati, M., Puspita, D. R., dan Putri, D. A. 2017. Simulasi
distribusi shear stress pada dasar tangki sistem pengadukan berbasis
Computational Fluid Dynamics (CFD). Jurnal Kompetensi Teknik. 9(1) :
20-28.
VIII.Lampiran
A. CONTOH PERHITUNGAN
A.1 Data Pengamatan
A.1.1 Menentukan Densitas
1. Densitas Air
( berat piknometer + air ) - ( berat piknometer kosong)
ρ =
volume piknometer
(43, 43 gram) - ( 18,53 gram)
=
25 mL
= 0,9 96 g/mL
Dp 2 x n x ρ
NRe=
μ
2
(0,047 m) x 2,33 rps x 0,9764 g /mL
¿
1,05 x 10−3 Pa . s
= 4786,192
Untuk hasil perhitungan dengan perbedaan pengaduk, kecepatan
pengaduk dan perbedaan konsentrasi kanji dapat menggunakan rumus di
atas.
Np = P
¿¿
11,2 watt
=
¿¿
= 3953,968446