STAMBUK : 002302532020
1. Tidak diajarkan secara reguler dalam kurikulum Fakultas Hukum (Program S1)
2. Terbatasnya referensi dan pakar/ahli tentang Sejarah Hukum
3. Terbatasnya pemahaman tentang kegunaan dan manfaat Sejarah Hukum
-Persamaannya
Pembenaran baik Sejarah Hukum maupun sejarah pada umumnya adalah fakta empirik, bukan opini,
baik masa lalu, masa kini, maupun fakta yang akan datang.
-Perbedaannya
Objek kajian Sejarah Hukum adalah fakta hukum, sedangkan objek kajian sejarah pada umumnya
adalah fakta pada umumnya.
Sejarah pada umumnya mengenal priodesasi dalam perkembangannya, sedangkan Sejarah Hukum
dalam perkembangannya tidak terikat dalam priodesasi.
Sejarah Hukum merupakan bagian ilmu hukum dalam arti luas, sedangkan sejarah pada umumnya
adalah merupakan bagian ilmu sosial.
Dinamis
SEJARAH HUKUM
Sebagai ilmu yaitu mempelajari dan menganalisis hukum dari waktu ke waktu
-Kaidah hukum
-Praktik hukum
-Pendidikan hukum
-Penelitian hukum
-Lembaga-lembaga hukum
V. APELDOOREN
Kegiatan utk mengumpulkan dan membuat deskriptif tentang aturan atau kaidah² hukum dan
lembaga² hukum dari masa lampau merupakan fakta hukum, ttp hal itu baru merupakan pengetahuan
tentang hukum dan dasar bagi sejarah hukum
LEMAIRE
Masalah pokok pd sejarah hukum adalah bukan bagaimana halnya pd masa lampau, akan tetapi
bagaimana hal itu terjadi
Hukum merupakan gejala sejarah sehingga hukum itu sendiri mempunyai sejarah, artinya hukum
senantiasa berubah dan berkembang
Perubahan dan perkembangan hukum mempunyai hubungan timbal balik dengan bidang² kehidupan
lainnya yg berkaitan erat dengan faktor ekonomi, politik dan agama
1) Mengungkapkan fakta hukum masa lampau dalam hubungannya dgn fakta hukum masa kini
sekaligus merupakan dasar bagi hukum masa mendatang
2) Dapat mengungkapkan apa sebabnya kaidah hukum pada masa kini mempunyai sifat dan isi
tertentu
3) Berguna dalam praktik hukum, oleh karena itu sangat penting untuk mengadakan penafsiran
secara historikal terhadap peraturan-peraturan hukum
4) Berguna dlm pendidikan hukum, walaupun di Indonesia belum banyak dikembangkan
5) Dalam penelitian hukum, terutama untuk dapat mengungkapkan antara masa lampau dengan
masa kini
6) Dapat mengungkapkan tentang fungsi dan efektivitas lembaga-lembaga hukum tertentu
7) Dapat mengungkapkan dan menilai keadaan-keadaan yg sedang dihadapi dan sekaligus
memecahkan masalahnya
PERKEMBANGAN SEJARAH HUKUM DI INDONESIA PADA MASA PASCA KOLONIAL MASA PERALIHAN
(1940–1942)
1) Membagi daerah yg diduduki menjadi 3 wilayah komando, yaitu: Jawa dan Madura,
Sumatra,Indonesia Timur
2) Dihapuskannya dualisme dalam tata peradilan menjadi satu sistem peradilan untuk semua
golongan penduduk, kecuali untuk orang Jepang
3) Dihapuskannya perbedaan polisi kota dengan polisi lapangan/desa
4) Menghilangkan warna kekuasaan BELANDA dan diganti dengan warna kekuasaan Jepang serta
perlunya orang-orang Eropa diperlakukan secara khusus di hadapan orang Asia
5) Unifikasi kejaksaan
PERKEMBANGAN SEJARAH HUKUM DI INDONESIA PADA MASA REVOLUSI FISIK AWAL KEMERDEKAAN
(1945–1950)
Upaya membangun hukum Indonesia yang lepas dari pengaruh hukum kolonial belum dapat
diwujudkan, disebabkan karena :
1) Kendala-kendala
2) Keragaman hukum rakyat pada umumnya tidak terumus secara eksplisit
3) Ketentuan Pasal 163 jo Pasal 131 is dan Peraturan Peralihan UUD 1945
4) Budaya hukum para yuris yang terlanjur telah dipra-kondisi oleh doktrin-doktrin yang telah
ada
5) Kecenderungan untuk menempatkan hukum untuk mencegah terjadinya kevakuman yang
mengundang perebutan pengaruh oleh berbagai golongan dan kekuatan politik
Pernyataan normatif yang mengesankan, yang menolak hukum kolonial yaitu Maklumat Presiden No.
2 Tahun 1945, tanggal 10 Oktober 1945
Konferensi Meja Bundar tanggal 27 Desember 1949 antara Republik Indonesia dengan Hindia Belanda,
mengakhiri perebutan kekuasaan di Indonesia yang melahirkan Negara Federal (RIS)
PERKEMBANGAN SEJARAH HUKUM DI INDONESIA PADA MASA PEMERINTAHAN ORDE LAMA (1950–
1959)
Cita-cita jangka panjang adalah melahirkan unifikasi hukum yang merefleksikan semangat kesatuan
dan persatuan dalam perjuangan revolusi Indonesia tidaklah mudah diwujudkan karena
pertimbangan sosio yuridis termasuk pertimbangan politik – ideologik
1) Parlemen tidak dapat bekerja secara efektif dalam merealisasikan cita-cita untuk melahirkan
unifikasi hukum oleh karena pengaruh pluralisme masyarakat yang terefleksi dalam wujud
pluralisme aliran politik
2) Terjadinya pro-kontra terhadap keberadaan hukum adat, di satu pihak melihat sebagai
penghambat laju pertumbuhan ekonomi dan masyarakat, tetapi di sisi lain sebagai citra dan
kebanggaan nasional yang memantulkan kepribadian bangsa
3) Yang terjadi dan berhasil barulah proses nasionalisasi organisasi pengadilan saja (struktur),
sedangkan unifikasi hukum materil yang akan diterapkan belum terwujud, termasuk hukum
acara
4) Bahkan berdasarkan UU No. 1 Tahun 1951 badan-badan peradilan adat di luar Jawa dan
Madura ditiadakan, sehingga tidak ada peradilan yang dilaksanakan oleh negara
Berlanjut pro-kontra tentang keberadaan hukum adat dalam upaya pengembangan dan
pembangunan hukum nasional
Dengan termotivasi pada lahirnya Dekrit Presiden melahirkan keyakinan dogmatik yang kuat dan
bergelora bahwa sesungguhnya revolusi belum selesai, sehingga memunculkan penolakan segala hak
yang berbau asing
Sebagai tindak lanjut motivasi dekrit tersebut sekalipun merupakan suatu langkah simbolik yaitu
digantikannya simbol hukum Indonesia dari figur “Dewi Yustisia” yang dalam peradaban Eropa
melambangkan keadilan ke pohon beringin (keb. Jawa) melambangkan pengayoman
Pada periode ini lahir beberapa UU al. UUPA dgn berbagai kelemahannya, tetapi UU ini dgn tegas
menyebut berlakunya hukum adat khususnya hak-hak atas tanah
Diaktifkan kembali LPHN 1961, yg telah diresmikan pd tahun 1958 dalam suasana Demokrasi
Terpimpin
Menjabarkan lebih lanjut asas-asas pembaharuan hukum Indonesia yang digariskan oleh MPRS
Merancang pembaharuan hukum yang akan menggantikan hukum kolonial yang tidak sesuai dengan
kepentingan Indonesia sebagai negara yang merdeka
1) Kebijaksanaan dasar yang diambil untuk melaksanakan UUD 1945 secara konsekuen kemudian
segera melaksanakan pembangunan
2) Pancasila dijadikan sebagai landasan idiil dalam segala kegiatan dan UUD 1945 sebagai
landasan konstitusional
3) Anti kolonialisme dan imprealisme tidak lagi dikumandangkan secara khusus sebagai bagian
dari strategi nasional dan gantinya soal kemiskinan dan kesulitan ekonomi dikedepankan
sebagai permasalahan yang menarik dipecahkan
4) Peran parpol dan masyarakat sipil menjadi amat kurang, sedangkan peran militer dalam
konteks doktrin Dwi Fungsi ABRI menjadi lebih dominan
Mengembalikan citra Indonesia sebagai negara hukum melalui doktrin kepastian hukum
Hukum difungsikan sebagai sarana untuk merekayasa masyarakat yaitu hukum tidak hanya
difungsikan untuk kepentingan tertib sosial tetapi juga diharapkan untuk ikut mendorong terjadinya
perubahan
Perkembangan kontinuitas hukum dari hukum kolonial ke hukum yang dinasionalisasikan serta
hukum nasional sebagai hasil pengembangan hukum adat