Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN

PADA PASIEN DENGAN KASUS SYOK HIPOVOLEMIK


DI RUANG IGD DI RUMAH SAKIT DJATIROTO LUMAJANG

Disusun untuk memenuhi tugas praktik klinik keperawatan profesi ners

DISUSUN OLEH :
MUTI’ATUN NAFISAH
NIM. 14901.08.21036

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN GENGGONG
PROBOLINGGO
2021 - 2022
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN
PADA PASIEN DENGAN KASUS SYOK HIPOVOLEMIK
DI RUANG IGD DI RUMAH SAKIT DJATIROTO LUMAJANG

Lumajang, 08 Maret 2022


Mahasiswa

Muti’atun Nafisah
NIM. 14901.08.21036

Pembimbing Ruangan Pembimbing Akademik

................................................. ...................................................

Kepala Ruangan

...............................................
LEMBAR KONSULTASI ASUHAN KEPERAWATAN
KEGAWATDARURATAN DAN KRITIS PRAKTIK PROFESI NERS
STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN
PADJARAKAN - PROBOLINGGO
TAHUN 2021/2022
NO HARI/ EVALUASI TTD TTD
TANGGAL KONSULTASI PEMBIMBING MAHASISWA
LAPORAN PENDAHULUAN TENTANG SYOK HIPOVOLEMIK
1. Anatomi dan Fisiologi Jantung / Sistem Peredaran Darah

Gambar 1. Anatomi Jantung

Jantung terdiri atas empat ruang, yaitu dua ruang yang berdinding tipis disebut
atrium (serambi), dan dua ruang yang berdinding tebal disebut ventrikel (bilik). Atrium
kanan berfungsi sebagai penampungan (reservoir) darah yang rendah oksigen dari seluruh
tubuh. Atrium kiri menerima darah yang kaya oksigen dari kedua paru melalui 4 buah vena
pulmonalis. Kemudian darah mengalir ke ventrikel kiri, dan selanjutnya ke seluruh tubuh
melalui aorta. Kedua atrium tersebut dipisahkan oleh sekat, yang disebut septum atrium.
Fungsi ventrikel kanan yaitu menerima darah dari atrium kanan dan dipompakan ke paru-
paru melalui arteri pulmonalis. Fungsi ventrikel kiri menerima darah dari atrium kiri dan
dipompakan ke seluruh tubuh melalui aorta. Kedua ventrikel ini dipisahkan oleh sekat
yang disebut septum ventrikel.
Fungsi utama jantung adalah sebagai pompa yang melakukan tekanan terhadap
darah agar darah dapat mengalir ke seluruh bagian tubuh melalui pembuluh darah arteri
maupun vena. Selain itu jantung juga berfungsi sebagai suatu sistem sirkulasi yang
menyediakan oksigen ke seluruh tubuh dan membersihkan tubuh dari hasil metabolisme
(karbondioksida). Jantung melaksanakan fungsi tersebut dengan mengumpulkan darah
yang kekurangan oksigen dari seluruh tubuh dan memompanya ke dalam paru-paru,
dimana darah akan mengambil oksigen dan membuang karbondioksida. Keadaan ini biasa
disebut sebagai sirkulasi paru. Kemudian dilanjutkan dengan sirkulasi sistemik dimana
jantung akan mengumpulkan darah yang kaya oksigen dari paru-paru dan memompanya ke
jaringan di seluruh tubuh. Jantung terletak didalam rongga mediastinum dari ronga dada
(toraks) diantara kedua paru. Selaput yang melapisi jantung disebut perikardium yang
terdiri atas 2 lapisan :
1. Perikardium parietalis, yaitu lapisan luar yang melekat pada tulang dada dan selaput
paru.
2. Perikardium viseralis, yaitu lapisan permukaan dari jantung itu sendiri yang juga
disebut epikardium.
Diantara kedua lapisan tersebut terdapat cairan perikardium sebagai pelumas yang
berfungsi mengurangi gesekan akibat gerak jantung saat memompa. Dinding jantung
terdiri dari 3 lapisan, yaitu :
1. Lapisan luar disebut epikardium atau perikardium.
2. Lapisan tengah merupakan lapisan berotot, disebut miokardium.
3. Lapisan dalam disebut endokardium.
Jantung terdiri dari 4 ruang, yaitu dua ruang yang berdinding tipis disebut atrium
(serambi), dan 2 ruang yang berdinding tebal disebut ventrikel (bilik), yaitu sebagai
berikut :
1. Atrium
a) Atrium kanan berfungsi sebagai penampungan darah yang rendah oksigen dari
seluruh tubuh. Darah tersebut mengalir melalui vena kava superior, vena kava
inferior, serta sinus koronarius yang berasal dari jantung sendiri. Dari atrium
kanan kemudian darah di pompakan ke ventrikel kanan.
b) Atrium kiri menerima darah yang kaya akan oksigen dari paru melalui 4 buah
vena pulmonalis. Kemudian darah dialirkan ke ventrikel kiri. Antara kedua atrium
dipisahkan oleh sekat yang disebut septum atrium.
2. Ventrikel
a) Ventrikel kanan, menerima darah dari atrium kanan yang kemudian dipompakan
ke paru melalui arteri pulmonalis.
b) Ventrikel kiri, menerima darah dari atrium kiri kemudian memompakannya ke
seluruh tubuh melalui aorta. Kedua ventrikel dipisahkan oleh sekat yang disebut
septum ventrikel.
Katup - katup pada jantung terdiri dari :
1. Katup Atrioventrikuler
Merupakan katup yang terletak diantara atrium dan ventrikel.. katup antara
atrium kanan dan ventrikel kanan mempunyai tiga buah daun katup disebut
katup trikuspidalis. Sedangkan katup yang terletak diantara atrium kiri dan
ventrikel kiri mempunyai dua buah daun katup disebut katup bikuspidalis atau
katup mitral. Katup AV memungkinkan darah mengalir dari masing-masing
atrium ke ventrikel pada waktu diastole ventrikel, serta mencegah aliran balik ke
atrium pada saat sistol ventrikel.
2. Katup Semilunar
Katup pulmonal, terletak antara arteri pulmonalis dan ventrikel kanan.
Katup aorta, terletak antara ventrikel kiri dan aorta. Kedua katup semilunar
terdiri dari 3 daun katup. Adanya katup semilunar memungkinkan darah
mengalir dari masing-masing ventrikel ke arteri pulmonalis atau aorta selama
sistol ventrikel, dan mencegah aliran balik ke ventrikel sewaktu diastole
ventrikel.
Sirkulasi jantung terdiri atas :
1. Arteri Koroner
Arteri koroner adalah cabang pertama dari sirkulasi sistemik. Sirkulasi
koroner terdiri dari: arteri koroner kanan dan arteri koroner kiri. Arteri
koroner bermuara di sebelah atas daun katup aorta yang disebut ”sinus
valsava”.
2. Vena Koroner
Distribusi vena koroner sesungguhnya paralel dengan distribusi arteri
koroner. Sistem vena jantung terdiri dari 3 bagian : vena tebesian, vena
kardiaka anterior, sinus koronaria.
3. Keseluruhan sistem peredaran (sistem kardiovaskuler) yang terdiri dari
arteri, arteriola, kapiler, venula dan vena, mempunyai fungsi sebagai
berikut:
1) Arteri
Arteri berfungsi untuk transportasi darah dengan tekanan yang tinggi
ke seluruh jaringan tubuh. Dinding arteri kuat dan elastis (lentur),
kelenturannya membantu mempertahankan tekanan darah diantara
denyut jantung. Dinding arteri banyak mengandung jaringan elastis
yang dapat teregang saat sistol dan mengadakan rekoil saat diastol.
2) Arteriola
Merupakan cabang paling ujung dari sistem arteri, berfungsi sebagai
katup pengontrol untuk mengatur pengaliran darah ke kapiler.
Arteriol mempunyai dinding yang kuat sehingga mampu kontriksi
atau dilatasi beberapa kali ukuran normal, sehingga dapat mengatur
aliran darah ke kapiler. Otot arteriol dipersarafi oleh serabut saraf
kolinergik yang berfungsi vasodilatasi. Arteriol merupakan penentu
utama resistensi / tahanan aliran darah, perubahan pada diameternya
menyebabkan perubahan besar pada resistensi.
3) Kapiler
Merupakan pembuluh darah yang halus dan berdinding sangat tipis,
yang berfungsi sebagai jembatan diantara arteri (membawa darah
dari jantung) dan vena (membawa darah kembali ke jantung).
Kapiler memungkinkan oksigen dan zat makanan berpindah dari
darah ke dalam jaringan dan memungkinkan hasil metabolisme
berpindah dari jaringan ke dalam darah.
4) Venula
Dari kapiler darah mengalir ke dalam venula lalu bergabung dengan
venul-venul lain ke dalam vena, yang akan membawa darah kembali
ke jantung.
5) Vena
Vena memiliki dinding yang tipis, tetapi biasanya diameternya lebih
besar daripada arteri, sehingga vena dapat mengangkut darah dalam
volume yang sama tetapi dengan kecepatan yang lebih rendah dan
tidak terlalu dibawah tekanan. Karena tekanan dalam sistem vena
rendah maka memungkinkan vena berkontraksi sehingga
mempunyai kemampuan untuk menyimpan atau menampung darah
sesuai kebutuhan tubuh.
6) Lingkaran sirkulasi jantung dapat dibagi menjadi dua bagian besar
yaitu sirkulasi sistemik dan sirkulasi pulmonal. Namun demikian
terdapat juga sirkulasi koroner yang juga berperan sangat penting
bagi sirkulasi jantung, yaitu mempunyai fungsi sebagai berikut :
1) Sirkulasi Sistemik
a) Mengalirkan darah ke berbagai organ tubuh.
b) Memenuhi kebutuhan organ yang berbeda.
c) Memerlukan tekanan permulaan yang besar.
d) Banyak mengalami tahanan.
e) Kolom hidrostatik panjang.
2) Sirkulasi Pulmonal
a) Hanya mengalirkan darah ke paru.
b) Hanya berfungsi untuk paru-paru.
c) Mempunyai tekanan permulaan yang rendah.
d) Hanya sedikit mengalami tahanan.
e) Kolom hidrostatiknya pendek.
3) Sirkulasi Koroner
Efisiensi jantung sebagi pompa tergantung dari nutrisi dan
oksigenasi yang cukup pada otot jantung itu sendiri. Sirkulasi
koroner meliputi seluruh permukaan jantung dan membawa
oksigen untk miokardium melalui cabang-cabang intramiokardial
yang kecil-kecil. Aliran darah koroner meningkat pada:
a) Peningkatan aktifitas
b) Jantung berdenyut
c) Rangsang sistem saraf simpatis

Jantung sebagai pompa fungsinya dipengaruhi oleh 4 faktor utama


yang saling terkait dalam menentukan isi sekuncup (stroke volume) dan curah
jantung (cardiac output) yaitu:
1. Beban awal (pre load)
Beban awal adalah derajat peregangan serabut miokardium pada
akhir pengisian ventrikel. Hal ini sesuai dengan Hukum Starling:
peregangan serabut miokardium selama diastole melalui peningkatan
volume akhir diastole akan meningkatkan kekuatan kontraksi pada saat
sistolik. Sebagai contoh karet yang diregangkan maksimal akan menambah
kekuatan jepretan saat dilepaskan. Dengan kata lain beban awal adalah
kemampuan ventrikel meregang maksimal saat diastolik sebelum
berkontraksi/sistolik.
2. Kontraktilitas
Kontraktilitas merupakan kemampuan otot-otot jantung untuk
menguncup dan mengembang. Peningkatan kontraktilitas merupakan hasil
dari interaksi protein otot aktin-miosin yang diaktifkan oleh kalsium.
Peningkatan kontraktilitas otot jantung memperbesar curah sekuncup
dengan cara menambah kemampuan ventrikel untuk mengosongkan isinya
selama sistolik.
3. Beban akhir (after load)
Beban akhir adalah besarnya tegangan dinding ventrikel untuk dapat
memompakan darah saat sistolik. Beban akhir menggambarkan besarnya
tahanan yang menghambat pengosongan ventrikel. Beban akhir juga dapat
diartikan sebagai suatu beban pada ventrikel kiri untuk membuka katup
semilunar aorta, dan mendorong darah selama kontrakis/sistolik.
4. Frekuensi jantung
Frekuensi dan irama jantung mempengaruhi kontaktilitas, misalnya
bila ada ekstra sistol ventrikel, maka akan terjadi potensiasi pada
ekstasistolik.

Faktor utama yang mempengaruhi tekanan darah adalah curah


jantung, tekanan pembuluh darah perifer dan volume/aliran darah. Faktor-
faktor yang meregulasi tekanan darah bekerja untuk peride jangka pendek dan
jangka panjang, yaitu sebagai berikut :
1. Regulasi tekanan darah jangka pendek
a) Sistem Saraf
Sistem saraf mengontrol tekanan darah dengan mempengaruhi
tahanan pembuluh darah perifer. Dua mekanisme yang dilakukan adalah
mempengaruhi distribusi darah dan mempengaruhi diameter pembuluh
darah. Umumnya kontrol sistem saraf terhadap tekanan darah
melibatkan:
1) Pusat Vasomotor (hipotalamus dan serebrum), mempengaruhi
diameter pembuluh darah dengan mengeluarkan epinefrin sebagai
vasokonstriktor kuat, dan asetilkolin sebagai vasodilator.
2) Baroresptor, berlokasi pada sinus karotikus dan arkus aorta.
Baroresptor sensitif terhadap perubahan tekanan darah dan
regangan arteri.
3) Kemoresptor, berlokasi pada badan karotis dan arkus aorta.
Kemoreseptor berespon terhadap perubahan kadar oksigen, karbon
dioksida dan hidrogen dalam darah.
b) Kontrol kimia
Selain CO2 dan O2, sejumlah kimia darah juga membantu regulasi
tekanan darah melalui refleks kemoreseptor yang akan dibawa ke pusat
vasomotor. Hormon yang mempengaruhi: epinefrin dan norepinefrin,
natriuretik atrial, ADH, angiotensin II, Nitrit oxide, dan alkohol.
c) Regulasi tekanan darah jangka panjang
Ginjal melakukan regulasi tekanan darah jangka panjang melalui 2
mekanisme, yaitu : secara langsung melalui pengaturan kecepatan
filtrasi cairan di ginjal dan secara tidak langsung melalui pengaturan
sistem renin angiotensin.

2. Definisi Syok Hipovalemik


Syok merupakan keadaan ketika sel mengalami hipoksia sehingga
terjadi ketidakseimbangan antara oksigen yang diedarkan ke seluruh tubuh
dan oksigen yang dibutuhkan oleh tubuh. Hal ini sering disebabkan karena
penurunan perfusi jaringan dan kegagalan sirkulasi (Simmons and
Ventetuolo, 2017).
Syok hipovolemik merupakan syok yang terjadi akibat berkurangnya
volume plasma di intravaskuler. Syok ini dapat terjadi akibat perdarahan
hebat (hemoragik), trauma yang menyebabkan perpindahan cairan
(ekstravasasi) ke ruang tubuh non fungsional, dan dehidrasi berat oleh
berbagai sebab seperti luka bakar dan diare berat. Kasus-kasus syok
hipovolemik yang paling sering ditemukan disebabkan oleh perdarahan
sehingga syok hipovolemik dikenal juga dengan syok hemoragik. Perdarahan
hebat dapat disebabkan oleh berbagai trauma hebat pada organ-organ tubuh
atau fraktur yang yang disertai dengan luka ataupun luka langsung pada
pembuluh arteri utama (Kolecki and Menckhoff, 2016).
Syok merupakan salah satu kondisi yang dapat mengancam jiwa
seseorang. Hal ini terjadi apabila seseorang mengalami syok namun tidak
diberikan penanganan. Syok merupakan kondisi di mana perfusi yang tidak
memadai untuk memberikan pasukan oksigen serta nutrisi bagi organ-organ
tubuh dan fungsi seluler. Pemberian aliran darah yang cukup bagi jaringan
serta sel-sel memerlukan pompa jantung yang adekuat, pembuluh darah
dalam kondisi baik, serta volume darah yang memadai (Smeltzer, Bare,
Hinkle, dan Cheever, 2010).
Apabila ketiga kondisi tersebut mengalami gangguan, perfusi ke
jaringan akan berkurang. Jika ini berlangsung secara terus menerus dan tanpa
diberikan penanganan, akan memberikan dampak seperti kurangnya asupan
oksigen dan nutrisi bagi sel, akhirnya akan menyebabkan kematian sel dan
jaringan.
Menurut Porth dan Matfin (2009), kondisi syok merupakan kegagalan
akut pada sistem peredaran darah untuk mensuplai darah adekuat ke jaringan
perifer dan organ tubuh. Kondisi syok dapat terlihat dalam tanda-tanda vital
rentang normal. hal ini terjadi karena kondisi syok bukan sebagai penyakit,
melainkan sebagai tanda atau sindrom dalam perjalanan suatu penyakit.
Menurut Timby dan Smith (2010), syok terjadi ketika aliran darah yang
mensuplai oksigen ke jaringan dan ke sel-sel tubuh tidak memadai. Dampak
yang diakibatkan oleh syok di antaranya penurunan volume darah, jantung
memompa secara tidak efektif, dan dilatasi pembuluh darah perifer.
Syok memiliki beberapa tahap dalam perkembangannya. Tahapan
syok bergantung pada tanda dan gejala serta keparahan dari fungsi organ.
Ada beberapa tahapan fisiologis tubuh saat mengalami syok. Menurut
Smeltzer, Bare, Hinkle, dan Cheever (2010), tahapannya fisiologis tubuh
diantaranya tahap kompensasi, tahap progresif, serta tahap irreversible.
1. Tahap kompensasi
Pada tahap kompensasi, tekanan darah dalam batas normal. Selain
itu, stimulus pada sistem saraf simpatis dan pelepasan katekolamin,
menyebabkan pembuluh darah menjadi vasokontriksi, peningkatan
denyut jantung, peningkatan kontraktilitas jantung untuk
mempertahankan curah jantung. Respon fisiologis tubuh lain terhadap
syok diantaranya hipoperfusi jaringan, hipermetabolisme, serta respon
inflamasi. Respon fisiologis pada syok dengan mengaktifkan sistem saraf
simpatis untuk merespon sistem metabolik dan mengaktifkan proses
inflamasi.
2. Tahap progresif
Ada tahap ini, tekanan darah tidak terlihat normal. hal ini karena
mekanisme pengaturan tekanan darah tidak dapat mengimbangi, serta
tekanan rata-rata arteri menurun. Pada pasien, dapat mengalami
hipotensi, ketika tekanan darah sistoliknya berada kurang dari 90 mmHg.
3. Tahap irreversible
Pada tahap ini, organ tubuh mengalami kerusakan yang parah.
Dibuktikan dengan hipotensi masih berlangsung, ginjal dan hati
mengalami kegagalan, terjadi asidosis metabolik, serta sistem pernapasan
mengalami gangguan sehingga gangguan pada pertukaran oksigen-
karbondioksida.
Kondisi syok dapat disebabkan oleh beberapa kondisi seperti
perubahan dalam fungsi jantung (syok kardiogenik), penurunan volume darah
(syok hipovelemik), vasodilatasi pembuluh darah yang berlebihan dengan
distribusi aliran darah yang menurun (syok distributif), dan terdapat obstruksi
aliran darah yang melalui sistem sirkulasi (syok obstruktif) (Poth dan Matfin,
2009).
Syok hipovolemik ditandai dengan penurunan volume intravaskular.
Cairan tubuh terdiri atas cairan intraseluler dan cairan ekstraseluler. Jumlah
cairan intraseluler sekitar dua pertiga dari total cairan tubuh. Pada cairan
ekstaseluler jumlahnya satu pertiga yang terdiri atas cairan di dalam
pembuluh darah dan cairan interstisial.
Jumlah cairan interstisial sekitar 3 sampai 4 kali lipat dari jumlah
cairan intravaskular. Syok hipovolemik terjadi ketika cairan intravaskular
mengalami penurunan sekitar 15% - 30% (750-1500 mL) darah (American
Collage of Surgeons dalam Smeltzer, Bare, Hinkle, dan Cheever, 2010). Syok
Hipovolemik terjadi ditandai dengan berkuranganya volume darah didalam
pembuluh darah. Penurunan volume darah karena perdarahan, luka bakar,
dehidrasi, diare, dan muntah (Porth dan Matfin, 2010).
3. Etiologi Syok Hipovalemik
Menurut Standl et al. (2018) penyebab dari syok hipovolemi dibagi
dalam 4 bagian, yaitu:
1. Syok hemoragik, dikarenakan adanya perdarahan akut tanpa terjadi
cedera pada jaringan lunak.
2. Syok hemoragik traumatik, dikarenakan adanya perdarahan akut yang
disertai cedera pada jaringan lunak ditambah dengan adanya pelepasan
aktivasi sistem imun.
3. Syok hipovolemik karena kurangnya sirkulasi plasma darah secara kritis
tanpa adanya perdarahan.
4. Syok hipovolemik traumatik, karena kurangnya sirkulasi plasma darah
secara kritis tanpa adanya perdarahan, terjadi cedera pada jaringan lunak
serta adanya pelepasan aktivasi sistem imun.
Menurut Sudoyo et al. (2009), penyebab syok hipovolemik, antara lain:
1. Kehilangan darah
2. Hematom subkapsular hati
3. Aneurisma aorta pecah
4. Perdarahan gastrointestinal
5. Trauma
6. Kehilangan plasma
7. Luka bakar luas
8. Pankreatitis
9. Deskuamasi kulit
10. Sindrom Dumping
11. Kehilangan cairan ekstraselular
12. Muntah (vomitus)
13. Dehidrasi
14. Diare
15. Terapi diuretik yang agresif
16. Diabetes insipidus
17. Insufisiensi adrenal
4. Manifestasi Klinis Syok Hipovolemik
Gejala dan tanda yang disebabkan oleh syok hipovolemik akibat
nonperdarahan serta perdarahan adalah sama meskipun ada sedikit perbedaan
dalam kecepatan timbulnya syok. Gejala klinis pada suatu perdarahan bisa
belum terlihat jika kekurangan darah kurang dari 10% dari total volume
darah karena pada saat ini masih dapat dikompensasi oleh tubuh (Baren et
al., 2009).
Gejala Klinis Syok Hipovolemik
Ringan Sedang Berat
1. Ekstremitas dingin Gejalanya Sama dengan Gejalanya Sama
waktu pengisian gejala ringan hanya dengan gejala ringan
kapiler ditambah : dan sedang hanya
2. Meningkat 1. Takikardia ditambah :
3. Diaporesis 2. Takipnea 1. Hemodinamik
4. Vena kolaps 3. Oliguria tidak stabil
5. Cemas 4. Hipotensi ortostatik 2. Takikardia
bergejala
3. Hipotensi
4. Perubahan
kesadaran
Sumber : Baren et al., 2009
Perubahan dari syok hipovolemik ringan menjadi berat dapat terjadi
bertahap atau malah sangat cepat, terutama pada pasien lanjut dan yang
memiliki penyakit berat (Baren et al., 2009).
Bila perdarahan terus berlangsung maka tubuh tidak mampu lagi
mengkompensasinya dan menimbulkan gejala-gejala klinis. Secara umum,
syok hipovolemik menimbulkan gejala peningkatan frekuensi jantung dan
nadi (takikardi), pengisian nadi yang lemah, kulit dingin dengan turgor yang
jelek, ujung-ujung ekstremitas dingin, dan pengisian kapiler lambat
(Hardisman, 2013).
Menurut (Hardisman, 2013), tanda dan gejala syok hypovolemia
ditentukan berdasar stadium yaitu:
1. Stadium-I adalah syok hipovolemik yang terjadi pada kehilangan darah
hingga maksimal 15% dari total volume darah. Pada stadium ini tubuh
mengkompensai dengan dengan vasokontriksi perifer sehingga terjadi
penurunan refiling kapiler. Pada saat ini pasien juga menjadi sedkit
cemas atau gelisah, namun tekanan darah dan tekanan nadi rata-rata,
frekuensi nadi dan nafas masih dalam kedaan normal.
2. Stadium-II adalah jika terjadi perdarahan sekitar 15-30%. Pada stadium
ini vasokontriksi arteri tidak lagi mampu menkompensasi fungsi
kardiosirkulasi, sehingga terjadi takikardi, penurunan tekanan darah
terutama sistolik dan tekanan nadi, refiling kapiler yang melambat,
peningkatan frekuensi nafas dan pasien menjadi lebih cemas.
3. Stadium-III bila terjadi perdarahan sebanyak 30-40%. Gejala-gejala yang
muncul pada stadium-II menjadi semakin berat. Frekuensi nadi terus
meningkat hingga diatas 120 kali permenit, peningkatan frekuensi nafas
hingga diatas 30 kali permenit, tekanan nadi dan tekanan darah sistolik
sangat menurun, refiling kapiler yang sangat lambat.
4. Stadium-IV adalah syok hipovolemik pada kehilangan darah lebih dari
40%. Pada saat ini takikardi lebih dari 140 kali permenit dengan
pengisian lemah sampai tidak teraba, dengan gejala-gejala klinis pada
stadium-III terus memburuk. Kehilangan volume sirkulasi lebih dari 40%
menyebabkan terjadinya hipotensi berat, tekanan nadi semakin kecil dan
disertai dengan penurunan kesadaran atau letargik.

5. Klasifikasi Syok Hipovolemik


Berdasarkan persentase volume kehilangan darah, syok hipovolemik
dapat dibedakan menjadi 4 tingkatan atau stadium:
Klasifikasi Syok Hipovolemik
Indikator Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3 Kelas 4
Kehilangan darah (ml) <750 750 - 1500 1500 - 2000 >2000
Kehilangan darah (%EBV) <15% 15 – 30% 30 – 40% >40%
Denyut nadi (x/menit) <100 >100 >120 >140
Tekanan Darah N N ↓ ↓
Tekanan Nadi N/ ↑ ↓ ↓ ↓
Frekuensi Nafas 14 – 20 20 - 30 30 - 35 >35
Produksi Urin (ml/jam) >30 20 - 30 5 - 15 Sangat
sedikit
Status Mental Sedikit Agak cemas Cemas dan Bingung .
cemas bingung latergi
Sumber : American College of Surgeons Committee on Trauma, 2008
Penurunan tekanan darah sistolik lebih lambat terjadi karena adanya
mekanisme kompensasi tubuh terhadap terjadinya hipovolemia. Pada awal-
awal terjadinya kehilangan darah, terjadi respon sistem saraf simpatis yang
mengakibatkan peningkatan kontraktilitas dan frekuensi jantung.
Namun kompensasi yang terjadi tidak banyak pada pembuluh perifer
sehingga terjadi penurunan diastolik dan penurunan tekanan nadi. Oleh sebab
itu, pemeriksaan klinis yang seksama sangat penting dilakukan karena
pemeriksaan yang hanya berdasarkan pada perubahan tekanan darah sistolik
dan frekuensi nadi dapat menyebabkan kesalahan atau keterlambatan
diagnosa dan penatalaksanaan (Harisman, 2013).

6. Patofisiologi Syok Hipovolemik


Respon dini terhadap kehilangan darah adalah mekanisme kompensasi
tubuh yang berupa vasokonstriksi di kulit, otot, dan sirkulasi viseral untuk
menjaga aliran darah yang cukup ke ginjal, jantung, dan otak. Respon
terhadap berkurangnya volume sirkulasi akut yang berkaitan dengan trauma
adalah peningkatan detak jantung sebagai usaha untuk menjaga cardiac
output. Dalam banyak kasus, takikardi adalah tanda syok paling awal yang
dapat diukur (American College of Surgeons Committee on Trauma, 2009).
Pelepasan katekolamin endogen akan meningkatkan tahanan vaskular
perifer. Hal ini akan meningkatkan tekanan darah diastolik dan menurunkan
tekanan nadi tetapi hanya sedikit meningkatkan perfusi organ. Hormon-
hormon lainnya yang bersifat vasoaktif dilepaskan ke sirkulasi selama
kondisi syok, termasuk histamin, bradikinin, dan sejumlah prostanoid dan
sitokin-sitokin lainnya. Substansi-substansi ini mempunyai pengaruh besar
terhadap mikrosirkulasi dan permeabilitas vaskular (American College of
Surgeons Committee on Trauma, 2009).
Pada syok perdarahan yang dini, mekanisme pengembalian darah
vena dilakukan dengan mekanisme kompensasi dari kontraksi volume darah
dalam sistem vena yang tidak berperan dalam pengaturan tekanan vena
sistemik. Namun kompensasi mekanisme ini terbatas. Metode yang paling
efektif dalam mengembalikan cardiac output dan perfusi end-organ adalah
dengan menambah volume cairan tubuh/darah (American College of
Surgeons Committee on Trauma, 2009).
Pada tingkat selular, sel-sel dengan perfusi dan oksigenasi yang tidak
memadai mengalami kekurangan substrat esensial yang diperlukan untuk
proses metabolisme aerobik normal dan produksi energi. Pada tahap awal,
terjadi kompensasi dengan proses pergantian menjadi metabolisme anaerobik
yang mengakibatkan pembentukan asam laktat dan berkembang menjadi
asidosis metabolik. Bila syok berkepanjangan dan pengaliran substrat
esensial untuk pembentukan ATP tidak memadai, maka membran sel akan
kehilangan kemampuan untuk mempertahankan kekuatannya dan gradien
elektrik normal pun akan hilang (American College of Surgeons Committee
on Trauma, 2009). Pembengkakan retikulum endoplasma adalah tanda
struktural pertama dari hipoksia seluler, menyusul segera kerusakan
mitokondria, robeknya lisosom, dan lepasnya enzim-enzim yang mencerna
elemen-elemen struktur intraseluler lainnya. Natrium dan air masuk ke dalam
sel dan terjadilah pembengkakan sel. Penumpukan kalium intraseluler juga
terjadi. Bila proses ini tidak membaik, maka akan terjadi kerusakan seluler
yang progresif, penambahan pembengkakan jaringan, dan kematian sel.
Proses ini meningkatkan dampak kehilangan darah dan hipoperfusi jaringan
(American College of Surgeons Committee on Trauma, 2009)
7. Pathway Syok Hipovolemik
8. Pemeriksaan Penunjang Syok Hipovolemik
Pemeriksaan laboratorium awal yang mungkin ditemukan pada
keadaan syok hipovolemik, antara lain (Schub dan March, 2014):
1. Complete Blood Count (CBC), mungkin terjadi penurunan hemoglobin,
hematokrit dan platelet.
2. Blood Urea Nitrogen (BUN), mungkin meningkat menandakan adanya
disfungsi ginjal.
3. Kadar elektrolit dalam serum mungkin menunjukkan abnormalitas.
4. Produksi urin, mungkin meningkat menandakan adanya disfungsi ginjal
5. Kadar elektrolit dalam serum mungkin menunjukkan abnormalitas
6. Produksi urin, mungkin <400ml/hari atau tidak ada sama sekali
7. Pulse oximetry, mungkin menunjukkan penurunan saturasi oksigen
8. AGDA, mungkin mengidentifikasi adanya asidosis PT dan APTT
Menurut Kolecki dan Menckhoff, tahun 2014, menyatakan bahwa
untuk pemeriksaan penunjang, dapat dilakukan pemeriksaan sebagai berikut
antara lain adalah:
1. Ultrasonografi, jika dicurigai terjadi aneurisma aorta abdominalis
2. Endoskopi dan gastric lavage, jika dicuriga adanya perdarahan
gastrointestinal.
3. Pemeriksaan FAST, jika dicurigai terjadi cedera abdomen
4. Pemeriksaan radiologi, jika dicuriga terjadi fraktur.
Menurut (Kowalak, 2011), menyatakan bahwa pemeriksaan
penunjang pada syok hipovolemik yaitu:
1. Nilai hematokrit dapat menurun pada perdarahan atau meninggi pada
jenis syok lain yang disebabkan hypovolemia.
2. Pemeriksaan koagulasi dapat mendeteksi koagulopati akibat DIC
(Diseminata Intravascular Coagulation).
3. Pemeriksaan laboratorium dapat mengungkapkan kenaikan jumlah sel
darah putih dan laju endap darah yang disebabkan cedera dan inflamasi,
kenaikan kadar ureum dan kreatinin akibat penurunan perfusi renal,
peningkatan serum laktat yang terjadi sekunder karena metabolism
anaerob, kenaikan kadar glukosa serum pada stadium dini syok karena
hati melepas cadangan glikogen sebagai respon terhadap stimulasi saraf
simpatik.
4. Analisis gas darah arteri dapat mengungkapkan alkalosis respiratorik
pada syok dalam stadium dini yang berkaitan dengan takipnea, asidosis
respiratorik pada stadium selanjutnya yang berkaitan dengan depresi
pernapasan, dan asidosis metabolik pada stadium selanjutnya 11 yang
terjadi sekunder karena metabolism anaerob.

9. Penatalaksanaan Syok Hipovolemik


1. Penatalaksanaan medis :
Penatalaksanaan syok hipovolemik meliputi mengembalikan
tandatanda vital dan hemodinamik kepada kondisi dalam batas normal.
Selanjutnya kondisi tersebut dipertahankan dan dijaga agar tetap pada
kondisi satabil. Penatalaksanaan syok hipovolemik tersebut yang utama
terapi cairan sebagai pengganti cairan tubuh atau darah yang hilang
(Kolecki and Menckhoff, 2016).
Standl et al. (2018) menyatakan bahwa penanganan syok
hipovolemik terdiri dari resusitasi cairan menggunakan cairan kristaloid
dengan akses vena perifer, dan pada pasien karena perdarahan, segera
kontrol perdarahan (tranfusi). Dalam mencegah terjadinya hipoksia,
disarankan untuk dilakukan intubasi dengan normal ventilasi.
Menurut Kolecki & Menckhoff (2016) Cairan resusitasi yang
digunakan adalah cairan isotonik NaCl 0,9% atau ringer laktat.
Pemberian awal adalah dengan tetesan cepat sekitar 20 ml/KgBB pada
anak atau sekitar 1-2 liter pada orang dewasa. Pemberian cairan terus
dilanjutkan bersamaan dengan pemantauan tanda vital dan
hemodinamiknya.
Jika terdapat perbaikan hemodinamik, maka pemberian
kristaloid terus dilanjutkan. Pemberian cairan kristaloid sekitar 5 kali
lipat perkiraan volume darah yang hilang dalam waktu satu jam, karena
distribusi cairan kristaloid lebih cepat berpindah dari intravaskuler ke
ruang intersisial. Jika tidak terjadi perbaikan hemodinamik maka
pilihannya adalah dengan pemberian koloid, dan dipersiapkan pemberian
darah segera.
2. Penatalaksanaan keperawatan :
Monitoring pada pasien syok yang dapat dilakukan yaitu
(Simmons and Ventetuolo, 2017) :
1) Monitor tekanan darah
Pada pasien dengan syok hemoragik, tekanan darah sistol
dipertahankan >70 mmHg dengan MAP >65 mmHg.
2) Mengukur CVP (Central Venous Pressure)
Nilai CVP normal yaitu 5-7 mmHg pada orang dewasa dengan
bernapas secara spontan. Nilai CVP <5 mmHg menandakan pasien
mengalami syok hipovolemik,
3) Passive Leg Raising (PLR)
PLR merupakan pengaturan posisi dengan meninggikan kaki 45
derajat dengan kepala dan badan sejajar. PLR berfungsi untuk
meningkatkan aliran balik vena dari ekstremitas kembali ke
jantung.

ALGORITMA SYOK
10. Komplikasi Syok Hipovolemik
Komplikasi dari syok hipovolemik meliputi sepsis, sindrom gawat
napas akut, koagulasi intravaskular diseminata, kegagalan multiorgan,
hingga kematian (Greenberg, 2015).
Komplikasi yang mungkin terjadi pada syok meliputi (Kowalak,
2011) :
1. Sindrom distress pernapasan akut
2. Nekrosis tubuler akut
3. Koagulasi intravaskuler diseminata (DIC)
4. Hipoksia serebral
5. Kematian

11. Asuhan Keperawatan Teori


1. Pengkajian
a. Data Umum Klien, berisi data-data umum tentang pasien misalnya
nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, alamat, tanggal masuk RS
b. Pengkajian Primer :
4) Airway :
Kaji kepatenan jalan nafas klien, adanya sumbatan atau obstruksi,
serta kaji bunyi nafas tambahan, Penilaian kepatenan jalan nafas,
meliputi pemeriksaan mengenai adanya obstruksi jalan napas,
adanya benda asing. Pada klien yang dapat berbicara dapat
dianggap jalan napas bersih. Dilakukan pula pengkajian adanya
suara napas tambahan seperti snoring,dll.
5) Breathing :
Kaji pola nafas klien, frekuensi pernafasan, pergerakan dada
klien, bentuk dada, atau adanya bantuan pernafasan, Penilaian
frekuensi jalan napas, apakah ada penggunaan otot bantu
pernapasan retraksi dinding dada, adanya sesak napas. Palpasi
pengenbangan paru, auskultasi suara napas, kaji adanya suara
napas tambahan seperti ronchi, wheezing dan kaji adanya trauma
pada dada.
6) Circulation :
Kaji tanda-tanda vital klien, adanya akral dingin dan kaji
Capillary Refill Time (CRT), Pada pengkajian sirkulasi dilakukan
pengkajian tentang volume darah dan cardiac output serta adanya
perdarahan. Pengkajian juga meliputi status hemodinamik, warna
kulit, dan nadi.
7) Disability :
Kaji adanya penurunan tingkat kesadaran, adanya ganggun
verbal, motorik dan sesorik serta refleks pupil. Nilai tingkat
kesadaran, serta ukuran dan reaksi pupil. Gejala-gejala syok
seperti kelemahan, penglihatan kabur, dan kebingungan. Nyeri
dada, perut, atau punggung mungkin menunjukkan gangguan
pada pembuluh darah.
8) Exposure :
Pada pengkajian ini yang dilakukan yaitu menentukan apakah
pasien mengalami cidera tertentu.
c. Pengkajian Sekunder :
Menurut Horne 2010 :
1) Penilaian umum GCS
2) Riwayat Penyakit/Pengkajian SAMPLE (sign and Symptom,
Allergies, Medications, Past Illnes, Last Meal, Event leading to
injury illness)
3) Pengkajian Nyeri (PQRST)
4) Tanda dan gejala meliputi pusing, kelemahan, keletihan, sinkope,
anoreksia, mual, muntah, haus, kekacauan mental, konstipasi,
oliguria
5) Pengkajian fisik :
Pada pemgkajian ini dapat dilakukan inspeksi dan didapatkan
hasil takipnea dan hiperventilasi, pada pemeriksaan secara palpasi
didapatkan hasil kulit dingin, berkeringat dan saat di auskultasi
didapatkan takikardi dan nadi lemah halus. Selain itu secara
umum hasil pengkajian akan di dapati penurunan tekana darah,
peningkatan frekuensi jantung, turgor kulit menjadi buruk, lidah
kering dan kasar, mata cekung, vena leher kempes, peningkatan
suhu, dan penurunan berat badan akut. Pasien syok hipovolemik
akan tampak pucat, hipotensi terlentang dan oliguria.
6) Pengkajian perubahan pada hipovolemi :

7) Pengukuran hemodinamik
Penurunan CVP, penurunan tekanan arteri pulmoner (TAP),
penurunan curah jantung, penurunan tekanan arteri rerata,
peningkatan tahanan vaskuler sistemik.
8) Riwayat dan faktor – faktor resiko :
a. Kehilangan GI abnormal : muntah, diare, drainase intestinal
b. Kehilangan kulit abnormal : diaforesis berlebihan terhadap
demam atau latihan, luka bakar, fibrosis sistik
c. Kehilangan ginjal abnormal : terapi diuretik, diabetes
insipidus, dirusis oemotik, insufisiensi adrenal (misal diabetes
melitus tak terkontrol)
d. Spasium ke tiga atau perpindahan cairan plasma ke intersisial:
peritonitis, obstruksi usus, luka bakar, asites.
e. Hemoragi
f. Perubahan masukan : koma, kekurangan cairan.
9) Nutrisi, melakukan pengkajian antropometri (Tinggi badan, berat
badan, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar lengan atas,Indeks
Massa Tubuh), Biochemical (data laboratorium yang abnormal),
Clinical (tanda-tanda klinis integumen, anemia), Diet (meliputi
jenis, frekuensi, nafsu terhadap makanan yang diberikan selama
di RS), Energi (kemampuan beraktivitas selama dirawat), Factor
(penyebab masalah), Penilaian Status Gizi, pola asupan cairan,
jumlah intake dan output, penilaian status cairan (balance cairan),
pemeriksaan abdomen.
10) Eliminasi, mengkaji pola pembuangan urine, riwayat kandung
kemih, pola urine, distensi kandung kemih, sistem gastrointestinal
11) Aktivitas dan Istirahat, mengkaji kebutuhan istirahat/tidur,
aktivitas, respons jantung, pulmonary respon, sirkulasi, riwayat
hipertensi, kelainan katup, bedah jantung, endokarditis, anemia,
septik syok, bengkak pada kaki, asites, takikardi, disritmia, atrial
fibrilasi, prematur ventricular contraction, bunyi S3 gallop,
adanya bunyi CA, adanya sistolik atau diastolik, murmur,
peningkatan JVP, adanya nyeri dada, sianosis, pucat,ronchi,
hepatomegali
12) Persepsi diri dan Kognisi, mengkaji orientasi klien, sensasi dan
persepsi, kemampuan komunikasi
13) Peranan Hubungan (Role Relationship) mengkaji pola interaksi
dengan orang lain atau kedekatan dengan anggota keluarga atau
orang terdekat
14) Seksualitas, mengkaji masalah identitas seksual, masalah atau
disfungsi seksual
15) Mekanisme Koping/ Toleransi Stress
16) Nilai-Nilai Kepercayaan
17) Keamanan, mengkaji adanya alergi, penyakit autoimmune,
tandatanda infeksi, gangguan termoregulasi, gangguan/
komplikasi (akibat tirah baring, proses perawatan, jatuh, obat-
obat, penatalaksanaan)
18) Pertumbuhan dan Perkembangan
12. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai
respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial. Berdasarkan
pengkajian diatas, adapun rumusan diagnosa keperawatan berdasarkan Tim
Pokja SDKI DPP PPNI (2016) Diagnosa keperawatan ini akan dijelaskan
sebagai berikut:
1. Pola nafas tidak efektif b/d depresi pusat pernafasan dan hambatan upaya
nafas (mis; nyeri saat bernafas), dengan kode (D.0005)
2. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan membran alveolus – kapiler,
dengan kode (D.0003)
3. Perfusi perifer tidak efektif b/d penurunan konsentrasi hemoglobin,
kekurangan volume cairan, dan penurunan aliran arteri atau vena. dengan
kode (D.0009)
4. Hipovolemia b/d kehilangan cairan aktif, dan kekurangan intake cairan,
dengan kode (D.00
5. Penurunan curah jantung b/d perubahan kontaktilitas, dengan kode
(D.0008)
6. Nyeri akut b/d agen pencedera fisiologis (inflamasi). Dengan Kode
(D.0078)
7. Resiko syok b/d hipoksia, hipoksemia, dan kekurangan volume cairan,
dengan kode (D.0038)
8. Gangguan pola tidur b/d kurang kontrol tidur, dengan kode (D.0055)
13. Intervensi dan Implementasi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan kriteria hasil (SLKI) SIKI
Pola nafas tidak efektif Tujuan : 1. Terapi Oksigen (I.01026)
1. Observasi
berhubungan dengan Setelah dilakukan intervensi/tindakan a. Monitor kecepatan aliran oksigen
depresi pusat pernafasan selama 1x8 jam pola nafas membaik. b. Monitor posisi alat terapi oksigen
dan hambatan upaya nafas Kriteria Hasil : c. Monitor aliran oksigen secara
periodic dan pastikan fraksi yang
(mis: nyeri saat bernafas). 1. Pola nafas diberikan cukup
Dengan Kode (D.0005) Indikator d. Monitor efektifitas terapi oksigen
(mis. oksimetri, analisa gas darah ),
Dispnea
jika perlu
Penggunaan otot bantu e. Monitor kemampuan melepaskan
nafas oksigen saat makan
f. Monitor tanda-tanda hipoventilasi
Pemanjangan fase g. Monitor tanda dan gejala toksikasi
ekspirasi oksigen dan atelektasis
Pernafasan pursed – lip h. Monitor tingkat kecemasan akibat
terapi oksigen
Pernafasan cuping hidung i. Monitor integritas mukosa hidung
Frekuensi nafas akibat pemasangan oksigen
2. Terapeutik
Kedalaman nafas
j. Bersihkan secret pada mulut,
hidung dan trachea, jika perlu
k. Pertahankan kepatenan jalan nafas
l. Berikan oksigen tambahan, jika
perlu
m. Tetap berikan oksigen saat pasien
ditransportasi
n. Gunakan perangkat oksigen yang
sesuai dengat tingkat mobilisasi
pasien
3. Edukasi
o. Ajarkan pasien dan keluarga cara
menggunakan oksigen dirumah
4. Kolaborasi
p. Kolaborasi penentuan dosis
oksigen
q. Kolaborasi penggunaan oksigen
saat aktivitas dan/atau tidur
Gangguan pertukaran gas Tujuan : 1. Pemantauan respirasi (I.01014)
1. Observasi
b/d perubahan membran Setelah dilakukan intervensi/tindakan a. Monitor frekuensi, irama,
alveolus – kapiler. selama 1x8 jam pertukaran gas kedalaman, dan upaya napas
(D.0003) meningkat.
b. Monitor pola napas (seperti
bradipnea, takipnea,
Kriteria Hasil : hiperventilasi, Kussmaul, Cheyne-
1. Pertukaran gas Stokes, Biot, ataksik0
c. Monitor kemampuan batuk efektif
Indikator
d. Monitor adanya produksi sputum
Dispnea e. Monitor adanya sumbatan jalan
Bunyi nafas tambahan napas
f. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
PCO2 g. Auskultasi bunyi napas
Pernafasan cuping hidung h. Monitor saturasi oksigen
PO2 i. Monitor nilai AGD
j. Monitor hasil x-ray toraks
Takikardia 2. Terapeutik
PH arteri k. Atur interval waktu pemantauan
respirasi sesuai kondisi pasien
l. Dokumentasikan hasil pemantauan
3. Edukasi
m. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
n. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
Perfusi perifer tidak Tujuan : 1. Perawatan Sirkulasi (I.02079)
1. Observasi
efektif b/d penurunan Setelah dilakukan intervensi/tindakan a. Periksa sirkulasi perifer(mis. Nadi
konsentrasi hemoglobin, selama 1x8 jam perfusi perifer perifer, edema, pengisian kalpiler,
warna, suhu, angkle brachial index)
kekurangan volume meningkat. b. Identifikasi faktor resiko gangguan
cairan, dan penurunan Kriteria Hasil : sirkulasi (mis. Diabetes, perokok,
orang tua, hipertensi dan kadar
aliran arteri atau vena. 1. Perfusi perifer
kolesterol tinggi)
dengan kode (D.0009) Indikator c. Monitor panas, kemerahan, nyeri,
Denyut nadi atau bengkak pada ekstremitas
2. Terapeutik
Warna kulit pucat d. Hindari pemasangan infus atau
Pengisian kapiler pengambilan darah di area
keterbatasan perfusi
Akral e. Hindari pengukuran tekanan darah
Turgor kulit pada ekstremitas pada keterbatasan
perfusi
Tekanan darah diastolik f. Hindari penekanan dan pemasangan
Tekanan darah sistolik torniquet pada area yang cidera
g. Lakukan pencegahan infeksi
h. Lakukan perawatan kaki dan kuku
i. Lakukan hidrasi
3. Edukasi
j. Anjurkan berhenti merokok
k. Anjurkan berolahraga rutin
l. Anjurkan mengecek air mandi untuk
menghindari kulit terbakar
m. Anjurkan menggunakan obat penurun
tekanan darah, antikoagulan, dan
penurun kolesterol, jika perlu
n. Anjurkan minum obat pengontrol
tekakan darah secara teratur
o. Anjurkan menghindari penggunaan
obat penyekat beta
p. Ajurkan melahkukan perawatan kulit
yang tepat(mis. Melembabkan kulit
kering pada kaki)
q. Anjurkan program rehabilitasi
vaskuler
r. Anjurkan program diet untuk
memperbaiki sirkulasi( mis. Rendah
lemak jenuh, minyak ikan, omega3)
s. Informasikan tanda dan gejala darurat
yang harus dilaporkan( mis. Rasa
sakit yang tidak hilang saat istirahat,
luka tidak sembuh, hilangnya rasa)

Hipovolemia b/d Tujuan : 1. Manajemen Hipovolemia (I.03116)


1. Observasi
kehilangan cairan aktif, Setelah dilakukan intervensi/tindakan a. Periksa tanda dan gejala hipovolemia
dan kekurangan intake selama 1x8 jam status cairan membaik. (mis. frekuensi nadi meningkat, nadi
cairan, dengan kode teraba lemah, tekanan darah
Kriteria Hasil :
menurun, tekanan nadi
(D.0023) 1. Status cairan menyempit,turgor kulit menurun,
Indikator membrane mukosa kering, volume
urine menurun, hematokrit
Frekuensi nadi meningkat, haus dan lemah)
Tekanan darah b. Monitor intake dan output cairan
Tekanan nadi
2. Terapeutik
Membrane mukosa c.Hitung kebutuhan cairan
JVP (jugular venous d.Berikan posisi modified
pressure) trendelenburg
e. Berikan asupan cairan oral
Intake cairan 3. Edukasi
Suhu tubuh f. Anjurkan memperbanyak asupan
cairan oral
g. Anjurkan menghindari perubahan
posisi mendadak
4. Kolaborasi
h. Kolaborasi pemberian cairan IV
issotonis (mis. cairan NaCl, RL)
i. Kolaborasi pemberian cairan IV
hipotonis (mis. glukosa 2,5%, NaCl
0,4%)
j. Kolaborasi pemberian cairan koloid
(mis. albumin, plasmanate)
k. Kolaborasi pemberian produk darah

Penurunan curah jantung Tujuan : 1. Perawatan jantung (I.02075)


1. Observasi
b/d perubahan kontaklitas, Setelah dilakukan intervensi/tindakan a. Identifikasi tanda/gejala primer
dengan kode (D.0008) selama 1x8 jam curah jantung meningkat. Penurunan curah jantung (meliputi
dispenea, kelelahan, adema
Kriteria Hasil :
ortopnea paroxysmal nocturnal
1. Curah jantung dyspenea, peningkatan CPV)
Indikator b. Identifikasi tanda /gejala sekunder
penurunan curah jantung (meliputi
Kekuatan nadi perifer peningkatan berat badan,
Bradikardi hepatomegali ditensi vena
jugularis, palpitasi, ronkhi basah,
Takikardi oliguria, batuk, kulit pucat)
Gambaran EKG aritmia c. Monitor tekanan darah (termasuk
tekanan darah ortostatik, jika
Dipsnea
perlu)
Distensi vena jugularis d. Monitor intake dan output cairan
Tekanan darah e. Monitor berat badan setiap hari
pada waktu yang sama
f. Monitor saturasi oksigen
g. Monitor keluhan nyeri dada (mis.
Intensitas, lokasi, radiasi, durasi,
presivitasi yang mengurangi nyeri)
h. Monitor EKG 12 sadapoan
i. Monitor aritmia (kelainan irama
dan frekwensi)
j. Monitor nilai laboratorium jantung
(mis. Elektrolit, enzim jantung,
BNP, Ntpro-BNP)
k. Periksa tekanan darah dan
frekwensi nadisebelum dan
sesudah aktifitas
l. Periksa tekanan darah dan
frekwensi nadi sebelum pemberian
obat (mis. Betablocker,
ACEinhibitor, calcium channel
blocker, digoksin)
2. Terapeutik
m. Posisikan pasien semi-fowler atau
fowler dengan kaki kebawah atau
posisi nyaman
n. Berikan diet jantung yang sesuai
(mis. Batasi asupan kafein,
natrium, kolestrol, dan makanan
tinggi lemak)
o. Gunakan stocking elastis atau
pneumatik intermiten, sesuai
indikasi
p. Fasilitasi pasien dan keluarga
untuk modifikasi hidup sehat
q. Berikan terapi relaksasi untuk
mengurangi stres, dan berikan
dukungan emosional dan spiritual
r. Berikan oksigen untuk
memepertahankan saturasi oksigen
>94%
3. Edukasi
s. Anjurkan beraktivitas fisik sesuai
toleransi
t. Anjurkan beraktivitas fisik secara
bertahap
u. Anjurkan berhenti merokok
v. Ajarkan pasien dan keluarga
mengukur berat badan harian
w. Ajarkan pasien dan keluarga
mengukur intake dan output cairan
harian
4. Kolaborasi
x. Kolaborasi pemberian antiaritmia,
jika perlu
y. Rujuk ke program rehabilitasi
jantung

Nyeri akut berhubungan Tujuan : 1. Manajemen nyeri (I. 08238)


1. Observasi
dengan agen pencedera Setelah dilakukan intervensi/tindakan a. lokasi, karakteristik, durasi,
fisiologis (inflamasi). selama 1x8 jam tingkat nyeri menurun. frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
Dengan Kode (D.0078) Kriteria Hasil :
b. Identifikasi skala nyeri
c. Identifikasi respon nyeri nonverbal
1. Tingkat nyeri d. Identifikasi faktor yg memperberat
Indikator SA dan memperingan nyeri
Keluhan nyeri
e. Identifikasi pengetahuan dan
keyakinan tentang nyeri
Meringis f. Identifikasi pengaruh budaya
Sikap pretektif terhadap respon nyeri
g. Identifikasi pengaruh nyeri pada
Gelisah kualitas hidup
Kesulitan tidur h. Monitor keberhasilan terapi
Frekuensi nadi komplementer yang sudah
diberikan
Berfokus pada diri sendiri i. Monitor efek samping penggunaan
analgetik
j.
2. Terapeutik
j. Berikan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur, terapi
musik, biofeedback, terapi pijat,
aroma terapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)
k. Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
l. Fasilitasi istirahat dan tidur
m. Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri

3. Edukasi
n. Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
o. Jelaskan strategi meredakan nyeri
p. Anjurkan memonitor nyri secara
mandiri
q. Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
r. Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
4. Kolaborasi
s. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
Resiko Syok d/d hipoksia, Tujuan : 1. Pencegahan syok
1. Observasi
hipoksemia, dan Setelah dilakukan intervensi/tindakan a. Monitor status kardiopulmonal
kekurangan volume selama 1x8 jam tingkat syok meningkat. b. Monitor status oksigenasi
cairan, dengan kode Kriteria Hasil : c. Monitor status cairan
d. Monitor kesadaran dan respon pupil
(D.0038) 1. Tingkat syok
e. Periksa riwayat alrgi
Indikator 2. Terapeautik
Akral dingin f. Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi oksigen
Pucat <94%
Mean arterial pressure g. Persiapan intubasi dan ventilasi
mekanik, jika perlu
Tekanan darah sistolik
h. Pasang jalur IV, Jika perlu
Tekanan darah diastolik i. Pasang kateter urine untuk menilai
Tekanan nadi produksi urine
j. Lakukan skin test untuk mencegah
Frekuensi nadi reaksi alergi
Frekuensi nafas 3. Edukasi
k. Jelaskan penyebab faktor resiko syok
l. Jelaskan tanda dan gejala awal syok
m. Anjurkan melaporkan jika
menemukan merasakan tanda dan
gejala syok
n. Anjurkan memperbanyak asupan
cairan oral
o. Anjurkan menghindari alergen
4. Kolaborasi
p. Kolaborasi pemberian IV, jika perlu
q. Kolaborasi pemberian tranfusi darah,
jika perlu
r. Kolaborasi pemberian anti inflamasi,
jika perlu
Gangguan Pola tidur b/d Tujuan : 1. Dukungan tidur (I.09265)
Observasi
kurang kontrol tidur, Setelah dilakukan intervensi/tindakan a. Identifikasi pola aktivitas dan tidur.
dengan kode (D.0055) selama 1x8 jam pola tidur membaik. b. Identifikasi faktor pengganggu tidur.
Kriteria Hasil : c. Identifikasi makanan dan minuman
yang mengganggu tidur.
1. Pola tidur d. Identifikasi obat tidur yang
Indikator dikonsumsi
Terapeutik
Keluhan sulit tidur
e. Modifikasi lingkungan
Keluhan sering terjaga f. Batasi waktu tidur siang, jika perlu
Keluhan tidak puas tidur g. Fasilitasi menghilangkan stress
sebelum tidur
Keluhan pola tidur
h. Tetapkan jadwal tidur rutin
berubah i. Lakukan prosedur untuk
meningkatkan kenyamanan
Keluhan istirahat tidak j. Berikan terapi non farmakologi
cukup (terapi massage punggunng)
Edukasi
k. Jelaskan pentingnya tidur cukup
l. Anjurkan menepati kebiasaaan waktu
tidur
m. Anjurkan menghindari makanan atau
minuman yang mengganggu tidur
n. Anjurkan penggunaan obat tidut yang
tidak mengandung supresor terhadap
tidur REM
o. Ajarkan faktor-faktor yang
berkontribusi terhadap gangguan
tidur
p. Ajarkan cara nonfarmakologi.

14. Evaluasi Keperawatan


Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan,
meskipun evaluasi diletakkan pada akhir proses keperawatan, evaluasi
merupakan bagian integral pada setiap tahap proses keperawatan.
Pengumpulan data perlu direvisi untuk menentukan apakah informasi yang
telah dikumpulkan sudah mencukupi dan apakah prilaku yang diobservasi
telah sesuai. Diagnosa juga perlu di evaluasi dalam hal keakuratan dan
kelengkapannya. Tujuan dan intervensi dievaluasi adalah untuk menentukan
apakah tujuan tersebut dicapai secara efektif (Nursalam, 2010).
Evaluasi diklasifikasikan menjadi 2 yaitu:
1. Evaluasi formatif (proses)
Fokus pada evaluasi proses (formatif) adalah aktivitas dari proses
keperawatan dan hasil kwalitas palayanan asuhan keperawatan.
evaluasi proses harus dilaksan akan segera setelah perencanaan
keperawatan diimplementasikan untuk membantu menilai efektivitas
intervensi tersebut. Evaluasi proses harus terus menerus dilaksanakan
hingga tujuan yang telah ditentukan tercapai. Metode pengumpulan
data dalam evaluasi proses terdiri atasan alisis rencana asuhan
keparawatan, pertemuan kelompok, wawancara, observasi klien, dan
menggunakan form evaluasi. Ditulis pada catatan perawatan.
2. Evaluasi sumatif (hasil)
Rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa status kesehatan
sesuai waktu pada tujuan. Ditulis pada catatan perkembangan. Focus
evaluasi hasil (sumatif) adalah perubahan perilaku atau status kesehatan
klien pada akhir asuhan keperawatan. Tipe evaluasi ini dilaksanakan
pada akhir asuhan keperawatan secara paripurna.
DAFTAR PUSTAKA
Boughman & Diane, C. (2010). Keperawatan Medikal Bedah: Buku Saku dari Brunner &
Suddart. Jakarta: EGC
Dewi, E, & Rahayu, S. (2010). Kegawatadaruratan Syok Hipovolemik. Solo: FIK UMS
Dewi, Rismala. 2013. Tata Laksana Berbagai Keadaan Gawat Darurat Pada Anak.
Jakarta : Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM
FKUI.(2009). “Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid II”. Jakarta : Balai Pustaka
Hardisman. (2013). Memahami Patofisiologi dan Aspek Klinis Syok Hipovolemik. Jurnal
Kesehatan Andalas. 2(3), 1-5
Horne, M. M., & Swearingen P. L. (2010). Keseimbangan Cairan, Elektrolit, dan Asam
Basa. Jakarta: EGC
Porth, C. M., Martfin, G. (2009). Pathophysiology concepts of altered health states. China:
Lippincott Company.
Ramdani, B. Syok Hipovolemik pada Anak. 2016.
Smeltzer, S. C., Bare, B. G., Hinkle, J. L., Cheever, K. H. (2010). Brunner & suddarth’s:
Textbook of medical-surgical nursing, 12th edition. China: Wolters Kluwer
Health, Lippincott Williams & Wilkins
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta : PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta : PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta : PPNI
Timby, B. K., Smith, N. E. (2010). Introductory medica-surgical nursing, 10th edition.
China:Lippincott Williams & Wilkins

Anda mungkin juga menyukai