Anda di halaman 1dari 33

KONSEP DAN STRATEGI INTERNALISASI SABAR

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah


Internalisasi Nilai Agama

Dosen Pengampu:
Dr. Ahmad Hariandi, S.Pd.I., M.Ag.

Disusun Oleh:
Kelompok 3
Fitha Chaerunisa (A1D120094)
Fatimah Zahara (A1D120100)
Elsa Rahayu Setianingsih (A1D120109)
Tiara Maharani (A1D120111)
Nadia Dama Yanti (A1D120114)

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


JURUSAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI DAN DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDINDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2022
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah Swt., yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Konsep Dan Strategi Internalisasi Sabar” tepat pada waktunya. Adapun tujuan
dari penulisan makalah ini adalah memenuhi tugas pada mata kuliah Internalisasi
Nilai Agama. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang “Sabar” bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak Dr. Ahmad Hariandi,


S.Pd.I., M.Ag, selaku dosen mata kuliah Internalisasi Nilai Agama yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai
dengan bidang studi yang penulis tekuni.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini. Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kami memohon maaf apablia masih banyak terdapat kesalahan.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat.

Batanghari, 16 Mei 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................... i


DAFTAR ISI ............................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................... 1
1.3. Tujuan ................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Pendidikan Karakter ............................................................................. 3
2.2. Internalisasi Nilai Karakter Islam ........................................................ 4
2.3. Pengertian dan Konsep Sabar ............................................................... 8
2.4. Dalil Bersabar .................................................................................... 13
2.5. Hikmah Bersabar ............................................................................... 22
2.6. Strategi Internalisasi Nilai Sabar ........................................................ 24
2.7. Teknik Evaluasi dan Penilaian Nilai Sabar ......................................... 26
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ........................................................................................ 28
3.2 Saran................................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 30

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pendidikan pada dasarnya sangat diperlukan dalam kehidupan manusia.


Karena dengan Pendidikan manusia dapat merubah kehidupannya kearah yang
lebih baik. Pendidikan dapat merubah cara berfikir dan bersikap seseorang.
Pendidikan yang baik akan membawa perubahan yang baik pula. Pada saat ini
kemerosotan karakter/akhlak sangat terlihat jelas. Sehingga Pendidikan karakter
harus diajarkan pada setiap elemen kehidupan sehingga nilai-nilai karakter yang
baik/akhlakul karimah dapat diinternalisasi pada setiap diri manusia. Salah satu
bentuk akhlaqul karimah yang perlu diinternalisasi dalam pendidikan karakter yaitu
Ash-sbar (sabar).

Dalam Al-Qur’an kesabaran banyak disebutkan dan ditekankan untuk setiap


umat manusia. Kesabaran merupakan sifat alami manusia tetapi sifat alami ini harus
dipelajari dan diajarkan lagi agar tingkat kesabaran seseorang terus meningkat
seiring dengan bertambahnya ilmu mengenai kesabaran yang didapatkan.

Oleh karna itu, sabar perlu diajarkan karena dengan mengajarkan nilai sabar
sesorang akan menjadi seorang yang dapat lebih menahan diri dari keluh kesah yang
sedang dihadapinya. Salah satu instansi yang dapat memberikan pembelajaran nilai
sabar agar nilai sabar dapat terinternalisasi yaitu sekolah. Sekolah dapat
mengajarkan dengan berbagaimana strategi dan metode dalam menginternalisasi
nilai sabar dalam diri peserta didik. Dan sekolah juga dapat mengevalusi apakah
usaha untuk internalisasi nilai sabar tersebut telah tercapai atau belum.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang didapat yaitu:

1. Apa yang dimaksud Pendidikan Karakter?


2. Apa saja nilai-nilai karakter Islam yang perlu diinternalisasi?
3. Bagaimana pengertian dan konsep sabar?

1
4. Apa saja dalil bersabar?
5. Apa saja hikmah bersabar?
6. Strategi apa yang dapat digunakan untuk menginternalisasi nilai sabar?
7. Teknik evalusi dan penilaian seperti apa yang digunakan untuk nilai sabar?

1.3. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan makalah ini yaitu:

1. Mengetahui apa yang dimaksud Pendidikan Karakter.


2. Mengetahui apa saja nilai-nilai karakter Islam yang perlu diinternalisasi.
3. Mengetahui bagaimana pengertian dan konsep sabar.
4. Mengetahui apa saja dalil bersabar.
5. Mengetahui apa saja hikmah bersabar.
6. Mengetahui strategi apa yang dapat digunakan untuk menginternalisasi nilai
sabar.
7. Mengetahui Teknik evalusi dan penilaian nilai sabar.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pendidikan Karakter

Istilah pendidikan berasal dari kata “didik” dengan memberinya awalan


“pe” dan akhiran “an”, mengandung arti “perbuatan” (hal, cara, dan sebagainya).
Istilah pendidikan ini semula berasal dari bahasa Yunani, yaitu “paedagogie”, yang
berarti bimbingan yang diberikan kepada anak, istilah ini kemudian diterjemahkan
ke dalam bahasa Inggris dengan “education” yang berarti pengembangan atau
bimbingan. Dalam bahasa Arab istilah ini sering diterjemahkan dengan “tarbiyah”
yang berarti pendidikan (Ramayulis, 1994:1). Dalam perkembangannya, istilah
pendidikan berarti bimbingan dan pertolongan yang diberikan dengan sengaja
terhadap anak didik oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa.

Dalam perkembangan selanjutnya, pendidikan berarti usaha yang


dijalankan oleh seseorang atau sekelompok orang agar menjadi dewasa atau
mencapai tingkat hidup dan penghidupan yang lebih baik dalam arti mental.
Dengan demikian pendidikan berarti, segala usaha orang dewasa dalam pergaulan
dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah
kedewasaan (Ramayulis, 1994:1). Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembalajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara ( UU.
Sisdiknas, Bab I pasal 1 ayat 1).

Pendidikan Islam adalah suatu proses edukatif yang mengarah kepada


pembentukan akhlak atau kepribadian. Pengertian pendidikan seperti disebutkan di
atas mengacu kepada suatu sistem yaitu “sistem pendidikan Islam”. Pendidikan
dalam pengertian secara umum dapat diartikan sebagai proses transisi pengetahuan
dari satu orang kepada orang lainnya atau dari satu generasi ke generasi lainnya.
Semua itu dapat berlangsung seumur hidup, selama manusia masih berada bi muka

3
bumi ini. Adapun definisi karakter, secara etimologis kata “karakter” (Inggris,
character) tersebut berasal dari bahasa Yunani (Greek), yaitu charasein yang berarti
“to engrave”. Kata “to engrave” bisa diterjemahkan mengukir, melukis,
memahatkan, atau menggoreskan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata
“karakter” diartikan dengan tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti
yang membedakan seseorang dengan yang lain dan watak. Menurut Pusat Bahasa
Depdiknas, karakter juga bisa berarti huruf, angka, ruang, simbol khusus yang dapat
dimunculkan pada layar dengan papan ketik.

Orang berkarakter berarti orang yang berkepribadian, berperilaku, bersifat,


bertabiat, atau berwatak. Dengan demikian karakter juga dapat diartikan sebagai
kepribadian atau akhlak. Kepribadian merupakan ciri, karakteristik, atau sifat khas
dalam diri seseorang. Karakter bisa terbentuk melalui lingkungan, misalnya
lingkungan keluarga pada masa kecil ataupun bawaan dari lahir.1

2.2. Internalisasi Nilai Karakter Islam

Dalam agama Islam pendidikan karakter memiliki kesamaan dengan


pendidikan akhlak yaitu suatu kemauan yang kuat tentang sesuatu yang dilakukan
berulang-ulang sehingga menjadi budaya yang mengarah pada kebaikan atau
keburukan (Nashir, 2013). Akhlaq merupakan bentuk jamak dari kata khuluq yang
berarti karakter, disposisidan moral. Mansyur Ali Rajab memberi batasan khuluq
dengan Al –thab’u dan al sajiyah. Thab’u adalah citra batin manusia yang menetap
dan diciptakan Alloh sejak lahir. Sedangkan sajiyah merupakan kebiasaan manusia
yang berasal dari hasil integrasi antara karakter manusiawi dengan aktifitas yang
diusahakan (Mujib, 2017). Akhlak diwujudkan dalam tingkah laku yang dievaluasi
sehingga ada kategori akhlaq terpuji dan akhlaq tercela.

Kata khulq selain diungkap dua kali dalam Al-Qur`an (QS. al-Qalam:4; al-
Syu'ara:137), juga merupakan term "akhlak" yang digunakan Nabi Muhammad
untuk menjelaskan misi kerasulannya: "Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak
yang baik.” (HR. Malik bin Anas dari Anas bin Malik).Dalam psikologi Islam,

1
Musrifah. Pendidikan Karakter dalam Perspektif Islam. Brebes: Edukasia Islamika (2016)

4
istilah akhlak sesungguhnya identik dengan syakhshiyyah Islamiyyah, yang sama-
sama memiliki arti karakter.

Dalam perspektif Islam pendidikan karakter memiliki tujuan yang sangat


jelas yaitu membentuk anak didik yang berakhlaq terpuji. Untuk itu perlu upaya
menginternalisasi nilai-nilai akhlaqul karimah dalam pendidikan karakter.
Internalisasi nilai adalah proses menjadikan nilai sebagai bagian dari diri seseorang,
dalam hal ini adalah internalisasi akhlqul karimah dalam pendidikan karakter anak.
Nabi Muhammad dikenal memiliki sifat-sifat akhlaq yang terpuji. Menurut Mujib
bentuk-bentuk karakter Islam yang termasuk karakter terpuji (akhlaq mahmudah).
antara lain sabar, syukur, ikhlas, rendah hati (tawadhu’), jujur (sidq), amanah,
pemaaf, qona’ah, dan sebagainya. Bentuk-bentuk akhlaqul karimah inilah yang
perlu diinternalisasi dalam pendidikan karakter. Penjelasannya sebagai berikut:

a. Ash-sbar (sabar), yaitu tidak tergesa-gesa, mampu bertahan dalam kondisi


sulit dan mampu menahan diri. Oleh karena itu sabar terbagi dalam 3 tema,
yaitu sabar dalam ketaatan kepada Alloh, sabar menghadapi musibah dan
sabar untuk meninggalkan hal-hal yang diharamkan. Individu yang sabar
bukan berarti pasif menerima apa yang terjadi padanya, tetapi sabar terbagi
menjadi 2 kategori, yaitu sabar pasif dan sabar aktif. Sabar pasif berkaitan
dengan peristiwa musibah yang menimpanya, antara lain rasa takut, lapar,
kehilangan harta, nyawa, atau hasil kebunnya. Sabar menjadi sarana
memperkokoh iman dan menanamkan sikap pasrah pada Alloh. Selanjutnya
sabar aktif yaitu mewujudkan sabar dalam tindakan nyata. Akhlaq Ash-Sbar
ini sangat diperlukan untuk membentuk pribadi yang kuat. Oleh karena itu
karakter ini bisa diinternalisasi dalam 18 pilar karakter dalam pendidikan
karakter.
b. Syukur, yaitu mewujudkan rasa terima kasih kepada Alloh SWT dengan
perilaku yang menunjukkan peningkatan iman dan taqwa atas segala
kenikmatan yang diberikan oleh Alloh SWT. Sebagaimana dalam surat
Ibrahim ayat 7 : 82 Artinya :

5
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan;
"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat)
kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya
azab-Ku sangat pedih".

Akhlaq ini dapat diinternalisasi dalam karakter religius, kerja keras,


mandiri, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, peduli
lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab.

c. Ikhlas, yaitu sebuah ketulusan dalam memberi pertolongan, kerelaan, dan


penerimaan. Ikhlas mengandung makna niat yang murni semata-mata
mengharap penerimaan dari Tuhan dalam melakukan suatu perbuatan, tanpa
menyekutukan Tuhan dengan yang lain. Akhlaq ini dapat diinternalisasi
dalam karakter Religius dan Peduli Sosial.

d. Al-tawadhu’ (rendah hati) atau humality adalah pengakuan individu adanya


peranana dan jasa orang lain, sehingga individu itu tidak pernah
menonjolkan diri. Beberapa perilaku yang menjadi indikator bentuk
tawadhu’ antara lain :
1) Berbicara santun;
2) Rendah hati;
3) Suka menolong;
4) Patuh terhadap orang tua;
5) Patuh terhadap nasihat guru;
6) Rajin belajar;
7) Dalam berpakaian dia rapi dan sederhana.
Dengan demikian, akhlaq tawadhu’ tidak hanya saat berhubungan dengan
Alloh tetapi juga tawadhu’ kepada orangtua dan sesama. Sebagaimana
dalam Al Qur’an surat Al Israa’ ayat 24: Artinya :

6
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh
kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya,
sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil".
Berkaitan dengan konsep pendidikan karakter maka akhlaq tawadhu’ dapat
diinternalisasi dengan karakter religius, toleransi, kerja keras, demokratis,
menghargai prestasi, bersahabat, cinta damai dan peduli sosial.

e. Ash-shidq (benar), yaitu jujur dan terhindar dari kedustaan dan kebohongan.
Akhlaq Ash shidq ditandai dengan antara hati dan perkataan sama, tidak
boleh berbeda, antara perkataan dan perbuatan. Individu dikatakan shidq
jika benar dalam perkataan, benar dalam pergaulan, benar dalam kemauan
dan benar pada janjinya. Dalam konsep pendidikan karakter Kemendiknas
akhlaq ini disamakan dengan karakter jujur.

f. Al-amanat (amanah), yaitu sifat dapat dipercaya lisan dan tindakannya.


Amanah merupakan segala sesuatu yang diberi tanggung jawab Allah
kepada manusia untuk dilaksanakan (Q.S. Al Anfal :27) Artinya :

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati


Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati
amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui”.

Akhlaq Al amanat ini dapat diinternalisasi dalam pilar religius, jujur,


semangat kebangsaan, cinta tanah air, bersahabat dan tanggung jawab.

g. Al-‘afw (pemaaf), yaitu sikap suka memaafkan kesalahan orang lain tanpa
sedikit pun ada rasa benci dan keinginan untuk membalasnya. Dalam bahasa
Arab sikap pemaaf disebut al-‘afw yang juga memiliki arti bertambah
(berlebih), penghapusan, ampun, atau anugerah (Al-Munawir, 1984). Sikap
memberi maaf jauh lebih mulia dari sikap meminta maaf. Dalam kehidupan
sehari-hari orang yang memberi maaf biasanya didasari adanya kesalahan

7
yang diperbuat orang lain terhadapnya kemudian dia dengan rela
memaafkan kesalahan orang lain tersebut. Sebagaimana dalam surat Al-
A’raaf, ayat 199 : Artinya ; “Jadilah Engkau Pema'af dan suruhlah orang
mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang
bodoh”. Karakter ini sebagai dasar dalam hablum minannas, sehingga bisa
diinternalisasi dalam pilar karakter demokratis, semangat kebangsaan,
bersahabat, cinta damai, dan peduli sosial.

h. Qonaah, yaitu menerima apa adanya, merasa ikhlas dengan kondisi apapun
yang dialami, menerima dengan ketulusan hati atas apa yang telah Allah
berikan kepada kita, dengan mengambil manfaat sekadar keperluan sebagai
jalan untuk melakukan ketaatan kepada sang Khalik (melakukan kewajiban
yang telah di perintahkan, dan menjauhi larangan-Nya). Qanaah artinya
merasa cukup terhadap pemberian riziki dari Allah swt. Qona’ah adalah rela
dan merasa cukup dengan apa yang dimiliki, serta menghindari rasa tidak
puas dalam menerima pemberian dari Allah SWT ( Al-Azis, 1998). Akhlaq
ini dapat diinternalisasi dalam pilar religius dan peduli sosial.2

2.3. Pengertian dan Konsep Sabar

Sabar adalah salah satu unsur internal yang dimiliki oleh setiap manusia.
Meskipun term ini dipersilisihkan oleh kalangan intelektual tentang posisinya
dalam manusia. Sebagian mereka mengatakan bahwa sabar adalah sikap yang
dimiliki oleh setiap orang dan sebagian lain condong mengatakan bahwa sabar
adalah sifat yang melekat pada diri seseorang.3 Sikap bersabar dalam bekerja bagi
orang beriman tidak akan pernah sesaat pun melepaskan diri dari ikatan aqidah
Islam yang dapat menjanjikan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Karena itu,
bahwa dalam ajaran Islam sikap sabar itu menempati posisi penting dan mulia
sehingga Allah S.W.T senantiasa akan mencurahkan kenikmatan dan kemuliaannya

2
Na’imah, Tri. Internalisasi nilai akhlaqul karimah dalam pendidikan karakter. Purwokerto:
Universitas Muhammadiyah
3
Yusuf, M., Dona Kahfi, Dkk. Sabar dalam perspektif Islam dan barat. Ngawi: AL-MURABBI.
(2018)

8
terutama bagi orang yang bersabar, yakni orang yang ketika bersabar adalah selalu
bersama Tuhannya atau dikasihi Tuhan dengan kemuliaan cinta dan kasih-sayang-
Nya yang melimpah, asalkan orang-orang yang bersabar itu berlaku ikhlas
berdasarkan aqidah Islam karena yakin kepada Allah S.W.T sebagai pemberi pahala
dan kemuliaannya.

Sabar itu identik dengan sikap menahan emosi diri yang mendorong
seseorang berbuat kesalahan dan kemungkaran yang dipandang salah oleh ajaran
agama Islam. Sabar juga dapat diartikan bahwa seseorang hamba Allah dapat
bertahan diri untuk tetap taat beribadah mengamalkan segala sesuatu yang
diperintahkan Allah S.W.T dan juga menjauhkan diri atau bersikap sabar untuk
tidak melakukan segala sesuatu yang di larang oleh Allah S.W.T dengan ikhlas guna
mengharapkan ridha dan pahala yang besar dari Allah S.W.T. 4

Secara umum, sabar dalam masyarakat Indonesia mungkin dikaitkan


dengan sifat yang pasif, hanya menerima kondisi, pasrah, dan sejenisnya. Namun
jika dilihat dari makna konseptual sebagaimana kajian sabar dalam tafsir, maka
terlihat kata “sabar” mengalami pergeseran makna. Sabar sendiri berasal dari kata
Sabara. Ia memiliki sejumlah makna, tergantung pada harf jarrin yang
mengikutinya. Sabara ‘ala bermakna bersabar atau tabah hati. Sabara ‘an bermakna
menahan atau mencegah. Sabara bihi artinya menangung.

Al-Ashfahani, dalam kitabnya Mufradat fi Gharabil-Qur’an, menjelaskan


bahwa sabar berarti menahan kesulitan. Namun demikian, kata sabar mempunyai
arti berbeda-beda sesuai dengan objek yang dihadapinya. Jika seseorang mampu
bertahan dalam musibahyang dihadapinya, ia disebut sabar. Lawannya adalah
gelisah (jaza’). Sabar dalam perjuangan disebut dengan berani (syaja’ah); lawannya
adalah takut (jubnu). Menahan sesuatu yang mengkhawatirkan disebut dengan
lapang dada; lawannya adalah cemas. Sabar, dengan demikian, bermakna menahan

4
Miskahuddin. Konsep Sabar dalam Perspektif Al-Qur’an. Banda Aceh: JURNAL ILMIAH AL
MU’ASHIRAH: Media Kajian Al-Qur'an dan Al-Hadits Multi Perspektif. (2020)

9
diri atau tabah menghadapi sesuatu yang sulit, berat dan mencemaskan; baikbersifat
jasmani maupun rohani.

Kata sabar diambil dari kata yang terdiri dari huruf shad, ba dan ra.
Maknanya berkisar pada tiga hal yakni menahan, ketinggian sesuatu dan sejenis
batu. Dari makna menahan, lahirlah kata konsisten atau bertahan, karena yang
bertahan menahan pandangannya pada satu sikap. Seseorang yang menahan gejolak
hatinya dinamai bersabar; yang dipenjara sampai mati dinamai mashburah. Dari
makna kedua lahir kata shubr yang berarti puncak sesuatu dan dari makna ketiga
muncul kata ash-shubroh yaitu batu kukuh lagi kasar atau potongan besi. Ketiga
makna tersebut salng berkaitan. Seorang yang sabar akan menahan diri dan unttuk
itu ia memerlukan kekukuhan jiwa dan mental baja agar dapat mencapai ketinggian
yang diharapkannya.

Quraish shihab, dalam Tafsir Al-Mishbah, menjelaskan bahwa sabar artinya


menahan diri dari sesuatu yang tidak berkenan di hati. Ia juga berarti ketabahan.
Selain itu, ia menjelaskan bahwa kesabaran secara umum dibagi menjadi dua.
Pertama, sabar jasmani yaitu kesabaran dalam menerima dan melaksanakan
perintah-perintah keagamaan yang melibatkan anggota tubuh seperti sabar dalam
menunaikan ibadah haji yang menyebabkan keletihan. Termasuk pula, sabar dalam
menerima cobaan jasmaniyah seperti penyakit, penganiayaan dan sebagainya.
Kedua, sabar rohani menyangkut kemampuan menahan kehendak nafsu yang dapat
mengantar kepada kejelekan semisal sabar dalam menahan amarah, atau menahan
nafsu seksual yang bukan pada tempatnya.5

Sabar (al-shabru) menurut bahasa adalah menahan diri dari keluh kesah.
Bersabar artinya berupaya sabar. Ada pula al-shibru dengan mengkasrah-kan
shadartinya obat yang pahit, yakni sari pepohonan yang pahit. Ada yang
berpendapat, "Asal kalimat sabar adalah keras dan kuat. Al-Shibru tertuju pada obat
yang terkenal sangat pahit dan sangat tidak menyenangkan. Ada pula yang
berpendapat, "Sabar itu diambil dari kata mengumpulkan, memeluk, atau

5
Hafiz ,Subhan El., Ilham M., Dkk. Pergeseran Makna Sabar dalam Bahasa Indonesia. Jurnal
Ilmiah Penelitian Psikologi: Kajian Empiris & Non-Empiris. (2015)

10
merangkul. Sebab, orang yang sabar itu yang merangkul atau memeluk dirinya dari
keluh-kesah. Ada pula kata shabrah yang tertuju pada makanan. Pada dasarnya,
dalam sabar itu ada tiga arti, menahan, keras, mengumpulkan, atau merangkul,
sedang lawan sabar adalah keluh-kesah.

Menurut Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, sabar artinya menahan diri dari rasa
gelisah, cemas dan amarah; menahan lidah dari keluh kesah; menahan anggota
tubuh dari kekacauan. Menurut Achmad Mubarok, pengertian sabar adalah tabah
hati tanpa mengeluh dalam menghadapi godaan dan rintangan dalam jangka waktu
tertentu dalam rangka mencapai tujuan.

Menurut Muhammad Rabbi Muhammad Jauhari, sabar adalah bertahan diri


untuk menjalankan berbagai ketaatan, menjauhi larangan dan menghadapi berbagai
ujian dengan rela dan pasrah. Ash Shabur (Yang Mahasabar) juga merupakan salah
satu asma'ul husnaAllah SWT., yakni yang tak tergesa-gesa melakukan tindakan
sebelum waktunya. Dalam kitab At-Ta’rifat karangan As-Syarif Ali Muhammad
Al-Jurjani disebutkan bahwa sabar adalah, “sikap untuk tidak mengeluh karena
sakit, baik karena Allah Swt. apalagi bukan karena Allah Swt. Itulah sebabnya
Allah Swt. memberikan pujian atau semacam penghargaan terhadap kesabaran nabi
Ayyub As. Sedangkan menurut ahli tasawuf sabar adalah Pada hakikatnya sabar
merupakan sikap berani dalam menghadapi kesulitan-kesulitan.

Menurut Al-Kharraz sabar adalah sebuah isim (nama) yang mengandung


makna-makna lahir dan batin. Sedankan menurut Tustari berkata, tidak disebut
dengan satu perbuatan jika tanpa sabar, dan tidak ada pahala yang lebih besar dari
pada sabar dan tidak ada bekal yang paling baik kecuali takwa. (An-Najjar, 2004:
241-243). Dalam agama, sabar merupakan satu di antara stasiun-stasiun (maqamat)
agama, dan satu anak tangga dari tangga seorang salik dalam mendekatkan diri
kepada Allah. Struktur maqamat agama terdiri dari (1) Pengetahuan (ma'arif) yang
dapat dimisalkan sebagai pohon, (2) sikap (ahwal) yang dapat dimisalkan sebagai
cabangnya, dan (3) perbuatan (amal) yang dapat dimisalkan sebagai buahnya.
Seseorang bisa bersabar jika dalam dirinya sudah terstruktur maqamatitu. Sabar

11
bisa bersifat fisik, bisa juga bersifat psikis. Karena sabar bermakna kemampuan
mengendalikan emosi, maka nama sabar berbeda-beda tergantung obyeknya.

1. Ketabahan menghadapi musibah, disebut sabar, kebalikannya adalah


gelisah (jaza') dan keluh kesah (hala').
2. menghadapi godaan hidup nikmat disebut, mampu menahan diri (dlobith an
nafs), kebalikannya adalah tidak tahanan (bathar).
3. Kesabaran dalam peperangan disebut pemberani, kebalikannya disebut
pengecut
4. Kesabaran dalam menahan marah disebut santun (hilm), kebalikannya
disebut pemarah (tazammur).
5. Kesabaran dalam menghadapi bencana yang mencekam disebut lapang
dada, kebalikannya disebut sempit dadanya.
6. Kesabaran dalam mendengar gossip disebut mampu menyembunyikan
rahasia (katum),
7. Kesabaran terhadap kemewahan disebut zuhud,kebalikannya disebut
serakah, loba (al hirsh)
8. Kesabaran dalam menerima yang sedikit disebut kaya hati (qana'ah),
kebalikannya disebut tamak, rakus (syarahun).

Terlepas dari beragam pandangan tentang maqam shabr, pada dasarnya


kesabaran adalah wujud dari konsistensi diri seseorang untuk memegang prinsip
yang telah dipegangi sebelumnya. Atas dasar itu maka al-Quran mengajak kaum
muslimin agar berhias diri dengan kesabaran. Sebab, kesabaran mempunyai faedah
yang besar dalam membina jiwa, memantapkan kepribadian, meningkatkan
kekuatan manusia dalam menahan penderitaan, memperbaharui kekuatan manusia
dalam menghadapi berbagai problem hidup, beban hidup, musibah, dan bencana,
serta menggerakkan kesanggupannya untuk terus-menerus menegakkan agama
Allah .SWT. seperti firman Allah dalam Al-Qur‟an:

Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru


Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan
janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan

12
perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya
telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan
adalah keadaannya itu melewati batas. (QS. Al-Kahfi/ 18 : 28)

Perintah untuk bersabar pada ayat di atas, adalah untuk menahan diri dari
keingingan „keluar‟ dari komunitas orang-orang yang menyeru Rab-nya serta
selalu mengharap keridhaan-Nya. Perintah sabar di atas sekaligus juga sebagai
pencegahan dari keinginan manusia yang ingin bersama dengan orang-orang yang
lalai dari mengingat Allah SWT.

Sedangkan dari segi istilahnya, sabar adalah: Menahan diri dari sifat
kegeundahan dan rasa emosi, kemudian menahan lisan dari keluh kesah serta
menahan anggota tubuh dari perbuatan yang tidak terarah. Sabar adalah salah satu
dasar dan fondasi akhlak dalam agama Islam yang lurus ini. Fondasi itu adalah
kesabaran yang mempengaruhi seluruh sendi kehidupan manusia. Sesungguhnya
kesempurnaan agama dan dunia ini erat hubungannya dengan kesabaran.
Kemerosotan keduanya juga erat hubungannya dengan kesabaran.

Banyak dari umat Islam selama ini, memahami sabar dalam arti yang
sempit, karena mereka mengganggap bahwa sabar itu hanya sekedar pasrah dan
diam ketika mendapat suatu musibah. Selain itu, makna sabar hanya diartikan
sebagai sikap yang tahan terhadap musibah yang menimpa dirinya, padahal makna
sabar itu sangat luas bukan hanya ketika menghadapi musibah atau cobaan saja
dibutuhkan suatu kesabaran, akan tetapi untuk melaksanakan ketaatan kepada Allah
Swt. dan menjauhi larangannya juga membutuhkan kesabaran.6

2.4. Dalil Bersabar

Bersabar banyak disebutkan dalam Al-Qur’an dan Hadist. Adapun ayat-ayat


Al-Qur’an dan Hadist-hadist mengenai sabar sebagai berikut.

6
Sukino. Konsep sabar dalam al-quran dan kontekstualisasinya dalam tujuan hidup manusia
melalui Pendidikan. Pontianak: Jurnal RUHAMA. (2018)

13
2.4.1. Ayat-ayat Al-Qur’an Mengenai Sabar

Ada banyak ayat dalam Alquran yang menunjukan tentang kata sabar
sebagaimana yang ditulis dalam Kitab Al-Mu’jam al-Mufahras li alfaadzi Al
Qur’an terdapat 102 kata yang menunjukkan tentang sabar, baik dalam bentuk isim,
fi’il, maupun masdar:

Allah Swt. sangat menekankan kepada orang beriman untuk bersabar sebagaimana
pada ayat berikut:

Artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah


kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan
bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung”. (QS. Ali Imran/3:200).

Ayat ini selain memerintahkan bersabar juga memerintahkan shabiru yakni


bersabar menghadapi kesabaran orang lain. Kesabaran dilawan dengan kesabaran,
siapa yang lebih kuat kesabarannya dan lebih lama bertahan dalam kesulitan, dialah
yang mendapat kemenangan.

Artinya:

14
“Hai orang-orang yang beriman, Jadikanlah sabar dan shalat sebagai
penolongmu, Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-
Baqarah/2 : 153)

Kata ash-Shabr artinya menahan diri dari sesuatu yang tidak berkenan di
hati. Ia juga berarti ketabahan, yakni ketenangan jiwa disaat menanggung suatu
penderitaan, baik penderitaan itu datang pada saat menemukan sesuatu yang tidak
diinginkan atau di kala kehilangan sesuatu yang amat dicintai. Sabar berarti
menahan dan mencegah. Menguatkan makna seperti ini adalah firman Allah dalam
QS. Al-Kahfi/ 18 ayat 28:

‫ص ِب ْر‬
ْ ‫ﺴ َﻚ َوا‬ َ ‫ب َي ْد ُع ْونَ الﱠ ِذيْنَ َﻣ َﻊ ﻧَ ْﻔ‬
ّ ‫◌ر‬َ َ ‫ي ِ ِب ْالغَ ٰدو ِة ُه ْم‬
ّ ‫َو ْال َع ِش‬
َ‫ْال َح ٰيوةِ ِز ْينَةَ ﺗ ُ ِر ْيدُ َع ْن ُه ۚ ْم َع ْي ٰن َﻚ ﺗَ ْعدُ َو َﻻ َو ْج َه ٗه يُ ِر ْيد ُْون‬
‫ع ْن قَ ْلبَ ٗه اَ ْغﻔَ ْلنَا َﻣ ْن ﺗ ُ ِﻄ ْﻊ َو َﻻ الدﱡ ْﻧيَ ۚا‬
َ ‫ه َٰوىهُ َواﺗﱠبَ َﻊ ِذ ْك ِرﻧَا‬
ً ‫فُ ُر‬
َ‫طا اَ ْﻣ ُر ٗه َو َكان‬
Arinya:

“Dan bersabarlah kamu bersama- sama dengan orang-orang yang


menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan
janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan
perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya
telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan
adalah keadaannya itu melewati batas.” (QS. Al-Kahfi/18:28)

Perintah untuk bersabar pada ayat di atas adalah untuk menahan diri dari
keinginan berpaling dari komunitas orang-orang yang menyeru Rab-nya serta selalu
mengharap keridhaan-Nya. Perintah sabar di atas sekaligus juga sebagai
pencegahan dari keinginan manusia yang ingin bersama dengan orang-orang yang
lalai dari mengingat Allah SWT. Allah memerintahkan kita untuk bersabar dalam

15
melaksanakan perintah-Nya salah satunya perintah shalat, sebagaimana firman-Nya
pada QS. Taha/20 ayat 132

Artinya:

“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan


bersabarlah kamu dalam mengerjakannya Kami tidak meminta rezki kepadamu,
kamilah yang memberi rezki kepadamu. dan akibat (yang baik) itu adalah bagi
orang yang bertakwa.” (QS. Thaha/20:132)

Kata isthabir (ditambahkan huruf tha) dari kata Isbir, penambahan itu
mengandung makna penekanan. Nabi Saw diperintahkan untuk lebih bersabar
dalam melaksanakan shalat, selain shalat lima waktu, Nabi juga diwajibkan shalat
tahajjud yang diperintahkan kepasa beliau untuk melaksanakannya sekitas setengah
malam setiap hari (QS. Al-Muzammil/73:1-5). Ini memerlukan kesabaran dan
ketekunan melebihi apa yang diwajibkan atas keluarga dan umat beliau.

Digandengkannya kata Sabar dengan kata shalat karena sabar merupakan


pekerjaan kejiwaan yang paling berat, sedangkan shalat merupakan perbuatan
lahiriah yang paling sulit, sehingga dalam ayat tersebut digambarkan bahwa
pelaksanaan salat merupakan pekerjaan yang berat kecuali bagi orang-orang yang
khusyuk, sebagaimana termaktub pada QS. Al-Baqarah ayat 45 yang berbunyi:

‫ﺼ ٰلو ِة ِبال ﱠ‬
‫ﺼب ِْر َوا ْستَ ِع ْينُ ْوا‬ َ َ ‫َعلَﻰ ا ﱠِﻻ لَ َك ِبي َْرة ٌ هَا‬
‫◌وا ِّن ۗ◌ َوال ﱠ‬
َ‫ْال ٰخ ِش ِعي ْۙن‬
Artinya:

16
Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. dan Sesungguhnya yang
demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu', (QS. Al-
Baqarah: 45)

Ayat 45 dan 153 dari QS. Al-Baqarah tersebut dapat bermakna: mintalah
pertolongan kepada Allah dengan jalan tabah dan sabar menghadapi segala
tantangan serta dengan melaksanakan shalat. Bisa juga bermakna: jadikanlah
ketabahan menghadapi segala tantangan bersama dengan shalat, yakni doa dan
permohonan kepada Allah sebagai sarana meraih segala kebajikan. Setiap manusia
akan selalu diuji oleh Allah maka hendaklah selalu sabar dalam petaka dan
menghadapi kesulitan, sebagaimana dalam surah. Al-Baqarah ayat 155 yang
berbunyi:

‫ش ْيءٍ َولَنَ ْبلُ َوﻧﱠ ُك ْم‬ َ ‫ف ِّﻣنَ ِب‬ ِ ‫ص َو ْال ُج ْوعِ ْالخ َْو‬
ٍ ‫ْاﻻَ ْﻣ َوا ِل ِّﻣنَ َوﻧَ ْق‬
‫ت َو ْاﻻَ ْﻧﻔُ ِس‬ ِ ۗ ‫ﺼ ِب ِر ْينَ َوبَ ّش ِِر َوالثﱠ َم ٰر‬
‫ال ﱣ‬
Artinya:

Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit


ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah
berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (QS. Al-Baqarah: 155)

Pada ayat ini yang dikutip dari Quraish Shihab bahwa Allah akan menguji
kaum muslimin dengan berbagai ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan
buah-buahan (bahan makanan). Aidh al-Qarni dalam Tafsir Muyassar
menambahkan bahwa dengan musibah dan kesusahan tersebut akan terlihat jelas
siapa yang jujur (tulus) dengan Allah dan siapa yang pendusta (Ingkar dengan
Allah). Karena dengan ujian ini, kaum muslimin menjadi umat yang kuat
mentalnya, kokoh keyakinannya, tabah jiwanya, tahan menghadapi ujian dan
cobaan. Mereka akan mendapat predikat sabar, dan merekalah orang-orang yang
mendapat kabar gembira dari Allah.

17
2.4.2. Hadist-hadist Mengenai Sabar

Rasulullah Saw adalah suri tauladan bagi umat manusia. Beliau tampil
sebagai sosok penyabar yang luar biasa dalam menghadapi masalah dan ujian dalam
misi kerasulannya. Meskipun berbagai ujian menimpa, beliau tetap sabar dan
berkata: “Ku sambut seruan-Mu, segala kebaikan ada di tangan-Mu, sementara
keburukan tidak kembai kepada-Mu.” Beliau juga berdoa, “Ya Alah, aku memohon
kepada-Mu kenikmatan melihat wajah-Mu dan kerinduan berjumpa dengan-Mu.”

Aisyah ra. berkata, “Aku tidak pernah melihat orang yang mendapa ujian
lebih berat daripada Nabi Saw., dan aku tidak pernah bersyukur daripada Nabi
Saw.”

Ali bin Abi Thalib menyatakan sabar sebagian dari iman. Sebagaimana
perkataan berikut:

Artinya:

Dari Ali karramallahu wajhah, ia berkata: “ Sabar itu sebagian dari iman,
seperti kedudukan kepala pada tubuh, siapa yang tidak sabar maka tidak ada
iman.”

Dalam hadis tersebut dinyatakan bahwa hubungan sabar dengan iman


seperti keberadaan kepala pada jasad. Jasad tidak ada artinya tanpa kepala begitu
juga iman tidak dianggap beriman kepada Allah kalau tidak bisa bersabar dengan
segala ketetapan-Nya.

Rasulullah Saw. menyatakan bahwa sabar merupakan sifat orang beriman.


Menerima dengan ridha apapun ketentuan Tuhan. Jika diberi suatu kenikmatan
maka ia bersyukur, namun jika sebaliknya ia menerimanya dengan lapang dada.
Sehingga kehidupan seorang mukmin menjadi sesuatu hal yang menakjubkan.
Hidup tanpa masalah. sebagaimana tergambar pada hadis berikut:

18
Dari Suhaib ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Sungguh menakjubkan
perkara orang beriman karena segala perkaranya adalah baik. Jika ia
mendapatkan kenikmatan ia bersyukur karena ia mengetahui bahwa hal tersebut
adalah memang baik baginya. Dan jika ia tertimpa musibah atau kesulitan, ia
bersabar karena ia mengetahui hal tersebut baik baginya.” (HR. Muslim).

Ada doa yang diajarkan Rasulullah Saw ketika menghadapi suatu musibah
supaya seorang muslim dapat menerimnaya dengan sabar, sebagaimana pada hadis
berikut:

Artinya:

Dari Umi Salamah ra, ia berkata: Saya mendengar Rasulullah Saw bersabda:
“seorang muslim ketika ditimpa suatu musibah lalu ia berkata sebagaimana
diperintahkan Allah azza wajalla innalillahi wa inna ilahi rajiun kemudian ia
berdoa allahumma ajirni fi mushibati wakhlufli khairan minha, maka Allah akan
menggantikan yang lebih baik baginya.” (Musnad Imam Ahmad)

Kesabaran merupakan ciri orang yang kuat. Rasulullah Saw pernah


menggambarkan dalam sebuah hadisnya yang berbunyi:

Artinya:

Dari Abu Hurairah ra berkata, bahwa Rasulullah Saw. bersabda: "Orang


yang kuat bukanlah yang pandai bergulat, namun orang yang kuat adalah orang
yang memiliki jiwanya ketika marah." (HR. Bukhari)

19
Dalam salah satu hadisnya, Rasulullah menyatakan bahwa kesabaran
merupakan "dhiya'" cahaya yang amat terang. Krisis dan kesulitan adalah laksana
kegelapan, sementara sabar dalam menghadapi ujian dunia merupakan cahaya yang
mengeluarkan manusia dari kegelapan. Dengan kesabaran, seseorang akan mampu
menyingkap kegelapan.

Artinya:

Dari Abi Malik Al-Asyary berkata, Rasulullah Saw: bersabda "… dan
kesabaran merupakan cahaya yang terang,..." (HR. Muslim)

Dalam sebuah hadis Qudsi, Rasulullah bersabda: Allah berfirman: “Siapa


yang tidak bersyukur terhadap nikmat yang Kuberikan padanya dan tidak mau
bersabar terhadap ujian yang Ku berikan padanya maka silakan Sabar terhadap
musibah merupakan aspek kesabaran yang paling sering dinasehatkan banyak
orang. Dalam sebuah hadits diriwayatkan :

Artinya:

Dari Anas bin Malik ra, bahwa suatu ketika Rasulullah Saw melewati
seorang wanita yang sedang menangis di dekat sebuah kuburan. Kemudian
Rasulullah Saw bersabda, “Bertakwalah kepada Allah, dan bersabarlah.” Wanita
tersebut menjawab, “Menjauhlah dariku, karena sesungguhnya engkau tidak
mengetahui dan tidak bisa merasakan musibah yang menimpaku.” Kemudian
diberitahukan kepada wanita tersebut, bahwa orang yang menegurnya tadi adalah
Rasulullah Saw. lalu ia mendatangi pintu Rasulullah Saw dan ia tidak

20
mendapatkan penjaganya. Kemudian ia berkata kepada Rasulullah Saw, “aku tadi
tidak mengetahui engkau wahai Rasulullah.' Beliau bersabda, 'Sesungguhnya
sabar itu terdapat pada pukulan pertama.” (HR. Bukhari Muslim)

Makna sabar itu pada pukulan yang pertama seperti pada hadis di atas adalah
bahwa kita harus mampu mengendalikan emosi kita pada detik-detik pertama saat
menghadapi ujian/cobaan itu datang/terjadi. Ketika kita bisa melewati masa sulit
itu maka kita akan dapat menghadapi cobaan-cobaan selanjutnya dengan lapang
dada. Kesabaran merupakan anugerah Allah yang paling baik. Rasulullah Saw
mengatakan, "...dan tidaklah seseorang itu diberi sesuatu yang lebih baik dan lebih
lapang daripada kesabaran." (Muttafaqun Alaih) Sabar merupakan sifat para nabi.
Ibnu Mas'ud dalam sebuah riwayat pernah mengatakan:

Artinya:

Dari Abdullan bin Mas'ud berkata"Seakan-akan aku memandang


Rasulullah SAW menceritakan salah seorang nabi, yang dipukuli oleh kaumnya
hingga berdarah, kemudia ia mengusap darah dari wajahnya seraya berkata, 'Ya
Allah ampunilah dosa kaumku, karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui."
(HR. Bukhari)

Kesabaran merupakan suatu keharusan, dimana seseorang tidak boleh putus


asa hingga ia menginginkan kematian. Sekiranya memang sudah sangat terpaksa
hendaklah ia berdoa kepada Allah, agar Allah memberikan hal yang terbaik
baginya; apakah kehidupan atau kematian. Rasulullah SAW mengatakan; Dari
Anas bin Malik ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Janganlah salah seorang
diantara kalian mengangan-angankan datangnya kematian karena musibah yang
menimpanya. Dan sekiranya ia memang harus mengharapkannya, hendaklah ia

21
berdoa, 'Ya Allah, teruskanlah hidupku ini sekiranya hidup itu lebih baik unttukku.
Dan wafatkanlah aku, sekiranya itu lebih baik bagiku." (HR. Bukhari Muslim).7

2.5. Hikmah Bersabar

Adanya cobaan bagi ahli iman merupakan suatu kepastian yang


mengandung tujuan dan hikmah yang banyak seperti diingatkan AlQur'an, terutama
setelah perang Uhud, di antaranya ialah:

1. Untuk membersihkan barisan mukminin dari mereka yang hanya mengaku-


ngaku beriman. Mereka merupakan kaum munafik dan orang-orang yang
dalam hatinya terkandung penyakit. Dalam keadaan damai dan tentram,
yang baik dan yanglburuk berbaur. Dengan adanya ujian akan tampak slapa
yang ikhlas setia dan yang tidak, seperti teruji emas murni dan emas imitasi
melalui pembakaran. Firman Allah SWT, yang turun sekitar delapan puluh
ayat setelah perang Uhud:
"Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang
beriman dalam keadaan kamu sekarang ini sehingga Dia menyisihkan yang
buruk (munafik) denganyang baik (mukmin)" (Ali lmron: 179).
Ada sebagian manusia yang masuk ke dalam golongan kaum
mukminin, berpakaian (berpenampilan) serupa dan berbicara dengan istilah
dan gaya yang sama, tetapi bila terkena ujian dan cobaan dalam
menegakkan dien menjadi lemah lunglai, hilang semangat dan raBuh hati
lalu meninggalkan keyakinan semula. Sebdgai contoh dari orang-orang
seperti itu Allah berfirman:
"Dan di antara manusia ada orang yang berkata: "Kami beriman
kepada Allah", tetapi apabila ia disakiti (karena ia beriman) kepada Allah,
ia menganggap fitnah manusia itu sebagai azab Allah. Dan jika datang
pertolongan dari Robbmu, mereka pasti akan berkata: "Sesungguhnya
Kami besamamu". Bukanlah Allah lebih mengetahui apa yang ada dalam
dada semua manusia? Dan sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang

7
Raihanah. Konsep sabar dalam Alquran. Banjarmasin: TARBIYAH ISLAMIYAH, Volume 6,
Nomor 1. (2016)

22
yang beriman dan sesungguhnya Dia mengetahui dan sesungguhnya Dia
mengetahui orang-orang yang mufiafik”. (Al-Ankabut: 10-11)
Itulah contoh dari orang yang mengaku beriman tetapi didustakan
oleh amal perbutannya sendiri. Contoh lain yang diterangkan oleh Al-
Qur'an:
"Dan di antara manusia ada yang mengabdi Allah pada garis batas,
hingga jika ia memperoleh kebajikan, tetap-lah ia dalam keadaan itu, dan
jika ia ditimpa oleh suatu bencana,'berbatiktah ia ke belakang. Rugilah ia
di dunia dan di akherat. Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata".
(Al-Hajj: 11)
Ujian yang dihadapi para mujahid dakwah merupakan penegasan,
penjernihan dan penyaringan terhadap tingkatan kaum Beriman dan
menyisihkan yang buruk seperti menyisihkan karat dari besi.

2. Mendidik kaum beriman mengasah permata iman dan menjernihkan hati


mereka. Mereka akan menjadi matang melalui ujian sebagaimana
matangnya makanan dengan api. Setelah perang Uhud Allah berfirman:
"Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka
sesungguhnya kaum (kafh) itupun (pada perang Badar) mendapat luka yang
serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan di
antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran) dan supaya Allah
membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan
supaya sebagian kamu dijadikannya (gugur sebagai) syuhada. Dan Allah
tidak menyukai orang-orang yang zalim. Dan agar Allah membersihkan
orang-orang yang beriman (dari dosa mereka) dan membinasakan orang-
orang yang kafir". Ali lmran: 140-141)
Firman Allah : "Katakanlah: Sekiranya kamu berada di rumahmu
niscaya orang-orang yang telah ditakdirkan akan mati terbunuh itu (juSa)
ketempat mereka terbunuh. Dan Allah berbuat (demikian) untuk menguji
apa yang ada dalam dadamu dan untuk membersihkan apa yang ada dalam
hatimu. Attah Maha rtengietahui isi hati". (Ali lmran: 154)

23
3. Meningkatkan kedudukan orang-orang beriman disisi Allah. Allah SWT
meninggalkan derajat mereka, melipatgandakan pahala mereka paling tidak
menghapus dosa-dosa mereka, hingga seorang dari mereka berjalan di muka
bumi tanpa menyandang dosa"karena telah dicuci bersih oleh ujian yang
mereka alami. Tiap manusia tidak luput dari dosa karena mereka bukan
malaikat yang suci. Tidak ada orang yang maksum dari dosa kecuali para
Nabi. Karunia rahmat Allah SWT bagi manusia maka mereka diuji untuk
menghapus dosa-dosa mereka yang terbukti bersabar dan berjuang karena
Allah semata. Sabda Rasulullah Saw yamh artinya:
“Tidaklah seorang muslim menderita karena kesedihan, kedudukan,
kesusahan, kepayahan, penyakit dan gangguan duri yang menusuk
tubuhnya kecuali dengan itu Allah mengampuni dosa-dosanya”. (Riwayal
lmam Bukhori).8

2.6. Strategi Internalisasi Nilai Sabar

1. Strategi Keteladanan (modelling)

Keteladanan merupakan sikap yang ada dalam pendidikan Islam dan telah
dipraktekkan sejak zaman Rasulullah. Keteladanan ini memiliki nilai yang penting
dalam pendidikan Islam, karena memperkenalkan perilaku yang baik melalui
keteladanan, sama halnya memahami sistem nilai dalam bentuk nyata. Strategi
dengan keteladanan adalah internalisasi dengan cara memberi contoh-contoh
kongkrit pada anak didik. Dalam pendidikan, pemberian contoh-contoh ini sangat
ditekankan karena tingkah laku seorang pendidik mendapatkan pengamatan khusus
dari para anak didik. Melalui strategi keteladanan ini, memang seorang pendidik
tidak secara langsung memasukan hal-hal terkait dengan keteladanan itu dalam
rencana pembelajaran. Artinya, nilai-nilai moral religius seperti ketaqwaan,
kejujuran, keikhlasan, dan tanggungjawab yang ditanamkan kepada anak didik
merupakan sesuatu yang sifatnya hidden curriculum.

8
Qordhowi, Yusuf. Al-Qur’an menyuruh kita sabar. Jakarta: Gema Insan Press. (1989)

24
2. Strategi Pembiasaan

Kebiasaan adalah perbuatan yang diulang-ulang sehingga menjadi mudah


untuk dikerjakan. Mendidik dengan latihan dan pembiasaan adalah mendidik
dengan cara memberikan latihan-latihan dan membiasakan untuk dilakukan setiap
hari. Strategi pembiasan ini afektif untuk diajarkan kepada anak didik. Apabila anak
didik dibiasakan dengan akhlak yang baik, maka akan tercermin dalam kehidupan
sehari-hari.

3. Strategi Ibrah dan Amtsal

Ibrah (mengambil pelajaran) dan Amtsal (perumpamaan) yang dimaksud


adalah mengambil pelajaran dari beberapa kisah-kisah teladan, fenomena,
peristiwa-peristiwa yang terjadi, baik masa lampau maupun sekarang. Dari sini
diharapkan anak didik dapat mengambil hikmah yang terjadi dalam suatu peristiwa,
baik yang berupa musibah atau pengalaman. Abd Al-Rahman Al-Nahlawi,
mendefinisikan ibrah dengan kondisi psikis yang menyampaikan manusia untuk
mengetahui intisari suatu perkara yang disaksikan, diperhatikan, diinduksikan,
ditimbang-timbang, diukur dan diputuskan secara nalar, sehingga kesimpulannya
dapat mempengaruhi hati, lalu mendorongnya kepada perilaku berfikir sosial yang
sesuai. Tujuan pedagogis dari pengambilan pelajaran adalah mengantarkan manusia
pada kepuasan pikir tentang perkara agama yang bisa menggerakkan, mendidik atau
menambah perasaan keagamaan para peserta didik.

4. Strategi Pemberian Nasehat

Rasyid Ridha seperti dikutip Burhanudin mengartikan nasehat (mauidzah)


sebagai peringatan atas kebaikan dan kebenaran, dengan jalan apa saja yang dapat
menyentuh hati dan membangkitkannya untuk mengamalkan. Metode mauidzah
harus mengandung tiga unsur, yakni uraian tentang kebaikan dan kebenaran yang
harus dilakukan oleh seseorang, misalnya: tentang sopan santun, motivasi untuk
melakukan kebaikan, dan peringatan tentang dosa yang muncul dari adanya
larangan, bagi dirinya dan orang lain.

25
5. Strategi Pemberian Janji dan Ancaman (targhib wa tarhib)

Targhib adalah janji yang disertai dengan bujukan dan membuat senang
terhadap sesuatu maslahat, kenikmatan, atau kesenangan akhirat yang pasti dan
baik, serta membersihkan diri dari segala kotoran (dosa) yang kemudian diteruskan
dengan melakukan amal saleh. Hal itu dilakukan semata-mata demi mencapai
keridlaan Allah. Sedangkan tarhib adalah ancaman dengan siksaan sebagai akibat
melakukan dosa atau kesalahan yang dilarang oleh Allah, atau akibat lengah dalam
menjalankan kewajiban yang diperintahkan Allah, Dengan kata lain, tarhib adalah
ancaman dari Allah yang dimaksudkan untuk menumbuhkan rasa takut pada para
hamba-Nya dan memperlihatkan sifat-sifat kebesaran dan keagungan Ilahiyah, agar
mereka selalu berhati-hati dalam bertindak.9

2.7. Teknik Evaluasi dan Penilaian Nilai Sabar

Teknik Observasi

Secara garis besar terdapat dua rumusan tentang pengertian observasi, yaitu
pengertian secara sempit dan luas. Dalam arti sempit, observasi berarti pengamatan
secara langsung terhadap apa yang diteliti, Dalam arti luas observasi meliputi
pengamatan yang dilakukan secara langsung mau pun tidak langsung terhadap
objek yang diteliti. Jenis dan Bentuk Menurut Susilo Surya dan Natawidjaja
membedakan observasi menjadi:

(a) Observer (dalam hal ini pendidik yang sedang melakukan kegiatan
observasi), melibatkan diri di tengah-tengah kegiatan observee (yang
diamati)
(b) Non-Partisipatif, Evaluator/observer berada “di luar garis”, seolah-olah
sebagai penonton belaka.
(c) Eksperimental; Observasi yang dilakukan dalam situasi buatan. Pada
observasi eksperimental, peserta didik dikenai perlakuan (treatment) atau

9
Munif, Muhammad. Strategi internalisasi nilai-nilai pai dalam membentuk karakter siswa.
Probolinggo: Edureligia. (2017)

26
suatu kondisi tertentu, maka diperlukan perencanaan dan persiapan yang
benar-benar matang.
(d) Non- Eksperimental; Observasi dilakukan dalam situasi yang wajar,
pelaksanaannya jauh lebih sederhana
 Sistematis, Observasi yang dilakukan dengan terlebih dahulu
membuat perencanaan secara matang. Pada jenis ini, observasi
dilaksanakan dengan berlandaskan pada kerangka kerja yang
memuat faktor-faktor yang telah diatur kategorisasinya.
 Non-sistematis, Observasi di mana observer atau evaluator dalam
melakukan pengamatan dan pencatatan tidak dibatasi oleh kerangka
kerja yang pasti, maka kegiatan observasi hanya dibatasi oleh tujuan
dari observasi itu sendiri.

3) Langkah-Langkah Penyusunan Pedoman Observasi Adapaun langkah-langkah


penyusunan pedoman observasi, menurut Zaenal Arifin antara lain:

(a) Merumuskan tujuan observasi


(b) Membuat lay-out atau kisi-kisi observasi
(c) Menyusun pedoman observasi
(d) Menyusun aspek-aspek yang akan diobservasi, baik yang berkenaan proses
belajar peserta didik dan kepribadiaanya maupun penampilan guru dalam
pembelajaran
(e) Melakukan uji coba pedoman observasi untuk melihat kelemahan-
kelemahan pedoman observasi
(f) Merifisi pedoman obsevasi berdasarkan hasil uji coba
(g) Melaksanakan observasi pada saat kegiatan berlangsung
(h) Mengolah dan menafsirkan hasil observasi.10

10
Wulan, Elis Ratna & A. Rusdiana. Evaluasi pembelajaran dengan pedekatan kurikulum 2013.
Bandung: Pustaka Setia. (2014)

27
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Dalam Pendidikan Pendidikan karakter/akhlakul karimah menjadi fokus


utama. Pendidikan. salah satu nilai karakter yaitu sabar merupakan salah satu nilai
karakter Islam yang harus didik agar terinternalisasi dalam diri peserta didik. Nilai
sabar harus diinternalisasi agar peserta didik terlatih menahan diri dari sifat
kegeundahan dan rasa emosi, kemudian menahan lisan dari keluh kesah serta
menahan anggota tubuh dari perbuatan yang tidak terarah. Sabar adalah salah satu
dasar dan fondasi akhlak dalam agama Islam yang lurus ini. Fondasi itu adalah
kesabaran yang mempengaruhi seluruh sendi kehidupan manusia. Karena
kesempurnaan agama dan dunia ini erat hubungannya dengan kesabaran.
Kemerosotan keduanya juga erat hubungannya dengan kesabaran.

Dalam upaya menginternalisasi nilai sabar pendidik dapat berusaha dengan


berbagi mana strategi internalisasi nilai sabar seperti Strategi Keteladanan
(modelling), Strategi Pembiasaan, Strategi Ibrah (mengambil pelajaran) dan Amtsal
(perumpamaan), Strategi Pemberian Nasehat, dan Strategi Pemberian Janji dan
Ancaman (targhib wa tarhib). Pendidik juga dapat mengevalusi apakah nilai sabar
yang telah dididik telah terinternalisasi pada diri siswa melalui salah satu tehnik
evalusi dan penilaian yaitu Teknik Observasi.

3.2 Saran

Sebagai manusia kita harus terus belajar agak kita dapat menjadi individu
yang lebih baik dari waktu kewaktu dari segi cara berfikir dan bersikap. Sikap atau
karakter seseorang memanglah bersifat bawaan tetapi sifat bawaan tersebut dapat
berubah dengan pengaruh lingkungan sehingga kita harus mencari lingkungan yang
baik agar kita menjadi orang yang lebih baik. Dan kita harus menjadi lingkungan
yang baik pula agar orang lain dapat terpengaruh hal baik dari diri kita. Seperti kita
dapat menjadi orang yang sabar agar orang lain mencohtoh kesabaran kita.
Kesabaran pun dapat didik sehingga sebagai pendidik pun harus menjadi orang

28
yang sabar agar Pendidikan nilai sabar dapat berjalan dengan baik. Karena pendidik
merupakan teladan dari peserta didiknya.

29
DAFTAR PUSTAKA

Musrifah (2016). Pendidikan karakter dalam perspektif Islam. Brebes: Edukasia


Islamika.
Na’imah, Tri. Internalisasi nilai akhlaqul karimah dalam pendidikan karakter.
Purwokerto: Universitas Muhammadiyah.
Yusuf, M., Dona Kahfi, Dkk (2018). Sabar dalam perspektif Islam dan barat.
Ngawi: AL-MURABBI.
Miskahuddin (2020). Konsep sabar dalam perspektif al-qur’an. Banda Aceh:
JURNAL ILMIAH AL MU’ASHIRAH: Media Kajian Al-Qur'an dan Al-
Hadits Multi Perspektif.
Hafiz ,Subhan El., Ilham M., Dkk. (2015). Pergeseran makna sabar dalam bahasa
indonesia. Jurnal Ilmiah Penelitian Psikologi: Kajian Empiris & Non-
Empiris.
Sukino (2018). Konsep sabar dalam al-quran dan kontekstualisasinya dalam
tujuan hidup manusia melalui Pendidikan. Pontianak: Jurnal RUHAMA.
Raihanah (2016). Konsep sabar dalam Alquran. Banjarmasin: TARBIYAH
ISLAMIYAH, Volume 6, Nomor 1.
Qordhowi, Yusuf (1989). Al-Qur’an menyuruh kita sabar. Jakarta: Gema Insan
Press.
Munif, Muhammad (2017). Strategi internalisasi nilai-nilai pai dalam membentuk
karakter siswa. Probolinggo: Edureligia
Wulan, Elis Ratna & A. Rusdiana (2014). Evaluasi pembelajaran dengan
pedekatan kurikulum 2013. Bandung: Pustaka Setia.

30

Anda mungkin juga menyukai