Bju Administrasi Agraria Pertanahan
Bju Administrasi Agraria Pertanahan
Petunjuk
1. Anda wajib mengisi secara lengkap dan benar identitas pada cover BJU pada halaman ini.
2. Anda wajib mengisi dan menandatangani surat pernyataan kejujuran akademik.
3. Jawaban bisa dikerjakan dengan diketik atau tulis tangan.
4. Jawaban diunggah disertai dengan cover BJU dan surat pernyataan kejujuran akademik.
1. Saya tidak menerima naskah UAS THE dari siapapun selain mengunduh dari aplikasi THE pada laman
https://the.ut.ac.id.
2. Saya tidak memberikan naskah UAS THE kepada siapapun.
3. Saya tidak menerima dan atau memberikan bantuan dalam bentuk apapun dalam pengerjaan soal ujian
UAS THE.
4. Saya tidak melakukan plagiasi atas pekerjaan orang lain (menyalin dan mengakuinya sebagai pekerjaan
saya).
5. Saya memahami bahwa segala tindakan kecurangan akan mendapatkan hukuman sesuai dengan aturan
akademik yang berlaku di Universitas Terbuka.
6. Saya bersedia menjunjung tinggi ketertiban, kedisiplinan, dan integritas akademik dengan tidak
melakukan kecurangan, joki, menyebarluaskan soal dan jawaban UAS THE melalui media apapun, serta
tindakan tidak terpuji lainnya yang bertentangan dengan peraturan akademik Universitas Terbuka.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Apabila di kemudian hari terdapat pelanggaran
atas pernyataan di atas, saya bersedia bertanggung jawab dan menanggung sanksi akademik yang ditetapkan oleh
Universitas Terbuka.
Minggu,19 Desember 2021
1. Badan Pertanahan Nasional dalam upaya mengubah pola pelayanan kepada masyarakat sebenarnya
telah melakukan pelayanan berbasis komputer sejak 1997. Komputerisasi Kantor Pertanahan (KKP)
atau Land Office Computerization (LOC) dengan tujuan menciptakan tertib administrasi pertanahan,
meningkatkan kualitas informasi pertanahan BPN, untuk mempermudah pemeliharaan data
pertanahan, menghemat space / storage untuk penyimpanan data-data pertanahan dalam bentuk digital
(paperless), meningkatkan kemampuan SDM pegawai BPN di bidang teknologi informatika /
komputer, melakukan standarisasi data dan sistem informasi dalam rangka mempermudah pertukaran
informasi pertanahan serta menciptakan suatu sistem informasi pertanahan yang handal. Pertanyaan :
A. Silahkan saudara analisis landasan hukum mengenai sistem informasi dan manajemen Pertanahan
Nasional berdasarkan pada beberapa peraturan perundang-undangan !
- Dalam merencanakan kebijakan pertanahan, tolok ukur yang lebih tepat adalah memberikan
keadilan berdasarkan kebutuhan dan bukan berdasarkan kemampuan karena dalam peta
penguasaan dan pemanfaatan tanah di Indonesia,perhatian harus lebih banyak diberikan
kepada mereka yang lebih membutuhkan yang diwakili oleh sebagian terbesar lapisan
masyarakat.
- Kebijakan manajemen pertanahan ditujukan untuk mencapai tigal hal pokok yang saling
melengkapi, yakni
a. Efesiensi dan pertumbuhan ekonomi
b. Keadilan sosial
c. Pelestarian lingkungan dan pola penggunaan tanah yang berkelanjutan.
Untuk mewujudkan efesiensi, dapat ditempuh berbagai pendekatan dengan mengacu pada
aspek urgensi, konsistensi, dan resiko. Tujuannya untuk mencapai keadilan sosial dapat
dijabarkan melalui beberapa aspek, misalnya peran tanah sebagai sarana penghidupan
masyarakat. Dari ketiga aspek tersebut mempunyai fungsi harus pula dioperasionalkan dalam
berbagai aktivitas yang dapat digunakan sebagai sarana untuk mencapai tujuan tersebut. Salah
satu sarana tersebut adalah tersedianya peraturan perundang-undangan yang mampu
menjabarkan berbagai aspek dari orientasi kebijakan dan tujuannya sebagai berikut :
1. Demokrasi berupa pengawasan terhadap kekuasaan, jaminan stabilitas politik sebagai
akibat demokratisasi, dan perlindungan hak asasi manusia.
2. Peningkatan kepastian hukum melalui pembuatan peraturan perundang-undangan yang
diperlukan dan pelaksanaannya yang konsisten.
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA
3. Pemberdayaan kelembagaan, yakni memperkuat manajemen pertanahan, meningkatkan
kemampuan sumber daya manusia pendukung, dan transparansi dalam proses pembuatan
keputusan.
4. Mengikatkan intensif ekonomi berupa efektivitas perpajakan dan transparansi dalam pasar
tanah.
5. Menetapkan batas-batas kewenangan pemerintah berupa perumusan tanggung jawab
pokok dan pengembangan model kemitraan antara swasta dan pemerintah.
pembuktian yang kuat dengan maksud bahwa keterangan yang tercantum di dalam sertipikat
telah mempunyai kekuatan hukum dan harus dianggap benar oleh hakim selama pihak ketiga
tidak dapat membuktikan sebaliknya dengan alat bukti lain. Ketentuan Pasal 32 ayat (2) PP
No. 24 Tahun 1997 memperlihatkan adanya kontradiksi dengan ketentuan Pasal 19 ayat (2)
huruf c UUPA. Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA menentukan bahwa sertipikat berlaku sebagai
alat pembuktian yang kuat. Namun ketentuan Pasal 32 ayat (2) UUPA menentukan bahwa
apabila memenuhi 3 (tiga) syarat yaitu tanah diperoleh dengan itikad baik, tanah dikuasai
secara nyata, dan dalam waktu 5 tahun sejak diterbitkan sertipikat tanah tidak ada keberatan
ataupun gugatan dari pihak ketiga, maka sertipikat berlaku sebagai alat BUKU JAWABAN UJIAN
UNIVERSITAS TERBUKA
B. Silahkan saudara analisis, apakah sistem informasi dan manajemen pertanahan dapat
meminimalisir permasalahan dalam pendaftaran hak atas tanah ?
- Dalam persoalan nomor 1. B ini mengacu pada pengurusan hak milik tanah dalam soal cerita
diatas bisa saja meminimalisir permasalahan dalam pendaftaran hak atas tanah, dari orang-
orang yang tidak bertanggung Jawab. Fungsi pengurusan tanah sebagai pelaksanaan Pasal 2
UUPA adalah wewenang untuk mengatur hubungan hukum antara orang dan perbuatan
hukum mengenai bumi/tanah. Kemudian, dalam Pasal 4 UUPA, di tentukan bermacam-
macam hak atas tanah yang berasal dari hak menguasai oleh negara yang selanjutnya
dijabarkan dalam Pasal 16 UUPA yang meliputi hak milik, hak guna usaha, hak pakai/sewa.
Dsb.
- Pengukuran dan pendaftaran tanah
Tugas dari pemerintah dibidang manajemen pertanahan sebagaimana di perintahkan Pasal 19
UUPA adalah untuk kepastian hukum, pemerintah mengadakan pendaftaran tanah. Dalam
uraian Pasal 19 UUPA sebagai berikut :
1. Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah, dilakukan pendaftaran tanah di
seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan yang di atur oleh Undang-
Undang.
2. Pendaftaran tersebut dalam ayat 1 pasal meliputi
a) Pengukuran, perpetaan, dan pembukuan tanah.
b) Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut
c) Pemberian surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang
kuat.
- Pada tahun 2014 terpilihnya Presiden Jokowi – Jusuf kalla dalam sebuah dokumen Visi –
Misi resmi Joko Widodo – Jusuf Kalla yang berjudul “Jalan perubahan untuk Indonesia yang
Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian Visi – Misi dan Program aksi Jokowi-JK 2014, pada
salah satu point yang disampaikan disebutkan bahwa :
“untuk mencapai Indonesia Kerja & Indonesia sejahtera yaitu dengan mendorong Landreform
& program kepemilikan tanah sebesar 9 juta hektar meningkatnya akses petani Gurem
terhadap kepemilikan lahan pertanian dari rata-rata 0,3 hektar perKK tani dan pembukaan 1
juta ha lahan pertanian kering di luar Jawa dan Bali”. Ini merupakan salah satu cara untuk
mencapai cita-cita ini adalah dibentuknya program landreform, sebagai bentuk Reforma
agraria, dengan tujuan memenuhi kebutuhan masyarakat agar dapat berkembang Reforma
agraria, menurut Pasal 2 TAP MPR RI NOMOR IX/MPR/2001, merupakan proses yang
bersifat kontinu, untuk menata kembali penguasaan, kepemilikan, penggunaan, dan
pemanfaatan sumber daya agraria, dengan tujuan mencapai keadilan dan kemakmuran bagi
seluruh rakyat Indonesia. Namun program landrefrom pada UU nomor 56 Prp tahun 1960
kurang berhasil dalam meningkatkan taraf hidup dan penghasilan para petani, terutama petani
kecil dan petani penggarap tanah. Pernyataan aktual yang ada saat ini adalah mengenai visi
pemerintahan jokowi-Jusuf Kalla berkaitan dengan landrefrom dan bagaimana contoh
implementasinya.
- Pada tanggal 7 April 2016 lalu, pemerintah Indonesia melalui kementrian Agraria n Tata
ruang mengeluarkan Peraturan Menteri ATR No. 18 Tahun 2016. Pasal 3 peraturan tersebut
menetapkan pembatasan kepemilikan tanah pertanian untuk perorangan, seperti 20 hektar
maksimum untuk daerah tidak padat dan 12 hektar maksimum untuk daerah kurang padat.
Ketentuan ini diperkuat lagi dengan kwajiban bahwa tanah hanya dapat dialihkan kepada
pihak lain yang berdomisili di dalam 1 kecamatan letak tanah dan memang harus
dipergunakan untuk pertanian. Menurut penulis, kebijakan ini sangat baik kerana banyak
orang yang punya sawah di desa tetapi justru tinggal dikota, yang akhirnya mengakibatkan
tanah tidak terawat ataupun keuntungan ekonomi dari tanah tersebut tidak termasuk ke dalam
pembangunan daerah tempat tanah tersebut berada. Peraturan ini mencegah hal seperti itu
terjadi lagi.
4. Pada awalnya reforma agraria diatur dalam Undang – Undang Pokok Agraria. Namun, pada
perkembangannya pemerintah membuat aturan pelaksana dari Undang-Undang tersebut. Dalam
reforma agraria yang diatur dalam Perpres Nomor 86 Tahun 2018 mengenai objek redistribusi tanah
berupa redistribusi tanah untuk pertanian dan redistribusi tanah untuk non pertanian. Pertanyaan:
A. Silahkan saudara analisis, bagaimana hak kepemilikan bersama dalam redistribusi tanah pertanian ?
- Pada peraturan Perpres Nomor 86 Tahun 2018 Pasal 1 ayat 1 dan 2, pada Bab 1.
1. Reforma Agraria adalah penataan kembali struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan
pemanfaatan tanah yang lebih berkeadilan melalui Penataan Aset dan disertai dengan Penataan Akses
untuk kemakmuran ralryat Indonesia.
2. Penataan Aset adalah penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah
dalam rangka menciptakan keadilan di bidang penguasaan dan pemilikan tanah.
Kaitannya dengan kondisi kepemilikan dan penguasaan tanah tersebut maka di dalam Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) dinyatakan juga pada pasal-
pasal yang menjadi dasar pelaksanaan landreform di Indonesia ialah :
1. Dalam pasal 7 UUPA yaitu : “Untuk tidak merugikan kepentingan umum maka pemilikan dan
penguasaan tanah yang melampui batas tidak diperkenankan”.
2. Dalam pasal 10 UUPA disebutkan bahwa:
a. Setiap orang dan badan hukum yang mempunyai sesuatu hak atas tanah pertanian pada
asasnya diwajibkan mengerjakan atau mengusahakannya sendiri secara aktif, dengan
mencegah cara-cara pemerasan.
b. Pelaksanaan dari pada ketentuan dalam ayat 1 ini akan diatur lebih lanjut dengan peraturan
perundangan.
3. Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum Tanah,
Djambatan, 1986, Pengecualian terhadap atas asas tersebut pada ayat 1 pasal ini diatur dalam
peraturan perundangan.”4 3. Pasal 17 UUPA menyebutkan bahwa :
“Dengan mengingat ketentuan dalam pasal 7 maka untuk mencapai tujuan dimaksud dalam pasal 2
ayat 3 diatur luas maksimum dan/atau minimum tanah yang boleh dipunyai dengan sesuatu hak
tersebut dalam pasal 16 oleh satu keluarga atau badan hukum.”
di atas adalah menjadi dasar dari pada perubahan-perubahan dalam struktur pertanahan yang dikenal
dengan sebutan “landreform” atau “agrarian reform”6 yaitu, bahwa “Tanah pertanian harus dikerjakan atau
diusahakan secara aktif oleh pemiliknya sendiri”. Agar semboyan ini dapat diwujudkan perlu diadakan juga
ketentuan tentang batas minimum luas tanah yang harus dimiliki oleh petani, supaya mendapatkan
penghasilan yang cukup untuk hidup layak bagi diri sendiri dan keluarganya.
Disamping batas minimum juga agar dibatasi batas maksimum luas tanah yang boleh dipunyai dengan
hak milik, agar dicegah tertumpuknya tanah di tangan golongangolongan tertentu. Dalam hubungan ini, juga
memuat suatu asas yeng penting, yaitu bahwa pemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui batas tidak
diperkenankan, karena hal yang demikian itu adalah merugikan kepentingan umum.
B. Silahkan saudara analisis, apakah objek redistribusi tanah untuk non-pertanian dapat menjadi hak
milik ?
- objek redistribusi tanah untuk non-pertanian dapat menjadi hak milik, Dalam reforma agraria
yang diatur dalam Perpres Nomor 86 Tahun 2018 mengenai objek redistribusi tanah berupa
redistribusi tanah untuk pertanian dan redistribusi tanah untuk non pertanian
- tanah yang memenuhi persyaratan penguatan hak rakyat atas tanah meliputi:
1. Tanah yang dihibahkan dalam bentuk tanggung jawab sosial dan lingkungan;
2. Tanah hasil konsolidasi yang subjeknya memenuhi kriteria Reforma Agraria;
3. Sisa tanah sumbangan tanah untuk pembangunan dan tanah pengganti biaya pelaksanaan
Konsolidasi Tanah yang telah disepakati untuk diberikan kepada pemerintah sebagai TORA;
atau
4. Tanah Negara yang dikuasai masyarakat;
tanah bekas hak erpacht, tanah bekas partikelir dan tanah bekas eigendom yang luasnya lebih dari 10
bouw yang masih tersedia dan memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai objek
redistribusi; dan tanah kelebihan maksimum, tanah absente, dan tanah swapraja/bekas swapraja yang masih
tersedia dan memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai objek redistribusi tanah.
Objek redistribusi yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud meliputi:
a. Redistribusi tanah untuk pertanian; dan
b. redistribusi tanah untuk non-pertanian,
pada Pasal 8 Perpres ini.
- Disebutkan dalam Perpres ini, redistribusi tanah untuk pertanian sebagaimana dimaksud
diredistribusi kepada Subjek Reforma Agraria dengan luasan paling besar 5 (lima) hektar
sesuai dengan ketersediaan TORA, dengan pemberian sertifikat hak milik atau Hak
Kepemilikan Bersama