Anda di halaman 1dari 15

BUKU JAWABAN UJIAN (BJU)

UAS TAKE HOME EXAM (THE)


SEMESTER 2021/22.1 (2021.2)

Nama Mahasiswa : Muhammad Rouf Ulinnuha

Nomor Induk Mahasiswa/NIM : 044323652

Tanggal Lahir : 21 Maret 1995

Kode/Nama Mata Kuliah : HKUM4211

Kode/Nama Program Studi : ADPU4335

Kode/Nama UPBJJ : 42 UPBJJ UT SEMARANG

Hari/Tanggal UAS THE : Minggu 19 Desember 2021

Tanda Tangan Peserta Ujian

Petunjuk

1. Anda wajib mengisi secara lengkap dan benar identitas pada cover BJU pada halaman ini.
2. Anda wajib mengisi dan menandatangani surat pernyataan kejujuran akademik.
3. Jawaban bisa dikerjakan dengan diketik atau tulis tangan.
4. Jawaban diunggah disertai dengan cover BJU dan surat pernyataan kejujuran akademik.

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS TERBUKA
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

Surat Pernyataan Mahasiswa


Kejujuran Akademik

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama Mahasiswa : Muhammad Rouf Ulinnuha


NIM : 044323652
Kode/Nama Mata Kuliah :HKUM4211
Fakultas : FAKULTAS HUKUM ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
Program Studi : ADPU4335
UPBJJ-UT : Semarang

1. Saya tidak menerima naskah UAS THE dari siapapun selain mengunduh dari aplikasi THE pada laman
https://the.ut.ac.id.
2. Saya tidak memberikan naskah UAS THE kepada siapapun.
3. Saya tidak menerima dan atau memberikan bantuan dalam bentuk apapun dalam pengerjaan soal ujian
UAS THE.
4. Saya tidak melakukan plagiasi atas pekerjaan orang lain (menyalin dan mengakuinya sebagai pekerjaan
saya).
5. Saya memahami bahwa segala tindakan kecurangan akan mendapatkan hukuman sesuai dengan aturan
akademik yang berlaku di Universitas Terbuka.
6. Saya bersedia menjunjung tinggi ketertiban, kedisiplinan, dan integritas akademik dengan tidak
melakukan kecurangan, joki, menyebarluaskan soal dan jawaban UAS THE melalui media apapun, serta
tindakan tidak terpuji lainnya yang bertentangan dengan peraturan akademik Universitas Terbuka.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Apabila di kemudian hari terdapat pelanggaran
atas pernyataan di atas, saya bersedia bertanggung jawab dan menanggung sanksi akademik yang ditetapkan oleh
Universitas Terbuka.
Minggu,19 Desember 2021

Yang Membuat Pernyataan

Muhammad Rouf Ulinnuha


BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

1. Badan Pertanahan Nasional dalam upaya mengubah pola pelayanan kepada masyarakat sebenarnya
telah melakukan pelayanan berbasis komputer sejak 1997. Komputerisasi Kantor Pertanahan (KKP)
atau Land Office Computerization (LOC) dengan tujuan menciptakan tertib administrasi pertanahan,
meningkatkan kualitas informasi pertanahan BPN, untuk mempermudah pemeliharaan data
pertanahan, menghemat space / storage untuk penyimpanan data-data pertanahan dalam bentuk digital
(paperless), meningkatkan kemampuan SDM pegawai BPN di bidang teknologi informatika /
komputer, melakukan standarisasi data dan sistem informasi dalam rangka mempermudah pertukaran
informasi pertanahan serta menciptakan suatu sistem informasi pertanahan yang handal. Pertanyaan :
A. Silahkan saudara analisis landasan hukum mengenai sistem informasi dan manajemen Pertanahan
Nasional berdasarkan pada beberapa peraturan perundang-undangan !
- Dalam merencanakan kebijakan pertanahan, tolok ukur yang lebih tepat adalah memberikan
keadilan berdasarkan kebutuhan dan bukan berdasarkan kemampuan karena dalam peta
penguasaan dan pemanfaatan tanah di Indonesia,perhatian harus lebih banyak diberikan
kepada mereka yang lebih membutuhkan yang diwakili oleh sebagian terbesar lapisan
masyarakat.
- Kebijakan manajemen pertanahan ditujukan untuk mencapai tigal hal pokok yang saling
melengkapi, yakni
a. Efesiensi dan pertumbuhan ekonomi
b. Keadilan sosial
c. Pelestarian lingkungan dan pola penggunaan tanah yang berkelanjutan.
Untuk mewujudkan efesiensi, dapat ditempuh berbagai pendekatan dengan mengacu pada
aspek urgensi, konsistensi, dan resiko. Tujuannya untuk mencapai keadilan sosial dapat
dijabarkan melalui beberapa aspek, misalnya peran tanah sebagai sarana penghidupan
masyarakat. Dari ketiga aspek tersebut mempunyai fungsi harus pula dioperasionalkan dalam
berbagai aktivitas yang dapat digunakan sebagai sarana untuk mencapai tujuan tersebut. Salah
satu sarana tersebut adalah tersedianya peraturan perundang-undangan yang mampu
menjabarkan berbagai aspek dari orientasi kebijakan dan tujuannya sebagai berikut :
1. Demokrasi berupa pengawasan terhadap kekuasaan, jaminan stabilitas politik sebagai
akibat demokratisasi, dan perlindungan hak asasi manusia.
2. Peningkatan kepastian hukum melalui pembuatan peraturan perundang-undangan yang
diperlukan dan pelaksanaannya yang konsisten.
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA
3. Pemberdayaan kelembagaan, yakni memperkuat manajemen pertanahan, meningkatkan
kemampuan sumber daya manusia pendukung, dan transparansi dalam proses pembuatan
keputusan.
4. Mengikatkan intensif ekonomi berupa efektivitas perpajakan dan transparansi dalam pasar
tanah.
5. Menetapkan batas-batas kewenangan pemerintah berupa perumusan tanggung jawab
pokok dan pengembangan model kemitraan antara swasta dan pemerintah.

Pasal 27 ayat (3), 30 dan 32


- Sistem pendaftaran tanah yang dianut oleh Indonesia Perlu diubah menjadi system
pendaftaran tanah dengan stelsel positif (registration of title). Namun demikian, mengubah
dari system negatif stelsel menjadi positif stelsel harus didahului dengan kesiapan saran dan
prasaran, serta data yang lengkap. Untuk itu, saat ini telah dikeluarkan Permen ATR/Ka BPN
No. 6 Tahun 2018 tentang Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap. Konsep pendaftaran tanah
menjadi stelsel posisitf ini perlu diakomodir dalam RUU Ubah Pusat Analisis dan Evaluasi
Hukum Nasional, BPHN KEMENKUMHAM (Tahun 2018) | 185 No. Pengaturan Dimensi
Variabel Indikator Analisis Rekomendasi 1 2 3 4 5 6 7 Pertanahan, namun yang perlu
dibpertimbangkan adalah: Pendaftaran Tanah Sistematis lengkap pun perlu diselesaikan
terlebih dahulu secara benar dan tepat, target yanag telah ditentukan adalah 2025 dan
diperlukan lembaga penjamin sertifikat, untuk mengantisipasi adanya gugatan sertipikat tanah
yang sudah dikeluarkan oleh BPN
Pasal 32
- Berdasarkan ketentuan Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA, sertipikat tanah berlaku sebagai alat

pembuktian yang kuat dengan maksud bahwa keterangan yang tercantum di dalam sertipikat
telah mempunyai kekuatan hukum dan harus dianggap benar oleh hakim selama pihak ketiga
tidak dapat membuktikan sebaliknya dengan alat bukti lain. Ketentuan Pasal 32 ayat (2) PP
No. 24 Tahun 1997 memperlihatkan adanya kontradiksi dengan ketentuan Pasal 19 ayat (2)
huruf c UUPA. Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA menentukan bahwa sertipikat berlaku sebagai
alat pembuktian yang kuat. Namun ketentuan Pasal 32 ayat (2) UUPA menentukan bahwa
apabila memenuhi 3 (tiga) syarat yaitu tanah diperoleh dengan itikad baik, tanah dikuasai
secara nyata, dan dalam waktu 5 tahun sejak diterbitkan sertipikat tanah tidak ada keberatan
ataupun gugatan dari pihak ketiga, maka sertipikat berlaku sebagai alat BUKU JAWABAN UJIAN
UNIVERSITAS TERBUKA

- embuktian yang mutlak.


-landasan operasional pelaksanaan manajemen pertanahan meliputi hal berikut.
1. tertib hukum
2. tertib administrasi pertanahan
3. tertib penggunaan tanah
4. tertib pemeliharaan tanah dan lingkungan hidup

B. Silahkan saudara analisis, apakah sistem informasi dan manajemen pertanahan dapat
meminimalisir permasalahan dalam pendaftaran hak atas tanah ?

- Dalam persoalan nomor 1. B ini mengacu pada pengurusan hak milik tanah dalam soal cerita
diatas bisa saja meminimalisir permasalahan dalam pendaftaran hak atas tanah, dari orang-
orang yang tidak bertanggung Jawab. Fungsi pengurusan tanah sebagai pelaksanaan Pasal 2
UUPA adalah wewenang untuk mengatur hubungan hukum antara orang dan perbuatan
hukum mengenai bumi/tanah. Kemudian, dalam Pasal 4 UUPA, di tentukan bermacam-
macam hak atas tanah yang berasal dari hak menguasai oleh negara yang selanjutnya
dijabarkan dalam Pasal 16 UUPA yang meliputi hak milik, hak guna usaha, hak pakai/sewa.
Dsb.
- Pengukuran dan pendaftaran tanah
Tugas dari pemerintah dibidang manajemen pertanahan sebagaimana di perintahkan Pasal 19
UUPA adalah untuk kepastian hukum, pemerintah mengadakan pendaftaran tanah. Dalam
uraian Pasal 19 UUPA sebagai berikut :
1. Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah, dilakukan pendaftaran tanah di
seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan yang di atur oleh Undang-
Undang.
2. Pendaftaran tersebut dalam ayat 1 pasal meliputi
a) Pengukuran, perpetaan, dan pembukuan tanah.
b) Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut
c) Pemberian surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang
kuat.

3. Pendaftaran tanah diselenggarakan mengingat keadaan negara dan masyarakat, keperluan


lalu lintas sosial ekonomis, serta kemungkinan penyelengaraannya menurut pertimbangan
menteri agraria.

4. Dalam peraturan pemerintah diatur biaya-biaya yang bersangkutan dengan pendaftaran


bermaksud dalam ayat (1) diatas dengan ketentuan-ketentuan bahwa rakyat yang tidak
mampu dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya tersebut.
2. Salah satu peralihan hak atas tanah adalah melalui proses jual beli. Peralihan hak atas tanah melalui
jual beli di daerah-daerah yang terpencil masih sangat minim pengetahuan akan hukum dan
informasinya yang sangat kurang. Sehingga potensi untuk terjadinya sengketa yang disebabkan oleh
banyak hal misalnya karena sertifikat ganda, sertifikat palsu atau pun masih banyak tanah-tanah yang
merupakan hak milik masyarakat desa yang belum memiliki sertifikat. Pertanyaan :
A. Silahkan saudara analisis, syarat formil dan syarat materiil peralihan hak atas tanah melalui jual
beli !
- Syarat formil peralihan hak atas tanah melalui jual beli
- Berdasarkan Pasal 37 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Dalam rangka
pendaftaran peralihan hak atas tanah harus dibuktikan dengan adanya akta yang dibuat oleh
pejabat pembuat akta tanah atau PPAT. Syarat formil dalam proses jual beli hak atas tanah
tidak mutlak harus dibuktikan dengan adanya PPAT. Ditegaskan dalam Pasal 37 Ayat (2)
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 bahea Kepala Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kota dapat mendaftarkan peralihan haknya walaupun tidak dibuktikan dengan
akta PPAT. Dalam peraturan tersebut berbunyi "dalam keadaan tertentu sebagaimana yang
ditentukan oleh menteri, kepala pertanahan dapat mendaftarkan pemindahan hak atas bidang
tanah hak milik , yang dilakukan diantara perorangan warga negara Indonesia yang
dibuktikan dengan akta yang buktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT, tetapi yang
menurut kepala kantor pertanahan tersebut kadar kebenarannya dianggap cukup untuk
mendaftarkan pemindahan hak yang bersangkutan".
- Ketentuan Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 bahwa untuk kepentingan
pendaftaran peralihan hak kepada kantor pertanahan kabupaten/kota, jual beli hak atas tanah
harus dibuktikan dengan akta PPAT.
- - Syarat materiil peralihan hak atas tanah melalui jual beli adalah tertuju pada subjek dan
objek hak yang hendak diperjualbelikan. Pemegang hak atas tanah harus mempunyai hak dan
berwenang untuk menjual hak atas tanah. Disamping itu pembeli juga harus memenuhi syarat
sebagai pemegang (subjek) hak dari hak atas yang membeli. Syarat materiil yaitu orang yang
berhak melakukan jual beli (pembeli dan penjual), obyek yang diperjual belikan tidak dalam
sengketa.
B. Silahkan saudara analisis, apakah tanah yang sedang bermasalah diperbolehkan untuk dipindah
tangankan melalui jual beli ?
- Tanah yang sedang bermasalah diperbolehkan untuk dipindah tangankan melalui jual beli, di
dalam Pasal 37 ayat (1) PP 24/1997
Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar
menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak
lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan
dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku
- PPAT harus melakukan penelitian atas data fisik dan data yuridis atas bidang tanah tersebut,
salah satunya adalah PPAT berkewajiban meneliti apakah tanah tersebut bersih dari sengketa
atau masih dalam sengketa, jika berstatus sebagai tanah sengketa, maka PPAT wajib untuk
menolak pembuatan akta peralihan hak atas tanah tersebut sebagaimana dinyatakan
dalam Pasal 39 ayat (1) huruf f PP 24/1997 sebagai berikut:
- PPAT menolak untuk membuat akta, jika obyek perbuatan hukum yang bersangkutan sedang
dalam sengketa mengenai data fisik dan atau data yuridisnya. 
- Kemudian, apabila tanah masih dalam sengketa di pengadilan (objek gugatan), maka BPN
melalui PPAT wajib untuk menolak pembuatan akta peralihan tanah tersebut secara tertulis
kepada pihak-pihak yang bersangkutan disertai alasannya.
3. Landreform yang dalam arti lebih sempit berupa penataan ulang struktur penguasaan dan pemilikan
tanah, merupakan bagian pokok dalam konsep reforma agraria (agrarian reform). Semenjak era
reformasi, telah terjadi perkembangan yang menggembirakan, di mana telah cukup banyak pihak yang
membicarakan dan peduli dengan permasalahan ini, meskipun masih terbatas pada tingkat wacana.
Namun demikian, sampai sekarang belum berhasil disepakati bagaimana landreform dan agrarian
reform (pembaruan agraria) tersebut sebaiknya untuk kondisi di Indonesia. Pertanyaan:
a. Silahkan saudara analisis, kendala pelaksanaan landreform di indonesia !

- Landreform di Indonesia pernah diimplementasikan dalam kurun


waktu 1961 sampai 1965, namun kurang berhasil (Rajagukguk, 1995).
Landasan hukum pelaksanaan landreform di Indonesia adalah UUPA No. 5
tahun 1960, yaitu pasal 7 dan 17 untuk sumber pengaturan pembatasan
luas tanah maksimum, pasal 10 tentang larangan tanah absentee, dan
pasal 53 yang mengatur hak-hak sementara atas tanah pertanian. Produk
hukum yang secara lebih tajam lagi dalam konteks ini adalah UU Nomor
56 tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian, serta PP No 224/
1961 dan PP No 41/1964 tentang Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti
Rugi.
- Saat program landreform tersebut diluncurkan, kondisi politik di
Indonesia sedang labil. Pada masa itu dikenal pendekatan “politik sebagai
panglima”, dimana tiap kebijakan pemerintah dimaknai dalam konteks
politik. Partai Komunis Indonesia (PKI) kemudian menjadikan landreform
sebagai alat yang ampuh untuk memikat simpatisan. Landreform diklaim
sebagai alat perjuangan partai mereka, dengan menjanjikan tanah sebagai
faktor penarik untuk perekrutan anggota. Pola ini memang kemudian
menjadikan PKI cepat disenangi oleh masyarakat luas terutama di Jawa
yang petaninya sudah merasakan kekurangan tanah garapan. Namun bagi
petani bertanah luas, landreform merupakan ancaman bagi mereka, baik
secara politik maupun ekonomi, yaitu kekhawatiran terhadap akan
menurunnya luas penguasaan tanah mereka yang akhirnya berimplikasi
kepada penurunan pendapatan keluarga dan kesejahteraan.
- Program landreform hanya berjalan intensif dari tahun 1961 sampai
tahun 1965. Namun demikian, pemerintahan Orde Baru yang berkuasa
pada masa berikutnya mengklaim bahwa landrefrom tetap dilaksanakan
meskipun secara terbatas. Dalam makalah Posterman (2002) diuraikan,
bahwa dari tahun 1960 sampai 2000 secara akumulatif tercatat telah
berhasil dilakukan distribusi lahan dalam konteks landreform seluas
850.128 ha. Jumlah rumah tangga tani yang menerima adalah 1.292.851
keluarga, dengan rata-rata keluarga menerima 0,66 ha.
- Data ini sedikit berbeda dengan yang dikeluarkan oleh BPN (Kepala
BPN, 2001), dimana dari total obyek tanah landreform 1.601.957 ha, pada
kurun waktu 1961-2001 telah diredisribusikan tanah seluas 837.082 ha
(52%) kepada 1.921.762 petani penerima. Selain itu, untuk tanah absentee
dan tanah kelebihan maksimum telah dilakukan ganti rugi oleh
pemerintah seluas 134.558 ha kepada 3.3.85 orang bekas pemilik, dengan
nilai ganti rugi lebih dari Rp. 88 trilyun.
- Khusus selama era pemerintahan Orde Baru, untuk menghindari
kerawanan sosial politik yang besar, maka landreform diimplementasikan
dengan bentuk yang sangat berbeda. Peningkatan akses petani kepada
tanah dilakukan melalui kebijakan berupa penyeimbangan sebaran
penduduk dengan luas tanah, dengan cara memindahkan penduduk ke
daerah-daerah yang tanahnya luas melalui transmigrasi. Program ini
kemudian dibarengi dengan program pengembangan PIR (Perkebunan Inti
Rakyat). Luas tanah yang diberikan kepada transmigran dan petani
plasma mengikuti ketentuan batas minimum penguasaan yaitu 2 ha lahan
garapan per keluarga.
b. , bagaimana pelaksanaan land reform pada era presiden Jokowi, berikan dasar hukumnya !

- Pada tahun 2014 terpilihnya Presiden Jokowi – Jusuf kalla dalam sebuah dokumen Visi –
Misi resmi Joko Widodo – Jusuf Kalla yang berjudul “Jalan perubahan untuk Indonesia yang
Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian Visi – Misi dan Program aksi Jokowi-JK 2014, pada
salah satu point yang disampaikan disebutkan bahwa :
“untuk mencapai Indonesia Kerja & Indonesia sejahtera yaitu dengan mendorong Landreform
& program kepemilikan tanah sebesar 9 juta hektar meningkatnya akses petani Gurem
terhadap kepemilikan lahan pertanian dari rata-rata 0,3 hektar perKK tani dan pembukaan 1
juta ha lahan pertanian kering di luar Jawa dan Bali”. Ini merupakan salah satu cara untuk
mencapai cita-cita ini adalah dibentuknya program landreform, sebagai bentuk Reforma
agraria, dengan tujuan memenuhi kebutuhan masyarakat agar dapat berkembang Reforma
agraria, menurut Pasal 2 TAP MPR RI NOMOR IX/MPR/2001, merupakan proses yang
bersifat kontinu, untuk menata kembali penguasaan, kepemilikan, penggunaan, dan
pemanfaatan sumber daya agraria, dengan tujuan mencapai keadilan dan kemakmuran bagi
seluruh rakyat Indonesia. Namun program landrefrom pada UU nomor 56 Prp tahun 1960
kurang berhasil dalam meningkatkan taraf hidup dan penghasilan para petani, terutama petani
kecil dan petani penggarap tanah. Pernyataan aktual yang ada saat ini adalah mengenai visi
pemerintahan jokowi-Jusuf Kalla berkaitan dengan landrefrom dan bagaimana contoh
implementasinya.
- Pada tanggal 7 April 2016 lalu, pemerintah Indonesia melalui kementrian Agraria n Tata
ruang mengeluarkan Peraturan Menteri ATR No. 18 Tahun 2016. Pasal 3 peraturan tersebut
menetapkan pembatasan kepemilikan tanah pertanian untuk perorangan, seperti 20 hektar
maksimum untuk daerah tidak padat dan 12 hektar maksimum untuk daerah kurang padat.
Ketentuan ini diperkuat lagi dengan kwajiban bahwa tanah hanya dapat dialihkan kepada
pihak lain yang berdomisili di dalam 1 kecamatan letak tanah dan memang harus
dipergunakan untuk pertanian. Menurut penulis, kebijakan ini sangat baik kerana banyak
orang yang punya sawah di desa tetapi justru tinggal dikota, yang akhirnya mengakibatkan
tanah tidak terawat ataupun keuntungan ekonomi dari tanah tersebut tidak termasuk ke dalam
pembangunan daerah tempat tanah tersebut berada. Peraturan ini mencegah hal seperti itu
terjadi lagi.

4. Pada awalnya reforma agraria diatur dalam Undang – Undang Pokok Agraria. Namun, pada
perkembangannya pemerintah membuat aturan pelaksana dari Undang-Undang tersebut. Dalam
reforma agraria yang diatur dalam Perpres Nomor 86 Tahun 2018 mengenai objek redistribusi tanah
berupa redistribusi tanah untuk pertanian dan redistribusi tanah untuk non pertanian. Pertanyaan:
A. Silahkan saudara analisis, bagaimana hak kepemilikan bersama dalam redistribusi tanah pertanian ?
- Pada peraturan Perpres Nomor 86 Tahun 2018 Pasal 1 ayat 1 dan 2, pada Bab 1.
1. Reforma Agraria adalah penataan kembali struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan
pemanfaatan tanah yang lebih berkeadilan melalui Penataan Aset dan disertai dengan Penataan Akses
untuk kemakmuran ralryat Indonesia.
2. Penataan Aset adalah penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah
dalam rangka menciptakan keadilan di bidang penguasaan dan pemilikan tanah.

Kaitannya dengan kondisi kepemilikan dan penguasaan tanah tersebut maka di dalam Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) dinyatakan juga pada pasal-
pasal yang menjadi dasar pelaksanaan landreform di Indonesia ialah :
1. Dalam pasal 7 UUPA yaitu : “Untuk tidak merugikan kepentingan umum maka pemilikan dan
penguasaan tanah yang melampui batas tidak diperkenankan”.
2. Dalam pasal 10 UUPA disebutkan bahwa:
a. Setiap orang dan badan hukum yang mempunyai sesuatu hak atas tanah pertanian pada
asasnya diwajibkan mengerjakan atau mengusahakannya sendiri secara aktif, dengan
mencegah cara-cara pemerasan.
b. Pelaksanaan dari pada ketentuan dalam ayat 1 ini akan diatur lebih lanjut dengan peraturan
perundangan.
3. Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum Tanah,
Djambatan, 1986, Pengecualian terhadap atas asas tersebut pada ayat 1 pasal ini diatur dalam
peraturan perundangan.”4 3. Pasal 17 UUPA menyebutkan bahwa :
“Dengan mengingat ketentuan dalam pasal 7 maka untuk mencapai tujuan dimaksud dalam pasal 2
ayat 3 diatur luas maksimum dan/atau minimum tanah yang boleh dipunyai dengan sesuatu hak
tersebut dalam pasal 16 oleh satu keluarga atau badan hukum.”

di atas adalah menjadi dasar dari pada perubahan-perubahan dalam struktur pertanahan yang dikenal
dengan sebutan “landreform” atau “agrarian reform”6 yaitu, bahwa “Tanah pertanian harus dikerjakan atau
diusahakan secara aktif oleh pemiliknya sendiri”. Agar semboyan ini dapat diwujudkan perlu diadakan juga
ketentuan tentang batas minimum luas tanah yang harus dimiliki oleh petani, supaya mendapatkan
penghasilan yang cukup untuk hidup layak bagi diri sendiri dan keluarganya.
Disamping batas minimum juga agar dibatasi batas maksimum luas tanah yang boleh dipunyai dengan
hak milik, agar dicegah tertumpuknya tanah di tangan golongangolongan tertentu. Dalam hubungan ini, juga
memuat suatu asas yeng penting, yaitu bahwa pemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui batas tidak
diperkenankan, karena hal yang demikian itu adalah merugikan kepentingan umum.

B. Silahkan saudara analisis, apakah objek redistribusi tanah untuk non-pertanian dapat menjadi hak
milik ?

- objek redistribusi tanah untuk non-pertanian dapat menjadi hak milik, Dalam reforma agraria
yang diatur dalam Perpres Nomor 86 Tahun 2018 mengenai objek redistribusi tanah berupa
redistribusi tanah untuk pertanian dan redistribusi tanah untuk non pertanian
- tanah yang memenuhi persyaratan penguatan hak rakyat atas tanah meliputi:
1. Tanah yang dihibahkan dalam bentuk tanggung jawab sosial dan lingkungan;
2. Tanah hasil konsolidasi yang subjeknya memenuhi kriteria Reforma Agraria;
3. Sisa tanah sumbangan tanah untuk pembangunan dan tanah pengganti biaya pelaksanaan
Konsolidasi Tanah yang telah disepakati untuk diberikan kepada pemerintah sebagai TORA;
atau
4. Tanah Negara yang dikuasai masyarakat;
tanah bekas hak erpacht, tanah bekas partikelir dan tanah bekas eigendom yang luasnya lebih dari 10
bouw yang masih tersedia dan memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai objek
redistribusi; dan tanah kelebihan maksimum, tanah absente, dan tanah swapraja/bekas swapraja yang masih
tersedia dan memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai objek redistribusi tanah.
“Objek redistribusi yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud meliputi:
a. Redistribusi tanah untuk pertanian; dan
b. redistribusi tanah untuk non-pertanian,”
pada Pasal 8 Perpres ini.
- Disebutkan dalam Perpres ini, redistribusi tanah untuk pertanian sebagaimana dimaksud
diredistribusi kepada Subjek Reforma Agraria dengan luasan paling besar 5 (lima) hektar
sesuai dengan ketersediaan TORA, dengan pemberian sertifikat hak milik atau Hak
Kepemilikan Bersama

Anda mungkin juga menyukai