Anda di halaman 1dari 22

CRITICAL BOOK REVIEW

STRATEGI PEMBELAJARAN BERBASIS DIGITAL

DI SUSUN OLEH :

NAMA : IRMA RUKIA SINAGA

NIM : 7212344002

KELAS : Adp B

MATA KULIAH : Strategi Pembelajaran Berbasis Digital

DOSEN PENGAMPU : ROTUA SP SIMANULLANG,S.Pd,M.Si

PEND. ADMINISTRASI PERKANTORAN – FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

SUMATERA UTARA

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kesempatan

Sehingga penyusunan critical book review ini dapat diselesaikan dengan tepat waktu,guna memenuhi tugas

Mata kuliah Strategi Pembelajaran Berbasis Digital.

Penulis menyampaikan banyak terimakasih kepada Dosen Pengampu yaitu ibu ROTUA SP SIMANULLANG

S.Pd,M.Si.

Dan kepada orangtua dan sahabat saya sehingga critical book review ini dapat terselesaikan dengan tepat.

Penulis menyadari bahwa dalam tugas ini masih jauh dari kata sempurna,oleh karena itu penulis

Mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun demi kesempurnaan tugas ini.

Penulis berharap critical journal review ini dapat bermanfaat bagi semua orang.

Medan,Maret 2022

Irma Rukia Sinaga

7212344002
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………..2

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………3

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………………4

a. Rasionalisasi pentingnya CBR……………………………………………4


b. Tujuan CBR……………………………………………………………………….4
c. Manfaat CBR…………………………………………………………………….5
d. Identitas Buku ………………………………………………………………….5

BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………………….6

a. Buku Utama………………………………………………………………………6
b. Buku Pembanding …………………………………………………………….8

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………….10
BAB I

PENDAHULUAN

a.Latar Belakang
Belajar merupakan perubahan tingkah laku seseorang. Interaksi guru dan murid dalam memberikan ilmu disebut
pembelajaran. Oleh karenanya, aktivitas belajar dan mengajar antara guru dan murid tidak lepas dari materi yang
disampaikan dengan metode yang digunakan. Bahkan, untuk mengoptimalkan materi yang disampaikan kepada murid,
guru menggunakan pembelajaran yang efektif untuk memudahkan siswa memahami belajar secara cepat. Dengan
demikian terdapat model pembelajaran yang dipakai dalam rangka memudahkan penyerapan materi yang diajarkan
guru. Model pembelajaran pada pelaksanaannyaa untuk membuat pembelajaran yang bermakna dan memudahkan
menyerap pelajaran. Terdapat banyak model pembelajaran seperti model pengajaraan langsung (Direct Instruction),
pembelajaran koorperatif (cooperative learning), pengajaran berdaasarkaan maasalah (problem based instruction), dan
pembelajaran kontekstual (Contextual Learning dan Teaching) Model pembelajaran Kontekstual (contextual teaching
and learning) adalah konsep belajar yang popular sekarang ini yang dapat membantu guru mengaitkan antara materi
yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa. 1 Tujuannya menolong peserta didik memahami makna dari materi
pembelajaran. yang dipelajari, dengan cara menghubungkan subjek-subjek akademik dengan konteks keadaan pribadi,
sosial dan budaya dalam kehidupan sehari-hari.2 Dengan demikian, pembelaajaran kontekstual mencoba memudahkan
belajar anak dengan menghubungkan pada kehidupan sehari-hari. Contohnya mengaitkan materi akhlak kepada orang
tua pada Mata Pelajaran Akidah Akhlak dengan perilaku yang baik dalam kehidupan sehari-hari terhadap orang tua.
Pembelajaran Kontekstual di sekolah membentuk pengetahuan siswa untuk mendapatkan pengalaman belajar dengan
pembelajaran holistik yang bertujuan untuk memahami bahan ajar secara bermakna (meaningfull). 3 Ada tiga hal yang
harus dipahami pada pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) menurut Wina Sanjaya, Pertama, CTL
menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi. Kedua, CTL mendorong agar siswa dapat
menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata. Ketiga, CTL mendorong siswa
untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan.” 4 Salah satu contoh pada mata pelajaran aqidah dan akhlak yang
bertujuan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, dan mengimani Allah Swt, dan merealisasikannya
dalam prilaku akhlak mulia dalam kehidupan seharihari melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, penggunaan
pengalamanketeladanan dan pembiasaan.5 Pada mata pelajaran ini bisa digunakan dengan pendekatan kontekstual.
Siswa dapat memahami pelajaran dan mengaplikasikannya pada kehidupan sehari-hari. Namun, untuk menjalankan
pembelajaran ini masih dibutuhkan dorongan dari guru yang bersangkutan. Dimana guru nantinya dapat mengarahkan
siswanya untuk memahami sendiri materi belajarnya dan mengkaitkan dengan kehidupan sehari-hari (aktualisasi)
sehingga menjadi karakter (akhlak).
b.Tujuan Penulisan CBR

 Mengulas isi sebuah buku


 Mengetahui informasi sebuah buku
 Melatih individu agar berpikir kritis dalam mencari informasi yang ada di setiap buku.

c.Manfaat CBR

 Menambah wawasan pengetahuan tentang strategi pembelajaran berbasis digital


 Mempermudah pembaca untuk mendapatkan inti dari sebuah buku,pembahasan isi buku,serta
kelebihan dan kekurangan buku tersebut.
 Melatih mahasiswa merumuskan serta mengambil kesimpulan yang di analisis.

d.Identitas Buku

a. Buku 1
Judul buku : Model Contextual Teaching and Learning
Berbasis Kearifan Lokal Kudus
Pengarang : Sri Utaminingsih
Naela Khusna Faela Shufa
Penerbit : -
Halaman :-
Kota Terbit : Kudus
Tahun Terbit : 2019

b. Buku 2
Judul Buku : Contextual Teaching and Learning
Penulis : Elane B.Johnson,Ph.D
Penerbit : Mizan Learning Centre ( MLC )
Cetakan : Kedua,januari 2007
Tebal : 349 halaman

c. Buku 3
Judul : Pengembangan model buku pelajaran Bahasa Indonesia
berbasis pembelajaran kontekstual
Penulis : Maman Suryaman
FBS Universitas Negeri Yogyakarta
Volume : 15 No 1
Tahun terbit : januari 2008
d. Buku 4
Judul : Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning ( CTL )
Dalam pembelajaran sejarah
Penulis : Muhammad Putra Wahyu Perdana

e. Buku 5
Judul : Konsep Pembelajaran Kontekstual Di Sekolah
Penulis : Abdul Kadir
Volume : 13 No 3
Tahun Terbit : Desember 2013
BAB II

PEMBAHASAN

a. Buku 1
MODEL PEMBELARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LERNING BERBASIS KEARIFAN LOKAL KUDUS
I.RASIONAL
Proses pembelajaran pada satuan pendidikan hendaknya diselenggarakan secara interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan
ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang
No. 20, Tahun 2003. Pasal 3 menyebutkan, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Pentingnya suatu
pendidikan sebagai upaya pengembangan potensi manusia baik pada ranah pengetahuan, sikap, maupun
keterampilan. Maka diperlukan suatu proses pembelajaran yang bermakna yang dapat mencakup ketiga
ranah tersebut. Dalam lampiran IV Permendikbud Nomor 81A tahun 2013 ditegaskan bahwa
pembelajaran di sekolah tingkat dasar dikembangkan secara tematik, keterpaduan lintas mata pelajaran
untuk mengembangkan sikap, keterampilan, dan pengetahuan serta mengapresiasi keragaman budaya
lokal. Guru sebagai ujung tombak pendidikan dalam hal ini mempunyai peranan penting dalam
pembelajaran bukan hanya sebagai pengajar, tetapi juga sebagai motivator belajar, informator,
organisator, fasilitator dan evaluator. . Oleh sebab itu, salah satu model pembelajaran yang dipandang
tepat adalah model pembelajaran Contextual Teaching and Learning berbasis kearifan lokal. Model
Contextual Teaching and Learning atau yang biasa dikenal dengan model CTL merupakan suatu model
pembelajaran yang menawarkan suatu rancang pembelajaran yang menekankan pada belajar bermakna.
Adanya pengaitan pembelajaran dengan lingkungan terdekat siswa sebagai ciri khas pembelajaran
dengan menggunakan model CTL serta menekankan pembelajaran dimana siswa diberikan kesempatan
untuk berperan aktif dalam pembelajaran menjadikan pembelajaran yang dilaksanakan menjadi lebih
menarik dan juga bermakna. Mengingat betapa pentingnya pembelajaran yang bermakna tersebut
penulis telah melakukan penelitian pengembangan yaitu melakukan pengembangan model
pembelajaran Contextual Teaching and Learning berbasis kearifan lokal Kudus. Maka lahirlah buku
panduan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning berbasis kearifan lokal Kudus yang telah
dikembangkan. Buku ini disusun sebagai implementasi dari model pembelajaran Contextual Teaching
and Learning berbasis Kearifan Lokal Kudus.
A. Konsep Kearifan Lokal Kudus
Secara etimologi, kearifan lokal (local wisdom) terdiri dari dua kata, yakni kearifan (wisdom) dan
lokal (local). Sebutan lain untuk kearifan lokal diantaranya adalah kebijakan setempat (local wisdom),
pengetahuan setempat (local knowledge) dan kecerdasan setempat (local genious). Kearifan lokal
berkembang dalam suatu daerah dikarenakan adanya kebutuhan untuk melangsungkan hidup sesuai
dengan situasi dan potensi dalam daerah tersebut, sehingga perlu dihayati, dipertahankan dan
dikembangkan.
B. Hakikat Model Pembelajaran
Keberhasilan proses pembelajaran salah satunya didukung oleh pengelolaan pembelajaran yang
dilakukan guru. Diantaranya adalah dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat,
penggunaan media pembelajaran, menerapkan strategi pembelajaran dan pendekatan yang cocok
untuk mencapai tujuan pembelajaran.
C. Model Pembelajaran Contextual Teaching And Learning (CTL)
Contextual Teaching and Learning atau biasa disebut pembelajaran kontekstual adalah merupakan
suatu konsep pembelajaran yang holistik, dimana materi pelajaran dikaitkan dengan lingkungan
sekitar atau konteks kehidupan sehari-hari baik sosial, budaya, kulltur, maupun kehidupan pribadi
peserta didik sehingga akan menghasilkan pembelajaran yang bermakna dan peserta didik dapat
memiliki pengetahuan maupun keterampilan yang dapat diterapkan pada berbagai permasalahan.
D. Teori yang Melandasi pembelajaran Kontekstual
Menurut Aqib (2013:13) ada beberapa teori yang melandasi pembelajaran kontekstual, yaitu:
1. Knowladge Based Contructivism, yaitu menekankan pada pentingnya seorang peserta didik
untuk membangun pengetahuan mereka sendiri dengan terlibat langsung dalam pembelajaran.
2. . Effort Based Learning/ Incremental Theory of Intellegennce. Bekerja keras untuk mencapai
tujuan belajar yang akan memotivasi seseorang untuk terlibat dalam kegiatan belajar.
3. Socialization, menekankan bahwa belajar adalah proses sosial yang menentukan tujuan belajar,
oleh karenanya faktor sosial dan budaya perlu diperhatikan selama perencanaan pengajaran.
4. Situated Learning, pengetahuan dan pembelajaran harus dikondisikan dalam fisik tertentu dan
konteks sosial (masyarakat, rumah, dan sebagainya) dalam mencapai tujuan belajar.
5. Distributed Learning, manusia merupakan bagian terintegrasi dari proses pembelajaran. Oleh
karenanya harus berbagi pengetahuan dan tugas-tugas.
E. Karakteristik Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)
Karakteristik pembelajaran kontekstual menurut Johnson B. Elaine, (2002) dalam Rusman
(2014:192) meliputi (1) menjalin hubungan-hubungan yang bermakna (making meaningful
connections); (2) mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang berarti (doing significant work); (3)
melakukan proses belajar yang diatur sendiri (self-regulated learning); (4) mengadakan kolaborasi
(collaborating); (5) berpikir kritis dan kreatif (critical and creative thingking); (6) memberikan layanan
secara individual (nurturing the individual); (7) mengupayakan pencapaian standar yang tinggi
(reaching high standards); (8) menggunakan asesmen autentik (using authentic assessment).

KOMPONEN MODEL CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING BERBASIS KEARIFAN LOKAL KUDUS
A. Tujuan dan Asumsi Tujuan dan asumsi merupakan unsur terpenting pada suatu model
pembelajaran.
B. Sintakmatik Model pembelajaran ini merupakan hasil modifikasi model pembelajaran
Contextual Teaching And Learning yang telah ada. Dimana pada langkah pembelajaran dengan
model Contextual Teaching And Learning harus mengacu pada komponen model CTL itu sendiri
yang meliputi contructivism, questioning, inquiry, learning comunity, reflection dan authentic
assesment.
C. Sistem Sosial Pada model Contextual Teaching And Learning karena siswa dilibatkan secara
langsung dalam menemukan konsep sehingga siswa akan memperoleh pengetahuan yang nyata.
D. Sistem Reaksi Peran guru pada model CTL adalah guru sebagai fasilitator, di sini bertugas untuk
menyajikan, lalu memfasilitasi pemahaman dan penafsiran terhadap materi pelajaran. Di dalam
kelas, guru tidak lagi sebagai ahli yang menyediakan fakta, tetapi lebih sebagai fasilitator
lingkungan pembelajaran yang membangun komunitas pembelajaran.
E. Sistem Pendukung Tercapaianya tujuan pembelajaran tentu saja tidak dapat dipisahkan dengan
segala sistem pendukung. Pembelajaran sangat membutuhkan pengaitan materi dengan
lingkungan terdekat siswa yaitu dengan kearifan lokal yang ada dilingkungannya, terciptanya
suasana pembelajaran dan suasana kelas yang kondusif, lingkungan sekolah yang bisa dijadikan
sebagai wahana kegiatan pembelajaran, percobaan dan lain sebagainya.
F. Dampak Instruksional dan Dampak Pengiring Setiap penerapan model pembelajaran membawa
dampak instruksional dan pengiring. Begitupula dengan penerapan model Contextual Teaching
and Learning akan menciptakan pembelajaran bermakna dimana materi yang disampaikan
dikaitkan dengan lingkungan atau pengalaman siswa.

b.Buku 2

Pendidikan selalu menarik untuk dibahas, selain karena merupakan hal penting dalam kehidupan manusia juga
karena selalu ada banyak perkembangan dalam pendidikan dan ada banyak kemajuan yang dicapai manusia yang
berhubungan dengan pendidikan karena pendidikan merupakan tonggak peradaban umat manusia. Sebagai makhluk
ciptaan Allah dan sebagai khalifah –Nya di muka bumi ini, seyogyanyalah manusia memiliki berbagai pengetahuan,
semua itu tentulah harus dengan pendidikan. Salah satu unsur pendidikan itu adalah pengajaran di sekolah, inilah yang
sebenarnya banyak memunculkan berbagai macam masalah, mulai dari kurikulum,cara penyampaian pelajaran, sampai
keadaan dan kualitas guru pengajar. Walaupun telah banyak teori – teori tentang pengajaran namun, metode tersebut
selalu saja mengalami kendala dalam prakteknya. Salah satunya adalah kejenuhan siswa dalam pembelajaran karena
guru cenderung pasif dalam mengajarkan pelajaran. Buku ini, merupakan salah satu dari teori pengajaran tersebut yang
memberikan kita pengetahuan tentang teori sekaligus practicing dari sebuah sistem pengajaran yang mengasyikan dan
dapat menambah wawasan serta kreatifitas para pengajar untuk menyampaikan pelajaran kepada seluruh peserta
didiknya dengan mudah, enjoy dan mengasyikan. Sistem pengajaran dan pembelajaran kontekstual, itulah nama sistem
yang mulai banyak diterap di sekolah-sekolah di eropa dan Negaranegara maju, dengan tujuan untuk kemudahan dalam
pembelajaran dan pengajaran sehingga para siswa dapat mencapai standar akademis yang tinggi. Telah banyak yang
berhasil dengan penerapan sistem ini.

CTL (Contextual Teaching and Learning) atau sistem pengajaran dan pembelajaran kontekstual merupakan sebuah
sistem belajar yang didasarkan pada filosofi bahwa setiap orang mampu untuk belajar dan mampu belajar dengan baik
jika mengetahui dan dapat menangkap makna dari setiap pelajaran yang di berikan. Penulis memberikan alasan
keberhasilan sistem belajar ini, diantaranya karena sistem ini sesuai dengan hati nurani manusia yang selalu haus akan
makna dalam kehidupannya. Selain daripada itu juga karena CTL mampu mengaitkan informasi baru dengan
pengetahuan yang sudah didapat oleh siswa, sehingga otak dapat merespon lingkungan sekitarnya. Sistem ini
mempunyai prinsip kesaling-bergantungan, diferensiasi dan pengaturan-diri.yang sesuai dengan prinsip kehidupan di
alam.
Disamping itu dipaparkan juga komponen sistem dengan contohcontoh penerapannya serta pengalaman-
pengalaman para pengajar yang telah menerapkan sistem ini. Adapun komponen dari CTL ini terdiri dari
delapan komponen yaitu, Membuat Keterkaitan yang Bermakna, Pembelajaran Mandiri, Melakukan Pekerjaan
yang Berarti, Bekerja Sama, Berpikir Kritis dan Kreatif, Mambantu Individu untuk Tumbuh Berkembang,
Mencapai Standar Yang Tinggi dan Menggunakan Penilaian Autentik. Setiap komponen dijelaskan dengan sangat
jelas memakai penulisan yang mudah dimengerti. (Johnson, B. Elaine, Contextual Teaching And Learning, hal 15)
Pada awal pembahasan, penulis memperlihatkan latar belakang munculnya sistem ini. Dimana CTL berawal dari
sebuah gerakan akar rumput yang terjadi di Amerika yang diprakarsai oleh para pengajar TK bahkan sampai
guru-guru dan dosen-dosen di Amerika yang mempunyai pemikiran bahwa sudah bukan waktunya lagi siswa itu
hanya menghafalkan nama, tempat, tanggal, angka dan yang lainnya untuk mendapatkan pembelajaran dan
pengajaran dasar. Para ahli ilmu pengetahuan alam menegaskan bahwa kesaling-tergantungan itu memberikan
makna pada kehidupan manusia, maka dalam pengajaran pun kesaling-tergantungan itu terjadi dengan alami
tanpa harus dipisahpisahkan. Atas dasar pemikiran itulah sistem pengajaran dan pembelajan kontekstual ini
muncul, pemikiran bahwa makna muncul dari hubungan antara isi dengan konteksnya. Pada bab yang sama
diterangkan alasan sistem pengajaran dan pembelajaran kontekstual ini bisa berhasil secara teoritis, yaitu
dikarenakan CTL ini meminta kepada para siswanya untuk belajar sesuai dengan otak, dasar psikologinya secara
alami serta mengarahkannya sesuai komponen-komponen dari sitem pengajaran dan pembelajaran kontekstual
ini satu persatu, karena sistem ini mempunyai delapan komponen yang sesuai dengan kealamian lingkungan
hidup. Bagian-bagian CTL ini berbeda-beda serta terpisah satu dengan lainnya, tapi meski demikian pada
dasarnya kedelapan komponen ini saling terkait serta saling mempengaruhi dan saling mengisi, dimana ketika
siswa menggunakannya secara bersama-sama akan membantu kemampuan siswa tersebut untuk menemukan
makna serta mengingat materi akademik dengan baik. Menurut penulis sistem pengajaran dan pembelajaran
kontekstual ini tidak hanya menuntun siswa untuk mengintegrasikan subjek akademik dengan keadaan
lingkungan atau konteks keadaan mereka sendiri, tapi lebih dari itu CTL mengarahkan dan melibatkan para
siswa itu sendiri dalam pencarian konteksnya.

c.Buku 3

PENGEMBANGAN MODEL BUKU PELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

A. Pendahuluan
Buku Pelajaran merupakan bagian dari perangkat pembelajaran yang sangat penting dan bermakna dalam
memacu,memajukan,mencerdaskan,dan menyejahterakan bangsa.
Berbagai hasil studi menunjukkan bahwa buku pelajaran berperan terhadap prestasi belajar siswa.
Buku pelajaran dibedakan dari buku bacaan.Buku bacaan adalah buku buku yang dimaksudkan untuk
mendorong minat siswa dalam hal membaca.Sedangkan buku sumber adalah buku buku yang disajikan
referensi,baik oleh guru maupun siswa.
Teori belajar yang dikembangkan oleh John Dewey menjadi inspirasi bagi para ahli pendidikan di dalam
melahirkan teori teori belajar lainnya.
Pembelajaran kontekstual merupakan strategi yang diserahkan kepada upaya membantu atau mengispirasi
siswa melalui proses pengaitan suatu standar kompetensi dengan situasi dunia nyata.
Proses yang dapat dikembangkan adalah melalui dorongan ke arah memadukan antara pengetahuan dengan
penerapan di dalam kehidupan siswa.
Prinsip-prinsip dasar di dalam pendekatan kontekstual adalah belajar berbasis konteks,belajar berbasis
perbedaan,belajar berbasis individu,belajar berbasis kelompok dan belajar berbasis inkuiri.
Secara teoritis,terdapat tujuh komponen didalam pembelajaran kontekstual,yakni
konstruktif,inkuiri,bertanya,masyarakat belajar,pemodelan,refleksi,dan penilaian otentik.
B. Metode Penelitian
Secara umum penelitian ini menggunakan desain penelitian dan pengembangan .Pada tahap
pertama,penelitian diarahkan pada studi eksplorasi untuk mengumpulkan informasi.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah human
instrument,documenter,wawancara,observasi,angket,dan format penelahaan.
C. Hasil penelitian dan pembahasan
 Hasil penelitian
Berdasarkan sumber data dari guru berupa pelaksanaan pembelajaran yang dilaksanakan oleh
guru-siswa,pengalaman yang telah dimiliki siswa dan pemanfaatan buku,konteks kehidupan
siswa,serta buku pelajaran Bahasa Indonesia yang digunakan siswa terungkap data hasil
penelitian.
 Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan model buku pelajaran Bahasa Indonesia yang
berbasis pembelajaran kontekstual yang akan dilakukan selama tiga tahun atau tiga
tahap.Berdasarkan wujud kontekstual yang ditemukan pada strategi penilaian otentik tampak
bahwa penilaian yang paling penting untuk dikembangkan di dalam buku pelajaran Bahasa
Indonesia adalah hasil dari berkarya atau untuk kerja.
Dalam rangka mencapai tujuan ideal pendidikan disekolah,upaya standarisasi saja tidak cukup
dan harus dilanjutkan dengan upaya lain yang dapat menunjang keberhasilan tujuan
diatas.Salah satu upaya yang dapat di tempuh adalah pengembangan buku pelajaran yang
sesuai dengan paradigm pembelajaran.

d.Buku 4

PENDAHULUAN

Dewasa ini penyelenggaran pembelajaran sejarah di sekolah masih terus mengalami inovasi. Berbagai
macam penelitian berkaitan dengan pembelajaran sejarah masih terus dilakukan demi tercapainya tujuan
pembelajaran sejarah. Tujuan pembelajaran sejarah di sekolah tidak hanya berkaitan dengan kemampuan
siswa untuk menguasai materi sejarah. Masih ada aspek afektif dan psikomotorik yang juga harus
diperhatikan oleh guru sejarah.

PEMBELAJARAN SEJARAH
Sebelum masuk lebih dalam tentang Model Pembelajaran Sejarah, kita harus mengetahui terlebih dahulu
tentang Pembelajaran Sejarah supaya kita dapat membangun paradigma yang sistematis sehingga lebih
memudahkan kita untuk memahami mengenai Model Pembelajaran Sejarah. Dalam buku Heri Susanto
(2014: 56-57) bahwa Pembelajaran merupakan jantung dari proses pendidikan. Pembelajaran menjadi
sangat penting karena dalam kegiatan inilah terdapat proses interaksi antara guru sebagai pembawa
pesan/ide dan siswa sebagai penerima pesan/ide. Dengan pandangan ini nampaklah bahwa pembelajaran
merupakan wahana transformasi dan regenerasi budaya dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Arti
penting pembelajaran ini memberikan penjelasan bahwa pembelajaran merupakan proses yang tidak bisa
dianggap remeh dalam proses kemajuan suatu bangsa. Dalam pembelajaran sejarah, peran penting
pembelajaran terlihat jelas bukan hanya sebagai proses transfer ide, akan tetapi juga proses pendewasaan
peserta didik untuk memahami identitas, jati diri dan kepribadian bangsa melalui pemahaman terhadap
peristiwa sejarah. Dengan demikian pembelajaran sejarah hendaknya memperhatikan beberapa prinsip: 1.
Pembelajaran yang dilakukan haruslah adaptif terhadap perkembangan peserta didik dan perkembangan
zaman. Kendatipun sejarah bercerita tentang kehidupan pada masa lalu, bukan berarti sejarah tidak bisa
diajarkan secara kontekstual. Banyak nilai dan fakta sejarah yang bila disampaikan dengan benar dan sesuai
dengan alam fikiran peserta didik akan mampu membangkitkan pemahaman dan kesadaran peserta didik
terhadap nilai-nilai nasionalisme, patriotisme dan persatuan. 2. Pembelajaran sejarah hendaklah berorientasi
pada pendekatan nilai. Menyampaikan fakta memang sangat penting dalam pembelajaran sejarah, akan
tetapi yang juga tidak kalah penting adalah bagaimana mengupas faktafakta tersebut dan mengambil intisari
nilai yang terdapat di dalamnya sehingga si pembelajar akan menjadi lebih mawas diri sebagai akibat dari
pemahaman nilai tersebut. 3. Strategi pembelajaran yang digunakan hendaklah tidak mematikan kreatifitas
dan memaksa peserta didik hanya untuk menghafal fakta dalam buku teks. Sejarah sudah saatnya diajarkan
dengan cara yang berbeda, kebekuan pembelajaran yang terjadi seringkali dikarenakan rendahnya kreatifitas
dalam 4 pembelajaran sejarah. Sebagai akibatnya kejenuhan seringkali menjadi faktor utama yang dihadapi
guru dalam mengajarkan sejarah dan siswa dalam belajar sejarah.

Heri Susanto dan Helmi Akmal (2019: 7-8) menjelaskan Bahwa Pembelajaran dalam mata kuliah ini
menggunakan pendekatan student centered learning, dengan demikian dosen berperan sebagai fasilitator,
meliputi: 1. Diagnotician (mediagnose kemampuan mahasiswa) Pada fase ini seorang dosen mengidentifikasi
atau mengkaji kemampuan mahasiswa. 2. Challenger (membuat tantangan) Mahasiswa tidak selalu mampu
mendorong dirinya untuk belajar dan berpikir aktif. Tutor harus bisa membuat tantangan agar mahasiswanya
mau mencoba strategi berpikir yang baru. 3. Activator (mengaktifkan mahasiswa) Terkadang mahasiswa
sudah memiliki pengetahuan, strategi pembelajaran dan alur berpikir, tapi tidak mampu menggunakannya
secara optimal. Maka tugas seorang tutor adalah membuat mahasiswa aktif menggunakan hal tersebut
secara efektif melalui metode seperti brain-storming atau curah pendapat. 4. Monitoring (memonitor
perkembangan mahasiswa) Setiap mahasiswa memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam menerima
dan mengikuti proses pembelajaran. Oleh karena itu seorang tutor harus bisa melihat progres dari tutorial
secara keseluruhan, dan individu-individu mahasiswa untuk dapat menentukan tindakan. 5. Evaluating
(mengevaluasi hasil pembelajaran) Evaluasi terhadap proses pembelajaran meliputi assessment of student
participation in PBL by facilitator, self assessment dan peer assessment. Assessment of student participation
in PBL by facilitator akan menjadi dasar pemberian nilai untuk komponen proses, sedangkan evaluasi yang
lain (self assessment dan peer assessment) akan menjadi bahan evaluasi perkembangan mahasiswa.
MODEL PEMBELAJARAN INOVATIF

Satu diantara ciri masyarakat modern adalah selalu ingin terjadi perubahan yang lebih baik (improvement
oriented). Hal ini tentu saja menyangkut berbagai bidang, tidak terkecuali bidang pendidikan. Komponen
yang melekat pada pendidikan diantaranya adalah kurikulum, guru dan peserta didik. Dalam proses
pembelajaran peran guru sangatlah urgen karena guru yang menentukan ketercapaian tujuan pembelajaran.
Tuntutan perubahan paradigma dalam pembelajaran telah ditegaskan pada beberapa aturan antara lain: 1.
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003 pasal 4 ayat 4 menegaskan bahwa
“Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan
kreativitas siswa dalam proses pembelajaran” 2. Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses
pembudayaan dan pemberdayaan siswa yang berlangsung sepanjang hayat (UU no 20/2003: Sisdiknas, ps 4,
ayat 3). 3. Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang, memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang
cukup bagiprakarsa,kreativitas, dan kemandiriansesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta
psikologis siswa (PP 19/2005: Standar Nasional Pendidikan, ps 19, ayat 1)

MODEL PEMBELAJARAN BERDASARKAN TEORI

1. Model Interaksi Sosial Model ini didasari oleh teori belajar Gestalt (field theory). Model interaksi sosial
menitikberatkan hubungan yang harmonis antara individu dengan masyarakat (learning to life together).
Pokok pandangan Gestalt adalah objek atau peristiwa tertentu akan dipandang sebagai suatu keseluruan
yang 9 terorganisasikan. Makna suatu objek/peristiwa adalah terletak pada keseluruhan bentuk (gestalt) dan
bukan bagian-bagiannya. Pembelajaran akan lebih bermakna bila materi diberikan secara utuh, bukan
bagian-bagian.

2. Model Pemrosesan Informasi Model ini berdasarkan teori belajar kognitif dan berorientasi pada
kemampuan siswa memproses informasi. Pemrosesan informasi merujuk pada cara menerima stimuli dari
lingkungan dengan mengorganisasi data, memecahkan masalah, menemukan konsep dan menggunakan
simbol verbal dan visual. Menurut Piaget perkembangan kognitif individu meliputi empat tahap, yaitu: a)
sensory motor; b) pre operational; c) concrete operational; dan d) formal operational.

3. Model Personal (Personal Models) Model ini bertitik dari teori Humanistik dan juga berorientasi pada
individu dan perkembangan keakuan. Tokoh humanistik adalah Abraham Maslow (1962), R. Rogers, C.Buhler,
dan Arthur Comb. Menurut teori ini, guru harus berupaya menciptakan kondisi kelas yang konduktif, agar
peserta dididk merasa bebas dalam belajar dan mengembangkan dirinya, baik emosional maupun
intelektual.

4. Model Modifikasi Tingkah Laku (Behavioral) Implementasi dari model modifikasi tingkah laku ini adalah
meningkatkan ketelitian pada anak, guru selalu perhatian terhadap tingkah laku Peserta didik, modifikasi
tingkah laku anak yang kemampuan belajarnya rendah dengan memberi reward, sebagai reinforcement
pendukung dan penerapan prinsip pembelajaran individual (individual learning) terhadap penbelajaran
klasikal (Nurdyansyah & Eni Fariyatul Fahyuni, 2016: 25-33).
MODEL PEMBELAJARAN CTL (COENTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH
Menurut Depdiknas,2003:5 (dalam Dharma Kesuma,2009:58) Contextual Teaching and Learning adalah
konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata
dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan perencanaan dalam
kehidupan mereka sehari-hari. Menurut Johnson (dalam Hosnan, 2014: 268) menyatakan bahwa CTL adalah
sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong para siswa melihat makna didalam materi akademik
yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subjek-subjek akademik dengan konteks dalam
kehidupan keseharian mereka, yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial, dan budaya mereka.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwasanya model Contextual Teaching and Leraning
merupakan strategi pembelajaran yang menekankan pada proses keterlibatan siswa dalam proses belajar
mengajar dengan cara membantu siswa memahami materi yang diajarkan dan mengaitkan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dari konsep di atas terdapat tiga hal
yang harus dipahami:

1. CTL menekankan kepada proses keterlibatan peserta didik untuk menemukan materi, artinya proses
belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung,

2. CTL mendorong agar peserta didik dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan
situasi kehidupan nyata, artinya peserta didik dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara
pengalaman belajar disekolah dengan kehidupan nyata, Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat
mengkorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi peserta didik materi itu
akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori
peserta didik, sehingga tidak akan mudah dilupakan.

3. CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan, artinya CTL bukan hanya
mengharapkan peserta didik dapat memahami materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi
pelajaran itu dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Priyatni (dalam Hosnan, 2014: 278) karakteristik dalam pembelajaran Contextual Teaching and
Learning (CTL) adalah sebagai berikut:

1. Pembelajaran dilaksanakan dalam konteks yang autentik, artinya pembelajaran diarahkan agar peserta
didik memiliki keterampilan dalam memecahkan masalah dalam konteks nyata atau pembelajaran
diupayakan dilaksanakan dalam lingkungan yang alamiah (Learning in real life setting).

2. Pembelajaran memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengerjakan tugas-tugas yang
bermakna (meeaningful learning).

3. Pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan pengalaman bermakna kepada peserta didik melalui
proses mengalami (learning by doing).

4. Pembelajaran dilaksanakan melalui kerja kelompok, berdiskusi, dan saling mengoreksi (learning in a
group) 5
. Kebersamaan, kerjasama saling memahami dengan yang lain secara mendalam merupakan aspek penting
untuk menciptakan pembelajaran yang menyenangkan (learning to know each other deeply)

6. Pembelajaran dilaksanakan secara aktif, kreatif, dan mementingkan kerja sama (learning to ask, to inquiry,
to work together ).

7. Pembelajaran dilaksanakan dengan cara yang menyenangkan (learning as an enjoy activity).

Dalam pembelajaran kontekstual, tugas guru adalah membantu peserta didik mencapai tujuannya. Tugas
guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi
anggota kelas (siswa). Ciri khas CTL ditandai oleh tujuh komponen utama, yaitu 1) Constructivism; 2) Inkuiri;
3) Questioning; 4) Learning Community; 5) Modelling; 6) Reflection; dan 7) Autthentic Assesment.
Pendekatan CTL merupakan pembelajaran yang memungkinkan peserta didik menerapkan dan mengalami
apa yang sedang diajarkan dengan mengacu pada masalah-masalah dunia nyata, sehingga pembelajaran
menjadi lebih menyenangkan. Peserta didik menggunakan pengalaman dan pengetahuannya untuk
membangun pengetahuan baru.

Sebelum melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan CTL, tentu saja terlebih dahulu guru harus
membuat desain (skenario) pembelajarannya, sebagai pedoman umum dan sekaligus sebagai alat kontrol
dalam pelaksanaannya. Pada intinya pengembangan setiap komponen CTL dapat dilakukan sebagai berikut.
1. Mengembangkan pemikiran peserta didik untuk melakukan kegiatan belajar lebih bermakna apakah
dengan cara bekarja sendiri, menemukan sendiri, dan mengonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan
baru yang harus dimilikinya.

2. Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik yang diajarkan.

3. Mengembangkan sifat ingin tahu peserta didik melalui memunculkan pertanyaan-pertanyaan

4. Menciptakan masyarakat belajar, seperti melalui kegiatan kelompok berdiskusi, Tanya jawab, dan lain
sebagainya.

5. Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran, bisa melalui ilustrasi, model, bahkan media yang
sebenarnya.

6. Membiasakan anak untuk melakukan refleksi dari setiap kegiatan pembelajaran yang telah dilakuakan.

7. Melakukan penilaian secara objektif, yaitu menilai kemampuan yang sebenarnya pada setiap peserta didik
Model Pembelajaran ini sangat cocok diterapkan pada pembelajaran sejarah, Dalam pembelajaran
kontekstual, guru membimbing para peserta didik untuk berpikir mengaitkan peristiwa sejarah masa lalu
dengan keadaan sekarang.
e.Buku 5

PENDAHULUAN

Pada mulanya Pembelajaran kontekstual didasarkan pada hasil penelitian John Dewey. Konstruktivisme
merupakan landasan berpikir (filosofi) dalam kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia
sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas.

Sejauh ini pendidikan masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai perangkat fakta-fakta
yang harus dihapal. Kelas masih berfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan, kemudian ceramah
menjadi pilihan utama strategi belajar. Untuk itu, diperlukan sebuah model belajar baru yang labih
memberdayakan peserta didik. Sebuah model belajar yang tidak mengharuskan siswa menghapal fakta-fakta,
tetapi suatu model pembelajaran yang mendorong siswa mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka
sendiri. Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi dianggap gagal menghasilkan peserta didik
yang aktif, kreatif dan inovatif. Peserta didik berhasil “mengingat” jangka pendek, tetapi gagal dalam
membekali peserta didik memecahkan persoalan dalam hidup jangka panjang. Oleh karena itu perlu ada
perubahan model pembelajaran yang lebih bermakna sehingga dapat membekali peserta didik dalam
mendekati permasalahan hidup yang dihadapi sekarang maupun yang akan datang. Model pembelajaran
yang cocok untuk hal di atas adalah pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching Learning (CTL).
Model kontekstual merupakan konsep belajar yang beranggapan bahwa anak akan belajar lebih baik jika
lingkungan diciptakan secara ilmiah, artinya belajar akan lebih bermakna jika anak “bekerja” dan
“mengalami” sendiri apa yang dipelajarinya, bukan sekedar “mengetahuinya”. Pembelajaran tidak hanya
sekedar kegiatan mentransfer pengetahuan dari guru kepada siswa, tetapi bagaimana siswa mampu
memaknai apa yang dipelajari itu. Oleh karena itu, strategi pembelajaran lebih utama dari sekedar hasil.
Dalam hal ini siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa mereka, dan
bagaimana mencapainya.

MODEL PEMBELAJARAN

1. Pengertian Model Pembelajaran


Pada hakikatnya kata “model” memiliki definisi yang berbeda-beda sesuai dengan bidang ilmu atau
pengetahuan yang mengadopsinya. Salah satu definisi model seperti yang dikemukakan Dilworth (dalam
Sakdiahwati) berikut, “A model is an abstract representation of some real world process, system,
subsystem. Model are used in all aspect of life. Model are useful in depicting alternatives and in
analysing their performance”. Berdasarkan pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa model
merupakan representasi abstrak dari proses, sistem, atau subsistem yang konkret. Model digunakan
dalam seluruh aspek kehidupan. Model bermanfaat dalam mendeskripsikan pilihan-pilihan dan dalam
menganalisis tampilantampilan pilihan tersebut.
2. Ciri-ciri Model pembelajaran
Seorang guru sebelum memilih sebuah model pembelajaran maka sebaiknya terlebih dahulu tahu
mengenai sifat-sifat atau ciriciri sehingga dalam pelaksanaannya sebuah model pembelajaran akan
berjalan sesuai dengan apa yang telah direncanakan.
Pada umumnya model-model mengajar yang baik memiliki sifat-sifat atau ciri-ciri yang dapat dikenali
secara umum sebagai berikut:
1) Memiliki prosedur yang sistematik. Jadi, sebuah model mengajar merupakan prosedur yang
sistematik untuk memodifikasi perilaku siswa, yang didasarkan pada asumsi-asumsi tertentu.
2) Hasil belajar ditetapkan secara khusus. Setiap model mengajar menentukan tujuan-tujuan khusus
hasil belajar yang diharapkan dicapai siswa secara rinci dalam bentuk unjuk kerja yang dapat diamati.
Apa yang harus dipertunjukkan oleh siswa setelah menyelesaikan urutan pengajaran disusun secara rinci
dan khusus.
3) Penetapan lingkungan secara khusus. Menetapkan keadaan lingkungan secara spesifik dala model
mengajar.
4) Ukuran keberhasilan. Menggambarkan dan menjelaskan hasil-hasil belajar dalam bentuk perilaku
yang seharusnya ditunjukkan oleh siswa setelah menempuh dan menyelesaikan urutan pengajaran.
5) Interaksi dengan lingkungan. Semua model mengajar menetapkan cara yang memungkinkan siswa
melakukan interaksi dan bereaksi dengan lingkungan. Dari sifat-sifat atau ciri-ciri umum yang dimiliki
oleh sebuah model pembelajaran, maka akan mempermudah guru dalam hal memilih dan memprediksi
proses pelaksanaan sebuah model pembelajaran.
MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
1. Pengertian Pembelajaran Kontekstual
Kata “kontekstual” berasal dari “konteks” yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mengandung
dua arti: 1) bagian sesuatu uraian atau kalimat yang dapat mendukung atau menambah kejelasan
makna; 2) situasi yang ada hubungan dengan suatu kejadian.14 Pembelajaran kontekstual
(Contextual Teaching and learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara
materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka
seharihari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni: konstruktivisme
(Constructivism), bertanya (Questioning), menemukan (Inquiri), masyarakat belajar (Learning
Community), pemodelan (Modeling), dan penilaian sebenarnya (AuthenticAssessment).
2. Komponen dalam Pembelajaran Kontekstual
Terdapat tujuh komponen dalam model pembelajaran Kontekstual:
a. Kontruktivisme
1) Membangun pemahaman mereka sendiri dari pengalaman baru berdasar pada pengetahuan
awal.
2) Pembelajaran harus dikemas menjadi proses ”mengkonstruksi” bukan menerima
pengetahuan.
b. Inquiry
1) Proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman
2) Siswa belajar menggunakan keterampilan berpikir kritis
c. Questioning (bertanya)
1) Kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa.
2) Bagi siswa yang merupakan bagian penting dalam pembelajaran yang berbasis inquiry
d. Learning Community (masyarakat belajar)
1) Sekelompok orang yang terikat dalam kegiatan belajar.
2) Bekerjasama dengan orang lain lebih baik daripada belajar sendiri.
3) Tukar pengalaman
4) Berbagi ide
e. Modelling (pemodelan)
1) Proses penampilan suatu contoh agar orang lain berpikir, bekerja dan belajar.
2) Mengerjakan apa yang guru inginkan agar siswa mengerjakannya
f. Reflection (repleksi)
1) Cara berpikir tentang apa yang telah kita pelajari
2) Mencatat apa yang telah dipelajari
3) Membuat jurnal, karya seni, diskusi kelompok.
g. Authentic Assessment (penilaian yang sebenarnya)
1) Mengukur pengetahuan dan keterampilan siswa
2) Penilaian produk (kinerja)
3. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual
Atas dasar pengertian tersebut, pembelajaran kontekstual menurut Muslich, mempunyai
karakteristik sebagai berikut:
a. Pembelajaran dilaksanakan dalam konteks autentik, yaitu pembelajaran yang diarahkan pada
ketercapaian keterampilan dalam konteks kehidupan nyata atau pembelajaran yang dilaksanakan
dalam lingkungan yang alamiah (learning in real life setting).
b. Pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan tugas-tugas yang
bermakna (meaningful learning).
c. Pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan pengalaman bermakna kepada siswa (learning
by doing).
d. Pembelajaran dilaksanakan melalui kerja kelompok, berdiskusi, saling mengoreksi antarteman
(learning in a group).
e. Pembelajaran memberikan kesempatan untuk menciptakan rasa kebersamaan, bekerja sama,
dan saling memahami antara satu dengan yang lain secara mendalam (learning to know each other
deeply).
f. Pembelajaran dilaksanakan secara aktif, kreatif, produktif, dan mementingkan kerja sama
(learning to ask, to inquiry, to work together).
g. Pembelajaran dilaksanakan dalam situasi yang menyenangkan (learning as an enjoy activity).
Adapun dalam sosialisasi oleh Depdiknas, karakteristik pembelajaran berbasis kontekstual, yaitu:
a. Kerjasama
b. Saling menunjang
c. Menyenangkan
d. Tidak membosankan
BAB III
PEMBAHASAN

KELEBIHAN DAN KEKURANGAN BUKU

 Kelebihan Buku 1
Kelebihan yang terdapat pada buku 1 yaitu bahasa yang digunakan baku dan mudah dimengerti karena
penulisan kata tidak bertele-tele.
Kemudian pada buku terdapat beberapa struktur yang dapat mempermudah pembaca untuk
memahami isi dari buku tersebut.
Pada buku terdapat penulisan kata yang baik dan benar dan penggunaan tanda baca yang benar.
 Kelebihan Buku 2
Kelebihan yang terdapat pada buku 2 yaitu isi dari buku tertulis dengan jelas,singkat,padat sehingga
pembaca tidak cepat jenuh atau bosan untuk membaca buku tersebut.
 Kelebihan Buku 3
Kelebihan yang terdapat pada buku 3 yaitu penulisan isi dari buku yang sangat jelas dan penggunaan
tanda baca yang baik dan benar.
Pada bagian perbedaan dan persamaan yang ada pada isi buku dibuat dalam bentuk kolom sehingga
pembaca dapat lebih memahami dan mengerti dengan mudah.
 Kelebihan Buku 4
Kelebihan yang terdapat pada buku 4 yaitu,isian buku yang singkat,jelas sehingga mempermudah
pembaca memahami isi buku.
Pada pembahasan isi buku dijelaskan secara rinci mengenai hakikat,komponen dan struktur dari
pembelajaran kontekstual.
 Kelebihan Buku 5
Kelebihan yang terdapat pada buku 5 yaitu,pemahaman mengenai isi dari buku tidak membosankan dan
sangat menarik perhatian pembaca untuk membaca buku tersebut.
Pada bagian pendahuluan buku sudah langsung dijelaskan bagaimana model pembelajaran kontekstual
teaching and learning sehingga pembaca dapat memahami isi buku dengan lebih cepat.

 Kekurangan Buku 1
Isi atau pembahasan yang terdapat pada buku terlalu banyak sehingga membuat pembaca cepat
merasa jenuh dan bosan,sehingga isi dari buku tersebut tidak terbaca semua.
 Kekurangan Buku 2
Kekurangan pada buku 2,yaitu penulisan kata yang terlalu monoton dan penggunaan bahasa yang
terlalu baku.
 Kekurangan Buku 3
Kekurangan yang terdapat pada buku 3,yaitu pembahasan dari buku tersebut terlalu bertele-tele
sehingga pembaca dengan cepat bosan untuk membaca buku tersebut.
 Kekurangan Buku 4
Kekurangan yang terdapat pada buku 4 yaitu,kesesuaian dari daftar isi dengan pembahasan isi buku
terlihat tidak sesuai,sehingga membuat pembaca kebingungan.
 Kekurangan Buku 5
Kekurangan yang terdapat pada buku tersebut adalah penggunaan bahasa yang terlalu baku.
BAB IV
PENUTUP
A. Saran
Dari beberapa kekurangan yang ada pada kelima buku tersebut,saran yang dapat diberikan
adalah untuk penulisan buku jangan menggunakan bahasa yang terlalu monoton.
Kemudian penambahan gambar atau warna pada pembahasan isi buku juga dapat membantu
pembaca lebih mudah memahami dan mengerti tujuan penulisan buku tersebut.
B. Kesimpulan
Model pembelajaran kontekstual melalui CTL (Contextual Teaching and Learning) dalam
pembelajaran sejarah dapat menambah alternatif pilihan bagi guru sejarah demi mencapai
tujuan pembelajaran sejarah yang seutuhnya. CTL adalah sebuah pendekatan pembelajaran
aktif yang berorientasi pada pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered). Oleh
karena itu, dalam upaya meningkatkan kualitas kognitif peserta didik, maka guru dalam
melaksanakan pembelajaran harus lebih ditujukan pada kegiatan pemecahan masalah atau
latihan meneliti dan menemukan Selain itu ditengah berbagi macam masalah dalam
pembelajaran sejarah khususnya berkaitan dengan kurangnya rasa kebermanfaatan sejarah bagi
diri peserta didik, nampaknya model pembelajaran ini sangat cocok digunakan untuk mengatasi
masalah tersebut. Langkah-langkah yang ditawarkan oleh model pembelajaran ini mampu
mengantarkan peserta didik pada hasil belajar sejarah yang lebih seimbang. Keseimbangan yang
dimaksud adalah keterpaduan antara aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Namun, hal ini
masih perlu dilakukan pengkuran lebih lanjut melalui penelitian eskperimen.
DAFTAR PUSTAKA
Afandi, Muhammad, dkk. 2013. Model dan Metode Pembelajaran di Sekolah. Semarang:
Unisulla Press. Aqib, Zaenal. 2013.
Model- model, Media, dan Strategi Pembelajaran Kontekstual (Inovatif). Bandung: Penerbit
Yrama Media.
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kudus. 2017. Arsip Kebudayaan Kudus. Kudus: Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Kudus.

Abbas, Ersis Warmansyah dkk. 2017. Pendidikan Sejarah, Patriotisme & Karakter Bangsa
Malaysia-Indonesia.
Banjarmasin: FKIP UNLAM PRESS Ahyani, Nur. 2013. Kemampuan Berfikir Kritis Dalam
Pembelajaran Sejarah.
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Dalam Rangka Dies Natalis Ke 37 Universitas Sebelas
Maret. Anita, lie. 2008
. Cooperative Learning: Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas. Jakarta:
Grasindo.

Anda mungkin juga menyukai