MODIFIKASI PERILAKU
Anggota Kelompok:
Afra Fairuz Alfisri (20011180)
Aisyah Putri (20011183)
Annisa Aristia (20011082)
Fadhila Fitri (20011101)
Haniifah Humairoo (20011220)
Ichlasul Farij (20011115)
Dosen Pengampu:
Farah Aulia, S.Psi, M.Psi., Psikolog
JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2022
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Intellectual Disabillity yang biasa disebut dengan retardasi mental adalah suatu
kondisi dimana seseorang mengalami gangguan perkembangan otak dan terganggunya
kemampuannya untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang ditandai dengan skor IQ yang
rendah dan skor IQ yang relatif rendah. Menurut American Psychiatric Association (2013),
disabilitas intelektual dimulai pada tahap perkembangan dan diikuti oleh kurangnya fungsi
intelektual dan adaptif yang terkait dengan keterampilan konseptual, sosial, dan praktis.
Sekarwati dan Riyanto (2013) menyatakan bahwa keterampilan motorik pada penyandang
disabilitas intelektual pada umumnya mengalami kesulitan. Individu mengalami
keterlambatan saat bergerak, menggunakan anggota tubuh, duduk, dan berbicara. Karena
keterbatasan ini, penyandang disabilitas intelektual mengalami gangguan perkembangan
keterampilan motorik halus. Perkembangan kognitif pada penyandang disabilitas
intelektual lebih lambat dibandingkan pada orang normal. Inhalder (Purnamawati, 2008)
menyatakan bahwa perkembangan kognitif pada anak tunagrahita (retardasi mental) dapat
melampaui usia prasekolah. Pada usia sekolah, kemampuan kognitif mereka bergerak
lamban dari tingkat preoperasional ke operasional konkrit. Penundaan ini berlangsung
sekitar tiga sampai empat tahun, memperlambat pertumbuhan untuk mencapai tahap
berikutnya. Pertumbuhan mereka dapat terhampat hingga dewasa.
Manfaat Teoritis :
A. Disabilitas Intelektual
1. Pengertian Disabilitas Intelektual
Penyandang disabilitas intelektual adalah penyandang gangguan perkembangan
mental yang secara prinsip ditandai oleh deteriorasi fungsi konkrit di setiap tahap
perkembangan dan berkontribusi pada seluruh tingkat intelegensi (kecerdasan). Disabilitas
intelektual/tunagrahita menurut Amarican Association on Intelectual and Developmental
Disabilities (AAIDD) melalui Schalock et al., 2010 (Kauffman & Hallahan, 2011: 176)
“characterized by significant limitation both in intelectual functioning and in adaptive
behavior as expressed in conceptual, social, and practical adaptive skills.” Disabilitas
intelektual, atau keterbelakangan mental adalah individu yang membutuhkan kemandirian
dalam masyarakat terhadap kecakapan hidup yang spesifik dan terlatih secara intensif.
Penyandang disabilitas intelektual merupakan individu yang memiliki keterbatasan di dalam
perkembangannya. Keterbatasan itu berakibat pada kemandirian mereka di dalam masyarakat
memiliki berbagai kendala.
Penyandang disabilitas intelektual secara kodrat memiliki hambatan dalam berfikir
abstrak, kritis, kreatif dan keterampilan menyesuaikan diri dengan masalah-masalah dan
situasi kehidupan baru dalam lingkungannya. Namun pada penyandang disabilitas intelektual
ringan, terdapat kemampuan yang dapat dididik menjadi tenaga kerja semi-skilled dengan
sedikit pengawasan. Disabilitas menurut WHO 2011 merupakan istilah umum yang meliputi
gangguan, keterbatasan dalam beraktivitas, dan keterbatasan partisipasi. Gangguan yang
dimaksud adalah adanya masalah dalam struktur dan fungsi tubuh, keterbatasan beraktivitas
adalah kesulitan yang dihadapi oleh seseorang dalam melaksanakan suatu tindakan, sementara
keterbatasan partisipasi adalah adalah masalah yang dialami oleh seseorang dalam
keterlibatannya dengan situasi kehidupan (WHO, 2011)
Disabilitas Intelektual memiliki kesulitan yang signifikan baik dalam fungsi intelektual
(misalnya berkomunikasi, belajar, pemecahan masalah) dan perilaku adaptif (misalnya
keterampilan sosial sehari-hari, rutinitas, kebersihan). Adapun beberapa ciri – ciri disabilitas
intelektual ialah :
Metode ini akan sangat menolong anak dengan yang memiliki kesulitan untuk
mempelajari hal secara umum. Teknik ini dapat diterapkan pada tahapan menggunakan
kemeja. Teknik berurutan dimulai dari yang paing mudah diharapkan bisa memotivasi anak
untuk belajar menggunakan kemeja. Dengan metode forward chaining, diharapkan anak
dapat melatih kemandiriannya, terlebih dalam menggunakan pakaiannya.
C. Dinamika Masalah
Anak yang memiliki disabilitas intelektual memiliki keterbatasan dalam aspek kognitif
dan juga memiliki fungsi adaptif (keterampilan bina diri, perilaku sosial, kemampuan
komunikasi, kemampuan akademis dan perilaku dalam bekerja) yang lebih rendah
dibandingkan dengan anak seusianya (American Psychiatrist Association, 2013).
Pada anak dan remaja dengan disabilitas intelektual, penguasaan keterampilan bina diri
merupakan komponen penting yang harus dikuasai oleh anak (Beirne-Smith, et. al., dalam
Wick-Nelson & Israel, 2015). Anak yang tidak dapat memperhatikan kebutuhan dasarnya
sendiri akan sulit untuk berpartisipasi dalam aktivitas sosial secara mandiri. Kebutuhan dasar
umumnya berupa kebutuhan untuk makan dan memakai pakaiannya tanpa bantuan orang
disekitarnya (WickNelson & Israel, 2015).
Metode yang tepat diperlukan agar anak dengan disabilitas intelektual dapat menguasai
kemampuan mengenakan pakaian secara mandiri. Weber (dalam Lee, et. al., 2014)
mengatakan bahwa chaining merupakan teknik yang efektif dalam mengajar anak dengan
disabilitas intelektual.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode
Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode eksperimen
kuasi. Penelitian eksperimen kuasi ini merupakan salah satu jenis penelitian kuantitatif
yang sangat kuat dalam mengukur hubungan sebab akibat antara variabel tergantung dan
terikat. Penelitian ini dilaksanakan untuk mencari pengaruh metode forward chaining,
dalam meningkatkan keterampilan anak down syndrome dalam mengancingkan baju.
B. Rancangan Pelaksanaan
1. Tempat Pelaksanaann : SLB Negeri 1 Padang
2. Waktu Penelitian
a. Intake : Selasa, 31 mei 2002
b. Baseline : Selasa, 31 Mei 2022
c. Treatment : Kamis, 2 Juni 2022
3. Subjek Penelitian :
Berikut karakteristik subjek: pertama, diagnosis klinis pada subjek berdasarkan
rekomendasi psikolog. Kedua, Anak tunagrahita sedang, atau penyandang down
syndrom, atau penyandang cerebral palsy, dengan rentang nilai inteligensi 30-55 dan
belum mampu mengancingkan pakaian (kemeja sekolah) secara mandiri. Ketiga,
Orangtua dan sekolah mengizinkan peneliti untuk melakukan observasi, pencatatan,
perekaman selama penelitian berlangsung.
Penelitian ini dilakukan pada seorang siswa SLB Negeri 1 Padang kelas 1 SD
berinisial A, seorang anak laki-laki berusia 11 tahun. Ia mendapatkan diagnose down
syndrome. Ibunya bercerita bahwa A masih mengalami kesulitan dalam melakukan
aktivitas bina diri sehari-hari, salah satunya adalah kesulitan untuk mengenakan
pakaian sendiri. Hal ini dikarenakan A mengalami kesulitan dalam memusatkan
perhatian pada dirinya. Jari – jari tangannya yang tidak bisa memegang kancing baju
dengan benar dan kuat. A masih belum bisa menentukan bagian kiri dan kanan, depan
dan belakang. Semuanya masih butuh bimbingan dari orangtua.
4. Teknik Pengumpulan Data
a. Metode Observasi
Observasi adalah proses mengumpulkan data dengan mengamati subjek secara
sistematis dan sengaja. Peneliti menggunakan observasi non-partisipan, dimana
observer tidak ikut dalam kehidupan observe dan secara terpisah berkedudukan
sebagai pengamat. Di dalam hal ini observer sudah mengamati perilaku anak yang
memiliki disabilitas intelektual yang menjadi sasaran sebagai subjek penelitian
ini.
b. Metode Wawancara
Wawancara adalah perbincangan yang menjadi sarana untuk mendapatkan
informasi tentang subjek penelitian dan bertujuan mendapatkan penjelasan
terhadap subjek tersebut. Wawancara pada penelitian ini menggunakan metode
wawancara langsung (autoanamnesa) terhadap subjek penelitian. Serta melakukan
wawancara kepada kerabat subjek menggunakan pertanyaan yang terstruktur
dengan pedoman blueprint berupa aspek – aspek yang berkaitan dan mengarah
pada judul penelitian untuk mendapatkan informasi secara mendalam.
c. Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah informasi yang berasal dari catatan penting baik dari
lembaga atau organisasi maupun dari perorangan. Dokumentasi penelitian ini
merupakan pengambilan gambar oleh peneliti untuk memperkuat hasil penelitian.
Menurut Sugiyono (2013:240), dokumentasi bisa berbentuk tulisan, gambar atau
karya-karya monumentel dari subjek.
5. Pengembangan Instrumen Penelitian
a. Pedoman Observasi
b. Pedoman Wawancara
Program modifikasi perilaku pada penelitian ini dirancang ke dalam dua sesi dan
terdiri dari tujuh tahapan memakai kemeja. Pada masing-masing sesi, anak akan dilatih
untuk melakukan seluruh tahapan memakai kemeja. Akan tetapi, terdapat beberapa tahap
yang menjadi target penguasaan di setiap sesi. Contohnya, sesi satu memiliki tiga target
(tahap satu, dua, tiga dan empat) tahapan perilaku memakai kemeja yang harus dikuasai
anak.
Pada tiap sesi pelaksanaan, anak memiliki kesempatan sebanyak tiga kali
percobaan. Secara umum pelaksanaan intervensi pada penelitian ini akan memberikan
kedua prompting (physical prompt dan verbal prompt) pada percobaan pertama atau pada
percobaan kedua serta pada percobaan ketiga saat anak merasa kesulitan dan mulai
menunjukkan distress. Anak dikatakan berhasil pada satu sesi, apabila anak tersebut
mampu menunjukkan tahapan perilaku memakai kemeja sesuai dengan target setiap sesi
sebanyak dua kali secara berurutan tanpa physical prompt dari total tiga kali percobaan
yang diberikan.
Percobaan pada setiap langkah akan dianggap gagal jika perilaku yang diharapkan
belum juga munculkan setelah 10 menit percobaan. Saat anak gagal mencapai target pada
satu sesi, maka sesi tersebut harus diulang kembali hingga anak berhasil dan maju ke sesi
selanjutnya.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Cara Pengambilan
0 1 2
Memasukkan tangan
kanan ke lubang kemeja √
bagian kanan
Memasukkan tangan
kiri ke lubang kemeja √
bagian kiri
Mengancingkan
√
kemeja
Keterangan:
Cara Pengambilan
Variabel Sub Variabel Indikator Data
0 1 2
Mengangkat kemeja
dan menghadapkan
√
bagian kemeja yang
terbuka kepada anak
Memasukkan tangan
kanan ke lubang √
kemeja bagian kanan
Memasukkan tangan
kiri ke lubang kemeja √
bagian kiri
Mengancingkan
√
kemeja
Keterangan:
0: Anak belum bisa
1: Anak sudah bisa, namun masih dibantu
2: Anak sudah bisa secara mandiri tanpa diberikan bantuan
Pada hari ini, treatmen yang diberikan pada saat pelaksanaan intervensi
yaitu memberikan kedua prompting (phsycal prompting dan verbal prompting)
pada percobaan pertama atau pada percobaan kedua serta ketiga saat anak merasa
kesulitan dan mulai menunjukkan distress. Dari hasil observasi terhadap subjek,
subjek memunculkan perilaku yaitu mampu mencapai skor 1 dengan masih
membutuhkan bimbingan dari orangtuanya.
Cara Pengambilan
0 1 2
Memasukkan tangan √
kanan ke lubang kemeja
bagian kanan
Memasukkan tangan
kiri ke lubang kemeja √
bagian kiri
Mengancingkan
√
kemeja
Keterangan:
0: Anak belum bisa
1: Anak sudah bisa, namun masih dibantu
2: Anak sudah bisa secara mandiri tanpa diberikan bantuan
Pada hari ini, treatment yang diberikan pada subjek pada saat intervensi
dilakukan hampir sama seperti sebelumnya, yaitu memberikan prompting (phsycal
prompting dan verbal prompting) pada percobaan pertama atau pada percobaan
kedua serta ketiga saat anak merasa kesulitan dan mulai menunjukkan distress. Dari
hasil observasi terhadap subjek, subjek memunculkan perilaku yaitu mampu
mencapai skor 2 pada langkah 1,2, dan 4 namun pada langkah 3, 5, 6, dan 7 subjek
masih mendapat skor 1, karena subjek masih diberikan bantuan.
Cara Pengambilan
Variabel Sub Variabel Indikator Data
0 1 2
Memasukkan tangan
kanan ke lubang √
kemeja bagian kanan
Memasukkan tangan
kiri ke lubang kemeja √
bagian kiri
Mengancingkan
√
kemeja
Keterangan:
0: Anak belum bisa
1: Anak sudah bisa, namun masih dibantu
2: Anak sudah bisa secara mandiri tanpa diberikan bantuan
C. Pembahasan
Hal pertama yang dilakukan sebelum melakukan intervensi kepada anak adalah
melakukan proses intake dimana peneliti meminta informasi mengenai subjek kepada
orang tuanya, dalam hal ini ibu subjek, karena ibu subjek juga menajar disekolah yang
sama dengan si subjek. Metode yang digunakan adalah wawancara dengan ibu subjek
sehingga didapat informasi bahwa subjek sudah bisa memasang kemeja, namun masih
terkendala dalam mengancingkan kemeja yang akan digunakan. Selain melakukan
wawancara dan observasi, peneliti juga berkenalan dan membangun raport dengan
subjek. Pada proses ini diketahui dari orang tua dan dari hasil observasi dari peneliti
bahwa subjek memiliki kendala, yaitu kurang fokus ketika jam makan/istirahatnya
diganggu. Oleh karena itu pada hari pertama kami menghentikan intervensi setelah 30
menit melakukan intervensi kepada subjek.
Pada hari pertama baseline, dari hasil observasi subjek sudah dapat melakukan
langkah-langkah menggunakan kemeja berkancing namun masih harus dibimbing
setiap langkahnya. Subjek juga masih terkendala dalam menentukan bagian depan
– belakang dan kanan – kiri pada kemeja.
1. Pada hari pertama peneliti memberikan prompting (phsycal prompting dan verbal
prompting) namun peneliti tidak lagi memberikan phsycal prompting pada hari ke 2
pada saat subjek melakukan langkah ke 5-6.
2. Pada hari pertama peneliti memberikan prompting (phsycal prompting dan verbal
prompting) pada langkah ke 7, namun pada hari kedua peneliti hanya memberikan
phsycal prompting kepada subjek, karena subjek terlihat kesulitan ketika
mengancingkan kemeja.
Pada hari kedua treatment, 2 Juni 2022, subjek sudah bisa melakukan Langkah 1,2,
dan 4. Perkembangan Langkah 3, 5, 6, dan 7 walaupun A masih memerlukan bimbingan,
namun A sudah mulai kuat dalam memegang kancing kemeja.
Berdasarkan data yang didapatkan dari lembar observasi dapat diketahui bahwa
metode chaining dengan promp terbukti efektif dalam meningkatkan perilaku berpakaian
(memakai kemeja). Jika dibandingkan dengan data baseline kondisi saat anak belum
mampu melakukan tahapan memakai baju dengan benar, hingga saat intervensi sesi ke 2
dilakukan anak sudah mampu melakukan tahapan memakai baju secara mandiri dengan
benar dimulai dari tahap awal mengambil baju hingga pada akhirnya mampu
mengancingkannya meskipun harus diberikan bantuan karena tenaga yang dimiliki subjek
kurang kuat untuk mengancingkan baju tersebut.
Kendala yang dialami selama intervensi yaitu ketika hari pertama ketika menemui
subjek, ternyata peneliti datang berdekatan dengan waktu istirahat makan dan pulang
subjek, sehingga subjek kurang fokus saat diberikan intervensi. Selama proses treatment
subjek beberapa kali tidak mau bekerja sama karena sedang berada dalam suasana hati yang
tidak baik dan sama sekali tidak mau ditemui oleh peneliti, hal ini menyebabkan kurang
efektifnya intervensi yang diberikan peneliti dan harus menunggu hingga suasana hati
subjek membaik baru peneliti bisa memberikan intervensi kepada subjek.
BAB 5
DAFTAR PUSTAKA