Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

DISINTEGRASI BANGSA & DEMOKRASI LIBERAL


(APRA & KABINET SUKIMAN)

DISUSUN OLEH :

SANTI ARI DEWI

No. 27

XII – IPS 2
SMA NEGERI 3 BANGKALAN
TAHUN PELAJARAN 2015-2016
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Saya panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada saya, sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “APRA & KABINET SUKIMAN”.
Makalah ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu saya menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi
susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka
saya menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar saya dapat memperbaiki
makalah ini. Akhir kata saya berharap semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Bangkalan, 11 Desember 2015

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul.......................................................................................................i

Kata Pengantar.......................................................................................................ii

Daftar Isi................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.....................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah...............................................................................1

1.3 Tujuan..................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Latar Belakang APRA.........................................................................2

2.2 Pelaksanaan APRA..............................................................................3

2.3 Penumpasan APRA.............................................................................8

2.4 Kabinet Sukiman.................................................................................10

2.5 Program Kabinet Sukiman..................................................................11

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan..........................................................................................12

3.2 Saran....................................................................................................12

Daftar Pustaka.......................................................................................................13

Lampiran................................................................................................................14

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gerakan APRA (Pemberontakan Perang Ratu Adil) muncul dikalangan
KNIL yang dipimpin oleh Kapten Westerling. Gerakan APRA ini dipelopori oleh
golongan kolonialis Belanda yang ingin mengamankan kepentingan ekonominya
di Indonesia dan bermaksud mempertahankan kedudukan negara Pasundan.
Kabinet Sukiman berlangsung sejak tanggal 27 April 1951 hingga 3 April
1952). Kabinet ini merupakan salahsatu kabinet yang ada pada masa demokrasi
liberal. Presiden Soekarno menunjuk dua orang formatur baru, yaitu Sidik
Joyosukarto (PNI) dan DR. Sukiman (Masyumi) untuk membentuk kabinet baru.
Setelah melalui proses perundingan, maka pada tanggal 26 April 1951
diumumkan susunan kabinet baru di bawah pimpinan Sukiman Wiryosanjoyo
(Masyumi) dan Suwiryo (PNI).

1.2 Rumusan Masalah


 Bagaimana pelaksanaan APRA?
 Bagaimana program kerja dan pelaksanaan kabinet Sukiman?

1.3 Tujuan Penelitian


 Mengetahui Pelaksanaan APRA
 Mengetahui program kerja dan pelaksanaan kabinet Sukiman

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Latar Belakang APRA


APRA merupakan pemberontakan yang paling awal terjadi setelah
Indonesia diakui kedaulatannya oleh Belanda. Hasil Konferensi Meja
Bundar yang menghasilkan suatu bentuk negara Federal untuk Indonesia
dengan nama RIS (Republik Indonesia Serikat). Suatu bentuk negara ini
merupakan suatu proses untuk kembali ke NKRI, karena memang hampir
semua masyarakat dan perangkat-perangkat pemerintahan di Indonesai
tidak setuju dengan bentuk negara federal.
Tapi juga tidak sedikit yang tetap menginginkan Indonesia dengan
bentuk negara federal, hal ini menimbulkan banyak pemberontakan-
pemberontakan atau kekacauan-kekacauan yang terjadi pada saat itu.
Pemberontakan- pemberontakan ini dilakukan oleh golongan- golongan
tertentu yang mendapatkan dukungan dari Belanda karena merasa takut
jika Belanda meninggalkan Indonesia maka hak-haknya atas Indonesia
akan hilang.
Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) dibawah pimpinan Kapten
Raymond Westerling merupakan gerakan yang didalangi oleh golongan
kolonialis Belanda. Salah satu landasan bagi gerakan APRA ini adalah
kepercayaan rakyat Indonesia akan datangnya Ratu Adil.
Westerling memahami bahwa sebagian rakyat Indonesia yang telah
lama menderita karena penjajahan, baik oleh Belanda atau Jepang,
mendambakan datangnya suatu masa kemakmuran seperti yang terdapat
dalam ramalan Jayabaya. Menurut ramalan itu akan datang seorang
pemimpin yang disebut Ratu Adil, yang akan memerintah rakyat dengan
adil dan bijaksana, sehingga keadaan akan aman dan damai dan rakyat
akan makmur dan sejahtera.
Tidak hanya rakyat-rakyat biasa yang dihimpun Westerling untuk
menjadi tentaranya tetapi mantan tentara KNIL yang pro terhadap Belanda
juga ikut menjadi bagian dari tentara APRA. Ada satu hal yang menarik

2
bahwa kendaraan-kendaraan yang digunakan oleh KNIL maupun KL
dalam melancarkan aksinya diberi tanda segitiga orange sebagai lambang
negara Belanda
Sebenarnya organisasi ini sudah dibentuk sebelum Konferensi
Meja Bundar itu disahkan. Pada bulan November 1949, dinas rahasia
militer Belanda menerima laporan, bahwa Westerling telah mendirikan
organisasi rahasia yang mempunyai pengikut sekitar 500.000 orang.
Laporan yang diterima Inspektur Polisi Belanda J.M. Verburgh
pada 8 Desember 1949 menyebutkan bahwa nama organisasi bentukan
Westerling adalah "Ratu Adil Persatuan Indonesia" (RAPI) dan memiliki
satuan bersenjata yang dinamakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA).
Pengikutnya kebanyakan adalah mantan anggota KNIL dan yang
melakukan desersi dari pasukan khusus KST/RST. Dia juga mendapat
bantuan dari temannya orang Tionghoa, Chia Piet Kay, yang dikenalnya
sejak berada di kota Medan.
Tujuan Westerling membentuk APRA ini adalah mengganggu
prosesi pengakuan kedaulatan dari Kerajaan Belanda kepada pemerintah
Republik Indonesia Serikat (RIS) pada 27 Desember 1949. Upaya itu
dihalangi oleh Letnan Jenderal Buurman van Vreeden, Panglima Tertinggi
Tentara Belanda. Tujuan lainnya adalah untuk mempertahankan bentuk
negara federal di Indonesia dan adanya tentara tersendiri pada negara-
negara bagian RIS .

2.2 Pelaksanaan APRA


Pemberontakan yang dilakukan oleh Angkatan Perang Ratu Adil
(APRA) yang dipimpin oleh mantan Kapten KNIL Raymond Westerling
bukanlah pemberontakan yang dilancarkan secara spontan. Pemberontakan
ini telah direncanakan sejak beberapa bulan sebelumnya oleh Westerling
dan bahkan telah diketahui oleh pimpinan tertinggi militer Belanda.
Pada 25 Desember 1949 malam, sekitar pukul 20.00 Westerling
menghubungi Letnan Jenderal Buurman van Vreeden, Panglima Tertinggi
Tentara Belanda untuk menanyakan bagaimana pendapat van Vreeden

3
mengenai rencananya untuk melakukan kudeta terhadap Soekarno setelah
penyerahan kedaulatan dari Belanda terhadap Indonesia.
Van Vreeden memang telah mendengar berbagai rumor, antara lain
ada sekelompok militer yang akan mengganggu jalannya penyerahan
kedaulatan, tidak terkecuali rumor mengenai pasukan yang dipimpin oleh
Westerling. Jenderal van Vreeden, sebagai yang harus bertanggung-jawab
atas kelancaran penyerahan kedaulatan pada 27 Desember 1949 tersebut
memperingatkan Westerling agar tidak melakukan tindakan seperti apa
yang diungkapkan padanya.
Pada hari Kamis tanggal 5 Januari 1950, Westerling mengirim
surat kepada pemerintah RIS yang isinya adalah sebuah ultimatum.
Westerling menuntut agar Pemerintah RIS menghargai negara-negara
bagian, terutama Negara Pasundan serta Pemerintah RIS harus mengakui
APRA sebagai tentara Pasundan. Pemerintah RIS harus memberikan
jawaban positif terkait ultimatum tersebut dalm waktu 7 hari dan apabila
ditolak, maka akan timbul perang besar. Ultimatum Westerling ini tentu
menimbulkan kegelisahan tidak saja di kalangan RIS, namun juga di pihak
Belanda dan dr. H.M. Hirschfeld, Nederlandse Hoge Commissaris
(Komisaris Tinggi Belanda) yang baru tiba di Indonesia.
Kabinet RIS menghujani Hirschfeld dengan berbagai pertanyaan
yang membuatnya menjadi sangat tidak nyaman. Menteri Dalam Negeri
Belanda, Stikker menginstruksikan kepada Hirschfeld untuk menindak
semua pejabat sipil dan militer Belanda yang bekerjasama dengan
Westerling.
Pada 10 Januari 1950 Hatta menyampaikan kepada Hirschfeld,
bahwa pihak Indonesia telah mengeluarkan perintah penangkapan terhadap
Westerling. Sebelumnya, ketika Lovink masih menjabat sebagai Wakil
Tinggi Mahkota (WTM), dia telah menyarankan Hatta untuk mengenakan
pasal exorbitante rechten terhadap Westerling.
Sementara itu, Westerling mengunjung Sultan Hamid II di Jakarta.
Sebelumnya, mereka pernah bertemu bulan Desember 1949. Westerling
menerangkan tujuannya, dan meminta Hamid menjadi pemimpin gerakan

4
mereka. Hamid ingin mengetahui secara rinci mengenai organisasi
Westerling tersebut, namun dia tidak memperoleh jawaban yang
memuaskan dari Westerling. Pertemuan hari itu tidak membuahkan hasil
apapun.
Pertengahan Januari 1950, Menteri UNI dan Urusan Provinsi
Seberang Lautan, Mr.J.H. van Maarseven berkunjung ke Indonesia untuk
mempersiapkan pertemuan Uni Indonesia-Belanda yang akan
diselenggarakan pada bulan Maret 1950. Hatta menyampaikan kepada
Maarseven, bahwa dia telah memerintahkan kepolisian untuk menangkap
Westerling.
Ketika berkunjung ke Belanda, Menteri Perekonomian RIS Juanda
pada 20 Januari 1950 menyampaikan kepada Menteri Götzen, agar
pasukan elit RST yang dipandang sebagai faktor risiko, secepatnya
dievakuasi dari Indonesia. Sebelum itu, satu unit pasukan RST telah
dievakuasi ke Ambon dan tiba di Ambon tanggal 17 Januari 1950. Pada 21
Januari Hirschfeld menyampaikan kepada Götzen bahwa Jenderal
Buurman van Vreeden dan Menteri Pertahanan Belanda Schokking telah
menggodok rencana untuk evakuasi pasukan RST.
Namun upaya mengevakuasi Reciment Speciaale Troepen,
gabungan baret merah dan baret hijau terlambat dilakukan. Westerling
mendengar mengenai rencana tersebut dari beberapa bekas anak buahnya,
sebelum deportasi pasukan RST ke Belanda dimulai, pada 23 Januari 1950
Westerling melancarkan "kudetanya." Subuh pukul 4.30 hari itu, Letnan
Kolonel KNIL T.
Cassa menelepon Jenderal Engles dan melaporkan: "Satu pasukan
kuat APRA bergerak melalui Jalan Pos Besar menuju Bandung." Namun
laporan Letkol Cassa tidak mengejutkan Engles, karena sebelumnya, pada
22 Januari pukul 21.00 dia telah menerima laporan, bahwa sejumlah
anggota pasukan RST dengan persenjataan berat telah melakukan desersi
dan meninggalkan tangsi militer di Batujajar. Mayor KNIL G.H. Christian
dan Kapten KNIL J.H.W. Nix melaporkan, bahwa "compagnie Erik" yang
berada di Kampemenstraat juga akan melakukan desersi pada malam itu

5
dan bergabung dengan APRA untuk ikutserta dalam kudeta, namun dapat
digagalkan oleh komandannya sendiri, Kapten G.H.O. de Witt. Engles
segera membunyikan alarm besar dan segera menghubungi Letnan
Kolonel TNI Sadikin, Panglima Divisi Siliwangi. Engles juga melaporkan
kejadian ini kepada Jenderal Buurman van Vreeden di Jakarta.
Mulanya penduduk kota Bandung tidak terlalu curiga karena
adalah hal yang biasa tentara hilir mudik keluar masuk kota Bandung pada
masa itu, walau Perang kemerdekaan dianggap sudah berakhir.  Tentara
APRA pada saat itu  menggunakan truk,  jeep, motorfiets, serta ada yang
berjalan kaki dengan seragam dan bersenjata lengkap dan jumlahnya
ditaksir antara 500-800  personel.
Namun ketika mereka mengadakan steling di gang-gang di
sepanjang jalan Cimahi-Bandung sambil melepas tembakan ke udara.
Bahkan  ada di antara mereka yang mengarahkan tembakan  kebeberapa
rumah penduduk. Barulah setelah mendengar suara tembakan tersebut,
warga seketika menjadi was-was. Sejumlah polisi yang menjaga pos-pos
sepanjang  jalan raya Cimindi-Cibereum dilucuti senjatanya. Sesampainya
di kota kepanikan rakyat semakin menjadi-jadi, banyak toko dan rumah
ditutup dan jalanan pun menjadi sepi.
Di jalan perapatan Banceuy, seorang TNI yang mengendarai jip
dan tidak bersenjata diberhentikan. Tentara itu diperintahkan untuk turun
dan mengangkat tangan lalu dengan keji ditembak mati.  Pasukan APRA
bergerak di Jalan Braga, di muka Apotheek Rathkam sebuah mobil sedan
juga diberhentikan.  Tiga penumpangnya juga diperintahkan untuk turun,
di antaranya seorang perwira TNI. Tanda pangkat perwira itu diambil dan
kemudian dia dibunuh.  Dua orang sipil yang bersama tentara tadi
kemudian diangkut  dengan truk.
Tentara APRA juga mengadakan aksi di depan Hotel
Preanger. Mereka menyerang sebuah truk berisi tiga orang TNI.
Perlawanan dari TNI baru terjadi di Jalan Merdeka, sekalipun tidak
seimbang. Setelah tembak-menembak sekitar 15 menit, 10 orang TNI
gugur. Tentara APRA juga menyerang truk yang dikendarai 7 orang

6
serdadu TNI di perempatan Suniaraja-Braga. Truk itu ditembaki dari
depan dan belakang.
Perlawanan yang  cukup hebat terjadi di Kantor Kwartir Divisi
Siliwangi Oude Hospitaalweg.  Satu regu stafdekking TNI terdiri dari 15
orang dipimpin Letkol (Overste ) Sutoko  dikepung tentara APRA yang
jumlahnya lebih banyak.  Benar-benar pertempuran sampai peluru
terakhir. Letkol Sutoko,  Letkol Abimanyu dan seorang opsir lainnya dapat
menyelamatkan diri.  Lainnya tewas. Markas itu diduduki dan tentara
APRA merampok brandkas sebesar F150.000.
Pertempuran juga terjadi di kantor stafkwartier Divisi Siliwangi
Jalan Lembang. Satu rgu stafdekking TNI terdiri dari 15 orang dipimpin
Overste Sutoko dengan tiba2 dikerubungi oleh ratusan APRA.
Pertempuran berlangsung kurang lebih setengah jam. Pertempuran
dilakukan hingga peluru terakhir. Everste Sutoko, Abimanyu, dan seorang
opsir lainnya dapat menyelamatkan diri, lainnya tewas.
APRA kemudian berhasil menduduki stafkwartier dan
membongkar brandkast yang isinya Rp. 150.000, jumlah yang cukup besar
untuk saat itu. Selain itu, mayat-mayat dari TNI dan sipil pun
bergelimpangan antara jalan Braga hingga jalan Jawa. Di antara orang-
orang sipil yang tewas, kabarnya menjadi korban karena mereka berani
menjawab “Jogja”, ketika ditanyakan “Pilih Pasundan atau Jogja?” oleh
pasukan APRA.
Perwira TNI lainnya yang gugur ialah Letkol Lembong dan
ajudannya Leo Kailola.  Mereka dihujani peluru ketika hendak masuk
Markas Divisi Siliwangi yang ternyata sudah diduki oleh gerombolan
APRA.  Keseluruhan 79 orang menajdi korban  keganasan gerombolan
ini.  Mereka adalah 61 serdadu TNI  dan 18 orang lainnya yang tidak
diketahui namanya karena tidak mempunyai tanda-tanda  atau surat dalam 
pakaiannya.
Sementara Westerling memimpin penyerangan di Bandung,
sejumlah anggota pasukan RST dipimpin oleh Sersan Meijer menuju
Jakarta dengan maksud menangkap Presiden Sukarno dan menduduki

7
gedung-gedung pemerintahan. Namun dukungan dari pasukan KNIL lain
dan TII (Tentara Islam Indonesia) yang diharapkan Westerling tidak
muncul, sehingga "serangan" ke Jakarta gagal total. Demikian juga secara
keseluruhan, pelaksanaan "kudeta" tidak seperti yang diharapkan oleh
Westerling dan anak buahnya.
Setelah puas melakukan pembantaian di Bandung, seluruh pasukan
RST dan satuan-satuan yang mendukungnya kembali ke tangsi masing-
masing. Westerling sendiri berangkat ke Jakarta, di mana dia pada 24
Januari 1950 bertemu lagi dengan Sultan Hamid II di Hotel Des Indes.
Hamid yang didampingi oleh sekretarisnya, dr. J. Kiers, melancarkan
kritik pedas terhadap Westerling atas kegagalannya dan menyalahkan
Westerling telah membuat kesalahan besar di Bandung. Tak ada
perdebatan, dan sesaat kemudian Westerling pergi meninggalkan hotel.
Setelah itu terdengar berita bahwa Westerling merencanakan untuk
mengulang tindakannya. Pada 25 Januari Hatta menyampaikan kepada
Hirschfeld, bahwa Westerling, didukung oleh RST dan Darul Islam, akan
menyerbu Jakarta. Engles juga menerima laporan, bahwa Westerling
melakukan konsolidasi para pengikutnya di Garut, salah satu basis Darul
Islam waktu itu.
Aksi militer yang dilancarkan oleh Westerling bersama APRA
yang antara lain terdiri dari pasukan elit tentara Belanda, tentu menjadi
berita utama media massa di seluruh dunia. Hugh Laming, koresponden
Kantor Berita Reuters yang pertama melansir pada 23 Januari 1950 dengan
berita yang sensasional. Osmar White, jurnalis Australia dari Melbourne
Sun memberitakan di halaman muka: "Suatu krisis dengan skala
internasional telah melanda Asia Tenggara."
Untuk dunia internasional, Belanda sekali lagi duduk di kursi
terdakwa. Duta Besar Belanda di AS, van Kleffens melaporkan bahwa di
mata orang Amerika, Belanda secara licik sekali lagi telah mengelabui
Indonesia, dan serangan di Bandung dilakukan oleh "de zwarte hand van
Nederland" (tangan hitam dari Belanda).
2.3 Penumpasan APRA

8
Ketika terjadi pemberontakan APRA tidak dilakukan perlawanan
yang berarti, hal ini disebabkan karena beberapa faktor. Pertama, karena
serangan dilakukan dengan sangat tiba-tia, pembalasan tembakan pun
tidak dilakukan karena orang-orang APRA bercampur dengan orang KNIL
dan KL. Sedangkan mengenai latar belakang aksinya, diduga keras bahwa
APRA ingin mendukung berdirinya negara Pasundan, supaya negara ini
bisa berdiri tanpa gangguan TNI dan menggunakan APRA sebagai
angkatan perangnya.
Secara umum boleh pasukan Divisi Siliwangi TNI tidak siap
karena baru saja memasuki Kota Bandung setelah perjanjian KMB.
Panglima Siliwangi Kolonel Sadikin dan Gubernur Jawa Barat Sewaka 
pada saat kejadian  sedang mengadakan peninjauan ke Kota Subang.  
Sementara di  Jakarta  pada pukul 11.00 bertempat di kantor
Perdana Mentri RIS diadakan perundingan antara Perdana Mentri RIS dan
Komisaris Tinggi Kerajaan Belanda di Indonesia.  Terungkap adanya
keterlibatan  tentara Belanda (diperkirakan sekitar 300 tentara Belanda
berada di antara pasukan APRA)  dalam peristiwa di Bandung itu, maka
diputuskan tindakan bersama.
Jendral Engels akhirnya memerintahkan pasukan APRA untuk
kembali ke Batujajar, baik karena diperintah atasannya, maupun ancaman
dari Divisi Siliwangi yang tidak menjamin keselamatan warga Belanda
yang berjumlah ribuan di kota Bandung.  Pada hari itu juga pasukan
APRA meninggalkan Kota Bandung.  Operasi penumpasan dan
pengejaran terhadap gerombolan APRA yang sedang melakukan gerakan
mundur segera dilakukan oleh TNI.  
Sisa pasukan Wasterling di bawah pimpinan Van der Meulen yang
bukan anggota KNIL Batujajar dan polisi yang menuju Jakarta,  pada  24
Januari 1950 dihancurkan Pasukan Siliwangi dalam pertempuran daerah
Cipeuyeum dan sekitar Hutan Bakong dan dapat disita  beberapa truk dan
pick up, tiga pucuk bren, 4 pucuk senjata ukuran 12,7 dan berpuluh
karaben.

9
Pada 24 Januari 1950 tengah malam terjadi tembak-menembak di
Kramatalaan No.29 Jakarta antara pauskan TNI dengan geromboan yang
diduga adalah deseteurs (anggota tentara yang melarikan diri dari dinasi
tentara).  Tembak-menembak tersebut berlangsung sampai 25 januari 1950
pagi.  Dalam penggerebekan pasukan kita berhasil merampas 30 pucuk
owens-guns.
Di kota Bandung juga diadakan pembersihan dan penahanan
terhadap mereka yang terlibat, termasuk beberapa orang tokoh Negara
Pasundan.  Bagaimana dengan Wasterling? Setelah melarikan diri dari
Bandung, Westerling masih melanjutkan petualangannya di Jakarta.
la merencanakan suatu gerakan untuk menangkap semua Menteri
RIS yang sedang menghadiri sidang kabinet, dan membunuh Menteri
Pertahanan Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Sekretaris Jenderal
Kementerian Pertahanan Mr. A. Budiardjo, dan Pejabat Kepala Staf
Angkatan Perang Kolonel T.B. Simatupang.
Gerakan tersebut dapat digagalkan dan kemudian diketahui bahwa
otaknya adalah Sultan Hamid II, yang juga menjadi anggota Kabinet RIS
sebagai Menteri tanpa portofolio. Sultan Hamid II dapat segera ditangkap,
sedangkan Westerling sempat melarikan diri ke luar negeri pada 22
Februari 1950 dengan menumpang pesawat Catalina milik Angkatan Laut
Belanda. Dengan kaburnya Wasterling, maka gerakannya pun jadi bubar.

2.4 Kebinet Sukiman


Sesudah Kabinet Natsir jatuh, disusul dengan Kabinet Sukiman
dari bulan April 1951 sampai dengan bulan Pebruari 1952. Kabinet ini
merupakan koalisi antara Masyumi dengan PNI dan sejumlah partai kecil
lainnya.
Program Kabinet Sukiman terdiri dari 7 pasal yang mirip dengan
program Kabinet Natsir, hanya mengalami perubahan skala prioritas.
Walaupun pemulihan keamanan dan ketertiban mendapat prioritas
pertama, namun gangguan keamanan di dalam negeri seperti DI/TII yang

10
makin meluas, maupun RMS (Republik Maluku Selatan) yang belum
tuntas ditanggulangi.
Kabinet Sukiman ini dituduh terlalu condong ke Barat (Amerika)
yang dimulai dengan penandatanganan perjanjian perdamaian 7 September
1951 dengan Jepang di San Francisco yang naskahnya dirancangkan
Amerika. Dalam hal ini Menteri Luar Negeri Subarjo berhasil
memasukkan ketentuan naskah perjanjian agar kelak antara Jepang dan
negara-negara yang pernah diduduki diadakan perjanjian bilateral tentang
pampasan perang yang adil dan wajar.
Indonesia juga memperoleh persetujuan dari Amerika tentang
bantuan ekonomi dan teknik, selanjutnya didatangi Mutual Security Act
(Undang-Undang Kerjasama Keamanan) pada tanggal 15 Januari 1952
antara Materi Luar Negeri Subarjo dengan Cochran, Duta Besar Amerika
Serikat di Jakarta, di mana atas dasar ini Republik Indonesia akan
menerima Mutual Security Aids (Bantuan Keamanan) dari Amerika
Serikat dalam bentuk bantuan ekonomi maupun militer.

2.5 Program Kerja Kabinet SUkiman


Berikut Program Kerja Kabinet Sukiman antara lain sebagai berikut.
1. Menjalankan berbagai tindakan tegas sebagai negara hukum untuk
menjamin keamanan dan ketenteraman serta menyempurnakan organisai
alat-alat kekuasaan negara.
2. Membuat dan melaksanakan rencana kemakmuran nasional dalam
jangkapendek untuk mempertinggi kehidupan sosial ekonomi rakyat dan
mempercepat usaha penempatan bekas pejuang dalam pembangunan.
3. Menyelesaikan persiapan pemilu untuk membentuk Dewan Konstituante
dan menyelenggarakan pemilu dalam waktu singkat serta mempercepat
terlaksananya otonomi daerah.
4. Meyiapkan undang-undang (UU) pengakuan serikat buruh, perjanjian
kerja sama, penetapan upah minimum, dan penyelesaian pertikaian buruh.
5. Menjalankan politik luar negeri bebas aktif.

11
6. Memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah Republik Indonesia
secepatnya.
Kabinet Sukiman juga tidak dapat bertahan lama. Masalah utama
yang menjadi penyebab jatuhnya Kabinet Sukiman adalah pertukaran nota
antara Menteri Luar Negeri Ahmad Subarjo dan Duta Besar Amerika
Merle Cochran. Nota tersebut berisi tentang pemberian bantuan ekonomi
dan militer dari pemerintah Amerika Serikat kepada pemerintah Indonesia
berdasarkan Mutual Security Act (MSA) atau undang-undang kerja sama
keamanan.
Kerja sama tersebut dinilai sangat merugikan politik luar negeri
bebas aktif yang dianut Indonesia. Kabinet Sukiman dituduh telah
memasukkan Indonesia ke dalam Blok Barat. Oleh karena itu, DPR
menggugat kebijakan Kabinet Sukiman. Akhirnya Kabinet Sukiman Jatuh
dan mengembalikkan mandatnya kepada presiden.

12
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pemerintah RIS menempuh dua cara untuk menumpas pemberontakan
APRA di Bandung, yaitu dengan melakukan tekanan terhadap pimpinan
tentara Belanda dan melakukan operasi militer. Perdana Menteri RIS Moh.
Hatta mengutus pasukannya ke Bandung dan mengadakan perundingan
dengan komisaris tinggi Belanda di Jakarta.
Kabinet Sukiman dituduh telah memasukkan Indonesia ke dalam Blok
Barat. Oleh karena itu, DPR menggugat kebijakan Kabinet Sukiman.
Akhirnya Kabinet Sukiman Jatuh dan mengembalikkan mandatnya kepada
presiden.

3.2 Saran
Saran dari penulis untuk para pembaca sekalian yaitu kita harus pandai
pandai mengikuti perkembangan jaman di negara kita sendiri agar kita bisa
hidup dengan makmur dan tidak ketiggalan jaman dengan negara-negara lain

13
DAFTAR PUSTAKA

Budi. 2013. “Pemberontakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA)” (online)


(http://budy-official.blogspot.co.id/2013/12/pemberontakan-
angkatan-perang-ratu-adil.html, diakses 10 Desember 2015)

Nanda, Resfa. 2015. Kabinet Sukiman: Program Kerja dan Jatuhnya Kabinet
Sukiman (online) (http://www.materikelas.com/2015/09/kabinet-
sukiman-program-kerja-dan.html, diakses 10 Desember 2015)

14
LAMPIRAN

15

Anda mungkin juga menyukai