Anda di halaman 1dari 106

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar

2.1.1 Konsep Dasar Kehamilan

1. Pengertian Kehamilan

Menurut BKKBN (Badan Kependudukan Dan Keluarga

Berencana Nasional), kehamilan adalah sebuah proses yang diawali

dengan keluarnya sel telur yang matang pada saluran telur yang

kemudian bertemu dengan sperma dan keduanya menyatu membentuk

sel yang akan bertumbuh. (Peter, 2015)

Menurut Saifuddin kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi

atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum dilanjutkan dengan nidasi

atau implantasi. Bila dihitung dari saat fertilisasi hingga lahirnya bayi,

kehamilan normal akan berlangsung dalam waktu 40 minggu atau 10

bulan lunar atau 9 bulan menurut kalender internasional. Kehamilan

terbagi dalam 3 trimester, dimana trimester kesatu berlangsung

dalam12 minggu, trimester kedua 15 minggu (minggu ke-13 hingga ke-

27), trimester ketiga 13 minggu (minggu ke-28 hingga ke-40).

(Walyani dan Purwoastuti, 2015).

12
13

2. Proses Kehamilan

a. Konsepsi

Konsepsi didefinisikan sebagai pertemuan antara sperma dan

sel telur yang menandai awal kehamilan. Peristiwa ini meru

pembentukan gamet (sel telur dan sperma), ovulasi atau

(pelepasam telur), penggabungan gamet dan impantasi emprio di

dalam uterus. (Romauli, 2011).

b. Ovum

Ovum merupakan sel tersebar pada badan manusia. Saat

ovulasi, ovum keluar dari folikel ovarium yang pecah. Ovum tidak

dapat berjalan sendiri. Kadar esterogen yang tinggi meningkatkan

gerakan tuba uterine sehingga silia tuba tersebut dapat menangkap

ovum dan gerakannya di tuba menuju rongga rahim (Romauli,

2011).

c. Sperma

Spermatozoa terdiri 3 bagian yaitu:

1) Kaput ( kepala ) yang mengandung bahan nucleus

2) Ekor berguna untuk bergerak

3) Bagian silindir, mengandungkan kepala dan ekor

d. Fertilisasi

Fertilisasi adalah terjadinya pertemuan dan persenyawaan antar

sel mani dan sel telur. Fertilisasi terjadi di ampula tuba. Syarat
14

dari setiap kehamilan adalah harus ada: spermatozoa, ovum,

pembuahan ovum (konsepsi) dan nidasi hasil konsepsi (Romauli,

2011).

e. Implantasi atau nidasi

Nidasi adalah peristiwa tertanamnya atau bersarangnya sel

telur yang telah dibuahi kedalam endometrium. Sel telur yang

telah dibuahi (Zigot) akan segera membelah diri membelah diri

membentuk bola padat terdiri atas sel-sel anak yang lebih kecil

yang disebut blostomer. Pada hari ke-3, bola tersebut terdiri dari

16 sel blastomer dan disebut morula. Pada hari ke-14 didalam bla

tersebut mulai terbentuk rongga, bangunan ini disebut blastula.

Setelah implantasi, endometrium disebut desidua. Desidua yang

terdapat antara telur dan dinding Rahim disebut desidua basalis,

bagian yang menuntup blasosis atau desidua yang terdapat antara

telur dan cavum uteri ialah desidua kapsularis dan bagian yang

melapisi sisa uterus adalah desidua vera. (Romauli, 2011).

f. Pertumbuhan dan perkembangan hasil konsepsi

Pertumbuhan hasil konsepsi dibedakan menjadi tiga tahap

penting yaitu tingkat ovum (telur) umur 0-2 minggu, dimana hasil

konsepsi belum tampak berbentuk dalam pertumbuhan, embrio

(mudigah) antara umur 3-8 minggu dan janin (fetus) sudah

membentuk manusia berumur di atas 8 minggu (Romauli, 2011).


15

g. Tanda Pasti Pada Kehamilan

Tanda pasti adalah tanda;tanda obyektif yang didapatkan oleh

pemeriksayang dapat digunakan untuk menegakkan diagnosa

pada kehamilan.

1) Teraba Gerakan Janin

Gerakan janin pada primigravida dapat dirasakan oleh

ibu pada kehamilan 18-20 minggu. Sedangkan pada

multigravida dapat dirasakan oleh ibu pada kehamilan 16-18

minggu.

2) Teraba bagian-bagian Janin

Bagian-bagian janin dapat diperiksa oleh petugas

dengan cara palpasi Leopold pada akhir trimester kedua.

3) Terdapat Denyut Jantung Janin

Dapat didengar dengan stetoskop laenec pada minggu

17-18. Dengan doppler DJJ (Denyut Jantung Janin) dapat

didengarkan sekitar minggu ke-12.

4) Terlihat kerangka janin pada pemeriksaan sinar rontgen atau

dengan ultrasound.

5) Dengan menggunakan USG (Ultrasonografi) dapat

terlihat gambaran janin berupa ukuran kantong janin,

panjang janin, dan diameter  biparietalis hingga dapat

diperkirakan tuanya kehamilan. (Romauli, 2011)


16

3. Perubahan Fisiologis Kehamilan Trimester III

a. Vagina dan Vulva

Dinding vagina mengalami banyak perubahan yang merupakan

persiapan untuk mengalami peregangan pada waktu persalinan

dengan meningkatnya ketebalan mukosa, mengendornya jaringan

ikat, dan hipertropi sel otot polos. Perubahan ini mengakibatkan

bertambah panjangnya dinding vagina. (Romauli, 2011)

b. Uterus

Pada akhir kehamilan uterus akan terus membesar dalam

rongga pelvis dan seiring perkembangannya uterus akan menyentuh

dinding abdomen, mendorong usus kesamping dan keatas, terus

tumbuh hingga menyentuh hati. Pada saat pertumbuhan uterus akan

berotasi kearah kanan, dekstrorotasi ini disebabkan oleh adanya

rektosigmoid didaerah kiri pelvis. (Romauli, 2011)

Tabel 2.1

Perubahan Tinggi Fundus Uteri dalam Kehamilan

No. Tinggi Fundus Tinggi Fundus Uteri (Leopold) Umur Kehamilan


Uteri (cm) (minggu)
1 12 3 jari atas simfisis 12
2 16 Pertengahan pusat dan simfisis 16

3 20 3 jari bawah pusat 20

4 24 Sepusat 24
17

5 28 3 jari atas pusat 28

6 32 Pertengahan pusat dan processus 32


xifoideus (px)
7 36 1-2 jari bawah px 36

8 40 2-3 jari bawah px 40

Sumber : Sarwono, 2010

c. Ovarium

Pada trimester ke III korpus luteum sudah tidak berfungsi lagi

karena telah digantikan oleh plasenta yang telah terbentuk.

(Romauli, 2011)

d. Payudara

Pada trimester III pertumbuhan kelenjar mamae membuat

ukuran payudara semakin meningkat. Pada kehamilan 32 minggu

warna cairan agak putih seperti seperti air susu yang sangat encer.

Dari kehamilan 32 minggu sampai anak lahir, cairan yang keluar

lebih kental, berwarna kuning, dan banyak mengandung lemak.

Cairan ini disebut kolostrom. (Romauli, 2011)

e. Sistem Endokrin

Kelenjar tiroid akan mengalami perbesaran hingga 15,0 ml

pada saat persalinan akibat dari hyperplasia kelenjar dan

peningkatan vaskularisasi. (Romauli, 2011)


18

f. Sistem Perkemihan

Pada kehamilan kepala janin mulai turun ke pintu atas panggul

keluhan sering kencing akan timbul lagi karena kandung kencing

akan mulai tertekan kembali. Pada kehamilan tahap lanjut pelvis

ginjal kanan dan ureter lebih berdilatasi dari pada pelvis kiri akibat

pergeseran uterus yang berat ke kanan. Perubahan – perubahan ini

membuat pelvis dan ureter mampu menampung urine dalam volume

yang lebih besar dan juga memperlambat laju aliran urine.

(Romauli, 2011)

g. Sistem pencernaan

Biasanya terjadi konstipasi karena pengaruh hormone

progesterone yang meningkat. Selain itu perut kembung juga terjadi

karena adanya tekanan uterus yang membesar dalam rongga perut

yang mendesak organ – organ dalam perut khususnya saluran

pencernaan, usus besar, kearah atas dan lateral. (Roumali, 2011)

h. Sistem Musculoskeletal

Sendi pelvic pada saat kehamilan sedikit bergerak. Perubahan

tubuh secara bertahan dan peningkatan berat wanita hamil

menyebabkan postur dan cara berjalan wanita berubah secara

menyolok. Peningkatan distensi abdomen yang membuat panggul

miring ke depan, penurunan tonus otot dan peningkatan beban berat


19

badan pada akhir kehamilan membutuhkan penyesuaian ulang.

Pusat gravitasi wanita bergeser ke depan. (Roumali, 2011)

i. Sistem Kardiovaskular

Selama kehamilan jumlah leukosit akan meningkat yakni

berkisar antara 5000-12000 dan mencapai puncaknya pada saat

persalinan dan masa nifas berkisar 14000-16000. Penyebab

peningkatan ini belum diketahui. Respon yang sama diketahui

terjadi selama dan setelah melakukan latihan yang berat. Distribusi

tipe sel juga akan mengalami perubahan. Pada kehamilan, terutama

trimester ke-3, terjadi peningkatan jumlah granulosit dan limfosit

dan secara bersamaan limfosit dan monosit. (Roumali, 2011)

j. Sistem Integument

Pada kulit dinding perut akan terjadi perubahan warna menjadi

kemerahan, kusam, dan kadang-kadang juga akan mengenai daerah

payudara dan paha, perubahan ini dikenal dengan striae gravidarum.

(Roumali, 2011)

k. Sistem Metabolisme

Pada wanita hamil basal metabolic rate (BMR) meninggi.

BMR meningkat hingga 15-20 % yang umumnya terjadi pada

triwulan terakhir. akan tetapi bila dibutuhkan dipakailah lemak ibu

untuk mendapatkan kalori dalam pekerjaan sehari-hari. BMR

kembali setelah hari ke-5 atau ke-6 pasca partum. peningkatan BMR
20

mencerminkan kebutuhan oksigen pada janin, plasenta, uterus serta

peningkatan konsumsi oksigen akibat peningkatan kerja jantung ibu.

Pada kehamilan tahap awal banyak wanita mengeluh merasa lemah

dan letih setelah melakukan aktifitas ringan. (Roumali, 2011)

l. Sistem Berat Badan Dan Masa Indeks Masa Tubuh

Kenaikan berat badan sekitar 5,5 kg dan sampai akhir

kehamilan 11-12 kg. Cara yang dipakai untuk menentukan berat

badan menurut tinggi badan adalah dengan menggunakan indeks

masa tubuh yaitu dengan rumus berat badan di bagi tinggi badan

pangkat 2. (Roumali, 2011)

m. Sistem Darah Dan Pembekuan Darah

Darah adalah jaringan cair yang terdiri atas dua bagian. Bahan

interseluler adalah cairan yang disebut plasma dan didalamnya

terdapat unsure-unsur padat, sel darah. Volume darah secara

keseluruhan kira-kira 5 liter. Sekitar 55% nya adalah cairan

sedangkan 45% sisanya terdiri atas sel darah. Susunan darah terdiri

dari air 91,0%, protein 8,0% dan mineral 0,9%.

Pembekuan darah adalah proses yang majemuk dan berbagai

factor diperlukan untuk melaksanakan pembekuan darah

sebagaimana telah diterangkan. Thrombin adalah alat bahan

mengubah fibrinogen menjadi benang fibrin. Thrombin tidak ada

dalam darah normal yang masih dalam pembuluh. Tetapi yang ada
21

adalah zat pendahuluannya, protombin yang kemudian diubah

menjadi zat aktif thrombin oleh kerja trombokinase. Trombokinase

atau trombokiplastin adalah zat penggerak yang dilepaskan kedarah

ditempat yang luka. (Romauli, 2011)

n. Sistem Pernafasan

Pada 32 minggu keatas karena usus-usus tertekan uterus yang

membesar kea rah diafragma sehingga diafragma kurang leluasa

bergerak mengakibatkan wanita hamil derajat kesulitan bernafas.

(Romauli, 2011)

4. Kebutuhan Pada Ibu hamil

a. Kebutuhan Fisik Ibu Hamil

1) Oksigen

Kebutuhan oksigen adalah yang utama pada manusia

termasuk ibu hamil. Berbagai gangguan pernapasan bisa terjadi

saat hamilsehingga akan mengganggu pemenuhan kebutuhan

oksigen pada ibu yang akan berpengaruh pada bayi yang

dikandung. (Romauli, 2011)

2) Nutrisi

Pada saat hamil ibu harus makan makanan yang

mengandung nilai gizi bermutu tinggi meskipun tidak berarti

makanan yang mahal harganya. Gizi pada waktu hamil harus

ditingkatkan hingga 300 kalori perhari, ibu hamil seharusnya


22

mengkonsumsi makanan yang mengandung protein, zat besi,

dan minum cukup cairan (menu seimbang). (Romauli, 2011)

3) Personal Hygiene

Kebersihan harus dijaga pada masa hamil. Mandi

dianjurkan sedikitnya dua kali sehari karena ibu hamil

cenderung untuk mengeluarkan banyak keringat, menjaga

kebersihan diri terutama lipatan kulit (ketiak, bawah buah

dada, daerah genetalia) dengan cara dibersihkan dengan air dan

dikeringkan. Kebersihan gigi dan mulut, perlu mendapat

perhatian karena seringkali mudah terjadi gigi berlubang,

terutama pada ibu yang kekurangan kalsium. Rasa mual selama

masa hamil dapat mengakibatkan perburukan hygiene mulut

dan dapat menimbulkan karies gigi. (Romauli, 2011)

4) Pakaian

Meskipun pakaian bukan merupakan hal yang berakibat

langsung terhadap kesejahteraan ibu dan janin, namun perlu

kiranya jika tetap dipertimbangkan beberapa aspek

kenyamanan dalam pakaian. Pemakaian pakaian dan

kelengkapannya yang kurang tepat akan mengakibatkan

beberapa ketidaknyamanan yang akan mengganggu fisik dan

psikologis ibu. (Romauli, 2011)


23

5) Eliminasi

Keluhan yang sering muncul pada ibu hamil berkaitan

dengan eliminasi adalah konstipasi dan sering buang air kecil.

Konstipasi terjadi karena adanya pengaruh hormone

progresteron yang mempunyai efek rileks terhadap otot polos,

salah satunya otot usus. Selain itu, desakan usus oleh

pembesaran janin juga menyebabkan bertambahnya konstipasi.

(Romauli, 2011)

Sering buang air kecil merupakan keluhan yang utama

dirasakan oleh ibu hamil, terutama pada trimester I dan III. Hal

tersebut adalah kondisi yang fisiologis. Ini terjadi karena pada

awal kehamilan terjadi pembesaran uterus yang mendesak

kantong kemih sehingga kapasitasnya berkurang. Sedangkan

pada trimester III terjadi pembesaran janin yang juga

menyebabkan desakan pada kantong kemih. Tindakan

mengurangi asupan cairan untuk mengurangi keluhan ini

sangat tidak dianjurkan, karena akan menyebabkan dehidrasi.

(Romauli, 2011)

6) Seksual

Selama kehamilan berjalan normal, koitus

diperbolehkan sampai akhir kehamilan, meskipun beberapa

ahli berpendapat sebaiknya tidak lagi berhubungan seks selama


24

14 hari menjelang kelahiran. Koitus tidak dibenarkan bila

terdapat perdarahan pervaginam, riwayat abortus berulang,

abortus/partus premature imminens, ketuban pecah sebelum

waktunya. (Romauli, 2011)

7) Mobilisasi

Ibu hamil boleh melakukan kegiatan/aktifitas fisik biasa

selama tidak terlalu melelahkan. Ibu hamil dapat dianjurkan

untuk melakukan pekerjaan rumah dengan dan secara berirama

dengan menghindari gerakan menyentak, sehingga mengurangi

ketegangan pada tubuh dan menghindari kelelahan. (Romauli,

2011)

8) Body Mekanik

Secara anatomi, ligament sendi putar dapat meningkatkan

pelebaran/pembesaran rahim pada ruang abdomen. Nyeri pada

ligament ini terjadi karena pelebaran dan tekanan pada

ligament karena adanya pembesaran rahim nyeri pada ligament

ini merupakan suatu ketidaknyamanan pada ibu hamil.

9) Istirahat

Wanita hamil dianjurkan untuk merencanakan istirahat

yang teratur khususnya seiring kemajuan kehamilannya.

Jadwal istirahat dan tidur yang teratur dapat meningkatkan

kesehatan jasmani dan rohani untuk kepentingan


25

perkembangan dan pertumbuhan janin. Tidur pada malam hari

selama kurang lebih 8 jam dan istirahat dalam keadaan relaks

pada siang hari selama 1 jam. (Romauli, 2011)

10) Imunisasi

Imunisasi selama kehamilan sangat penting dilakukan

untuk mencegah penyakit yang dapat menyebabkan kematian

ibu dan janin. Jenis imunisasi yang diberikan adalah Tetanus

Toxoid (TT) yang dapat mencegah penyakit tetanus. Imunisasi

TT pada ibu hamil harus terlebih dahulu ditentukan status

kekebalan/imunisasinya. Bumil yang belum pernah

mendapatkan imunisasi maka statusnya T0, jika telah

mendapatkan interval minimal 4 minggu atau pada masa

balitanya telah memperoleh imunisasi DPT sampai 3 kali

maka statusnya adalah T2, bila telah mendapat dosis TT yang

ke-3 (interval minimal dari dosis ke-2) maka statusnya T3,

status T4 didapat bila telah mendapatkan 4 dosis (interval

minimal 1 tahun dari dosis ke-3) dan status T5 didapatkan bila

5 dosis telah didapat (interval minimal 1 tahun dari dosis ke-

4). (Romauli, 2011)

Selama kehamilan bila ibu hamil statusnya T0 maka

hendaknya mendapatkan minimal 2 dosis (TT1 dan TT2

dengan interval 4 minggu dan bila memungkinkan untuk


26

mendapatkan TT3 sesudah 6 bulan berikutnya). Ibu hamil

dengan status T1 diharapkan mendapatkan suntikan TT2 dan

bila memungkinkan juga diberikan TT3 dengna interval 6

bulan (bukan 4 minggu/1 bulan). Bagi ibu hamil dengan status

T2 maka bisa diberikan 1 kali suntikan bila interval suntikan

sebelumnya lebih dari 6 bulan. Bila statusnya T3 maka

suntikan selama hamil cukup sekali dengan jarak minimal 1

tahun dari suntikan sebelumnya. Ibu hamil dengan status T4

pun dapat diberikan sekali suntikan (TT5) bila suntikan

terakhir telah lebih dari setahun dan bagi ibu hamil dengan

status T5 tidak perlu disuntik TT karena telah mendapatkan

kekebalan seumur hidup (25 tahun). (Romauli, 2011)

Walaupun tidak hamil maka bila wanita usia subur

belum mencapai status T5 diharapkan dosis TT hingga

tercapai status T5 dengan interval yang ditentukan. Hal ini

penting untuk mencegah terjadinya tetanus pada bayi yang

dan akan dilahirkan dan keuntungan bagi wanita untuk

mendapatkan kekebalan aktif terhadap tetanus Long Card

(LLC). (Romauli, 2011)

11) Traveling

Meskipun dalam keadaan hamil, ibu masih

membutuhkan reaksi untuk menyegarkan pikiran dan


27

perasaan, misalnya dengan mengunjungi objek wisata atau

pergi keluar kota. (Romauli, 2011)

Hal-hal yang dianjurkan apabila ibu hamil bepergian

adalah sebagai berikut :

a) Hindari pergi kesuatu tempat yang ramai, sesak dan panas,

serta berdiri terlalu lama ditempat itu karena akan dapat

menimbulkan rasa sesak napas sampai akhirnya jatuh

pingsan.

b) Apabila bepergian selama kehamilan, maka duduk dalam

jangka waktu yang lama harus dihindari karena dapat

menyebabkan peningkatan resiko bekuan darah vena dalam

dan tromboflebistis selama kehamilan.

c) Wanita hamil dapat mengendarai mobil maksimal 6 jam

dalam sehari dan harus berhenti selama 2 jam lalu berjalan

selama 10 menit.

d) Sabuk pengaman sebaiknya selalu dipakai, sabuk tersebut

tidak diletakkan dibawah perut ketika kehamilan sudah

besar.

12) Persiapan Laktasi

Payudara merupakan asset yang sangat penting sebagai

persiapan menyambut kelahiran sang bayi dalam proses


28

menyusui. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam

perawatan payudara adalah sebagai berikut :

a) Hindari pemakaian bra dengan ukuran yang terlalu ketat

dan yang menggunakan busa, karena akan mengganggu

penyerapan keringat payudara.

b) Gunakan bra dengan bentuk yang menyangga payudara.

c) Hindari membersihkan putting dengan sabun mandi karena

akan menyebabkan iritasi. Bersihkan putting susu dengan

minyak kelapa lalu bilas dengan air hangat.

d) Jika ditemukan pengeluaran cairan yang berwarna

kekuningan dari payudara berarti produksi ASI sudah

dimulai. (Suryati Romauli, 2011)

13) Persiapan Persalinan Dan Kelahiran Bayi

Rencana persalinan adalah rencana tindakan yang

dibuat oleh ibu, anggota keluarga dan bidan. Rencana ini tidak

harus dalam bentuk tertulis, namun dalam bentuk diskusi

untuk memastikan bahwa ibu dapat menerima asuhan yang

diperlukan. Dengan adanya rencana persalinan akan

mengurangi kebingungan dan kekacauan pada saat persalinan

dan meningkatkan kemungkinan bahwa ibu akan menerima

asuhan yang sesuai tepat waktu. (Suryati Romauli, 2011)


29

14) Memantau Kasejahteraan Janin

Pemantauan gerakan janin minimal selama 12 jam,

misalnya ibu hamil setiap merasakan gerakan janin mencatat

dengan tanda tally pada kartu pergerakan janin, dalam 12 jam

pemantauan, contohnya dari pukul 08.00 sampai pukul 22.00

selanjutnya keseluruhan pergerakan janin selama 12 jam adalah

minimal 10 kali gerakan janin yang dirasakan oleh ibu hamil.

(Romauli, 2011)

15) Ketidaknyamanan Dan Cara Mengatasinya

Dalam proses kehamilan terjadi perubahan sistem

dalam tubuh ibu yang semuanya membutuhkan suatu adaptasi,

baik fisik maupun psikologis. Dalam proses adaptasi tersebut

tidak jarang ibu akan mengalami ketidaknyamanan yang

meskipun hal ini adalah fisiologis namun tetap perlu diberikan

suatu pencegahan dan perawatan. (Romauli, 2011)

16) Kunjungan Ulang

Pada kunjungan pertama, wanita hamil akan senang

bila diberitahu jadwal kunjungan berikutnya. Pada umumnya

kunjungan ulang dijadwalkan tiap 4 minggu sampai umur

kehamilan 28 minggu. Selanjutnya tiap 2 minggu sampai umur

kehamilan 36 minggu dan seterusnya tiap minggu sampai

bersalin. Jadwal ini tidaklah kaku dan penelitian di Indonesia


30

menunjukkan bahwa ANC sebanyak 4 kali selama kehamilan

dengan distribusi yang merata memberikan pregnancy outcome

yang baik. (Romauli, 2011)

Dalam melakukan pemeriksaan antenatal, tenaga

kesehatan harus memberikan pelayanan ANC Terpadu sesuai

standar (20 T) yang terdiri dari :

(1) Tanyakan bantuan apa yang dapat diberikan dan tanyakan

dengan ramah:

(a) Identitas ibu lengkap,

(b) Riwayat kesehatan keluarga,

(c) Riwayat kesehatan ibu hamil,

(d) Riwayat kehamilan terdahulu,

(e) Riwayat persalinan terdahulu,

(f) Riwayat kehamilan sekarang

(g) Tanyakan gejala pms

(2) Timbang BB dan ukur tinggi badan

(3) Temukan kelainan /pemeriksaan

(a) Rambut, telinga,hidung

(b) Daerah muka (conyungtiva, bibir, mulut)

(c) Leher (vena yugularis externa, kelenjar tiroid,

kelenjar submandibula dan retroauricular)

(d) Trachea
31

(4) Tentukan/ukur

(a) Frekuensi nadi

(b) Frekuensi pernafasan

(c) Lingkar lengan atas

(d) Tekanan darah

(5) Temukan kelainan (palpasi)

(a) Payudara

(b) Liver

(c) Limpa (daerah endemis malaria)

(d) Ginjal

(6) Tentukan/periksa

(a) Tinggi fundus uteri

(b) Posisi janin

(c) Denyut jantung janin

(7) Tekan / tes

(a) Edema tungkai

(b) Reflek lutut

(8) Temukan kelaian pada organ luar genetal dan sekitarnya

(sesuai Indikasi)

(a) Apakah ada kelainan kulit vulva dan sekitarnya

(b) Apakah ada keluar cairan dari vagina (bentuk,

warna, bau,jumlah, kapan?)


32

(9) Temukan kelainan pada bagian dalam genital (dinding

vagina, portio) (sesuai Indikasi)

(10) Tes laboraterium rutin:

(a) Hb, leukosit, trombosit,

(b) Urin lengkap terutama glukosa dan protein urine,

(c) Hepatitis B (HbSAg)

(11) Tes labolaterium khusus (sesuai indikasi)

(a) VDRL

(b) Sedian duh tubuh

(12) Tes IVA (sesuai indikasi)

(13) Tetanus Toxoid imunisasi

(14) Terapi anemia sesuai hasil test (bila hb >11gr%, berikan

fe + asam folat 90 tablet untuk 3 bulan, 1 tablet/hari). Bila

hb < dari 11 gr%, tablet fe + asam folat diberikan terus

sampai hb>11gr% dan terapi terhadap penyakit lainnya

sesuai dengan hasil anamnesa, pemeriksaan fisik dan lab.

(15) Tentukan faktor risiko

(16) Tes HIV sesuai indikasi (VCT)

(17) Tunjukkan (peragakan)

(a) Perawatan payudara

(b) Senam payudara

(c) Senam hamil ( pada kehamilan 28 minggu)


33

(d) Inisiasi Menyusu Dini (IMD)

(e) Terapkan /peragakan pijat perineum (mulai

kehamilan 35 minggu) bila tidak ada

kontraindikasi

(18) Tunjukkan/peragakan cara akupresur:

(a) Mengurangi mual

(b) Payudara untuk produksi asi ( pada trimester ke-3)

(c) Mempercepat “pembukaan” ( pada saat inpartu)

(19) Tunjukkan bimbingan hypnobirthing, brain booster (oleh

provider yang Terlatih

(20) Temu wicara/penyuluhan dan konseling menggunakan

buku KIA

Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :

a) Dari pihak ibu :

(1) Tekanan darah

(2) Berat badan

(3) Gejala/tanda-tanda seperti sakit kepala, perubahan,

muntah, perdarahan, disuria, air ketuban pecah, dan

lain-lain :

(a) Tinggi fundus

(b) Keadaan serviks

(c) Ukuran pelvis


34

b) Dari pihak janin :

(1) DJJ

(2) Ukuran janin (TBJ, taksiran berat janin)

(3) Letak dan presentasi, engagement (masuknya kepala)

(4) Aktivitas

(5) Kembar atau tunggal

c) Laboratorium :

(1) Hemoglobin dan hematokrit

(2) STS pada trimester III diulang

(3) Kultur untuk gonokokus

(4) Protein dalam urine bila diperlukan

b. Kebutuhan Psikologi Ibu Hamil

1) Support Keluarga

Ibu merupakan salah satu anggota keluarga ynag sangat

berpengaruh, sehingga perubahan apapun yang terjadi pada ibu

akan mempengaruhi keluarga. Kehamilan merupakan krisis

bagi kehidupan keluarga dan diikuti oleh stres dan kecemasan.

Kehamilan dapat dikatan sebagai maturasi dan suatu kejadian

yang biasa dalam tumbuh kembang keluarga. (Roumali, 2011)

(1) Support dari keluarga pada kehamilan trimester I :

(a) Mengucapkan selamat atas kehamilan ibu

(b) Keluarga lebih memperhatikan ibu


35

(c) Memahami sifat ibu hamil sehingga dapat

menghindari hal-hal yang tidak disukai ibu

(d) Memberikan dukungan emosional sehingga ibu

tenang menjalani kehamilannya

(e) Memberikan kesempatan kepada ibu untuk

mengungkapkan keluhan dan kekhawatirannya

(f) Apabila istrinya ngidam, suami berusaha

memenuhinya

(g) Suami harus memahami fakta biologis dari

kehamilan, sehingga suami dapat mempersiapkan diri

menjadi ayah.

(2) Support dari keluarga pada kehamilan trimester II :

(a) Memberikan informasi mengenai janinnya

(b) Keluarga mendukung dengan ikut berkomunikasi

dengan janin ibu

(c) Membantu ibu dalam memenuhi kebutuhan bayinya

kelak

(d) Suami menerima perubahan tubuh ibu dan kenyataan

dari bayi

(e) Suami perlu mengatakan “kita akan mempunyai bayi

dan kita akan berubah”


36

(f) Dengan adanya perubahan ukuran dan pergerakan

janin, jelas akan menjadi krisis buat suami, sehingga

suami harus menerima dan mengendalikan hasrat

seksualnya.

(g) Suami berlatih bermain peran untuk menjadi seorang

ayah.

(3) Support dari keluarga pada kehamilan trimester III :

(a) Keluarga ikut mendukung dan pengertian dengan

mengurangi beban kerja ibu, mewaspadai tanda

persalinan

(b) Ikut serta merundingkan persiapan persalinan

(c) Suami dan pasangan perlu menyiapkan kenyataan

dari peran menjadi orang tua

(d) Suami harus dapat mengatakan “saya tahu peran saya

selam proses kelahiran dan saya akan menjadi orang

tua”. (Romauli, 2011)

2) Support Dari Tenaga Kesehatan

Peran bidan dalam perubahan dan adaptasi psikologis

adalah dengan memberi support atau dukungan moral bagi

klien, meyakinkan bahwa klien dapat mengahdapi

kehamilannya dan perubahan yang dirasakannya adalah

sesuatu yang normal. Bidan harus bekerja sama dan


37

membangun hubungan yang baik dengan klien agar terjalin

hubungan yang terbuka antara bidan dan klien. (Romauli,

2011)

a) Support bidan pada ibu hamil trimester I

(1) Menciptakan hubungan saling percaya

(2) Dukungan untuk tetap melanjutkan kehamilannya

(3) Yakinkan bahwa bidan siap membantu

(4) Dukung ibu bahwa ia akan menjalani kehamilannya

dengan lancar

(5) Menanggapi keluhan ibu dan membuat ibu tenang.

(6) Menganjurkan ibu untuk tidak memendam masalah jika

ada masalah

(7) Menerangkan tentang fisiologi kehamilan

(8) Menjelaskan perubahan-perubahan yang terjadi

(9) Menggali informasi tentang kehamilan ibu.

b) Support bidan pada ibu hamil trimester II

(1) Menciptakan hubungan saling percaya

(2) Memberikan otonomi dalam pengambilan keputusan

(3) Memperdengarkan DJJ pada ibu

(4) Mensupport ibu untuk meminum vitamin yang di

berikan
38

(5) Menginformasikan tentang hasil pemeriksaan yang

dilakukan.

c) Support bidan pada ibu hamil trimester III

(1) Menginformasikan tentang hasil pemeriksaan

(2) Meyakinkan bahwa ibu akan menjalani kehamilan

dengan baik

(3) Meyakinkan ibu bahwa bidan selalu siap membantu

(4) Meyakinkan ibu bahwa ibu dapat melewati persalinan

dengan baik. (Romauli, 2011)

3) Rasa Aman Dan Nyaman Selama Kehamilan

Ada dua kebutuhan utama yang ditunjukkan wanita

selama ia hamil. Kebutuhan pertama ialah menerima tanda-

tanda bahwa ia dicintai dan dihargai. Kebutuhan yang kedua

ialah merasa yakin akan penerimaan pasangannya terhadap

sang anak dan mengasimilasi bayi tersebut kedalam keluarga

menyatakan bahwa wanita hamil harus memastikan

tersediannya akomodasi sosial dan fisik dalam keluarga dan

rumah tangga untuk anggota baru tersebut. (Romauli, 2011)

4) Persiapan Menjadi Orang Tua

Ini sangat penting dipersiapkan karena setelah bayi

lahir akan banyak perubahan peran yang terjadi, mulai dari ibu,

ayah, dan keluarga. Bagi pasangan yang baru pertama punya


39

anak, persiapan dapat dilakukan dengan banyak berkonsultasi

dengan orang ynag mampu untuk membagi pengalamannya

dan memberikan nasehat mengenai persiapan menjadi orang

tua. (Roumali, 2011)

5) Sibling

Sibling adalah rasa persaingan diantara saudara

kandung akibat kelahiran anak berikutnya. Biasanya terjadi

pada anak usia 2-3 tahun. Sibling ini biasanya ditunjukkan

dengan penolakan terhadap kelahiran adiknya, menangis,

menarik diri dari lingkungannnya, menjauh dari ibunya, atau

melakukan kekerasan terhadap adiknya (memukul, menindik,

mencubit, dan lain-lain). Untuk mencegah sibling ada beberapa

langkah yang dapat dilakukan, diantaranya sebagai berikut :

a) Jelaskan pada anak tentang posisinya (meskipun ada

adiknya, ia tetap disayang oleh ayah ibu).

b) Libatkan anak dalam mempersiapkan kelahiran adiknya.

c) Ajak anak utnuk berkomunikasi dengan bayi sejak masih

dalam kandungannya.

d) Ajak anak untuk melihat benda-benda yang berhubungan

dengan kelahiran bayi. (Roumali, 2011)


40

2.1.2 Konsep Dasar Persalinan

1. Pengertian Persalinan

Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan

plasenta) yang telah cukup bulan atau dapat hidup diluar kandungan

melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa

bantuan (kekuatan sendiri). Proses ini dimulai dengan adanya

kontraksi persalinan sejati, yang ditandai dengan perubahan serviks

secara progresif dan diakhiri dengan kelahiran plasenta. (Ari

Sulistyawati dan Esti Nugraheny, 2013)

Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran

janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir

spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam

18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin (Sarwono,

2010).

Persalinan adalah kejadian yang berakhir dengan pengeluaran

bayi yang cukup bulan atau hampir cukup bulan, disusul dengan

pengeluaran plasenta dan selaput janin dari tubuh ibu (Arum dan

Sujiyatini, 2016).

2. Proses Persalinan

a. Kala I (Pembukaan)

Pasien dikatakan dalam tahap persalinan kala 1, jika sudah

terjadi pembukaan serviks dan kontraksi terjadi teratur minimal 2


41

kali dalam 10 menit selama 40 detik. Kala 1 adalah pembukaan

yang berlangsung antara pembukaan 0-10 cm (pembukaan

lengkap). Proses ini terbagi menjadi 2 fase, yaitu fase laten (8 jam)

dimana serviks membuka sampai 3cm dan masa aktif (7 jam)

dimana serviks membuka dari 3-10 cm. Kontraksi lebih kuat dan

sering terjadi selama fase aktif. Pada permulaaan hias, kala

pembukaan berlangsung tidak begitu kuat sehingga parturien (ibu

yang sedang bersalin masih dapat berjalan-jalan). Lamanya kala 1

untuk primi gravida berlangsung 12 jam sedangkan pada multi

gravida sekitar 8 jam. Berdasarkan kurve Friedman,

diperhitungkan pembukaan primi gravida 1 cm per jam dan

pembukaan multi gravida 2 cm per jam. Dengan perhitungan

tersebut maka waktu pembukaan lengkap dapat diperkirakan.

(Sulistyawati dan Nugraheny, 2013)

b. Kala II (Pengeluaran Bayi)

Kala 2 adalah kala pengeluaran bayi, dimulai dari pembukaan

lengkap ssampai bayi lahir. Uterus dengan kekuatan hisnya

ditambah kekuatan meneran akan mendorong bayi hingga lahir.

Proses ini biasanya berlangsung 2 jam pada primi garavida dan 1

jam pada multi gravida. Diagnosis persalinan kala 2 ditegakkan

dengan melakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan


42

pembukaan sudah lengkap dan kepala janin sudah tampak di vulva

dengan diaameter 5-6 cm. (Sulistyawati dan Nugraheny, 2013)

Gejala utama kala 2 adalah sebagai berikut :

1) His semakin kuat dengan interval 2-3 menit, dengan durasi 50-

100 detik

2) Menjelang akhir kala 1 ketuban pecah yang ditandai dengan

pengeluaran cairan secara mendadak

3) Ketuban pecah pada pembukaan mendekati lengkap diikuti

keinginan menran karene tertekannya fleksus frankenhouser.

4) Dua kekuatan, yaitu his dan meneran akan mendorong kepala

bayi sehingga kepala membuka pintu. Sub oksiput bertindak

sebagai hipomochlion, berturut-turut lahir ubun-ubun besar,

dahi, hidung, dan muka, serta kepala selurunhnya

5) Kepala lahir seluruhnya dan diikuti oleh putaran paksi luar,

yaitu penyesuaian kepala pada punggung.

6) Setelah putaran paksi luar berlangsung, maka persalinan bayi

ditolong dengan jalan berikut :

a) Pegang kepala pada tulang oksipit dan bagian bawah dagu,

kemudian ditarik curam kebawa untuk melahirkan bahu

depan, dan curam keatas untuk melahirkan bahu belakang.

b) Setelah kedua bahu bayi lahir, ketiak dikait untuk

melahirkan sisa badan bayi


43

c) Bayi lahir diikuti oleh sisa air ketuban.

7) Lamanya kala dua untuk primi gravida 50 menit dan

multigravida 30 menit.

c. Kala III (Pelepasan Plasenta)

Saat bayi dilahirkan, rahim sangat mengecil dan setelah bayi

lahir uterus merupakan organ dengan dinding yang tebal dan

rongganya hampir tidak ada. Posisi fundus uterus turun sedikit

dibawah pusat, karena terjadi pengecilan uterus, maka tempat

perlekatan plasenta juga sangat mengecil. Plasenta juga harus

mengikuti proses pengecilan ini hingga tebalnya menjadi 2 kali lipat

dari pada permulaan persalinan, dan karena pengecilan tempat

perlekatannya maka plasenta menjadi berlipat-lipat pada bagian

yang terlepas dari dinding rahim karena tidak dapat mengikuti

pengecilan dari dasarnya. Jadi faktor yang paling penting dalam

pelepasan plasenta ialah retraksi dan kontraksi uterus setelah anak

lahir. (Sulistyawati dan Nugraheny, 2013)

Ditempat pelepasan plasenta yaitu antara plasenta dan desidua

basalis terjadi perdarahn, karena hematon ini membesar maka seolah

olah plasenta terangkat dari dasarnya oleh hematon tersebut

sehingga daerah pelepasan meluas. (Sulistyawati dan Nugraheny,

2013)
44

d. Kala IV (Observasi)

Kala 4 mulai dari lahirnya plasenta selama 1-2 jam. Pada kala

4 dilakukan observasi terhadap perdarahan pasca persalinan, paling

sering terjadi pada 2 jm pertama. Observasi yang dilakukan adalah

sebagai berikut :

1) Tingkat kesadaran pasien

2) Pemeriksaan tanda-tanda vital meliputi tekanan darah, nadi, dan

pernafasan

3) Kontraksi uterus

4) Terjadinya perdarahan. Perdarahan dianggap masih normal bila

jumlahnya tidak melebihi 400-500cc. (Sulistyawati dan

Nugraheny, 2013)

3. Asuhan Persalinan

Menurut Nurjasmi, dkk (2016) tatalaksana asuhan persalinan

normal tergabung dalam 60 langkah APN yaitu :

a. Mengenali Tanda dan Gejala Kala II

1) Mendengar dan melihat tanda kala II persalinan

a) Ibu merasa ada dorongan kuat dan meneran

b) Ibu merasakan tekanan yang semakin meningat pada rectum

dan vagina

c) Perineum tampak menonjol


45

d) Vulva dan sfingter ani membuka

b. Menyiapkan Pertolongan Persalinan

2) Pastikan kelengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan esensial

untuk menolong persalinan dan menatalaksanaan komplikasi

segera pada ibu dan bayi baru lahir.

Untuk asuhan bayi baru lahir atau resusitasi siapkan :

a) Tempat datar, rata bersih, kering dan hangat

b) Handuk/kain bersih dan kering (termasuk ganjal bahu bayi)

c) Alat hisap lendir

d) Lampu sorot 60 watt dengan jarak 60 cm dari tubuh bayi

Untuk ibu :

a) Menggelar kain di perut bawah ibu

b) Menyiapkan oksitosin 10 unit

c) Alat suntik steril sekali pakai di dalam partus set

3) Pakai celemek plastik atau dari bahan yang tidak tembus cairan.

4) Melepaskan dan menyiapkan semua perhiasan yang dipakai,

cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir kemudian

keringkan tangan dengan tisu/handuk pribadi yang bersih dan

kering.

5) Pakai sarung tangan DTT pada tangan yang akan digunakan

untuk periksa dalam.


46

6) Masukkan oksitosin ke dalam tabung suntik (gunakan tangan

yang memakai sarung tangan DTT atau steril dan pastikan tidak

terjadi kontaminasi pada alat suntik).

c. Memastikan Pembukaan Lengkap dan Keadaan Janin

7) Membersihkan vulva dan perineum , menyekanya dengan hati-

hati dari anterior (depan) ke posterior (belakang) menggunakan

kapas atau kasa yang dibasahi air DTT.

a) Jika introitus vagina, perineum atau anus terkontaminasi

tinja, bersihkan dengan seksama dari arah depan ke

belakang

b) Buang kapas atau kasa pembersih (terkontaminasi) dalam

wadah yang tersedia.

c) Jika terkontaminasi, lakukan dekontaminasi, lepaskan dan

rendam sarung tangan tersebut dalam larutan klorin 0,5%

selanjutnya langkah ke 9 Pakai sarung tangan DTT/steril

untuk melaksanakan langkah lanjutan.

8) Lakukan periksa dalam untuk memastikan pembukaan lengkap.

a) Bila selaput ketuban masih utuh saat pembukaan sudah

lengkap maka lakukan amniotomi.

9) Dekontaminasi sarung tangan (celupkan tangan yang masih

memakai sarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5%, lepaskan

sarung tangan dalam keadaan terbalik, dan rendam dalam klorin


47

0,5%, selama 10 menit). Cuci kedua tangan setelah sarung

tangan dilepaskan. Tutup kembali partus set.

10) Periksa denyut jantung janin (DJJ) setelah kontraksi uterus

mereda (relaksasi) untuk memastikan DJJ masih dalam batas

normal (120-160 x/menit).

a) Mengambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal.

b) Mendokumentasikan hasil-hasil periksa dalam, DJJ, semua

temuan pemeriksaan dan asuhan yang diberikan ke dalam

partograf (terlampir).

d. Menyiapkan Ibu dan Keluarga Untuk Membantu Proses Meneran

11) Beritahu pada ibu bahwa pembukaan sudah lengkap dan

keadaan janin cukup baik, kemudian bantu ibu menemukan

posisi yang nyaman dan sesuai dengan keinginannya.

a) Tunggu timbul kontraksi atau rasa ingin meneran, lanjutkan

pemantauan kondisi dan kenyamanan ibu dan janin (ikuti

pedoman penatalaksanaan fase aktif) dan dokementasikan

semua temuan yang ada.

b) Jelaskan pada anggota keluarga tentang peran mereka untuk

mendukung dan memberi semangat pada ibu dan meneran

secara benar.
48

12) Meminta keluarga membantu menyiapkan posisi meneran jika

ada rasa ingin meneran atau kontraksi yang kuat. Pada kondisi

itu, ibu diposisikan setengah duduk atau posisi lain yang

diinginkan dan pastikan ibu merasa nyaman.

13) Laksanakan bimbingan meneran pada saat ibu merasa ingin

meneran atau timbul kontraksi yang kuat.

a) Bimbing ibu agar dapat meneran secara benar dan efektif.

b) Dukung dan beri semangat pada saat meneran dan perbaiki

cara meneran apabila caranya tidak sesuai.

c) Bantu mengambil posisi yang nyaman sesuai pilihanya

(kecuali posisi berbaring terlentang dalam waktu yang

lama).

d) Anjurkan ibu untuk beristirahat di antara kontraksi.

e) Anjurkan keluarga memberi dukungan dan semangat untuk

ibu.

f) Menilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai.

g) Segera rujuk jika bayi belum atau tidak akan segera lahir

setelah pembukaan lengkap dan dipimpin meneran >120

menit (2 jam) pada primigravida atau >60 menit (1 jam)

pada multigravida.
49

14) Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil

posisi yang nyaman, jika ibu belum merasa ada dorongan

untuk meneran dalam selang waktu 60 menit.

e. Persiapan untuk Melahirkan

15) Letakkan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut

bawah ibu, jika kepala bayi telah membuka vulva dengan

diameter 5-6 cm.

16) Letakkan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian sebagai alas

bokong ibu.

17) Buka tutup partus set dan periksa kembali kelengkapan

peralatan dan bahan.

18) Pakai sarung tangan DTT/steril pada kedua tangan

f. Pertolongan untuk Melahirkan Bayi

Lahirnya kepala

19) Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm membuka

vulva maka lindungi perineum dengan satu tangan yang

dilapisi dengan kain bersih dan kering, tangan yang lain

menahan belakang kepala untuk mempertahankan posisi fleksi

dan membantu lahirnya kepala. Anjurkan ibu meneran secara

efektif atau bernafas cepat dan dangkal.


50

20) Periksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat (ambil tindakan

yang sesuai jika hal itu terjadi), segera lanjutkan proses

kelahiran bayi.

Perhatikan!

a) Jika tali pusat melilit leher secara longgar, lepaskan lilitan

lewat bagian atas kepala bayi

b) Jika tali pusat melilit leher secara kuat, klem tali pusat di

dua tempat dan potong tali pusat di antara dua klem

tersebut.

21) Setelah kepala lahir, tunggu putaran paksi luar yang

berlangsung secara spontan.

Lahirnya Bahu

22) Setelah putaran paksi luar selesai, pegang kepala bayi secara

biparental. Anjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi. Dengan

lembut gerakkan kepala kearah bawah dan distal hingga bahu

depan muncul di bawah arkus pubis dan kemudian gerakkan

kearah atas dan distal untuk melahirkan bahu belakang.

Lahirkan Badan dan Tungkai

23) Setelah bahu lahir, satu tangan menyangga kepala dan bahu

belakang, tangan yang lain menelusuri dan memegang lengan

dan siku bayi sebelah atas.


51

24) Setelah tubuh dan lengan lahir, penelusuran tangan atas

berlanjut ke punggung, bokong, tungkai dan kaki. Pegang

kedua mata kaki (masukkan telunjuk diantara kedua kaki dan

pegang kedua kaki dengan melingkarkan ibu jari pada satu dan

jari-jari lainnya pada sisi yang lain agar bertemu dengan jari

telunjuk)

g. Asuhan Bayi Baru Lahir

25) Lakukan penilaian (selintas) :

a) Apakah bayi cukup bulan?

b) Apakah bayi menangis kuat dan/atau bernafas tanpa

kesulitan?

c) Apakah bayi bergerak dengan aktif?

Bila salah satu jawaban adalah “TIDAK” lanjut ke langkah

resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia.

Bila semua jawaban adalah “YA”, lanjut ke-26

26) Keringkan tubuh bayi mulai dari muka, kepala dan bagian

tubuh lainnya (kecuali kedua tangan) tanpa membersihkan

verniks. Ganti handuk basah dengan handuk/kain yang kering.

Pastikan bayi dalam posisi dan kondisi aman diperut bagian

bawah ibu.

27) Periksa kembali uterus untuk memastikan hanya satu bayi yang

lahir (hamil tunggal) dan bukan kehamilan ganda (gemeli)


52

28) Beritahu ibu bahwa dia akan disuntik oksitosin agar uterus

berkontraksi baik

29) Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikkan oksitosin 10

unit (intramuskuler) di 1/3 distal lateral paha (lakukan aspirasi

sebelum

30) Dalam waktu 2 menit setelah bayi lahir, jepit tali pusat dengan

klem kira-kira 2-3 cm dari pusat bayi. Gunakan jari telunjuk

dan jari tengah tangan yang lain untuk mendorong isi tali

kearah ibu, dan klem tali pusat pada sekitar 2 cm dari klem

pertama.

31) Pemotongan dan pengikatan tali pusat

a) Dengan satu tangan, pegang tali pusat yang telah di jepit

(lindungi perut bayi), dan pengguntingan tali pusat di

antara 2 klem tersebut.

b) Ikat tali pusat dengan benang DTT/steril pada satu sisi

kemudian lingkarkan lagi benang tersebut dan ikat tali

pusat dengan simpul kunci pada sisi lainnya.

c) Lepaskan klem dan masukkan dalam wadah yang telah

disediakan.

32) Letakkan bayi tengkurap di dada ibu untuk kontak kulit ibu-

bayi. Luruskan bahu bayi sehingga dada bayi menempel di

dada ibunya. Usahakan kepala bayi berada di antara payudara


53

ibu dengan posisi lebih rendah dari putting susu atau areola

mamae ibu.

a) Selimuti ibu-bayi dengan kain kering dan hangat, pasang

topi di kepala bayi.

b) Biarkan bayi melakukan kontak kulit ke kulit di dada ibu

paling sedikit 1 jam.

c) Sebagian besar bayi akan berhasil melakukan inisiasi

menyusu dini dalam waktu 30-60 menit. Bayi cukup

menyusu dari satu payudara.

d) Biarkan bayi berada di dada ibu selama 1 jam walaupun

bayi sudah berhasil menyusu.

h. Manajemen Aktif Kala III Persalinan (MAK III)

33) Pindahkan klem tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vulva

34) Letakkan satu tangan diatas kain pada perut bawah ibu (diatas

simfisis), untuk mendeteksi kontraksi. Tangan lain memegang

klem untuk menegangkan tali pusat.

35) Setelah uterus berkontraksi, teganggakan tali pusat kea rah

bawah sambil tangan yang lain mendorong uterus kearah

belakang-atas (dorso kranial) secara hati-hati (untuk mencegah

inversio uteri). Jika plasenta tidak lahir setelah 30-40 detik,

hentikan penegangan tali pusat dan tunggu hingga timbul

kontraksi berikutnya dan ulangi kembali prosedur diatas.


54

a) Jika uterus tidak segera berkontraksi, minta ibu, suami atau

anggota keluarga untuk melakukan stimulasi puting susu.

Mengeluarkan Plasenta

36) Bila pada penekanan bagian bawah dinding depan uterus ke

arah dorsal ternyata diikuti dengan pergeseran tali pusat ke

arah distal maka lanjutkan dorongan ke arah kranial hingga

plasenta dapat di lahirkan.

a) Ibu boleh meneran tetapi tali pusat hanya ditegangkan

(jangan ditarik secara kuat terutama jika uterus tak

berkontraksi) sesuai dengan sumbu jalan lahir ( ke arah

bawah-sejajar lantai-atas)

b) Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga

berjarak sekitar 5-10 cm dari vulva dan lahirkan plasenta

c) Jika plasenta tidak lepas setelah 15 menit menegangkan tali

pusat:

(1) Ulangi pemberian oksitosin 10 unit IM.

(2) Lakukan kateterisasi (gunakan teknik aseptik) jika

kandung kemih penuh.

(3) Minta keluarga untuk menyiapkan rujukan

(4) Ulangi tekanan dorso-kranial dan penegangan tali pusat

15 menit berikutnya.
55

(5) Jika plasenta tak lahir dalam 30 menit sejak bayi lahir

atau terjadi perdarahan maka segera lakukan tindakan

plasenta manual.

37) Saat plasenta muncul di introitus vagina, lahirkan plasenta

dengan kedua tangan. Pegang dan putar plasenta hingga selaput

ketuban terpilin kemudian lahirkan dan tempatkan plasenta

pada wadah yang telah disediakan.

a) Jika selaput ketuban robek, pakai sarung tangan DTT atau

steril untuk melakukan eksplorasi sisa selaput kemudian

gunakan jari-jari tangan atau klem ovum DTT/Steril untuk

mengeluarkan selaput yang tertinggal.

Rangsangan Taktil (Masase) Uterus

38) Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan

masase uterus, letakkan telapak tangan di fundus dan lakukan

masase dengan gerakan melingkar dengan lembut hingga

uterus berkontraksi (fundus teraba keras)

a) Lakukan tindakan yang diperlukan (kompresi bimanual

internal, kompresi aorta abdominalis, tampon kondom-

kateter) jika uterus tidak berkontraksi dalam 15 detik

setelah rangsangan taktil/masase.


56

i. Menilai Perdarahan

39) Periksa kedua sisi plasenta (maternal-fetal) pastikan plasenta

telah dilahirkan lengkap. Masukkan plasenta kedalam kantung

plastik atau tempat khusus.

40) Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum.

Lakukan penjahitan bila terjadi laserasi derajat 1 dan 2 yang

menimbulkan perdarahan.

Bila ada robekan yang menimbulkan perdarahan aktif, segera

lakukan penjahitan.

j. Asuhan Pasca Persalinan

41) Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi

perdarahan pervaginam.

42) Pastikan kandung kemih kosong. Jika penuh lakukan

kateterisasi.

k. Evaluasi

43) Celupkan tangan yang masih memakai sarung tangan kedalam

larutan klorin 0,5 %, bersihkan noda darah dan cairan tubuh,

dan bilas di air DTT tanpa melepas sarung tangan, kemudian

keringkan dengan handuk

44) Ajarkan ibu/keluarga cara melakukan masase uterus dan

menilai kontraksi

45) Memeriksa nadi ibu dan pastikan keadaan umum ibu baik
57

46) Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah

47) Pantau keadaan bayi dan pastikan bahwa bayi bernafas dengan

baik (40-60 kali/menit).

a) Jika bayi sulit bernafas, merintih, atau retraksi, resusitasi

dan segera merujuk ke rumah sakit.

b) Jika bayi nafas terlalu cepat atau sesak nafas, segera rujuk

ke Rumah Sakit (RS) Rujukan.

c) Jika kaki teraba dingin, pastikan ruangan hangat. Lakukan

kembali kontak kulit ibu-bayi dan hangatkan ibu-bayi dalam

satu selimut.

l. Kebersihan dan Keamanan

48) Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin

0,5% untuk dekontaminasi (10 menit). Cuci dan bilas peralatan

setelah didekontaminasi.

49) Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah

yang sesuai

50) Bersihkan ibu dari paparan darah dan cairan tubuh dengan

menggunakan air DTT. Bersihkan cairan ketuban, lendir dan

darah di ranjang atau di sekitar ibu berbaring. Bantu ibu

memakai pakaian yang bersih dan kering.


58

51) Pastikan ibu merasa nyaman. Bantu ibu memberikan ASI.

Anjurkan keluarga untuk memberi ibu minuman dan makanan

yang diinginkannya

52) Dekontaminasi tempat bersalin dengan larutan klorin 0,5%

53) Celupkan tangan yang masih memakai sarung tangan ke dalam

larutan klorin 0,5%, lepaskan sarung tangan dalam keadaan

terbalik, dan rendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10

menit

54) Cuci ke dua tangan sabun dan air mengalir kemudian

keringkan tangan dengan tissue atau handuk pribadi yang

bersih dan kering

55) Pakai sarung tangan bersih/DTT untuk melakukan pemeriksaan

fisik bayi

56) Lakukan pemeriksaan fisik bayi baru lahir. Pastikan kondisi

bayi baik, pernapasan normal, (40-60 kali/menit) dan

temperatur stubuh normal (36,5-37,50C) setiap 15 menit

57) Setelah 1 jam pemberian vitamin K1, berikan suntikan

hepatitis B di paha kanan bawah lateral. Letakkan bayi di

dalam jangkauan ibu agar sewaktu-waktu dapat disusukan.

58) Lepaskan sarung tangan dalam keadaan terbalik dan rendam di

dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.


59

59) Cuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir kemudian

keringkan dengan tissue atau handuk pribadi yang bersih dan

kering.

m. Dokumentasi

60) Lengkapi partograf (halaman depan dan belakang), periksa

tanda vital dan asuhan kala IV persalinan.

Observasi Persalinan dengan Menggunakan Partograf

Menurut Kemenkes RI (2013) observasi persalinan dengan

menggunkan partograf dimulai pada pembukaan 4 cm. kenudian,

petugas harus mencatat kondisi ibu dan janin sebagai berikut :

1) Denyut jantung janin

2) Air ketuban

(1) U : selaput ketuban utuh

(2) J : air ketuban jernih

(3) M : bercampur meconium

(4) D : bercampur darah

(5) K : kering

3) Perubahan bentuk kepala janin (molase)

(1) 0 : sutura masih terpisah

(2) 1 : sutura menempel

(3) 2 : sutura tumpang tindih tapi masih bisa diperbaiki

(4) 3 : sutura tumpang tindih dan tidak bisa diperbaiki


60

d) Pembukaan serviks, dinilai tiap 4 jam dan ditandai dengan

tanda silang

e) Penurunan kepala bayi, menggunakan sistem perlimaan, catat

dengan tanda lingkaran (0). Pada posisi 0/5, sinsiput (S), atau

paruh atas kepala berada di simfisis pubis.

f) Waktu, menyatakan berapa lama penanganan sejak pasien

diterima

g) Jam, catat jam sesungguhnya

h) Kontraksi, frekuensi dan lamanya kontraksi uterus setiap ½

jam lakukan palpasi untuk hitung banyaknya kontraksi dalam

10 menit dan lamanya. Lama kontraksi dibagi dalam hityungan

detik : <20 detik, 20-40 detik, dan >40 detik.

i) Oksitosin, catat jumlah oksitosin pervolume cairan infus serta

jumlah tetes permenit.

j) Obat yang diberikan

k) Nadi, setiap ½ jam sekali tandai dengan titik besar.

l) Tekanan darah, setiap 4 jam sekali tandai dengan anak panah

m) Suhu tubuh, setiap 4 jam sekali

n) Protein, aseton, volume urin, catat setiap ibu berkemih

4. Perubahan fisiologis persalinan

a. Fisiologis Persalinan Kala I


61

Menurut Sulistyawati dan Nugraheny (2013) perubahan

fisiologi yang terjadi pada ibu bersalin kala I sebagai berikut :

1) Uterus

Saat mulai persalinan, jaringan dari miometrium

berkontraksi dan berelaksasi seperti otot pada umumnya. Pada

saat otot retraksi, ia tidak akan kembali ke ukuran semula tetapi

berubah ke ukuran yang lebih pendek secara progresif.

(Sulistyawati dan Nugraheny, 2013)

2) Serviks

Sebelum onset persalinan, serviks mempersiapkan

kelahiran dengan berubah menjadi lembut. Saat persalinan

mendekat, serviks mulai menipis dan membuka. (Sulistyawati

dan Nugraheny, 2013)

Gambaran prosesnya sebagai berikut :

a) Penipisan Serviks (effacement)

Berhubungan dengan kemajuan pemendekan dan penipisan

serviks. Seiring dengan bertambah efektifnya kontraksi, serviks

mengalami perubahan bentuk menjadi lebih tipis. Hal ini

disebabkan oleh kontraksi uterus yang bersifat fundal dominan

sehingga seolah-olah serviks tertarik keatas dan lama kelamaan

menjadi tipis. Batas antara segmen atas dan bawah rahim


62

(retraction ring) mengikuti arah tarikan keatas, sehingga

seolah-olah batas ini letaknya bergeser keatas.

b) Dilatasi

Proses ini merupakan kelanjutan dari effacement. Setelah

serviks dalam kondisi menipis penuh, maka tahap berikutnya

adalah pembukaan. Serviks membuka disebabkan aday tarikan

otot uterus ke atas secara terus menerus saat uterus

berkontraksi.

Dilatasi dan diameter serviks dapat diketahui melalui

pemeriksaan intravagina. Berdasarkan diameter pembukaan

serviks, proses ini terbagi dalam 2 fase yaitu :

(1) Fase laten

Berlangsung selama kurang lebih 8 jam. Pembukaan

terjadi sangat lambat sampai mencapai diameter 3 cm.

(2) Fase aktif

Dibagi dalam 3 fase :

(a) Fase akselerasi, dalam waktu 2 jam pembukaan 3

cm kini menjadi 4 cm.

(b) Fase dilatasi maksimal, dalam waktu 2 jam

pembukaan berlangsung sangat cepat, dari 4 cm

menjadi 9 cm.
63

(c) Fase deselerasi. Pembukaan melambat kembali,

dalam 2 jam pembukaan dari 9 cm menjadi lengkap

(10 cm). Pembukaan lengkap berarti bibir serviks

dalam keadaan tak teraba dan diameter lubang

serviks adalah 10 cm.

3) Ketuban

Ketuban akan pecah dengan sendirinya ketika pembukaan

hamper atau sudah lengkap. Tidak jarang ketuban harus

dipecahkan ketika pembukaan sudah lengkap. Bila ketuban

telah pecah sebelum pembukaan 5 cm, disebut Ketuban Pecah

Dini (KPD). (Sulistyawati dan Nugraheny, 2013)

4) Tekanan Darah

a) Tekanan darah akan meningkat selama kontraksi, disertai

peningkatan sistol rata-rata 15-20 mmHg dan diastole rata-

rata 5-10 mmHg.

b) Pada waktu-waktu tertentu diantara kontraksi, tekanan darah

kembali ke tingkat sebelum persalinan. Untuk memastikan

tekanan darah yang sebenarnya, pastikan untuk melakukan

cek tekanan darah selama interval kontraksi.

c) Dengan mengubah posisi pasien telentang ke posisi miring

kiri, perubahan tekanan darah selama persalinan dapat

dihindari.
64

d) Nyeri, rasa takut, dan kekhawatiran dapat semakin

meningkatkan tekanan darah.

e) Apabila pasien merasa sangat takut atau khawatir,

pertimbangkan kemungkinan bahwa rasa takutnya

menyebabkan peningkatan tekanan darah (bukan pre

eklamsi). Cek parameter lain untuk menyingkirkan

kemungkinan pre-eklamsi. Berikan perawatan dan obat-obat

penunjang yang dapat merelaksasi pasien sebelum

menegakkan diagnosis akhir, jika pre-eklamsi tidak terbukti.

(Sulistyawati dan Nugraheny, 2013)

5) Metabolisme

Selama persalinan, metabolism karbohidrat baik aerob maupun

anaerob meningkat dengan kecepatan tetap. Peningkatan ini

terutama diakibatkan oleh kecemasan dan aktivitas otot rangka.

Peningkatan aktivitas metabolic terlihat dari peningkatan suhu

tubuh, denyut nadi, pernapasan, curah jantung, dan cairan yang

hilang. (Sulistyawati dan Nugraheny, 2013)

6) Suhu Tubuh

a) Suhu tubuh meningkat selama persalinan, tertinggi selama

dan segera setelah melahirkan.


65

b) Peningkatan suhu yang tidak lebih dari 0,5-1˚C dianggap

normal, nilai tersebut mencerminkan peningkatan

metabolisme selama persalinan.

c) Peningkatan suhu tubuh sedikit adalah normal dalam

persalinan, namun bila persalinan berlangsung lebih lama

peningkatan suhu tubuh dapat mengindikasikan dehidrasi,

sehingga parameter lain harus di cek. Begitu pula pada kasus

ketuban pecah dini, peningkatan suhu dapat mengindikasikan

infeksi dan tidak dapat dianggap normal pada keadaan ini.

(Sulistyawati dan Nugraheny, 2013)

7) Detak Jantung

a) Perubahan yang mencolok selama kontraksi disertai

peningkatan selama fase peningkatan, penurunan selama titik

puncak sampai frekuensi yang lebih rendah daripada

frekuensi diantara kontraksi, dan peningkatan selama fase

penurunan hingga mencapai frekuensi lazim diantara

kontraksi.

b) Penurunan yang mencolok selama puncak kontraksi uterus

tidak terjadi jika wanita berada pada posisi miring, bukan

telentang.

c) Frekuensi denyut nadi diantara kontraksi sedikit lebih tinggi

dibanding selama periode menjelang persalinan. Hal ini


66

mencerminkan peningkatan metabolisme yang terjadi selama

persalinan.

d) Sedikit peningkatan denyut jantung dianggap normal, maka

diperlukan pengecekkan parameter lain untuk menyingkirkan

kemungkinan proses infeksi. (Sulistyawati dan

Nugraheny,2013)

8) Pernafasan

a) Sedikit peningkatan frekuensi pernapasan dianggap normal

selama persalinan, hal tersebut mencerminkan peningkatan

metabolisme. Meskipun sulit untuk memperoleh temuan

yang akurat mengenai frekuensi pernafasan, karena sangat

dipengaruhi oleh rasa senang, nyeri, rasa takut, dan

penggunaan teknik pernapasan.

b) Hiperventilasi yang memanjang adalah temuan abnormal dan

dapat menyebabkan alkalosis. Amati pernapasan pasien dan

bantu ia mengendalikannya untuk menghindari hiperventilasi

berkelanjutan, yang ditandai oleh rasa kesemutan pada

ekstremitas dan perasaan pusing. (Sulistyawati dan

Nugraheny, 2013)

9) Perubahan Renal (Berkaitan Dengan Ginjal)

a) Poliuri sering terjadi selama persalinan. Kondisi ini dapat

diakibatkan karena peningkatan lebih lanjut curah jantung


67

selama persalinan dan kemungkinan peningkatan laju filtrasi

glomerulus dan aliran plasma ginjal. Poliuri menjadi kurang

jelas pada posisi telentang karena posisi telentang karena

posisi ini membuat aliran urine berkurang selama kehamilan.

b) Kandung kemih harus sering dievaluasi (setiap dua jam)

untuk mengetahui adanya distensi, juga harus dikosongkan

untuk mencegah obstruksi persalinan akibat kandung kemih

yang penuh, yang akan mencegah penurunan bagian

presentasi janin dan trauma pada kandung kemih dan retensi

urine selama periode pascapersalinan.

c) Sedikit proteinuria (+1), umum ditemukan pada sepertiga

sampai setengah jumlah ibu bersalin. Lebih sering terjadi

pada primipara, pasien yang mengalami anemia, atau yang

persalinannya lama.

d) Proteinuria yang nilainya +2 atau lebih adalah data yang

abnormal. Hal ini mengidentifikasi pre-eklamsi.

(Sulistyawati dan Nugraheny, 2013)

10) Gastrointestinal

a) Motilitas dan absorpsi lambung terhadap makanan padat jauh

berkurang. Apabila kondisi ini diperburuk oleh penurunan

lebih lanjut sekresi asam lambung selama persalinan, maka

saluran cerna bekerja dengan lambat sehingga waktu


68

pengosongan lambung menjadi lebih lama. Cairan tidak

dipengaruhi dan waktu yang dibutuhkan untuk pencernaan

dilambung tetap seperti biasa. Makanan yang dimakan

selama periode menjelang persalinan atau fase prodormal

atau fase laten persalinan cenderung akan tetap berada

didalam lambung selama persalinan.

b) Lambung yang penuh dapat menimbulkan ketidaknyamanan

selama masa transisi. Oleh karena itu, pasien dianjurkan

untuk tidak makan dalam porsi besar atau minum berlebihan,

tetapi makan dan minum ketika keinginan timbul guna

mempertahankan energy dan hidrasi.

c) Mual dan muntah umum terjadi selama fase transisi yang

menandai akhir fase pertama persalinan. Pemberian obat-

obatan oral tidak efektif selama persalinan. Perubahan

saluran cerna kemungkinan timbul sebagai respon terhadap

salah satu kombinasi antara factor-faktor seperti kontraksi

uterus, nyeri, rasa takut, khawatir, obat atau komplikasi.

(Sulistyawati dan Nugraheny, 2013)

11) Hematologi

a) Hemoglobin meningkat rata-rata 1,2 mg% selama persalinan

dan kembali ke kadar sebelum persalinan pada hari pertama


69

pascapersalinan jika tidak ada kehilangan darah yang

abnormal.

b) Jangan terburu-buru yakin bahwa seorang pasien tidak

anemia. Tes darah yang menunjukkan kadar darah berada

dalam batas normal membuat kita terkecoh sehingga

mengabaikan peningkatan resiko pada pasien anemia selama

masa persalinan.

c) Selama persalinan, waktu koagulasi darah berkurang dan

terdapat peningkatan fibrinogen plasma lebih lanjut.

Perubahan ini menurunkan resiko perdarahan

pascapersalinan pada pasien normal.

d) Hitung sel darah putih secara progresif meningkat selama

kala I sebesar kurang lebih 5 ribu/ul hingga jumlah rata-rata

15 ribu/ul pada saat pembukaan lengkap, tidak ada

peningkatan lebih lanjut setelah ini. Peningkatan hitung sel

darah putih tidak selalu mengindikasikan proses infeksi

ketika jumlah ini dicapai. Apabila jumlahnya jauh di atas

nilai ini, cek parameter lain untuk mengetahui adanya proses

infeksi.

e) Gula darah menurun selama proses persalinan, dan menurun

drastic pada persalinan yang lama dan sulit. Hal tersebut

kemungkinan besar terjadi akibat peningkatan aktivitas otot


70

uterus dan rangka. Penggunaan uji laboratorium untuk

menapis (menyaring) seorang pasien terhadap kemungkinan

diabetes selama masa persalinan akan menghasilkan data

yang tidak akurat dan tidak dapat dipercaya. (Sulistyawati

dan Nugraheny, 2013)

b. Fisiologis Persalinan Kala II

Kontraksi Dan Dorongan Otot-Otot Dinding Uterus

Pada kala II, kontraksi uterus menjadi lebih kuat dan lebih

cepat yaitu setiap 2 menit sekali dengan durasi >40 detik, dan

intensitas semakin lama semakin kuat. Karena biasanya pada tahap

ini kepala janin sudah masuk dalm ruang panggul, maka pada his

dirasakan adanya tekanan pada otot-otot dasar panggul yang secara

reflex menimbulkan rasa ingin meneran. Pasien merasakan adanya

tekanan pada rectum dan merasa seperti ingin BAB. (Sulistyawati

dan Nugraheny, 2013)

1) Uterus

Saat ada his, uterus teraba sangat keras karena seluruh ototnya

berkontraksi. Proses ini akan efektif hanya jika his bersifat fundal

dominan, yaitu kontraksi di dominasi oleh otot fundus yang

menarik otot bawah rahim ke atas sehingga akan menyebabkan

pembukaan serviks dan dorongan janin kebawah secara alami.


71

2) Serviks

Pada kala II, serviks sudah menipis dan dilatasi maksimal. Saat

dilakukan pemeriksaan dalam, posio sudah tak teraba dengan

pembukaan 10 cm.

3) Pergeseran Organ Dasar Panggul

Tekanan pada otot dasar panggul oleh kepala janin akan

menyebabkan pasien ingin meneran, serta diikuti dengan perineum

yang menonjol dan menjadi lebar dengan anus membuka. Labia

mulai membuka dan tak lama kemudian kepala janin tampak pada

vulva saat ada his.

4) Ekspulsi Janin

Bila dasar panggul sudah lebih berelaksasi, kepala janin sudah

tidak masuk lagi diluar his. Dengan his serta kekuatan meneran

maksimal, kepala janin dilahirkan dengan suboksiput dibawah

simfisis, kemudian dahi, muka, dan dagu melewati perineum.

Setelah istirahat sebentar, his mulai lagi untuk mengeluarkan

badan dan anggota tubuh bayi. Pada primigravida, kala II

berlangsung kira-kira satu setengah jam sedangkan pada

multigravida setengah jam.

5) Tekanan Darah

Tekanan darah dapat meningkat lagi 15-25 mmHg selama

kala II persalinan. Upaya meneran juga akan memengaruhi tekanan


72

darah, dapat meningkat dan kemudian menurun kemudian

akhirnya kembali lagi sedikit diatas normal. Rata-rata normal

peningkatan tekanan darah selama kala II adalah 10 mmHg.

6) Metabolisme

Peningkatan metabolisme terus berlanjut hingga kala II

persalinan. Upaya meneran pasien menambah aktivitas otot-otot

rangka sehingga meningkatkan metabolisme.

7) Denyut Nadi

Frekuensi denyut nadi bervariasi tiap kali pasien meneran.

Secara keseluruhan frekuensi nadi meningkat selama kala II

disertai takikardi yang nyata ketika mencapai puncak menjelang

kelahiran bayi.

8) Suhu

Peningkatan suhu tertinggi terjadi pada saat proses persalinan

dan segera setelahnya, peningkatan suhu normal adalah 0,5-1˚C.

9) Perubahan Gastrointestinal

Penurunan motilitas lambung dan absorpsi yang hebat

berlanjut sampai pada kala II. Biasanya mual dan muntah pada saat

transisi akan mereda selama kala II persalinan, tetapi bisa terus ada

pada bebrapa pasien. Bila terjadi muntah, normalnya hanya

sesekali. Muntah yang konstan dan menetap selama persalinan

merupakan hal yang abnormal dan mungkin merupakan indikasi


73

dari komplikasi obstetric, seperti rupture uterus, atau toksemia.

(Sulistyawati dan Nugraheny, 2013)

c. Fisiologis Persalinan Kala III

1) Mekanisme Pelepasan Plasenta

Segera setelah bayi dan air ketuban sudah tidak berada di

dalam uterus, kontraksi uterus akan terus berlangsung dan

ukuran rongganya akan mengecil. Pengurangan dalam ukuran ini

akan menyebabkan pengurangan dalam ukuran situs

penyambungan plasenta. oleh karena itu situs sambungan

tersebut menjadi lebih kecil, plasenta menjadi lebih tebal dan

mengkerut serta memisahkan diri dari dinding uterus.

Permulaan proses pemisahan diri dari dinding uterus atau

pelepasan plasenta.

a) Menurut Duncan

Plasenta lepas mulai dari bagian pinggir (marginal)

disertai dengan adanya tanda darah yang keluar dari

vagina apabila plasenta mulai lepas.

b) Menurut Schultz

Plasenta lepas mulai dari bagian tengah (sentral)

dengan tanda adanya pemanjangan tali pusat yang terlihat

di vagina. Terjadi serempak atau kombinasi dari

keduanya. (Sulistyawati dan Nugraheny, 2013)


74

2) Tanda – Tanda Klinis Pelepasan Plasenta

a) Semburan Darah

Semburan darah ini disebabkan karena penyumbat

retroplaseneter pecah saat plasenta lepas.

b) Pemanjangan Tali Pusat

Hal ini disebabkan karena plasenta turun ke segmen

uterus yang lebih bawah atau rongga vagina.

c) Perubahan Bentuk Uterus dari discoid menjadi globular

(bulat). Perubahan bentuk ini disebabkan oleh kontraksi

uterus.

d) Perubahan dalam posisi uterus, yaitu uterus naik

didalam abdomen. (Sulistyawati dan Nugraheny, 2013)

d. Fisiologis Persalinan Kala IV

1) Tanda Vital

Dalam dua jam pertama setelah persalinan, tekanan

darah, nadi dan pernapasan akan berangsur kembali normal.

Suhu pasien biasanya akan mengalami sedikit peningkatan, tapi

masih dibawah 38˚C, hal ini disebabkan oleh kurangnya cairan

dan kelelahan. Jika intake cairan baik, maka suhu akan berangsur

normal kembali setelah dua jam. (Sulistyawati dan

Nugraheny,2013)
75

2) Gemetar

Kadang dijumpai pasien pascapersalinan mengalami

gemetar, hal ini normal sepanjang suhu kurang dari 38˚C dan

tidak dijumpai tanda-tanda infeksi lain. Gemetar terjadi karena

hilangnya ketegangan dan sejumlah energy selama melahirkan

dan merupakan respon fisiologis terhadap penurunan volume

intraabdominal serta pergeseran hematologi. (Sulistyawati dan

Nugraheny, 2013)

3) Sistem Gastrointestinal

Selama dua jam pasca persalinan kadang dijumpai

pasien merasa mual sampai muntah, atasi hal ini dengan posisi

tubuh yang memungkinkan dapat mencegah terjadinya aspirasi

corpus aleanum ke saluran pernapasan dengan setengah duduk

atau duduk ditempat tidur. Perasaan haus pasti dirasakan pasien,

oleh karena itu hidrasi sangat penting diberikan untuk mencegah

dehidrasi. (Sulistyawati dan Nugraheny, 2013)

4) Sistem Renal

Selama 2-4 jam pasca persalinan kandung kemih masih

dalam keadaan penuh dan mengalami pembesaran. Hal ini

disebabkan oleh tekanan pada kandung kemih dan uretra selama

persalinan. Kondisi ini dapat diringankan dengan selalu

mengusahakan kandung kemih kosong selama persalinan untuk


76

mencegah trauma. Setelah melahirkan, kandung kemih sebaiknya

tetap kosong guna mencegah uterus berubah posisi dan terjadi

atoni. Uterus yang berkontraksi dengan buruk meningkatkan

perdarahan dan nyeri. (Sulistyawati dan Nugraheny, 2013)

5) Sistem Kardiovaskular

Selama kehamilan, volume darah normal digunakan

untuk menampung aliran darah yang meningkat yang diperlukan

oleh plasenta dan pembuluh darah uterus. Penarikan kembali

estrogen menyebabkan diuresis yang terjadi secara cepat

sehingga mengurangi volume plasma kembali pada proporsi

normal. Aliran ini terjadi dalam 2-4 jam pertama setelah

kelahiran bayi. (Sulistyawati dan Nugraheny, 2013)

6) Serviks

Perubahan-perubahan pada serviks terjadi segera

setelah bayi lahir, bentuk serviks agak menganga seperti corong.

Bentuk ini disebabkan oleh korpus uterus yang dapat

mengadakan kontraksi, sedangkan serviks tidak berkonsentrasi

sehingga seolah-olah pada perbatasan antara korpus dan serviks

berbentuk semacam cincin. (Sulistyawati dan Nugraheny, 2013)

7) Perineum
77

Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur

karena sebelumnya teregang oleh tekanan bayi yang bergerak

maju. Pada hari ke-5 pasca melahirkan, perineum sudah

mendapatkan kembali sebagian tonusnya sekalipun tetap lebih

kendur disbanding keadaan sebelum hamil. (Sulistyawati dan

Nugraheny, 2013)

8) Vulva Dan Vagina

Vulva dan vagina mengalami penekanan serta

peregangan yang sangat besar selama proses melahirkan, dan

dalam beberapa hari pertama sesudah proses tersebut kedua

organ ini tetap dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu vulva

dan vagina kembali kepada keadaan tidak hamil dan rugae dalam

vagina secara berangsur-angsur akan muncul kembali, sementara

labia menjadi lebih menonjol. (Sulistyawati dan Nugraheny,

2013)

9) Pengeluaran ASI

Dengan menurunya hormone estrogen, progesterone,

dan Human Plasenta Lactogen Hormon setelah plasenta lahir,

prolaktin dapat berfungsi membentuk ASI dan mengeluarkan nya

kedalam alveoli bahkan sampai duktus kelenjar ASI. Isapan

langsung pada putting susu ibu menyebabkan reflex yang dapat

mengeluarkan oksitosin dari hipofisis sehingga mioepitel yang


78

terdapat disekitar alveoli dan duktus kelenjar ASI berkontraksi

dan mengeluarkan ASI kedalam sinus yang disebut “let down

reflex”. Manfaat langsung pada putting susu ibu menyebabkan

reflex yang dapat mengeluarkan oksitosin dari hipofisis,

sehingga ini akan menambah kekuatan kontraksi uterus.

(Sulistyawati dan Nugraheny, 2013)

5. Kebutuhan dasar pada ibu bersalin

a. Makan dan minum per oral

Jika pasien berada dalan situasi yang memungkinkan untuk

makan, biasanya pasien akan makan sesuai dengan keinginannya,

namun ketika masuk dalam persalinan fase aktif biasanya ia hanya

menginginkan cairan. Aturan apa yang boleh dimakan atau diminum

antara dirumah sakit dengan dirumah pasien sangat jauh berbeda.

Termasuk apakah boleh untuk tidak minum atau makan sama sekali

dalam proses persalinan, karena ada sebagian pasien yang enggan

untuk makan atau minum khawatir jika akan muncul dorongan untuk

buang air besar atau buang air kecil. (Sulistyawati dan Nugraheny,

2013)

b. Akses intravena
79

Akses intravena adalah tindakan pemasangan infus pada pasien.

Kebijakan ini diambil dengan pertimbangan sebagai jalur obat,

cariran, atau darah untuk mempertahankan keselamatan jika

sewaktu-waktu terjadi keadaan darurat dan untuk mempertahankan

suplai cairan bagi pasien. (Sulistyawati dan Nugraheny, 2013)

c. Posisi dan ambulasi

Posisi yang nyaman selama persalinan sangat diperlukan bagi

pasien. Selain mengurangi ketegangan dan rasa nyeri, posisi

tertentu justru akan membantu proses penurunan kepala janin

sehingga persalinan dapat berjalan lebih cepat (selama tidak ada

kontra indikasi dari keadaan pasien). Beberapa posisi yang dapat

diambil antara lain rekumben lateral (miring), lutut-dada, tangan-

lutut, duduk, berdiri, berjalan, dan jongkok. (Sulistyawati dan

Nugraheny, 2013)

6. Ketuban Pecah Dini

a. Pengertian

Ketuban pecah dini merupakan pecahnya selaput ketuban

sebelum tanda-tanda persalinan. Faktor yang mempengaruhi

terjadinya KPD meliputi umur ibu, paritas, umur kehamilan, BB

bayi lahir, gemeli/kembar, kelainan letak, dan metode persalinan.

(Jurnal Surya Medika, 2018)


80

Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum

waktunya melahirkan/ sebelum inpartu, pada pembukaan < 4 cm

(fase laten). Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan manapun

jauh sebelum waktunya melahirkan. Ketuban pecah dini merupakan

komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan kurang bulan dan

mempunyai kontribusi yang besar pada angka kematian perinatal

pada bayi yang kurang bulan. Pengelolaan KPD pada kehamilan

kurang dari 34 minggu sangat komplek, bertujuan untuk

menghilangkan kemungkinan terjadinya prematuritas dan

Respiration Dystress Syndrome (RDS) (Nugroho, 2010).

b. Etiologi

Menurut Nugroho (2010), penyebab ketuban pecah dini masih

belum diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti. Beberapa

laporan menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan erat dengan

ketuban pecah dini, namun faktor mana yang lebih berperan sulit

diketahui. Kemungkinan yang menjadi faktor predisposisinya

adalah:

1) Infeksi yang terjadi secara berlangsung pada selaput ketuban

maupun asenderen dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban

bisa menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini.


81

2) Serviks yang inkompetensia, kanalis sevikalis yang selalu

terbuka oleh karena kelainan pada servik uteri (akibat

persalinan, curetage).

3) Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara

berlebihan (overdistensi uterus) misalnya trauma, hidramnion,

gamelli.

4) Trauma yang didapat, misalnya hubungan seksual,

pemeriksaan dalam, maupun amniosintesis menyebabkan

terjadinya ketuban pecah dini karena biasanya disertai infeksi.

5) Kelainan letak, misalnya sungsang, sehingga tidak ada bagian

terendah yang menutupi Pintu Atas Panggul (PAP) yang dapat

menghalangi tekanan terhadap membran bagian bawah.

Menurut Nugroho (2010), beberapa faktor resiko dari ketuban

pecah dini adalah:

1) Inkompetensi serviks (leher rahim)

2) Polihidramnion (cairan ketuban berlebih)

3) Riwayat ketuban pecah dini sebelumnya

4) Kelainan atau kerusakan selaput ketuban

5) Kehamilan kembar

6) Trauma

7) Serviks (leher rahim) yang pendek (<25 mm) pada usia

kehamilan 23 minggu.
82

8) Infeksi pada kehamilan seperti bakterial vaginosis.

c. Tanda dan Gejala

Menurut Mochtar (2010), tanda dan gejala ketuban pecah dini

adalah sebagai berikut:

1) Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes

melalui vagina.

2) Aroma air ketuban berbau manis dan tidak seperti bau amoniak,

mungkin cairan tersebut masih merembes atau menetes, dengan

cirri pucat dan bergaris warna darah.

3) Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi

sampai kelahiran. Tetapi bila Anda duduk atau berdiri, kepala janin

yang sudah terletak di bawah biasanya “mengganjal” atau

“menyumbat” kebocoran untuk sementara.

4) Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung

janin bertambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi.

d. Diagnosa

Menegakkan diagnosa ketuban pecah dini secara tepat sangat

penting. Karena diagnosa yang positif berarti melakukan intervensi

seperti melahirkan bayi terlalu awal atau melakukan seksio sesaria

yang sebetulnya tidak ada indikasinya. Sebaliknya diagnosa yang

negatif berarti akan membiarkan ibu dan janin mempunyai resiko


83

infeksi yang akan mengancam kehidupan janin, ibu atau keduanya.

Oleh karena itu diperlukan diagnosa yang cepat dan tepat

(Manuaba, 2008).

Diagnosa ketuban pecah dini ditegakkan dengan cara

melakukan pemeriksaan dalam, pemeriksaan dengan spekulum,

inspeksi dan anamnesa (Nugroho, 2010). Diagnosa potensial pada

kasus ketuban pecah dini yaitu dapat mengakibatkan pengeluaran

cairan dalam jumlah besar dan terus menerus (Varney, 2009).

e. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Saifuddin (2009), pemeriksaan penunjang yang dapat

dilakukan pada kasus ketuban pecah dini adalah:

1) Pemeriksaan laboratorium

a) Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa warna,

konsentrasi, bau dan pH-nya.

b) Cairan yang keluar dari vagina ini ada kemungkinan air

ketuban, urine atau sekret vagina.

c) Sekret vagina ibu hamil pH: 4-5, dengan kertas nitrazin tidak

berubah warna, tetap kuning.

d) Tes Lakmus (tes Nitrazin), jika kertas lakmus merah berubah

menjadi biru menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). pH

air ketuban 7-7,5, darah dan infeksi vagina dapat

menghasilkan tes yang positif.


84

e) Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban

pada gelas objek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan

mikroskopik menunjukkan gambaran daun pakis.

2) Pemeriksaan ultrasonografi (USG)

a) Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan

ketuban dalam kavum uteri.

b) Pada kasus ketuban pecah dini terlihat jumlah cairan ketuban

yang sedikit. Namun sering terjadi kesalahan pada penderita

oligohidramnion.

f. Komplikasi

Menurut Nugroho (2010), komplikasi yang dapat terjadi pada

kasus ketuban pecah dini antara lain sebagai berikut:

1) Komplikasi paling sering terjadi pada ketuban pecah dini

sebelum usia kehamilan 37 minggu adalah sindrom distress

pernapasan (RDS = Respiratory Distress Syndrome), yang terjadi

pada 10-40% bayi baru lahir.

2) Resiko infeksi meningkat pada kejadian ketuban pecah dini.

3) Semua ibu hamil dengan ketuban pecah dini prematur sebaiknya

dievaluasi untuk kemungkinan terjadinya chrioamnionitis (radang

pada korion dan amnion).

4) Selain itu kejadian prolaps atau keluarnya tali pusar dapat terjadi

pada ketuban pecah dini.


85

5) Resiko kecacatan dan kematian janin meningkat pada ketuban

pecah dini preterm.

6) Hipoplasia paru merupakan komplikasi fatal yang terjadi pada

ketuban pecah dini preterm. Kejadiannya mencapai hampir 100%

apabila KPD preterm ini terjadi pada usia kehamilan kurang dari 23

minggu.

g. Penatalaksanaan

Ketuban pecah dini termasuk dalam kehamilan beresiko tinggi.

Kesalahan dalam mengelola ketuban pecah dini akan membawa

akibat meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas ibu maupun

bayinya. Penatalaksanaan ketuban pecah dini masih dilema bagi

sebagian besar ahli kebidanan. Kasus ketuban pecah dini yang

cukup bulan, kalau segera mengakhiri kehamilan akan menaikkan

insidensi bedah cesar dan kalau menunggu persalinan spontan akan

menaikkan insiden chrioamnionitis (Manuaba, 2008).

Kasus ketuban pecah dini yang kurang bulan kalau menempuh

cara-cara aktif harus dipastikan bahwa tidak akan terjadi sindrom

distress pernapasan (RDS) dan kalau menempuh cara konservatif

dengan maksud untuk memberi waktu pematangan paru harus

memantau keadaan janin dan infeksi yang akan memperjelek

prognosis janin. Penatalaksanaan ketuban pecah dini tergantung

pada umur kehamilan. Kalau umur kehamilan tidak diketahui secara


86

pasti dilakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG) untuk

mengetahui umur kehamilan dan letak janin (Manuaba, 2008).

Resiko yang lebih sering pada kasus ketuban pecah dini dengan

janin kurang bulan adalah sindrom distress pernapasan (RDS)

dibandingkan dengan sepsis. Oleh karena itu pada kehamilan

kurang bulan perlu evaluasi hati-hati untuk menentukan waktu yang

optimal untuk persalinan. Pada umur kehamilan 34 minggu atau

lebih biasanya paru-paru sudah matang, chrioamnionitis yang

diikuti dengan sepsis pada janin merupakan sebab utama

meningginya morbiditas dan mortalitas janin (Nugroho, 2010).

Pada kehamilan cukup bulan, infeksi janin langsung

berhubungan dengan lama pecahnya selaput ketuban atau lamanya

periode laten. Kebanyakan penulis sepakat mengambil 2 faktor

yang harus dipertimbangkan dalam mengambil sikap atau tindakan

terhadap penderita ketuban pecah dini yaitu umur kehamilan dan

ada tidaknya tanda-tanda infeksi pada ibu (Nugroho, 2010).

2.1.3 Konsep Dasar Nifas

1. Pengertian Nifas

Masa nifas (puerperium) adalah masa yang dimulai setelah plasenta

keluar dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan

semula (sebelum hamil). Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6

minggu (Ari Sulistyawati, 2015).


87

Masa nifas (puerperium) dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir

ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil.

Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu atau 42 hari, namun

secara keseluruhan akan pulih dalam waktu 3 bulan (Kemenkes RI,

2015).

2. Proses Nifas

Masa nifas dibagi menjadi 3 tahap, yaitu puerperium dini,

puerperium intermedial, dan remote puerperium. Perhatikan penjelasan

berikut (Sulistyawati, 2015).

a. Puerperium dini

Puerperium dini merupakan masa kepulihan, yang dalam hal

ini ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan.Dalam agama

Islam, dianggap bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari

(Sulistyawati, 2015).

b. Puerperium intermedial

Puerperium intermedial merupakan masa kepulihan

menyeluruh alat-alat genetalia, yang lamanya sekitar 6-8 minggu

(Ari Sulistyawati, 2015).

c. Remote puerperium

Remote puerperium merupakan masa yang diperlukan untuk

pulih dan sehat sempurna, terutama bila selama hamil atau waktu

persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna


88

dapat berlangsung berminggu-minggu, bulanan, bahkan tahunan

(Sulistyawati, 2015).

3. Perubahan fisiologis masa nifas

Menurut Kemenkes RI (2015), dalam masa nifas alat-alat genetalia

interna maupun eksterna akan berangsur-angsur pulih kembali seperti

keadaan semula sebelum hamil. Perubahan alat-alat genital ini dalam

keseluruhannya disebut involusio.

a. Uterus

Involusi atau pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana

uterus kembali ke kondisi sebelum hamil dengan berat sekitar 30

gram. Proses ini dimulai segera setelah plasenta lahir akibat

kontraksi otot – otot polos uterus.

Tabel 2.2
TFU dan Berat Uterus menurut Masa Involusi

Involusi Uteri Tinggi Fundus Uteri Berat Uterus


Saat bayi baru lahir Setinggi pusat, 2 jari dibawah 1000 gram
pusat
1 minggu Pertengahan pusat-simfisis 500 gram
postpartum
2 minggu Tidak teraba diatas simfisis 350 gram
postpartum
6 minggu Normal 50 gram
postpartum
8 minggu Normal seperti sebelum hamil 30 gram
postpartum
Sumber : Kemenkes RI. 2015
89

b. Serviks

Setelah persalinan bentuk serviks agak menganga seperti corong

berwarna merah kehitaman. Konsistensinya lunak, kadang-kadang

terdapat perlukaan-perlukaan kecil. Setelah bayi lahir, tangan masih

bisa masuk rongga rahim, setelah 2 jam dapat dilalui 2-3 jari dan

setelah 7 hari hanya dapat dilalui 1 jari. (Kemenkes RI, 2015)

c. Lochea

Lochea adalaah ekskresi cairan rahim selama masa nifas.

Lochea mengandung darah dan sisa jaringan desidua yang nekrotik dari

dalam uterus. Pemeriksaan lochea meliputi perubahan warna dan bau

karena lochea memiliki ciri khas : bau amis atau khas darah dan adanya

bau busuk menandakan adanya infeksi. Jumlah total pengeluaran

seluruh periode lochea rata – rata ± 240-270 ml. (Kemenkes RI, 2015)

Tabel 2.3
Perbedaan Masing – Masing Lochea

Lochea Waktu Warna Ciri – cirri


Rubra/ 1-3 hari Merah Terdiri dari darah segar, jaringan
Merah sisa-sisa plasenta, dinding Rahim,
(Cruenta) lemak bayi, lanugo, dan meconium
Sanguinolen 4-7 hari Merah Sisa darah dan berlendir
ta kecoklatan
dan
berlendir
90

Serosa 8-14 Kuning Mengandung serum, leukosit, dan


hari kecoklatan robekan/laserasi plasenta
Alba/putih >14 hari Putih Mengandung leukosit, sel desidua,
sel epitel, selaput lender serviks, dan
serabut jaringan yang mati

Sumber : Kemenkes RI. 2015

d. Vulva, Vagina dan Perineum

Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang

sangat besar selama proses melahirkan bayi, dan dalam beberapa hari

pertama sesudah proses tersebut, kedua organ ini tetap berada dalam

keadaan kendur. Setelah 3 minggu vulva dan vagina kembali kepada

keadaan tidak hamil dan rugae dalam vagina secara berangsur – angsur

akan muncul kembali sementara labia menjadi lebih menonjol.

(Kemenkes RI, 2015)

Perineum menjadi kendur karena sebelumnya teregang oleh tekanan

kepala bayi yang bergerak maju. Perubahan pada perineum pasca

melahirkan terjadi pada saat perineum mengalami robekan. Robekan

jalan lahir dapat terjadi secara spontan ataupun dilakukan episiotomy

dengan indikasi tertentu. (Kemenkes RI, 2015)

e. Sistem Pencernaan

Pasca melahirkan, kadar progesterone juga mulai menurun. Namun

demikian fungsi usus memerlukan waktu 3-4 hari untuk kembali

normal. Buang air besar secara spontan bisa tertunda selama 2-3 hari
91

setelah ibu melahirkan. Keadaan ini bisa disebabkan karena tonus otot

usus menurun selama proses persalinan dan pada awal masa

pascapartum, diare sebelum persalinan, enema sebelum melahirkan,

kurang makan atau dehidrasi. Pada ibu yang mengalami episiotomi,

laserasi dan hemoroid sering menduga nyeri saat defekasi sehingga ibu

sering menunda untuk defekasi. Faktor tersebut mendukung konstipasi

pada ibu nifas dalam minggu pertama. (Kemenkes RI, 2015)

f. Sistem Perkemihan

Ibu postpartum dianjurkan segera buang air kecil, agar tidak

mengganggu proses involusi uteri dan ibu merasa nyaman. Namun

demikian, paska melahirkan ibu sulit merasa buang air kecil dikarena

trauma yang terjadi pada uretra dan kandung kemih selama proses

melahirkan, yakni sewaktu bayi melewati jalan lahir. Dinding kandung

kemih dapat mengalami oedema. Kombinasi trauma akibat kelahiran,

peningkatan kapasitas kandung kemih setelah bayi lahir, dan efek

konduksi anestesi menyebab keinginan untuk berkemih menurun. Pada

masa pasca partum tahap lanjut, distensi yang berlebihan ini dapat

menyebabkan kandung kemih lebih peka terhadap infeksi sehingga

menggangu proses berkemih normal. (Kemenkes RI, 2015)


92

g. Tanda – tanda Vital

1) Suhu tubuh

Suhu tubuh wanita inpartu tidak lebih dari 37,20C. Pasca

melahirkan, suhu tubuh dapat naik kurang lebih 0,50C dari keadaan

normal. Kenaikan suhu badan ini akibat dari kerja keras sewaktu

melahirkan, kehilangan cairan maupun kelelahan. Kurang lebih pada

hari ke-4 postpartum, suhu badan akan naik lagi. Apabila kenaikan

suhu tubuh diatas 380C, waspada terhadap infeksi postpartum.

(Kemenkes RI, 2015)

2) Nadi

Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80x/menit. Pasca

melahirkan, denyut nadi dapat mejadi bradikardi maupun lebih cepat.

Denyut nadi yang melebihi 100x/menit, harus waspada kemungkinan

infeksi atau perdarahan postpartum. (Kemenkes RI, 2015)

3) Tekanan Darah

Pasca melahirkan pada kasus normal, tekanan darah biasanya tidak

berubah. Perubahan tekanan darah menjadi lebih rendah pasca

melahirkan dapat diakibatkan oleh perdarahan. Sedangkan tekanan

darah tinggi pada postpartum merupakan tanda terjadinya

preeklampsia postpartum. (Kemenkes RI, 2015)


93

4) Pernafasan

Pada ibu postpartum umumnya pernafasan lambat atau normal. Hal

ini dikarenakan ibu dalam keadaan pemulihan atau dalam kondisi

istirahat. Keadaan pernafasan selalu berhubungan dengan keadaan

suhu dan denyut nadi. Bila suhu dan nadi tidak normal, pernafasan

juga akan mengikutinya, kecuali apabila ada gangguan khusus pada

saluran nafas. Bila pernafasan pada masa postpartum menjadi lebih

cepat, kemungkinan ada tanda – tanda syok. (Kemenkes RI, 2015)

h. Proses Laktasi

Selama masa nifas payudara bagian alveolus mulai optimal

memproduksi air susu (ASI). Dari alveolus ini ASI disalurkan ke

dalam saluran kecil (duktulus), dimana beberapa saluran kecil

bergabung membentuk saluran yang lebih besar (duktus). Di bawah

areola, saluran yang besar ini mengalami pelebaran yang disebut sinus.

Akhirnya semua saluran yang besar ini memusat ke dalam puting dan

bermuara ke luar. Di dalam dinding alveolus maupun saluran, terdapat

otot yang apabila berkontraksi dapat memompa ASI keluar.

(Kemenkes RI, 2015)


94

Tabel 2.4
Jenis – Jenis ASI

Jenis – Jenis ASI Ciri – cirri


Kolostrum Cairan pertama yang dikeluarkan oleh kelenjar
payudara pada hari 1-3, berwarna kuning
keemasan, mengandung protein tinggi rendah
laktosa
ASI Transisi Keluar pada hari 3-8, jumlah ASI meningkat tetapi
protein rendah dan lemak, hidrat arang tinggi

ASI Mature ASI yang keluar hari ke 8-11 dan seterusnya, nutria
terus berubah sampai bayi 6 bulan

Sumber : Kemenkes RI. 2015

4. Adaptasi psikologis masa nifas

(1) Fase taking in (fase ketergantungan)

Lamanya 3 hari pertama setelah melahirkan. Fokus pada diri

sendiri, tidak pada bayi, ibu membutuhkan waktu untuk tidur dan

istirahat. Pasif, ibu mempunyai ketergantungan dan tidak bisa

membuat keputusan. Ibu memerlukan bimbingan dalam merawat

bayi dan mempunyai perasaan takjub ketika melihat bayinya yang

baru lahir.

(2) Fase taking hold (fase independen)

Akhir hari ke-3 sampai hari ke-10. Aktif, mandiri dan bisa

membuat keputusan. Memulai aktivitas perawatan diri, fokus pada

perut dan kandung kemih. Fokus pada bayi dan menyusui.

Merespon instruksi tentang perawatan bayi dan perawatan diri,


95

dapat mengungkapkan kurangnya kepercayaan diri dalam merawat

bayi.

(3) Letting go (fase interdependen)

Terakhir hari ke-10 sampai 6 minggu postpartum. Ibu sudah

mengubah peran barunya. Menyadari bayi merupakan bagian dari

dirinya. Ibu sudah dapat menjalankan perannya (Astuti dkk, 2015).

5. Kebutuhan dasar ibu nifas

a. Kebutuhan Gizi Ibu Nifas

Kualitas dan jumlah makanan yang dikonsumsi akan sangat

mempengaruhi produksi ASI. Ibu menyusui harus mendapatkan

tambahan zat makanan sebesar 800 kkal yang digunakan untuk

memproduksi ASI dan untuk aktivitas ibu sendiri. (Sulistyawati,

2015)

b. Ambulasi Dini (Early Ambulation)

Ambulasi dini adalah kebijaksanaan untuk selekas mungkin

membimbing pasien keluar dari tempat tidurnya dan membimbingnya

untuk berjalan. Menurut penelitian, ambulasi dini tidak mempunyai

pengaruh yang buruk, tidak menyebabkan perdarahan yang abnormal,

tidak mempengaruhi penyembuhan luka episiotomi, dan tidak

memperbesar kemungkinan terjadinya prolaps uteri atau retrofleksi.

(Sulistyawati, 2015)
96

c. Eliminasi

Dalam 6 jam pertama post partum, pasien sudah harus dapat

buang air kecil. Semakin lama urine tertahan dalam kandung kemih

maka dapat mengakibatkan kesulitan pada organ perkemihan,

misalnya infeksi. Biasanya, pasien menahan air kencing karena takut

akan merasakan sakit pada luka jalan lahir. Bidan harus dapat

meyakinkan pada pasien bahwa kencing sesegera mungkin setelah

melahirkan akan mengurangi komplikasi post partum. Berikan

dukungan mental pada pasien bahwa ia pasti mampu menahan sakit

pada luka jalan lahir akibat terkena air kencing karena ia pun sudah

berhasil berjuang untuk melahirkan bayinya. (Sulistyawati, 2015)

d. Kebersihan Diri

Karena keletihan dan kondisi psikis yang belum stabil,

biasanya ibu post partum masih belum cukup kooperatif untuk

membersihkan dirinya. Bidan harus bijaksana dalam memberikan

motivasi ini tanpa mengurangi keaktifan ibu untuk melakukan

personal hygiene secara mandiri. Pada tahap awal, bidan dapat

melibatkan keluarga dalam perawatan kebersihan ibu. (Sulistyawati,

2015)

e. Istirahat

Ibu post partum sangat membutuhkan istirahat yang berkualitas

untuk memulihkan kembali keadaan fisiknya. Keluarga disarankan


97

untuk memberikan kesempatan kepada ibu untuk beristirahat yang

cukup sebagai persiapan untuk energy menyusui bayinya nanti.

(Sulistyawati, 2015)

f. Seksual

Secara fisik, aman untuk melakukan hubungan seksual begitu

darah merah berhenti dan ibu dapat memasukkan satu atau dua

jarinya kedalam vagina tanpa rasa nyeri. Banyak budaya dan agama

yang melarang untuk melakukan hubungan seksual sampai masa

waktu tertentu, misalnya setelah 40 hari atau 6 minggu setelah

kelahiran. Keputusan bergantung pada pasangan yang bersangkutan.

(Sulistyawati, 2015)

g. Latihan/Senam Nifas

Untuk mencapai hasil pemulihan otot yang maksimal,

sebaiknya latihan masa nifas dilakukan seawall mungkin dengan

catatan ibu menjalani persalinan dengan normal dan tidak ada

penyulit post partum. (Sulistyawati, 2015)


98

6. Kunjungan masa nifas

Program dan kebijakan teknis masa nifas:

Tabel 2.5
Kunjungan Masa Nifas

Kunjungan Waktu Tujuan


1 6-8 jam a. Mencegah terjadinya perdarahan karena
masa nifas Antonia uteri.
b. Mendeteksi dan mengatasi perdarahan karena
penyebab lain: rujuk perdarahan berlanjut.
c. Memberika konseling kepada ibu atau salah
satu anggota keluarga mengenai bagaimana
mencegah perdarahan masa nifas karena
atonia uteri.
d. Pemberian ASI awal.
e. Melakukan hubungan antara ibu dan bayi
baru lahir.
f. Menjaga bayi tetap sehat dengan cara
mencegah hipotermi.
g. Jika petugas kesehatan menolong persalinan,
ia harus tinggal dengan ibu dan bayi untuk 2
jam pertama setelah persalinan.
2 6 hari masa a. Memastikan involusi uterus berjalan normal.
nifas b. Menilai adanya tanda-tanda demam.
c. Memastikan ibu menadapatkan cukup
makanan, cairan dan istirahat.
d. Memastikan ibu menyusui dengan baik.
3 2 minggu a. Memastikan involusi uterus berjalan normal.
masa nifas b. Menilai adanya tanda-tanda demam.
c. Memastikan ibu mendapatkan cukup
makanan, cairan dan istirahat.
d. Memastikan ibu menyusui dengan baik.
Kunjungan 4 6 minggu a. Menanyakan pada ibu tentang penyulit-
masa nifas penyulit yang ia alami atau bayinya.
b. Memberikan koseling untuk KB secara dini
Sumber : Putriani dkk, 2014
99

2.1.4 Konsep Bayi Baru Lahir

1. Pengertian Bayi Baru Lahir

Bayi baru lahir (BBL) normal adalah bayi yang lahir dari kehamilan

37 minggu sampai 42 minggu dan berat badan lahir 2500 gram sampai

dengan 400 gram (Wahyuni, S. 2011).

Menurut M. Sholeh Kosim, bayi baru lahir normal adalah berat bayi

lahir antara 2500-4000 gram, cukup bulan, lahir langsung menangis dan

tidak ada kelainan kongenital (cacat bawaan) yang berat (Marmi dan

Rahardjo, 2015).

Bayi baru lahir adalah bayi yang lahir dengan berat antara 2500-

4000 g, cukup bulan, lahir langsung menangis, dan tidak ada kelainan

conginetal (cacat bawaan) yang berat (Putra S, 2012: 191).

2. Proses Bayi Baru Lhir

Tahap Bayi Baru Lahir Menurut Dewi, 2010 :

a. Tahap I

Tahap ini terjadi setelah lahir, selama menit-menit pertama

kelahiran. Pada tahap ini digunakan sistem scoring agar untuk fisik dan

scoring gray untuk interaksi bayi dan ibu (Dewi, 2010).

b. Tahap II

Tahap transisi reaktivitas. Pada tahap ini dilaukan pengkajian

selama 24 jam (Dewi, 2010).


100

c. Tahap III

Tahap ini disebut tahap periode pengkajian dilakukan setelah 24

jam pertama yang meliputi pemeriksaan seluruh tubuh (Dewi, 2010).

Tabel 2.6
Penilaian Bayi dengan Metode APGAR

Aspek Pengamatan Skor


Bayi Baru Lahir
0 1 2
Appearance/warna Seluruh tubuh Warna kulit tubuh Warna kulit seluruh
kulit bayi berwarna normal, tetapi tangan tubuh normal
kebiruan dan kaki berwarna
kebiruan
Pulse/denyut nadi Denyut nadi Denyut nadi , 100 Denyut nadi > 100
tidak ada kali/menit kali/menit
Grimace/ respon Tidak ada Wajah meringis saat Meringis, menarik,
refleks respon terhadap distimulasi batuk atau bersin saat
stimulasi distimulasi
Activity/ tonus otot Lemah, tidak Lengan dan kaki Bergerak aktif dan
ada gerakan dalam posisi fleksi spontan
dengan sedikit
gerakan
Respiratory/ Tidak bernafas, Menangis lemah, Menangis kuat,
pernafasan pernafasan terdengar seperti pernafasan baik dan
lambat dan merintih teratur
tidak teratur
Sumber : Tandon, N.M. 2016

Interprestasi:

1) Nilai 1 – 3 asfiksia berat

2) Nilai 4 – 6 asfiksia sedang

3) Nilai 7 – 8 asfiksia ringan (normal)


101

3. Perubahan Fisiologis Bayi Baru Lahir

a. Sistem Pernapasan

Masa yang paling kritis pada bayi baru lahir adalah ketika harus

mengatasi resistensi paru pada saat pernapasan yang pertama kali.

Dan proses pernapasan ini bukanlah kejadian yang mendadak, tetapi

telah dipersiapkan lama sejak intrauterine (Marmi dan Rahardjo,

2015).

b. Suhu Tubuh

Terdapat empat mekanisme kemungkinan hilangnya panas

tubuh dari bayi baru lahir ke lingkungannya :

1) Konduksi

Panas dihantarkan dari tubuh bayi ke benda sekitarnya yang

kontak langsung dengan tubuh bayi (pemindahan panas dari tubuh

bayi ke obyek lain melalui kontak langsung). Contoh hilangnya

panas tubuh bayi secara konduksi, ialah menimbang bayi tanpa

alas timbangan, tanagn penolong yang dingin memegang bayi

baru lahir, menggunakan stetoskop dingin untuk pemeriksaan

bayi baru lahir. (Muslihatun, 2010)

2) Konveksi

Panas hilang dari tubuh bayi ke udara sekitarnya yang sedang

bergerak (jumlah panas yang hilang tergantung kepada kecepatan

dan suhu udara). Contoh hilangnya panas tubuh bayi secara


102

konveksi, ialah membiarkan atau menempatkan bayi baru lahir

dekat dengan jendela, membiarkan bayi baru lahir diruang yang

terpasang kipas angin. (Muslihatun, 2010)

3) Radiasi

Panas dipancarkan dari bayi baru lahir, keluar tubuhnya ke

lingkungan yang lebih dingin (pemindahan panas antara 2 obyek

yang mempunyai suhu berbeda). Contoh bayi mengalami

kehilangan panas tubuh secara radiasi, ialah bayi baru lahir

dibiarkan dalam ruangan dengan AC tanpa diberikan pemanas,

bayi baru lahir dibiarkan dalam keadaan telanjang, bayi baru lahir

ditidurkan berdekatan dengan ruang yang dingin, misalnya dekat

tembok. (Muslihatun, 2010)

4) Evaporasi

Panas hilang melalui proses penguapan tergantung kepada

kecepatan dan kelembapan udara (perpindahan panas dengan cara

merubah cairan menjadi uap). Evaporasi dipengaruhi oleh jumlah

panas yang dipakai, tingkat kelembapan udara, aliran udara yang

melewati. (Muslihatun, 2010)

c. Keseimbangan Air dan Fungsi Ginjal

Tubuh bayi baru lahir mengandung relative banyak air dan kadar

natrium relative lebih besar dari kalium karena ruangan ekstraseluler

luas. Fungsi ginjal belum sempurna karena jumlah nefron masih


103

belum sebanyak orang dewasa, ketidakseimbangan luas permukaan

glomerulus dan volume tutbulus proksimal, serta renal blood flow

relatife kurang bila dibandingkan dengan orang dewasa. (Muslihatun,

2010)

d. Imunoglobulin

Pada neonates tidak terdapat sel plasma pada sumsum tulang,

lamina propia ilium serta apendiks. Plasenta merupakan sawar

sehingga fetus bebas dari antigen dan stress imunologis. Pada bayi

baru lahir hanya terdapat gama globulin G, sehingga imunologi dari

ibu dapat melalui plasenta karena berat molekulnya kecil. Tetapi bila

ada infeksi yang dapat melalui plasenta (lues, toksoplasma, herpes

simpleks dan lain-lain), reaksi imunologis dapat terjadi dengan

pembentukan sel plasma dan antibody gamma A, G dan M.

(Muslihatun, 2010)

e. Hati

Segera setelah lahir, hati menunjukkan perubahan kimia dan

morfologis, yaitu kenaikan kadar protein serta penurunan kadar lemak

dan glikogen. Sel hemopoetik juga mulai berkurang, walaupun

memakan waktu agak lama. Enzim hati belum aktif benar pada waktu

bayi baru lahir, daya detoksifikasi hati pada neonates juga belum

sempurna. (Muslihatun, 2010)


104

4. Kunjungan Neonatus

Cakupan pelayanan neonatus adalah cakupan neonatus yang

mendapatkan pelayanan sesuai standar paling s edikit 3 kali.

a. Kunjungan Neonatal ke 1 (KN 1).

Dilakukan dalam waktu 6-48 jam setelah bayi lahir. Yang

dilakukan:

1) Mempertahankan suhu tubuh bayi

2) Dilakukan pemeriksaan fisik

b. Kunjungan Neonatal ke 2 (KN 2)

Dilakukan dalam waktu hari ke 3 sampai hari ke 7 setelah bayi baru

lahir.

1) Menjaga tali pusat dalam keadaan bersih dan kering

2) Menjaga kebersihan bayi

3) Konseling kepada ibu dan bayi untuk pemberian ASI ekslusif.

c. Kunjungan Neonatal ke 3 (KN 3)

Dilakukan dalam waktu hari ke 8 sampai hari ke 28 setelah bayi

lahir.

1) Pemeriksaan fisik

2) Menjaga kebersihan bayi


105

5. Kebutuhan bayi baru lahir

a. Kebutuhan nutrisi

ASI merupakan makanan yang terbaik bagi bayi. ASI

diketahui mengandung zat gizi paling banyak sesuai kualitas dan

kuantitasnya untuk pertumbuhan dan perkembangan janin. Jumlah

rata-rata susu seorang bayi cukup bulan selama 2 minggu pertama

sebanyak 30-60 ml setiap 2-3 jam. Selama 2 minggu pertama

kehidupan bayi baru lahir hendaknya dibangunkan untuk menyusu

paling tidak setiap 4 jam.

b. Kebutuhan eliminasi

Air seni dibuang dengan cara mengosongkan kandung

kemih secara refleks. Bayi miksi sebanyak minimal 6 kali sehari.

Semakin banyak cairan yang masuk maka semakin sering bayi

miksi. Defekasi pertama berwarna hijau kehitaman. Pada hari ke 3-

5 kotoran berubah wana menjadi kuning kecoklatan. Bayi defekasi

4-6 kali sehari. Bayi yang mendapat ASI kotorannya kuning dan

agak cair dan berbiji.

c. Kebutuhan tidur

Dalam 2 minggu pertama setelah lahir, bayi normalnya

sering tidur. Bayi yang baru lahir mempergunakan sebagian besar

dari wakunya untuk tidur. Pada umumnya, waktu tidur dan istirahat

bayi berlangsung paralel dengan pola menyusu/makannya.


106

Neonatus sampai usia 3 bulan rata-rata tidur sekitar 16 jam sehari.

Pada umumnya, bayi mengenal malam hari pada usia 3 bulan.

Jumlah total tidur bayi akan berkurang seiring dengan

bertambahnya usia bayi.

d. Kebersihan kulit

Kulit bayi baru lahir secara struktur dasar hampir sama

dengan kulit orang dewasa. Semakin imatur seorang bayi semkin

kurang kematangan fungsi kulitnya. Kulit fetus dalam uterus

ditutupi oleh verniks kaseosa yang merupakan hasil komposisi

material lemak. Biasanya muncul selama trimester ke-3 dan

berkurang sampai pada usia kehamilan 40 minggu. Kulit bayi

mempunyai peranan penting melindungi bayi dan sangat penting

untuk menjaga kesehatan kulit bayi agar tidak muncul komplkasi

atau penyakit. Salah satu cara untuk menjaga kebersihan kulit

adalah dengan memandikan bayi (Wahyuni, 2011).

Tabel 2.7
Pemberian ASI
Usia Bayi Jumlah ASI dalam Sekali Minum

1 hari 7 cc (satu sendok teh)

2 hari 14 cc (tiga sendok teh)

3 hari 25 cc – 38 cc (3-4 sendok makan)

1 minggu 45 cc – 60 cc
107

1 bulan 80 cc – 150 cc

6 bulan 720 cc per hari

1 tahun 550 cc per hari

Sumber : Kemenkes RI. 2012

2.1.5 Konsep Dasar Keluarga Berencana (KB)

1. Pengertian KB (Keluarga Berencana)

Keluarga berencana adalah usaha untuk mengukur jumlah dan

jarak anak yang diinginkan. Untuk mencapai hal-hal tersebut maka

dibuatlah beberapa cara atau alternatif untuk mencegah ataupun

menunda kehamilan. Cara-cara tersebut termasuk kontrasepsi atau

penceghan kehamilan dan perencanaan keluarga (Sulistyaningsih,

2013).

Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan.

Upaya ini dapat bersifat sementara maupun bersifat permanen dan

upaya ini dapat dilakukan dengan menggunakan cara, alat atau obat-

obatan (Proverawati, Islaely dan Aspuah, 2015).

Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan.

Upaya ini dapat bersifat sementara maupun bersifat permanen dan

upaya ini dapat dilakukan dengan menggunakan cara, alat atau obat-

obatan (Proverawati dkk, 2010).


108

2. Jenis Kontrasepsi

a. Metode Amenore Laktasi (MAL)

MAL adalah metode kontrasepsi sementara yang

mengandalkan pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif,

artinya hanya diberikan ASI saja tanpa tambahan makanan dan

minuman lainnya. Metode ini khusus digunakan untuk menunda

kehamilan selama 6 bulan setelah melahirkan dengan memberikan

ASI eksklusif. (Proverawati, Islaely dan Aspuah, 2015)

MAL dapat dipakai sebagai alat kontrasepsi, apabila :

1) Menyusui secara penuh (full breast feeding), lebih efektif jika

diberikan minimal 8 kali sehari.

2) Belum mendapat haid.

3) Umur bayi kurang dari 6 bulan.

Cara kerja MAL adalah menunda atau menekan terjadinya

ovulasi. Pada masa laktasi/menyusui, hormon yang berperan adalah

prolaktin dan oksitosin. Semakin sering menyusui, maka kadar

prolaktin meningkat dan hormon gonadotropin melepaskan hormon

penghambat (inhibitor). Hormon penghambat dapat mengurangi

kadar estrogen, sehingga ovulasi tidak terjadi. MAL memiliki

efektifitas sangat tinggi sekitar 98% apabila digunakan secara benar

dan memenuhi persyaratan, yaitu digunakan selama enam bulan


109

pertama setelah melahirkan, belum mendapat haid pasca melahirkan

dan menyusui secara eksklusif (Proverawati, Islaely dan Aspuah,

2015).

Manfaat kontrasepsi MAL antara lain :

1) Efektifitas tinggi (98%) apabila digunakan selama enam bulan

pertama setelah melahirkan, belum mendapat haid dan

menyusui eksklusif.

2) Dapat segera dimulai setelah melahirkan.

3) Tidak memerlukan prosedur khusus, alat maupun obat.

4) Tidak memerlukan pengawasan medis.

5) Tidak mengganggu senggama.

6) Mudah digunakan.

7) Tidak perlu biaya.

8) Tidak menimbulkan efek samping sistemik.

9) Tidak bertentangan dengan budaya maupun agama.

MAL mempunyai keterbatasan antara lain :

1) Memerlukan persiapan dimulai sejak kehamilan.

2) Metode ini hanya efektif digunakan selama 6 bulan setelah

melahirkan, belum mendapat haid dan menyusui secara

eksklusif.
110

3) Tidak melindungi dari penyakit menular seksual termasuk

Hepatitis dan HIV.

4) Tidak menjadi pilihan bagi wanita yang tidak menyusui.

5) Kesulitan dalam mempertahankan pola menyusui secara

eksklusif (Proverawati, Islaely dan Aspuah, 2015).

b. Kontrasepsi Pil

1) Kontrasepsi Pil Kombinasi

Kontrasepsi pil kombinasi adalah pil yang mengandung

hormon estrogen dan progesteron dengan dosis

tertentu.Mekanisme utama pil kombinasi untuk mencegah

terjadinya kehamilan adalah dengan menghambat keluarnya sel

telur (ovum) dari indung telur (ovarium). Penggunaan kontrasepsi

pil kombinasi tidak dapat mencegah terjadinya infeksi menular

seksual (IMS) pada penggunanya. Efek samping yang sering

terjadi :

a) Amenore (tidak haid).

b) Mual, pusing atau muntah.

c) Perdarahan pervaginam/spotting.

Keadaan yang perlu mendapat perhatian :

a) Nyeri dada hebat, batuk dan napas pendek.


111

b) Sakit kepala hebat.

c) Nyeri tungkai hebat (betis atau paha).

d) Nyeri abdomen hebat.

e) Pandangan kabur (Proverawati, Islaely dan Aspuah, 2015).

2) Kontrasepsi Pil Progestin

Kontrasepsi pil progestin atau minipil adalah pil yang

mengandung progestin dalam dosis yang sangat rendah.

Mekanisme kontrasepsi pil progestin terjadi melalui penebalan

lendir serviks sehingga menghambat penetrasi sperma melalui

kanalis servikalis, menghambat lonjakan tengah siklus hormon

luteal (LH) dan folikel stimulating hormon (FSH), inhibisi

perjalanan ovum di saluran tuba, mengganggu pematangan

endometrium dan supressi ovulasi (hanya terjadi pada 50% dari

keseluruhan pengguna) (Proverawati, Islaely dan Aspuah, 2015).

Efek samping penggunaan pil progestin diantaranya :

a) Gangguan frekuensi dan lamanya haid.

b) Sefalgia (Proverawati, Islaely dan Aspuah, 2015).

c. Kontrasepsi Suntik

1) Kontrasepsi suntik kombinasi

Kontrasepsi suntik kombinasi terdiri dari dua hormon

yaitu progestin dan estrogen seperti hormon alami pada tubuh

seorang perempuan. Suntikan kombinasi dipasarkan dengan


112

nama dagang Ciclofem, Ciclofeminia, Cyclofem, Cyclo-

povera, dll. Efektifitas kontrasepsi suntik kombinasi:

a) Sangat efektif (0,1-0,4 kehamilan per 100 perempuan)

selama tahun pertama penggunaan.

b) Risiko kehamilan lebih besar jika perempuan terlambat

disuntik atau terlewatkan satu atau beberapa kali suntikan.

Efek samping dan masalah :

a) Amenore.

b) Mual, pusing dan muntah.

c) Perdarahan pervaginam/spotting

Tanda-tanda yang harus diwaspadai pada pengguna suntikan

kombinasi:

(1) Nyeri dada hebat atau nafas pendek.

(2) Sakit kepala hebat atau gangguan penglihatan.

(3) Nyeri tungkai hebat. Tidak terjadi perdarahan atau

spotting selama 7 hari sebelum suntikan berikutnya,

kemungkinan terjadi kehamilan.

2) Kontrasepsi Suntik Progestin

Kontrasepsi suntik progestin yang umum digunakan

adalah Depo Medroxyprogesteron acetate (DMPA) dan

Norethisteron Enanthate (Net-En). Kontrasepsi progestin,

tidak mengandung estrogen sehingga dapat digunakan pada


113

masa laktasi dan perempuan yang tidak dapat

menggunakan kontrasepsi yang mengandung estrogen.

Efek samping:

a) Amenore.

b) Perdarahan ireguler.

c) Kenaikan berat badan.

d) Perut kembung dan tidak nyaman.

e) Perdarahan banyak atau berkepanjangan.

f) Sefalgia. (Proverawati, Islaely dan Aspuah, 2015)

d. Kontrasepsi Implan

Implan mengandung hormon progestin. Progestin ditempatkan

didalam kapsul implan satu atau dua batang yang dipasang pada

lapisan bawah kulit dibagian medial lengan atas dengan jangka 3

tahun. Waktu mulai menggunakan implant:

1) Implan dapat diberikan dalam waktu 7 hari siklus haid. Tidak

diperlukan kontrasepsi tambahan.

2) Bila implan diberikan setelah hari ke 7 siklus haid, klien tidak

boleh melakukan hubungan seksual selama 7 hari atau

menggunakan kontrasepsi tambahan selama 7 hari.

3) Bila klien tidak mendapat haid, implan dapat diberikan setiap

saat, asal saja dapat dipastikan klien tidak hamil. Klien tidak
114

boleh melakukan hubungan seksual untuk 7 hari lamanya atau

menggunakan metode kontrasepsi lain selama 7 hari.

4) Bila klien pasca persalinan 6 minggu – 6 bulan, menyusui,

serta belum haid, implan dapat diberikan, asal dapat dipastikan

klien tidak hamil.

5) Bila pasca persalinan > 6 minggu dan telah mendapat haid,

maka implan dapat dipasang setiap saat, tetapi jangan

melakukan hubungan seksual selama 7 hari atau menggunakan

kontrasepsi tambahan selama 7 hari.

Efek samping atau masalah yang ditemukan :

1) Amenore.

2) Ekspulsi.

3) Perdarahan pervaginam/spotting.

4) Infeksi pada daerah insersi.

5) Berat badan naik/turun. (Proverawati, Islaely dan Aspuah,

2015)

e. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)

Menurut Nurjasmi (2016) AKDR merupakan salah satu

metode jangka panjang yang cukup efektif karena hanya terjadi

kurang dari 1 kehamilan diantara 100 pengguna AKDR di tahun

pertama memakai AKDR. AKDR post partum adalah AKDR yang

dipasang pada saat 10 menit setelah plasenta lahir hingga 48 jam


115

post partum. Perdarahan haid yang lebih lama serta nyeri dibawah

perut merupakan efek samping utama dalam waktu 3-6 bulan

penggunaan. Cara kerja dari alat kontrasepsi AKDR adalah sebagai

berikut :

1) Menghambat kemampuan sperma masuk ke tuba fallopi.

2) Mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai kavum

uteri.

3) AKDR bekerja terutama mencegah sperma dan ovum

bertemu, walaupun AKDR membuat sperma sulit masuk ke

dalam alat reproduksi perempuan dan mengurangi

kemampuan sperma untuk fertilisasi.

4) Memungkinkan untuk mencegah implantasi (Nurjasmi, 2016).

f. Kontrasepsi Mantap

1) Tubektomi

Tubektomi adalah tindakan pada kedua saluran telur wanita

yang mengakibatkan wanita tersebut tidak akan mendapat

keturunan lagi. Jenis kontrasepsi ini bersifat permanen, karena

dilakukan penyumbatan pada saluran telur wanita yang dilakukan

dengan cara diikat, dipotong ataupun dibakar. Keuntungan dari

kontrasepsi tubektomi adalah :


116

a) Penggunaannya sangat efektif, yaitu 0,5 kehamilan per 100

perempuan selama tahun pertama penggunaan.

b) Tidak mempengaruhi terhadap proses menyusui (breast

feeding).

c) Tidak bergantung pada faktor senggama.

d) Baik bagi klien bila kehamilan akan menjadi resiko kehamilan

yang serius.

e) Pembedahan sederhana, dapat dilakukan dengan anastesi lokal.

f) Tidak ada efek samping dalam jangka waktu yang panjang.

2) Vasektomi

Vasektomi adalah metode sterilisasi dengan cara

mengikat saluran sperma (vas deferens) pria. Beberapa

alternatif untuk mengikat salauran sperma tersebut, yaitu

dengan mengikat saja, memasang klip tantalum, kauterisasi,

menyuntikkan sclerotizing agent, menutup saluran dengan

jarum dan kombinasinya (Proverawati, Islaely dan Aspuah,

2015).

3. Konseling keluarga berencana

Menurut Arum dan Sujiyatini (2016) tindakan konseling hendaknya

diterapkan 6 langkah yang dikenal dengan kata SATU TUJU yaitu:


117

a. SA : Sapa dan Salam kepada klien secara terbuka dan sopan

b. T : Tanyakan pada klien informasi tentang dirinya

c. U : Uraikan kepada klien mengenai pilihannya dan beritahu

beberapa jenis kontrasepsi yang paling mungkin.

d. TU : BanTUlah klien menentukan pilihannya

e. J : Jelaskan secara lengkap bagaimana menggunakan kontrasepsi

pilihannya.

f. U : Perlunya dilakukan kunjungan Ulang.

Anda mungkin juga menyukai