OLEH
ARTHA RIA MANULLANG
NIM 200511005
=============================================
====
Kegiatan Praktek Profesi Ners Stase KMB dengan judul “Laporan Kasus Kelolaan
dan Resume Asuhan Keperawatan Medikal Bedah” ini telah dibimbing oleh dosen
pembimbing Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Abdi Nusantara Jakarta.
Pembimbing I
Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan rahmat-Nya sehingga kegiatan praktek Profesi Ners Stase KMB dapat
diselesaikan dengan judul Laporan Kasus Kelolaan dan Resume Asuhan Keperawatan
Medikal Bedah. Dalam penyusunan laporan ini penulis mendapat bantuan dari
berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Ibu Lia Idealistiana, SKM, SST, MARS, sebagai Ketua Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Abdi Nusantara Jakarta
2. Ibu Rahayu Khairiyah, M.Keb sebagai Waket I Bid. Akademik Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Abdi Nusantara Jakarta
3. Bapak Ns. Abdul Khamid, M.Kep, sebagai Ketua prodi Profesi Ners Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Abdi Nusantara Jakarta
4. Bapak Ns.Sahrudi, M.Kep, Sp.KMB, sebagai pembimbing yang telah memberikan
bimbingan, dorongan dan pengarahan kepada penulis dalam melakukan asuhan
keperawatan medikal bedah.
5. Rekan-rekan dan mahasiswa Ners Ekstensi.
Penulis menyadari akan kekurangan-kekurangan yang ditemukan dalam
penyusunan laporan ini, maka dengan lapang dada penulis menerima segala kritik
dan saran yang membangun guna kemajuan bagi penulis, semoga hasil karya ini
dapat memberikan manfaat dan mohon maaf bila terdapat banyak sekali kesalahan
selama proses penyusunan laporan ini berjalan. Akhir kata semoga Tuhan Yang
Maha Esa selalu memberikan rahmat dan hidayahnya kepada kita semua, amin.
Jakarta, Februari 2021
Penulis
DAFTAR TUGAS KMB
KASUS KELOLAHAN
Kasus 1 Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Post Op appedic
Kasus 2 Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Fraktur Tibia Fibula
Kasus 3 Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Anemia
Kasus 4 Asuhan Keperawatan pada pasien dengan pnemonia
DAFTAR RESUME
Resume 1 Resume pada pasien dengan Diabetes Militus
Resume 2 Resume pada pasien dengan DHF
Resume 3 Resume pada pasien dengan Appendic
Resume 4 Resume pada pasien dengan Dyspepsia
Resume 5 Resume pada pasien dengan Hipertensi
Resume 6 Resume pada pasien dengan Ca Paru
Resume 7 Resume pada pasien dengan Asma
Resume 8 Resume pada pasien dengan Gangguan Perkemihan
DAFTAR LAPORAN PENDAHULUAN
LP 1 Laporan Pendahuluan dengan Asma
LP 2 Laporan Pendahuluan dengan Ileus Obstruktif
LP 3 Laporan Pendahuluan dengan Ca Colon
LP 4 Laporan Pendahuluan dengan Kolelitiasis
KASUS KELOLAHAN
IDENTITAS
Nama Pasien : Ny. N
Umur : 33 tahun
Suku/ Bangsa : Jawa
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Alamat :
Sumber Biaya : Bpjs
KELUHAN UTAMA
1. Keluhan utama:
Pasien mengatakan badan menggigil sejal 3 hari yang lalu, pasien mengatakan mual muntah,
pasien mengatakan tidak nafsu makan,
Keterangan
Laki-laki
Perempuan
Pasien
k. Tracheostomy: ya tidak
................................................................................................................................................
................................................................................................................................................
................................................................
l. Lain-lain:
................................................................................................................................................
................................................................................................................................................
................................................................
f. Kemampuan berkemih:
Spontan Alat bantu,
sebutkan: .................................................................................................
Jenis :............................................
Ukuran :............................................
Hari ke :............................................
g. Produksi urine : 30 ml/jam
Warna :kuning
Bau : khas
h. Kandung kemih : Membesar ya tidak
i. Nyeri tekan ya tidak
j. Intake cairan oral : 800 cc/hari parenteral : 1200 cc/hari
k. Balance cairan:
................................................................................................................................................
................................................................................................................................................
................................................................................................................................................
...............................................................................................
k. Lain-lain:
................................................................................................................................................
................................................................................................................................................
................................................................................................................................................
................................................................................................
6. Sistem pencernaan (B5) Masalah Keperawatan :
a. TB : 155 Cm BB : 46 Kg Nyeri akut dan Defisit
b. IMT : 19,1 Interpretasi : Normal nutris
+ Visus +
+ Palpebra +
+ Conjunctiva +
+ Kornea +
+ BMD +
+ Pupil +
+ Iris +
+ Lensa +
+ TIO +
+ Aurcicula +
+ MAE +
+ Membran +
+ Tymphani +
+ Rinne +
Weber
Swabach
b. Tes Audiometri
................................................................................................................................................
................................................................................................................................................
................................................................................................................................................
c. Keluhan nyeri ya tidak
P :...................................................................
Q :...................................................................
R :...................................................................
S :...................................................................
T :...................................................................
d. Luka operasi: ada tidak
Tanggal operasi :................
Jenis operasi :................
Lokasi :................
Keadaan :................
e. Alat bantu dengar: tidak menggunakan alat bantu dengar
f. Lain-lain :
................................................................................................................................................
................................................................................................................................................
8. Sistem muskuloskeletal (B6)
a. Pergerakan sendi: bebas terbatas
b. Kekuatan otot: 5555 5555 Masalah Keperawatan :
5555 5555
PENGKAJIAN SPIRITUAL
a. Kebiasaan beribadah Masalah Keperawatan :
- Sebelum sakit sering kadang- kadang tidak pernah
- Selama sakit sering kadang- kadang tidak pernah
Imuno serologi
Widal
Salmonella typhi (-)
Parathypht AH (-)
Parathypht BH (-)
Typhi o (1/80)
Paratyphi AO (1/320)
Paratyphi BO (1/80)
Paratyphi Co (-)
TERAPI
Ceftriaxone 2 x 1 gr (iv)
Omz 2x1 (iv)
Ranitidin 2x1 (iv)
Paracetamol 3 x 1 (iv)
(Feby maulani)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS
STIKES ABDI NUSANTARA JAKARTA
ANALISIS DATA
Hari/
DATA ETIOLOGI MASALAH
Tgl/ Jam
Senin DS: Proses infeksi Hipertemia
4 - pasien mengatakan badannya (D.0130)
Februari panas sejak 3 hari yang lalu
2021
DO:
- pasien tampak lemas
- Pasien tampak menggigil
- Suhu 38,8oc
- Nadi 98 x/menit
- RR 20x/menit
- Td 120/80 mmHg
- Hemoglobin 13,4 gr/dl
- Hematokrit 40%
- Leukosit 10.500 ribu/Ml
- Trombosit 357 ribu/mL
- Typhi o (1/80)
- Paratyphi AO (1/320)
- Paratyphi BO (1/80)
Hari/ DIAGNOSA
No. INTERVENSI RASIONAL
Tgl/ Jam KEPERAWATAN
4 Hipertemia Setelah dilakukan 1. Observasi suhu tubuh, TD, denyut 1. Memantau perkembangan
nadi, dan frekuensi pernafasan kondisi klien
1 Februari (D.0130) tindakan keperaatan
2. Pantau hidrasi (misal, turgor kulit, 2. Mengetahui adanya
2021 berhubungan selama 3 x 24 jam kelembapan membran mukosa) kehilangan cairan
3. Berikan kompres hangat 3. Menurunkan suhu tubuh
dengan proses diharapkan hipertermia
4. Ajarkan keluarga pasien dalam 4. Menambah pengetahuan
infeksi teratasi dengan kriteria mengukur suhu untuk mencegah tentang kondisi pasien
dan mengenali secara diri 5. Menurunkan suhu tubuh
hasil:
hipertermia
- Pasien tidak 5. Kolaborasi pemberian antipiretik
menggigil
- Pasien tidak demam
- TTV dalam rentang
normal :
- S: 36.5-37.50C
- N: 80-100x/mnt
2 Nyeri akut Setelah dilakukan 1. Lakukan pengkajian nyeri yang 1. Mengidentifikasi karakteristik
komprehensif meliputi lokasi, nyeri merupakan faktor yang
(D.0077) tindakan keperawatan
karakteristik, awitan dan durasi, penting untuk menentukan
berhubungan selama 1 x 24 jam frekuensi, kualitas, intensitas, atau terapi yang cocok serta
keparahan nyeri, dan faktor mengevaluasi keefektifan dari
dengan Proses diharapkan nyeri klien
presipitasinya. terapi.
Inflamasi berkurang/hilang dengan 2. Observasi vital sign setiap 4-6 jam 2. Memantau perkembangan
3. Lakukan perubahan posisi kondisi klien
kriteria hasil: 4. Ajarkan teknik nonfarmakologi 3. Meningkatkan rasa nyaman
(teknik nafas dalam) 4. Klien mengetahui tehnik
- Mengatakan rasa
5. Kolaborasi pemberian analgetik distraksi dan relaksasi
nyeri
sehinggga dapat
bekurang/hilang
mempraktekkannya bila
- R : 16-24 x/ menit
mengalami nyeri
- N : 80-100 x/menit
5. Pengobatan terhadap nyeri.
- TD 120/80 mmHg
- Skala nyeri dari 5
menjadi 0-3
3 Defisit nutrisi Setelah dilakukan 1.Kaji makanan kesukaan pasien 1. Menentukan terhadap jenis
2.Observasi cairan infus. makanan yang diberikan
(D.0019) tindakan keperaatan
3.Auskultasi bising usus, catat 2. Mengetahui pemenuhan
berhubungan selama 3 x 24 jam adanya elektrolit tubuh
penurunan/hilangnya/suara 3. Mengetahui adanya penurunan
dengan intake yang diharapkan asupan
hiperaktif /hilangnya/suara hiperaktif
tidak adekuat makanan dan cairan 4. Bantu menyuapi pasien 4. Memudahkan pasien makan
5. Berikan informasi yang tepat 5. Menambah wawasan untuk
terpenuhi dengan kriteria
tentang kebutuhan nutrisi dan membantu meningkatkan
hasil: bagaimana memenuhinya. pemenuhan nutrisi pasien
6. Kolaborasi pemberian antiemetik 6. Pengobatan mual dan muntah.
- Tidak mual dan
muntah
- Nafsu makan baik
- Makan habis 1 porsi
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Hari/
Tgl/ No. Dx Jam Implementasi Paraf Jam Evaluasi (SOAP) Paraf
Shift
5 1 08.00 Mengobservasi suhu tubuh, TD, denyut Feby 15.0 S: pasien mengatakan demam berkurang, Feby
Februari nadi, dan frekuensi pernafasan 0 tidak menggigil
2021 O: pasien tampak lemas, Pasien tampak tidak
08.30 Memantau hidrasi (misal, turgor kulit, menggigil, Suhu 37,6, nadi 85 x/menit,
kelembapan membran mukosa) RR 20x/menit, Td 120/80 mmHg
A : Masalah belum teratasi
10.00 Mengajarkan keluarga pasien dalam P : Intervensi dilanjutkan
mengukur suhu untuk mencegah dan 1. Observasi suhu tubuh, TD, denyut nadi,
dan frekuensi pernafasan
mengenali secara diri hipertermia
2. Pantau hidrasi (misal, turgor kulit,
kelembapan membran mukosa)
3. Berikan kompres hangat
12.00 Kolaborasi pemberian antipiretik
4. Ajarkan keluarga pasien dalam
mengukur suhu untuk mencegah dan
mengenali secara diri hipertermia
5. Kolaborasi pemberian antipiretik
Ceftriaxone 2x1
Paracetaomol 3x1 (iv)
2 08.00 Melakukan pengkajian nyeri yang Feby S : Pasien mengatakan nyeri ulu hati Feby
komprehensif meliputi lokasi, karakteristik, berkurang,
awitan dan durasi, frekuensi, kualitas, O: pasien tampak rileks, pasien tampak tidak
intensitas, atau keparahan nyeri, dan faktor memegangi perut lagi,
presipitasinya. P : Nyeri pada abdomen berkurang
Q : ditusuk-tusuk
08.00 Mengobservasi vital sign setiap 4-6 jam R : Nyeri pada epigastrium
S : 3 (sedang)
08.15 Mengajarkan teknik nonfarmakologi (teknik T : Berkala tak menentu
nafas dalam) Suhu 37,6, nadi 85 x/menit, RR
20x/menit, Td 120/80 mmHg
12.00 Kolaborasi pemberian analgetik A; Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
1. Lakukan pengkajian nyeri yang
komprehensif meliputi lokasi,
karakteristik, awitan dan durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas, atau
keparahan nyeri, dan faktor
presipitasinya.
2. Observasi vital sign setiap 4-6 jam
3. Lakukan perubahan posisi
4. Ajarkan teknik nonfarmakologi (teknik
nafas dalam)
5. Kolaborasi pemberian analgetik
Paracetamol 3x1 (iv)
3 08.00 Mengkaji makanan kesukaan pasien Feby S : pasien mengatakan nafsu makan Feby
meningkat, pasien mengatakan makan
08.00 Mengauskultasi bising usus, catat adanya habis ¾ porsi, pasien mengatakan mual
penurunan/hilangnya/suara hiperaktif berkurang, tidak muntah, pasien
mengatakan lemas berkurang.
12.00 Memberikan informasi yang tepat tentang O: keadaan umum pasien baik, pasien
kebutuhan nutrisi dan bagaimana tampak mual berkurang, tidak muntah,
memenuhinya. pasien tampak nafsu makan meningkat,
pasien tampak makan habis ¾ porsi.
12.00 Kolaborasi pemberian antiemetik A : masalah belum teratasi
P : intervensi dilanjutkan
1. Kaji makanan kesukaan pasien
2. Auskultasi bising usus, catat adanya
penurunan/hilangnya/suara hiperaktif
3. Berikan informasi yang tepat tentang
kebutuhan nutrisi dan bagaimana
memenuhinya.
4. Kolaborasi pemberian antiemetic
Omz 2x1 (iv)
Ranitidin 2x1 (iv)
6 08.30 Mengobservasi suhu tubuh, TD, denyut Feby S: pasien mengatakan tidak demam, tidak Feby
Februari nadi, dan frekuensi pernafasan menggigil
2021 O: keadaan umum pasien baik, Pasien
09.00 Memantau hidrasi (misal, turgor kulit, tampak tidak menggigil, Suhu 36,4, nadi
kelembapan membran mukosa) 80 x/menit, RR 18x/menit, Td 120/80
mmHg
10.00 Mengajarkan keluarga pasien dalam A : Masalah teratasi
mengukur suhu untuk mencegah dan P : Intervensi dihentikan
mengenali secara diri hipertermia
A. DEFINISI
Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus
ditangani secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang
timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran
darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja (Muttaqin, 2008).
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang
berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan
gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan
kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler.
Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran
darah otak (Corwin, 2009). Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah
kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke
bagian otak sering ini adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler selama
beberapa tahun (Smeltzer et al, 2002).
B. KLASIFIKASI
1. Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu:
(Muttaqin, 2008)
a. Stroke Hemoragi,
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan
subarachnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada
daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas
atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien
umumnya menurun. Perdarahan otak dibagi dua, yaitu:
1) Perdarahan intraserebra
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena
hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak,
membentuk massa yang menekan jaringan otak, dan menimbulkan
edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat
mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak.
Perdarahan intraserebral yang disebabkan karena hipertensi sering
dijumpai di daerah putamen, thalamus, pons dan serebelum.
2) Perdarahan subaraknoid
Pedarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM.
Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi
willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat diluar parenkim
otak.Pecahnya arteri dan keluarnya keruang subaraknoid
menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur
peka nyeri, dan vasospasme pembuluh darah serebral yang
berakibat disfungsi otak global (sakit kepala, penurunan
kesadaran) maupun fokal (hemiparase, gangguan hemisensorik,
dll)
b. Stroke Non Hemoragi
Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral,
biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau
di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang
menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder.
Kesadaran umumnya baik.
2. Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya, yaitu:
a. TIA (Trans Iskemik Attack) gangguan neurologis setempat yang
terjadi selama beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang
timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang
dari 24 jam.
b. Stroke involusi: stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana
gangguan neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk.
Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari.
c. Stroke komplit: dimana gangguan neurologi yang timbul sudah
menetap atau permanen . Sesuai dengan istilahnya stroke komplit
dapat diawali oleh serangan TIA berulang.
C. ETIOLOGI
Penyebab stroke menurut Arif Muttaqin (2008):
a. Thrombosis Cerebral
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi
sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan
oedema dan kongesti di sekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada
orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena
penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat
menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis memburuk
pada 48 jam setelah trombosis.
Beberapa keadaan di bawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak:
a. Aterosklerosis
Aterosklerosis merupakan suatu proses dimana terdapat suatu
penebalan dan pengerasan arteri besar dan menengah seperti
koronaria, basilar, aorta dan arteri iliaka (Ruhyanudin, 2007).
Aterosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta
berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah.
Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat
terjadi melalui mekanisme berikut:
1) Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran
darah.
2) Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi trombosis.
3) Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan
kepingan thrombus (embolus).
4) Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian
robek dan terjadi perdarahan.
b. Hyperkoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/ hematokrit
meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral.
c. Arteritis( radang pada arteri )
d. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh
bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari
thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri
serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang
dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan
emboli:
1) Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease
(RHD).
2) Myokard infark
3) Fibrilasi. Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk
pengosongan ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil
dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan mengeluarkan
embolus-embolus kecil.
4) Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan
terbentuknya gumpalan-gumpalan pada endocardium.
b. Haemorhagi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam
ruang subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini
dapat terjadi karena atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya
pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah kedalam parenkim
otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan
jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak,
jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan mungkin
herniasi otak.
c. Hipoksia Umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah:
a. Hipertensi yang parah
b. Cardiac Pulmonary Arrest
c. Cardiac output turun akibat aritmia
d. Hipoksia Setempat
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah:
a. Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subarachnoid.
b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.
D. PATOFISIOLOGI
Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di
otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan
besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area
yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak
dapat berubah (makin lmbat atau cepat) pada gangguan lokal (thrombus,
emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum
(hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Atherosklerotik sering/
cenderung sebagai faktor penting terhadap otak, thrombus dapat berasal dari
flak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana
aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi.
Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai
emboli dalam aliran darah. Thrombus mengakibatkan; iskemia jaringan otak
yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan
kongesti disekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih
besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa
jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema
pasien mulai menunjukan perbaikan. Oleh karena thrombosis biasanya tidak
fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral
oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika
terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding pembukluh darah maka akan
terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh
darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal
ini akan menyebabkan perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan
hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan
menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebro
vaskuler, karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak,
peningkatan tekanan intracranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan
herniasi otak.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak,
dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak.
Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan
otak di nukleus kaudatus, talamus dan pons.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia cerebral.
Perubahan disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka
waktu 4-6 menit. Perubahan irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit.
Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah
satunya henti jantung.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang
relatif banyak akan mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan
menyebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase
otak. Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik
akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah
yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi.
E. PATHWAY
Stroke Hemoragi Stroke Non Hemoragi
Peningkatan Tekanan
Sistemik Trombus/ Emboli
di cerebal
Aneurisme
Suplai darah ke jaringan
cerebal tidak adekuat
Perdarahan
Arakhnoid/Ventrikel
Kerusakan
fungsi N.VII Deficit Resiko Hambatan
perawatan diri kerusakan mobilitas fisik
integritas kulit
Gangguan Resiko trauma
komunikasi
verbal Resiko aspirasi
Resiko jatuh
F. MANIFESTASI KLINIS
Stoke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak
adekuat dan jumlah aliran darah kolateral. Stroke akan meninggalkan gejala
sisa karena fungsi otak tidak akan membaik sepenuhnya.
1. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia)
2. Lumpuh pada salah satu sisi wajah anggota badan (biasanya hemiparesis)
yang timbul mendadak.
3. Tonus otot lemah atau kaku
4. Menurun atau hilangnya rasa
5. Gangguan lapang pandang “Homonimus Hemianopsia”
6. Afasia (bicara tidak lancar atau kesulitan memahami ucapan)
7. Disartria (bicara pelo atau cadel)
8. Gangguan persepsi
9. Gangguan status mental
10. Vertigo, mual, muntah, atau nyeri kepala.
G. KOMPLIKASI
Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalmi komplikasi,
komplikasi ini dapat dikelompokan berdasarkan:
1. Berhubungan dengan immobilisasi infeksi pernafasan, nyeri pada daerah
tertekan, konstipasi dan thromboflebitis.
2. Berhubungan dengan paralisis nyeri pada daerah punggung,
dislokasi sendi, deformitas dan terjatuh
3. Berhubungan dengan kerusakan otak epilepsi dan sakit kepala.
4. Hidrocephalus
Individu yang menderita stroke berat pada bagian otak yang mengontrol
respon pernapasan atau kardiovaskuler dapat meninggal.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Angiografi serebral
Menentukan penyebab stroke scr spesifik seperti perdarahan atau
obstruksi arteri.
2. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT).
Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga
mendeteksi, melokalisasi, dan mengukur stroke (sebelum nampak oleh
pemindaian CT).
3. CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya
secara pasti.
4. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan bsar
terjadinya perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami
lesi dan infark akibat dari hemoragik.
5. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunya impuls listrik dalam
jaringan otak.
6. Pemeriksaan laboratorium
a. Lumbang fungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan pendarahan yang kecil biasanya
warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
b. Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin)
c. Pemeriksaan kimia darah: pada strok akut dapat terjadi hiperglikemia.
d. gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian
berangsur-rangsur turun kembali.
e. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu
sendiri.
I. PENATALAKSANAAN MEDIS
Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan
melakukan tindakan sebagai berikut:
1. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan
lendiryang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi,
membantu pernafasan.
2. Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk
untuk usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
3. Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.
4. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat
mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-
latihan gerak pasif.
5. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala
yang berlebihan,
Pengobatan Konservatif
a. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara
percobaan, tetapi maknanya: pada tubuh manusia belum dapat
dibuktikan.
b. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra
arterial.
c. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk
menghambat reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi
sesudah ulserasi alteroma.
d. Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/
memberatnya trombosis atau emboli di tempat lain di sistem
kardiovaskuler.
Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral :
a. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu
dengan membuka arteri karotis di leher.
b. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan
manfaatnya paling dirasakan oleh pasien TIA.
c. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
d. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.
I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan
jam MRS, nomor register, diagnose medis.
2. Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo,
dan tidak dapat berkomunikasi.
3. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak,
pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala,
mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala
kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia,
riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat
anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun
diabetes militus.
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran darah
ke otak terhambat
2. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke
otak
3. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting berhubungan
kerusakan neurovaskuler
4. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler
5. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran.
6. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi fisik.
7. Resiko Aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran.
8. Resiko injuri berhubungan dengan penurunan kesadaran
K. RENCANA KEPERAWATAN
No Diagnosa Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
Keperawatan
1. Ketidakefektifan Tupen : Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor tekanan perfusi serebral
Perfusi jaringan keperawatan selama 3 x 24 jam, 2. Catat respon pasien terhadap stimuli
serebral b.d aliran diharapkan suplai aliran darah keotak 3. Monitor tekanan intrakranial pasien dan respon
darah ke otak lancar dengan kriteria hasil: neurology terhadap aktivitas
terhambat. 1. mendemonstrasikan status sirkulasi 4. Monitor jumlah drainage cairan serebrospinal
yang ditandai dengan 5. Monitor intake dan output cairan
a. Tekanan systole dandiastole 6. Restrain pasien jika perlu
dalam rentang yang diharapkan 7. Monitor suhu dan angka WBC
b. Tidak ada ortostatikhipertensi 8. Kolaborasi pemberian antibiotik
c. Tidak ada tanda tanda 9. Posisikan pasien pada posisi semifowler
peningkatan tekanan intrakranial 10. Minimalkan stimuli dari lingkungan
(tidak lebih dari 15 mmHg)
2. mendemonstrasikan kemampuan
kognitif yang ditandai dengan:
berkomunikasi dengan jelas dan
sesuai dengan kemampuan
menunjukkan perhatian,
konsentrasi dan orientasi
memproses informasi membuat
keputusan dengan benar
3. menunjukkan fungsi sensori motori
cranial yang utuh : tingkat kesadaran
mambaik, tidak ada gerakan gerakan
involunter
2 Kerusakan komunikasi Tupen : Setelah dilakukan tindakan 1. Dengarkan setiap ucapan klien dengan penuh
verbal b.d penurunan keperawatan selama 3 x 24 jam, perhatian
sirkulasi ke otak diharapkan klien mampu untuk 2. Gunakan kata-kata sederhana dan pendek
berkomunikasi lagi dengan kriteria dalam komunikasi dengan klien
hasil: 3. Dorong klien untuk mengulang kata-kata
1. dapat menjawab pertanyaan yang 4. Berikan arahan / perintah yang sederhana
diajukan perawat setiap interaksi dengan klien
2. dapat mengerti dan memahami 6
pesan-pesan melalui gambar
3. dapat mengekspresikan perasaannya
secara verbal maupun nonverbal
3 Defisit perawatan diri; Tupen : Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor kemempuan klien untuk perawatan
mandi,berpakaian, keperawatan selama 3x 24 jam, diri yang mandiri.
makan, toileting b.d diharapkan kebutuhan mandiri klien 2. Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu
kerusakan terpenuhi, dengan kriteria hasil: untuk kebersihan diri, berpakaian, berhias,
neurovaskuler 1. Klien terbebas dari bau badan toileting dan makan.
2. Menyatakan kenyamanan terhadap 3. Sediakan bantuan sampai klien mampu secara
kemampuan untuk melakukan ADLs utuh untuk melakukan self-care.
3. Dapat melakukan ADLS dengan 4. Dorong klien untuk melakukan aktivitas
bantuan sehari-hari yang normal sesuai kemampuan
yang dimiliki.
5. Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi
beri bantuan ketika klien tidak mampu
melakukannya.
6. Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong
kemandirian, untuk memberikan bantuan
hanya jika pasien tidak mampu untuk
melakukannya.
7. Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai
kemampuan.
8. Pertimbangkan usia klien jika mendorong
pelaksanaan aktivitas sehari-hari.
4 Kerusakan mobilitas Tupen : Setelah dilakukan tindakan 1. Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan
fisik b.d kerusakan keperawatan selama 3x24 jam, dan lihat respon pasien saat latihan
neurovaskuler diharapkan klien dapat melakukan 2. Konsultasikan dengan terapi fisik tentang
pergerakan fisik dengan kriteria hasil : rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan
1. Klien meningkat dalam aktivitas 3. Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat
fisik berjalan dan cegah terhadap cedera
2. Mengerti tujuan dari peningkatan 4. Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain
mobilitas tentang teknik ambulasi
3. Memverbalisasikan perasaan dalam 5. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
meningkatkan kekuatan dan 6. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan
kemampuan berpindah ADLs secara mandiri sesuai kemampuan
4. Memperagakan penggunaan alat 7. Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi
Bantu untuk mobilisasi (walker) dan bantu penuhi kebutuhan ADLs ps.
8. Berikan alat Bantu jika klien memerlukan.
9. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan
berikan bantuan jika diperlukan
5 Pola nafas tidak Tupen : Setelah dilakukan tindakan 1. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift
efektif berhubungan perawatan selama 3 x 24 jam, atau jaw thrust bila perlu
dengan penurunan diharapkan pola nafas pasien efektif 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
kesadaran dengan kriteria hasil : ventilasi
1. Menujukkan jalan nafas paten ( tidak 3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat
merasa tercekik, irama nafas normal, jalan nafas buatan
frekuensi nafas normal,tidak ada 4. Pasang mayo bila perlu
suara nafas tambahan 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
2. Mendemonstrasikan batuk efektif 6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
dan suara nafas yang bersih, tidak 7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
ada sianosis dan dyspneu (mampu tambahan
mengeluarkan sputum, mampu 8. Lakukan suction pada mayo
bernafas dengan mudah, tidak ada 9. Berikan bronkodilator bila perlu
pursed lips). 10. Berikan pelembab udara
3. Menunjukkan jalan nafas yang paten 11. Kassa basah NaCl Lembab
(klien tidak merasa tercekik, irama 12. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
nafas, frekuensi pernafasan dalam keseimbangan.
rentang normal, tidak ada suara 13. Monitor respirasi dan status O2
nafas abnormal Oxygen Therapy
4. Tanda Tanda vital dalam rentang 1. Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
normal (tekanan darah, nadi, 2. Pertahankan jalan nafas yang paten
pernafasan 3. Atur peralatan oksigenasi
4. Monitor aliran oksigen
5. Pertahankan posisi pasien
6. Onservasi adanya tanda tanda hipoventilasi
7. Monitor adanya kecemasan pasien terhadap
oksigenasi
6 Resiko kerusakan Tupen : Setelah dilakukan tindakan 1. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian
integritas kulit b.d perawatan selama 3 x 24 jam, yang longgar
immobilisasi fisik diharapkan pasien mampu mengetahui 2. Hindari kerutan padaa tempat tidur
dan mengontrol resiko dengan kriteria 3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan
hasil : kering
1. Integritas kulit yang baik bisa 4. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap
dipertahankan (sensasi, elastisitas, dua jam sekali
temperatur, hidrasi, pigmentasi) 5. Monitor kulit akan adanya kemerahan
2. Tidak ada luka/lesi pada kulit 6. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada
3. Perfusi jaringan baik derah yang tertekan
4. Menunjukkan pemahaman dalam 7. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
proses perbaikan kulit dan mencegah 8. Monitor status nutrisi pasien
terjadinya sedera berulang 9. Memandikan pasien dengan sabun dan air
5. Mampu melindungi kulit dan hangat
mempertahankan kelembaban kulit
dan perawatan alami
7 Resiko Aspirasi Tupen : Setelah dilakukan tindakan 1. Aspiration precaution
berhubungan dengan perawatan selama 3 x 24 jam, 2. Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk dan
penurunan tingkat diharapkan tidak terjadi aspirasi pada kemampuan menelan
kesadaran pasien dengan kriteria hasil : 3. Monitor status paru
1. Klien dapat bernafas dengan mudah, 4. Pelihara jalan nafas
tidak irama, frekuensi pernafasan 5. Lakukan suction jika diperlukan
normal 6. Cek nasogastrik sebelum makan
2. Pasien mampu menelan, mengunyah 7. Hindari makan kalau residu masih banyak
tanpa terjadi aspirasi, dan 8. Potong makanan kecil kecil
mampumelakukan oral hygien 9. Haluskan obat sebelumpemberian
3. Jalan nafas paten, mudah bernafas, 10. Naikkan kepala 30-45 derajat setelah makan
tidak merasa tercekik dan tidak ada
suara nafas abnormal
8 Resiko Injury Tupen : Setelah dilakukan tindakan 1. Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien
berhubungan dengan perawatan selama 3 x 24 jam, 2. Identifikasi kebutuhan keamanan pasien,
penurunan tingkat diharapkan tidak terjadi trauma pada sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi kognitif
kesadaran pasien dengan kriteria hasil: pasien dan riwayat penyakit terdahulu pasien
1. Klien terbebas dari cedera 3. Menghindarkan lingkungan yang berbahaya
2. Klien mampu menjelaskan (misalnya memindahkan perabotan)
cara/metode untukmencegah 4. Memasang side rail tempat tidur
injury/cedera 5. Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan
3. Klien mampu menjelaskan factor bersih
resiko dari lingkungan/perilaku 6. Menempatkan saklar lampu ditempat yang
personal mudah dijangkau pasien.
4. Mampumemodifikasi gaya hidup 7. Membatasi pengunjung
untukmencegah injury 8. Memberikan penerangan yang cukup
5. Menggunakan fasilitas kesehatan 9. Menganjurkan keluarga untuk menemani
yang ada pasien.
6. Mampu mengenali perubahan status 10. Mengontrol lingkungan dari kebisingan
kesehatan 11. Memindahkan barang-barang yang dapat
membahayakan
12. Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga
atau pengunjung adanya perubahan status
kesehatan dan penyebab penyakit.
STIKES ABDI NUSANTARA JAKARTA
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
ALAMAT : JL.Swadaya Kubah Putih No. 9 kel. Jatibening Kec. Pondok Gede
Nama Mahasiswa : Feby Maulani
NIM :
IDENTITAS
Nama Pasien : Tn. M
Umur : 65 tahun
Suku/ Bangsa : Jawa
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Bekasi
Sumber Biaya : Pribadi
Sumber Informasi : Istri Pasien/Pasien, RM
KELUHAN UTAMA
2. Keluhan utama:
Keluarga mengatakan ekstrimitas pasien sebelah kiri lemas sejak 4 hari yang
lalu, keluarga mengatakan bicara pasien pelo.
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
2. Riwayat Penyakit Sekarang:
Keluarga pasien menyatakan esktremitas sebelah kiri pasien lemah sejak 4 hari
yang lalu, Keluarga menyatakan bicara klien pelo, pasien tampak lemah, anggota
gerak lemah sebelah kiri dan bicara pasien kurang jelas dari hasil pemeriksaan
tingkat kesadaran di dapatkan GCS 11 (E3 V5 M3) pasien terpasang kateter dan
kluarga menyatakan sudah 4 hari klien tidak BAB, klien terpasang oksigen nasal
kanul 2 liter, pasien terpasang NGT, pasien terpasang infuse RL 8jam/kolov di
tangan sebelah kanan
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
6. Pernah dirawat : ya tidak kapan : 2019 diagnosa : Hipertensi
7. Riwayat penyakit kronik dan menular ya tidak jenis……………………
Riwayat kontrol : .............................
Riwayat penggunaan obat :..............
8. Riwayat alergi:
Obat ya tidak jenis……………………
Makanan ya tidak jenis……………………
Lain-lain ya tidak jenis……………………
Keterangan
Laki-laki
Perempuan
Pasien
w. Tracheostomy: ya tidak
................................................................................................................................................
................................................................................................................................................
................................................................
x. Lain-lain:
................................................................................................................................................
................................................................................................................................................
................................................................
+ Visus +
+ Palpebra +
+ Conjunctiva +
+ Kornea +
+ BMD +
+ Pupil +
+ Iris +
+ Lensa +
+ TIO +
8. Sistem pendengaran
a. Pengkajian segmen anterior dan posterior
Masalah Keperawatan :
tidak ditemukan masalah
pendengaran
OD OS
+ Aurcicula +
+ MAE +
+ Membran +
+ Tymphani +
+ Rinne +
Weber
Swabach
c. Tes Audiometri
................................................................................................................................................
................................................................................................................................................
................................................................................................................................................
................................................................................................................................................
................................................................................................................................................
o. Cardinal Sign :
p. Lain-lain:-
10. Sistem Integumen
b. Penilaian resiko decubitus
Aspek Yang Kriteria Penilaian Nilai
Dinilai 1 2 3 4
Persepsi Sensori Terbatas Sangat Terbatas Keterbatasan Tidak Ada 4
Sepenuhnya Ringan Gangguan
Kelembaban Terus Menerus Sangat Lembab Kadang2 Basah Jarang Basah 2
Basah
Aktifitas Bedfast Chairfast Kadang2 Jalan Lebih Sering 1
jalan
Mobilisasi Immobile Sangat Terbatas Keterbatasan Tidak Ada 2
Sepenuhnya Ringan Keterbatasan
Nutrisi Sangat Buruk Kemungkinan Adekuat Sangat Baik 3
Tidak Adekuat
Gesekan & Bermasalah Potensial Tidak 2
Pergeseran Bermasalah Menimbulkan
Masalah
NOTE: Pasien dengan nilai total < 16 maka dapat dikatakan bahwa pasien beresiko Total Nilai 14
mengalami dekubisus (pressure ulcers)
(15 or 16 = low risk, 13 or 14 = moderate risk, 12 or less = high risk)
Masalah keperawatan :
PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
tidak ditemukan masalah
a. Persepsi klien terhadap penyakitnya: pasien mengatakan sakitnya adalah
cobaan, pasien mengatakan hanya pasrah. keperawatan
...............................................................................................................................
PENGKAJIAN SPIRITUAL
c. Kebiasaan beribadah Masalah Keperawatan :
- Sebelum sakit sering kadang- kadang tidak pernah Tidak ditemukan masalah
- Selama sakit sering kadang- kadang tidak pernah keperawatan
(Feby Maulani)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS
STIKES ABDI NUSANTARA JAKARTA
ANALISIS DATA
Hari/
Tgl/ DATA ETIOLOGI MASALAH
Jam
DS : Peningkatan Perfusi ferifer
Keluarga mengatakan bicara kurang tekanan darah tidak efektif
jelas (D.0009)
Keluarga mengatakan aktifitas dilakukan
di tempat tidur.
DO :
Pasien tampak pergerakan terbatas.
Pasien tampak semua aktifitas di bantu
keluarga.
Pasien tampak lemah sisi tubuh sebelah
kiri
Pasien tampak susah beraktifitas .
Pasien tampak sendi kaku
Pasien tampak berbicara kurang jelas
atau pelo
Pasien tampak susah menggerakan
tangan kiri dan kaki kiri.
Pasien tampak belum BAB sejak 4 hari
yang lalu.
Saat pengkajian TTV klien :
TD : 170/100 mmHg
Suhu : 36˚C
Nadi : 104 kali/menit
Pernafasan : 23 kali/menit .
tampak kekuatan otot
1111 5555
1111 5555
Pasien tampak saraf vagus, trigeminus
dan hipoglasus terganggu.
Lidah tampak pencong atau miring ke
kiri.
DS : Gangguan Gangguan
Keluarga mengatakan semua aktifitas di neuromuskular mobilitas fisik
bantu. (D.0054)
Keluarga mengatakan pasien susah
bergerak.
Pasien mengatakan tangan dan kaki kiri
susah untuk di gerakan.
DO :
Pasien tampak aktifitas di bantu keluarga.
Pasien tampak terbaring lemah di tempat
tidur.
Pasien tampak gerak terbatas
tampak kekuatan otot
1111 5555
1111 5555
DS : Kurangnya Konstipasi.
Pasien mengatakan susah bergerak. aktifitas fisik. (D.0049)
Pasien mengatakan aktivitas dibantu
keluarga
Pasien mengatakan perutnya terasa
penuh.
DO :
Aktivitas klien tampak dibantu keluarga
Pasien tampak berbaring
Pasien tampak pakai pempers.
Perut pasien tampak kembung.
T:
1. ambil sampel drainase cairan serebrospinal.
2. kalibrasi transduser.
3. pertahankan sterilitas system pemantauan
4. pertahankan posisi kepala dan
5. dokumentasikan hasil pemantauan,jika perlu.
6. atur interval pemantauan sesuai kondisi pasien.
7. doumentasi hasil pemantauan.
E:
1. jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan.
2 Gangguan mobilitas Setelah dilakukan O :
fisik (D.0054) pengkajian selama 1x24 1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
berhubungan jam didapatkan hasil: 2. Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
dengan gangguan -pergerakan esktremitas 3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai
neuromuskular meningkat mobilisasi
-kekuatan otot meningkat 4. Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi
-nyeri menurun
-kecemasan menurun T:
1. Fasilitasi aktivitas mobilitas dengan alat bantu
2. Fasilitasi melakukan pergerakan
3. Libatkan kelurga untuk membantu pasien dalam meningkatkan
pergerakan
E:
1. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
2. Anjurkan melakukan mobilisasi dini
3. Anjurkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan (mis. duduk
ditempat tidur).
K:
Konsultasi kesehatan
3 Konstipasi. Sestelah dilakukan O:
(D.0049) pengajian 1x24 jam di 1. Pemeriksa tanda dan gejela konstipasi
berhubungan dapatkan hasil: 2. pemeriksaan pergerakan usus, karateristik fases
dengan kurangnya -tingkat kesadaran 3. identifiasi faktor resiko konstipasi (mis:obat-obatan, tirah baring, dan
aktifitas fisik. meningkat diet rendah serat)
-memori jangka panjang 4. monitor tanda dan gejala rupture usus dan peritonitis.
meningat
-memori jangka pendek T:
meningkat 1. anjuran diet tinggi serat
-perilaku halusinasi 2. lakukan masase abdomen,jika perlu
menurun 3. lakukan evakuasi fases secara manual
-gelisah menurun 4. berikan enema atau irigasi,jika perlu
-fungsi otak membaik
E:
1. jelaskan etiologi masalah dan alasan tindakan
2. anjurkan peningkatan asupan cairan
3. latih buang air besar secara teratur
4. anjurkan cara mengatasi konstipasi.
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
Hari/ Tgl/
No. Dx Jam Implementasi Paraf Jam Evaluasi (SOAP) Paraf
Shift
1 Februari 1 09.00 Memonitor peningkatan TD. Feby 15.00 S : pasien mengatakan pusing, pasien mengatakan Feby
2021 10.00 Memonitor ireguleritas irama nafas
Maula bicara pelo, keluarga mengatakan aktifitas dilakukan di Maula
10.15 Memonitor penurunan tingkat kesadaran.
11.00 Mempertahankan posisi kepala dan leher ni tempat tidur. ni
netral. O:
12.00 Menjelaskan tujuan dan prosedur
Pasien tampak pergerakan terbatas.
pemantauan.
Pasien tampak semua aktifitas di bantu keluarga.
Pasien tampak lemah sisi tubuh sebelah kiri
Pasien tampak susah beraktifitas .
Pasien tampak sendi kaku
Pasien tampak berbicara kurang jelas atau pelo
Pasien tampak susah menggerakan tangan kiri dan
kaki kiri.
TD 150/90 mmHg, Nadi 90x/mnt, suhu 36, rr
20x/mnit.
A : masalah belum teratasi
P : intervensi dilanjutkan
Observasi:
1. identifikasi peningkantan tekanan intracranial.
2. monitor peningkatan TD.
3. monitor penurunan frekuensi jantung
4. monitor ireguleritas irama nafas
5. monitor penurunan tingkat kesadaran.
6. monitor tekanan perfusi serebral
Tindakan :
1. pertahankan posisi kepala dan
2. dokumentasikan hasil pemantauan,jika perlu.
3. atur interval pemantauan sesuai kondisi pasien.
4. doumentasi hasil pemantauan.
Edukasi:
jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan.
1 Februari 2 09.00 Mengidentifikasi adanya nyeri atau keluhan Feby 15.00 S : keluarga mengatakan pasien susah bergerak, Feby
2021 fisik lainnya keluarga mengatakan pasien susah beraktifitas.
Maula Maula
09.15 Mengidentifikasi toleransi fisik melakukan ni O : Pasien tampak semua aktifitas di ni
pergerakan bantu Keluarga, pasien taampak susah bergerak, pasien
tampak lemah tubuh sisi sebelah kiri.
10.00 Memonitor frekuensi jantung dan tekanan A : -Masalah belum teratasi
darah sebelum memulai mobilisasi P : - Intervensi dilanjutkan.
Observasi :
10.15 Memonitor kondisi umum selama melakukan
1. mengidentifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik
mobilisasi
lainnya
2. mengidentifikasi toleransi fisik melakukan
Memfasilitasi aktivitas mobilitas dengan alat
11.00 pergerakan
bantu
3. memonitor frekuensi jantung dan tekanan darah
12.00 sebelum memulai mobilisasi
Meliibatkan kelurga untuk membantu pasien
4. memonitor kondisi umum selama melakukan
dalam meningkatkan pergerakan
mobilisasi
12.30 Tindakan :
Menjelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
1. Memfasilitasi aktivitas mobilitas dengan alat bantu
Menganjurkan melakukan mobilisasi dini
2. memfasilitasi melakukan pergerakan
3. meliibatkan kelurga untuk membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
Edukasi :
1. menjelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
2. menganjurkan melakukan mobilisasi dini
3. menganjurkan mobilisasi sederhana yang harus
dilakukan (mis. duduk ditempat tidur).
K:
mengkonsultasi kesehatan
21 3 08.15 Memeriksa tanda dan gejela konstipasi Feby 15,00 S: Keluarga mengatakan pasien belum BAB sejak 4 Feby
Februari hari yang lalu, pasien mengatakan perutnya terasa
Mempemeriksaan pergerakan usus, Maula penuh. Maula
2021
08.30
karateristik fases ni ni
O : Pasien tampak belum ada BAB sejak 4
09.00 Menganjuran diet tinggi serat hari yang lalu, pasien tampak perut kembung, bising
usus 8 kali permenit.
09.30 Melakukan masase abdomen,jika perlu A : Masalah belum teratasi
P : -Intervensi dilanjutkan.
10.00 Menjelaskan etiologi masalah dan alasan Observasi:
tindakan 1. memeriksa tanda dan gejela konstipasi
2. mempemeriksaan pergerakan usus, karateristik fases
Menganjurkan peningkatan asupan cairan 3. mengidentifiasi faktor resiko konstipasi (mis:obat-
11.00
obatan, tirah baring, dan diet rendah serat)
Mengkolaborasi dengan tim medis tentang
12.00 penurunan/peningkatan frekuensi usus Tindakan:
1. menganjuran diet tinggi serat
13.00 2. melakukan evakuasi fases secara manual
Kolaborasi penggunaan obat pencahar,jika
perlu Edukasi:
1. menjelaskan etiologi masalah dan alasan tindakan
2. menganjurkan peningkatan asupan cairan
3. melatih buang air besar secara teratur
4. menganjurkan cara mengatasi konstipasi.
Kolaborasi :
1. mengkolaborasi dengan tim medis tentang
penurunan/peningkatan freuensi usus.
DAFTAR PUSTAKA
A. Definisi
Apendisitis adalah suatu peradangan pada apendiks yang berbentuk
cacing dan berlokasi dekat katup ileosekal, peradangan mungkin disebabkan
oleh obstruksi oleh fekalit (Barbara C. Long, 1996: 228). Apendisitis adalah
penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan rongga
abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltxer,
2001).
Apendisitis merupakan inflamasi apendiks vermiformis, karena
struktur yang terpuntir, apendiks merupakan tempat ideal bagi bakteri untuk
berkumpul dan multiplikasi (Chang, 2010). Apendisitis merupakan inflamasi
di apendiks yang dapat terjadi tanpa penyebab yang jelas, setelah obstruksi
apendiks oleh feses, akibat terpuntirnya apendiks atau pembuluh darahnya
(Corwin, 2009).
B. Etiologi
Penyebab dari apendisitis adalah adanya obstruksi pada lumen
apendikial oleh apendikolit, hiperplasia folikel limfoid submukosa, fekalit,
atau parasit (Katz, 2009)
Studi epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan
rendah serat dan pengaruh dari konstipasi terhadap timbulnya apendisitis.
Konstipasi akan menaikan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya
sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman floura
kolon biasa.
C. Manifestasi Klinis
Apendisitis muncul dengan gejala khas yang didasari oleh radang
mendadak umbai cacing dan disertai rangsangan peritonium lokal. Gejala
apendisitis adalah nyeri viseral di daerah epigastrium di sekitar umbilikus
dengan keluhan mual dan muntah. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah
ke kanan bawah. Nyeri kemudian dirasakan lebih tajam dan lebih jelas
letaknya sehingga disebut nyeri somatik. Komplikasi apendisitis adalah
perforasi, peritonitis, abses apendiks (unimus.ac.id).
D. Patofisiologi
Kondisi obstruksi akan meningkatakan tekanan intraluminal dan
peningkatan perkembangan bakteri. Hal lainnya, akan terjadi peningkatan
kongesti dan penurunan perfusi pada dinding apendiks yang berlanjut pada
nekrosis dan inflamasi apendiks (Atassi, 2002).
Pasien akan mengalami nyeri pada area periumbilikal. Dengan
berlanjutnya proses inflamasi, maka pembentukan eksudat akan terjadi pada
permukaan serosa apendiks. Ketika eksudat ini berhubungan dengan parietal
peritonium, maka intervensi nyeri yang khas akan rterjadi (Santa Crose,
2009).
Dengan berlanjutnya proses obstruksi, bakteri berproliferasi dan
meningkatkan tekanan intraluminal dan membentuk infiltrat pada mukosa
dinding apendiks yang disebut apendisitis mukosa, dengan manifestasi
ketidaknyamanan abdomen. Adanya penurunan perfusi pada dinding akan
mengakibatkan iskemia dan nekrosis disertai peningkatan tekanan
intraluminal yang disebut apendisitis nekrosis, juga akan meningkatkan risiko
perfusi dari apendiks. Proses fagositosis terhadapa respon perlawanan pada
bakteri memberikan manifestasi pembentukan nanah atau push yang
terakumulasi pada lumen apendiks yang disebut apendisitis supuratif.
Sebenarnya tubuh juga melakukan usaha pertahanan untuk membatasi
proses peradangan ini dengan menutup apendiks menggunakan omentum dan
usus halus sehingga terbentuk masa periapendikular yang dikenal dengan
istilah infiltrat apendiks. Pola bagian dalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan
berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Berlanjutnya kondisi
apendisitis akan menyebabkan menigkatnya risiko terjadi perforasi dan
pembentukan masa apendikular. Perforasi dengan cairan inflamasi dan bakteri
masuk ke rongga abdomen lalu memberikan respon inflamasi permukaan
peritonium atau terjadi peritonitis. Manifestasi yang khas adalah nyeri hebat
dan tiba-tiba datang pada abdomen kanan bawah (Tzanakis, 2005).
E. Pathway
Material apendikolit Parasit Kebiasaan diet rendah serat Konstipasi
Apendisitis nekrosis
Perforasi masa Apendisitis supuratif Apendisitis Akut
periapendikular
peritonitis
Pengeluaran
Respon Port de entree HSBP Hipertermi
psikologis pasca bedah
misiterpretasikan
perawatan dan Asupan nutriri
penatalaksanaan tidak adekuat
Risiko Infeksi Nyeri
pengobatan
Pemenuhan
Informasi
F. Pemeriksaan Diagnostik
1) Tingkat Kesadaran
Tingkat kesadaran klien biasanya compos mentis, dapat mengenali
dan menjawab tentang keadaan sekelilingnya serta berkomunikasi
dengan baik.
2) Wajah
Pada klien terjadi ketegangan pada otot wajah karena merasa nyeri.
3) Abdomen
Auskultasi: Bising usus mengalami penurunan.
Palpasi: merasakan nyeri saat dilakukan deep palpation pada area
abdomen bagian perut kanan bawah: nyeri pada bagian titik Mc
Burney.Nyeri sering terasa pada pasien, nyeri yang dirasakan adalah
nyeri saat di tekan dan nyeri saat dilepas.
4) Range of Motion
Jika dilakukan pemeriksaan melalui Blumberg Sign pasien dengan
apendisitis bila dilakukan palpasi pada daerah perut kanan bawah
bila ditekan akan terasa nyeri bila tekanan dilepas juga akan terasa
nyeri hal ini adalah kunci dari apendisitis akut. Pemeriksaan melalui
ROM (range of motion) berlanjut dengan cara pemeriksaan PSOA’S
Sign dengan tindakan tungkai kanan dan paha ditekuk kuat atau
tungkai diangkat tinggi-tinggi, maka rasa nyeri diperut semakin
parah. Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin
bertambah apabila dilakukan pemeriksaan dubur dan vagina merasa
nyeri juga. Pada apendiks terletak pada retro sekal maka uji psoas
sign akan positif dan tanda perangsangan peritoneum tidak begitu
jelas, sedangkan bila apendiks terletak di rongga pelvis maka
obturator sign akan positif dan tanda perangsangan peritoneum akan
lebih menonjol. Obturator sign dilakukan dengan cara fleksi dan
endorotasi sendi panggul.
6) Pengkajian Fungsional Gordon
1) Pola Persepsi Kesehatan
Pola persepsi pasien bergantung pada nilai dan kepercayaan individu
terhadap kesehatan.(Health Belief)
2) Pola Nutrisi Metabolik
a) Mual dan muntah
b) Klien tidak nafsu makan
c) Penurunan Berat badan >20% berat badan ideal
d) Input dan output cairan pada pasien apendisitis tidak seimbang
karena pada cairan yang masuk kurang dari cairan yang keluar.
3) Pola Eliminasi
a) Buang air kecil (BAK)
Adanya gangguan
b) Buang air besar (BAB)
Sebagian pasien mengalami diare, namun bisa juga mengalami
konstipasi.
c) Pola aktivitas dan latihan
Pasien mengalami gangguan aktivitas, berjalan seperti menunduk
karena menahan nyeri. Lebih sering duduk atau berbaring,
aktivitas berjalan sangat terbatas. Pasien merasa lemas, lesu dan
tidak enak badan.
d) Pola istirahat dan tidur
Pasien mengalami gangguan istirahat karena pasien dengan
apendisitis mengalami nyeri dan merasa cemas sehingga tidak
dapat istrahat dengan nyaman.
2. Analisa Data
a. Pre-Operasi
Data Etiologi Masalah
Keperawatan
DO : Proses Nyeri
1. Wajah Terlihat meringis Inflamasi (0077)
kesakitan dan menangis.
2. Tidak nyaman/gelisah.
3. Kesulitan tidur
DS :
1. Mengeluhkan nyeri pada daerah
kuadrant kanan bawah.
2. Mengeluhkan perut seperti
tertusuk- tusuk pada area
abdomen.
3. Nyeri dirasakan pada saat ada
tekanan jari yang tegas, ataupun
ketika ditekanan dilepas.
DO : Sering mual, Defisit Nutrisi
1. Cairan yang di konsumsi dan (0019)
muntah, nafsu
dikeluarkan tidak seimbang.
makan
2. Kulit tampak kering.
berkurang,
3. Berat badan turun > 20% berat
anoreksia.
badan ideal.
4. Makanan tidak habis hanya
setengah porsi yang dimakan.
DS :
1. Mengeluh mual dan muntah.
2. Mengeluh tidak ada nafsu makan.
3. Mengeluh lelah.
Diagnosa Keperawatan:
1) Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi ditandai dengan gelisah
2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan faktor biologis, ketidak mampuan untuk
mencerna makanan.
b. Post-Operasi
Data Etiologi Masalah
Keperawatan
DO : Luka insisi Nyeri akut (0077)
1. Mual dan muntah
2. Tidak nafsu makan
3. Penurunan berat
badan >20% berat
badan ideal.
4. TTV: peningkatan
tekanan darah dan
denyut nadi
DS :
1. Mengeluh nyeri pada
bagian bekas operasi
DO : Luka insisi Resiko Infeksi
1. Nyeri kuadran kanan (0142)
bawah, demam, Data
laboratorium WBC
10.000-18.000/mm3
DS :
1. Mengeluh demam, nyeri
dibagian luka bekas
operasi
DO : Nyeri akibat Intoleransi
1. TTV: Mengalami luka insisi aktivitas (0056)
peningkatan denyut
nadi, pernapasan, dan
tekanan darah
2. Tampak lemah.
bedrest karena
baru selesai
operasi
apendiktomi
DS :
1. Mengeluh nyeri saat
sedikit bergerak
Diagnosa Keperawatan:
1) Nyeri akut b.d luka bekas insisi di tandai dengan pasien mengeluh
nyeri di daerah bekas operasi
2) Resiko infeksi b.d prosedur infasif ditandai dengan leukosit
mengalami kenaikan dan pasien mengeluh demam.
3) Intoleransi aktivitas b.d tirah baring di tandai dengan pasien bedrest.
Rencana Keperawatan
a. Pre-Operasi
Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional
Keperawatan Kriteria hasil
Nyeri akut Tujuan : Mandiri : 1. Menentukan sejauh
b.d Selama masa 1. Kaji faktor mana nyeri yang
inflamasi perawatan, Nyeri penyebab, dirasakan dan untuk
berkurang kualitas, lokasi, memudahkan
sampai dengan frekuensi, dan memberi intervensi
hilang. skala nyeri. selanjutnya.
Kriteria hasil : 2. Monitor 2. Dapat
Menunjukan tanda-tanda mengidentifikasi rasa
penurunan skala vital. sakit dan
nyeri. 3. Ajarkan tehnik ketidaknyamanan.
Menggambarkan distraksi dan 3. Membantu untuk
rasa nyaman dan relaksasi. merasa rileks,
rileks. 4. Beri posisi yang menurunkan rasa
Mengalami nyaman untuk nyeri, serta mampu
peningkatan pasien. mengalihkan
nafsu makan. 5. Edukasi : Beri perhatian dari nyeri
Health Education yang dirasakan oleh
(HE) tentang pasien.
nyeri, kepada 4. Mengurangi rasa
pasien dan sakit, meningkatkan
keluarga. sirkulasi, posisi
6. Kolaborasi : semifowler dapat
dalam pemberian mengurangi tekanan
terapi analgesik dorsal.
5. Mengerti tentang
nyeri yang dirasakan
dan menghindari hal-
hal yang dapat
memperburuk nyeri.
6. Menekan susunan
saraf pusat pada
thalamus dan korteks
serebri sehingga
dapat mengurangi
rasa sakit/ nyeri.
Ketidakseim Tujuan : Mandiri : 1. Memantau BB
ban gan Selama masa 1. Memonitor BB pasien untuk
nutrisi perawatan pasien dalam mengetahui
kurang dari Nutrisi dapat batas normal apakah terjadi
kebutuhan kembali 2. Memonitor perubahan yang
tubuh. b.d seimbang kalori dan tidak signifikan
faktor Kriteria intake nutrisi 2. Memantau nutrisi
biologis, hasil : Berat 3. Memberikan yang dibutuhkan
ketidak badan ideal informasi pasien
mampuan sesuai dengan tentang 3. Dengan pemberian
untuk tinggi badan kebutuhan tindakan
mencerna Mampu nutrisi dan manajement
makanan. mengidentifik dapat diberikan makanan sesuai
asi kebutuhan saran kepada dengan kesukaan
nutrisi Tidak klien maupun klien dapat
ada tanda- keluarga untuk meningkatkan
tanda mal tetap makan nafsu makan klien
nutrisi walaupun 4. Pemberian makan
Tidak terjadi sedikit. sedikit tetapi
penurunan berat 4. Menentukan sering dapat
badan. jumlah kalori membantu untuk
dan nutrisi yang memenuhi nutrisi
dibutuhkan yang telah
klien bersama terbuang akibat
ahli gizi muntah.
b. Post-Operasi
Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional
Keperawatan Kriteria Hasil
IDENTITAS
Nama Pasien : Ny. R
Umur : 30 tahun
Suku/ Bangsa : Jawa
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Alamat : Cetu, Bekasi
Sumber Biaya : Asuransi Astra
Sumber Informasi : Suami Pasien/Pasien, RM
KELUHAN UTAMA
3. Keluhan utama:
Klien mengatakan nyeri pada daerah luka post operasi
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
3. Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke RS pada tanggal 29 Januari 2021, pasien direncanakan operasi paa tanggal 30
Januari 2021. Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 1 Februari 2021 didapatkan bahwa
klien mengatakan nyeri pada daerah luka post operasi. Nyeri dirasakan bertambah apabila klien
miring kanan dan miring kiri, nyeri dirasakan berkurang apabila klien tidur terlentang. Nyeri
dirasakan seperti disayat, nyeri terlokasi di daerah operasi. Skala nyeri 9 dari (0-10). Akibat
Keterangan
Laki-laki
Perempuan
Pasien
f. Kemampuan berkemih:
Spontan Alat bantu,
sebutkan: .................................................................................................
Jenis :............................................
Ukuran :............................................
Hari ke :............................................
g. Produksi urine : 30 ml/jam
Warna :kuning
Bau : khas
h. Kandung kemih : Membesar ya tidak
i. Nyeri tekan ya tidak
j. Intake cairan oral : 800 cc/hari parenteral : 1200 cc/hari
k. Balance cairan:
................................................................................................................................................
gg. Lain-lain:
................................................................................................................................................
................................................................................................................................................
22. Sistem pencernaan (B5) Masalah Keperawatan :
a. TB : 153 Cm BB : 48 Kg Nyeri akut dan Defisit
b. IMT : 19 Interpretasi : Normal nutris
+ Visus +
+ Palpebra +
+ Conjunctiva +
+ Kornea +
+ BMD +
+ Pupil +
+ Iris +
+ Lensa +
+ TIO +
8. Sistem pendengaran
a. Pengkajian segmen anterior dan posterior
Masalah Keperawatan :
tidak ditemukan masalah
OD OS pendengaran
+ Aurcicula +
+ MAE +
+ Membran +
+ Tymphani +
+ Rinne +
Weber
Swabach
d. Tes Audiometri
................................................................................................................................................
................................................................................................................................................
................................................................................................................................................
................................................................................................................................................
................................................................................................................................................
Masalah keperawatan :
PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
tidak ditemukan masalah
a. Persepsi klien terhadap penyakitnya: pasien mengatakan sakitnya adalah
cobaan, pasien mengatakan hanya pasrah. keperawatan
...............................................................................................................................
b. Ekspresi klien terhadap penyakitnya
Murung/diam gelisah tegang marah/menangis
c. Reaksi saat interaksi kooperatif tidak kooperatif curiga
d. Gangguan konsep diri: tidak ada gangguan konsep diri
e. Lain-lain:
.........................................................................................................................................................
PERSONAL HYGIENE & KEBIASAAN
Masalah Keperawatan :
Jelaskan : pasien mandi 2 kali/hari yaitu pagi dan sore hari, sikat gigi 2 kali tidak ditemukan masalah
pagi dan sore hari, pasien mencuci rambut semnggu 3 kali. keperawatan
PENGKAJIAN SPIRITUAL
e. Kebiasaan beribadah Masalah Keperawatan :
- Sebelum sakit sering kadang- kadang tidak pernah Tidak ditemukan masalah
- Selama sakit sering kadang- kadang tidak pernah keperawatan
4. Laboratorium
29 Januari 2021
Jenis Hasil
Hemoglobn 14
Eritrosit 5,9
Leukosit 15.300
Hematokrit 44
Trombosit 160
Ureum 20,5
Kreatinin 0,55
SGOT 51
SGPT 37
5. Rontgent
Jenis pemeriksaan : thoraks AP/PA dewasa (film besar) dan abdomen dewasa
(film besar)
a. Thorax :
6. USG
Suspek Appendicitis dengan priappendicular infiltrate
TERAPI
Jenis Dosis Frekuensi Cara pemberian
RL 500 ml/8jam 20 tetes/menit IV
Cefotaxime 1 gr + 5 cc aquabides 2x1 gr IV
Metronidazole 500 ml 2x1 IV
Ranitidine 2 cc/50 mg 3x1 IV
Ketorolac 30 mg 3x1 Perdrip
(Feby Maulani)
Hari/
Tgl/ DATA ETIOLOGI MASALAH
Jam
Senin DS : Post Operasi Nyeri akut
1 -Klien mengatakan nyeri pada App (D.0077)
Februar daerah luka operasi
i 2021 -Klien mengatakan nyeri seperti
disayat
-Pasien mengatakan nyeri saat
miring kanan dan kiri
-Skala nyeri 9
DO :
- Klien terlihat meringis pada
saat dilakukan observasi
lukanya.
- Klien tampak ada luka post
operasi
- TD 115/78, N 80x/mnt, Suhu
36, rr 20 x/mnt
Hari/ DIAGNOSA
No. INTERVENSI RASIONAL
Tgl/ Jam KEPERAWATAN
1 Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan 1. Observasi tanda-tanda vital klien.
1. Untuk mengetahui ada tidaknya
1 Februari (D.0077) keperawatan selama 2. Kaji nyeri, catat lokasi
peningkatan suhu, peningkatan
2021 berhubungan 1x24 jam, nyeri karakteristik, skala nyeri (0-10)
nafas, dll
dengan Post berkurang/hilang dengan 3. Berikan posisi yang nyaman2. Berguna dalam pengawasan dan
Operasi kriteria hasil : 4. Anjurkan klien melakukan
keefisienan obat, kemajuan
- Klien dapat rileks relaksasi penyembuhan.
- Klien dapat tidur 5. Mengajakan klien melakukan
3. Agar klien merasa nyaman,
dengan teratur. teknik distraksi dengan rasa nyaman nyeri klien
6. Kolaborasi dengan dokter
berkurang.
pemberian obat analgetik 4. Oksigen yang masuk dengan
konsentrasi tinggi dapat beredar
ke pembuluh darah, sehingga
merelaksasikan daerah yang
nyeri
5. Mengalihkan pikiran (distraksi)
ada sesuatu hal yang
menyenangkan dapat
mengurangi rasa nyeri.
6. Pemberian obat analgetik untuk
menghilangkan nyeri.
2 Intoleransi aktifitas Setelah dilakukan asuhan 1. Catat respon emosi terhadap 1. Imobilisasi yang di paksakan
(D.0056) keperawatan selama mobilitas akan memperbesar kegelisahan
berhubungan 3x24 jam klien dapat 2. Berikan aktivitas sesuai dengan 2. Meningkatkan hormolitas organ
dengan Tirah melakukan toleransi keadaan klien sesuai yang diharapkan
baring aktivitas. Dengan kriteria 3. Berikan klien untuk latihan gerak 3. Memperbaiki mekanika tubuh
hasil: pasif dan aktif 4. Menghindari hal yang dapat
- Klien dapat bergerak 4. Bantu klien dalam aktivitas yang memperparah keadaan
tanpa pembatasan memberatkan
tidak berhati-hati
dalam bergerak
3 Defisit Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji tingkat pengetahuan klien dan 1. Mengetahui tingkat pemahaman
pengetahuan keperawatan selama keluarga dan pengetahuan klien dan
(D.0111) 3x24 jam diharapkan 2. Menjelaskan dan memberikan keluarga tentang penyakitnya
berhubungan pengetahuan klien dan informasi pada klien tentang 2. Meningkatkan pemahaman klien
dengan Kurang keluarga meningkat. penyakitnya dan keluarga tentang kondisi
terpapar informasi Dengan kriteria hasil : 3. Memberikan penjelasan kepada kesehatannya
- Klien dan keluarga klien tentang setiap tindakan 3. Mengurangi tingkat kecemasan
dapat memahami keperawatan yang diberikan klien dan membantu
tentang definisi 4. Menjelaskan dan mengajarkan meningkatkan kerjasama
penyakit klien, keluarga dalam perawatan luka program terapi yang diberikan
penyebabnya operasi klien dengan teknik aseptik 4. Meningkatkan pengetahuan dan
- Klien dapat pemahaman klien dan keluarga
melakukan perawatan tentang perawatan luka operasi
luka post op setelah yang baik dan benar
dirumah nanti
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
Hari/ Tgl/
No. Dx Jam Implementasi Paraf Jam Evaluasi (SOAP) Paraf
Shift
1 februari 1 08.00 Melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital Feby 14.00 S : Klien mengatakan nyeri berkurang Feby
2021
Hasil: Tekanan darah : 100/80mmhg, Nadi : Maula pada daerah luka post operasi, pasien mengatakan Maula
80x/menit, Respirasi : 18x/menit, Suhu : ni nyeri seperti disayat, pasien mengatakan nyeri ni
36,6oCelcius bertambah saat miring kanan dan kiri
Mengkaji tingkat nyeri klien, O : pasien tampak meringis kesakitan, Skala nyeri 6
09.00 Hasil : skala nyeri klien 9 dari (0-10), nyeri dari (0-10), TD 115/78, N 80x/mnt, Suhu 36, rr 20
seperti disayat, nyeri saat miring kanan dan x/mnt
kiri A : Masalah belum teratasi
Memberikan obat analgetik P : Lanjutkan intervensi
Hasil : ketorolc 1, 5ml + 3cc aquabides
09.15 melalui drip
Mengajarkan klien latihan nafas dalam dan
mengalihkan pikiran klien pada hal-hal yang
menyenangkan
09.30
11.00 Menobservasi mobilitas klien S : Klien mengatakan sudah dapat melakukan miring
Hasil : Menganjurkan klien untuk miring kanan dan miring kiri secara perlahan.
kanan dan miring kiri Feby O : Klien terlihat sudah dapat melakukan aktivitas Feby
Maula 14.00 ringan seperti miring kanan, miring kiri dengan Maula
Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah (8th ed., Ser.
2). Singapore: Elsevier.
Firmansyah, dkk. (2009). Mudah dan Aktif Belajar Biologi. Pusat Perbukuan
Departemen Pendidikan Nasional.
Nurarif, A. H., & H. K. (Eds.). (2015). NANDA (1st ed., Ser. 1). Jogjakarta,
Indonesia: MediAction.
DAFTAR RESUME
Resume 1 Resume pada pasien dengan Debridement
Resume 2 Resume pada pasien dengan Hipertensi
Resume 3 Resume pada pasien dengan Typhoid
Resume 4 Resume pada pasien dengan PPOK
Resume 5 Resume pada pasien dengan Pneumonia
Resume 6 Resume pada pasien dengan Anemia
Resume 7 Resume pada pasien dengan Stroke
Resume 8 Resume pada pasien dengan Post op Hemoroid
RESUME KEPERAWATAN
PROFESI NERS STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH DENGAN
POST DEBRIDEMENT ULKUS DM
I. IDENTITAS
A. Nama : Ny. K
B. Jenis Kelamin : Perempuan
C. Umur : 55 Tahun
D. Agama : Islam
E. Status Perkawinan : menikah
F. Pekerjaan : IRT
G. Alamat rumah : Bekasi
VIII. TERAPI
Infus NaCL 0,9%/12 jam
Ranitidin 2x1 (iv)
Ondansetron 2x1 (iv)
Lantus/insulin 7 ui (SC)
Acarbose 100 mg
Jakarta,
Perawat
Feby Maulani
RESUME KEPERAWATAN
PROFESI NERS STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH DENGAN
HIPERTENSI
I. IDENTITAS
A. Nama : Tn. Y
B. Jenis Kelamin : Laki-laki
C. Umur : 63 tahun
D. Agama : Islam
E. Status Perkawinan : Menikah
F. Pekerjaan : Wiraswasta
G. Alamat rumah : Bekasi
Therapy injeksi :
Ketorolac 3x1 amp iv
Ondansetron 8 mg 2x1 amp iv
Omeprazole 2x1 amp iv
IVFD Asering 500 mg/24 jam
DATA OBJEKTIF
1. K/U sedang kes cm pasien tampak agak
tegang
2. Pasien tampak gelisah menahan nyeri
3. TD 190/100 mmhg N : 100 x/mnt RR : 22
x/mnt Sh: 360C skala nyeri 7-8
4. Lab leu 4,50 hb 11,6 ht 44,5 tr 180 LED 5
GDS 90 Rafid non reaktif,
5. Rontgen thorak hasil Cardiomegali
Jakarta
Perawat
Feby Maulani
RESUME KEPERAWATAN
PROFESI NERS STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
PPOK
I. IDENTITAS
A. Nama : Tn. H
B. Jenis Kelamin : Laki – laki
C. Umur : 65 thn
D. Agama : islam
E. Status Perkawinan : menikah
F. Pekerjaan : pensiun
G. Alamat rumah : Bekasi
II. ALASAN MASUK RUMAH SAKIT
Pasien datang ke UGD dengan keluhan pusing, sesak napas, pasien mengatakan
sudah 1 bulan terakhir batuk – batuk dahak susah dikeluarkan, sesak napas bila
menaiki tangga 2 hari terakhir, .
II. PENGKAJIAN FISIK
A. Pernafasan : takipnoe, rr : 30x/mnt , menggunakan otot bantu napas, retraksi dan
nch ada
B. Kardiovaskuler : dalam batas normal
C. Persyarafan : tidak ada kelainan
D. Perkemihan : Dalam batas normal
E. Pencarnaan : dalam batas normal
F. Penglihatan : menggunakan kaca mata
G. Muskuloskletal : tidak ada kelainan
H. Integumen : kulit pasien tampak kering
I. Endokrin : Dalam batas normal
VII. TERAPI :
1. Oksigen 4 liter /mnt
2. Codein tab 10mg/8jam
3. Seretide MDI /6jam
4. Inhalasi : ( 1 ampul ventolin, 1 ampul pulmicort ,1ml bisolvon , 3ml nacl 0,9% )
VIII. ANALISA DATA
NO DATA ETIOLOGI MASALAH
XI. Evaluasi
S : Klien mengatakan sesak berkurang, sputum sudah mulai keluar
O : Keadaan umum sedang, kesadaran komposmentis, sputum sudah mulai keluar, tampak lebih tenang RR. 26x/menit
A : Masalah bersihan nafas tidak efektif teratasi Sebagian
P : lanjutkan intervensi (1,2,3,4,5,6,7)
Jakarta 4/02/21
Perawat
Feby Maulani
RESUME KEPERAWATAN
PROFESI NERS STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
PNEUMONIA
I. IDENTITAS
A. Nama : Tn. M
B. Jenis Kelamin : Laki - laki
C. Umur : 63 tahun
D. Agama : Islam
E. Status Perkawinan : Menikah
F. Pekerjaan : tidak bekerja
G. Alamat rumah : Bekasi
VIII. TERAPI
Azitromicin1x 500 mg, oseltamivir 2x75 mg, zink 2x1, vit c 1x500 mg,
Ivfd Rl 500 ml / 8 jam, pct 3x500 mg, nac 2x200 mg, PCT 3x500 mg
Metformin 2x500 mg
ANALISA DATA
NO DATA ETIOLOGI MASALAH
XI. EVALUASI
S : Klien mengatakan masih terasa sesak, namun sudah lebih nyaman
O : Keadaan umum tenang kesadaran composmentis, tampak masih sesak,
TD. 130/70, N. 102 x/menit, RR. 28 x/menit, suhu 36.7
A : masalah pola nafas tidak efektif belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
Jakarta 02-02-2021
Perawat
Feby Maulani
RESUME KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
ANEMIA
I. IDENTITAS PASIEN
A. Nama : Ny. W
B. Jenis Kelamin : Perempuan
C. Umur : 35 Tahun
D. Agama : Islam
E. Status Perkawinan : Menikah
F. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
G. Alamat rumah : Bekasi
H. Pengkajian hari :1
I. Jam : 15.00 wib
J. Tanggal : 9 Februari 2021
Jakarta, 09-02-2021
Perawat
Feby Maulani
RESUME KEPERAWATAN
PROFESI NERS STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH DENGAN
STROKE
I. IDENTITAS
a. Tanggal masuk : 10-02-2021
b. Tanggal pengkajian : 11-02-2021
c. Nama : Tn. S
d. Jenis Kelamin : Laki-laki
e. Umur : 65 tahun
f. Agama : Islam
g. Status Perkawinan : Menikah
h. Pekerjaan : Wirausaha
i. Alamat rumah :
j. Pengkajian hari ke :2
Pemeriksaan Diagnostik
Laboratorium
Rapid Test hasil Non reaktif
Swab : negative
Darah Rutin
Hematokrit 39,60, Eritrosit 4,26, Leukosit 11,11, Netropil 0, Segmen 73,
Lymposit 18, PT patien : 8.50 INR : 0.91 APTT patient : 37.50
TERAPI
IVFD NaCl 0,9% 500ml 15tpm
Inj. Citicolin 2x250 mg
Inj. Arixtra 1x2.5 mg
Inj. levofloxacin 1x750 mg
Gabapentin 3x100mg PO
ANALISIS DATA
Hari/Tgl
DATA ETIOLOGI MASALAH
Jam
Selasa, 09 DS : Peningkatan Perfusi ferifer tidak
Februari Keluarga mengatakan bicara tekanan darah efektif (D.0009)
2021 kurang jelas
08.00 Keluarga mengatakan aktifitas
dilakukan di tempat tidur.
DO :
Pasien tampak pergerakan
terbatas.
Pasien tampak semua aktifitas di
bantu keluarga.
Pasien tampak lemah sisi tubuh
sebelah kiri
Pasien tampak susah beraktifitas
.
Pasien tampak sendi kaku
Pasien tampak berbicara kurang
jelas atau pelo
Pasien tampak susah
menggerakan tangan kiri dan
kaki kiri.
Pasien tampak belum BAB sejak
4 hari yang lalu.
Saat pengkajian TTV klien :
TD : 170/100 mmHg
Suhu : 36˚C
Nadi : 104 kali/menit
Pernafasan : 23 kali/menit .
tampak kekuatan otot
1111 5555
1111 5555
Pasien tampak saraf vagus,
trigeminus dan hipoglasus
terganggu.
Lidah tampak pencong atau
miring ke kiri.
I. IDENTITAS
A. Nama : Tn. TB
B. Jenis Kelamin : Laki-laki
C. Umur : 61 tahun
D. Agama : Islam
E. Status Perkawinan : menikah
F. Pekerjaan : Wirausaha
G. Alamat rumah : Galaxy,
II. ALASAN MASUK RUMAH SAKIT
Pasien mengatakan sudah 1 minggu SMRS menderita nyeri pada anus
dan pasien mengatakan masuk RS pada tanggal 03-02-2021 karena
mengalami peradangan pada ambeien, dan pada pagi hari SMRS
pasien merasakan nyeri pada anus. Pasien mengatakan nyeri pada anus
penyebabnya karena adanya benjolan pada anus, nyeri yang dirasakan
seperti diiris-iris, pasien mengatakan nyeri pada anusnya dan abdomen,
pasien mengatakan skala nyeri yang dirasakan pada anus sampai 6,
pasien mengatakan nyeri dirasakan setiap malam hingga mengganggu
tidur saat malam hari. pasien mengatakan cemas, pasien mengatakan
tidak nafsu makan, pasien mengatakan sulit tidur.
III. PENGKAJIAN FISIK
a. Pernafasan : tidak sesak, tidak ada keluhan batuk, bernafas tidak
menggunakan otot bantu nafas, bernafas secara spontan, suara
nafas vesikuler
b. Kardiovaskuler : tidak ada nyeri dada, bentuk simetris, irama
teratur, tidak ada ditemukan masalah kardiovaskuler.
c. Persyarafan : GCS 15, tidak ada keluhan pusing, ke 12 saraf
kranial normal, sklera anisokor, pupul anikterik, konjungtiva
ananemis.
d. Perkemihan : tidak terpasang kateter, tidak ada keluhan berkemih.
e. Pencarnaan : bising usus 8x/mnt, tidak ada nyeri tekan, pasien
mengatakan kurang nafsu makan karena memikirkan proses
operasi. Pasien mengatakan nyeri saat BAB, sebelum operasi ada
benjolan di anus.
f. Penglihatan : Visus (+), Palpebra (+), Conjunctiva (+), Kornea (+),
BMD (+), Pupil (+), Iris (+), Lensa (+), TIO (+)
g. Muskuloskletal : tidak ada masalah muskuloskletal dibagian
ekstrimitas atas dan bawah kekuatan otot.
Kanan Kiri
5555 5555
5555 5555
h. Integumen : sirkulasi perifer < 2 detik, kulit kemerahan, turgor
kulit kemerahan. Penilaian resiko decubitus 18, tidak ada tanda-
tanda dekuitus.
i. Endokrin : tidak ada pembesaran tyroid, tidak ada pembersaran
kelenjar getah bening, tidak ada hipo/hiper glikemia.
IV. PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL ; pasien mengatakan cemas akan
dilakukan operasi, pasien mengatakan takut.
V. PENGKAJIAN PERSONAL HYGNE; personal hygiene pasien baik
mandi 2x/ hari, sikat gigi 2 x/hari, kulit bersih,
VI. PENGKAJIAN SPRITUAL ; pasien beragama islam, pasien rajin
melakukan ibadan sholat 5 waktu
VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG ;
Pada pemeriksaan laboratorium tanggal 3 Februari 2021
Darah rutin normal,
Pemeriksaan EKG
Hasilnya : QRS = 102 ms, QT/QTcBaz = 378/449 ms, PR = 180 ms, P
= 84 ms, RR/PP = 702/705 ms, P/QRS/T = 84/80/35 degrees Normal
sinus rhythm dan normal ECG.
Pemeriksaan Colonoscopy
Hasilnya : Tampak prolaps dari hemorrhoid tak tampak perdarahan
aktive, rektum dan kolon diatas baik.
Pemeriksaan Thoraks AP
Hasilnya : Tulang dan jaringan lunak dinding dada tak tampak
kelainan, sinuses dan diafragma normal, Cor: tak membesar, CTI
normal, mediastinum atas tak melebar, trakhea relative ditengah,
pulmo; hili normal, corak bronkhovascular baik, tak tampak infiltrate
atau nodul opak bilateral paru.
VIII. TERAPI
Rhodium Kapsul 2x1 Setiap 12 jam sesudah makan
Amlodipine 1x5 mg Setiap pagi
ISDN 1x5 mg
Nitrokaf 2x2,5 mg Setiap 12 jam sesudah makan
Concor Tablet 1x1,25 mg Sebelum tidur di malam hari
Spironalachon Tablet 1x25 mg Sesudah makan pagi
Alprazolam Tablet 1x0,5 mg Pada malam hari
Omeprazole (OMZ) 2x20 mg Setiap 12 jam
A.Tranexamat 3x500 mg Setiap 8 jam
Vit.K 3x10 mg Setiap 8 jam (IV)
IX. ANALISA DATA
NO DATA ETIOLOGI MASALAH
Jakarta……….
Perawat
Feby Maulani
LAPORAN PENDAHULUAN
A. PENGERTIAN ASMA
Asma merupakan gangguan radang kronik saluran napas. Saluran napas
yang mengalami radang kronik bersifat hiperresponsif sehingga apabila
terangsang oleh factor risiko tertentu, jalan napas menjadi tersumbat dan aliran
udara terhambat karena konstriksi bronkus, sumbatan mukus, dan meningkatnya
proses radang (Almazini, 2012)
Asma adalah suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami
penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang
menyebabkan peradangan, penyempitan ini bersifat sementara. Asma dapat
terjadi pada siapa saja dan dapat timbul disegala usia, tetapi umumnya asma lebih
sering terjadi pada anak-anak usia di bawah 5 tahun dan orang dewasa pada usia
sekitar 30 tahunan (Saheb, 2011)
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan
banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan
hiperresponsivitas saluran napas yang menimbulkan gejala episodik berulang
berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, batuk terutama malam hari dan
atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi saluran napas
yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa
pengobatan (Boushey, 2005; Bousquet, 2008)
Istilah asma berasal dari kata Yunani yang artinya “terengah-engah” dan
berarti serangan nafas pendek (Price, 1995 cit Purnomo 2008). Nelson (1996)
dalam Purnomo (2008) mendefinisikan asma sebagai kumpulan tanda dan gejala
wheezing (mengi) dan atau batuk dengan karakteristik sebagai berikut; timbul
secara episodik dan atau kronik, cenderung pada malam hari/dini hari
(nocturnal), musiman, adanya faktor pencetus diantaranya aktivitas fisik dan
bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan penyumbatan, serta
adanya riwayat asma atau atopi lain pada pasien/keluarga, sedangkan sebab-
sebab lain sudah disingkirkan
Batasan asma yang lengkap yang dikeluarkan oleh Global Initiative for
Asthma (GINA) (2006) didefinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik saluran
nafas dengan banyak sel yang berperan, khususnya sel mast, eosinofil, dan
limfosit T. Pada orang yang rentan inflamasi ini menyebabkan mengi berulang,
sesak nafas, rasa dada tertekan dan batuk, khususnya pada malam atau dini hari.
Gejala ini biasanya berhubungan dengan penyempitan jalan nafas yang luas
namun bervariasi, yang sebagian bersifat reversibel baik secara spontan maupun
dengan pengobatan, inflamasi ini juga berhubungan dengan hiperreaktivitas jalan
nafas terhadap berbagai rangsangan.
Asma adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh keadaan saluran nafas
yang sangat peka terhadap berbagai rangsangan, baik dari dalam maupun luar
tubuh. Akibat dari kepekaan yang berlebihan ini terjadilah penyempitan saluran
nafas secara menyeluruh (Abidin, 2002).
B. KLASIFIKASI ASMA
1. Berdasarkan kegawatan asma, maka asma dapat dibagi menjadi :
a. Asma bronkhiale
Asthma Bronkiale merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan adanya
respon yang berlebihan dari trakea dan bronkus terhadap bebagai macam
rangsangan, yang mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang tersebar
luas diseluruh paru dan derajatnya dapat berubah secara sepontan atau
setelah mendapat pengobatan
b. Status asmatikus
Yakni suatu asma yang refraktor terhadap obat-obatan yang
konvensional (Smeltzer, 2001). status asmatikus merupakan keadaan
emergensi dan tidak langsung memberikan respon terhadap dosis umum
bronkodilator (Depkes RI, 2007).
Status Asmatikus yang dialami penderita asma dapat berupa
pernapasan wheezing, ronchi ketika bernapas (adanya suara bising ketika
bernapas), kemudian bisa berlanjut menjadi pernapasan labored
(perpanjangan ekshalasi), pembesaran vena leher, hipoksemia, respirasi
alkalosis, respirasi sianosis, dyspnea dan kemudian berakhir dengan
tachypnea. Namun makin besarnya obstruksi di bronkus maka suara
wheezing dapat hilang dan biasanya menjadi pertanda bahaya gagal
pernapasan (Brunner & Suddarth, 2001).
c. Asthmatic Emergency
Yakni asma yang dapat menyebabkan kematian
2. Klasifikasi asma yaitu (Hartantyo, 1997, cit Purnomo 2008)
a. Asma ekstrinsik
Asma ekstrinsik adalah bentuk asma paling umum yang disebabkan karena
reaksi alergi penderita terhadap allergen dan tidak membawa pengaruh apa-
apa terhadap orang yang sehat.
b. Asma intrinsic
Asma intrinsik adalah asma yang tidak responsif terhadap pemicu yang
berasal dari allergen. Asma ini disebabkan oleh stres, infeksi dan kodisi
lingkungan yang buruk seperti klembaban, suhu, polusi udara dan aktivitas
olahraga yang berlebihan.
Menurut Global Initiative for Asthma (GINA) (2006) penggolongan
asma berdasarkan beratnya penyakit dibagi 4 (empat) yaitu:
a. Asma Intermiten (asma jarang)
1) gejala kurang dari seminggu
2) serangan singkat
3) gejala pada malam hari < 2 kali dalam sebulan
4) FEV 1 atau PEV > 80%
5) PEF atau FEV 1 variabilitas 20% – 30%
b. Asma mild persistent (asma persisten ringan)
1) gejala lebih dari sekali seminggu
2) serangan mengganggu aktivitas dan tidur
3) gejala pada malam hari > 2 kali sebulan
4) FEV 1 atau PEV > 80%
5) PEF atau FEV 1 variabilitas < 20% – 30%
c. Asma moderate persistent (asma persisten sedang)
1) gejala setiap hari
2) serangan mengganggu aktivitas dan tidur
3) gejala pada malam hari > 1 dalam seminggu
4) FEV 1 tau PEV 60% – 80%
5) PEF atau FEV 1 variabilitas > 30%
d. Asma severe persistent (asma persisten berat)
1) gejala setiap hari
2) serangan terus menerus
3) gejala pada malam hari setiap hari
4) terjadi pembatasan aktivitas fisik
5) FEV 1 atau PEF = 60%
6) PEF atau FEV variabilitas > 30%
Selain berdasarkan gejala klinis di atas, asma dapat diklasifikasikan
berdasarkan derajat serangan asma yaitu: (GINA, 2006)
a. Serangan asma ringan dengan aktivitas masih dapat berjalan, bicara satu
kalimat, bisa berbaring, tidak ada sianosis dan mengi kadang hanya pada
akhir ekspirasi,
b. Serangan asma sedang dengan pengurangan aktivitas, bicara memenggal
kalimat, lebih suka duduk, tidak ada sianosis, mengi nyaring sepanjang
ekspirasi dan kadang -kadang terdengar pada saat inspirasi,
c. Serangan asma berat dengan aktivitas hanya istirahat dengan posisi duduk
bertopang lengan, bicara kata demi kata, mulai ada sianosis dan mengi
sangat nyaring terdengar tanpa stetoskop
d. Serangan asma dengan ancaman henti nafas, tampak kebingunan, sudah
tidak terdengar mengi dan timbul bradikardi.
Perlu dibedakan derajat klinis asma harian dan derajat serangan asma.
Seorang penderita asma persisten (asma berat) dapat mengalami serangan
asma ringan. Sedangkan asma ringan dapat mengalami serangan asma berat,
bahkan serangan asma berat yang mengancam terjadi henti nafas yang dapat
menyebabkan kematian
C. ETIOLOGI ASMA
Sampai saat ini etiologi dari Asma Bronkhial belum diketahui. Suatu hal
yang yang menonjol pada penderita Asma adalah fenomena hiperaktivitas
bronkus. Bronkus penderita asma sangat peka terhadap rangsangan imunologi
maupun non imunologi.
1. Adapun rangsangan atau faktor pencetus yang sering menimbulkan Asma
adalah: (Smeltzer & Bare, 2002).
a. Faktor ekstrinsik (alergik) : reaksi alergik yang disebabkan oleh alergen
atau alergen yang dikenal seperti debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang.
b. Faktor intrinsik(non-alergik) : tidak berhubungan dengan alergen, seperti
common cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan polutan
lingkungan dapat mencetuskan serangan.
c. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari
bentuk alergik dan non-alergik
2. Menurut The Lung Association of Canada, ada dua faktor yang menjadi
pencetus asma :
a. Pemicu Asma (Trigger)
Pemicu asma mengakibatkan mengencang atau menyempitnya
saluran pernapasan (bronkokonstriksi). Pemicu tidak menyebabkan
peradangan. Trigger dianggap menyebabkan gangguan pernapasan akut,
yang belum berarti asma, tetapi bisa menjurus menjadi asma jenis intrinsik.
Gejala-gejala dan bronkokonstriksi yang diakibatkan oleh pemicu
cenderung timbul seketika, berlangsung dalam waktu pendek dan relatif
mudah diatasi dalam waktu singkat. Namun, saluran pernapasan akan
bereaksi lebih cepat terhadap pemicu, apabila sudah ada, atau sudah terjadi
peradangan. Umumnya pemicu yang mengakibatkan bronkokonstriksi
adalah perubahan cuaca, suhu udara, polusi udara, asap rokok, infeksi
saluran pernapasan, gangguan emosi, dan olahraga yang berlebihan.
b. Penyebab Asma (Inducer)
Penyebab asma dapat menyebabkan peradangan (inflamasi) dan
sekaligus hiperresponsivitas (respon yang berlebihan) dari saluran
pernapasan. Inducer dianggap sebagai penyebab asma yang sesungguhnya
atau asma jenis ekstrinsik. Penyebab asma dapat menimbulkan gejala-
gejala yang umumnya berlangsung lebih lama (kronis), dan lebih sulit
diatasi. Umumnya penyebab asma adalah alergen, yang tampil dalam
bentuk ingestan (alergen yang masuk ke tubuh melalui mulut), inhalan
(alergen yang dihirup masuk tubuh melalui hidung atau mulut), dan alergen
yang didapat melalui kontak dengan kulit ( VitaHealth, 2006).
3. Sedangkan Lewis et al. (2000) tidak membagi pencetus asma secara spesifik.
Menurut mereka, secara umum pemicu asma adalah:
a. Faktor predisposisi
1) Genetik
Faktor yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan
penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita
penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah
terkena penyakit Asma Bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus.
Selain itu hipersensitivitas saluran pernapasannya juga bisa diturunkan.
b. Faktor presipitas
1) Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
a) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan seperti debu, bulu
binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
b) Ingestan, yang masuk melalui mulut yaitu makanan (seperti buah-
buahan dan anggur yang mengandung sodium metabisulfide) dan
obat-obatan (seperti aspirin, epinefrin, ACE- inhibitor, kromolin).
c) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit. Contoh :
perhiasan, logam dan jam tangan
Pada beberapa orang yang menderita asma respon terhadap Ig E
jelas merupakan alergen utama yang berasal dari debu, serbuk tanaman
atau bulu binatang. Alergen ini menstimulasi reseptor Ig E pada sel mast
sehingga pemaparan terhadap faktor pencetus alergen ini dapat
mengakibatkan degranulasi sel mast. Degranulasi sel mast seperti
histamin dan protease sehingga berakibat respon alergen berupa asma.
2) Olahraga
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika
melakukan aktivitas jasmani atau olahraga yang berat. Serangan asma
karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai beraktifitas. Asma
dapat diinduksi oleh adanya kegiatan fisik atau latihan yang disebut
sebagai Exercise Induced Asthma (EIA) yang biasanya terjadi beberapa
saat setelah latihan.misalnya: jogging, aerobik, berjalan cepat, ataupun
naik tangga dan dikarakteristikkan oleh adanya bronkospasme, nafas
pendek, batuk dan wheezing. Penderita asma seharusnya melakukan
pemanasan selama 2-3 menit sebelum latihan.
3) Infeksi bakteri pada saluran napas
Infeksi bakteri pada saluran napas kecuali sinusitis
mengakibatkan eksaserbasi pada asma. Infeksi ini menyebabkan
perubahan inflamasi pada sistem trakeo bronkial dan mengubah
mekanisme mukosilia. Oleh karena itu terjadi peningkatan
hiperresponsif pada sistem bronkial.
4) Stres
Stres / gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma,
selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada.
Penderita diberikan motivasi untuk mengatasi masalah pribadinya,
karena jika stresnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa
diobati.
5) Gangguan pada sinus
Hampir 30% kasus asma disebabkan oleh gangguan pada sinus,
misalnya rhinitis alergik dan polip pada hidung. Kedua gangguan ini
menyebabkan inflamasi membran mukus.
6) Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering
mempengaruhi Asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan
faktor pemicu terjadinya serangan Asma. Kadangkadang serangan
berhubungan dengan musim, seperti musim hujan, musim kemarau.
D. PATOFISIOLOGI ASMA
Tiga unsur yang ikut serta pada obstruksi jalan udara penderita asma
adalah spasme otot polos, edema dan inflamasi membran mukosa jalan udara,
dan eksudasi mucus intraliminal, sel-sel radang dan debris selular. Obstruksi
menyebabkan pertambahan resistensi jalan udara yang merendahkan volume
ekspresi paksa dan kecepatan aliran, penutupan prematur jalan udara, hiperinflasi
paru, bertambahnya kerja pernafasan, perubahan sifat elastik dan frekuensi
pernafasan. Walaupun jalan udara bersifat difus, obstruksi menyebabkan
perbedaaan satu bagian dengan bagian lain, ini berakibat perfusi bagian paru
tidak cukup mendapat ventilasi dan menyebabkan kelainan gas-gas darah
terutama penurunan pCO2 akibat hiperventilasi.
Pada respon alergi di saluran nafas, antibodi IgE berikatan dengan alergen
menyebabkan degranulasi sel mast. Akibat degranulasi tersebut, histamin
dilepaskan. Histamin menyebabkan konstriksi otot polos bronkiolus. Apabila
respon histamin berlebihan, maka dapat timbul spasme asmatik. Karena histamin
juga merangsang pembentukan mukkus dan meningkatkan permiabilitas kapiler,
maka juga akan terjadi kongesti dan pembengkakan ruang iterstisium paru.
Individu yang mengalami asma mungkin memiliki respon IgE yang
sensitif berlebihan terhadap sesuatu alergen atau sel-sel mast-nya terlalu mudah
mengalami degranulasi. Di manapun letak hipersensitivitas respon peradangan
tersebut, hasil akhirnya adalah bronkospasme, pembentukan mukus, edema dan
obstruksi aliran udara.
E. PATHWAY ASMA
Pathway
Asma
Pathway Asma
F. MANIFESTASI KLINIS ASMA
Gambaran klasik penderita asma berupa sesak nafas, batuk-batuk dan
mengi (whezzing) telah dikenal oleh umum dan tidak sulit untuk diketahui.
Batuk-batuk kronis dapat merupakan satu-satunya gejala asma dan demikian pula
rasa sesak dan berat didada.
Tetapi untuk melihat tanda dan gejala asma sendiri dapat digolongkan menjadi :
1. Asma tingkat I
Yaitu penderita asma yang secara klinis normal tanpa tanda dan gejala asma
atau keluhan khusus baik dalam pemeriksaan fisik maupun fungsi paru. Asma
akan muncul bila penderita terpapar faktor pencetus atau saat dilakukan tes
provokasi bronchial di laboratorium.
2. Asma tingkat II
Yaitu penderita asma yang secara klinis maupun pemeriksaan fisik tidak ada
kelainan, tetapi dengan tes fungsi paru nampak adanya obstruksi saluran
pernafasan. Biasanya terjadi setelah sembuh dari serangan asma.
3. Asma tingkat III
Yaitu penderita asma yang tidak memiliki keluhan tetapi pada pemeriksaan
fisik dan tes fungsi paru memiliki tanda-tanda obstruksi. Biasanya penderita
merasa tidak sakit tetapi bila pengobatan dihentikan asma akan kambuh.
4. Asma tingkat IV
Yaitu penderita asma yang sering kita jumpai di klinik atau rumah sakit yaitu
dengan keluhan sesak nafas, batuk atau nafas berbunyi. Pada serangan asma
ini dapat dilihat yang berat dengan gejala-gejala yang makin banyak antara
lain :
a. Kontraksi otot-otot bantu pernafasan, terutama sternokliedo mastoideus
b. Sianosis
c. Silent Chest
d. Gangguan kesadaran
e. Tampak lelah
f. Hiperinflasi thoraks dan takhikardi
5. Asma tingkat V
Yaitu status asmatikus yang merupakan suatu keadaan darurat medis beberapa
serangan asma yang berat bersifat refrakter sementara terhadap pengobatan
yang lazim dipakai. Karena pada dasarnya asma bersifat reversible maka
dalam kondisi apapun diusahakan untuk mengembalikan nafas ke kondisi
normal
G. KOMPLIKASI ASMA
1. Mengancam pada gangguan keseimbangan asam basa dan gagal nafas
2. Chronic persisten bronhitis
3. Bronchitis
4. Pneumonia
5. Emphysema
Meskipun serangan asma jarang ada yang fatal, kadang terjadireaksi kontinu
yang lebih berat, yang disebut “status asmatikus”, kondisi ini mengancam hidup
(Smeltzer & Bare, 2002).
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG ASMA
1. Pemeriksaan sputum
Pada pemeriksaan sputum ditemukan :
a. Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal
eosinofil.
b. Terdapatnya Spiral Curschman, yakni spiral yang merupakan silinder sel-
sel cabang-cabang bronkus
c. Terdapatnya Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus
d. Terdapatnya neutrofil eosinofil
2. Pemeriksaan darah
Pada pemeriksaan darah yang rutin diharapkan eosinofil meninggi, sedangkan
leukosit dapat meninggi atau normal, walaupun terdapat komplikasi asma
a. Gas analisa darah
Terdapat hasil aliran darah yang variabel, akan tetapi bila terdapat
peninggian PaCO2 maupun penurunan pH menunjukkan prognosis yang
buruk
b. Kadang-kadang pada darah terdapat SGOT dan LDH yang meninggi
c. Hiponatremi 15.000/mm3 menandakan terdapat infeksi
d. Pada pemeriksaan faktor alergi terdapat IgE yang meninggi pada waktu
seranggan, dan menurun pada waktu penderita bebas dari serangan.
e. Pemeriksaan tes kulit untuk mencari faktor alergi dengan berbagai
alergennya dapat menimbulkan reaksi yang positif pada tipe asma atopik.
f. Foto rontgen
Pada umumnya, pemeriksaan foto rontgen pada asma normal. Pada
serangan asma, gambaran ini menunjukkan hiperinflasi paru berupa
rradiolusen yang bertambah, dan pelebaran rongga interkostal serta
diagfragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, kelainan
yang terjadi adalah:
1) Bila disertai dengan bronkhitis, bercakan hilus akan bertambah
2) Bila terdapat komplikasi emfisema (COPD) menimbulkan gambaran
yang bertambah.
3) Bila terdapat komplikasi pneumonia maka terdapat gambaran infiltrat
pada paru.
3. Pemeriksaan faal paru
a. Bila FEV1 lebih kecil dari 40%, 2/3 penderita menujukkan penurunan
tekanan sistolenya dan bila lebih rendah dari 20%, seluruh pasien
menunjukkan penurunan tekanan sistolik.
b. Terjadi penambahan volume paru yang meliputi RV hampi terjadi pada
seluruh asma, FRC selalu menurun, sedangan penurunan TRC sering
terjadi pada asma yang berat.
4. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi selama terjadi serangan asma dapat dibagi atas
tiga bagian dan disesuaikan dengan gambaran emfisema paru, yakni :
a. Perubahan aksis jantung pada umumnya terjadi deviasi aksis ke kanan dan
rotasi searah jarum jam
b. Terdapatnya tanda-tanda hipertrofi jantung, yakni tedapat RBBB
c. Tanda-tanda hipoksemia yakni terdapat sinus takikardi, SVES, dan VES
atau terjadinya relatif ST depresi.
I. PENATALAKSANAAN MEDIS ASMA
Pengobatan asthma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non
farmakologik dan pengobatan farmakologik.
1. Penobatan non farmakologik
a. Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang
penyakit asthma sehinggan klien secara sadar menghindari faktor-faktor
pencetus, serta menggunakan obat secara benar dan berkonsoltasi pada tim
kesehatan.
b. Menghindari faktor pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang ada
pada lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan mengurangi
faktor pencetus, termasuk pemasukan cairan yang cukup bagi klien.
c. Fisioterapi
Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini
dapat dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi dada.
2. Pengobatan farmakologik
a. Agonis beta
Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan jarak
antara semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang termasuk obat
ini adalah metaproterenol ( Alupent, metrapel ).
b. Metil Xantin
Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini diberikan
bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan. Pada
orang dewasa diberikan 125-200 mg empatkali sehari.
c. Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik,
harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol
( beclometason dipropinate ) dengan disis 800 empat kali semprot tiap
hari. Karena pemberian steroid yang lama mempunyai efek samping maka
yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.
d. Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak .
Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari.
e. Ketotifen
Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari.
Keuntunganya dapat diberikan secara oral.
f. Iprutropioum bromide (Atroven)
Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan bersifat
bronkodilator.
3. Pengobatan selama serangan status asthmatikus
a. Infus RL : D5 = 3 : 1 tiap 24 jam
b. Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul
c. Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20 menit
dilanjutka drip Rlatau D5 mentenence (20 tetes/menit) dengan dosis 20
mg/kg bb/24 jam.
d. Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.
e. Dexamatason 10-20 mg/6jam secara intra vena.
f. Antibiotik spektrum luas.
RENCANA KEPERAWATAN
DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA
NO INTERVENSI (NIC)
KEPERAWATAN HASIL (NOC)
1 Bersihan jalan nafas tidak Setelah dilakukan tindakan NIC :
efektif berhubungan keperawatan selama 3 x 24 jam, Airway Management
dengan tachipnea, pasien mampu : 1. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw
peningkatan produksi Respiratory status : Ventilation thrust bila perlu
mukus, kekentalan Respiratory status : Airway 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
sekresi dan patency 3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas
bronchospasme. Aspiration Control, buatan
Dengan kriteria hasil : 4. Pasang mayo bila perlu
o Mendemonstrasikan batuk efektif 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
dan suara nafas yang bersih, tidak 6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
ada sianosis dan dyspneu (mampu 7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
mengeluarkan sputum, mampu 8. Lakukan suction pada mayo
bernafas dengan mudah, tidak ada 9. Berikan bronkodilator bila perlu
pursed lips) 10.Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
o Menunjukkan jalan nafas yang 11.Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
paten (klien tidak merasa keseimbangan.
tercekik, irama nafas, frekuensi 12.Monitor respirasi dan status O2
pernafasan dalam rentang normal,
tidak ada suara nafas abnormal)
o Mampu mengidentifikasikan dan
mencegah factor yang dapat
menghambat jalan nafas
2 Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan tindakan NIC :
berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 jam, Airway Management
perubahan membran pasien mampu : 1. Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw
kapiler – alveolar o Respiratory Status : Gas exchange thrust bila perlu
o Respiratory Status : ventilation 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
o Vital Sign Status 3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas
Dengan kriteria hasil : buatan
o Mendemonstrasikan peningkatan 4. Pasang mayo bila perlu
ventilasi dan oksigenasi yang 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
adekuat 6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
o Memelihara kebersihan paru paru 7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
dan bebas dari tanda tanda 8. Lakukan suction pada mayo
distress pernafasan 9. Berika bronkodilator bial perlu
o Mendemonstrasikan batuk efektif 10.Barikan pelembab udara
11.Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
dan suara nafas yang bersih, tidak
keseimbangan.
ada sianosis dan dyspneu (mampu
12.Monitor respirasi dan status O2
mengeluarkan sputum, mampu
bernafas dengan mudah, tidak ada
Respiratory Monitoring
pursed lips)
1. Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha
o Tanda tanda vital dalam rentang
respirasi
normal
2. Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan
otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan
intercostal
3. Monitor suara nafas, seperti dengkur
4. Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul,
hiperventilasi, cheyne stokes, biot
5. Catat lokasi trakea
6. Monitor kelelahan otot diagfragma (gerakan paradoksis)
7. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak
adanya ventilasi dan suara tambahan
8. Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi
crakles dan ronkhi pada jalan napas utama
9. Auskultasi suara paru setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya
3 Pola Nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan NIC :
berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 jam, Airway Management
penyempitan bronkus pasien mampu : 1. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw
Respiratory status : Ventilation thrust bila perlu
Respiratory status : Airway 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
patency 3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas
Vital sign Status buatan
Dengan Kriteria Hasil : 4. Pasang mayo bila perlu
o Mendemonstrasikan batuk efektif 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
dan suara nafas yang bersih, tidak 6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
ada sianosis dan dyspneu (mampu 7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
mengeluarkan sputum, mampu 8. Lakukan suction pada mayo
bernafas dengan mudah, tidak ada 9. Berikan bronkodilator bila perlu
pursed lips) 10. Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
o Menunjukkan jalan nafas yang 11. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
paten (klien tidak merasa keseimbangan.
tercekik, irama nafas, frekuensi 12. Monitor respirasi dan status O2
pernafasan dalam rentang normal,
tidak ada suara nafas abnormal) Terapi Oksigen
o Tanda Tanda vital dalam rentang 1. Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
normal (tekanan darah, nadi, 2. Pertahankan jalan nafas yang paten
pernafasan) 3. Atur peralatan oksigenasi
4. Monitor aliran oksigen
5. Pertahankan posisi pasien
6. Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi
7. Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
Analgesic Administration
Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri
sebelum pemberian obat
Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan
frekuensi
Cek riwayat alergi
Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari
analgesik ketika pemberian lebih dari satu
Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya
nyeri
Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis
optimal
Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan
nyeri secara teratur
Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek
samping)
Nutrition Monitoring
BB pasien dalam batas normal
Monitor adanya penurunan berat badan
Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan
Monitor lingkungan selama makan
Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam
makan
Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
Monitor turgor kulit
Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah
Monitor mual dan muntah
Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht
Monitor makanan kesukaan
Monitor pertumbuhan dan perkembangan
Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan
konjungtiva
Monitor kalori dan intake nuntrisi
Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah
dan cavitas oral.
Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
GINA (Global Initiative for Asthma) 2006.; Pocket Guide for Asthma
Management and Prevension In Children. www. Dimuat dalam
www.Ginaasthma.org
Linda Jual Carpenito. (2001). Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta:
EGC
Suriadi. (2001). Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi I. Jakarta: Sagung Seto
LAPORAN PENDAHULUAN
ILEUS OBSTRUKTIF
A. Konsep Dasar Medis
1. Anatomi fisiologi
a. Anatomi
Usus halus membentang dari pylorus hingga katup ileosekal.
Panjang usus halus sekitar 12 kaki atau 3,6 meter . usus ini mengisi
bagian tengah dan rongga abdomen. Ujung proksimalnya berdiameter
sekitar 3,8 cm tetapi makin kebawah garis tengahnya semakin
berkurang sampai menjadi sekitar dua cm. usus halus dibagi menjadi
duodenum, jejunum dan ileum.
Panjang duedonum sekitar 25 cm mulai dari pylorus sampai
jejunum. Pemisahan duodenum dan jejunum ditandai oleh adanya
ligamentum treitz yaitu suatu pita muskulo fibrosa yang berperan
sebagai Ligamentum Suspensorium (penggantung). Sekitar 2/5 dari
usus halus adalah jejunum, Jejunum terletak diregio mid abdominalis
sinistra dan ileum terletak di regio mid abdominalis dextra sebelah
bawah. Tiga perlima bagian akhir adalah ileum. Masuknya kimus
kedalam usus halus diatur oleh spingther pylorus, sedangkan
pengeluaran zat yang telah tercerna kedalam usus besar yang diatur oleh
katup ileus sekal. Katup illeus sekal juga mencegah terjadinya refluk
dari usus besar ke dalam usus halus. Apendik fermivormis yang
berbentuk tabung buntu berukuran sebesar jari kelingking terletak pada
daerah illeus sekal yaitu pada apeks sekum.
Dinding usus halus terdiri dari empat lapisan dasar yang paling
luar dibentuk oleh peritoneum. Peritoneum mempunyai lapisan visceral
dan parietal. Ruang yang terletak diantara lapisan-lapisan ini disebut
sebagai rongga peritoneum. Omentum memilik lipatan-lipatan yang
diberi nama yaitu mesenterium yang merupakan lipatan peritoneum
lebar menyerupai kipas yang menggantung jejenum dan ileum dari
dinding posterior abdomen, dan memungkinkan usus bergerak dengan
leluasa. Omentum majus merupakan lapisan ganda peritoneum yang
menggantung dari kurva tura mayor lambung dan berjalan turun
kedepan visera abdomen. Omentum biasanya mengandung banyak
lemak dan kelenjar limfe yang membantu melindungi peritoneum
terhadap infeksi. Omentum minus merupakan lipatan peritoneum yang
terbentuk dari kurvatura lambung dan bagian atas duodenum menuju ke
hati, membentuk ligamentum suspensorium hepatogastrika dan
ligamentum hepatoduodenale.
Usus halus mempunyai dua lapisan lapisan luar terdiri dari
serabut serabut longitudinal yang lebih tipis dan lapisan dalam terdiri
atas serabut serabut sirkuler. Penataan yang demikian membantu
gerakan peristaltic usus halus. Lapisan submukosa terdiri atas jaringan
ikat sedangkan lapisan mukosa bagian dalam tebal serta banyak
mengandung pembuluh darah dan kelenjar yang berfungsi sebagai
absorbsi. Lapisan mukosa dan sub mukosa membentuk lipatan-lipatn
sirkuler yang disebut sebgai valvula coniventes atau lipatan kercking
yang menonjol kedalam lumen sekitar tiga sampai sepuluh millimeter.
Villi merupakan tonjolan-tonjolan mukosa seperti jari-jari yang
jumlahnya sekitar 4 atau 5 juta yang terdapat di sepanjang usus halus,
dengan panjang 0,5 sampai 1,5 mm. Mikrovilli merupakan tonjolan
yang menyerupai jari-jari dengan panjang sekitar 1 mm pada
permukaan luar setiap villus. Valvula coni ventes vili dan mikrovilli
sama sama-menambah luas permukaan absorbsi hingga 1,6 juta cm2.
b. Fisiologi
Usus halus memepunyai dua fungsi utama yaitu pencernaan dan
absorbsi bahan-bahan nutrisi dan air. Proses pencernaan yaitu proses
pemecahan makanan menjadi bentuk yang dapat tercerna melalui kerja
berbagai enzim dalam saluran gastrointestinal. Proses pencernaan
dimulai dari mulut dan lambung oleh kerja ptyalin, HCL, Pepsin, mucus
dan lipase lambung terhadap makanan yang masuk. Proses ini berlanjut
dalam duodenum terutama oleh kerja enzim-enzim pancreas yang
menghindrolisis karbohidrat, lemak dan protein menjadi zat-zat yang
lebih sederhana. Mucus memberikan perlindungan terhadap asam
sekeresi empedu dari hati membantu proses pemecahan dengan
mengemulsikan lemak. Sehingga memberikan permukaan yang lebih
luas bagi kerja lipase pancreas.
Absorbsi adalah pemindahan hasil akhir pencernaaan
karbohidrat, lemak dan protein melalui dinding usus kedalam sirkulasi
darah dan limfe untuk digunakan oleh sel-sel tubuh. Selain itu juga
diabsorbsi air, elektrolit dan vitamin. Walaupun banyak zat yang
diabsorbsi disepanjang usus halus namun terdapat tempat tempat
absorbsi khusus bagi zat-zat gizi tertentu. Absorbsi gula, asam amino
dan lemak hampir selesai pada saat kimus mencapai pertengahan
jejunum. Besi dan kalsium sebagian besar diabsorbsi dalam duodenum
dan jejunum. Dan absorbsi kalium memerlukan vitamin D, larut dalam
lemak (A,D,E,K) diabsorsi dalam duodenum dengan bantuan garan-
garam empedu. Sebagian besar vitamin yang larut dalam air diabsorbsi
dalam usus halus bagian atas. Absorbsi vitamin B12 berlangsung dalam
ileum terminalis melalui mekanisme transport usus yang membutuhkan
factor intrinsic lambung. Sebagian asam empedu yang dikeluarkan
kantung empedu kedalam duodenum untuk membantu pencernaan
lemak akan di reabsorbsi dalam ileum terminalis dan masuk kembali ke
hati. Siklus ini disebut sebagai sirkulasi entero hepatic garam empedu,
dan sangat penting untuk mempertahankan cadangan empedu.(Sabara,
2007)
2. Definisi
a. Ileus obstruksi adalah gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal
isi usus pada traktus intestinal (Price & Wilson, 2007).
b. Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana
merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu
jalannya isi usus (Sabara, 2007).
c. Ileus obstruksi terjadi ketika ada gangguan yang menyebabkan
terhambatnya aliran normal isi usus sedangkan peristaltiknya normal
(Reeves, 2005).
d. Obstruksi Ilius adalah gangguan aliran isi usus yang bisa disebabkan
oleh adanya mekanik dan non mekanik sehingga terjadi askumuli cairan
dan gas di lumen usus.
3. Etiologi
a. Adhesi (perlekatan usus halus) merupakan penyebab tersering ileus
obstruktif, sekitar 50-70% dari semua kasus. Adhesi bisa disebabkan
oleh riwayat operasi intraabdominal sebelumnya atau proses inflamasi
intraabdominal. Obstruksi yang disebabkan oleh adhesi berkembang
sekitar 5% dari pasien yang mengalami operasi abdomen dalam
hidupnya. Perlengketan kongenital juga dapat menimbulkan ileus
obstruktif di dalam masa anak-anak.
b. Hernia inkarserata eksternal (inguinal, femoral, umbilikal, insisional,
atau parastomal) merupakan yang terbanyak kedua sebagai penyebab
ileus obstruktif, dan merupakan penyebab tersering pada pasien yang
tidak mempunyai riwayat operasi abdomen. Hernia interna
(paraduodenal, kecacatan mesentericus, dan hernia foramen Winslow)
juga bisa menyebabkan hernia.
c. Neoplasma.Tumor primer usus halus dapat menyebabkan obstruksi
intralumen, sedangkan tumor metastase atau tumor intra abdominal
dapat menyebabkan obstruksi melalui kompresi eksternal.
d. Intususepsi usus halus menimbulkan obstruksi dan iskhemia terhadap
bagian usus yang mengalami intususepsi. Tumor, polip, atau
pembesaran limphanodus mesentericus dapat sebagai petunjuk awal
adanya intususepsi.
e. Penyakit Crohn dapat menyebabkan obstruksi sekunder sampai
inflamasi akut selama masa infeksi atau karena striktur yang kronik.
f. Volvulus sering disebabkan oleh adhesi atau kelainan kongenital,
seperti malrotasi usus. Volvulus lebih sering sebagai penyebab
obstruksi usus besar.
g. Batu empedu yang masuk ke ileus. Inflamasi yang berat
dari kantong empedu menyebabkan fistul dari saluran empedu ke
duodenum atau usus halus yang menyebabkan batu empedu masuk ke
traktus gastrointestinal. Batu empedu yang besar dapat terjepit di usus
halus, umumnya pada bagian ileum terminal atau katup ileocaecal yang
menyebabkan obstruksi.
h. Striktur yang sekunder yang berhubungan dengan iskhemia,
inflamasi, terapi radiasi, atau trauma operasi.
i. Penekanan eksternal oleh tumor, abses, hematoma, intususepsi, atau
penumpukan cairan.
j. Benda asing, seperti bezoar.
k. Divertikulum Meckel yang bisa menyebabkan volvulus, intususepsi,
atau hernia Littre.
l. Fibrosis kistik dapat menyebabkan obstruksi parsial kronik pada ileum
distalis dan kolon kanan sebagai akibat adanya benda seperti mekonium
4. Insiden
Setiap tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosa ileus
obstruksi Di Amerika diperkirakan sekitar 300.000-400.000 menderita
ileus obstruksi setiap tahunnya Di Indonesia tercatat ada 7.059 kasus ileus
paralitik dan obstruktif tanpa hernia yang dirawat inap dan 7.024 pasien
rawat jalan pada tahun 2004 menurut Bank data Departemen Kesehatan
Indonesia.
5. Jenis-jenis Obstruksi
Terdapat 2 jenis obstruksi :
a. Obstruksi paralitik (ileus paralitik)
Peristaltik usus dihambat sebagian akibat pengaruh toksin atau trauma
yang mempengaruhi kontrol otonom pergerakan usus. Peristaltik tidak
efektif, suplai darah tidak terganggu dan kondisi tersebut hilang secara
spontan setelah 2 sampai 3 hari.
b. Obstruksi mekanik
Terdapat obstruksi intralumen atau obstruksi mural oleh tekanan
ekstrinsik. Obstruksi mekanik digolongkan sebagai obstruksi mekanik
simpleks (satu tempat obstruksi) dan obstruksi lengkung tertutup
(paling sedikit 2 obstruksi). Karena lengkung tertutup tidak dapat
didekompresi, tekanan intralumen meningkat dengan cepat,
mengakibatkan penekanan pebuluh darah, iskemia dan infark
(strangulasi) sehingga menimbulkan obstruksi strangulate yang
disebabkan obstruksi mekanik yang berkepanjangan. Obstruksi ini
mengganggu suplai darah, kematian jaringan dan menyebabkan gangren
dinding usus.
6. Patofisiologi
Semua peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus
adalah sama, tanpa memandang apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh
penyebab mekanik atau non mekanik. Perbedaan utama adalah pada
obstruksi paralitik peristaltik dihambat dari permulaan, sedangkan pada
obstruksi mekanik peristaltik mula-mula diperkuat, kemudian intermitten,
dan akhirnya hilang. Sekitar 6-8 liter cairan diekskresikan ke dalam
saluran cerna setiap hari. Sebagian besar cairan diasorbsi sebelum
mendekati kolon. Perubahan patofisiologi utama pada obstruksi usus
adalah adanya lumen usus yang tersumbat, ini menjadi tempat
perkembangan bakteri sehingga terjadi akumulasi gas dan cairan (70% dari
gas yang tertelan). Akumulasi gas dan cairan dapat terjadi di bagian
proksimal atau distal usus. Apabila akumulasi terjadi di daerah distal
mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan intra abdomen dan intra
lumen. Hal ini dapat meningkatkan terjadinya peningkatan permeabilitas
kapiler dan ekstravasasi air dan elektrolit di peritoneal. Dengan
peningkatan permeabilitas dan ekstravasasi menimbulkan retensi cairan di
usus dan rongga peritoneum mengakibatakan terjadi penurunan sirkulasi
dan volume darah. Akumulasi gas dan cairan di bagian proksimal
mengakibatkan kolapsnya usus sehingga terjadi distensi abdomen. Terjadi
penekanan pada vena mesenterika yang mengakibatkan kegagalan
oksigenasi dinding usus sehingga aliran darah ke usus menurun, terjadilah
iskemi dan kemudian nekrotik usus. Pada usus yang mengalami nekrotik
terjadi peningkatan permeabilitas kapiler dan pelepasan bakteri dan toksin
sehingga terjadi perforasi. Dengan adanya perforais akan menyebabkan
bakteri akan masuk ke dalam sirkulasi sehingga terjadi sepsis dan
peritonitis.
Masalah lain yang timbul dari distensi abdomen adalah penurunan
fungsi usus dan peningkatan sekresi sehingga terjadi peminbunan di intra
lumen secara progresif yang akan menyebabkan terjadinya retrograde
peristaltic sehingga terjadi kehilangan cairan dan elektrolit. Bila hal ini
tidak ditangani dapat menyebabkan syok hipovolemik. Kehilangan cairan
dan elektrolit yang berlebih berdampak pada penurunanan curah jantung
sehingga darah yang dipompakan tidak dapat memenuhi kebutuhan
seluruh tubuh sehingga terjadi gangguan perfusi jaringan pada otak, sel
dan ginjal. Penurunan perfusi dalam sel menyebabkan terjadinya
metabolisme anaerob yang akan meningkatkan asam laktat dan
menyebabkan asidosis metabolic. Bila terjadi pada otak akan
menyebabkan hipoksia jaringan otak, iskemik dan infark. Bila terjadi pada
ginjal akan merangsang pertukaran natrium dan hydrogen di tubulus
prksimal dan pelepasan aldosteron, merangsang sekresi hidrogen di nefron
bagian distal sehingga terjadi peningaktan reabsorbsi HCO3- dan
penurunan kemampuan ginjal untuk membuang HCO3. Hal ini akan
menyebabkan terjadinya alkalosis metabolic. (Price &Wilson, 2007)
Pathway
7. Manifestasi Klinik
a. Mekanik sederhana usus halus atas
Kolik (kram) pada abdomen pertengahan sampai ke atas, distensi,
muntah, peningkatan bising usus, nyeri tekan abdomen.
b. Mekanik sederhana – usus halus bawah
Kolik (kram) signifikan midabdomen, distensi berat, bising usus
meningkat, nyeri tekan abdomen.
c. Mekanik sederhana – kolon
Kram (abdomen tengah sampai bawah), distensi yang muncul terakhir,
kemudian terjadi muntah (fekulen), peningkatan bising usus, nyeri
tekan abdomen.
d. Obstruksi mekanik parsial
Dapat terjadi bersama granulomatosa usus pada penyakit Crohn.
Gejalanya kram nyeri abdomen, distensi ringan dan diare.
e. Strangulasi
Gejala berkembang dengan cepat: nyeri hebat, terus menerus dan
terlokalisir, distensi sedang, muntah persisten, biasanya bising usus
menurun dan nyeri tekan terlokalisir hebat. Feses atau vomitus menjadi
berwarna gelap atau berdarah atau mengandung darah samar. (Price
&Wilson, 2007)
Gejala ileus obstruktif tersebut bervariasi tergantung kepada
(Winslet,2002; Sabiston,1995).
a. Lokasi obstruksi
b. Lamanya obstruksi
c. Penyebabnya
d. Ada atau tidaknya iskemia usus
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Sinar x abdomen menunjukkan gas atau cairan di dalam usus
b. Barium enema menunjukkan kolon yang terdistensi, berisi udara atau
lipatan sigmoid yang tertutup.
c. Penurunan kadar serum natrium, kalium dan klorida akibat muntah,
peningkatan hitung SDP dengan nekrosis, strangulasi atau peritonitis
dan peningkatan kadar serum amilase karena iritasi pankreas oleh
lipatan usus.
d. Arteri gas darah dapat mengindikasikan asidosis atau alkalosis
metabolic.
9. Penatalaksanaan
Dasar pengobatan ileus obstruksi adalah koreksi keseimbangan
elektrolit dan cairan, menghilangkan peregangan dan muntah dengan
dekompresi, mengatasi peritonitis dan syok bila ada, dan menghilangkan
obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali
normal.
a. Resusitasi
Dalam resusitasi yang perlu diperhatikan adalah mengawasi
tanda - tanda vital, dehidrasi dan syok. Pasien yang mengalami ileus
obstruksi mengalami dehidrasi dan gangguan keseimbangan ektrolit
sehingga perlu diberikan cairan intravena seperti ringer laktat. Respon
terhadap terapi dapat dilihat dengan memonitor tanda - tanda vital dan
jumlah urin yang keluar. Selain pemberian cairan intravena, diperlukan
juga pemasangan nasogastric tube (NGT). NGT digunakan untuk
mengosongkan lambung, mencegah aspirasi pulmonum bila muntah
dan mengurangi distensi abdomen.
b. Farmakologis
Pemberian obat - obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan sebagai
profilaksis. Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi gejala mual
muntah.
c. Operatif
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk
mencegah sepsis sekunder. Operasi diawali dengan laparotomi
kemudian disusul dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil
eksplorasi selama laparotomi. Berikut ini beberapa kondisi atau
pertimbangan untuk dilakukan operasi: Jika obstruksinya berhubungan
dengan suatu simple obstruksi atau adhesi, maka tindakan lisis yang
dianjurkan. Jika terjadi obstruksi stangulasi maka reseksi intestinal
sangat diperlukan. Pada umumnya dikenal 4 macam cara/tindakan
bedah yang dilakukan pada obstruksi ileus:
Intervensi Rasional
1. Tinjau faktor-faktor 1. Mempengaruhi pilihan
individual yang intervensi.
mempengaruhi kemampuan 2. Menentukan kembalinya
untuk mencerna makanan, peristaltik (biasanya dalam 2-
mis: status puasa, mual, ileus 4 hari).
paralitik setelah selang 3. Meningkatkan kerjasama
dilepas. pasien dengan aturan diet.
2. Auskultasi bising usus; Protein/vitamin C adalah
palpasi abdomen; catat kontributor utuma untuk
pasase flatus. pemeliharaan jaringan dan
3. Identifikasi kesukaan / perbaikan. Malnutrisi adalah
ketidaksukaan diet dari fator dalam menurunkan
pasien. Anjurkan pilihan pertahanan terhadap infeksi.
makanan tinggi protein dan 4. Sindrom malabsorbsi dapat
vitamin C. terjadi setelah pembedahan
4. Observasi terhadap usus halus, memerlukan
terjadinya diare; makanan evaluasi lanjut dan perubahan
bau busuk dan berminyak. diet, mis: diet rendah serat.
5. Kolaborasi dalam pemberian 5. Mencegah muntah.
obat-obatan sesuai indikasi: Menetralkan atau menurunkan
Antimetik, mis: pembentukan asam untuk
proklorperazin (Compazine). mencegah erosi mukosa dan
Antasida dan inhibitor kemungkinan ulserasi.
histamin, mis: simetidin
(tagamet).
4. Evaluasi
Hasil yang diharapkan sesuai diagnose keperawatan
a. Tidak ada atau nyeri abdomen berkurang
b. Menunjukkan tanda-tanda keseimbangan cairan elektrolit
c. Membuat pola eliminasi sesuai kebutuhan fisik dan gaya hidup dengan
ketetapan jumlah dan konsistensi
d. Mendapat nutrisi yang optimal
e. Tidur/istirahat tidak ada gangguan
f. Tidak mengalami komplikasi dengan suhu batas normal
g. Menunjukkan rileks dan tidak cemas
h. Memperoleh pemahaman dan pengetahuan tentang proses penyakitnya
DAFTAR PUSTAKA
Rahayu Rejeki handayani, bahar asril. Buku ajar ilmu penyakit Dalam. Jakarta :
Departemen Pendidikan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jilid III edisi IV ; 2007. 1405-1410
LAPORAN PENDAHULUAN
CANCER COLON
A. Definisi
Kolon adalah bagian terbesar dari usus besar. Panjangnya hampir 5 kaki. Kolon memiliki empat bagian yaitu kolon ascending,
transverse, descending, dan sigmoid. Dindingnya memiliki empat lapisan utama mukosa, submukosa, muskularis propia, dan serosa atau
adventitia. Kanker adalah penyakit yang ditandai dengan pertumbuhan sel yang abnormal, bila hal ini terjadi di usus besar atau rectum maka
disebut kanker kolorektal (American Cancer Society, 2017).
American Cancer Society (ACA) tahun 2016, menjelaskan bahwa kanker kolorektal adalah kanker yang dimulai di usus besar atau
rektum. Kanker ini juga bisa disebut kanker usus besar atau kanker rektum, tergantung tempat bermulanya. Kanker usus besar dan kanker
rektum sering dikelompokkan bersama karena memiliki banyak kesamaan.
Hampir semua kanker usus besar adalah adenokarsinoma. Adenokarsinoma adalah kanker sel yang melapisi kelenjar dan, dalam kasus
kanker usus besar, memmproduksi lendir (National Comprehensive Cancer Network, 2016) Awalnya kanker kolorektal dapat muncul
sebagai polip jinak tetapi dapat menjadi ganas, menginvasi dan menghancurkan jaringan normal, dan meluas ke struktur sekitarnya
(Smeltzer, 2015).
B. Etiologi
Sebagian besar kanker kolon dimulai dari polip pada lapisan dalam usus besar atau rektum Beberapa jenis polip dapat berubah menjadi
kanker selama beberapa tahun, namun tidak semua polip menjadi kanker. Kemungkinan berubah menjadi kanker tergantung pada jenis
polip. 2 jenis polip utama adalah:
1. Adenomatous polyps (adenoma): Polip ini kadang berubah menjadi kanker. Karena itu, adenoma disebut kondisi pra-kanker.
2. Hyperplastic polyps dan inflammatory polyps: Polip ini lebih sering terjadi, namun secara umum tidak bersifat pra-kanker.
Adapun faktor resiko dari kanker kolorektal berdasarkan National Cancer Institute (2017) adalah :
1. Usia
Menurut ACA (2017), risiko kanker kolorektal meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Proporsi kasus yang di diagnosis
pada individu yang berusia dibawah 50 tahun meningkat dari 6 % pada tahun 1990 menjadi 11% pada tahun 2013. Sebagian besar
(72%) pada kasus ini terjadi pada individu dengan usia di atas 40 tahun.
2. Genetik
Hampir 30% pasien kanker kolorektal memiliki riwayat keluarga dengan penyakit ini, sekitar 5% diantaranya disebabkan oleh kelainan
genetic yang diwariskan. Individu dengan riwayat keluarga tingkat pertama (orangtua, saudara kandung atau anak) yang didiagnosis
dengan kanker kolorektal memiliki risiko 2 sampai 4 kali dibandingkan mereka yang tidak memiliki riwayat keluarga dengan penyakit
tersebut.
3. Riwayat menderita adenoma beresiko tinggi (polip kolorektal yang berukuran 1 sentimeter atau lebih besar atau memiliki sel yang
terlihat abnormal di bawah mikroskop).
4. Riwayat menderita kolitis ulserativa kronis atau penyakit Crohn selama 8 tahun atau lebih. Penyakit Crohn juga sering disebut colitis
granulomatosis atau colitis transmural, merupakan peradangan di seluruh dinding granulomatois, sedangkan colitis ulseratif secara
primer adalah inflamasi yang terbatas di selaput lendir kolon. Risiko terjadinya kanker kolon pada Crohn;s lebih besar.
5. Mengonsumsi alcohol
Konsumsi alcohol sedang dan berat (<12,5 gram perhari, sekitar satu minuman), dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker kolon.
Dibandingkan dengan seseorang yang tidak minum alcohol dan hanya mengonsumsi sesekali, seseorang yang rata-rata mengonsumsi 2
sampai 3 minuman beralkohol per hari memiliki risiko kanker 20% lebih tinggi, dan yang mengonsumsi lebih dari 3 minuman per hari
memiliki sekitar 40% peningkatan risiko.
6. Merokok
Badan Penelitian Kanker Internasional pada November 2009 melaporkan bahwa merokok dapat menyebabkan kanker kolorektal. Kaitan
terhadap rectum lebih besar dibandingkan dengan kolon.
7. Gaya hidup (obesitas)
Obesitas dapat meningkatkan risiko kanker kolon yang lebih tinggi pada pria dibandingkan wanita. Secara khusus seseorang dengan
berat badan normal, pria obesitas memiliki 50% risiko kanker kolon lebih tinggi dan kanker rectal 20%, sedangkan wanita obesitas
memiliki sekitar 20% peningkatan risiko kanker kolon dan risiko kanker rectal 10%. Obesitas dapat berdampak negative pada
kesehatan metabolic yang merupakan fungsi utama dari semua proses biokimia didalam tubuh. Studi terbaru menunjukkan bahwa
kesehatan metabolic yang buruk memiliki kaitan dengan kejadian kanker kolorektal.
C. Manifestasi Klinik
Kanker kolon seringkali dapat dideteksi dengan prosedur skrining. Adapun manifestasi klinis dari kanker kolon menurut (Network, 2016)
adalah :
1. Anemia
2. Perdarahan pada rectum
3. Nyeri abdomen
4. Perubahan kebiasaan defekasi
5. Obstruksi usus atau perforasi.
Sementara (Smeltzer, 2015) menjelaskan manifestasi klinis dari kanker kolon maupun kanker rektum yaitu :
1. Keluarnya darah di dalam atau pada feses
2. Penurunan berat badan dan keletihan
3. Lesi di sisi kanan kemungkinan disertai dengan nyeri abdomen yang tumpul dan melena
4. Lesi sisi kiri dikaitkan dengan obstruksi (nyeri dan kram abdomen, penyempitan ukuran feses, konstipasi dan distensi) dan darah
berwarna merah terang di feses.
5. Lesi rectal dikaitkan dengan tenesmus (mengejan yang nyeri dan tidak efektif saat defekasi), nyeri rectal, mengalami konstipasi dan
diare secara bergantian, feses berdarah
6. Tanda-tanda komplikasi : obstruksi usus parsial atau komplet, ekstensi tumor dan ulserasi ke pembuluh darah sekitar (perforasi,
pembentukan abses, peritonitis, sepsis, atau syok)
7. Dalam banyak kasus, gejala tidak muncul sampai kanker kolorektal berada dalam stadium lanjut.
D. Komplikasi
Komplikasi primer dihubungkan dengan kanker kolorektal, antara lain :
1. Obstruksi usus diikuti dengan penyempitan lumen akibat lesi
2. Perforasi dari dinding usus oleh tumor, diikuti kontaminasi organ peritoneal
3. Perluasan langsung ke organ-organ yang berdekatan
E. Pemeriksaan Penunjang
Smeltzer (2015) mengemukakan pemeriksaan yang biasa dilakukan untuk diagnosis kanker kolorektum adalah :
1. Pemeriksaan abdomen dan rectal; pemeriksaan darah samar pada feses; barium enema; proktosigmoidoskopi; dan kolonoskopi, biopsy,
atau apusan sitologi
2. Pemeriksaaan CEA (carsinoembryogenic antigen) adalah ditemukannya glikoprotein di membran sel pada banyak jaringan, termasuk
kanker kolorektal. Pemeriksaan ini harus kembali normal dalam 48 jam sejak eksisi tumor (reliable dalam memprediksi prognosis dan
kekambuhan).
F. Peñatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medis
Terapi kanker bergantung pada stadium penyakit dan komplikasi yang terkait. Obstruksi ditangani dengan cairan IV dan
pengisapan nasogastrik dan dengan terapi darah jika perdarahan cukup berat. Terapi suportif dan terapi pelengkap ( misalnya
kemoterapi, terapi radiasi, imunoterapi) termasuk dalam penatalaksanaan medis (Smeltzer, 2015).
2. Penatalaksanaan bedah
a. Pembedahan adalah terapi primer untuk sebagian besar kanker kolon dan rectal; jenis pembedahan bergantung pada lokasi dan
ukuran tumor, dan dapat bersifat kuratif atau paliatif.
b. Kolonoskopi dilakukan pada kanker yang terbatas pada satu tempat. Kolonoskopi adalah prosedur yang dilakukan untuk
mengevaluasi bagian dalam kolon.
c. Kolotomi laparoskopik dengan polipektomi meminimalkan luasnya pembedahan yang diperlukan dalam beberapa kasus
d. Neodimium : laser ittrium-aluminium-garnet (Nd:YAG) efektif pada beberapa lesi
e. Reseksi usus dengan anastomosis dan kemungkinan kolostomi atau ileostomi sementara atau permanen (kurang dari sepertiga
pasien) atau pembuatan kantung/wadah koloanal (kantung J kolonik).
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian Keperawatan
Pengumpulan Data
Biodata identitas klien dan penanggung jawab
1. Identitas Klien
Dikaji nama, jenis kelamin, agama, alamat, suku bangsa, pekerjaan dan lain-lain.
2. Identitas penanggung jawab
Dikaji nama, alamat, pekerjaan dan hubungan dengan klien.
3. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
(Menjelaskan keluhan yang paling dirasakan oleh klien saat ini)
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
(Menjelaskan uraian kronologis sakit klien sekarang sampai klien dibawa ke RS, ditambah dengan keluhan klien saat ini yang
diuraikan dalam konsep PQRST)
1) P : Palitatif /Provokatif
(Apakah yang menyebabkan gejala, apa yang dapat memperberat dan menguranginya)
2) Q : Qualitatif /Quantitatif
(Bagaimana gejala dirasakan, nampak atau terdengar, sejauhmana merasakannya sekarang)
3) R : Region
(Dimana gejala terasa, apakah menyebar)
4) S : Skala
(Seberapakah keparahan dirasakan dengan skala 1 s/d 10)
5) T : Time
(Kapan gejala mulai timbul, berapa sering gejala terasa, apakah tiba-tiba atau bertahap)
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
(Mengidentifikasi riwayat kesehatan yang memiliki hubungan dengan atau memperberat keadaan penyakit yang sedang diderita klien
saat ini. Termasuk faktor predisposisi penyakit dan ada waktu proses sembuh)
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
(Mengidentifikasi apakah di keluarga klien ada riwayat penyakit turunan atau riwayat penyakit menular)
e. Pola Aktivitas Sehari-hari
(Membandingkan pola aktifitas keseharian klien antara sebelum sakit dan saat sakit, untuk mengidentifikasi apakah ada perubahan
pola pemenuhan atau tidak)
4. Pemeriksaan Fisik
(Fokus pada struktur dan perubahan fungsi yang terjadi dengan tehnik pemeriksaan yang digunakan Head to Toe yang diawali dengan
observasi keadaan umum klien. Dan menggunakan pedoman 4 langkah yaitu Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi)
5. Data Psikologis
(Berisi tentang status emosi klien, kecemasan, pola koping, gaya komunikasi, dan konsep diri)
6. Data Sosial
(Berisi hubungan dan pola interaksi klien dalam keluarga dan masyarakat)
7. Data Spiritual
(Mengidentifikasi tentang keyakinan hidup, optimisme terhadap kesembuhan penyakit, gangguan dalam melaksanakan ibadah)
8. Data Penunjang
(Berisi tentang semua prosedur diagnostik dan laporan laboratorium yang dijalani klien, dituliskan hasil pemeriksaan dan nilai normal,
dituliskan hanya 3 kali pemeriksaan terakhir secara berturut-turut. Bila hasilnya fluktuatif, buat keterangan secara naratif)
9. Program dan Rencana Pengobatan
(Berisi tentang program pengobatan yang sedang dijalani dan yang akan dijalani oleh klien)
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis, ketidakmampuan mencerna makanan,
kurang asupan makanan.
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi (infeksi)
3. Ansietas berhubungan dengan pembedahan yang akan dilakukan dan diagnosis kanker
4. Ketidakseimbangan volume cairan berhubungan dengan muntah dan dehidrasi
C. Rencana/Intervensi Keperawatan
No Diagnosa NOC NIC
.
1. Ketidakseimbangan 1. Status Nutrisi a. Monitor input dan output cairan
2. Status nutrisi : b. Anjurkan pasien mendiskusikan kebutuhan
nutrisi: kurang dari
asupan makanan & makanan kepada ahli diet
kebutuhan tubuh cairan c. Monitor parameter fisiologi (tanda vital,
3. Nafsu makan elektrolit), sesuai yang dibutuhkan
berhubungan dengan
4. Fungsi d. Monitor perubahan pernapasan dan jantung
faktor biologis, gastrointestinal sebagai indikasi kelebihan cairan atau
dehidrasi.
ketidakmampuan
e. Pantau berat harian dan gejala
mencerna makanan, f. Menentukan riwayat dari jumlah dan jenis
intake cairan dan kebiasaan eliminasi
kurang asupan makanan
g. Menetukan status nutrisi pasien dan
kemampuan untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi.
h. Identifikasi alergi pasien pada makanan atau
ketidakmampuan.
i. Menentukan pilihan makanan pasien.
j. Lengkapi pengkajian nutrisi pasien
k. Monitor proses makan/cairan dan hitung
intake kalori.
l. Anjurkan makan makanan yang disukai klien.
m. Berikan terapi cairan IV
2. Nyeri akut berhubungan 1. Control nyeri a. Lakukan pengkajian lebih luas terkait nyeri
2. Tingkat nyeri termasuk lokasi, karakteristik, onset/durasi,
dengan agen cedera
3. Pemulihan frekuensi, kualitas, intensitas atau kehebatan
biologi (infeksi) pembedahan : nyeri dan faktor presipitasi
penyembuhan b.Obervasi ketidaknyamanan nonverbal,
4. Status kenyamanan : terutama pada ketidakmampuan dalam
fisik berkomunikasi efektif
5. Pergerakan c. Gunakan starategi komunikasi terapeutik
untuk menyatakan pengalaman nyeri dan
menyatakan penerimaan sebagai respon
pasien terhadap nyeri
d.Mengeksplor pengetahuan dan keyakinan
pasien terhadap nyeri
e. Evaluasi pengalaman nyeri sebelumnya baik
riwayat individu atau keluarga tentang nyeri
kronik atau kecacatan yang diperoleh
f. Bantu pasien untuk mencari dan menyediakan
dukungan
g.Menentukan pilihan analgesic
h.Monitor tanda vita sebelum mmeberikan
analgesic
i. Pilih dan implementasikan jenis tindakan
(mis., famakoogi, non farmakologi,
interpensonal) untuk mengurangi nyeri
Defekasi cair
Ansietas
American Cancer Society.(2016, October 15). About Colorectal Cancer. Retrieved May 14,
2017, from American Cancer Society:
https://www.cancer.org/cancer/colon-rectal-cancer/about/what-is-colorectal-cancer.html
American Cancer Society.(2017). Colorectal Cancer. Facts & Figures 2017-2019. Atlanta:
American Cancer Society.
Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Douchterman, J. M., & Wagner, C. M. (2013). Nursing
Interventions Classification (NIC). Singapore: Elsevier.
Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2015). NANDA International Inc. Nursing Diagnoses :
Definitions & Classifications 2015-2017. Jakarta: EGC.
National Cancer Institute. (2017, March 6). Colorectal Cancer. Retrieved May 13, 2017, from
National Cancer Institute: https://www.cancer.gov/types/colorectal/patient/rectal-treatment-pdq
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2013). Nursing Outcomes
Classifications (NOC). Singapore: Elsevier.
Smeltzer, S. C. (2015). Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC.
LAPORAN PENDAHULUAN
KOLELITIASIS
A. PENGERTIAN
Kolelitiasis atau koledokolitiasis merupakan adanya batu di kandung empedu,
atau pada saluran kandung empedu yang apda umumnya komposiis utamanya adalah
kolesterol (Williams, 2003 dalam Nurarif A., dan Kusuma H., 2015)
Kolelitiasis disebut juga batu empedu, gallstones, biliary calculus. Istilah
kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu
kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material
mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu. Batu empedu adalah timbunan
kristal di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu. Batu yang ditemukan di
dalam kandung empedu disebut kolelitiasis, sedangkan batu di dalam saluran empedu
disebut koledokolitiasis (Nucleus Precise Newsletter, edisi 72, 2011).
Kolelitiasis adalah material atau kristal tidak berbentuk yang terbentuk dalam
kandung empedu. Komposisi dari kolelitiasis adalah campuran dari kolesterol, pigmen
empedu, kalsium dan matriks inorganik. Lebih dari 70% batu saluran empedu adalah tipe
batu pigmen, 1520% tipe batu kolesterol dan sisanya dengan komposisi yang tidak
diketahui. Di negara Barat, komponen utama dari batu empedu adalah kolesterol,
sehingga sebagian batu empedu mengandung kolesterol lebih dari 80% (Majalah
Kedokteran Indonesia, volum 57, 2007).
B. PENYEBAB
Penyebab pasti dari kolelitiasis atau batu empedu belum diketahui. Satu teori
menyatakan bahwa kolesterol dapat menyebabkan supersaturasi empedu di kandung
empedu. Setelah beberapa lama, emedu yang telah mengalami supersaturasi mengkristal
dan mulai membentuk batu. Tipe lain batu empedu adalah batu pigmen. Batu pigmen
tersusun oleh kalsium bilirubin, yang terjadi ketika bilirubin bebas berkombinasi dengan
kalsium.
Kolelitiasis atau batu di dalam kandung empedu, sebagian besar batu tersusun dari
pigmen-pigmen empedu dan kolesterol, selain itu juga tersusun oleh bilirubin, kalsium
dan protein.
Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun,
semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk
terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain :
Wanita (beresiko dua jadi lebih besar dibanding laki-laki)
Usia lebih dari 40 tahun .
Kegemukan (obesitas).
Faktor keturunan
Aktivitas fisik
Kehamilan (resiko meningkat pada kehamilan)
Hiperlipidemia
Diet tinggi lemak dan rendah serat
Pengosongan lambung yang memanjang
Nutrisi intravena jangka lama
Dismotilitas kandung empedu
Obat-obatan antihiperlipedmia (clofibrate)
Penyakit lain (seperti Fibrosis sistik, Diabetes mellitus, sirosis hati, pankreatitis
dan kanker kandung empedu) dan penyakit ileus (kekurangan garam empedu)
Ras/etnik (Insidensinya tinggi pada Indian Amerika, diikuti oleh kulit putih, baru
orang Afrika)
C. KLASIFIKASI
Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu dibedakan
menjadi tiga, yaitu:
1. Batu kolesterol
Berbentuk oval, multivokal atau mulberi dan mengandung lebih dari 70%
kolesterol. Terjadi karena kenaikan sekresi kolesterol dan penurunan produksi
empedu.
2. Batu kalsium bilirubinan (pigmen cokelat)
Berwarna coklat atau cokelat tua, lunak, mudah dihancurkan dan mengandung
kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama. Bentuk berlapis-lapis, ditemukan
disepanjang saluran empedu, disertai bendungan dan infeksi.
Ketidakefektifan nutrisi <
Merangsang ujjung saraf Termostat di hipotalamus Peningkatan enzim SGOT &
kebutuhan tubuh
eferen parasimpatis SGPT
Hasilkan substansi P Peningkatan suhu Bersifat iritatif di saluran cerna Rasa mual muntah
Serabut saraf eferen Hipertermi Merangsang nervus vagal Makanan tertahan di
hipotalamus lambung
Nyeri hebat pada kuadran atas dan Nyeri Menekan saraf parasimpatik
nyeri tekan daerah epigastrium. Peristaltik menurun
E. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Data subjektif
Riwayat masa lalu
Riwayat keluarga, aktifitas, obesitas, suku, multiparity (sering hamil) pembedahan
abdomen sebelumnya, cancer, sering berpuasa, pregnancy, diabetes, cirhosis.
Pengobatan
Menggunakan estrogen atau kontrasepsi oral
Pengkajian umum
Kehilangan berat badan, kedinginan, anorexia.
Nyeri
Nyeri hebat pada kuadran atas dan mungkin menyebar ke bagian belakang skapula
(biliari colic).
Integumen
Kulit gatal dan kering
Gastrointestinal
Tidak mampu mencerna, intoleransi terhadap lemak, nausea dan vomiting,
dyspepsia, pyrosis, darah membeku, perut kembung.
Urinari
Urine pekat atau gelap
2. Data Obyektif
Keadaan umum : gelisah
Integumen : Jaundice, sklera ikterik
Pernapasan : Tachypneu, membelat selama pernapasan
Cardiovaskulaer : Tachycardia
Gastrointestinal : Gambaran jelas batu empedu, distensi abdomen
Penemuan yang mungkin ditemukan:
Peningkatan fungsi liver dan bilirubin, leukocytosis, penemuan ultrasound
abnormal abdomen, IV cholangiogram.
F. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa yang mungkin muncul pada kasus kolelitiasis adalah sebagai berikut:
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya proses peradangan, agen
cidera biologis proses inflamasi kandung empedu, obstruksi/spasme duktus, iskemia
jaringan (nekrosis).
Hipertermi berhubungan dengan respon sistemik dari inflamasi gastrointestinal
Aktual/resiko tinggi ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan peningkatan asam lambung
Gangguan rasa nyaman cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
Gangguan pemenuhan ADL berhubungan dengan atropi otot, kelemahan fisik
Resiko tinggi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan muntah
berlebihan
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan prosedur invasif, faktor mekanik.
Dx Kep. Gangguan integritas kulit b.d prosedur invasif, faktor mekanik, ikterus
Tujuan : Gangguan integritas kulit tidak terjadi dengan kriteria hasil
Perilaku untuk meningkatkan penyembuhan / mencegah kerusakan kulit.
Intervensi :
Observasi kulit, sclera dan perubahan warna urin. Rasional : Terjadinya icterik
mengindikasikan adanya obstruksi aliran empedu.
Berikan masase pada daerah kulit yang mengalami gangguan. Rasional : Bermanfaat
dalam menurukan iritasi kulit.
Pertahankan kelembaban (+/- 60%), gunakan alat pelembab. Rasional : Kelembaban
yang rendah, kulit akan kehilangan air.
Pertahankan lingkungan dingin. Rasional : Kesejukan mengurangi gatal
Mengoleskan lotion dan krim kulit segera setelah mandi. Rasional : Hidrasi yang
cukup pada stratum korneum mencegah gangguan lapisan barier kulit.
Menjaga agar kuku selalu terpangkas (pendek). Rasional : Mengurangi kerusakan kulit
akibat garukan
Dx Kep. Resiko tinggi ketidak seimbangan cairan dan elektrolit b.d muntah berlebihan
Tujuan : Menunjukan cairan adekuat dengan kriteria hasil:
Tanda vital stabil,
membran mukosa lembab,
turgos kulit baik,
pengisian kapiler baik,
secara individu mengeluarkan urine cukup,
tidak ada muntah.
Intervensi :
Pertahankan masukan dan haluaran akurat, perhatikan haluaran kurang dari masukan,
peningkatan berat jenis urine. Kaji membrane mukosa/kulit, nadi perifer, dan
pengisian kapiler. Rasional : Memberikan informasi tentang status cairan/volume
sirkulasi dan kebutuhan penggantian.
Awasi tanda / gejala peningkatan/berlanjutnya mual/muntah, kram abdomen,
kelemahan, kejang, kejang ringan, kecepatan jantung tak teratur, parestesia, hipoaktif
atau tak adanya bising usus, depresi pernapasan. Rasional : Muntah bekepanjangan,
aspirasi gaster dan pembatasan pemasiukan oral dapat menimbulkan defisit natrium,
kalium dan klorida.
Hindarkan dari lingkungan yang berbau. Rasional : Menurunkan rangsangan pada
pusat muntah
Kaji perdarahan yang tidak biasa, contoh: perdarahan terus-menerus pada sisi injeksi,
mimisan, perdarahan gusi, ekimosis, petekie, hematemesis/melena. Rasional :
Protrombin darah menurun dan waktu koagulasi memanjang bila aliran empedu
terhambat, meningkatkan resiko perdarahan/hemoragi.
Kolaborasi : Berikan antimetik. Rasional : Menurunkan mual dan mencegah muntah
Kolaborasi : Berikan cairan IV, elektrolit, dan vitamin K. Rasional : Mempertahankan
volume sirkulasi dan memperbaiki ketidakseimbangan.
DAFTAR PUSTAKA
Marllyn E. Doengoes, Nursing Care Plan, Fa. Davis Company, Philadelpia, 1993.P: 523-
536.
Nurarif A.H., Kusuma H, JIlid II, MediAction Publishing 2015, Yogyakarta, P: 173-176
Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit FKUI 1990, Jakarta, P: 586-
588.
Sutrisna Himawan, 1994, Pathologi (kumpulan kuliah), FKUI, Jakarta 250 - 251.
Sylvia Anderson Price, Lorraine McCarty Wilson, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. Alih Bahasa Brahm U. Pendit, dkk, Edisi 6. P: 329-330 ; 502-
503.