Anda di halaman 1dari 67

ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS PADA ANAK

Disusun oleh :

KELOMPOK 1

Filayanti 14220190052

Nelly Amelya 14220190058

Nursanti 14220190061

Nurkhafifah 14220190068

Hasnah 14220190070

Syachfira Desta Maharani 14220170047

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2020
Kata Pengantar

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberiukan rahmat dan
karuniaNya, sehingga kelompok kami dapat menyelesaikan makalah keperawatan
kritis dengan judul asuhan keperawatan kritis pada anak.

Makalah ini membahas tentang beberapa asuhan keperawatan kritis pada


anak. Penyusun makalah mengucapkan terimakasih kepada semua semua pihak yang
telah memberikan bantuan dan partisipasinya saat penyusunan makalah ini dilakukan.

Penyusun menyadari masih banyak kekurangan dalam makalah ini oleh


karena itu sangat diperlukan kritik dan saran dari semua pihak demi perbaikan
nantinya.

Makassar, Selasa 7 September 2021

Kelompok 1
BAB I

Pendahuluan

A. Latar Belakang
Pasien kritis dengan perawatan di ruang PICU memiliki morbiditas
dan mortalitas yang tinggi.Mengenali ciri-ciri dengan cepat dan
penatalaksanaan dini yang sesuai pada pasien beresiko kritis atau pasien yang
berada dalam keadaan kritis dapat membantu mencegah perburukan lebih
lanjut dan memaksimalkan peluang untuk sembuh (Gwinnutt, 2006 dalam
Jevon dan Ewens, 2009).Comprehensive Critical Care Department of Health-
Inggris merekomendasikan untuk memberikan perawatan kritis sesuai filosofi
perawatan kritis tanpa batas (critical care without wall), yaitu kebutuhan
pasien kritis harus dipenuhi di manapun pasien tersebut secara fisik berada di
dalam rumah sakit (Jevon dan Ewens, 2009). Hal ini dipersepsikan sama oleh
tim pelayanan kesehatan bahwa pasien kritis memerlukan pencatatan medis
yang berkesinambungan dan monitoring penilaian setiap tindakan yang
dilakukan.Dengan demikian pasien kritis erat kaitannya dengan perawatan
intensif oleh karena dengan cepat dapat dipantau perubahan fisiologis yang
terjadi atau terjadinya penurunan fungsi organ-organ tubuh lainnya (Rab,
2007).

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan

Umum: Mengetahui Asuhan Keperawatan Kritis pada Anak

Khusus:

a. Mampu mengetahui definisi keperawatan kritis pada anak


b. Mampu mengetahui konsep PICU
c. Mampu mengetahui jenis-jenis kasus keperawatan kritis pada anak
- Kejang demam
- Asfixia
- Diare dengan dehidrasi berat
- Infeksi berat
d. Mampu mengetahui askep dari masing-masing kasus keperawatan
kritis pada anak
BAB II

Tinjauan pustaka

2.1 Tujuan I (Definisi Keperawatan Kritis pada Anak)

Keperawatan anak adalah pelayanan profesional yang didasarkan pada ilmu


keperawatan anak dan tehnik keperawatan anak berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-
spiritual yang komprehensif ditujukan pada anak 0-18 tahun dalam keadaan sehat
maupun sakit dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan. Pelayanan
asuhan keperawatan yang diberikan melibatkan keluarga dan tenaga kesehatan lain
sesuai dengan lingkup kewenangan dan tanggung jawabnya.

Keperawatan kritis merupakan salah satu spesialisasi di bidang keperawatan


yang secara khusus menangani respon manusia terhadap masalah yang mengancam
kehidupan. Secara keilmuan perawatan kritis fokus pada penyakit yang kritis atau
pasien yang tidak stabil. Untuk pasien yang kritis, pernyataan penting yang harus
dipahami perawat ialah “waktu adalah vital”. Sedangkan Istilah kritis memiliki arti
yang luas penilaian dan evaluasi secara cermat dan hati-hati terhadap suatu kondisi
krusial dalam rangka mencari penyelesaian/jalan keluar.
American Association of Critical-Care Nurses (AACN) mendefinisikan Keperawatan
kritis adalah keahlian khusus di dalam ilmu perawatan yang dihadapkan secara rinci
dengan manusia (pasien) dan bertanggung jawab atas masalah yang mengancam jiwa.
Perawat kritis adalah perawat profesional yang resmi yang bertanggung jawab untuk
memastikan pasien dengan sakit kritis dan keluarga pasien mendapatkan kepedulian
optimal (AACN, 2006). American Association of Critical Care Nurses (AACN,
2012) juga menjelaskan secara spesifik bahwa asuhan keperawatan kritis mencakup
diagnosis dan penatalaksanaan respon manusia terhadap penyakit aktual atau
potensial yang mengancam kehidupan.
2.2 Tujuan II (Konsep PICU)

Ruangan NICU (Neonatal Intensive Care Unit) dan PICU (Pediatric Intensive
Care Unit) adalah ruang perawatan intensif untuk bayi (sampai usia 28 hari) dan
anak-anak yang memerlukan pengobatan dan perawatan khusus, guna mencegah dan
mengobati terjadinya kegagalan organ-oragan vital.

Unit perawatan untuk bayi yang beresiko tinggi dengan gangguan dan
komplikasi berat lainnya. Kami telah banyak menerima rujukan dari rumah sakit
lainnya. Pelayanan NICU di RS Bina Husada memiliki tim transport NICU yang
terdiri dari para perawat NICU dan dokter yang untuk beberapa kasus juga dapat
melakukan antar-jemput pasien.

Sebagian besar bayi yang dirawat adalah gangguan pernafasan, premature,


kelainan congenital, dll. Prematuritas adalah kasus terbanyak kedua yang didapatkan
dalam perawatan NICU.

NICU berguna untuk observasi bayi baru lahir secara intensive:

- Mendapatkan terapi oksigen


- Mendapatkan terapi intervensive
- Pemberian makanan melalui alat

2.3 Jenis Kasus


a. Kejang Demam
a) Definisi

Kejang demam adalah kejang yang disebabkan kenaikan suhu tubuh


lebih dari 38,40°c tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan
elektrolit akut pada anak berusia di atas 1 bulan tanpa riwayat kejang
sebelumnya (IDAI, 2009). Kejang demam dapat diklasifikasikan menjadi dua
kelompok yaitu kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks
(Schwartz, 2005). Di Asia sekitar 70% - 90% dari seluruh kejang demam
merupakan kejang demam sederhana dan sisanya merupakan kejang demam
kompleks (Karemzadeh, 2008).

Kejang demam adalah kejang yang timbul pada saat bayi atau anak
mengalami demam akibat proses diluar intrakranial tanpa infeksi sistem saraf
pusat. Kejang perlu diwaspadai karena dapat terjadi berulang dan dapat
menyebabkan kerusakan sel-sel otak (Tikoalu J.R, 2009).

b) Etiologi

Etiologi dari kejang demam masih tidak diketahui. Namun pada


sebagian besar anak dipicu oleh tingginya suhu tubuh bukan kecepatan
peningkatan suhu tubuh. Biasanya suhu demam diatas 38,8°C dan terjadi
disaat suhu tubuh naik dan bukan pada saat setelah terjadinya kenaikan suhu
tubuh (Dona Wong L, 2008).

c) Patofisiologi

Pada keadaan demam, kenaikan suhu sebanyak 1º C akan


menyebabkan kenaikan kebutuhan metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan
oksigen meningkat sebanyak 20%. Pada seorang anak yang berumur 3 tahun
sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang
dewasa yang hanya 15%. Pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat
menyebabkan terjadinya perubahan keseimbangan dari membran sel neuron.
Dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium
melalui membran tadi, akibatnya terjadinya lepasan muatan listrik. Lepasan
muatan listrik ini dapat meluas ke seluruh sel maupun membran sel
tetangganya dengan bantuan neurotransmitter dan terjadilah kejang. Tiap anak
mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung pada tinggi atau
rendahnya ambang kejang seseorang anak pada kenaikan suhu tubuhnya.
Kebiasaannya, kejadian kejang pada suhu 38ºC, anak tersebut mempunyai
ambang kejang yang rendah, sedangkan pada suhu 40º C atau lebih anak
tersebut mempunyai ambang kejang yang tinggi. Dari kenyataan ini dapat
disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada
ambang kejang yang rendah (Latief et al., 2007).

Pathway

Proses Penyakit

Suhu Tubuh Meningkat

Gangguan Keseimbangan Membran Sel

Pelepasan Ion Na dan K

Pelepasan Muatan Listrik Oleh Seluruh Sel Sangat Besar

Gangguan Muatan Listrik

KEJANG
(Sumber: Nugroho, 2011)

d) Gejala

Adapun tanda- tanda kejang demam meliputi :

- Demam yang biasanya di atas (38,9 º C)


- Jenis kejang (menyentak atau kaku otot)
- Gerakan mata abnormal (mata dapat berputar-putar atau
ke atas)
- Suara pernapasan yang kasar terdengar selama kejang
- Penurunan kesadaran
- Kehilangan kontrol kandung kemih atau pergerakan
usus
- Muntah
- Dapat menyebabkan mengantuk atau kebingungan
setelah kejang dalam waktu yang singkat (Lyons, 2012)

e) Penatalaksanaan

b. Asfixia
a) Definisi

Asfiksia berarti hipoksia progresif penimbunan CO2 dan asidosis jika


prosese ini berlangsung terlalu jauh dapat mengaibatkan kerusakan otak atau
kematian, mempengaruhi fungsi vital lainnya. Asfiksia lahir ditandai dengan
hipoksemia (PaO2 menurun) dan hiperkarbia (peningkatan PaCO2) (FKUI,
2007).

Asfiksia neonatum adalah keadaan bayi baru lahir tidak dapt bernafas
secara spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir (Hidayat, 2005).

b) Etiologi
1. Factor ibu
I. Pre eklamia dan eklamsia, DM, anemia, HT
II. Perdarahan abnormal (plasenta previa dan solusio plasenta)
III. Partus lama dan macet
IV. Demam selama persalinan, infeksi berat (malaria, sifilis, TBC,
HIV)
V. Kehamilan lewat waktu
2. Factor tali pusat
I. Lilitan tali pusat
II. Tali pusat pendek
III. Simpul tali pusat
IV. Prolapus tali pusat
3. Factor bayi
I. Bayi premature ( < 37 minggu)
II. Presentasi janin abnormal
III. Persalinan dengan tindakan ( ekstraksi vacuum, ekstraksi forcep)
4. Factor yang mendadakan
a. Bayi
1) Gangguan peredaran darah pada tali pusat karena tekanan tali pusat
2) Depresi pernafasan karena obat-obat anastesi atau analgetik yang
diberikan pada ibu, perdarahan itral karnial, dan kelainan bawaan.
b. Ibu
1) Gangguan his, misalnya hipertoni dan tetani
2) Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan
3) Hipertensi eklamsi
4) Gangguan mendadak pada plasenta seperti solusi

c) Patofisiologi
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah
rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin)
menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus
tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari nervus
simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan
menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita
periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru,
bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak
berkembang.
Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut
jantung mulai menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara
berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu primer.
Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut
jantung terus menurun , tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi
akan terluhat lemas (flascid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai
bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut
jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun.
Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan
menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika
resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera.

PATHWAY
d) Gejala
Gejala klinik Asfiksia neonatorum yang khas meliputi :
a. Pernafasan terganggu
b. Detik jantung berkurang
c. Reflek / respon bayi melemah
d. Tonus otot menurun
e. Warna kulit biru atau pucat
e) Penatalaksanaan
Resusitasi
a. Apneu pprimer : nafas cepat, tonus otot berkurang, sianosis
b. Apneu sekunder : nafas megap-mega dan dalam, denyut jantung menurun,
lemas, tidak berespon terhadap rangsangan
c. Tindakan ABC
1) Assesment/Airway : observasi warna, suara, aktivitas bayi, HR, RR,
Capilary refill
2) Breathing : melakukan rangsangan taksil untuk mulai pernafasan
3) Circulation : bila HR < 60 x ermenit atau 80 x permenit, jika tidak ada
perbaiakan dilakukan kompresi.

c. Diare dengan dehidrasi berat

a) Definisi
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah tinja yang lebih
banyak dari biasanya (normal 100-200 cc/jam tinja). Dengan tinja berbentuk
cair /setengah padat, dapat disertai frekuensi yang meningkat. Menurut WHO
(1980), diare adalah buang air besar encer lebih dari 3 x sehari.

b) Etiologi
1. Faktor infeksi : Bakteri ( Shigella, Shalmonella, Vibrio kholera), Virus
(Enterovirus), parasit (cacing), Kandida (Candida Albicans).
2. Faktor parentral : Infeksi dibagian tubuh lain (OMA sering terjadi pada
anak-anak).
3. Faktor malabsorbsi : Karbohidrat, lemak, protein.
4. Faktor makanan : Makanan basi, beracun, terlampau banyak lemak,
sayuran dimasak kurang matang.
5. Faktor Psikologis : Rasa takut, cemas.
6. Obat-obatan : antibiotic.
7. Penyakit usus : colitis ulcerative, crohn disease, enterocolitis, obstruksi
usus
c) Patofisiologi

Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah:

1) Gangguan osmotic
Adanya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan
tekanan osmotik dalam lumen usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan
elektroloit ke dalam lumen usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan
merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.

2) Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan
terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam lumen usus dan
selanjutnya timbul diare kerena peningkatan isi lumen usus.

3) Gangguan motilitas usus


Hiperperistaltik akan menyebabkan berkurangnya kesempatan usus untuk
menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun
akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya dapat timbul diare pula.

4) Selain itu diare juga dapat terjadi, akibat masuknya mikroorganisme hidup ke
dalam usus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung,
mikroorganisme tersebut berkembang biak, kemudian mengeluarkan toksin
dan akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan
menimbulkan diare.
Sedangkan akibat dari diare akan terjadi beberapa hal sebagai berikut:

1) Kehilangan air (dehidrasi)


Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak dari
pemasukan (input), merupakan penyebab terjadinya kematian pada diare.

2) Gangguan keseimbangan asam basa (metabik asidosis)


Hal ini terjadi karena kehilangan Na-bicarbonat bersama tinja.
Metabolisme lemak tidak sempurna sehingga benda kotor tertimbun dalam
tubuh, terjadinya penimbunan asam laktat karena adanya anorexia jaringan.
Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat
dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria) dan terjadinya pemindahan ion
Na dari cairan ekstraseluler kedalam cairan intraseluler.
3) Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi pada 2-3% anak yang menderita diare, lebih
sering pada anak yang sebelumnya telah menderita KKP. Hal ini terjadi
karena adanya gangguan penyimpanan/penyediaan glikogen dalam hati dan
adanya gangguan absorbsi glukosa. Gejala hipoglikemia akan muncul jika
kadar glukosa darah menurun hingga 40 mg% pada bayi dan 50% pada anak-
anak.

4) Gangguan gizi
Terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat, hal ini disebabkan
oleh:
- Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare atau muntah
yang bertambah hebat.
- Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengeluaran dan susu
yang encer ini diberikan terlalu lama.
- Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi dengan
baik karena adanya hiperperistaltik.
5) Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dapat terjadi renjatan (shock) hipovolemik, akibatnya
perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat
mengakibatkan perdarahan otak, kesadaran menurun dan bila tidak segera diatasi
klien akan meninggal.

Tanda dan gejala anak yang menderita diare, yaitu:

1. Bayi atau anak menjadi cengeng dan gelisah


2. Suhu tubuh meninggi/demam
3. Feces encer, berlendir atau berdarah
4. Warna feces kehijauan akibat bercampur dengan cairan empedu
5. Anus lecet
6. Muntah sebelum dan sesudah diare
7. Anoreksia
8. Gangguan gizi akibat intake makanan kurang
9. Terdapat tanda dan gejala dehidrasi, yaitu penurunan berat badan, turgor kulit
berkurang, mata dan ubun-ubun besar cekung, membran mukosa kering.
10. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer
11. Keram abdominal
12. Mual dan muntah
13. Lemah
14. Pucat
15. Perubahan TTV : Nadi dan pernafasan cepat.
16. Menurun atau tidak ada pengeluaran urine

d) Penatalaksanaan

 Medis

1) Pemberian cairan.

a. Cairan per oral.


Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang, cairan diberikan
peroral berupa cairan yang berisikan NaCl dan Na, HCO, K dan
Glukosa, untuk Diare akut diatas umur 6 bulan dengan dehidrasi
ringan, atau sedang kadar natrium 50-60 Meq/l dapat dibuat sendiri
(mengandung larutan garam dan gula ) atau air tajin yang diberi gula
dengan garam. Hal tersebut diatas adalah untuk pengobatan dirumah
sebelum dibawa kerumah sakit untuk mencegah dehidrasi lebih lanjut.

b. Cairan parenteral.

Mengenai seberapa banyak cairan yang harus diberikan tergantung


dari berat badan atau ringannya dehidrasi, yang diperhitungkan
kehilangan cairan sesuai dengan umur dan berat badannya.

Jadwal pemberian cairan

a)   Belum ada dehidrasi

 Oral: 1 gelas setiap kali anak buang air besar


 Parenteral dibagi rata dalam 24 jam

b)   Dehidrasi ringan

 1 jam pertama: 25-50 ml/kgBB peroral atau intragastrik


 Selanjutnya: 125 ml/kgBB/hari

c)    Dehidrasi sedang

 1 jam pertama: 50-100ml/kgBB peroral atau intragastrik


 Selanjutnya: 125 ml/kgBB/hari

d)   Dehidrasi berat

Jadwal pemberian cairan didasarkan pada umur dan BB anak


2) Diatetik : pemberian makanan dan minuman khusus pada klien dengan
tujuan penyembuhan dan menjaga kesehatan adapun hal yang perlu
diperhatikan :

 Memberikan asi.
Memberikan bahan makanan yang mengandung kalori,
protein, vitamin, mineral dan makanan yang bersih.

 Makanan setengah padat (bubur) atau makanan padat (nasi


tim) bila anak tidak mau minum susu.
 Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang
ditemukan misalnya susu rendah laktosa atau asam lemak
yang berantai sedang atau tidak jenuh.

3) Obat-obatan.

Prinsip pengobatan diare adalah menggantikan cairan yang hilang


melalui tinja dengan atau tanpa muntah, dengan cairan yang
mengandung elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain (gula, air
tajin, tepung beras, dll)

 Obat anti sekresi.


 Obat anti spasmolitik.
 Obat pengeras tinja.
 Obat antibiotik.
Pencegahan diare bisa dilakukan dengan mengusahakan
lingkungan yang bersih dan sehat :

1. Usahakan untuk selalu mencuci tangan sebelum menyentuh


makanan.
2. Usahakan pula menjaga kebersihan alat-alat makan.
3. Sebaiknya air yang diminum memenuhi kebutuhan sanitasi
standar di lingkungan tempst tinggal. Air dimasak benar-benar
mendidih, bersih, tidak berbau, tidak berwarna dan tidak
berasa.
4. Tutup makanan dan minuman yang disediakan di meja.
5. Setiap kali habis pergi usahakan selalu mencuci tangan, kaki,
dan muka.
6. Biasakan anak untuk makan di rumah dan tidak jajan di
sembarangan tempat. Kalau bisa membawa makanan sendiri
saat ke sekolah.
7. Buatlah sarana sanitasi dasar yang sehat di lingkungan tempat
tinggal, seperti air bersih dan jamban/WC yang memadai.
8. Pembuatan jamban harus sesuai persyaratan sanitasi standar.
Misalnya, jarak antara jamban (juga jamban tetangga) dengan
sumur atau sumber air sedikitnya 10 meter agar air tidak
terkontaminasi. Dengan demikian, warga bisa menggunakan air
bersih untuk keperluan sehari-hari, untuk memasak, mandi, dan
sebagainya.

d. Infeksi berat
a) Definisi

Sepsis neonatorum adalah infeksi bakteri pada aliran darah pada bayi
selama
empat minggu pertama kehidupan. Insiden sepsis bervariasi yaitu antara 1
dalam 500 atau
1 dalam 600 kelahiran hidup (Bobak, 2005).

Sepsis adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan respons


sistemik
terhadap infeksi pada bayi baru lahir (Behrman, 2000). Sepsis adalah sindrom
yang
dikarekteristikkan oleh tanda-tanda klinis dan gejala-gejala infeksi yang parah
yang dapat
berkembang kearah septikemia dan syok septik (Dongoes, 2000)

Sepsis neonatorum adalah semua infeksi pada bayi pada 28 hari


pertama sejak
dilahirkan. Infeksi dapat menyebar secara nenyeluruh atau terlokasi hanya
pada satu orga
saja (seperti paru-paru dengan pneumonia). Infeksi pada sepsis bisa
didapatkan pada saat
sebelum persalinan (intrauterine sepsis) atau setelah persalinan (extrauterine
sepsis) dan
dapat disebabkan karena virus (herpes, rubella), bakteri (streptococcus B), dan
fungi atau
jamur (candida) meskipun jarang ditemui. (John Mersch, MD, FAAP, 2009).
Sepsis dapat
dibagi menjadi dua yaitu :

a. Sepsis dini :terjadi 7 hari pertama kehidupan.


Karakteristik : sumber organisme pada saluran genital ibu dan atau
cairan amnion, biasanya fulminan dengan angka
mortalitas tinggi.
b. Sepsis lanjutan/nosokomial : terjadi setelah minggu pertama
kehidupan dan didapat dari lingkungan pasca lahir.
Karakteristik : Didapat dari kontak langsung atau tak langsung
dengan organisme yang ditemukan dari lingkungan tempat
perawatan bayi,
sering mengalami komplikasi. (Vietha, 2008)
b) Etiologi
Bakteria seperti Escherichiacoli, Listeria monocytogenes,
Neisseriameningitidis, Sterptococcus pneumoniae, Haemophilus
influenzae tipe B,Salmonella, dan Streptococcus grup B merupakan
penyebab paling sering terjadinya sepsis pada bayi berusia sampai dengan
3 bulan. Streptococcus grup B merupakan penyebab sepsis paling sering
pada neonatus.

Pada berbagai kasus sepsis neonatorum, organisme memasuki


tubuh bayi melalui ibu selama kehamilan atau proses kelahiran. Beberapa
komplikasi kehamilan yang dapat meningkatkan resiko terjadinya sepsis
pada neonatus, antara lain:

- Perdarahan
- Demam yang terjadi pada ibu
- Infeksi pada uterus atau plasenta
- Ketuban pecah dini (sebelum 37 minggu kehamilan)
- Ketuban pecah terlalu cepat saat melahirkan (18 jam atau lebih sebelum
melahirkan)
- Proses kelahiran yang lama dan sulit.
- Streptococcus grup B dapat masuk ke dalam tubuh bayi selama proses
kelahiran.
Menurut Centers for Diseases Control and Prevention (CDC) Amerika,
paling tidak
terdapat bakteria pada vagina atau rektum pada satu dari setiap lima
wanita hamil,
yang dapat mengkontaminasi bayi selama melahirkan. Bayi prematur yang
menjalani
perawatan intensif rentan terhadap sepsis karena sistem imun mereka yang
belum berkembang dan mereka biasanya menjalani prosedur-prosedur
invasif seperti infus
jangka panjang, pemasangan sejumlah kateter, dan bernafas melalui
selang yang
dihubungkan dengan ventilator. Organisme yang normalnya hidup di
permukaan
kulit dapat masuk ke dalam tubuh kemudian ke dalam aliran darah melalui
alat-alat
seperti yang telah disebut di atas.
Bayi berusia 3 bulan sampai 3 tahun beresiko mengalami bakteriemia
tersamar, yang bila tidak segera dirawat, kadang-kadang dapat megarah ke
sepsis. Bakteriemia
tersamar artinya bahwa bakteria telah memasuki aliran darah, tapi tidak
ada sumber
infeksi yang jelas. Tanda paling umum terjadinya bakteriemia tersamar
adalah demam. Hampir satu per tiga dari semua bayi pada rentang usia ini
mengalami
demam tanpa adanya alasan yang jelas - dan penelitian menunjukkan
bahwa 4% dari
mereka akhirnya akan mengalami infeksi bakterial di dalam
darah.Streptococcus pneumoniae (pneumococcus) menyebabkan sekitar
85% dari semua kasus bakteriemia tersamar pada bayi berusia 3 bulan
sampai 3 tahun.

c) Patofisiologi

Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai


neonatus melalui beberapa cara yaitu :

a. Pada masa antenatal atau sebelum lahir pada masa antenatal kuman
dari ibu setelah melewati plasenta dan umbilicus masuk kedalam tubuh
bayi melalui sirkulasi darah janin. Kuman penyebab infeksi adalah
kuman yang dapat menembus plasenta, antara lain virus rubella,
herpes, sitomegalo, koksaki, hepatitis, influenza, parotitis. Bakteri
yang dapat melalui jalur ini antara lain malaria, sifilis dan
toksoplasma.
b. Pada masa intranatal atau saat persalinan infeksi saat persalinan terjadi
karena kuman yang ada pada vagina dan serviks naik mencapai kiroin
dan amnion akibatnya, terjadi amnionitis dan korionitis, selanjutnya
kuman melalui umbilkus masuk ke tubuh bayi. Cara lain, yaitu saat
persalinan, cairan amnion yang sudah terinfeksi dapat terinhalasi oleh
bayi dan masuk ke traktus digestivus dan traktus respiratorius,
kemudian menyebabkan infeksi pada lokasi tersebut. Selain melalui
cara tersebut diatas infeksi pada janin dapat terjadi melalui kulit bayi
atau “port de entre” lain saat bayi melewati jalan lahir yang
terkontaminasi oleh kuman (mis. Herpes genitalis, candida albican dan
gonorrea).
c. Infeksi pascanatal atau sesudah persalinan. Infeksi yang terjadi
sesudah kelahiran umumnya terjadi akibat infeksi nosokomial dari
lingkungan diluar rahim (mis, melalui alat-alat; pengisap lendir, selang
endotrakea, infus, selang nasagastrik, botol minuman atau dot).
Perawat atau profesi lain yang ikut menangani bayi dapat
menyebabkan terjadinya infeksi nasokomial, infeksi juga dapat terjadi
melalui luka umbilikus.
PATHWAY
d) Gejala
Tanda dan Gejala Umum

 Hipertermia (jarang) atau hipothermia (umum) atau bahkan


normal.
 Aktivitas lemah atau tidak ada
 Tampak sakit
 Menyusun buruk/intoleransi pemberian susu.
 Sistem Pernafasan
 Dispenu
 Takipneu
 Apneu
 Tampak tarikan otot pernafasan
 Merintik
 Mengorok
 Pernapasan cuping hidung
 Sianosis
 Sistem Kardiovaskuler
 Hipotensi
 Kulit lembab dan dingin
 Pucat
 Takikardi
 Bradikardi
 Edema
 Henti jantung
 Sistem Pencernaan
 Distensi abdomen
 Anoreksia
 Muntah
 Diare
 Menyusu buruk
 Peningkatan residu lambung setelah menyusu
 Darah samar pada feces
 Hepatomegali
 Sistem Saraf Pusat
 Refleks moro abnormal
 Intabilitas
 Kejang
 Hiporefleksi
 Fontanel anterior menonjol
 Tremor
 Koma
 Pernafasan tidak teratur
 High-pitched cry
 Hematologi
 Ikterus
 Petekie
 Purpura
 Pendarahan
 Splenomegali
 Pucat
 Ekimosis
2.4 Asuhan Keperawatan
A. Konsep Asuhan Keperawatan pada Kejang Demam
1. Pengkajian

Berdasarkan tanda dan gejala penyakit kejang demam, maka asuhan

keperawatan yang prioritas ditegakkan adalah pengkajian, diagnosa

keperawatan, perencanaan, implementasi, perencanaan pemulang yaitu :

Riwayat Keperawatan
Kaji gejala dan tanda meningkatnya suhu tubuh, terutama pada malam

hari, terjadinya kejang dan penurunan kesadaran.

a. Data biografi : nama, alamat, umur, status perkawinan, tanggal MRS,

diagnose medis, catatan kedatangan, keluarga yang dapat dihubungi.

b. Riwayat kesehatan sekarang

Mengapa pasien masuk Rumah Sakit dan apa keluhan utama pasien,

sehingga dapat ditegakkan prioritas masalah keperawatan yang dapat

muncul.

c. Riwayat kesehatan dahulu

Apakah sudah pernah sakit dan dirawat dengan penyakit yang sama.

d. Riwayat kesehatan keluarga

Apakah ada dalam keluarga pasien yang sakit seperti pasien.

e. Riwayat psikososial

Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas / sedih)

Interpersonal : hubungan dengan orang lain.

f. Pola Fungsi kesehatan

1) Pola nutrisi dan metabolisme :

Pola nutrisi klien perlu dikaji untuk menentukan terjadinya

gangguan nutrisi atau tidak pada klien

2) Pola istirahat dan tidur

Selama sakit pasien merasa tidak dapat istirahat karena

pasien merasakan demam terutama pada malam hari


g. Pemeriksaan Fisik

1) Kesadaran dan keadaan umum pasien

Kesadaran pasien perlu di kaji dari sadar-tidak sadar

(composmentis-coma) untuk mengetahui berat ringannya

prognosis penyakit pasien.

2) Tanda-tanda vital dan pemeriksaan fisik kepala-kaki

TD, Nadi, Respirasi, Temperatur yang merupakan tolak ukur

dari keadaan umum pasien / kondisi pasien dan termasuk

pemeriksaan dari kepala sampai kaki dengan menggunakan

prinsip-prinsip (inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi),

disamping itu juga penimbangan BB untuk mengetahui

adanya penurunan BB karena peningkatan gangguan nutrisi

yang terjadi, sehingga dapat dihitung kebutuhan nutrisi yang

dibutuhkan (Wijaya,2013).

2. Diagnosa keperawatan

a. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses patologis

b. Gangguan volume cairan kurang dari kebutuhann tubuh b.d peningkatan

suhu tubuh

c. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas b.d peningkatan sekresi mucus

d. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang

tidak adekuat (Doengoes, 2007)


3. Perencanaan

Perencanaan asuhan keperawatan pada anak dengan kejang demam

sederhana adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1

Rencana Tindakan keperawatan

Diagnosa Perencanaan
NO
Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
1. Peningkatan suhu Tupan: 1. Pantau suhu 1. Suhu 38,9-41,1 0C
tubuh Setelah pasien (derajat menunjukkan proses
berhubungan dilakukan dan pola): penyakit infeksius
dengan proses tindakan perhatikan akut.
patologis keperawatan menggigil?
selama 4 x 24 diaforesi.
suhu tubuh 2. Pantau suhu 2. Suhu ruangan,
normal. lingkungan, jumlah selimut harus
Tupen: batasi/tambahkan dirubah untuk
Setelah linen tempat tidur mempertahankan
dilakukan sesuai indikasi. suhu mendekati
tindakan normal
perawatan
selama 3 x 24 3. Berikan kompres 3. Dapat membantu
jam proses hangat: hindari mengurangi demam,
patologis teratasi penggunaan penggunaan air
dengan kriteria: kompres alkohol. es/alkohol mungkin
TTV stabil menyebabkan
Suhu tubuh kedinginan
dalam batas 4. Berikan selimut 4. Digunakan untu
normal pendingin kengurangi demam
umumnya lebih besar
dari 39,5-40 0C pada
waktu terjadi
gangguan pada otak.
Kolaborasi:
5. Berikan antipiretik 5. Digunakan untuk
sesuai indikasi mengurangi demam
dengan aksi sentral

2 Resiko tinggi Tupan: setelah 1. Ukur/catat 1. Penurunan haluaran


kekurangan dilakukan haluaran urin. urin dan berat jenis
volume cairan tindakan akan menyebabkan
berhubungan perawatan hipovolemia.
dengan selama 3 x 24 2. Pantau tekanan 2. Pengurangan dalam
peningkatan suhu jam kekurangan darah dan denyut sirkulasi volume
tubuh volume cairan jantung cairan dapat
tidak terjadi mengurangi tekanan
darah/CVP,
Tupen: setelah mekanisme
dilakukan kompensasi awal
tindakan dari takikardia
perawatan untuk meningkatkan
selama 2 x 24 curah jantung dan
jam peningkatan meningkatkan
suhu tubuh tekanan darah
teratasi, dengan 3. Palpasi denyut sistemik.
kriteria: perifer. 3. Denyut yang lemah,
Tidak ada tanda- mudah hilang dapat
tanda dehidrasi 4. Kaji membran menyebabkan
Menunjukan mukosa kering, hipovolemia.
adanya turgor kulit yang 4. Hipovolemia/cairan
keseimbangan tidak elastis ruang ketiga akan
cairan seperti memperkuat tanda-
output urin tanda dehidrasi.
adekuat Kolaborasi:
Turgor kulit baik
5. Berikan cairan
Membran
intravena,
mukosa mulut
misalnya
lembab 5. Sejumlah besar
kristaloid dan
cairan mungkin
koloid
dibutuhkan untuk
mengatasi
hipovolemia relatif
(vasodilasi perifer),
menggantikan
kehilangan dengan
6. Pantau nilai
meningkatkan
laboratorium
permeabilitas
kapiler.
6. Mengevaluasi
perubahan didalam
hidrasi/viskositas
darah.
3. Tidak efektifnya Tupan: setelah 1. Anjurkan pasien 1. Menurunkan risiko
bersihan jalan dilakukan untuk aspirasi atau
nafas b.d tindakan mengosongkan masuknya sesuatu
peningkatan perawatan mulut dari benda asing ke
sekresi mucus selama 4 x 24 benda/zat tertentu. faring.
jam jalan nafas 2. Letakkan pasien
kembali efektif pada posisi 2. Meningkatkan aliran
miring, (drainase) sekret,
Tupen: setelah permukaan datar, mencegah lidah
dilakukan miringkan kepala jatuh dan
tindakan selama serangan menyumbat jalan
perawatan kejang. nafas.
selama 2 x 24 3. Tanggalkan
jam peningkatan pakaian pada 3. Untuk memfasilitasi
sekresi mukus daerah leher/dada usaha
teratasi, dengan dan abdomen. bernafas/ekspansi
kriteria: 4. Masukan spatel dada.
Suara nafas lidah/jalan nafas 4. Jika masuknya di
vesikuler buatan atau awal untuk
gulungan benda membuka rahang,
Respirasi rate lunak sesuai alat ini dapat
dalam batas dengan indikasi. mencegah
normal tergigitnya lidah dan
memfasilitasi saat
melakukan
penghisapan
lendiratau memberi
sokongan terhadap
pernafasan jika di
5. Lakukan perlukan.
penghisapan
sesuai indikasi 5. Menurunkan risiko
aspirasi atau
Kolaborasi : asfiksia.
6. Berikan tambahan
oksigen/ventilasi
manual sesuai
kebutuhan pada 6. Dapat menurunkan
fase posiktal. hipoksia serebral
sebagai akibat dari
sirkulasi yang
menurunkan atau
oksigen sekunder
terhadap spasme
vaskuler selama
serangan kejang.
4 Resiko perubahan Tupan: setelah 1. Buat tujuan berat 1. Malnutrisi adalah
nutrisi kurang dilakukan badan minimum kondisi gangguan
dari kebutuhan tindakan dan kebutuhan minat yang
tubuh b.d intake perawatan nutrisi harian. menyebabkan
yang tidak selama 5 x 24 depresi, agitasi dan
adekuat jam perubahan mempengaruhi
nutrisi kurang fungsi
dari kebutuhan kognitif/pengambila
tidak terjadi 2. Gunakan n keputusan.
pendekatan 2. Pasien mendeteksi
Tupen: setelah konsisten, duduk pentingnya dan
dilakukan dengan pasien saat dapat beraksi
tindakan makan, sediakan terhadap tekanan,
perawatan dan buang komentar apapun
selama 3 x 24 makanan tanpa yang dapat terlihat
jam intake persuasi sebagai paksaan
nutrisi adekuat, dan/komentar. memberikan fokus
dengan kriteria: 3. Berikan makan padad makanan.
Makan klien sedikit dan 3. Dilatasi gaster dapat
habis makanan kecil terjadi bila
BB klien normal tambahan, yang pemberian makan
tepat. terlalu cepat setelah
4. Buat pilihan menu periode puasa.
yang ada dan 4. Pasien yang
izinkan pasien meningkat
untuk mengontrol kepercayaan dirinya
pilihan sebanyak dan merasa
mungkin. mengontrol
lingkungan lebih
suka menyediakan
makanan untuk
makan.
5. Pertahankan 5. Memberikan catatan
jadwal bimbingan lanjut penurunan
berat badan dan/atau
teratur. peningkatan berat
badan yang akurat.

4. Pelaksanaan

Menurut Iyer et al (1996) yang dikutip oleh Nursalam

(2008).Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk


mencapai tujuan spesifik. Tahap implementasi dimulai setelah rencana

intervensi disusun dan ditujukkan pada nursing orders untuk membantu klien

mencapai tujuan yang diharapkan.

5. Evaluasi

Fase terakhir dari proses keperawatan adalah evaluasi terhadap asuhan

keperawatan yang diberikan dengan melihat perkembangan masalah klien

sehingga dapat diketahui tingkatan-tingkatan keberhasilan intervensi. Evaluasi

hasil perencanaan keperawatan dari masing-masing diagnosa keperawatan

dapat dilihat pada kriteria hasil intervensi keperawatan.

B. Konsep Asuhan Keperawatan pada Asfiksia


 Pengkajian

Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang


bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien agar dapat
mengidentifikasi, mengenali masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan
pasien baik fisik, mental, sosial dan lingkungan. Dalam tahap pengkajian ini
dibagi menjadi tiga meliputi pengumpulan data, pengelompokan data dan
perumusan masalah. Ada beberapa pengkajian yang harus dilakukan yaitu :
1. Sirkulasi
a. Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/mnt.
b. Tekanan darah 60 sampai 80 mmHg (sistolik), 40 sampai 45 mmHg
(diastolik).
c. Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas
maksimal tepat di kiri dari mediastinum pada ruang intercosta III/ IV.
d. Murmur biasa terjadi di selama beberapa jam pertama kehidupan.
e. Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2 arteri dan 1 vena.
2. Eliminasi
a. Dapat berkemih saat lahir.
3. Makanan/ cairan
a. Berat badan : 2500-4000 gram
b. Panjang badan : 44 - 45 cm
c. Turgor kulit elastis (bervariasi sesuai gestasi)

4. Neurosensori
a. Tonus otot : fleksi hipertonik dari semua ekstremitas.
b. Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30
menit pertama setelah kelahiran (periode pertama reaktivitas).
Penampilan asimetris (molding, edema, hematoma).
c. Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi
menunjukkan abnormalitas genetik, hipoglikemi atau efek narkotik
yang memanjang)
5. Pernafasan
a. Skor APGAR : 1 menit s/d 5 menit dengan skor optimal harus antara
7-10.
b. Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat terlihat.
c. Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum pada awalnya
silindrik thorak : kartilago xifoid menonjol, umum terjadi.
6. Keamanan
a. Suhu rentang dari 36,5º C sampai 37,5º C. Ada verniks (jumlah dan
distribusi tergantung pada usia gestasi).
b. Kulit : lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/ kaki dapat terlihat,
warna merah muda atau kemerahan, mungkin belang-belang
menunjukkan memar minor (misal : kelahiran dengan forseps), atau
perubahan warna herlequin, petekie pada kepala/ wajah (dapat
menunjukkan peningkatan tekanan berkenaan dengan kelahiran atau
tanda nukhal), bercak portwine, nevi telengiektasis (kelopak mata,
antara alis mata, atau pada nukhal) atau bercak mongolia (terutama
punggung bawah dan bokong) dapat terlihat. Abrasi kulit kepala
mungkin ada (penempatan elektroda internal)

 Analisa Data
1. Data Subyektif
Data subyektif adalah persepsi dan sensasi klien tentang masalah kesehatan.

Data subyektif terdiri dari

a. Biodata atau identitas pasien :


Bayi meliputi nama tempat tanggal lahir jenis kelamin

b. Orangtua meliputi : nama (ayah dan ibu, umur, agama, suku atau
kebangsaan, pendidikan, penghasilan pekerjaan, dan alamat.
2. Riwayat kesehatan
1. Riwayat antenatal yang perlu dikaji atau diketahui dari riwayat
antenatal pada kasus asfiksia berat yaitu :
a. Keadaan ibu selama hamil dengan anemia, hipertensi, gizi buruk,
merokok ketergantungan obat-obatan atau dengan penyakit seperti
diabetes mellitus, kardiovaskuler dan paru.
b. Kehamilan dengan resiko persalinan preterm misalnya kelahiran
multipel, inkompetensia serviks, hidramnion, kelainan kongenital,
riwayat persalinan preterm.
c. Pemeriksaan kehamilan yang tidak kontinyuitas atau periksa tetapi
tidak teratur dan periksa kehamilan tidak pada petugas kesehatan.
d. Gerakan janin selama kehamilan aktif atau semakin menurun.
e. Hari pertama hari terakhir tidak sesuai dengan usia kehamilan
(kehamilan postdate atau preterm).
2. Riwayat natal komplikasi persalinan juga mempunyai kaitan yang
sangat erat dengan permasalahan pada bayi baru lahir. Yang perlu
dikaji :
a. Kala I :
ketuban keruh, berbau, mekoneal, perdarahan antepartum
baik solusio plasenta maupun plasenta previa.

b. Kala II :
persalinan lama, partus kasep, fetal distress, ibu kelelahan,
persalinan dengan tindakan (vacum ekstraksi, forcep
ektraksi). Adanya trauma lahir yang dapat mengganggu
sistem pernafasan. Persalinan dengan tindakan bedah caesar,
karena pemakaian obat penenang (narkose) yang dapat
menekan sistem pusat pernafasan.

3. Riwayat post natal


Yang perlu dikaji antara lain :

a. Apgar skor bayi baru lahir 1 menit pertama dan 5 menit


kedua AS (0-3) asfiksia berat, AS (4-6) asfiksia sedang,
AS (7-10) asfiksia ringan.
b. Berat badan lahir : kurang atau lebih dari normal (2500-
4000 gram). Preterm/BBLR < 2500 gram, untu aterm 
2500 gram lingkar kepala kurang atau lebih dari normal
(34-36 cm).
c. Adanya kelainan kongenital : Anencephal, hirocephalus
anetrecial aesofagal.
3. Pola nutrisi
Yang perlu dikaji pada bayi dengan post asfiksia berat gangguan
absorbsi gastrointentinal, muntah aspirasi, kelemahan menghisap sehingga
perlu diberikan cairan parentral atau personde sesuai dengan kondisi bayi
untuk mencukupi kebutuhan elektrolit, cairan, kalori dan juga untuk
mengkoreksi dehidrasi, asidosis metabolik, hipoglikemi disamping untuk
pemberian obat intravena.

Tabel kebutuhan nustrisi BBL

Kebutuhan parenteral

Bayi BBLR < 1500 gram menggunakan D5%

Bayi BBLR > 1500 gram menggunakan D10%

Kebutuhan nutrisi enteral

BB < 1250 gram = 24 kali per 24 jam

BB 1250 - < 2000 gram = 12 kali per 24 jam

BB > 2000 gram = 8 kali per 24 jam

Kebutuhan minum pada neonatus :

Hari ke 1 = 50-60 cc/kg BB/hari

Hari ke 2 = 90 cc/kg BB/hari

Hari ke 3 = 120 cc/kg BB/hari

Hari ke 4 = 150 cc/kg BB/hari

Dan untuk tiap harinya sampai mencapai 180 – 200 cc/kg


BB/hari

4. Pola eliminasi
Yang perlu dikaji pada neonatus adalah :
BAB : frekwensi, jumlah, konsistensi.

BAK : frekwensi, jumlah

5. Latar belakang sosial budaya


Kebudayaan yang berpengaruh terhadap kejadian asfiksia,
kebiasaan ibu merokok, ketergantungan obat-obatan tertentu terutama
jenis psikotropika

Kebiasaan ibu mengkonsumsi minuman beralkohol, kebiasaan ibu


melakukan diet ketat atau pantang makanan tertentu.

6. Hubungan psikologis
Sebaiknya segera setelah bayi baru lahir dilakukan rawat gabung
dengan ibu jika kondisi bayi memungkinkan. Hal ini berguna sekali
dimana bayi akan mendapatkan kasih sayang dan perhatian serta dapat
mempererat hubungan psikologis antara ibu dan bayi. Lain halnya dengan
asfiksia karena memerlukan perawatan yang intensif

7. Data Obyektif
Data obyektif adalah data yang diperoleh melalui suatu pengukuran
dan pemeriksaan dengan menggunakan standart yang diakui atau berlaku
(Effendi Nasrul, 1995)

a. Keadaan umum
Pada neonatus post asfiksia berat, keadaannya lemah dan hanya
merintih. Keadaan akan membaik bila menunjukkan gerakan
yang aktif dan menangis keras. Kesadaran neonatus dapat
dilihat dari responnya terhadap rangsangan. Adanya BB yang
stabil, panjang badan sesuai dengan usianya tidak ada
pembesaran lingkar kepala dapat menunjukkan kondisi
neonatus yang baik.

b. Tanda-tanda Vital
Neonatus post asfiksia berat kondisi akan baik apabila
penanganan asfiksia benar, tepat dan cepat. Untuk bayi preterm
beresiko terjadinya hipothermi bila suhu tubuh < 36 C dan
beresiko terjadi hipertermi bila suhu tubuh < 37 C. Sedangkan
suhu normal tubuh antara 36,5C – 37,5C, nadi normal antara
120-140 kali per menit respirasi normal antara 40-60 kali
permenit, sering pada bayi post asfiksia berat pernafasan belum
teratur.

8. Data Penunjang
Data penunjang pemeriksaan laboratorium penting artinya dalam
menegakkan diagnosa atau kausal yang tepat sehingga kita dapat
memberikan obat yang tepat pula.

Pemeriksaan yang diperlukan adalah :

1) Darah
a. Nilai darah lengkap pada bayi asfiksia terdiri dari :
 Hb (normal 15-19 gr%) biasanya pada bayi dengan asfiksia
Hb cenderung turun karena O2 dalam darah sedikit.
 Leukositnya lebih dari 10,3 x 10 gr/ct (normal 4,3-10,3 x 10
gr/ct) karena bayi preterm imunitas masih rendah sehingga
resiko tinggi.
 Trombosit (normal 350 x 10 gr/ct)
 Distrosfiks pada bayi preterm dengan post asfiksi cenderung
turun karena sering terjadi hipoglikemi.
b. Nilai analisa gas darah pada bayi post asfiksi terdiri dari :
 pH (normal 7,36-7,44). Kadar pH cenderung turun terjadi
asidosis metabolik.
 PCO2 (normal 35-45 mmHg) kadar PCO2 pada bayi post
asfiksia cenderung naik sering terjadi hiperapnea.
 PO2 (normal 75-100 mmHg), kadar PO2 pada bayi post
asfiksia cenderung turun karena terjadi hipoksia progresif.
 HCO3 (normal 24-28 mEq/L)
2) Urine
Nilai serum elektrolit pada bayi post asfiksia terdiri dari :

 Natrium (normal 134-150 mEq/L)


 Kalium (normal 3,6-5,8 mEq/L)
 Kalsium (normal 8,1-10,4 mEq/L)
3) Photo thorax
Pulmonal tidak tampak gambaran, jantung ukuran normal.

Analisa data dan Perumusan Masalah


Analisa data adalah kemampuan mengkaitkan data dan
menghubungkan data tersebut dalam konsep, teori dan prinsip
yang relevan untuk membuat kesimpulan dalam menentukan
masalah kesehatan dan keperawatan pasien (Effendi Nasrul,1995 :
23).

Tabel 1.3 Analisa Data dan Perumusan Masalah

Sign / Symptoms Kemungkinan Penyebab Masalah


1. Pernafasan tidak teratur, - Riwayat partus lama Gangguan
pernafasan cuping hidung, pemenuhan
- Pendarahan peng-obatan.
cyanosis, ada lendir pada kebutuhan O2
hidung dan mulut, tarikan - Obstruksi pulmonary

inter-costal, abnormalitas - Prematuritas


gas darah arteri.
2. Akral dingin, cyanosis - lapisan lemak dalam kulit hipotermia
pada ekstremmitas, tipis
keadaan umum lemah,
suhu tubuh dibawah
normal
3. Keadaan umum lemah, - Reflek menghisap lemah gangguan
reflek menghisap lemah, pemenuhan
masih terdapat retensi kebutuhan nutrisi.
pada sonde
4. Suhu tubuh diatas normal, - Sistem Imunitas yang Resiko infeksi
tali pusat layu, ada tanda- belum sempurna
tanda infeksi, abnormal - Ketuban mekonial
kadar leukosit, kulit
- Tindakan yang tidak
kuning, riwayat persalinan
aseptik
dengan ketuban mekonial

 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinik tentang respon
individu, keluarga atau komunitas terhadap masalah-masalah
kesehatan atau proses kehidupan yang aktual atau potensial.
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada pasien asfiksia
antara lain:
1. Gangguan pemenuhan kebutuhan O2 sehubungan dengan post
asfiksia berat.
2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi sehubungan dengan reflek
menghisap lemah.
3. hipotermia
4. Resiko infeksi
 Perencanaan / Intervensi

No. Diagnosa Perawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional

1 Gangguan pemenuhan Tujuan: 1. Letakkan bayi 1. Memberi rasa nyaman dan


kebutuhan O2 terlentang dengan alas yang mengantisipasi flexi leher yang
Kebutuhan O2 bayi terpenuhi
sehubungan dengan post data, kepala lurus, dan leher dapat mengurangi kelancaran
asfiksia berat Kriteria: sedikit tengadah/ekstensi jalan nafas.

- Pernafasan normal 40-60 dengan meletakkan bantal

kali permenit. atau selimut diatas bahu


bayi sehingga bahu
- Pernafasan teratur.
terangkat 2-3 cm
- Tidak cyanosis.

- Wajah dan seluruh


tubuh

Berwarna kemerahan 2. Bersihkan jalan nafas, 2. Jalan nafas harus tetap


(pink variable). mulut, hidung bila perlu. dipertahankan bebas dari lendir
untuk menjamin pertukaran gas
- Gas darah normal
yang sempurna.
PH = 7,35 – 7,45

PCO2 = 35 mm Hg
PO2 = 50 – 90 mmHg

3. Observasi gejala kardinal 3. Deteksi dini adanya kelainan.


dan tanda-tanda cyanosis
tiap 4 jam

 Perencanaan / Intervensi

No. Diagnosa Perawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional

4. Kolaborasi dengan tim 4. Menjamin oksigenasi jaringan


medis dalam pemberian yang adekuat terutama untuk
O2 dan pemeriksaan jantung dan otak. Dan
kadar gas darah arteri. peningkatan pada kadar PCO2
menunjukkan hypoventilasi

2. Resiko terjadinya Tujuan 1. Letakkan bayi terlentang 1. Mengurangi kehilangan panas


hipotermi sehubungan diatas pemancar panas pada suhu lingkungan sehingga
Tidak terjadi hipotermia
dengan adanya roses (infant warmer) meletakkan bayi menjadi hangat
persalinan yang lama Kriteria

dengan ditandai akral Suhu tubuh 36,5 – 37,5°C

Akral hangat
dingin suhu tubuh Warna seluruh tubuh 2. Singkirkan kain yang 2. Mencegah kehilangan tubuh
dibawah 36° C kemerahan sudah dipakai untuk melalui konduksi.
mengeringkan tubuh,
letakkan bayi diatas
handuk / kain yang
kering dan hangat.

 Perencanaan / Intervensi

No. Diagnosa Perawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional

3. Observasi suhu bayi 3. Perubahan suhu tubuh bayi


tiap 6 jam. dapat menentukan tingkat
hipotermia

4. Kolaborasi dengan 4. Mencegah terjadinya


team medis untuk hipoglikemia
pemberian Infus
Glukosa 5% bila ASI
tidak mungkin
diberikan.

3. Gangguan pemenuhan Tujuan 1. Lakukan observasi BAB 1. Deteksi adanya kelainan pada
kebutuhan nutrisi dan BAK jumlah dan eliminasi bayi dan segera
sehubungan dengan Kebutuhan nutrisi terpenuhi frekuensi serta mendapat tindakan / perawatan
reflek menghisap konsistensi. yang tepat.
Kriteria
lemah.
- Bayi dapat minum pespeen /
personde dengan baik.

- Berat badan tidak turun lebih 2. Monitor turgor dan 2. Menentukan derajat dehidrasi
dari 10%. mukosa mulut. dari turgor dan mukosa mulut.

- Retensi tidak ada.

 Perencanaan / Intervensi

No. Diagnosa Perawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional

3. Monitor intake dan 3. Mengetahui keseimbangan


out put. cairan tubuh (balance)

4. Beri ASI sesuai 4. Kebutuhan nutrisi terpenuhi


kebutuhan. secara adekuat.

5. Lakukan kontrol berat 5. Penambahan dan penurunan


badan setiap hari. berat badan dapat di monito

4. Resiko terjadinya Tujuan: 1. Lakukan teknik aseptik 1. Pada bayi baru lahir daya tahan
infeksi dan antiseptik dalam tubuhnya kurang / rendah.
memberikan asuhan
Selama perawatan tidak terjadi
keperawatan
komplikasi (infeksi)

Kriteria

- Tidak ada tanda-tanda 2. Cuci tangan sebelum dan 2. Mencegah penyebaran infeksi
infeksi. sesudah melakukan nosokomial.
tindakan.
- Tidak ada gangguan fungsi
tubuh.

 Perencanaan / Intervensi

No. Diagnosa Perawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional

3. Pakai baju khusus/ 3. Mencegah masuknya bakteri


short waktu masuk dari baju petugas ke bayi
ruang isolasi (kamar
bayi)

4. Lakukan perawatan 4. Mencegah terjadinya infeksi


tali pusat dengan triple dan memper-cepat pengeringan
dye 2 kali sehari. tali pusat karena mengan-dung
anti biotik, anti jamur,
desinfektan.

5. Jaga kebersihan (badan, 5. Mengurangi media untuk


pakaian) dan lingkungan pertumbuhan kuman.
bayi.

6. Observasi tanda-tanda 6. Deteksi dini adanya kelainan


infeksi dan gejala
kardinal

 Perencanaan / Intervensi

No. Diagnosa Perawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional

7. Hindarkan bayi 7. Mencegah terjadinya


kontak dengan sakit. penularan infeksi.

8. Kolaborasi dengan 8. Mencegah infeksi dari


tim medis untuk pneumonia
pemberian antibiotik.

9. Siapkan pemeriksaan 9. Sebagai pemeriksaan


laboratorat sesuai advis
dokter yaitu pemeriksaan penunjang.
DL, CRP.
 Tahap Pelaksanaan Tindakan
Tindakan keperawatan adalah pelaksanaan asuhan keperawatan
yang merupakan realisasi rencana tindakan yang telah ditentukan
dalam tahap perencanaan dengan maksud agar kebutuhan pasien
terpenuhi secara optimal

 Tahap Evaluasi
Evaluasi adalah merupakan langkah akhir dari proses
keperawatan yaitu proses penilaian pencapaian tujuan dalam rencana
perawatan, tercapai atau tidak serta untuk pengkajian ulang rencana
keperawatan. Evaluasi dilakukan secara terus menerus dengan
melibatkan pasien, perawat dan petugas kesehatan yang lain. Dalam
menentukan tercapainya suatu tujuan asuhan keperawatan pada bayi
dengan post Asfiksia sedang, disesuaikan dengan kriteria evaluasi
yang telah ditentukan. Tujuan asuhan keperawatan dikatakan berhasil
bila diagnosa keperawatan didapatkan hasil yang sesuai dengan
kriteria evaluasi.
C. Konsep Asuhan Keperawatan pada Diare dengan Dehidrasi Berat
A. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama
kehidupan. Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan.
Kebanyakan kuman usus merangsang kekebalan terhadap infeksi, havl ini
membantu menjelaskan penurunan insidence penyakit pada anak yang lebih
besar. Pada umur 2 tahun atau lebih imunitas aktif mulai terbentuk.
Kebanyakan kasus karena infeksi usus asimptomatik dan kuman enteric
menyebar terutama klien tidak menyadari adanya infeksi. Status ekonomi
juga berpengaruh terutama dilihat dari pola makan dan perawatannya .
2. Keluhan Utama
BAB lebih dari 3 kali sehari
3. Riwayat Penyakit Sekarang
BAB warna kuning kehijauan, bercampur lendir dan darah atau lendir saja.
Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari
(diare akut), lebih dari 7 hari ( diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari
(diare kronis).
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau
kortikosteroid jangka panjang (perubahan candida albicans dari saprofit
menjadi parasit), alergi makanan, ISPA, ISK, OMA campak.
5. Riwayat Nutrisi
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang dewasa,
porsi yang diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan susu.
kekurangan gizi pada anak usia toddler sangat rentan,. Cara pengelolahan
makanan yang baik, menjaga kebersihan dan sanitasi makanan, kebiasan
cuci tangan,
6. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.
7. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan,
lingkungan tempat tinggal.
8. Riwayat Pertumbuhan dan perkembangan
a. Pertumbuhan
 Kenaikan BB karena umur 1 –3 tahun berkisar antara 1,5-2,5 kg
(rata-rata 2 kg), PB 6-10 cm (rata-rata 8 cm) pertahun.
 Kenaikan linkar kepala : 12cm ditahun pertama dan 2 cm
ditahun kedua dan seterusnya.
 Tumbuh gigi 8 buah : tambahan gigi susu; geraham pertama dan
gigi taring, seluruhnya berjumlah 14 – 16 buah
 Erupsi gigi : geraham perama menusul gigi taring.
b. Perkembangan
Tahap perkembangan Psikoseksual menurut Sigmund Freud:
 Fase anal : Pengeluaran tinja menjadi sumber kepuasan libido,
mulai menunjukan keakuannya, cinta diri sendiri/ egoistic,
mulai kenal dengan tubuhnya, tugas utamanyan adalah latihan
kebersihan, perkembangan bicra dan bahasa (meniru dan
mengulang kata sederhana, hubungna interpersonal, bermain).
Tahap perkembangan psikososial menurut Erik Erikson:
 Autonomy vs Shame and doundt
 Perkembangn ketrampilan motorik dan bahasa dipelajari anak
toddler dari lingkungan dan keuntungan yang ia peroleh Dario
kemam puannya untuk mandiri (tak tergantug). Melalui
dorongan orang tua untuk makan, berpakaian, BAB sendiri,
jika orang tua terlalu over protektif menuntut harapan yanag
terlalu tinggi maka anak akan merasa malu dan ragu-ragu
seperti juga halnya perasaan tidak mampu yang dapat
berkembang pada diri anak.
 Gerakan kasar dan halus, bacara, bahasa dan kecerdasan,
bergaul dan mandiri : Umur 2-3 tahun :
1. berdiri dengan satu kaki tanpa berpegangan sedikitpun
2. hitungan (GK)
3. Meniru membuat garis lurus (GH)
4. Menyatakan keinginan sedikitnya dengan dua kata (BBK)
5. Melepas pakaian sendiri (BM)
9. Pemeriksaan Fisik
a. pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan
mengecil, lingkar kepala, lingkar abdomen membesar,
b. keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran
menurun.
c. Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada
anak umur 1 tahun lebih
d. Mata : cekung, kering, sangat cekung
e. Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen,
peristaltic meningkat > 35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual
muntah, minum normal atau tidak haus, minum lahap dan kelihatan
haus, minum sedikit atau kelihatan bisa minum
f. Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena
asidosis metabolic (kontraksi otot pernafasan)
g. Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi
menurun pada diare sedang.
h. Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu
meningkat > 375 0
c, akral hangat, akral dingin (waspada syok),
capillary refill time memajang > 2 detik, kemerahan pada daerah
perianal.
i. Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200-400
ml/ 24 jam ), frekuensi berkurang dari sebelum sakit.
j. Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa mengalami
stress yang berupa perpisahan, kehilangan waktu bermain, terhadap
tindakan invasive respon yang ditunjukan adalah protes, putus asa,
dan kemudian menerima.
10. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium :
 feses kultur : Bakteri, virus, parasit, candida
 Serum elektrolit : Hiponatremi, Hipernatremi, hipokalemi
 AGD : asidosis metabolic ( Ph menurun, PO2 meningkat,
PCO2 meningkat, HCO3 menurun )
 Faal ginjal : UC meningkat (GGA)
2) Radiologi : mungkin ditemukan bronchopemoni

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
kehilangan cairan skunder terhadap diare.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diare
atau output berlebihan dan intake yang kurang
3. Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi
sekunder terhadap diare
4. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan
frekwensi diare.
5. Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive.
6. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan krisis situasi, kurang
pengetahuan.

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa 1: Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan
dengan kehilangan cairan skunder terhadap diare
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
keseimbangan dan elektrolit dipertahankan secara maksimal
Kriteria hasil :
 Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,5 0 c, RR : <
40 x/mnt )
 Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong, UUB
tidak cekung.
 Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari
Intervensi :
1) Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit
R/ Penurunan sisrkulasi volume cairan menyebabkan kekeringan mukosa
dan pemekatan urin. Deteksi dini memungkinkan terapi pergantian cairan
segera untuk memperbaiki defisit
2) Beri LRO (larutan rehidrasi oral)
R/ Untuk rehidrasi dan penggantian kehilangan cairan melalui feses
3) Berikan LRO sedikit tapi sering/anjurkan keluarga untuk memberi minum
banyak pada kien, 2-3 lt/hr
R/ Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral
4) Setelah rehidrasi berikan diet regular pada anak sesuai toleransi
R/ Karena penelitian menunjukkan pemberian ulang diet normal secara dini
bersifat menguntungkan untuk menurunkan jumlah defekasi dan penurunan
berat badan serta pemendekan durasi penyakit
5) Pantau intake dan output (urin, feses, dan emesis)
R/ Untuk mengevaluasi keefektifan intervensi
6) Timbang berat badan setiap hari
R/ Mendeteksi kehilangan cairan , penurunan 1 kg BB sama dengan
kehilangan cairan 1 lt
7) Kaji TTV, turgor kulit, membrane mukosa, dan status mental setiap 4 jam
atau sesuai indikasi
R/ Untuk mengkaji hidrasi
8) Hindari masukan cairan jernih seperti jus buah, minuman berkarbonat, dan
gelatin
R/ Karena cairan ini biasanya tinggi karbohidrat, rendah elektrolit, dan
mempunyai osmolaritas yang tinggi
9) Kolaborasi :
- Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K,Ca, BUN)
R/ koreksi keseimbang cairan dan elektrolit, BUN untuk mengetahui faal
ginjal (kompensasi).
- Cairan parenteral ( IV line ) sesuai dengan umur
R/ Mengganti cairan dan elektrolit secara adekuat dan cepat.
- Obat-obatan : (antisekresin, antispasmolitik, antibiotik)
R/ anti sekresi untuk menurunkan sekresi cairan dan elektrolit agar simbang,
antispasmolitik untuk proses absorbsi normal, antibiotik sebagai anti bakteri
berspektrum luas untuk menghambat endotoksin.
10) Instruksikan keluarga dalam memberikan terapi yang tepat, pemantauan
masukkan dan keluaran, dan mengkaji tanda-tanda dehidrasi
R/ Untuk menjamin hasil optimum dan memperbaiki kepatuhan terhadap
aturan terapeutik
Diagnosa 2 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan tidak adekuatnya intake dan out
put
Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan selama dirumah di RS
kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria : - Nafsu makan meningkat
- BB meningkat atau normal sesuai umur
Intervensi :
1) Diskusikan dan jelaskan tentang pembatasan diet (makanan berserat tinggi,
berlemak dan air terlalu panas atau dingin)
R/ Serat tinggi, lemak,air terlalu panas / dingin dapat merangsang
mengiritasi lambung dan saluran usus.
2) Ciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari bau yang tak sedap atau
sampah, sajikan makanan dalam keadaan hangat
R/ situasi yang nyaman, rileks akan merangsang nafsu makan.
3) Berikan jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang berlebihan
R/ Mengurangi pemakaian energi yang berlebihan
4) Observasi dan catat respos terhadap pemberian makan
R/ Untuk mengkaji toleransi pemberian makan
5) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
a. terapi gizi : Diet TKTP rendah serat, susu
b. obat-obatan atau vitamin ( A)
R/ Mengandung zat yang diperlukan , untuk proses pertumbuhan
6) Instruksikan keluarga dalam memberikan diet yang tepat
R/ untuk meningkatkan kepatuhan terhadap program terpautik

Diagnosa 3 : Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses


infeksi dampak sekunder dari diare
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x 24 jam tidak terjadi
peningkatan suhu tubuh
Kriteria hasil : suhu tubuh dalam batas normal ( 36-37,5 C)
Tidak terdapat tanda infeksi (rubur, dolor, kalor, tumor, fungtio leasa)
Intervensi :
1) Monitor suhu tubuh setiap 2 jam
R/ Deteksi dini terjadinya perubahan abnormal fungsi tubuh ( adanya
infeksi)
2) Berikan kompres hangat
R/ merangsang pusat pengatur panas untuk menurunkan produksi panas
tubuh
3) Kolaborasi pemberian antipirektik
R/ Merangsang pusat pengatur panas di otak

Diagnosa 4 :Resiko gangguan integritas kulit perianal berhubungan dengan


peningkatan frekwensi BAB (diare)
Tujuan : setelah dilakukan tindaka keperawtan selama di rumah sakit integritas
kulit tidak terganggu
Kriteria hasil : - Tidak terjadi iritasi : kemerahan, lecet, kebersihan terjaga
- Keluarga mampu mendemontrasikan perawatan perianal dengan baik
dan benar
Intervensi :
1) Diskusikan dan jelaskan pentingnya menjaga tempat tidur
R/ Kebersihan mencegah perkembang biakan kuman
2) Demontrasikan serta libatkan keluarga dalam merawat perianal (bila basah
dan mengganti pakaian bawah serta alasnya)
R/ Mencegah terjadinya iritassi kulit yang tak diharapkan oleh karena
kelebaban dan keasaman feces
3) Atur posisi tidur atau duduk dengan selang waktu 2-3 jam
R/ Melancarkan vaskulerisasi, mengurangi penekanan yang lama sehingga
tak terjadi iskemi dan irirtasi .

Diagnosa 5 : Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive


Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan selama di rumah sakit, klien
mampu beradaptasi
Kriteria hasil : Mau menerima tindakan perawatan, klien tampak tenang dan tidak
rewel
Intervensi :
1) Libatkan keluarga dalam melakukan tindakan perawatan
R/ Pendekatan awal pada anak melalui ibu atau keluarga
2) Hindari persepsi yang salah pada perawat dan RS
R/ mengurangi rasa takut anak terhadap perawat dan lingkungan RS
3) Berikan pujian jika klien mau diberikan tindakan perawatan dan pengobatan
R/ menambah rasa percaya diri anak akan keberanian dan kemampuannya
4) Lakukan kontak sesering mungkin dan lakukan komunikasi baik verbal
maupun non verbal (sentuhan, belaian dll)
R/ Kasih saying serta pengenalan diri perawat akan menunbuhkan rasa
aman pada klien.
5) Berikan mainan sebagai rangsang sensori anak.

Diagnosa 6 : Perubahan proses keluarga berhubungan dengan krisis situasi,


kurang pengetahuan.
Tujuan : Keluarga memahami tentangg penyakit anaknya dan pengobatannya
serta mampu memberikan perawatan.
Kriteria hasil : Keluarga menunjukkan kemampuan untuk merawat anak, khususnya
di rumah.
Intervensi :
1) Berikan informasi pada keluarga tentang penyakit anak dan tindakan terapeutik
R/ Untuk mendorong kepatuhan terhadap program terapeutik, khususnya jika
sudah berada di rumah.
2) Bantu keluarga dalam memberikan rasa nyaman dan dukungan pada anak.
R/ Untuk memenuhi kebutuhan rasa aman dan nyaman pada anak serta mau
kooperatif
3) Izinkan anggota keluarga untuk berpartisipasi dalam perawatan anak sebanyak
yang mereka inginkan
R/ Untuk memenuhi kebutuhan anak dan keluarga.
4) Instruksikan keluarga mengenai pencegahan
R/ Untuk mencegah penyebaran infeksi.
5) Atur perawatan kesehaan pascahospitalisasi
R/ Untuk menjamin pengkajian dan pengobatan yang kontinu.
6) Rujuk keluarga pada lembaga perawatan kesehatan komunitas
R/ Untuk pengawasan perawata di rumah sesuai kebutuhan.

D. Konsep Asuhan Keperawatan Infeksi Berat

1. Pengkajian
a. Pengakjian dilakukan melalui anamnesis untuk mendapatkan data yang perlu
dikaji adalah :
 Sosial ekonomi
 Riwayat perawatan antenatal
 Ada/tidaknya ketuban pecah dini
 Partus lama atau sangat cepat (partus presipitatus)
 Riwayat persalinan di kamar bersalin, ruang operasi atau tempat lain
 Riwayat penyakit menular seksual (sifilis, herpes klamidia, gonorea, dll)
 Apakah selama kehamilan dan saat persalinan pernah menderita
penyakit infeksi (mis, taksoplasmosis, rubeola, toksemia gravidarum
dan amnionitis)
b. Pada pengkajian fisik ada yang akan ditemukan meliputi :
 Letargi (khususnya setelah 24 jam pertama)
 Tidak mau minum/reflek menghisap lemah
 Regurgitasi
 Peka rangsang
 Pucat
 Hipotoni
 Hiporefleksi
 Gerakan putar mata
 BB berkurang melebihi penurunan berat badan secara fisiologis
 Sianosis
 Gejala traktus gastro intestinal (muntah, distensi abdomen atau diare)
 Hipotermi
 Pernapasan mendengkur bardipnea atau apenau
 Kulit lembab dan dingin
 Pucat
 Pengisian kembali kapiler lambar
 Hipotensi
 Dehidrasi
 Pada kulit terdapat ruam, ptekie, pustula dengan lesi atau herpes.
c. Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan adalah :
 Bilirubin
 Kadar gular darah serum
 Protein aktif C
 Imunogloblin IgM
 Hasil kultur cairan serebrospinal, darah asupan hidung, umbilikus,
telinga, pus dari lesi, feces dan urine.
 Juga dilakukan analisis cairan serebrospinal dan pemeriksaan darah tepi
dan jumlah leukosit.

2. Diagnosa Keperawatan yang Muncul


a. Infeksi yang berhubungan dengan penularan infeksi pada bayi sebelum,
selama dan sesudah kelahiran.
b. Nutrisi kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan minum sedikit atau
intoleran terhadap minuman.
c. Gangguan pola pernapasan yang berhubungan dengan apnea.
d. Resiko tinggi terhadap cedera yang berhubungan dengan penularan infeksi
pada bayi oleh petugas.
e. Koping individu efektif yang berhubungan dengan kesalahan dan
kecemasan-kecemasan infeksi pada bayi dan konsekuensi yang serius dari
infeksi.

3. Rencana Asuhan Keperawatan


Diagnosa Keperawatan 1 : Infeksi yang berhubungan dengan penu;aran
ifneksi pada bayi sebelum, selama dan sesudah kelahiran.

Tujuan 1 : Mengenali secara dini bayi yang mempunyai resiko menderita


infeksi.

Kriteria evaluasi : penularan infeksi tidak terjadi.

Intervensi :

a. Kaji bayi yang memiliki resiko menderita infeksi meliputi :


 Kecil untuk masa kehamilan, besar untuk masa kehamilan, prematur.
 Nilai apgar dibawah normal
 Bayi mengalami tindakan operasi
 Epidemi infeksi dibangsal bayi dengan kuman E. coli Streptokokus
 Bayi yang megalami prosedur invasif
 Kaji riwayat ibu, status sosial ekonomi, flora vagina, ketuban pecah
dini, dan infeksi yang diderita ibu.
b. Kaji adanya tanda infeksi meliputi suhu tubuh yang tidak stabil, apnea,
ikterus, refleks mengisap kurang, minum sedikit, distensi abdomen, letargi
atau iritablitas.
c. Kaji tanda infeksi yang berhubungan dengan sistem organ, apnea, takipena,
sianosis, syok, hipotermia, hipertermia, letargi, hipotoni, hipertoni, ikterus,
ubun-ubun cembung, muntah diare.
d. Kaji hasil pemeriksaan laboratorium
e. Dapatkan sampel untuk pemeriksaaan kultur.

Tujuan 2 : Mencegah dan meminimalkan infeksi dan pengaruhnya intercensi


keperawatan.

a. Berikan suhu lingkungan yang netral


b. Berikan cairan dan nutrisi yang dibutuhkan melalui infus intravena sesuai
berat badan, usia dan kondisi.
c. Pantau tanda vital secara berkelanjutan
d. Berikan antibiotik sesuai pesanan
e. Siapkan dan berikan cairan plasma segar intravena sesuai pesanan
f. Siapkan untuk transfusi tukar dengan packed sel darah merah atas indikasi
sepsis.

Diagnosa Keperawatan 2 : Nutrisi kurang dari kebutuhan yang berhubungan


dengan minum sedikit atau intoleran terhadap minuman.

Tujuan : memelihara kebutuhan nutrisi bayi, berat badan bayi tidak tujuan,
menunjukkan kenaikan berat badan.

Kriteria hasil : nutrisi dan cairan adekuat.

Intervensi keperawatan :

a. Kaji intoleran terhadap minuman


b. Hitung kebutuhan minum bayi
c. Ukur masukan dan keluaran
d. Timbang berat badan setiap hari
e. Catat perilaku makan dan aktivitas secara kurat
f. Pantau koordinasi refleks mengisap dan menelan
g. Ukur berat jenis urine
h. Berikan minuman yang adekuat dengan cara pemberian sesuai kondisi
i. Pantai distensi abdomen (residu lambang)

Diagnosa Keperawatan 3 : Gangguan pola pernafasan yang berhubungan


dengan apnea.

Tujuan : mengatur dan membantu usaha bernpaas dan kecukupan oksigen.

Kriteria hasil : frekuensi pernapasan normal, tidak mengalami apneu.

Intervensi Keperawatan :

a. Kaji perubahan pernapasan meliputi takipnea, pernapasan cuping hidung,


gunting,sianosis, ronki kasar, periode apnea yang lebih dari 10 detik.
b. Pantau denyut jantung secara elektronik untuk mengetahui takikardia atau
bradikardia dan perubahan tekanan darah.
c. Sediakan oksigen lembap dan hangat dengan kadar T1O2 yang rendah untuk
menjaga pengeluaran energi dan panas.
d. Sediakan alat bantu pernapasan atau ventilasi mekanik
e. Isap lendir atau bersihkan jalan napas secara hati-hati
f. Amati gas darah yang ada atua pantau tingkat analisis gas darah sesuai
kebutuhan.
g. Atur perawatan bayi dan cegah penanganan yang berlebihan.

Diagnosa Keperawatan 4 : Resiko tinggi terhadap cedera yang berhubungan


dengan penularan infeksi pada bayi oleh petugas.

Tujuan : menceghah terjadinya infeksi nasokomial

Kriteria hasil : cedera pada bayi tidak terjadi.

Intervensi keperawatan :
a. Lakukan tindakan pencegahan umum, taati aturan/kebijakan keberhasilan
kamar bayi.
b. Isolasi bayi yang datang dari luar ruang perawatan sampai hasil kultur
dinyatakan negatif.
c. Keluarkan bayi dari ruang perawatan atua ruang isolasi yang ibunya
menderita infeksi dan beri tahu tentang penyakitnya.
d. Semua personel atau petugas perawatan didalam ruang atau saat merawat bayi
tidak menderita demam, penyakit pernapasan atau gastrointestinal, luka
terbuka dan penyakit menular lainnya.
e. Sterilkan semua peralatan yang dipakai, ganti selang dan air humidifier
dengan yang steril setiap hari atau sesuai ketentuan rumah sakit.
f. Bersihkan semua tempat tidur bayi dan inkubator berserta peralatannya
dengan larutan anti septik tiap minggu atau sesudah digunakan.
g. Bersihkan semua tempat tidur bayi dan inkubator beserta peralatannya dengan
larutan antiseptik tiap minggu atau sesudah digunakan.
h. Laksanakan secara steril semua prosedur tindakan dalam melakukan
perawatan.
i. Semua perawat atau petugas lain mencuci tangan sesuai ketentuan setiap
sebelum dan sesudah merawat atau memegang bayi.
j. Ambil sampel untuk kultur dari peralatan bahan persedian dan banyak bahan
lain yang terkontaminasi diruang perawatan.
k. Jelaskan orang tua dan keluarga, ketentuan yang harus ditaati saat
mengunjungi bayi.

Diagnosa Keperawatan 5 : Koping individu tidak efektif yang berhubungan


dengan kesalahan dan kecemasan, penularan infeksi pada bayi dan konsekwensi
yang serius dari infeksi.

Tujuan : meminimalkan kesalahan orang tua dan memberi dukungan koping


saat krisis.
Kriteria hasil : koping individu adekuat.

Intervensi keperawatan :

a. Kaji ekspresi verbal dan non verbal, perasaan dan gunakan mekanisme koping
b. Bantu orang tua untuk mengatakan konsepnya tentang penyakit bayi,
penyebab infeksi, lama perawatan dan komplikasi yang mungkin terjadi.
c. Berikan informasi yang akurat tentang kondisi bayi, kemajuan yang dicapai,
perawatan selanjutnya dan komplikasi yang dapat terjadi.
d. Berdasarkan perasaan orang tua saat berkunjung, beri kesempatan untuk
merawat bayi.
BAB III

PENUTUP

III.1 Kesimpulan

Keperawatan kritis dan kegawatdaruratan adalah pelayanan


profesioanal keperawatan yang diberikan pada pasien dengan
kebutuhan urgen dan kritis atau rangkaian kegiatan praktek
keperawatan kegawatdaruratan yang diberikan oleh perawat yang
kompeten untuk memberikan asuhan keperawatan di ruang gawat
darurat.

Namun UGD dan klinik kedaruratan sering digunakan untuk


masalah yang tidak urgen. Yang kemudian filosopi tentang
keperawatan gawat darurat menjadi luas, kedaruratan yaitu apapun
yang di alami pasien atau keluarga harus di pertimbangkan sebagai
kedaruratan.

Keperawatan kritis dan kegawatdaruratan meliputi pertolongan


pertama, penanganan transportasi yang diberikan kepada orang yang
mengalami kondisi darurat akibat rudapaksa, sebab medik atau
perjalanan penyakit di mulai dari tempat ditemukannya korban
tersebut sampai pengobatan definitif dilakukan di tempat rujukan.

III.2 Saran
Sebagai seorang calon perawat yang nantinya akan bekerja di
suatu institusi Rumah Sakit tentunya kita dapat mengetahui
mengenai perspektif keperawatan kritis dan kegawatdaruratan, dan
ruang lingkup kritis dan kegawadaruratan. Penulis mengharapkan
kritik dan saran dari pembaca, karena manusia tidak ada yang
sempurna, agar penulis dapat belajar lagi dalam penulisan makalah
yang lebih baik. Atas kritik dan saran dari pembaca, penulis
ucakan terimakasih.
DAFTAR PUSAKA

https://www.academia.edu/10945950/ASKEP_ANAK_Dengan_SEPSIS

https://www.academia.edu/20592936/LP_dan_Askep_Asfiksia

Anda mungkin juga menyukai