Oleh:
Fidda Syarofi’atul Lizza 3105398
Aries Nila Fadlila 3105374
Nafisatun Miswaroh 3105408
I. PENDAHULUAN
Islam sebagai agama Allah memiliki 2 sumber utama sebagai pedoman, yaitu Al-Qur’an dan Hadits.
Sumber yang kedua, yaitu Hadits merupakan penjabaran dari sumber yang pertama yang maksudnya
masih belum jelas (tersirat), khususnya yang berkaitan dengan masalah kehidupan umat.
Seiring dengan perkembangan kehidupan umat, ternyata posisi dan fungsi Hadits ini tidak saja
dipalsukan, tetapi diingkari oleh kalangan umat tertentu. Oleh sebab itu, perlu kiranya pengkajian
lebih mendalam mengenai apa itu Hadits dan apakah Hadits yang kita jadikan pegangan itu hadits yang
sahih atau tidak.
Untuk lebih jelasnya, berikut akan dipaparkan mengenai cara mengkaji hadits sahih.
II. PEMBAHASAN
A. Pengertian Hadits
Pada garis besarnya, pengertian hadits dapat dilihat melalui 2 pendekatan, yaitu pendekatan
kebahasaan (linguistik) dan pendekatan istilah (terminologi).
Dilihat dari pendekatan kebahasaan, hadits berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata hadatsa,
yahdutsu, hadtsan, haditsan dengan pengertian yang bermacam-macam. Kata tersebut bisa berarti al-
jadid min al-asy ya’ sesuatu yang baru, sebagai lawan dari kata al-qodim yang artinya sesuatu yang
sudah kuno atau klasik. Selanjutnya kata hadits dapat pula berarti al-qarib yang berarti menunjukkan
pada waktu yang dekat atau waktu yang singkat. Selain itu hadits juga dapat berarti al-khabar yang
berarti mutahaddats bih wa yungal, yaitu sesuatu yang diperbincangkan, dibicarakan atau diberitakan,
dan dialihkan dari seseorang kepada orang lain.
Dari ketiga arti kata hadits tersebut, nampaknya yang banyak digunakan adalah pengertian yang ketiga,
yaitu sesuatu yang diperbincangkan atau al-hadits dalam arti al-khabar dalam surat Al-Atur ayat 34:
Artinya: Maka hendaklah mereka mendatangkan kalimat yang semisal Al Quran itu jika mereka orang-
orang yang benar.
Surat Al-Dhuha ayat 11:
Artinya: Kami telah menurunkan Al-Qur’an kepadamu secara berkala agar kamu terangkan kepada
mereka apa-apa yang telah diturunkan kepada mereka, dan semoga mereka memikirkannya. (QS. An-
Nahl [16]: 44)
Ayat ini menunjukkan posisi Nabi sebagai penjelas terhadap Al-Qur’an seperti tentang kewajiban shalat
dalam Al-Qur’an tidak memerinci pelaksanaannya, kemudian rincian pelaksanaan shalat inilah yang
datang dari Nabi.
2. Nabi sebagai pembuat hukum
“Nabi menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan yang buruk serta membuang atau
meninggalkan beban yang melilit mereka” (QS. Al-A’raaf [7]: 157).
Ayat ini menunjukkan hak legislasi Nabi terhadap masalah hukum-hukum yang terkait dengan kebaikan
manusia.
3. Nabi sebagai teladan masyarakat muslim.
Artinya: Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.
(QS. Al-Ahzab [33]: 21)
Ayat ini menunjukkan bahwa pribadi Rasul merupakan tauladan umat yang sepatutnya diteladani
khususnya yang terkait dengan apa-apa yang telah diwajibkan Allah melalui penjelasan dan prakteknya.
4. Nabi wajib dipatuhi masyarakat.
Artinya: Katakanlah: "Taatilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, Maka Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang kafir". (QS. Ali Imron [3]: 32)
Artinya: Barang siapa yang menaati Rasul itu, Sesungguhnya ia Telah menaati Allah. dan barang siapa
yang berpaling (dari ketaatan itu), Maka kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi
mereka. (QS. An-Nisa’ [4]: 80)
Dari beberapa ayat tersebut menunjukkan bahwa Nabi memiliki otoritas yang kuat dalam Al-Qur’an.
Oleh karena itu, semua perbuatan, perkataan, ketetapan dan sifat Rasul sebagai sunnah menjadi
sumber hukum yang kedua sesudah al-Qur’an yang harus dijadikan pedoman.
C. Unsur-Unsur Pokok Hadits
Di dalam hadits terdapat dua unsur, yaitu sanad dan matan.
1. Sanad
Kata “sanad” menurut bahasa adalah “sandaran”, atau sesuatu yang kita jadikan sandaran. Dikatakan
demikian, karena hadits bersandar kepadanya. Menurut istilah, terdapat perbedaan rumusan
pengertian. Al-Badru bin Jama’ah dan Al-Thiby mengatakan bahwa sanad adalah:
ﻥﺗﻣﻟﺍ ﻕﻳﺭﻁ ﻥﻋ ﺭﺎﺑﺧﻷﺍ
Artinya: Berita tentang jalan matan.
Yang lain menyebutkan:
ﻥﺗﻣﻟﻟ ﺔﻟﺻﻭﻣﻟﺍ ﻝﺎﺟﺭﻟﺍ ﺔﻟﺳﻟﺳ
Artinya: Sisilah orang-orang (yang meriwayatkan hadits) yang menyampaikannya kepada matan hadits.
Ada juga yang menyebutkan:
ﻝﻭﻷﺍ ﺭﺩﺻﻣ ﻥﻋ ﻥﺗﻣﻟﺍ ﻭﻟﻗﻓ ﻥﻳﺫﻟﺍ ﺓﺍﻭﺭﻟﺍ ﺔﻟﺳﻟﺳ
Artinya: silsilah para perawi yang menukilkan hadits dari sumbernya yang pertama.
2. Matan
Kata “matan” atau “al-matn” menurut bahasa berarti ma irtafa’a min al-ardhi (tanah yang meninggi).
Sedang menurut istilah:
ﻡﻼﻛﻟﺍ ﻥﻣ ﺩﻧﺳﻟﺍ ﻪﻳﻟﺍ ﻰﻬﺗﻧﻳ ﺎﻣ
Artinya: Suatu kalimat tempat berakhirnya sanad.
atau dengan redaksi lain ialah: lafal-lafal hadits yang di dalamnya mengandung makna-makna tertentu.
3. Rawi
Rawi berasal dari kata “rawi” atau “al-rawi” yang berarti orang yang meriwayatkan atau memberitakan
hadits (naqil al-hadits)
III. KESIMPULAN
Hadits dari segi bahasa banyak sekali maknanya, tetapi yang banyak digunakan yaitu sesuatu yang
diperbincangkan atau al-hadits dalam arti al-khabar. Sebagian muhaditsin berpendapat bahwa
pengertian hadits dari segi istilah itu mempunyai cakupan yang luas, tidak terbatas pada apa yang
disandarkan pada Nabi SAW (hadits marfu’) saja, melainkan termasuk juga yang disandarkan kepada
para sahabat (hadits mauquf), dan tabi’in (hadits maqtu’).
Posisi hadits terhadap AL-Qur’an itu tidak bisa lepas dari posisi Nabi (sebagai sumber munculnya hadits)
terhadap Al-Qur’an. Berikut ini tentang kedudukan Nabi terhadap Al-Qur’an:
- Nabi berfungsi sebagai penjelas Al-Qur’an.
- Nabi sebagai pembuat hukum
- Nabi sebagai teladan masyarakat muslim.
- Nabi wajib dipatuhi masyarakat.
Perlunya meneliti hadits yaitu:
Hadits sangat penting kehidupannya untuk diteliti, karena hadits Nabi sebagai salah satu salah satu
sumber ajaran Islam yang kedua setelah al-Qur’an. Penelitian hadits dimaksudkan agar mengetahui
kualitas hadits karena banyaknya hadits yang tidak sahih.
Obyek penelitian hadits adalah:
Telah diterangkan bahwa hadits mempunyai unsur pokok yaitu sanad dan matan, maka obyek penelitian
hadits merujuk pada keduanya.
Dalam penelitian tentunya mempunyai tujuan yang ingin dicapai, begitu juga dengan penelitian hadits
mempunyai tujuan yang ingin dicapai yaitu: untuk mengetahui kualitas dari hadits yang diteliti, karena
kualitas hadits berhubungan dengan kesahihan hadits. Hadits yang kualitasnya tidak memenuhi syarat
dijadikan sebagai hujjah.
Langkah-langkah dalam meneliti hadits adalah sebagai berikut:
- Takhrijul Hadits
- Penelitian Sanad
- Penelitian Matan
IV. PENUTUP
Demikian makalah yang dapat kami sampaikan. Kami sebagai pemakalah menyadari bahwa makalah ini
jauh dari kesempurnaan. Untuk itu saran dan kritik yang membangun, sangat kami harapkan. Dan akhir
kata, pemakalah meminta maaf apabila terdapat kesalahan baik berupa sistematika penulisan, maupun
isi dalam makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Syiba’i, Musthafa, DR., Sunnah dan Peranannya dalam Penetapan Hukum Islam, Penerjemah DR. Nur
Cholis Majid, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1993).
Ismail, M. Syuhudi, Hadits Nabi Menurut Pembela dan Pengingkar dan Pemalsunya, (Jakarta: Gema
Insani Press, 1995).
Ismail, M. Syuhudi, Metodologi Penelitian Hadits Nabi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1992).
Nata, Abudin, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2004).
Suparta, Munzier, Ilmu Hadits, (Jakarta: Grafindo Persada, 2003).
Syukur, M. Amin, Prof. DR. H., MA., dkk, Metodologi Studi Islam, (Semarang: CV, Gunung Jati).
Ulama’i, A. Hasan Asy’ari, M.Ag, Melacak Hadits Nabi SAW, Cara Cepat Mencari Hadits Nabi dari Manual
Hingga Digital, (Semarang: RaSail, 2006).
Posted by ARIF FADHOLI at 4:10:00 PM
Email ThisBlogThis!Share to TwitterShare to FacebookShare to Pinterest