Anda di halaman 1dari 36

EVALUASI KUALITAS NUTRISI HIDROPONIC GREEN FODDER

JAGUNG KUNING YANG DIBERI PUPUK SEBAGAI PAKAN TERNAK


RUMINANSIA PADA UMUR PANEN YANG BERBEDA

PROPOSAL PENELITIAN

ISKA FARISKA
NIM. L1A1 17 142

JURUSAN PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN


UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala

rahmat dan karunia-NYA, sehingga penyusunan proposal penelitian ini yang berjudul

“Evaluasi Kualitas Nutrisi Hidroponic Green Fodder Jagung Kuning yang Diberi

Pupuk sebagai Pakan Ternak Ruminansia pada Umur Panen yang Berbeda” yang

merupakan syarat akademik guna memperoleh gelar sarjana peternakan (S.Pt).

Pada minat Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Universitas Halu Oleo Kendari

dapat terselesaikan.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan proposal ini

masih jauh dari kesempurnaan, sehingga dengan segala keterbatasan dan

kekurangan dalam penulisan proposal ini diperlukan saran dan kritik yang

sifatnya membangun sangat penulis harapkan. Akhir kata, penulis mengucapkan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang ikut berpartisipasi

demi terwujudnya proposal penelitian ini. semoga dapat bermanfaat bagi yang

membacanya demi pembangunan mutuh dan kualitas serta profesionalisme.

Kendari, 15 Januari 2021

Penulis

ii
iii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL........................................................................................i
KATA PENGANTAR.........................................................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN.............................................................................iii
DAFTAR ISI........................................................................................................iv
DAFTAR TABEL................................................................................................v
DAFTAR GAMBAR...........................................................................................vi
I. PENDAHULUAN............................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................1
1.1 Rumusan Masalah..................................................................................2
1.2 Tujuan dan Kegunaan............................................................................3
1.3 Kerangka Pikir.......................................................................................3
1.4 Hipotesis.................................................................................................4
II.TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................5
2.1 Jagung Kuning.......................................................................................5
2.2 Sistem Hidroponik.................................................................................7
2.3 Fodder Jagung........................................................................................9
2.4 Komponen nutrien..................................................................................10
2.5 Penelitian Terdahulu...............................................................................17
III. METODE PENELITIAN.............................................................................18
3.1 Waktu dan Lokasi..................................................................................18
3.2 Materi Penelitian....................................................................................18
3.3 Prosedur Penelitian................................................................................18
3.4 Rancangan Penelitian.............................................................................20
3.5 Parameter Penelitian..............................................................................21
3.6 Prosedur Analisis Parameter..................................................................22
3.7 Analisis Data..........................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Komposisi Kimia Jagung Kuning (Zea mays L.)....................................7

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Jagung Kuning (Zea mays L.)............................................................6


Gambar 2. Fodder Jagung Hidroponik.................................................................10

vi
1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sektor peternakan memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan karena

memiliki nilai strategis dalam memenuhi kebutuhan pangan khususnya protein

hewani. Salah satu faktor keberhasilan suatu peternakan ruminansia adalah

ketersediaan hijauan yang cukup. Hijauan merupakan sumber pakan paling penting

dalam memenuhi kebutuhan hidup pokok, produksi dan reproduksi ternak.

Ketersediaan hijauan pakan yang kurang stabil merupakan kendala utama yang

dihadapi oleh para peternak ruminansia. Pada musim hujan ketersediaan hijauan

sangat melimpah, namun pada saat musim kemarau ketersediaan hijauan sangat

terbatas. Selain itu lahan yang sempit juga menjadi faktor pembatas ketersediaan

hijauan. Oleh karena itu dibutuhkan teknologi yang dapat menjadi solusi untuk

memenuhi kebutuhan hijauan. Salah satu solusi yang tepat adalah dengan sistem

tanam hidroponik.

Hydroponic adalah teknik budidaya tanaman pakan yang menggunakan media

cair untuk tumbuh. Kelebihan dari teknik ini yaitu mampu menghasilkan produk

berkualitas dan palatabilitas hijauan yang tinggi, tidak memerlukan lahan yang luas,

dan waktu panen yang relatif singkat serta tidak tergantung pada musim sehingga

tanaman dapat ditanam sepanjang tahun. Keberhasilan sistem tanam hidroponik

dipengaruhi oleh faktor lingkungan diantaranya kelembaban, temperatur dan angin.

Pada umumnya budidaya tanaman dengan sistem hidroponik dilakukan didalam


2

green house (Suhardiyanto, 2009). Salah satu tanaman pakan yang cocok di

kembangkan menggunakan sistem ini adalah tanaman jagung.

Jagung adalah salah satu komoditas tanaman serealia yang dapat

dikembangkan dengan system tanam hidroponik dalam bentuk hijauan pakan. Hal ini

disebabkan karena jagung tergolong tanaman dengan laju pertumbuhan yang cepat

sehingga dapat diproduksi dalam waktu yang singkat. Jagung kuning juga dapat

dimanfaatkan sebagai hijauan yang menjadi salah satu sumber pakan ternak

dikarenakan jagung memiliki nutrisi yang dapat memenuhi kebutuhan energi dan

senyawa lain untuk ternak ruminansia (Pampang, 2017).

Salah satu alternatif pemanfaatan jagung sebagai pakan yaitu fodder jagung.

Fodder jagung adalah alternatif baru bagi peternak sebagai sumber pakan hijauan

bernutrisi, sederhananya fodder jagung adalah membenihkan buliran jagung

kemudian disemai dari umur 11-14 hari dan diberikan kepada ternak ruminansia

sebagai alternatif pakan yang sangat bergizi. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan

untuk melihat kandungan nutrisi hidroponik fodder jagung yang diberi pupuk pada

umur panen yang berbeda.

1.2 Rumusan Masalah

Permasalahan yang peternak alami saat ini adalah ketersediaan hijauan pakan

yang terbatas pada saat musim kemarau dan semakin menyempitnya lahan untuk

penanaman hijauan pakan. Salah satu alternatif untuk mengatasi persoalan hijauan

pakan adalah pengembangan fodder jagung dengan sistem tanam hidroponik. Oleh
3

karena itu rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimana profil kandungan

nutrien dari hidroponik green fodder jagung kuning pada umur panen yang berbeda.

1.3 Tujuan dan Kegunaan

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi profil kandungan nutrient

tanaman hidroponik green fodder jagung kuning pada umur panen yang berbeda.

Manfaat penelitian ini adalah sebagai informasi bagi masyarakat, peternak,

akademisi dan wirausahawan mengenai aplikasi sistem hidroponik dan umur panen

green fodder jagung yang paling baik sehingga dapat menjadi solusi kelangkaan hija

uan pakan pada lahan yang sempit terutama pada musim kemarau.

1.4 Kerangka Pikir

Hijauan merupakan sumber pakan paling penting dalam memenuhi kebutuhan

hidup pokok, produksi dan reproduksi ternak ruminansia. Salah satu faktor yang

mempengaruhi keberhasilan suatu usaha peternakan adalah ketersediaan hijauan yang

cukup. Akan tetapi kendala yang biasa dihadapi peternak yaitu ketersediaan hijauan

yang kurang stabil khususnya pada musim kemarau hijauan sangat terbatas dan lahan

yang sempit juga menjadi faktor pembatas ketersediaan hijauan. Sehingga sangat

penting untuk mencari alternative lain dalam menyediakan hijauan pakan. Salah satu

solusi yang tepat untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan sistem tanam

hijauan secara hidroponik. Fodder jagung yang berasal dari penanaman secara

hidroponik sangat potensial untuk dimanfaatkan sebagai pakan karena jagung


4

tergolong tanaman dengan laju pertumbuhan yang cepat sehingga dapat diproduksi

dalam waktu yang singkat dan memiliki komposisi nutrisi yang lebih baik dengan

penambahan pupuk sehingga dapat memenuhi kebutuhan nutrisi ternak . Oleh karena

itu penelitian ini dilakukan untuk melihat tingkat efektifitas teknologi hidroponik

yang dipanen pada umur yang berbeda dalam memproduksi hijauan bernutrisi dan

berkesinambungan sepanjang tahun. Kerangka pikir dalam penelitian dapat dilihat

pada Gambar 1.

Ketersediaan Hijauan

Musim Lahan Sempit

Kemarau Hujan

Produksi Hijauan
Rendah

Sistem Hidroponik

Masa Panen

Kadar Nutiren Fodder Jagung

PK SK BK BO

Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian


5

1.5 Hipotesis

Diduga pemanenan pada umur yang berbeda berpengaruh terhadap kandungan

nutrisi hidroponik green fodder jagung kuning.


6

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Jagung Kuning

Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu jenis tanaman pangan

biji-bijian dari keluarga rerumputan. Tanaman ini merupakan salah satu tanaman

pangan yang penting, selain gandum dan padi. Tanaman jagung berasal dari Amerika

yang tersebar ke Asia dan Afrika, melalui kegiatan bisnis orang Eropa ke Amerika.

Jagung memiliki kandungan gizi dan vitamin, di antaranya kalori, protein, lemak,

karbohidrat, kalsium, dan mengandung banyak vitamin (Mulyadi et al., 2011).

Jagung kuning merupakan varietas unggul local yang telah dilepas sebelum

tahun 1945 sebagai varietas unggul dengan nomor silsilah 1. Jagung ini tergolong

varietas bersari bebas dengan umur panen 105–110 hari, biji berwarna kuning dengan

tipe biji mutiara (flint), tidak tahan terhadap bulai dan merupakan hasil seleksi massa.

Produksi tanaman dengan penerapan model Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT)

menghasilkan 3,0 ton/ha pipilan kering (Hermanto et al., 2009).

Pigmen antosianin berperan dalam menghasilkan warna ungu atau merah

sedangkan warna kuning ditentukan oleh karotenoid. Tidak terbentuknya kedua

kelompok pigmen tersebut menghasilkan warna putih. Jagung ini mempumyai

keunggulan ketahanan penyakit tahan hawar daun harphopora, dan karat daun

Puccinia sp, sedikit rentan terhadap hama penggerek batang dan varietas ini

dianjurkan ditanam didataran rendah (Latuharhary, 2017).


7

Menurut Zakariah (2012), tanaman jagung merupakan jenis family dari

graminae yang dapat digunakan sebagai hijauan pengganti rumput untuk menjaga

ketersediaan pakan hijauan. Tanaman jagung secara taksonomi digolongkan sebagai

berikut :

Gambar 2.1 Jagung Kuning (Zea mays L.)


Sumber (Siduta.com)

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Sub divisio : Angiospermae

Classis : Monocotyledone

Ordo : Graminae

Familia : Graminaceae

Genus : Zea

Species : Zea mays L.

Jagung merupakan salah satu jenis tanaman c4 yang mampu beradaptasi

dengan baik dengan faktor pembatas pertumbuhan dan produksi. Salah satu sifat

tanaman jagung sebagai tanaman c4, antara lain daun mempunyai laju fotosintesis
8

lebih tinggi, fotorespirasi dan transpirasi rendah, efisien dalam penggunaan air,

sehingga mudah tumbuh dan beradaptasi dengan lingkungan serta cuaca sekitar

walaupun ada faktor yang meghambat pertumbuhan dan produksinya seperti

temperatur dan kelembaban lingkungan (Goldsworthy, 1980).

Menurut Inglett (1987) kandungan nutrien biji jagung dapat dilihat pada table

1.

Tabel 1. Komposisi Kimia Jagung (Zea mays L.)


Nutrien Persentase (%)
Protein 8-11%
Lemak 3-18%
Serat 12-14%
Karbohidrat 1-3%
Abu 1,3%
Bahan kering 12-15%
Kadar air 15%

Tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman jagung adalah subur, gembur,

banyak mengandung bahan organik, aerase dan drainasenya baik. Tanah dengan

tekstur lempung berdebu adalah yang terbaik untuk pertumbuhannya. Tanah-tanah

dengan tekstur berat masih dapat ditanami jagung dengan hasil yang baik apabila

pengelolaan tanah dikerjakan secara optimal, sehingga aerase dan ketersediaan air di

dalam tanah berada dalam kondisi baik. kemasaman tanah (pH) yang baik untuk

pertumbuhan tanaman jagung berkisar antara 5,6 – 7,5 (Rochani, 2007).


9

2.2 Sistem Hidroponik

Hidroponik berasal dari bahasa latin, kata hidro yang artinya air dan ponics

berarti pengerjaan. Sehingga definisi hidroponik adalah pengerjaan atau pengelolaan

air yang digunakan sebagai media tumbuh tanaman dan juga sebagai tempat akar

tanaman mengambil unsur hara yang diperlukan. Umumnya media tanam yang

digunakan bersifat porous, seperti pasir, arang, sekam, batu apung, kerikil, rockwool

dan lain-lain (Lingga, 2002).

Hidroponik adalah segala bentuk atau teknik budi daya tanaman yang

menggunakan media tumbuh selain tanah. dengan kata lain dapat juga dikatakan

budidaya tanpa tanah (soilless culture). Berdasarkan media tanam yang digunakan,

hidroponik dapat dilakukan dengan tiga metode, yaitu: 1) metode kultur air. pada

metode ini, air digunakan sebagai media tanam; 2) metode kultur pasir. metode ini

menggunakan pasir sebagai media, serta paling praktis dan lebih mudah dilakukan; 3)

metode kultur porous. pada metode ini, bahan yang digunakan antara lain kerikil,

pecahan genteng, dan gabus putih. (Lingga, 2000).

Sistem hidroponik adalah teknologi yang revolusioner untuk memproduksi

green fodder pada abad ke 21. Prinsip budidaya hydroponic fodder adalah terletak

pada kondisi kelembaban, cahaya, temperatur dan ketersediaan media cair. Beberapa

instalasi hidroponik telah dilengkapi dengan sistem otomatis untuk pengaturan aliran

air, nutrien, pencahayaan dan kelembaban, tergantung dari kebutuhan setiap jenis

tanaman (Lee, 2015).


10

Menurut Suprapto et al., (2000), ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam

budi daya sayuran secara hidroponik, yaitu pengelolaan tanaman dan kesehatan

tempat tumbuh tanaman. Pengelolaan tanaman meliputi kesesuaian komoditas yang

diusahakan, kesesuaian media tumbuh yang digunakan, kesesuaian larutan nutrisi

yang akan diberikan, dan teknik pemeliharaan. lingkungan tempat tumbuh meliputi

larutan nutrisi dalam media tumbuh dan lingkungan sekitarnya, perlu dijaga

kesehatannya untuk menghindari adanya hama serta penyakit.

Teknologi budidaya secara hidroponik memiliki beberapa kelebihan

dibandingkan sistem budidaya konvensional (menggunakan media tanah) antara lain

tanaman yang dihasilkan terbebas dari hama dan penyakit, penggunaan pupuk dan air

lebih efisien, lingkungan kerja yang bersih serta produk yang dihasilkan umumnya

berkualitas lebih baik sehingga harga jualnya lebih tinggi. Keuntungan tersebut

memungkinkan teknologi budidaya ini dapat dilakukan oleh petani di lahan yang

sempit atau daerah-daerah yang kurang subur di Indonesia sehingga ketergantungan

pada tanah subur dapat dikurangi (Hartus, 2003).

2.3 Fodder Jagung

Fodder adalah istilah untuk tanaman atau hijauan yang digunakan sebagai

pakan ternak. Fodder hidroponik bisa diartikan sebagai pakan ternak yang produksi

dengan cara atau metode hidroponik. Metode fodder hidroponik dilakukan dengan

cara menyemai biji-bijian seperti jagung, sorgum dan gandum. layaknya teknik

bercocok tanam seperti biasa, pada tanaman hidroponik juga memerlukan proses
11

skarifikasi sebelum penyemaian dan pemupukan dengan dosis yang tepat untuk

mendapatkan hasil produksi yang maksimal (Izzatullah, 2018).

Fodder jagung hidroponik cukup potensial digunakan sebagai hijauan pakan

bagi ternak ruminansia yang dapat meningkatkan dinamika protein dan enzim

protease dalam rumen karena memiliki kandungan nutrisi terutama protein kasar yang

lebih tinggi dan daya cerna yang lebih baik dibanding jagung muda (tebon jagung).

Adapun hasil analisis proksimat pada fodder jagung hidroponik menunjukan bahwa

protein kasar fodder jagung hidroponik sebesar 14,9% dibandingkan dengan tebon

jagung sebesar 10,7% (Faradha, 2019).

Gambar fodder jagung hidroponik dapat disajikan pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3. Fodder Jagung Hidroponik


Sumber (Dokumentasi Pribadi, 2021)

Hydroponic fodder mampu mengatasi permasalahan hijauan di lahan terbatas,

memiliki kecernaan tinggi dan ramah lingkungan. Penggunaan hydroponic fodder

sebagai pakan berkualitas telah diaplikasikan kepada berbagai komoditas ternak

diantaranya: sapi perah, domba, kuda, kelinci dan burung puyuh. Kajian ini

membahas berbagai aplikasi hydroponic fodder sebagai pakan ternak berdasarkan


12

perspektif kandungan nutrien, pengaruhnya terhadap performa ternak serta prospek

pemanfaatannya di masa pandemik covid-19 (wahyono, 2020).

2.4 Komponen Nutrien

2.4.1 Kadar Protein Kasar

Protein merupakan suatu senyawa yang disusun oleh asam amino. Asam amino

satu sama lain terikat oleh ikatan peptide. Gugus amino dari satu asam dengan gugus

karboksil dari asam amino lain dengan mengeluarkan satu molekul air. Protein

merupakan senyawa organik kompleks yang tersusun dari unsur C, H, O, dan N

(Suprijatna et al., 2005).

Protein kasar adalah semua zat yang mengandung nitrogen. Diketahui bahwa

dalam protein rata-rata mengandung nitrogen 10% (kisaran 13- 19%). Protein adalah

senyawa organik kompleks yang mempunyai berat molekul tinggi seperti halnya

karbohidrat dan lipida. protein mengandung unsur-unsur korbon, hidrigen dan

oksigen, tetapi sebagai tambahannya semuan protein mengandung nitrogen (Tillman

et al., 1991).

Protein adalah makromolekul polipeptida yang tersusun dari sejumlah L-asam

amino yang di hibungkan oleh ikatan peptida. Suatu molekul protein di susun oleh

sejumlah asam amino dengan susunan tertentu dan bersifat turunan. Asam amino

terdiri dari unsur-unsur karbon, hidrogen, oksigen. Unsur nitrogen adalah unsur

utama protein sebanyak 16% dari berat protein. Molekul protein juga mengandung
13

fosfor, belerang dan ada jenis protein yang mengandung unsure logam seperti

tembaga dan besi (Probosari, 2019).

Pertumbuhan sangat erat kaitannya dengan ketersediaan protein dalam pakan.

Protein dalam pakan dengan nilai biologis tinggi akan memacu penimbunan protein

tubuh lebih besar dibanding dengan protein yang bernilai biologis rendah. Protein

adalah nutrien yang dibutuhkan dalam jumlah besar pada formulasi pakan ternak.

Melihat pentingnya peranan protein di dalam tubuh ternak maka protein pakan perlu

diberikan secara terus menerus dengan kualitas dan kuantitas yang memadai. Kualitas

protein pakan, terutama ditentukan oleh kandungan asam amino esensialnya, semakin

rendah kandungan asam amino esensialnya maka mutu protein semakin rendah pula

(Indah, 2007).

Apabila energi dan nutrien non-protein seperti lemak dan karbohidrat tidak

terpenuhi, maka protein akan digunakan sebagai sumber energi sehingga fungsi

protein sebagai pembangun tubuh akan berkurang. Tingkat energi protein dalam

pakan juga mempengaruhi konsumsi pakan. Jika energi protein melebihi kebutuhan

maka akan menurunkan konsumsi sehingga pengambilan nutrien lainnya termasuk

protein akan menurun (Haetami, 2012).

2.4.2 Kadar Serat Kasar

Serat kasar mempunyai pengertian sebagai fraksi dari karbohidrat yang tidak

larut dalam basa dan asam encer. Yang termasuk dalam komponen serat kasar ini

adalah campuran hemisellulosa, sellulosa dan lignin yang tidak larut. Penurunan serat
14

kasar pada setiap lama waktu penyimpanan pakan dengan perekat karagenan,

disebabkan karena terjadi penguraian serat kasar oleh aktifitas mikroorganisme pada

pakan. Aktifitas mikroorganisme dalam pakan disebabkan karena adanya zat nutrisi

yang terkandung dalam serat kasar pada pakan seperti selulosa, hemiselulosa,

polisakarida dan lignin Selama penyimpanan, mikroorganisme tersebut merombak

ikatan lignoselulosa yang terdapat pada lignin didalam serat kasar (Sari, 2015).

Serat kasar membantu dalam mempercepat ekskresi sisa-sisa pakan melalui

saluran pencernaan, namun keberadaan serat kasar didalam pakan saja tidak cukup

dalam menunjang kecernaan pakan, terdapat faktor-faktor lain yang berpengaruh

didalamnya. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi daya cerna pakan salah satunya

adalah perbedaan spesifik sistem pencernaan pada ternak yang dapat menyebabkan

perbedaan kemampuan ternak dalam mencerna pakan (Megawati, 2012).

Serat kasar terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin yang sebagian besar

tidak dapat dicerna ternak dan bersifat sebagai pengganjal atau bulky. Serat kasar

dapat membantu gerak peristaltik usus, mencegah penggumpalan ransum dan

mempercepat laju digesta. Kadar serat kasar yang terlalu tinggi, pencernaan nutrien

akan semakin lama dan nilai energi produktifnya semakin rendah. Serat kasar yang

tinggi dapat menurunkan konsumsi karena serat kasar bersifat voluminous. Ransum

yang tinggi kandungan serat kasarnya menyebabkan kurang palatable, sehingga

menghasilkan konsumsi yang rendah (Prawitasari, 2012).

Penurunan serat kasar jerami padi disebabkan karena degradasi komponen

serat kasar oleh mikroorganisme rumen menjadi asam–asam organik dalam proses
15

fermentasi. Dengan dirombaknya sellulosa dan peregangan ikatan komplek yang

merupakan salah satu komponen serat kasar, maka kandungan serat kasar akan turun.

Sellulosa, hemisellulosa dan pektin yang merupakan serat kasar dapat dicerna dengan

baik oleh mikroorganismerumen dalam proses fermentasi. Sellulosa yang terdapat

pada pakan hijauan kering dan jerami yang berkualitas rendah akan berasosiasi

dengan lignin dan komponen lain yang membuat sellulosa lebih sulit terdegradasi .

perlakuan secara biologis fermentasi untuk meningkatkan nilai nutrisi dan kecernaan

jerami padi dengan bantuan mikroorganisme. Isi rumen dan lama pemeraman

menyebabkan penurunan kadar dinding sel pada jerami padi, hal ini terjadi karena

adanya aktivitas mikroorganisme selama pemeraman (Hanum, 2011).

Semakin tinggi kandungan lignin semakin sulit bahan pakan tersebut

dirombak/dipecah/dicerna. Hal ini mengingat lignin mempunyai ikatan kompleks

yang sangat kokoh dan secara fisik bertindak sebagai penghalang proses perombakan

dinding sel bahan pakan oleh mikroba rumen. Degradasi senyawa lignin hanya dapat

dilaksanakan oleh enzim dari mikroba tertentu salah satunya bakteri lignolitik (Perez

et al., 2002).

Pemanfaatan isolat bakteri lignolitik sebagai sumber inokulan disinyalir akan

mampu meningkatkan degradasi senyawa lignin yang merupakan faktor pembatas

utama pemanfaatan limbah pertanian sebagai bahan pakan ternak. Isolat bakteri

lignolitik yang diisolasi dari rumen sapi bali dan rayap mempunyai kemampuan

degradasi substrat lignin, baik sumber lignin sintesis (asam tanat) maupun bahan
16

pakan kaya lignin yang cukup tinggi. Isolat bakteri lignolitik asal kolon kerbau, feses

gajah, mempunyai aktivitas enzim lignase yang cukup tinggi (Wahyudi, 2009).

2.4.3 Bahan Kering

Bahan kering adalah total zat-zat pakan selain air dalam suatu bahan pakan,

kebutuhan bakan kering ini dipenuhi dari hijauan dan konsentrat. Bahan kering

merupakan faktor yang penting dalam menentukan jumlah danefisiensi produktifitas

ruminansia, dimana ukuran tubuh ternak sangat mempengaruhi konsumsi pakan.

Bahan kering meliputi senyawa organik yang meliputi karbohidrat, protein, lipid dan

non organik yang meliputi vitamin dan mineral. Dalam sebuah pakan haruslah

memenuhi kereteria bahan baku, bahan kering terutama kadar air. Kadar air dalam

suatu bahan pakan sangat mempengaruhi kualitas dan daya simpan dari bahan pakan

tersebut. Apabila kadar air bahan pakan tersebut cukup tinggi maka bahan pakan

tersebut memiliki kadar bahan kering yang relatife rendah (Winarno, 2004).

Semakin tua umur tanaman maka kadar airnya akan semakin menurun dan

kadar bahan keringnya meningkat. Umur tanaman dapat memengaruhi kadar air

dalam bahan tanaman, kadar bahan kering semakin meningkat seiring dengan

semakin tua umur tanaman tersebut. Adanya pengaruh umur pemotongan terhadap

kadar air tanaman juga disebabkan tanaman yang masih muda mempunyai sel aktif

untuk melakukan proses pembelahan sel maupun pembentukan jaringan. Tanaman

yang berusia tua terjadi penebalan dinding sel yang mengakibatkan kandungan bahan

kering meningkat dan kadar air menurun (Aulia, 2017).


17

Semakin tinggi umur tanaman maka komponen dinding sel suatu hijauan akan

semakin tinggi. Perubahan produksi segar dan kering seiring dengan lama umur

pemotongan dikarenakan proporsi bahan kering yang dikandung oleh suatu tanaman

berubah seiring dengan umur tanaman. Semakin tua tanaman maka akan lebih sedikit

kandungan airnya dan proporsi dinding selnya lebih tinggi dibandingkan dengan isi

sel. Bila kandungan dinding sel suatu tanaman semakin tinggi, maka tanaman tersebut

akan lebih banyak mengandung bahan kering (Djune, 2005).

2.4.4 Bahan Organik

Bahan organik utamanya berasal dari golongan karbohidrat, yaitu BETN

dengan komponen penyusun utama pati dan gula yang digunakan oleh bakteri untuk

menghasilkan asam laktat. Kehilangan BO ditandai dengan meningkatnya kandungan

air dan serat kasar silase serta turunnya kandungan BETN silase. Pada perlakuan

menggunakan silase terjadi peningkatan kecernaan bahan organik. Pada proses

ensilse terjadi aktivitas bakteri pembentuk asam laktat sampai pH mencapai 4-5.

Aktivitas mikroba ini kemungkinan menyebabkan merenggangnya ikatan

lignosellulosa dan lignoprotein pada pucuk tebu (Muhtaruddin, 2007).

Kecernaan bahan organik menggambarkan ketersedian nutrien dari pakan.

Kecernaan bahan organik dalam saluran pencernaan ternak meliputi kecernaan zat-zat

makanan berupa komponen bahan organik seperti karbohidrat, protein, lemak dan

vitamin. Bahan-bahan organik yang terdapat dalam pakan tersedia dalam bentuk tidak
18

larut, oleh karena itu diperlukan adanya proses pemecahan zat-za tersebut menjadi

zat-zat yang mudah larut (Suardin, 2014).

Pada proses fermentasi yang menyebabkan terjadinya pemecahan kandungan

substrat sehingga mempermudah mikroorganisme yang ada untuk mencerna bahan

organik, dan hasil fermentasi bahan organik melepaskan hasil fermentasi berupa gula,

alkohol, dan asam asam amino dan juga disebabkan oleh aktifitas jasa renik sehingga

terjadi perubahan yang mempengaruhi nilai gizi silase. Proses fermentasi yang

dilakukan jasad renik sehingga terjadi perubahan yang mempengaruhi nilai gizi yaitu

karbohidrat diubah menjadi alkohol, asam organik, air, dan CO2. Penggunaan

molases juga merupakan sumber karbohidrat untuk bakteri asam laktat yang

digunakan dalam fermentasi yang menyebabkan terjadi peningkatan kadar air yang

mengakibatkan terjadinya kehilangan bahan organik (Astuti, 2017).

2.5 Penelitian Terdahulu

Penelitian Widayanti (2008) diperoleh hasil kandungan serat kasar fodder

jagung yang ditanam dengan sistem hidroponik dengan umur panen yang berbeda

mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya masa panen. Kandungan serat

kasar tertinggi pada perlakuan pemanenan 13 hari yaitu 14,82% dan terendah pada

perlakuan pemanenan 7 hari yaitu 9,60%. Perbedaan masa panen pada tanaman

sangat berpengaruh terhadap kandungan serat kasar tanaman. Semakin lama umur

panen tanaman maka kandungan serat kasarnya semakin tinggi, sebaliknya terlalu

awal atau dilakukan pemanenan pada umur yang pendek, hijauan tersebut akan selalu
19

dalam keadaan muda sehingga kandungan protein dan kadar airnya tinggi tetapi kadar

seratnya rendah.

Hasil penelitian Gardner et al., (1991) menyatakan bahwa umur pemanenan

yang lebih lama memiliki kesempatan lebih banyak bagi sel tanaman untuk menyusun

serabut dinding selnya sehingga kadar serat kasar yang merupakan struktur utama

dinding sel menjadi semakin banyak jumlahnya. Akan tetapi pada umur panen yang

dilakukan yakni hingga umur 14 hari tanaman fodder jagung masih tergolong muda

sehingga kandungan serat kasarnya tidak tertalu tinggi.


20

III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan selama 3 bulan yaitu bulan April sampai Juni

2021. Bertempat di Rumah Kaca Unit Agrostologi dan Laboratorium Unit Analisis

Pakan Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Halu Oleo. Kendari.

3.2 Materi Penelitian

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah jagung kuning (Zea mays L.)

4200 gram, air, tepung green fodder jagung, pereaksi selen, H2SO4, aquades, NaOH,

asam borat dan HCl.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu instalasi hidroponik, rak, pipa,

mesin pompa air, digital timer, ember, timbangan digital, timbangan analitik, Loyang,

cawan porselin, gunting, kertas label, oven 60º C, oven 105º C, desikator, tanur,

gegep, pipet tetes, seperangkat alat destilasi, labu erlenmeyer, gelas piala, kertas

saring, pompa vacum, hotplate, gelas ukur, gelas kimia, labu kjedal, kompor listrik,

lemari asam, bulp, buret, alat tulis dan kamera.

3.3 Prosedur Penelitian

a. Produksi Fodder yang dilakukan secara Hydroponic

(i). Pembuatan Rak Media Hydroponic


21

Instalasi hidroponik dibuat menggunakan paralon yang mampu menampung

16 rak berbahan polyethylene masing-masing berukuran 40x60 cm. Instalasi

dihubungkan dengan sistem irigasi otomatis sebagai instrument pengairan. Instalasi

hidroponik ditempatkan pada ruangan rumah kaca. Pembuatan instalasi rak

hydroponic dilakukan dengan cara mengukur luas lahan untuk tempat yang

digunakan sebagai lokasi kemudian perancangan desain kerangka setelah itu

pemotongan pipa dan memasang sesuai rancangan bangunan yang dibuat. Setelah

semua telah dibuat, proses selanjutnya adalah perakitan kerangka, jika kerangka

sudah jadi maka hubungkan water pump kedalam paralon menggunakan pipa kecil

sebagai jalan sirkulasi air dari dan menuju bak penampungan. Selanjutnya masukkan

wadah media tanam beserta semua perangkat lainnya ke dalam kerangka dan instalasi

siap digunakan.

(ii). Persiapan Benih

Persiapan benih jagung kuning untuk ditanam pada mediah hydroponic

dilakukan dengan menyeleksi benih jagung kuning yang akan digunakan. Kegiatan

ini bertujuan untuk menentukan benih jagung kuning yang akan dibudidayakan.

Benih jagung kuning yang baik dipisah kemudian dijemur selama dua hari di bawah

sinar matahari. Setelah itu benih jagung kuning tersebut ditimbang dan direndam

dalam air bersih selama 24 jam. Perendaman benih jagung dilakukan sampai bengkak

sehingga kulitnya mudah terkelupas yang memudahkan keluarnya kecambah dari

benih tersebut.
22

(iii). Penanaman Media Tanam Hydroponic

Setelah direndam dalam air bersih, benih jagung diangkat dan ditiriskan

kemudian disebar pada rak hydroponic sebanyak 210 g benih jagung kuning per

nampan atau rak.

b. Pemeliharaan Hydroponic Green Fodder Jagung Kuning

Kegiatan pemeliharaan meliputi pengecekkan kondisi air media, pengamatan

daya tumbuh benih dan penyiraman. Pengaliran air dilakukan setiap hari sampai

waktu panen yaitu selama 8-14 hari untuk menjaga agar benih dapat tumbuh dengan

baik. Pengaliran air media tanaman hidroponik dilakukan 6 kali sehari yaitu mulai

dari jam 6 pagi sampai jam 9 malam (Usman, 2018).

3.4 Rancangan Penelitian

Penelitian ini didesain menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) untuk

mengukur 4 perlakuan dalam 4 ulangan. Sehingga diperoleh 16 unit percobaan.

Rincian perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas :

P 1 = Media tanam hidroponik umur pemanenan 8 hari

P 2 = Media tanam hidroponik umur pemanenan 10 hari

P 3 = Media tanam hidroponik umur pemanenan 12 hari

P 4 = Media tanam hidroponik umur pemanenan 14 hari

Pengacakkan dilakukan dengan menggunakan undian. Denah instalasi

hidroponik hasil pengacakkan dengan metode RAL dapat dilihat pada Gambar 3.
23

P1U1 P3U1
P3U4 P4U1
P2U1 P2U4
P1U3 P4U3
P3U2 P4U2
P4U4 P1U4
P3U3 P2U3
P2U2 P1U2
Gambar 3.4 Denah Instalasi Hidroponik Hasil Pengacakkan Metode RAL

Model matematis yang digunakan untuk penelitian ini yaitu :

Yij = µ + α i + εij

Keterangan :

Yij = Nilai pengamatan pada perlakuan dan ulangan

µ = Nilai rata-rata umum pengaruh perlakuan

α i = Pengaruh perlakuan ke- i (I = 1,2,3 dan 4)

εij = Pengaruh galat perlakuan ke-i, pada ulangan ke- j (I = 1,2,3 dan 4)

i = Perlakuan ke 1,2,3, dan 4

j = Ulangan 1,2,3 dan 4

3.5 Parameter Penelitian

Parameter penelitian yang diukur terdiri atas, kadar protein kasar (PK), kadar

serat kasar (SK), kadar bahan kering (BK) dan kadar bahan organik (BO).
24

3.6 Prosedur Analisis Parameter

Metode analisis untuk mengetahui kandungan nutrien dari parameter yang

diukur mengunakan analisis proksimat untuk mrndapatkan data protein kasar (PK)

serat kasar (SK), kadar bahan organik (BO) dan kadar bahan kering (BK)

menggunakan metode AOAC 2005 dari sampel fodder yang diperoleh dari masing-

masing perlakuan.

1. Kadar Protein Kasar

Penentuan kadar protein dilakukan dengan cara menimbang sampel sebanyak

0,25 gram lalu masukkan kedalam labu Kjeldahl 100 ml dan di tambahkan 0,25 gram

campuran bahan (5 g K2SO4; 0,25g CuSO4; 0,1 g selenium) dan 3 ml H2SO4 pekat.

Kemudian dilakukan destruksi (pemanasan dalam keadaan mendidih) selama 1 jam

sampai larutan jernih. Setelah dingin ditambahkan 50 ml akuades dan 20 ml NaOH

40%, lalu didestilasi. Hasil destilasi ditampung dalam labu erlenmeyer yang berisi

campuran 10 ml H3BO3 dan 2 tetes brom kresol hijau berwarna merah muda. Setelah

volume tampungan (destilat) menjadi 25 ml dan berwarna kebiruan, destilasi

dihentikan dan destilat dititrasi dengan HCl 0,02 N sampai merah muda. Perlakuan

yang sama dilakukan juga terhadap blangko (AOAC, 2005). Dengan metode ini

diperoleh kadar nitrogen total yang dihitung dengan rumus:

( S−B ) x N HCL x 14
% Nitrogen= x 100 %
W x 1000

Kadar protein = % Nitrogen x 6,25


25

Keterangan :

S: volume titran sampel

B: volume titran blangko

W: bobot sampel kering

N: normalitas HCl

2. Kadar Serat Kasar

Analisis serat kasar dilakukan dengan cara menimbang sampel 0,8-1 g lalu

masukkan ke dalam gelas piala 600 ml dan ditambahkan 50 ml H2SO4 0.3 N lalu

dipanaskan diatas pemanas listrik selama 30 menit. Cairan dikeringkan dalam alat

pengering dalam corong bunchner. Penyaringan dilakukan didalam labu penghisap

yang dihubungkan dengan pompa vakum (AOAC, 2005). Kemudian kertas saring

dimasukkan ke dalam oven kemudian dimasukkan kedalam tanur sampai menjadi abu

selama 6 jam. Adapun rumus perhitungan sebagai berikut :

B−C− A
kadar serat kasar ( SK ) = x 100 %
X

Keterangan :

X = Bobot contoh (sampel)

A= Bobot kertas saring

B= Bobot setelah oven

C= Bobot sampel setelah tanur

3. Kadar Bahan Kering


26

Analisis bahan kering dilakukan dengan memasukkan Cawan porseling yang

bersih ke dalam oven dan pada suhu 105 ºC selama 24 jam kemudian didinginkan

kedalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (a gram), Sampel ditimbang

sebanyak ± 1 gram dimasukkan ke dalam cawan porselin dan ditimbang bersama-

sama (b gram). Kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 105 ºC selama 24 jam

dan setelah kering didinginkan dalam desikator dan ditimbang kembali (c gram).

Sehingga diperoleh perhitungan :

b−a
Kadar Air = x 100 %
c−a

Kadar bahan kering = 100% - Kadar Air

Keterangan :

a = berat cawan kosong (gram)

b = berat cawan + sampel sebelum dioven (gram)

c = berat cawan + sampel setelah dioven (gram)

4. Kadar Bahan Organik

Analisis bahan organik dilakukan dengan cara sampel dari analisa bahan kering

dimasukkan kedalam tanur listrik selama 3 jam pada suhu 600 ᵒC. Kemudian tanur

dimatikan dan dibiarkan agak dingin kemudian tanur dibuka lalu sampel diambil dan

dimasukkan kedalam desikator selama 30 menit, kemudian ditimbang (d gram).

Adapun rumus perhitungan adalah sebagai berikut :


27

d−a 100−Kadar Abu


Kadar Abu= x 100 %% BahanOrganik= x bk %
b−a 100

BO = %BO x BK

Keterangan :

a = Berat cawan kosong (gram)

b = Berat cawan + sampel sebelum dioven (gram)

d = Berat cawan + sampel setelah ditanur (gram)

3.7 Analisis Data

Apabila perlakuan berpengaruh nyata maka dilanjutkan dengan uji beda antar

perlakuan menggunakan uji lanjut Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) pada taraf

kepercayaan 95% (α=0,05) menggunakan perangkat SPSS.

DAFTAR PUSTAKA
28

[AOAC] Association Of Official Agricultural Chemists. 2005. Official Methods Of


Analysis. 17th Ed. Washington Dc (Us): Assoc Of Official Analytical
Chemist.
Astuti T, MN Rofiq, Nurhaita. 2017. Evaluasi Kandungan Bahan Kering, Bahan
Organik dan Protein Kasar Pelepah Sawit Fermentasi dengan Penambahan
Sumber Karbohidrat. Jurnal Peternakan. 14 (2) : 42–47.
Aulia F, Erwanto, AK Wijaya. 2017. Pengaruh Umur Pemotongan Terhadap Kadar
Air, Abu, Dan Lemak Kasar Indigofera Zollingeriana. 2598– 3060.
Djuned H, Mansyur, HB Wijayanti. 2005. Pengaruh Umur Pemotongan Terhadap
Kandungan Fraksi Serat Hijauan Murbei (Morus Indica L. Var.Kanva-2).
Seminar Nasional Teknologi Peternakan Dan Veteriner.
Faradha R, W Suryapratama, S Rahayu. 2019. Dinamika Kadar Protein dan Aktifitas
Protease Cairan Rumen Domba Lokal yang diberi Foder Jagung Hidroponik
dan Hijauan Lain Secara Infitro. Journal Of Animal Science and
Technology. Mvoalr. E 1t 2n0o1. 19. 21-27.
Gardner FP, RB Perace, RL Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya.
Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Goldsworthy PR, NM Fisher. 1980. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik. Universitas
Gadjah Mada. Yogyakarta (Id).
Haetami K. 2012. Konsumsi Dan Efisiensi Pakan Dari Ikan Jambal Siam Yang Diberi
Pakan Dengan Tingkat Energi Protein Berbeda. Jurnal Akuatika. 3 (2) :
146-158.
Hanum Z, Y Usman. 2011. Analisis Proksimat Amoniasi Jerami Padi Dengan
Penambahan Isi Rumen. Agripet 11 (1) : 39-44.
Hartus T. 2003. Berkebun Hidroponik Secara Murah. Penebar Swadaya. Jakarta (Id).
Indah MS. 2007. Struktur Protein. Univesitas Sumatra Utara. Medan (Id).
Inglett GE. 1987. Kernel, Structure, Composition And Quality. Ed. Corn:Culture.
Processing and Products. Avi Publishing Company, Westport (Id).
Izzatullah AY, Sutrisno, LK Nuswantara. 2018. Produksi VFA, NH3, dan Protein
Total Secara In Vitro Pada Fodder Jagung Hidroponik dengan Media
Perendaman dan Penggunaan Dosis Pupuk yang Berbeda. JITP. 6 (1) : 13-
18.
29

Karsono S. Sudarmodjo, Y Sutiyoso. 2002. Hidroponik Skala Rumah Tangga.


Agromedia Pustaka. Jakarta.
Latuharhary RB, TB Saputro. 2017. Respon morfologi tanaman jagung (zea ays l)
Vrietas bisma dan srikandi kuning pada kondisi cekaman salinitas tinggi.
Jurnal sains. 6 (2) : 27-31.
Lee S, J Lee. 2015. Beneficial Bacteria and Fungi In Hydroponic Systems: Types and
Characteristics Of Hydroponic Food Production Methods. Scientia
Horticulturae : 206–215.
Lingga P. 2002. Hidroponik Bercocok Tanam Tanpa Tanah. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Megawati RA. M Arief. MA Alamsjah. 2012. Pemberian Pakan Dengan Kadar Serat
Kasar Yang Berbeda Terhadap Daya Cerna Pakan Pada Ikan Berlambung
Dan Ikan Tidak Berlambung. Jurnal Ilmiah Perikanan Dan Kelautan. 4
(2) : 187-192.
Muhtaruddin. 2007. Kecernaan Pucuk Tebu Terolah Secara In Vitro [The In Vitro
Digestibility Of Processed Sugarcane]. Universitas Lampung. Bandar
Lampung.
Mulyadi, Sutardi, B Sudaryabto. 2011. Pengkajian Penggunaan Urea dan Kompos
pada Pertanaman Jagung Verietas Lamuru di Lahan Kering Beriklim
Kering. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (Bptp) Yogyakarta. Seminar
Nasional Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian Sebagai Penggerak
Ketahanan Pangan. Mataram (Id). 5-6 September 2011. Prosiding, Jidil I.
Hal 51 – 53.
Pampang F. 2017. Produksi Protein Kasar Dan Lemak Kasar Fodder Jagung Pada
Sistem Hidroponik Dengan Umur Panen Yang Berbeda . [Skripsi]. Fakultas
Peternakan . Universitas Hasanuddin. Makassar. (Id).
Prawitasari RH, VDYB Ismadi, I Estiningdriati. 2012. Kecernaan Protein Kasar dan
Serat Kasar Serta Laju Digesta pada Ayam Arab yang diberi Ransum
dengan Berbagai Level Azolla Microphylla. Animal Agriculture Journal. 1
(1) : 471-483.
Sari Ml, A Ali, S Sandi, A Yolanda. 2015. Kualitas Serat Kasar, Lemak Kasar, dan
Betn Terhadap Lama Penyimpanan Wafer Rumput Kumpai Minyak dengan
Perekat Karaginan. Jurnal Peternakan Sriwijaya. 4 (2). 35-40.
Suardin, N Sandiah, R Aka. 2014. Evaluasi Kandungan Bahan Kering, Bahan
Organik Dan Protein Kasar Pelepah Sawit Fermentasi Dengan Penambahan
30

Sumber Karbohidrat Kecernaan Bahan Kering Dan Bahan Organik


Campuran Rumput Mulato (Brachiaria Hybrid.Cv.Mulato) Dengan Jenis
Legum Berbeda Menggunakan Cairan Rumen Sapi. .JITR 1 (1) :16-22.
Suhardiyanto H. 2011. Teknologi Hidroponik Untuk Budidaya Tanaman. Institut
Pertanian Bogor press. Bogor.
Suprapto SI, KTW Sukadana, IM Suharyanto, IP Sugiarta. 2000. Pengkajian
Teknologi Usaha Tani Sayuran Pinggir Perkotaan. Laporan Akhir. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Denpasar (Id).
Suprijatna EU, Atmomarsono, R Kartasujana. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas.
Penerbit Swadaya. Jakarta (Id).
Tillman AD, H Hartadi, S Reksohadimodjo, S Prawiryokusumo. 1991. Ilmu Makanan
Ternak Dasar. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Wahyono T, Sadarman. 2020. Hydroponic Fodder: Alternatif Pakan Bernutrisi di
Masa Pandemi. Prosiding Seminar Teknologi dan Agribisnis Peternakan
Vii–Webinar: Prospek Peternakan di Era Normal Baru Pasca Pandemi
Covid-19, Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman.
Wahyudi, Ahmad. 2009. Isolasi Dan Karakteristik Bakteri Serta Jamur
Lignoselulolitik Saluran Pencernaan Kerbau, Kuda Dan Feses Gajah.
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta (Id).
Widayanti A. 2008. Efek Pemotongan dan Pemupukan Terhadap Produksi dan
Kualitas Borreria Alata (Aubl.) Sebagai Hijauan Makanan Ternak Kualitas
Tinggi. [Skripsi] Fapet Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta (Id).
Zakariah AA. 2012. Evaluasi Kecernaan Beberapa Bahan Pakan pada Ternak
Peranakan Ongole (Po) dan Peranakan Frisien Holstein (Pfh).Universitas
Gajah Mada.Yogyakarta (Id).

Anda mungkin juga menyukai