PROPOSAL PENELITIAN
Puji syukur dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas
akademik guna memperoleh gelar Sarjana Peternakan (S.Pt), pada minat Ilmu
terselesaikan.
kekurangan dalam penulisan proposal ini diperlukan saran dan kritik yang
serta profesionalisme.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iv
DAFTAR GAMBAR
v
1
I. PENDAHULUAN
masih sulit dipenuhi pada daerah-daerah yang memiliki peternakan besar seperti di
pulau Jawa, dimana kurangnya lahan untuk penyediaan bahan pakan sumber protein
pemasukaan bahan pakan sumber protein dari daerah lain. Ering dkk. (2019)
lahan yang dapat digunakan untuk pengembangan hijauan makanan ternak secara
pangan dan infrastruktur lainnya. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya pemenuhan
pakan hijauan berkualitas dari daerah yang memiliki potensi pengembangan HPT
yng memiliki nutrisi yang baik dengan kandungan protein yang tinggi. Abdullah dan
sangat cepat, adaptif terhadap tingkat kesuburan rendah, mudah dan murah
pemeliharaannya.
sangat rendah berkisar antara 0,6 -1,4 ppm (jauh di bawah taraf yang dapat
terhadap musim kering, genangan air dan tahan terhadap salinitas (Hassen dkk.,
2007).
2
bahan pakan ternak diantaranya indigofera tidak tahan lama dan jika disimpan dalam
waktu yang lama maka akan menurunkan kualitas fisik dan kimia dari indigofera
tersebut. Selain itu ukuran hijauan Indigofera zollingeriana banyak memakan ruang
tempat sehingga tidak memungkinkan dikirim dalam keadaan utuh. Untuk itu perlu
salah satu metode yang relevan adalah dijadikan pelet. Susilawati dkk. (2012)
yaitu dengan membuat pelet hijauan yang hampir 100 % bahan kering dengan begitu
yang hampir 100 % bahan kering dapat menghemat tempat penyimpanan pakan
hijauan minimal lima kali lipat karena rumput segar mengandung sekitar 80 % air.
Pelet adalah bahan baku pakan yang telah dicampur, dikompakkan dan
dicetak dengan mengeluarkan dari die melalui proses mekanik (Nilasari, 2012).
Masalah yang masih banyak terjadi terjadi pada pakan berbentuk pelet adalah
mudah rapuh dan patah selama produksi, pengangkutan, dan penyimpanan. Oleh
karena itu, pembuatan pelet hijauan, memerlukan binder (pengikat) agar pelet
hijauan bisa terbentuk. Bahan pengikat ini berasal dari bahan bahan yang
mengandung pati. Bahan-bahan yang dapat menjadi pengikat ini misalnya jagung,
tepung ubi kayu, tepung beras, terigu, tepung tapioka, tepung gaplek, molasses, dan
bahan bahan lain yang tinggi kandungan patinya. Pelet yang baik juga dapat dilihat
3
dari jenis binder yang digunakan sehingga membuat pelet tidak mudah rapuh dan
patah selama produksi, tahan lama dan kandungan nutrisi tetap terjaga.
penambahan dosis berbagai binder yang berasal dari bahan baku lokal berupa tepung
besar seperti di pulau Jawa untuk penanaman hijauan pakan Indigofera zollingeriana
maka diperlukan pengiriman dari daerah lain seperti di daerah Sulawesi Tenggara,
dikirim dalam keadaan utuh, maka dibuat menjadi pelet. Mengingat pelet merupakan
jenis pakan yang mudah rapuh dan patah maka diperlukan binder yang baik dengan
memanfaatkan berbagai jenis binder lokal. Oleh karena itu rumusan masalah dari
berbeda.
4
Pemenuhan kebutuhan energi dan protein berupa hijauan sangat penting bagi
ternak untuk meningkatkan produktivitas ternak tersebut. Salah satu hijauan dengan
kualitas baik yaitu Indigofera zollingeriana. Akbarillah dkk. (2002) melaporkan nilai
nutrisi tepung daun indigofera adalah sebagai berikut: protein kasar 27,97%; serat
kasar 15,25%, Ca 0,22% dan P 0,18%. Akan tetapi kendala yang biasa dihadapi
daerah Jawa. Oleh karena itu diperlukan pengiriman Indigofera zollingeriana dari
pelet.
Kualitas pelet yang baik pada penelitian ini diuji dengan menggunakan
berbagai jenis binder yang berbeda-beda. Adapun jenis binder yang digunakan
adalah tepung tapioka, tepung sagu, tepung jagung dan LignoBond. Pelet dengan
jenis binder yang berbeda-beda tersebut dievaluasi PDI (Pelet Durability Index),
BJ (Berat Jenis), densitas pelet, serta kandungan BK, BO, dan PK masing- masing
pelet sebelum dan setelah penyimpanan. Jenis pelet dengan binder terbaik sangat
5
Penambahan
berbagai jenis
binder
bahan pakan ternak ruminansia. Leguminosa pohon ini memiliki produktivitas yang
tinggi dan kandungan nutrisi yang cukup baik, terutama kandungan proteinnya yang
tinggi. Tanaman ini dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak yang kaya akan
nitrogen fosfor, kalium, dan kalsium (Wagiu dkk., 2020). Taksonomi tanaman
Kingdom : Plantae
Divisi :Magnoliophyta
Kelas :Magnoliopsida
Ordo :Fabales
Family :Fabaceae
Genus :Indigofereae
Spesies :Indigofera sp
7
yang belum banyak diekspos sebagai sumber pakan ternak dan relatif baru
baik terhadap kondisi lingkungan yang beragam, seperti tanah masam dan tanah
dengan salinitas tinggi, serta toleran terhadap iklim kering yang panjang (Herdiawan
27,97%, serat kasar 15,25%, Ca 0,22%, dan P 0,18%. Selanjutnya disebutkan bahwa
yang cukup tinggi seperti xantofil dan carotenoid (Akbarillah dkk., 2002).
ruminansia. Andi dan Ginting (2011) melaporkan Indigofera sp. dapat digunakan
sebagai bahan pakan sumber protein dengan kandungan tanin yang rendah.
Penggunaan Indigofera sp. sebagai pakan ternak dapat meningkatkan konsumsi dan
pertambahan bobot badan harian pada ruminansia. Taraf penggunaan Indigofera sp.
dalam ransum untuk menghasilkan respons optimal penelitian berkisar antara 30-
45%.
2.2. Pelet
Pelet adalah bentuk makanan buatan yang dibuat dari beberapa macam bahan
yang kita ramu dan kita jadikan adonan, kemudian kita cetak sehingga merupakan
batangan atau bulatan kecil-kecil. Ukurannya berkisar antara 1-2 cm. Jadi pelet tidak
berupa tepung, tidak berupa butiran, dan tidak pula berupa larutan (Setyono, 2012).
8
Salah satu faktor yang mempengaruhi kondisi kerusakan pelet yaitu tidak
digunaannya bahan perekat dalam susunan bahan baku pakan. Penggunaan bahan
perekat akan mempengaruhi kualitas pakan, dan bentuk pelet secara fisik. Bahan
mempunyai struktur yang kompak sehingga tidak mudah hancur dan mudah dibentuk
secara mekanik yaitu menjadi pakan pelet. Hidayat (2019) dalam penelitiannya
penggunaan Indigofera sebagai pelet mengandung kualitas kimia yang cukup baik
sebagai pakan ternak dengan komposisi pelet 75% indogofera, 24% bekatul dan 1%
Indigofera sp. sebagai pakan basal berkisar antara 25-75% dari total BK pakan dan
bentuk fisik pelet Indigofera memberikan warna hijau ketuaan, bau yang wangi dan
memiliki bentuk pelet yang kuat dan utuh dengan kandungan protein kasar pelet
Indigofera adalah 18%. Massuqueto dkk. (2020) manfaat dari pelet yaitu dapat
Binder atau bahan perekat adalah bahan tambahan yang sengaja ditambahkan
ke dalam formula pakan untuk menyatukan semua bahan baku yang digunakan
dalam membuat pakan (Saade dan Aslamyah, 2009). Pembuatan pelet memerlukan
perekat (binder) yang tepat dalam penggunaannya. Syarat penggunaan binder antara
lain mudah didapat, murah, tidak bersaing dengan manusia dan tidak mengganggu
penyusun pelet serta dapat memperkuat ikatan penyusun pelet sehingga pelet yang
dihasilkan tidak mudah rapuh dan hancur. Bahan perekat pakan dapat dibedakan
menjadi dua jenis yaitu bahan perekat alami dan buatan. Bahan perekat alami telah
banyak digunakan sebagai bahan perekat untuk berbagai pakan, antara lain tepung
tapioka, molases, tepung jagung, tepung sagu serta rumput laut. Bahan perekat
sintetis yang biasa digunakan adalah CMC (Carboxy methyl cellulose) dan
LignoBond DD. Namun dari sisi harga kurang ekonomis sehingga diperlukan bahan
perekat alami yang memiliki potensi perekat yang baik, dengan penggunan bahan
baku lokal, harga terjangkau, persediaannya terjamin dan tidak bersaing dengan
Bahan-bahan yang dapat menjadi pengikat ini misalnya jagung, tepung ubi
kayu, tepung sagu, terigu, tepung tapioka, molases, dan bahan bahan lain yang tinggi
pelet hijauan bisa terbentuk. Bahan pengikat ini berasal dari bahan bahan yang
10
mengandung pati. Dalam proses pembuatan pelet, terjadi pemanasan sehingga pati
ini akan meleleh membentuk gelatin yang akan menjadi perekat terhadap pelet
2.3.1. LignoBond DD
lignin yang digunakan sebagai pengikat dalam pembuatan pelet. Fungsi dari
LignoBond adalah untuk meningkatkan daya tahan pelet. Juga telah ditunjukkan
pakan ternak (Nevalainen, 2015). Dosis penggunaan LignoBond sebagai binder pelet
LigonoBond merupakan hasil akhir dari pengolahan limbah cair lignin yang
kemudian diolah menjadi lignosulfat. Fitria dkk. (2012) mengatakan sebagian lignin
Tepung tapioka adalah granula pati dari umbi ketela pohon yang kaya akan
sehingga mempunyai sifat tidak mudah menggumpal, mempunyai daya lekat yang
tinggi, tidak mudah pecah atau rusak dan suhu gelatinisasinya relatif rendah antara
52-64°. Kandungan gizi tepung tapioka per 100 g sampel adalah 362 kal, protein
0.59%, lemak 3.39%, air 12.9% dan karbohidrat 6.99% (Lekahena, 2016).
11
Tepung tapioka merupakan bahan baku lokal yang mudah diolah dan harganya
relatif murah. Selain memiliki kandungan karbohidrat yang cukup tinggi tepung
dipanaskan akan menjadi zat yang dapat merekatkan suatu partikel. Dengan
berbentuk pelet, karena pelet yang dihasilkan menjadi padat dan tidak mudah pecah
(Sari, 2016).
penambahan 4% tepung tapioka sebagai perekat dapat menghasilkan sifat fisik pelet
yang optimal pada tingkat kekerasan, stabilitas dalam air, dan berat jenis pelet yang
dihasilkan lebih kompak, tidak mudah pecah, rapuh maupun patah. Penelitian lain
ransum pelet menghasilkan sifat fisik terbaik yaitu kerapatan tumpukan sebesar 549
daya larut dari pati sagu dan suhu gelatinisasi. Adapun kadar amilosa pada pati sagu
adalah 27% dan amilopektinnya adalah 73% dan pada konsentrasi yang sama, pati
sagu mempunyai viskositas yang tinggi dibandingkan dengan pati - pati serealia yang
lain. Penambahan tepung sagu dalam bahan sebagai bahan pengikat dapat mengikat
Sagu sebagai penghasil pati dan karbohidrat bisa dikembangkan menjadi bahan
substitusi pangan yang bernilai tinggi. Dalam pati sagu terkandung komponen kimia
12
yang terdiri dari karbohidrat, protein, lemak, mineral, kalsium, fosfor, serat dan zat
besi yang tinggi terutama karbohidrat sagu lebih tinggi dibandingkan dengan beras
Bahan perekat yang bersal dari pati seperti tepung sagu adalah bahan yang ready
stock, murah dan mudah aplikasinya, tidak beracun dan biodegradable dan tinggi
sehingga dapat meningkatkan ketahanan terhadap tekanan dan gesekan yang diterima
pelet saat pengangkutan dan transportasi. Hal tersebut sesuai dengan Kuokkanen
Salah satu sumber tanaman penghasil pati adalah jagung. Jagung mempunyai
beragam jenis amilum, mulai dari amilosa dan amilopektin rendah sampai tinggi. Pati
merupakan komponen utama dalam biji jagung, sekitar 72-73% dari total berat.
Setelah dipanen, biji jagung kemudian melewati proses pasca panen seperti
Jagung jenis ini disebut jagung tepung (Zea Mays amylacea). Biji jagung jenis
ini banyak mengandung zat pati atau tepung. Oleh sebab itu jagung ini biasa disebut
jagung tepung, selain itu bijinya yang lunak dan merupakan varietas jagung tertua.
Endosperma pada tipe jagung waxy seluruhnya terdiri dari amylopectine, sedangkan
jagung, biasa mengandung ± 70% amylopectine dan 30% amylose. Jagung digunakan
Penggunaan tepung jagung sebagai bahan perekat pelet sangat baik digunakan
Susilawati dkk. (2012) melaporkan pelet dengan bahan pengikat jagung, maka
semakin tinggi penggunaan jagung, semakin tinggi pula kandungan protein pelet
hijauan. Hal ini disebabkan karena jagung merupakan bahan yang kandungan protein
kasarnya paling tinggi, sedangkan untuk bahan pengikat lain, semakin tinggi
pemberian bahan pengikat, semakin rendah kandungan protein kasar pelet hijauan
secara keseluruhan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas pelet antara lain pati, serat dan
lemak. Pati bila dipanaskan dengan air akan mengalami gelatinisasi yang berfungsi
kerangka pelet dan lemak berfungsi sebagai pelicin selama proses pembentukan pelet
Secara mekanik proses pengolahan bahan baku ransum didukung oleh faktor
kadar air, panas dan tekanan, selain itu dua faktor yang mempengaruhi ketahanan
serta kualitas fisik pelet adalah karakteristik dan ukuran partikel bahan. Pelet yang
ransum dan meningkatkan nilai nutrien (Thomas dan van der Poel, 1996).
Bentuk fisik pelet sangat dipengaruhi jenis bahan yang digunakan, ukuran
pencetak, jumlah air, tekanan dan metode setelah pengolahan serta penggunaan
bahan pengikat/ perekat untuk menghasilkan pelet dengan struktur yang kuat,
kompak dan kokoh sehingga pelet tidak mudah pecah (Rahmana, 2016).
14
Salah satu faktor yang mempengaruhi kondisi kerusakan pelet yaitu tidak
digunaannya bahan perekat dalam susunan bahan baku pakan. Penggunaan bahan
perekat akan mempengaruhi kualitas pakan, dan bentuk pelet secara fisik. Bahan
mempunyai struktur yang kompak sehingga tidak mudah hancur dan mudah dibentuk
karakteristik bahan baku (protein, lemak, serat, pati), kepadatan, tekstur, air dan
kestabilan karakteristik bahan (Rahmana, 2016). Hal tersebut dapat dilihat dari nilai
nilai densitas pada pelet dapat dilihat pada kekompakkan bahan selain itu juga
mengetahui kekompakan dan tekstur pakan. Tekstur pakan yang kompak akan tahan
terhadap proses penekanan sehingga ikatan antar partikel bahan-bahan tidak terisi
rongga udara. Sementara faktor-faktor yang mempengaruhi berat jenis pelet adalah
Zollingeriana, air, tepung tapioka, tepung sagu dan tepung jagung, LignoBond,
H2SO4, aquades, NaOH, asam borat dan HCl. Alat yang digunakan berupa blender,
disc mill, PDI test, shakes shieve, timbangan digital, nampan, mesin pelleter,
durability tester, timbangan analitik, oven 105°C, oven 60°C, cawan porselin, gelas
ukur, labu erlenmeyer, desikator, tanur, kertas saring, pisau, kertas label, kantong
Persiapan bahan pelet meliputi persiapan seluruh bahan baku yang dibutuhkan.
Bahan-bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan pelet hijauan Indigofera terdiri atas,
indigofera yang diolah menjadi tepung, tepung tapioka, tepung sagu, tepung jagung
tua dan daun muda), di bawah sinar matahari. Setelah kering hijauan indigofera
Penyimpanan Pelet
(1 Bulan) Indigofera Mixing
metode penelitian Wulansari dkk. (2016), yaitu dimulai dari penimbangan atau
dengan bahan perekat sesuai dengan perlakuan. Setelah itu aduk merata dengan
dimasukan ke dalam alat pencetak pelet dengan diameter lubang pencetak pelet 8
mm.
menguntungkan sebab tidak terpengaruh oleh kondisi cuaca, lebih bersih dan lebih
cepat. Pelet yang telah jadi kemudian diuji sifat fisik dan sifat kimianya sebelum dan
Uji indeks durabilitas pelet dilakukan dengan memasukkan sampel 500 gram
pelet utuh ke dalam kotak yang dilengkapi alat pemutar (tumbling box) dengan
2011). Sesuai dengan penelitian Pfost (1976) yang menyederhanakan sistem ini
menjadi satu ruang yang berputar yang disebut “Tumbing Can”. Dalam metode ini,
500 gram pelet yang didinginkan dan disaring ditempatkan dalam kotak logam
cm, lebar 5 cm berada ditengah secara diagonal di dalam kotak. Kotak ini diputar
berat pelet awal dengan berat setelah diputar dalam tumbler dikalikan 100%. Ismi
Tekstur pelet yang kompak akan tahan terhadap pengaruh proses penekanan
sehingga ikatan antar partikel penyusun partikel bahan tidak terisi rongga udara.
menggunakan neraca analitis, sedangkan volume pelet dihitung dari diameter dan
tinggi pelet yang diukur menggunakan jangka sorong (Said dkk., 2015). Kepadatan
atau densitas pelet (g/cm3) dihitung dengan cara membandingkan massa (g) dengan
Sampel sebanyak 100 gram dimasukkan ke dalam gelas ukur yang berisi air 500 ml,
Uji kimia, yaitu uji nutrisi pakan secara kimiawi dengan penentuan kuantitas
dan kualitas nutrien dalam pakan. Pengujian secara kimiawi meliputi analisa kadar
protein kasar (PK), bahan kering (BK), dan bahan organik (BO).
19
yaitu dengan cara menimbang sampel sebanyak 0,25 gram lalu masukkan kedalam
labu Kjeldahl 100 ml dan di tambahkan 0,25 gram campuran bahan (5 g K2SO4; 0,25
(pemanasan dalam keadaan mendidih) selama 1 jam sampai larutan jernih. Setelah
destilasi ditampung dalam labu erlenmeyer yang berisi campuran 10 ml H 3BO3 dan 2
tetes brom kresol hijau berwarna merah muda. Setelah volume tampungan (destilat)
dengan HCl 0,02 N sampai merah muda. Perlakuan yang sama dilakukan juga
terhadap blangko (AOAC, 2005). Dengan metode ini diperoleh kadar nitrogen total
(S−B) x N HCL x 14
% Nitrogen = x 100%
W x 1000
Keterangan :
N: normalitas HCl
20
dengan memasukkan Cawan porselin yang bersih ke dalam oven dan pada suhu
105ºC selama 24 jam kemudian didinginkan kedalam desikator selama 30 menit dan
oven pada suhu 105ºC selama 24 jam dan setelah kering didinginkan dalam desikator
𝑏−𝑎
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑖𝑟 (%) = 𝑥 100%
𝑐−𝑎
Keterangan :
dengan cara sampel dari analisa bahan kering dimasukkan kedalam tanur listrik
selama 3 jam pada suhu 600ᵒC. Kemudian tanur dimatikan dan dibiarkan agak dingin
kemudian tanur dibuka lalu sampel diambil dan dimasukkan kedalam desikator
sebagai berikut :
21
𝑑−𝑎
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑏𝑢 (%) = 𝑥 100%
𝑏−𝑎
Keterangan :
(LignoBond).
Yij = µ + α i + εij
Keterangan :
22
εij = Pengaruh galat perlakuan ke-i, pada ulangan ke- j (I = 1,2,3 dan 4)
Variabel dalam penelitian ini adalah uji fisik pelet yang meliputi Indeks
Durabilitas Pelet, Berat Jenis Pelet, Densitas Pelet, dan uji kimia pelet yang meliputi
analisa kadar Protein Kasar (PK), Bahan Kering (BK), serta Bahan Organik (BO)
pelet.
maka dilakukan uji beda antar perlakuan menggunakan uji lanjut Duncan’s Multiple
DAFTAR PUSTAKA
Khalil. 1999. Pengaruh kandungan air dan ukuran partikel terhadap perubahan
perilaku fisik bahan pakan local: Kerapatan Tumpukan, Kerapatan
Pemadatan Tumpukan dan Berat Jenis. Media Peternakan 22 (1): 1-11.
Putra RE. 2019. Kualitas Fisik Pelet Ayam Pedaging Yang Ditambah Lumpur Sawit
Fermentasi Dengan Jenis Kemasan Dan Lama Penyimpanan Yang
Berbeda. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim. Riau
Pekanbaru.
Rahmana, I. 2016. Kualitas fisik pelet ayam broiler periode akhir dengan
penambahan feses ternak dan bahan perekat yang berbeda. Skripsi.
Jurusan Peternakan. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim
Riau. Pekanbaru.
25
Saade, E. dan Aslamyah, S. 2009. Uji Fisik dan Kimiawi Pakan Buatan untuk Udang
Windu Panaeus monodon Fab. yang Menggunakan Berbagai Jenis
Rumput Laut Sebagai Bahan Perekat. Jurnal Ilmu Kelautan dan
Perikanan. 19(): 107-115.
Said N., Abdel daiem M.M., Garcia A. dan Zamorano, M. Influence of Densification
Parameters on Quality Properties of Rice Straw Pellets. Fuel Processing
Technology 2015; 138: 56-64
Salas-Bringas, C., A.M. Catargiu, D. Miladinovic, R.B Lekang, and R.B. Schüller,
N. Mišljenović, (2015), Effects of enzymes and lignosulfonate addition
on tensile strength, surface hydration properties and underwater
swelling rate of microalgae pellets, Annual Transactions of the Nordic
Rheology Society, 23: p. 153-160.
Sari, I., T. Miranda dan Sandi. 2016. The cytotoxic activity of N-hexane extract of
kersen (mutingia calabura Linn) terhadap koloni Streptoccocus
viridians. J. Indonesian for Health Sciences. 1(2):1-6
Setianto J, Soetrisno E, Suharyanto, Tamzan. 2005. The eff ect of cassava and
Indigofera leaf meals as corn’s substitution on 1-5 week old quail’s
performance. J Agric Sci. 7:76-81.
Setyono, B., 2012, Pembuatan Pakan Buatan, Unit Pengelola Air Tawar, Kepanjen,
Malang.
Simanihuruk K, Sirait J. 2009. Pemanfaatan leguminosa pohon Indigofera sp.
sebagai pakan basal kambing Boerka fase pertumbuhan. Dalam: Sani Y,
Natalia L, Brahmantiyo B, Puastuti W, Sartika T, Nurhayati, Anggraeni
A, Matondang RH, Martindah E, Estuningsih SE, penyunting.
Teknologi peternakan dan veteriner mendukung industrialisasi sistem
pertanian untuk meningkatkan ketahanan pangan dan kesejahteraan
peternak. Semnas Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 13-14
Agustus 2009. Bogor (Indonesia): Puslitbangnak. p. 449-455.
Susilawati I., Mansyur, Romi IZ. 2012. Penggunaan Berbagai Bahan Pengikat
terhadap Kualitas Fisikd an Kimia Pelet Hijauan Makanan Ternak.
Jurnal Ilmu Ternak. Vol. 12, No.1. Halaman 47-50
Syamsu, J. A. 2007. Karakteristik Fisik Pakan Itik Bentuk Pellet yang Diberi Bahan
Perekat Berbeda dan Lama Penyimpanan yang Berbeda. Jurnal Ilmu
Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Hasanudin Makasar. 7(2):
128-134.
26
Thomas, M. And A. F. B. van der Poel. 1996. Physical quality of peleted animal
feed. 1. Criteria for pelet quality. Anim. Feed Sci. and Tech. 61: 89-
112.
Wagiu I.H.G.M., C.L. Kaunang, M.M. Telleng, W.B. Kaunang. 2020. Pengaruh
Intensitas Pemotongan Terhadap Produktivitas Indigofera
Zollingeriana. Jurnal Zootec. Vol. 40. No. 2. Hal. 665-675.
Wardhana, K. A. 2015. Perekat untuk Pembuatan Pelet Pupuk Organik dari Residu
Proses Digestasi Anaerobik Lumpur Biologi Industri Kertas. Jurnal
Selulosa Vol. 4 No. 2, 69- 78.
Wattimena M, V.P. Bintoro, S. Mulyani. 2013. Kualitas Bakso Berbahan Dasar
Daging Ayam Dan Jantung Pisang Dengan Bahan Pengikat Tepung
Sagu. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. 2(1):36-39.
Wikantiasi, A. 2001.Uji Sifat Fisik Pakan Ikan Jenis Pelet Tenggelam dengan Proses
Pengukusan dan Tingkat Penambahan Tepung Tapioka sebagai Perekat.
Skripsi. Jurusan Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan.
Institut Pertanian Bogor.
Wulansari R, Y Andriani, K Haetami. 2016. Penggunaan Jenis Binder Terhadap
Kualitas Fisik Pakan Udang. Jurnal Perikanan Kelautan. 7(2):140-149.