Anda di halaman 1dari 31

KUALITAS FISIKOKIMIA PELET HIJAUAN Indigofera zollingeriana

DENGAN MENGGUNAKAN BERBAGAI JENIS BINDER PELET

PROPOSAL PENELITIAN

WA ODE NURMALA YUNITA. N


L1A117206

JURUSAN PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN


UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas

segala rahmat dan karunia-NYA, sehingga penyusunan proposal penelitian ini

yang berjudul “Kualitas Fisikokimia Pelet Hijauan Indigofera Zollingeriana

dengan Menggunakan Berbagai Jenis Binder Pelet” yang merupakan syarat

akademik guna memperoleh gelar Sarjana Peternakan (S.Pt), pada minat Ilmu

Nutrisi dan Teknologi Pakan Universitas Halu Oleo Kendari dapat

terselesaikan.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan proposal ini

masih jauh dari kesempurnaan, sehingga dengan segala keterbatasan dan

kekurangan dalam penulisan proposal ini diperlukan saran dan kritik yang

sifatnya membangun sangat penulis harapkan. Akhir kata, penulis

mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang

ikut berpartisipasi demi terwujudnya proposal penelitian ini. semoga dapat

bermanfaat bagi yang membacanya demi pembangunan mutuh dan kualitas

serta profesionalisme.

Kendari, Juli 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL .....................................................................................i


KATA PENGANTAR ......................................................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN ..........................................................................iii
DAFTAR ISI ....................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................v
I. PENDAHULUAN .........................................................................................1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ...............................................................................3
1.3 Tujuan dan Kegunaan .........................................................................3
1.4 Kerangka Pikir ....................................................................................4
II. TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................................6
2.1 Indigofera zollingeriana ......................................................................6
2.2 Pelet ....................................................................................................7
2.3 Binder .................................................................................................9
2.3.1. LignoBond DD ...........................................................................10
2.3.2. Tepung Tapioka ..........................................................................10
2.3.3. Tepung Sagu...............................................................................11
2.3.4 Tepung Rumput Laut ...................................................................12
2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Pelet ...............................13
III. METODE PENELITIAN ..........................................................................15
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ...............................................................15
3.2 Materi Penelitian .................................................................................15
3.3 Prosedur Penelitian .............................................................................15
3.3.1. Tahap Persiapan Bahan Pelet ......................................................15
3.3.2. Tahap Pelaksanaan Penelitian .....................................................16
3.4. Parameter Penelitian ..........................................................................17
3.4.1. Uji Fisik .....................................................................................17
3.4.2. Uji Kimia....................................................................................18
3.5. Rancangan Penelitian .........................................................................21
3.6. Variabel Penelitian .............................................................................22
3.7. Analisis Data......................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian ................................................................5


Gambar 2. Indigofera zollingeriana ..................................................................6
Gambar 3. Pelaksanaan Penelitian ....................................................................16

v
1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pemenuhan kebutuhan nutrisi pakan ternak khususnya protein pada umumnya

masih sulit dipenuhi pada daerah-daerah yang memiliki peternakan besar seperti di

pulau Jawa, dimana kurangnya lahan untuk penyediaan bahan pakan sumber protein

berupa hijauan, mengingat jumlah penduduk yang padat sehingga diperlukan

pemasukaan bahan pakan sumber protein dari daerah lain. Ering dkk. (2019)

melaporkan seiring dengan bertambahnya populasi penduduk, maka ketersediaan

lahan yang dapat digunakan untuk pengembangan hijauan makanan ternak secara

ekstensif semakin berkurang, karena telah digunakan untuk pengembangan pertanian

pangan dan infrastruktur lainnya. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya pemenuhan

pakan hijauan berkualitas dari daerah yang memiliki potensi pengembangan HPT

unggul di luar Jawa.

Legum Indigofera zollingeriana merupakan salah satu hijauan pakan ternak

yng memiliki nutrisi yang baik dengan kandungan protein yang tinggi. Abdullah dan

Suharlina (2010) melaporkan bahwa pertumbuhan legum Indigofera zollingeriana

sangat cepat, adaptif terhadap tingkat kesuburan rendah, mudah dan murah

pemeliharaannya.

Keunggulan lain Indigofera zollingeriana ini adalah kandungan taninnya

sangat rendah berkisar antara 0,6 -1,4 ppm (jauh di bawah taraf yang dapat

menimbulkan sifat anti nutrisi). Legum Indigofera zollingeriana juga toleran

terhadap musim kering, genangan air dan tahan terhadap salinitas (Hassen dkk.,

2007).
2

Permasalahan dalam pemanfaatan legum Indigofera zollingeriana sebagai

bahan pakan ternak diantaranya indigofera tidak tahan lama dan jika disimpan dalam

waktu yang lama maka akan menurunkan kualitas fisik dan kimia dari indigofera

tersebut. Selain itu ukuran hijauan Indigofera zollingeriana banyak memakan ruang

tempat sehingga tidak memungkinkan dikirim dalam keadaan utuh. Untuk itu perlu

dilakukan pengawetan dan efisiensi ukuran legum Indigofera zollingeriana dimana

salah satu metode yang relevan adalah dijadikan pelet. Susilawati dkk. (2012)

melaporkan diperlukan teknologi pengawetan hijauan makanan ternak yang baru

yaitu dengan membuat pelet hijauan yang hampir 100 % bahan kering dengan begitu

penyimpanannya tidak memerlukan banyak tempat. Dengan membuat pelet hijauan

yang hampir 100 % bahan kering dapat menghemat tempat penyimpanan pakan

hijauan minimal lima kali lipat karena rumput segar mengandung sekitar 80 % air.

Pelet adalah bahan baku pakan yang telah dicampur, dikompakkan dan

dicetak dengan mengeluarkan dari die melalui proses mekanik (Nilasari, 2012).

Keuntungan pengolahan pakan menjadi pelet diantaranya meningkatkan kepadatan

bahan, sehingga distribusi bahan lebih mudah (Akhadiarto, 2010).

Masalah yang masih banyak terjadi terjadi pada pakan berbentuk pelet adalah

mudah rapuh dan patah selama produksi, pengangkutan, dan penyimpanan. Oleh

karena itu, pembuatan pelet hijauan, memerlukan binder (pengikat) agar pelet

hijauan bisa terbentuk. Bahan pengikat ini berasal dari bahan bahan yang

mengandung pati. Bahan-bahan yang dapat menjadi pengikat ini misalnya jagung,

tepung ubi kayu, tepung beras, terigu, tepung tapioka, tepung gaplek, molasses, dan

bahan bahan lain yang tinggi kandungan patinya. Pelet yang baik juga dapat dilihat
3

dari jenis binder yang digunakan sehingga membuat pelet tidak mudah rapuh dan

patah selama produksi, tahan lama dan kandungan nutrisi tetap terjaga.

Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai uji fisikokimia

penambahan dosis berbagai binder yang berasal dari bahan baku lokal berupa tepung

tapioka, tepung jagung, tepung sagu dan LignoBond.

1.2. Rumusan Masalah

Permasalahan pada penelitian ini adalah ketersediaan hijauan pakan ternak

yang terbatas dan penyempitan lahan di daerah-daerah yang memiliki peternakan

besar seperti di pulau Jawa untuk penanaman hijauan pakan Indigofera zollingeriana

maka diperlukan pengiriman dari daerah lain seperti di daerah Sulawesi Tenggara,

yang berpotensi sebagai penghasil Indigofera zollingeriana. Dengan ukuran hijauan

yang banyak memakan ruang tempat/ voluminous sehingga tidak memungkinkan

dikirim dalam keadaan utuh, maka dibuat menjadi pelet. Mengingat pelet merupakan

jenis pakan yang mudah rapuh dan patah maka diperlukan binder yang baik dengan

memanfaatkan berbagai jenis binder lokal. Oleh karena itu rumusan masalah dari

penelitian ini adalah bagaimana kualitas fisikokimia pelet hijauan Indigofera

zollingeriana dengan menggunakan berbagai jenis binder pelet.

1.3. Tujuan dan Kegunaan

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kualitas fisikokimia pelet

berbahan Indigofera zollingeriana dengan menggunakan berbagai jenis binder yang

berbeda.
4

Manfaat penelitian ini adalah untuk memberikan informasi bagi masyarakan,

peternak, dan akademis mengenai kualitas fisikokimia pelet Indigofera zollingeriana

dengan menggunakan berbagai jenis binder yang berbeda sehingga menghasilkan

pelet yang berkualitas baik dan tahan lama.

1.4. Kerangka Pikir

Pemenuhan kebutuhan energi dan protein berupa hijauan sangat penting bagi

ternak untuk meningkatkan produktivitas ternak tersebut. Salah satu hijauan dengan

kualitas baik yaitu Indigofera zollingeriana. Akbarillah dkk. (2002) melaporkan nilai

nutrisi tepung daun indigofera adalah sebagai berikut: protein kasar 27,97%; serat

kasar 15,25%, Ca 0,22% dan P 0,18%. Akan tetapi kendala yang biasa dihadapi

yaitu kurangnya ketersediaan Indigofera zollingeriana di peternakan besar seperti di

daerah Jawa. Oleh karena itu diperlukan pengiriman Indigofera zollingeriana dari

daerah-daerah penghasil Indigofera zollingeriana seperti di daerah Sulawesi

Tenggara. Pengiriman Indigofera zollingeriana berupa hijauan sangat tidak efektif

sehingga perlu modifikasi pengiriman hijauan Indigofera zollingeriana dalam bentuk

pelet.

Kualitas pelet yang baik pada penelitian ini diuji dengan menggunakan

berbagai jenis binder yang berbeda-beda. Adapun jenis binder yang digunakan

adalah tepung tapioka, tepung sagu, tepung jagung dan LignoBond. Pelet dengan

jenis binder yang berbeda-beda tersebut dievaluasi PDI (Pelet Durability Index),

BJ (Berat Jenis), densitas pelet, serta kandungan BK, BO, dan PK masing- masing

pelet sebelum dan setelah penyimpanan. Jenis pelet dengan binder terbaik sangat
5

penting untuk menjamin efektifitas penyimpanan dan pendistribusiannya sebelum

digunakan pada industri peternakan.

Potensi Hijauan Pengolahan Hijauan Indigofera


Indigofera zollingeriana menjadi pelet
zollingeriana sebagai pakan yang berkualitas baik
pelet pakan ternak dan tahan lama serta lebih
efektif didistribusikan

Penambahan
berbagai jenis
binder

Tepung Tepung Tepung


LignoBond
Tapioka Jagung Sagu

Pengujian Kualitas Pelet Sebelum dan


Setelah Penyimpanan

Uji Fisik Uji Kimia


(PDI, BJ dan Densitas) (PK, BK, dan BO)

Menghasilkan pelet yang


berkualitas baik dan tahan lama
serta ekonomis

Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian


6

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Indigofera zollingeriana Sebagai Pakan Ternak

Indigofera zollingeriana merupakan tanaman pakan ternak dari kelompok

leguminosa pohon. Saat ini Indigofera zollingeriana telah dimanfaatkan sebagai

bahan pakan ternak ruminansia. Leguminosa pohon ini memiliki produktivitas yang

tinggi dan kandungan nutrisi yang cukup baik, terutama kandungan proteinnya yang

tinggi. Tanaman ini dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak yang kaya akan

nitrogen fosfor, kalium, dan kalsium (Wagiu dkk., 2020). Taksonomi tanaman

Indigofera (Anggrodi, 1990) diuraikan sebagai berikut.

Gambar 2. Indigofera zollingeriana

Kingdom : Plantae

Divisi :Magnoliophyta

Kelas :Magnoliopsida

Ordo :Fabales

Family :Fabaceae

Genus :Indigofereae

Spesies :Indigofera sp
7

Leguminosa tropis Indigofera zollingeriana merupakan jenis hijauan perdu

yang belum banyak diekspos sebagai sumber pakan ternak dan relatif baru

dikembangkan di Indonesia. Hijauan ini memiliki kemampuan adaptasi yang sangat

baik terhadap kondisi lingkungan yang beragam, seperti tanah masam dan tanah

dengan salinitas tinggi, serta toleran terhadap iklim kering yang panjang (Herdiawan

dan Krisnan, 2014).

Nilai nutrisi tepung daun Indigofera zollingeriana adalah: protein kasar

27,97%, serat kasar 15,25%, Ca 0,22%, dan P 0,18%. Selanjutnya disebutkan bahwa

sebagai sumber protein, tepung daun Indigofera zollingeriana mengandung pigmen

yang cukup tinggi seperti xantofil dan carotenoid (Akbarillah dkk., 2002).

Daun indigofera sering digunakan sebagai pakan ternak khususnya

ruminansia. Andi dan Ginting (2011) melaporkan Indigofera sp. dapat digunakan

sebagai bahan pakan sumber protein dengan kandungan tanin yang rendah.

Penggunaan Indigofera sp. sebagai pakan ternak dapat meningkatkan konsumsi dan

kecernaan serta efisiensi penggunaan ransum yang selanjutnya meningkatkan taraf

pertambahan bobot badan harian pada ruminansia. Taraf penggunaan Indigofera sp.

dalam ransum untuk menghasilkan respons optimal penelitian berkisar antara 30-

45%.

2.2. Pelet

Pelet adalah bentuk makanan buatan yang dibuat dari beberapa macam bahan

yang kita ramu dan kita jadikan adonan, kemudian kita cetak sehingga merupakan

batangan atau bulatan kecil-kecil. Ukurannya berkisar antara 1-2 cm. Jadi pelet tidak

berupa tepung, tidak berupa butiran, dan tidak pula berupa larutan (Setyono, 2012).
8

Salah satu faktor yang mempengaruhi kondisi kerusakan pelet yaitu tidak

digunaannya bahan perekat dalam susunan bahan baku pakan. Penggunaan bahan

perekat akan mempengaruhi kualitas pakan, dan bentuk pelet secara fisik. Bahan

perekat diperlukan untuk mengikat komponen komponen bahan pakan agar

mempunyai struktur yang kompak sehingga tidak mudah hancur dan mudah dibentuk

pada proses pembuatannya (Wulansari dkk, 2016).

Proses pembuatan pelet terdiri dari tiga tahap yaitu 1) pengolahan

pendahuluan yang terdiri dari pencacahan, pengeringan dan penghalusan bahan

pakan menjadi tepung, 2) pembuatan pelet meliputi pencampuran, pencetakan,

pendinginan dan pengeringan, 3) perlakuan akhir yang terdiri dari sortasi,

pengepakan dan penyimpanan dalam gudang (Krisnan dan Ginting, 2009).

Abdullah dan Suharlina (2010), melaporkan alternatif pemanfaatan

Indigofera zollingeriana secara maksimal sebagai pakan adalah dengan pengolahan

secara mekanik yaitu menjadi pakan pelet. Hidayat (2019) dalam penelitiannya

penggunaan Indigofera sebagai pelet mengandung kualitas kimia yang cukup baik

sebagai pakan ternak dengan komposisi pelet 75% indogofera, 24% bekatul dan 1%

premix. Simanihuruk dan Sirait (2009), menyebutkan bahwa taraf penggunaan

Indigofera sp. sebagai pakan basal berkisar antara 25-75% dari total BK pakan dan

bentuk fisik pelet Indigofera memberikan warna hijau ketuaan, bau yang wangi dan

memiliki bentuk pelet yang kuat dan utuh dengan kandungan protein kasar pelet

Indigofera adalah 18%. Massuqueto dkk. (2020) manfaat dari pelet yaitu dapat

mengurangi segregasi bahan, kemudahan penanganan, dan pengurangan biaya

formulasi dengan memasukkan bahan alternatif dan mengurangi diet energi.


9

2.3. Bahan Pengikat (Binder)

Binder atau bahan perekat adalah bahan tambahan yang sengaja ditambahkan

ke dalam formula pakan untuk menyatukan semua bahan baku yang digunakan

dalam membuat pakan (Saade dan Aslamyah, 2009). Pembuatan pelet memerlukan

perekat (binder) yang tepat dalam penggunaannya. Syarat penggunaan binder antara

lain mudah didapat, murah, tidak bersaing dengan manusia dan tidak mengganggu

kandungan nutrisi yang terdapat dalam ransum (Arif, 2010).

Penggunaan bahan perekat sangat menentukan kualitas pelet yang akan

dihasilkan, karena bahan perekat dapat menjaga keutuhan komponen-komponen

penyusun pelet serta dapat memperkuat ikatan penyusun pelet sehingga pelet yang

dihasilkan tidak mudah rapuh dan hancur. Bahan perekat pakan dapat dibedakan

menjadi dua jenis yaitu bahan perekat alami dan buatan. Bahan perekat alami telah

banyak digunakan sebagai bahan perekat untuk berbagai pakan, antara lain tepung

tapioka, molases, tepung jagung, tepung sagu serta rumput laut. Bahan perekat

sintetis yang biasa digunakan adalah CMC (Carboxy methyl cellulose) dan

LignoBond DD. Namun dari sisi harga kurang ekonomis sehingga diperlukan bahan

perekat alami yang memiliki potensi perekat yang baik, dengan penggunan bahan

baku lokal, harga terjangkau, persediaannya terjamin dan tidak bersaing dengan

kebutuhan manusia (Sari dkk., 2016).

Bahan-bahan yang dapat menjadi pengikat ini misalnya jagung, tepung ubi

kayu, tepung sagu, terigu, tepung tapioka, molases, dan bahan bahan lain yang tinggi

kandungan patinya. Pembuatan pelet hijauan, memerlukan binder (pengikat) supaya

pelet hijauan bisa terbentuk. Bahan pengikat ini berasal dari bahan bahan yang
10

mengandung pati. Dalam proses pembuatan pelet, terjadi pemanasan sehingga pati

ini akan meleleh membentuk gelatin yang akan menjadi perekat terhadap pelet

hijauan yang dibuat (Susilawati dkk., 2012).

2.3.1. LignoBond DD

LignoBond DD (Borregaard – LignoTech, Norwegia) adalah aditif berbasis

lignin yang digunakan sebagai pengikat dalam pembuatan pelet. Fungsi dari

LignoBond adalah untuk meningkatkan daya tahan pelet. Juga telah ditunjukkan

bahwa LignoBond mengurangi konsumsi daya selama peletting, misalnya untuk

pakan ternak (Nevalainen, 2015). Dosis penggunaan LignoBond sebagai binder pelet

yaitu 0,1% dari berat pakan.

LigonoBond merupakan hasil akhir dari pengolahan limbah cair lignin yang

kemudian diolah menjadi lignosulfat. Fitria dkk. (2012) mengatakan sebagian lignin

dimanfaatkan sebagai campuran atau pengikat (binder) dalam pakan ternak

(ruminansia) dan sebagiannya dimanfaatkan untuk produk lainnya.

2.3.1. Tepung Tapioka

Tepung tapioka adalah granula pati dari umbi ketela pohon yang kaya akan

karbohidrat. Tepung tapioka mempunyai kandungan amilopektin yang tinggi

sehingga mempunyai sifat tidak mudah menggumpal, mempunyai daya lekat yang

tinggi, tidak mudah pecah atau rusak dan suhu gelatinisasinya relatif rendah antara

52-64°. Kandungan gizi tepung tapioka per 100 g sampel adalah 362 kal, protein

0.59%, lemak 3.39%, air 12.9% dan karbohidrat 6.99% (Lekahena, 2016).
11

Tepung tapioka merupakan bahan baku lokal yang mudah diolah dan harganya

relatif murah. Selain memiliki kandungan karbohidrat yang cukup tinggi tepung

tapioka mengandung amilosa sebesar 17% dan amilopektin 83% sehingga

dipanaskan akan menjadi zat yang dapat merekatkan suatu partikel. Dengan

demikian penambahan tepung tapioka sangat membantu dalam pembuatan pakan

berbentuk pelet, karena pelet yang dihasilkan menjadi padat dan tidak mudah pecah

(Sari, 2016).

Penelitian yang pernah dilakukan oleh Wikantiasi (2001), bahwa dengan

penambahan 4% tepung tapioka sebagai perekat dapat menghasilkan sifat fisik pelet

yang optimal pada tingkat kekerasan, stabilitas dalam air, dan berat jenis pelet yang

dihasilkan lebih kompak, tidak mudah pecah, rapuh maupun patah. Penelitian lain

dilakukan oleh Syamsu (2007), bahwa penambahan 5% tepung tapioka dalam

ransum pelet menghasilkan sifat fisik terbaik yaitu kerapatan tumpukan sebesar 549

kg/m3 dan kerapatan pemadatan tumpukan sebesar 746 kg/m3.

2.3.2. Tepung Sagu

Tepung sagu mengandung amilosa dan amilopektin yang dapat mempengaruhi

daya larut dari pati sagu dan suhu gelatinisasi. Adapun kadar amilosa pada pati sagu

adalah 27% dan amilopektinnya adalah 73% dan pada konsentrasi yang sama, pati

sagu mempunyai viskositas yang tinggi dibandingkan dengan pati - pati serealia yang

lain. Penambahan tepung sagu dalam bahan sebagai bahan pengikat dapat mengikat

air akibat proses gelatinisasi (Wattimena, 2013).

Sagu sebagai penghasil pati dan karbohidrat bisa dikembangkan menjadi bahan

substitusi pangan yang bernilai tinggi. Dalam pati sagu terkandung komponen kimia
12

yang terdiri dari karbohidrat, protein, lemak, mineral, kalsium, fosfor, serat dan zat

besi yang tinggi terutama karbohidrat sagu lebih tinggi dibandingkan dengan beras

dan beberapa pangan sumber karbohidrat lainnya (Parama, 2013).

Bahan perekat yang bersal dari pati seperti tepung sagu adalah bahan yang ready

stock, murah dan mudah aplikasinya, tidak beracun dan biodegradable dan tinggi

akan kandungan amilopektin. Wardhana (2015), mengatakan amilopektin yang

bersifat lengket dapat meningkatkan ikatan antar material-material dalam pelet

sehingga dapat meningkatkan ketahanan terhadap tekanan dan gesekan yang diterima

pelet saat pengangkutan dan transportasi. Hal tersebut sesuai dengan Kuokkanen

(2013) yang menjelaskan bahwa tepung sagu mengandung polisakarida kompleks

berupa amilum (starch) yang umum digunakan sebagai perekat.

2.3.3. Tepung Jagung

Salah satu sumber tanaman penghasil pati adalah jagung. Jagung mempunyai

beragam jenis amilum, mulai dari amilosa dan amilopektin rendah sampai tinggi. Pati

merupakan komponen utama dalam biji jagung, sekitar 72-73% dari total berat.

Setelah dipanen, biji jagung kemudian melewati proses pasca panen seperti

pembersihan, pengeringan, dan penyimpanan (Sakinah, 2018).

Jagung jenis ini disebut jagung tepung (Zea Mays amylacea). Biji jagung jenis

ini banyak mengandung zat pati atau tepung. Oleh sebab itu jagung ini biasa disebut

jagung tepung, selain itu bijinya yang lunak dan merupakan varietas jagung tertua.

Endosperma pada tipe jagung waxy seluruhnya terdiri dari amylopectine, sedangkan

jagung, biasa mengandung ± 70% amylopectine dan 30% amylose. Jagung digunakan

sebagai bahan perekat, selain sebagai bahan makanan (Indriyani, 2013).


13

Penggunaan tepung jagung sebagai bahan perekat pelet sangat baik digunakan

mengingat kandungan amilopektinya yang tinggi dan ekonomis digunakan.

Susilawati dkk. (2012) melaporkan pelet dengan bahan pengikat jagung, maka

semakin tinggi penggunaan jagung, semakin tinggi pula kandungan protein pelet

hijauan. Hal ini disebabkan karena jagung merupakan bahan yang kandungan protein

kasarnya paling tinggi, sedangkan untuk bahan pengikat lain, semakin tinggi

pemberian bahan pengikat, semakin rendah kandungan protein kasar pelet hijauan

secara keseluruhan.

2.4. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Pelet

Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas pelet antara lain pati, serat dan

lemak. Pati bila dipanaskan dengan air akan mengalami gelatinisasi yang berfungsi

sebagai perekat sehingga mempengaruhi kekuatan pelet. Serat berfungsi sebagai

kerangka pelet dan lemak berfungsi sebagai pelicin selama proses pembentukan pelet

dalam mesin pelet sehingga mempermudah pembentukan pelet (Putra, 2019).

Secara mekanik proses pengolahan bahan baku ransum didukung oleh faktor

kadar air, panas dan tekanan, selain itu dua faktor yang mempengaruhi ketahanan

serta kualitas fisik pelet adalah karakteristik dan ukuran partikel bahan. Pelet yang

berkualitas harus mempunyai nutrien tinggi misalnya meningkatkan konsumsi

ransum dan meningkatkan nilai nutrien (Thomas dan van der Poel, 1996).

Bentuk fisik pelet sangat dipengaruhi jenis bahan yang digunakan, ukuran

pencetak, jumlah air, tekanan dan metode setelah pengolahan serta penggunaan

bahan pengikat/ perekat untuk menghasilkan pelet dengan struktur yang kuat,

kompak dan kokoh sehingga pelet tidak mudah pecah (Rahmana, 2016).
14

Salah satu faktor yang mempengaruhi kondisi kerusakan pelet yaitu tidak

digunaannya bahan perekat dalam susunan bahan baku pakan. Penggunaan bahan

perekat akan mempengaruhi kualitas pakan, dan bentuk pelet secara fisik. Bahan

perekat diperlukan untuk mengikat komponenkomponen bahan pakan agar

mempunyai struktur yang kompak sehingga tidak mudah hancur dan mudah dibentuk

pada proses pembuatannya (Wulansari, 2016).

Faktor yang mempengaruhi nilai durabilitas pada pelet antara lain

karakteristik bahan baku (protein, lemak, serat, pati), kepadatan, tekstur, air dan

kestabilan karakteristik bahan (Rahmana, 2016). Hal tersebut dapat dilihat dari nilai

durabilitas pada pellet menggambarkan banyaknya pellet yang mampu bertahan

terhadap benturan, gesekan, guncangan pada saat proses penyimpanan maupun

distribusi (Krisnan dan Ginting, 2009).

Nurhayatin dan Puspitasari (2017), melaporkan faktor yang mempengaruhi

nilai densitas pada pelet dapat dilihat pada kekompakkan bahan selain itu juga

dipengaruhi oleh kondisi bahan yang digunakan. Densitas digunakan untuk

mengetahui kekompakan dan tekstur pakan. Tekstur pakan yang kompak akan tahan

terhadap proses penekanan sehingga ikatan antar partikel bahan-bahan tidak terisi

rongga udara. Sementara faktor-faktor yang mempengaruhi berat jenis pelet adalah

proses pengolahan, penanganan dan penyimpanan.


15

III. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada Agustus 2021 di Laboratorium Ilmu Nutrisi

dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan Universitas Halu Oleo Kendari.

3.2. Materi Penelitian

Materi yang digunakan dalam penelitian adalah hijauan Indigofera

Zollingeriana, air, tepung tapioka, tepung sagu dan tepung jagung, LignoBond,

H2SO4, aquades, NaOH, asam borat dan HCl. Alat yang digunakan berupa blender,

disc mill, PDI test, shakes shieve, timbangan digital, nampan, mesin pelleter,

durability tester, timbangan analitik, oven 105°C, oven 60°C, cawan porselin, gelas

ukur, labu erlenmeyer, desikator, tanur, kertas saring, pisau, kertas label, kantong

plastik, tabung reaksi, gegep, dan pipet tetes.

3.3. Prosedur Penelitian

3.3.1. Tahap Persiapan Bahan Pelet

Persiapan bahan pelet meliputi persiapan seluruh bahan baku yang dibutuhkan.

Bahan-bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan pelet hijauan Indigofera terdiri atas,

indigofera yang diolah menjadi tepung, tepung tapioka, tepung sagu, tepung jagung

dan binder komersial (LignoBond).

Pembuatan tepung indigofera dilakukan dengan cara menjemur daun (daun

tua dan daun muda), di bawah sinar matahari. Setelah kering hijauan indigofera

digiling hingga menjadi tepung (Setianto dkk., 2005)


16

3.3.2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Bahan Baku: Jenis-Jenis Binder:

1. Tepung 1. Binder Komersial (LignoBond)


Indigofera 2. Tepung Sagu
Zollingeriana 3. Tepung Jagung
2. Air 4. Tepung Tapioka

Penyimpanan Pelet
(1 Bulan) Indigofera Mixing

Uji Fisik Pencetakan Pelet


1. Indeks Durabilitas Pelet
Indigofera
2. Densitas Pelet
3. Berat Jenis Pelet
Uji Kimia
Analisa kadar PK, BK,
dan BO

Gambar 3. Pelaksanaan Penelitian

Prosedur pembuatan pelet hijauan Indigofera dilakukan dengan mengadopsi

metode penelitian Wulansari dkk. (2016), yaitu dimulai dari penimbangan atau

penakaran bahan-bahan baku sesuai dengan kebutuhan, kemudian ditambahkan

dengan bahan perekat sesuai dengan perlakuan. Setelah itu aduk merata dengan

penambahan air 20% dan diremas-remas hingga menjadi homogen. Kemudian

dimasukan ke dalam alat pencetak pelet dengan diameter lubang pencetak pelet 8

mm.

Adonan dicetak dengan mesin pencetak pelet untuk menghasilkan pakan.

Kemudian dikeringkan dengan menggunakan oven 60°C. Selanjutnya Pelet yang


17

dihasilkan dari pencetakan segera dikeringkan. Pengeringan dilakukan dengan cara

penjemuran atau dengan menggunakan alat pengering khusus (oven). Proses

pengeringan pakan buatan dengan menggunakan pengering khusus lebih

menguntungkan sebab tidak terpengaruh oleh kondisi cuaca, lebih bersih dan lebih

cepat. Pelet yang telah jadi kemudian diuji sifat fisik dan sifat kimianya sebelum dan

sesudah penyimpanan selama 30 hari sebagai pembanding.

3.4. Parameter Pengamatan

3.4.1. Uji Fisik

1. Uji Indeks Durabilitas Pelet

Uji indeks durabilitas pelet dilakukan dengan memasukkan sampel 500 gram

pelet utuh ke dalam kotak yang dilengkapi alat pemutar (tumbling box) dengan

kecepatan 50 rpm selama 10 menit, lalu dilakukan penyaringan (Susilawati dkk.,

2011). Sesuai dengan penelitian Pfost (1976) yang menyederhanakan sistem ini

menjadi satu ruang yang berputar yang disebut “Tumbing Can”. Dalam metode ini,

500 gram pelet yang didinginkan dan disaring ditempatkan dalam kotak logam

dengan dimensi 30 cm x 30 cm x 12 cm dan terdapat penyekat dengan panjang 23

cm, lebar 5 cm berada ditengah secara diagonal di dalam kotak. Kotak ini diputar

pada 50 rpm selama 10 menit kemudian disaring.

Penentuan pellet durability index (PDI) dilakukan dengan membandingkan

berat pelet awal dengan berat setelah diputar dalam tumbler dikalikan 100%. Ismi

dkk. (2017) PDI dihitung dengan menggunakan rumus :

𝑆𝑖𝑠𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔)


Durabilitas = x100%
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (500𝑔)
18

2. Uji Densitas Pelet

Densitas digunakan untuk mengetahui kekompakkan dan tekstur pelet.

Tekstur pelet yang kompak akan tahan terhadap pengaruh proses penekanan

sehingga ikatan antar partikel penyusun partikel bahan tidak terisi rongga udara.

Densitas unit ditentukan dengan cara menimbang massa satu pelet

menggunakan neraca analitis, sedangkan volume pelet dihitung dari diameter dan

tinggi pelet yang diukur menggunakan jangka sorong (Said dkk., 2015). Kepadatan

atau densitas pelet (g/cm3) dihitung dengan cara membandingkan massa (g) dengan

volume pelet (cm3) seperti dijelaskan dalam USDA (1999).

𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑒𝑙𝑒𝑡 (𝑔)


Densitas (g/cm3) =
3,14 𝑥 𝑟 2 𝑥 𝑡 (𝐶𝑚3 )

3. Uji Berat Jenis Pelet


Uji Berat Jenis dengan menggunakan metode statter test (Khalil, 1999).

Sampel sebanyak 100 gram dimasukkan ke dalam gelas ukur yang berisi air 500 ml,

lalu dilakukan pengadukan untuk mempercepat penghilangan ruang udara antar

partikel pellet. Pembacaan volume dilakukan setelah volume air konstan.

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔)


BJ (g/ml) =
𝑃𝑒𝑟𝑢𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠 (𝑚𝑙)

3.4.2. Uji Kimia

Uji kimia, yaitu uji nutrisi pakan secara kimiawi dengan penentuan kuantitas

dan kualitas nutrien dalam pakan. Pengujian secara kimiawi meliputi analisa kadar

protein kasar (PK), bahan kering (BK), dan bahan organik (BO).
19

1. Kadar Protein Kasar

Penentuan kadar protein dilakukan dengan metode Kjedal (AOAC, 2005)

yaitu dengan cara menimbang sampel sebanyak 0,25 gram lalu masukkan kedalam

labu Kjeldahl 100 ml dan di tambahkan 0,25 gram campuran bahan (5 g K2SO4; 0,25

g CuSO4; 0,1 g selenium) dan 3 ml H2SO4 pekat. Kemudian dilakukan destruksi

(pemanasan dalam keadaan mendidih) selama 1 jam sampai larutan jernih. Setelah

dingin ditambahkan 50 ml akuades dan 20 ml NaOH 40%, lalu didestilasi. Hasil

destilasi ditampung dalam labu erlenmeyer yang berisi campuran 10 ml H 3BO3 dan 2

tetes brom kresol hijau berwarna merah muda. Setelah volume tampungan (destilat)

menjadi 25 ml dan berwarna kebiruan, destilasi dihentikan dan destilat dititrasi

dengan HCl 0,02 N sampai merah muda. Perlakuan yang sama dilakukan juga

terhadap blangko (AOAC, 2005). Dengan metode ini diperoleh kadar nitrogen total

yang dihitung dengan rumus:

(S−B) x N HCL x 14
% Nitrogen = x 100%
W x 1000

Kadar protein (%) = % Nitrogen x 6,25

Keterangan :

S: volume titran sampel

B: volume titran blangko

W: bobot sampel kering

N: normalitas HCl
20

2. Kadar Bahan Kering

Analisis bahan kering dilakukan berdasarkan metode (AOAC 2005), yaitu

dengan memasukkan Cawan porselin yang bersih ke dalam oven dan pada suhu

105ºC selama 24 jam kemudian didinginkan kedalam desikator selama 30 menit dan

ditimbang (a gram), Sampel ditimbang sebanyak ± 1 gram dimasukkan ke dalam

cawan porselin dan ditimbang bersama-sama (b gram). Kemudian dikeringkan dalam

oven pada suhu 105ºC selama 24 jam dan setelah kering didinginkan dalam desikator

dan ditimbang kembali (c gram). Sehingga diperoleh perhitungan :

𝑏−𝑎
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑖𝑟 (%) = 𝑥 100%
𝑐−𝑎

Kadar bahan kering (%) = 100% - Kadar Air (%)

Keterangan :

a = berat cawan kosong (gram)

b = berat cawan + sampel sebelum dioven (gram)

c = berat cawan + sampel setelah dioven (gram)

3. Kadar Bahan Organik

Analisis bahan organik dilakukan berdasarkan metode (AOAC 2005), yaitu

dengan cara sampel dari analisa bahan kering dimasukkan kedalam tanur listrik

selama 3 jam pada suhu 600ᵒC. Kemudian tanur dimatikan dan dibiarkan agak dingin

kemudian tanur dibuka lalu sampel diambil dan dimasukkan kedalam desikator

selama 30 menit, kemudian ditimbang (d gram). Adapun rumus perhitungan adalah

sebagai berikut :
21

𝑑−𝑎
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑏𝑢 (%) = 𝑥 100%
𝑏−𝑎

100 − 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑏𝑢


% Bahan Organik = 𝑥 𝑏𝑘 %
100

BO (%) = %BO x BK (%)

Keterangan :

a = Berat cawan kosong (gram)

b = Berat cawan + sampel sebelum dioven (gram)

d = Berat cawan + sampel setelah ditanur (gram)

3.5. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian ini menggunakan 4 perlakuan dengan ulangan sebanyak

4 kali sehingga terdapat 16 unit percobaan yang meliputi:

P1 = Tepung rumput hijauan Indigofera zollingeriana + 1% binder komersial

(LignoBond).

P2 = Tepung rumput hijauan Indigofera zollingeriana + 1% tepung sagu

P3 = Tepung rumput hijauan Indigofera zollingeriana + 1% tepung jagung

P4 = Tepung rumput hijauan Indigofera zollingeriana + 1% tepung tapioka

Jumlah pelet yang dibuat tiap perlakuan yaitu sebesar 4 kg.

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan model

matematis yang digunakan yaitu :

Yij = µ + α i + εij

Keterangan :
22

Yij = Nilai pengamatan pada perlakuan dan ulangan

µ = Nilai rata-rata umum pengaruh perlakuan

α i = Pengaruh perlakuan ke- i (I = 1,2,3 dan 4)

εij = Pengaruh galat perlakuan ke-i, pada ulangan ke- j (I = 1,2,3 dan 4)

i = Perlakuan ke 1,2,3, dan 4

j = Ulangan 1,2,3 dan 4

3.6. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah uji fisik pelet yang meliputi Indeks

Durabilitas Pelet, Berat Jenis Pelet, Densitas Pelet, dan uji kimia pelet yang meliputi

analisa kadar Protein Kasar (PK), Bahan Kering (BK), serta Bahan Organik (BO)

pelet.

3.7. Analisis Data

Data dianalisis dengan ANOVA rancangan acak lengkap (RAL)

menggunakan perangkat SPSS. Jika perlakuan berpengaruh nyata terhadap parameter

maka dilakukan uji beda antar perlakuan menggunakan uji lanjut Duncan’s Multiple

Range Test (DMRT) pada taraf kepercayaan 95% (α=0,05).


23

DAFTAR PUSTAKA

[AOAC] Association Of Official Agricultural Chemists. 2005. Official Methods Of


Analysis. 17th Ed. Washington Dc (Us): Assoc Of Official Analytical
Chemist.
Abdullah, L, dan Suharlina. 2010. Herbage Yield and Quality of Two Vegetative
Parts of Indigofera at Different Times of First Regrowth Defoliation.
Media Peternakan. 33 (1): 44-49.
Akbarillah, T.,D. Kaharuddin., Kususiyah. 2002. Kajian Daun Tepung Indigofera
sebagai Suplemen Pakan Produksi dan Kualitas Telur. Laporan
Penelitian. Lembaga Penelitian Universitas Bengkulu, Bengkulu.
Akhadiarto, S. 2010. Pengaruh pemanfaatan limbah kulit singkong dalam pembuatan
pelet ransum unggas. Jurnal Tek. Ling. 11 (1) : 127 – 138.
Anggrodi R. 1990. Ilmu Makanan Ternak Umum. Cetakan Ketiga. Jakarta: PT.
Gramedia.
Arif, Z. 2010. Pengaruh Binder Molases dalam Complete Calf Starter Bentuk Pelet
terhadap Konsentrasi Volatile Fatty Acid Darah dan Glukosa Darah
Pedet Prasapih. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro,
Semarang. [Skripsi].
Ering, V.J., Malcky, M.T., Agnitje, R., Constantyn, I.J.S. 2019. Pengaruh Jarak
Tanam Indigofera Zollingeriana Terhadap Kapasitas Tampung
Potensial Ternak Sapi Di Areal Pertanaman Kelapa. Jurnal Zootec.
39(2):380-386.
Hassen A, Rethman NFG, Van Niekerk, Tjelele TJ. 2007. Influence of season/year
and species on chemical composition and in vitro digestibility of five
Indigofera accessions. Anim Feed Sci Technol. 136:312-322.
Herdiawan I & Krisnan R. 2014. Produktivitas dan pemanfaatan tanaman leguminosa
pohon Indigofera zollingeriana pada lahan kering. WARTAZOA. 24
(2): 75-82.
Hidayat H. 2019. Kualitas Nutrisi Pelet Indigofera Zollingeriana dengan Formulasi
yang Berbeda. Program Studi Peternakan. Fakultas Pertanian.
Universitas Sriwijaya. Inderalaya. [Skripsi].
Ismi, R. S., R. I. Pujaningsih dan S. Sumarsih. 2017. Pengaruh penambahan level
molasses terhadap kualitas fisik dan organoleptik pellet pakan kambing
periode penggemukan. J. Ilmiah Peternakan Terpadu 5 (3): 58-63.
24

Khalil. 1999. Pengaruh kandungan air dan ukuran partikel terhadap perubahan
perilaku fisik bahan pakan local: Kerapatan Tumpukan, Kerapatan
Pemadatan Tumpukan dan Berat Jenis. Media Peternakan 22 (1): 1-11.

Krisnan, dan S. P Gintin. 2009. Penggunaan Solid Ex-Decanter Sebagai Perekat


Pembuatan Pakan Komplit Berbentuk Pelet:Evaluasi Fisik Pakan
Komplit Berbentuk Pelet. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan
Veteriner. Sumatera Utara: 480-486.
Kuokkanen, M. 2013. Development of an Eco-and Material -Efficient Pellet
Production Chain-a Chemical Studiy.Dissertation. University of Oulu,
Oulu.
Lekahena, V. N. J. (2016). Pengaruh Penambahan Konsentrasi Tepung Tapioka
Terhadap Komposisi Gizi dan Evaluasi Sensori Nugget Daging Merah
Ikan Madidihang. Agrikan: Jurnal Agribisnis Perikanan, 9(1).
Massuquetto, A.; Panisson, J.C.; Schramm, V.G.; Surek, D.; Krabbe, E.L.; Maiorka,
A. Effects of feed form and energy levels on growth performance,
carcass yield and nutrient digestibility in broilers. Animal 2020, 14,
1139–1146.
Nilasari. 2012. Pengaruh Penggunaan Tepung Ubi Jalar, Garut dan Onggok Terhadap
Sifat Fisik dan Lama Penyimpanan Ayam Broiler Bentuk Pelet. Institut
Pertanian Bogor, Bogor. (Skripsi)
Parama, T., Novita I., Riyanti E, F., Eka, F. 2013. Analisis Kelayakan Finansial
Pengembangan Usaha Produksi Komoditi Lokal Mi Berbasis Jagung.
Jurnal Pangan, Balai Besar Pengembangan Teknologi Tepat Guna.
LIPI. Vol. 23. 61-76. Subang.
Pfost, H., 1976. Appendix F:Wafers, pellets and crumbles-definitions and methods
for determining specific weight, durability and moisture content.
American Feed Manufacturers Assosiation. Feed Manufacturing
Technology 527-529.

Putra RE. 2019. Kualitas Fisik Pelet Ayam Pedaging Yang Ditambah Lumpur Sawit
Fermentasi Dengan Jenis Kemasan Dan Lama Penyimpanan Yang
Berbeda. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim. Riau
Pekanbaru.
Rahmana, I. 2016. Kualitas fisik pelet ayam broiler periode akhir dengan
penambahan feses ternak dan bahan perekat yang berbeda. Skripsi.
Jurusan Peternakan. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim
Riau. Pekanbaru.
25

Reksohadiprodjo, S. 1994. Produksi Tanaman Hijauan Makanan Ternak Tropik.


Bagian Penerbitan Fakultas Ekonomi, Universitas Gajah Mada,
Yogyakarta.

Saade, E. dan Aslamyah, S. 2009. Uji Fisik dan Kimiawi Pakan Buatan untuk Udang
Windu Panaeus monodon Fab. yang Menggunakan Berbagai Jenis
Rumput Laut Sebagai Bahan Perekat. Jurnal Ilmu Kelautan dan
Perikanan. 19(): 107-115.
Said N., Abdel daiem M.M., Garcia A. dan Zamorano, M. Influence of Densification
Parameters on Quality Properties of Rice Straw Pellets. Fuel Processing
Technology 2015; 138: 56-64
Salas-Bringas, C., A.M. Catargiu, D. Miladinovic, R.B Lekang, and R.B. Schüller,
N. Mišljenović, (2015), Effects of enzymes and lignosulfonate addition
on tensile strength, surface hydration properties and underwater
swelling rate of microalgae pellets, Annual Transactions of the Nordic
Rheology Society, 23: p. 153-160.
Sari, I., T. Miranda dan Sandi. 2016. The cytotoxic activity of N-hexane extract of
kersen (mutingia calabura Linn) terhadap koloni Streptoccocus
viridians. J. Indonesian for Health Sciences. 1(2):1-6

Setianto J, Soetrisno E, Suharyanto, Tamzan. 2005. The eff ect of cassava and
Indigofera leaf meals as corn’s substitution on 1-5 week old quail’s
performance. J Agric Sci. 7:76-81.
Setyono, B., 2012, Pembuatan Pakan Buatan, Unit Pengelola Air Tawar, Kepanjen,
Malang.
Simanihuruk K, Sirait J. 2009. Pemanfaatan leguminosa pohon Indigofera sp.
sebagai pakan basal kambing Boerka fase pertumbuhan. Dalam: Sani Y,
Natalia L, Brahmantiyo B, Puastuti W, Sartika T, Nurhayati, Anggraeni
A, Matondang RH, Martindah E, Estuningsih SE, penyunting.
Teknologi peternakan dan veteriner mendukung industrialisasi sistem
pertanian untuk meningkatkan ketahanan pangan dan kesejahteraan
peternak. Semnas Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 13-14
Agustus 2009. Bogor (Indonesia): Puslitbangnak. p. 449-455.
Susilawati I., Mansyur, Romi IZ. 2012. Penggunaan Berbagai Bahan Pengikat
terhadap Kualitas Fisikd an Kimia Pelet Hijauan Makanan Ternak.
Jurnal Ilmu Ternak. Vol. 12, No.1. Halaman 47-50
Syamsu, J. A. 2007. Karakteristik Fisik Pakan Itik Bentuk Pellet yang Diberi Bahan
Perekat Berbeda dan Lama Penyimpanan yang Berbeda. Jurnal Ilmu
Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Hasanudin Makasar. 7(2):
128-134.
26

Thomas, M. And A. F. B. van der Poel. 1996. Physical quality of peleted animal
feed. 1. Criteria for pelet quality. Anim. Feed Sci. and Tech. 61: 89-
112.

Wagiu I.H.G.M., C.L. Kaunang, M.M. Telleng, W.B. Kaunang. 2020. Pengaruh
Intensitas Pemotongan Terhadap Produktivitas Indigofera
Zollingeriana. Jurnal Zootec. Vol. 40. No. 2. Hal. 665-675.
Wardhana, K. A. 2015. Perekat untuk Pembuatan Pelet Pupuk Organik dari Residu
Proses Digestasi Anaerobik Lumpur Biologi Industri Kertas. Jurnal
Selulosa Vol. 4 No. 2, 69- 78.
Wattimena M, V.P. Bintoro, S. Mulyani. 2013. Kualitas Bakso Berbahan Dasar
Daging Ayam Dan Jantung Pisang Dengan Bahan Pengikat Tepung
Sagu. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. 2(1):36-39.
Wikantiasi, A. 2001.Uji Sifat Fisik Pakan Ikan Jenis Pelet Tenggelam dengan Proses
Pengukusan dan Tingkat Penambahan Tepung Tapioka sebagai Perekat.
Skripsi. Jurusan Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan.
Institut Pertanian Bogor.
Wulansari R, Y Andriani, K Haetami. 2016. Penggunaan Jenis Binder Terhadap
Kualitas Fisik Pakan Udang. Jurnal Perikanan Kelautan. 7(2):140-149.

Anda mungkin juga menyukai