Kegiatan Belajar 1:
Hakikat Profesi Keguruan
1. Kompetensi Mahasiswa
1. PROFESIONALISME
KARAKTERISTIK 2. LAYANAN AHLI
PROFESI KEGURUAN 3. PENGHARGAAN
DARI MASYARAKAT
KOMITMEN GURU
PROFESIONAL
CIRI2 KOMITMEN:
1. Perhatian terhadap
peserta didik
2. Pengorbanan
(waktu dan tenaga).
3. Bekerja untuk orang
SYARAT-SYARAT lain (pengabdian dan
loyalitas)
GURU PROFESIONAL
1. Pekerja penuh
2. Ilmu Pengetahuan
3. Aplikasi ilmu
pengetahuan
4. Lembaga
pendidikan profesi
Wajah kehidupan sebuah bangsa pada masa yang akan datang tercermin dalam wajah diri
para guru masa kini (Werang, 2016). Pernyataan ini mau menegaskan bahwa gerak laju kehidupan
suatu bangsa pada masa yang akan datang sangat tergantung pada tingkat keseriusan dan
tanggungjawab seorang guru dalam melaksanakan fungsinya saat ini untuk mempersiapkan anak-
anak bangsa menjadi aktor pembangunan. Konsekwensinya dibutuhkan guru yang profesional. Hal
ini dilatarbelakangi oleh realitas bahwa tugas seorang guru itu berat sekaligus mulia. Guru
memegang peranan utama dan strategis dalam upaya mewujudkan pembangunan nasional. Ketika
pendidikan diyakini sebagai tiang penyangga utama kemajuan pembangunan sebuah bangsa, guru
menjadi sosok yang keberadaannya tidak dapat digantikan oleh komponen bangsa manapun. Pada
pundak guru terpatri kewajiban mulia mempersiapkan generasi muda bangsa menjadi manusia-
manusia pembangunan. Kesadaran yang amat mulia ini akan dimiliki dan diimplementasikan
dengan berhasil oleh setiap guru jikalau dia memahami dengan sungguh profesinya sebagai
seorang guru dengan tuntutan-tuntutan dan keunggulannya.
Sebuah pekerjaan akan disebut profesi jika memiliki ciri-ciri: (a) memiliki bidang ilmu dan
ketrampilan tertentu di luar jangkauan khalayak ramai; artinya tidak semua orang dapat
melakukannya, (b) ada lembaga pendidikan khusus yang menghasilkan pelakunya dengan
program dan jenjang pendidikan yang baku serta memiliki standar akademik yang memadai, (c)
ada organisasi profesi yang mewadahi para pelakunya, (d) ada kode etik yang mengatur perilaku
para pelakunya, dan (e) melayani kepentingan masyarakat. Guru adalah sebuah profesi karena
memenuhi semua persyaratan keprofesian tersebut.
Guru merupakan penentu keberhasilan pendidikan melalui kinerjanya pada tingkat
institusional maupun instruksional. Peran strategis tersebut sejalan dengan Undang-Undang
Nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, yang menempatkan kedudukan guru sebagai tenaga
profesional sekaligus sebagai agen pembelajaran. Sebagai tenaga profesional, pekerjaan guru
hanya dapat dilakukan oleh seorang yang mempunyai kualifikasi akademik, kompetensi, dan
sertifikat pendidik sesuai dengan persyaratan untuk setiap jenis dan jenjang pendidikan tertentu.
Kedudukan guru sebagai tenaga profesional mempunyai visi terwujudnya penyelenggaraan
pembelajaran sesuai dengan prinsip profesionalisme untuk memenuhi hak yang sama bagi setiap
warga negara dalam memperoleh pendidikan yang bermutu. Kedudukan guru sebagai agen
pembelajaran berkaitan dengan peran guru dalam pembelajaran, yakni sebagai fasilitator,
Secara etimologis kata profesi berasal dari bahasa latin professio yang berarti “ikrar”.
Penggunaan terminologi ini sangat syarat dengan catatan historis (Muslim, 2019). Pada mulanya
profesi digunakan dalam bidang politik. Dalam bahasa Yunani digunakan kata phrophaino yang
merujuk pada sesuatu secara publik, yakni jabatan publik sebagaimana makna professio dalam
bahasa Latin. Politisi Romawi biasanya menggunakan professio untuk menyatakan bahwa yang
bersangkutan bersedia dan sanggup untuk memenuhi segala persyaratan untuk menduduki jabatan
publik (Werang, 2016). Dalam perkembangan professio mulai digunakan oleh Gereja. Muhajir
(dalam Fathurrahman dan Suryana, 2012) mendeskripsikan bahwa penggunaan istilah profesi di
lingkungan Gereja berkaitan dengan penyerahan diri kaum religius (biarawan-biarawati). Para
religius menyerahkan diri dengan mengikrarkan kesetiaan untuk mengabdikan seluruh hidupnya
kepada Tuhan dan pelayanan kemanuisaan. Dengan demikian, profesi memiliki makna yang
sakral, yakni sebagai sebuah ikrar yang tulus dan suci yang dilakukan oleh seseorang, yang
mendedikasikan seluruh hidupnya demi suatu tujuan yang luhur tanpa menuntut imbalan apapun.
Dalam perkembangan kata profesi yang bermakna sakral ini telah mengalami perubahan,
bahkan digunakan untuk aktivitas-aktivitas yang bertentangan dengan makna sebelumnya
(Muslim, 2019). Misalnya penggunaan istilah penjahat profesional, pembunuh profesional,
perampok profesional dan masih banyak lagi sebutan-sebutan yang mengarah kepada makna
profesi yang negatif. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Huntington (dalam
Fathurrahman dan Suryana, 2012) bahwa istilah profesi yang awalnya begitu luhur semenjak abad
ke-18 diperluas penggunaannya dengan pergeseran fungsi yang berbeda (tidak semata-mata
merujuk kepada arti yang mengandung nilai-nilai luhur).
Secara leksikal, kata profesi merujuk kepada dua hal yakni kepercayaan dan pekerjaan
(Hornby, 1962). Dalam hubungannya dengan kepercayaan profesi merupakan ungkapan
kepercayaan atau keyakinan atas suatu kebenaran atau kredibilitas seseorang. Dalam kaitannya
dengan pekerjaan profesi menunjukkan urusan atau pekerjaan tertentu yang tengah ditekuni oleh
seseorang (Werang, 2016).
Dari berbagai pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa profesi adalah jabatan atau
pekerjaan yang diperoleh seseorang berdasarkan keahlian bidang ilmu dan ketrampilan tertentu
yang dimilikinya serta dapat dipertanggungjawabkan, yang didukung oleh kesadaran diri yang
tinggi untuk mengabdi kepada organisasi sebagai sarana untuk melayani kepentingan masyarakat
sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Penguasaan bidang ilmu dan ketrampilan tertentu yang
mendukung bidang ilmu menjadi prasyarat untuk menjalani sebuah profesi. Profesi merupakan
pekerjaan yang membutuhkan keahlian khusus yang diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan
dalam kurun waktu yang cukup lama. Profesi tidak dapat diraih tanpa adanya keahlian. Hal inilah
yang membedakan kata profesi dengan pekerjaan, walaupun pekerjaan merupakan bagian dari
profesi, dan tidak semua pekerjaan dapat disebut profesi. Profesi membutuhkan keahlian khusus
yang diperoleh melalui kegiatan intlektual dan diakui oleh masyarakat, sedangkan pekerjaan tidak
menuntut persyaratan khusus agar bisa disebut pekerjaan. Misalnya dokter tidak bisa disebut
sebagai pekerjaan dokter karena untuk menjadi seorang dokter dibutuhkan keahlian khusus yang
diperoleh melalui pendidikan kedokteran sekaligus harus melalui pelatihan yang membutuhkan
waktu yang cukup lama.
Deskripsi yang bersifat umum dari profesi di atas, sesungguhnya memuat beberapa ciri
yang menjadi kekhasan dari profesi. Isnanto (dalam Muslim 2019) menguraikan beberapa ciri dari
profesi, yakni: (1) adanya pengetahuan khusus (keahlian) dan keterampilan yang dimiliki berkat
pendidikan, pelatihan dan pengalaman dengan jangka waktu tertentu; (2) adanya kaidah dan
standar moral yang sangat tinggi (kode etik profesi yang harus dipahami dan diindahkan oleh
setiap pelaku profesi); (3) mengabdi pada kepentingan masyarakat (setiap pelaku profesi harus
meletakkan kepentingan pribadi di bawah kepentingan masyarakat); (4) ada legalitas khusus untuk
Sebelum menjelaskan makna dari profesi keguruan, perlu dijelaskan secara singkat makna
kata “guru”. Kata guru berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti ‘yang dihormati’. Guru pada
hakikatnya adalah seorang pembimbing spiritual bagi seseorang atau sekelompok orang (Werang,
2016). Poerwadarminta (2008) memaknai guru sebagai orang yang kerjanya mengajar. Daradjat
(dalam Suparlan, 2005) mengartikan guru sebagai pendidik profesional. Deskripsi singkat ini
sedikit membantu kita untuk secara umum menyimpulkan bahwa guru adalah sosok yang
mendidik, yakni orang yang melakukan kegiatan dalam bidang pendidikan, (Tholkhah, 2008).
Istilah yang merujuk kepada guru berbeda-beda antara negara atau tradisi yang satu dengan
yang lainnya. Orang Inggris menyebut guru “teacher” yang berarti orang yang menjadi pengajar.
Dalam tradisi agama Hindu (India), guru lebih dikenal dengan istilah maharesi guru, yakni orang
yang bertugas dan bertanggungjawab untuk mendidik para calon biksu (Werang, 2016). Menurut
pandangan tradisional guru adalah seorang yang berdiri di depan kelas untuk menyampaikan ilmu
pengetahuan. Persatuan guru-guru Amerika Serikat mengartikan guru sebagai petugas yang
terlibat dalam tugas-tugas kependidikan (Roestiyah dalam Nurudin dan Usman, 2003). Hal ini
sejalan dengan pandangan Sutadipura (dalam Muslim 2019) bahwa guru adalah orang yang terlibat
dalam tugas kependidikan. Djamarah, (2000) mengartikan guru sebagai figur manusia sumber
yang menempati posisi dan memegang peranan penting dalam bidang pendidikan.
Kata ‘keguruan’ dapat dimaknai sebagai hal yang berkaitan dengan menjadi guru.
Sehubungan dengan itu, ilmu keguruan berarti ilmu yang berkaitan dengan menjadi guru. Dalam
konteks ini, profesi keguruan dapat diartikan sebagai ilmu yang mencakup berbagai hal atau aspek
Untuk memahami karakteristik profesi keguruan, kita perlu bertitik tolak dari karakteristik
profesi secara umum. Darling-Hamond dan Goodwin (1993) menyatakan bahwa pekerjaan yang
bersifat profesional paling tidak mempunyai tiga karakteristik utama. Ketiga karekteristik itu
adalah (1) dalam melaksanakan pekerjaan, penerapan ilmu yang melandasi profesi didasarkan
pada kepentingan individu dalam setiap kasus; (2) mempunyai mekanisme internal yang
terstruktur, yang mengatur rekrutmen, pelatihan dan pemberian lisensi (izin kerja); (3) memiliki
ukuran standar untuk praktik yang etis dan memadai dalam mengemban tanggung jawab utama
terhadap kebutuhan kliennya.
Karakteristik profesi secara umum di atas jika diterapkan untuk profesi keguruan maka
terdapat tiga karakteristik profesi keguruan, yakni (1) bidang ilmu keguruan yang menjadi
landasan dan berorientasi kepada kepentingan secara individual dari peserta didik; (2) adanya
prosedur rekrutmen, pelatihan dan pemberian lisensi secara teratur; (3) adanya standar untuk
mengukur kinerja keprofesian guru.
Dalam kaitannya dengan karakteristik pertama, dapat ditegaskan bahwa pekerjaan sebagai
guru dapat digolongkan sebagai profesi jika dilandasi oleh bidang ilmu yang terkait, yakni ilmu
Tugas mandiri:
Menurut anda, apakah para guru di Indonesia saat ini, di mana anda sendiri menjadi bagian di
dalamnya, sudah mendasari pekerjaannya dengan penguasaan bidang ilmu keguruan dan
dalam penerapannya selalu didasarkan pada kepentingan peserta didik secara individual?
Buatlah refleksi atas pertanyaan ini.
Karakteristik kedua, harus ada lembaga yang berkaitan dengan pendidikan guru, yang
mengatur rekrutmen calon guru, pendidikan dan pelatihannya. Karakteristik ketiga adalah apakah
sudah ada pemberian izin atau lisensi untuk mengajar dari otoritas yang berwenang? Persyaratan
ini tentu terkait dengan (1) bagaimana cara merekrut calon guru, (2) bagaimana program
pendidikannya, dan (3) persyaratan apa yang harus dipenuhi untuk layak mengajar.
Dari sisi lain, karakteristik profesi keguruan juga mengacu pada karakteristik
profesionalisme yang ditandai oleh dua pilar penyangga utama sebagaimana diuraikan oleh Joni
(1989) dan Konsorsium Ilmu Pendidikan (1993), yaitu layanan ahli yang aman menjamin
kemaslahatan klien serta pengakuan dan penghargaan dari masyarakat (Wardani, 2019). Gambar
berikut ini mendeskripsikan hal tersebut.
Pilar yang pertama adalah layanan ahli. Sebagai ahli dalam bidang pendidikan para guru
harus mampu menunjukkan pelayanannya secara profesional dan meyakinkan dengan berpegang
pada kode etik profesi (Tilaar,1995). Hal ini akan berpengaruh terhadap masyarakat di mana
mereka merasa aman menerima layanan para guru. Untuk itu, guru harus benar-benar ahli dalam
melayani peserta didik yang menjadi kliennya dengan menerapkan berbagai kiat ilmu keguruan
serta kode etik guru. Jika layanan ahli tidak nampak masyarakat yang dilayani akan merasa tidak
nyaman dan kecewa karena pendidikan anak-anaknya tidak sesuai dengan standar nasional yang
mereka harapkan. Pilar layanan ahli yang tidak terwujud akan membuat bangunan profesionalisme
menjadi goyah. Konsekwensinya adalah anggota masyarakat akan merasa tidak puas dan menarik
diri dari pelayanan tersebut.
Di pihak lain, pengakuan dan penghargaan masyarakat terhadap layanan ahli yang
diberikan oleh para guru akan memperkokoh keterandalan profesi sebagai guru. Di sinilah
hubungan timbal balik antara keterandalan layanan para guru dengan pengakuan dan penghargaan
masyarakat. Makin andal layanan ahli yang diberikan oleh para guru akan semakin tinggi rasa
aman yang dialami oleh penerima layanan, dan semakin tinggi pula penghargaan dan pengakuan
dari masyarakat (Wardani, 2019).
Pengakuan dari masyarakat dapat diberikan dalam beberapa bentuk, seperti tunjangan
profesi yang diterima oleh guru (penghargaan terhadap guru sebagai pendidik profesional), rasa
Undang-undang tentang guru dan dosen tahun 2005 menjelaskan bahwa guru yang
profesional adalah guru yang memiliki kemampuan untuk mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan usia dini pada
jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Merujuk kepada Undang-
Undang tersebut, yang menjadi ciri pokok guru yang profesional adalah (a) memiliki bakat, minat,
panggilan jiwa dan idealisme, (b) memiliki komitemen untuk meningkatkan mutu pendidikan,
keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia, (c) memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang
pendidikan yang sesuai dengan bidang tugas, (d). memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas
keprofesionalan, (e) memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara
berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat, (f) memiliki jaminan hukum dalam melaksanakan
tugas keprofesionalan, (g) memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur
hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalannya.
Ada juga pendapat lain perihal ciri-ciri guru profesional, untuk melengkapi atau
menegaskan apa yang telah diatur oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan
dosen. Menurut Roestiyah (1986) dan Werang (2016) guru yang profesional memiliki ciri-ciri: (a)
Seorang guru yang ahli dalam bidang gelutannya akan menunjukkan penampilan yang
bersifat rasional di dalam menjalankan tugas-tugasnya selaku pendidik (Nawawi, 1985). Menurut
Harris (1979) orang yang ahli dalam bidang gelutannya akan mampu melaksanakan tugas-
tugasnya secara memuaskan. Guru yang ahli dalam bidangnya adalah guru yang mampu
membelajarkan anak didiknya dengan menggunakan strategi pembelajaran yang tepat sehingga
mendatangkan hasil yang memuaskan (Werang, 2016).
Keahlian yang menjadi tuntutan seorang guru memiliki tujuan ganda yakni untuk
menjamin mutu pendidikan sekaligus juga untuk menjaga agar martabat guru tetap dihormati dan
dijunjung tinggi. Menurut Amatembun (1978) ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi agar
dapat menjadi guru yang ahli di bidangnya, yakni (a) persyaratan profesional, (b) persyaratan
personal, (c) persyaratan moral, (d) persyaratan religius dan (e) persyaratan moral. Sementara
Smith (1976) menjelaskan bahwa guru yang profesional memiliki empat bidang kemampuan,
yakni (a) mengetahui bahwa dia bekerja dengan siswa, (b) memiliki ketrampilan untuk
mendiagnosis siswanya dalam hal kemampuan, perhatian dan kepribadian, (c) memiliki
pemahaman yang luas terhadap tujuan pendidikan, (d) mengetahui berbagai metode yang efektif
untuk membantu setiap peserta didik mencapai prestasi belajar yang maksimal.
Supriadi (2001) mendeskprisikan lima ciri yang harus dimiliki oleh guru sehingga layak
disebut sebagai tenaga ahli (profesional di bidangnya), yakni (a) memiliki komitmen terhadap
siswa dan proses pembelajaran, (b) menguasai secara mendalam materi yang diajarkan kepada
siswa, (c) bertanggungjawab membantu hasil belajar siswa melalui evaluasi, (d) berpikir sistematis
terhadap apa yang dilakukannya dan selalu mau belajar dari pengalamannya, (e) menjadi bagian
dari masyarakat belajar di dalam lingkungan profesinya.
Guru yang profesional adalah guru yang mampu memahami konsep pelajaran yang
diajarkannya dan mampu menanamkan konsep pengetahuan yang dipahaminya ke dalam diri para
Sadirman (1990) menegaskan bahwa guru dalam menjalankan setiap perannya, hendaknya
lebih menonjolkan fungsi moralnya, yakni bekerja dengan suka rela, tanpa pamrih, dan bekerja
atas panggilan hati nurani. Dalam menjalankan semua tugas keguruannya, seorang guru selalu
merasa bahwa dirinya terpanggil untuk mencintai dan menyayangi peserta didik,
bertanggungjawab atas tugas-tugasnya dan mencintai profesinya (Werang, 2016). Guru adalah
abdi masyarakat dan pelayan terhormat karena bertugas untuk memanusiakan manusia (Sahertian,
1994). Guru harus memiliki kekuatan komitmen bahwa jabatannya didedikasikan untuk
menjunjung tinggi martabat kemanusiaan daripada sekedar mencari keuntungan bagi diri sendiri
(Richey, 1973).
Umar (2018) menjelaskan bahwa guru sebagai sebuah profesi sesungguhnya diikat oleh
suatu norma yang tertuang dalam kode etik profesi guru. Hal ini bertujuan agar para guru sebagai
pelaku profesi memiliki pegangan atau selalu berpijak di atas noram-norma dalam menjalankan
tugasnya. Etika profesi juga mengikat dan menyadarkan para guru untuk memiliki dan memupuk
rasa kesejawatan sebagai guru dengan tugas yang paling mulia. Etika profesi menuntut para pelaku
profesi untuk menunjukkan perilaku yang baik entah dalam bertutur maupun dalam bertindak
sehingga menjadi panutan bagi orang lain. Etika profesi guru diperlukan untuk mengatur dan
mengikat berbagai aktivitas guru, karena pada dasarnya manusia sebagai pelaku profesi memiliki
keinginan untuk bebas dan tidak mau terikat. Jika watak dasar manusia yang ingin bebas dan tidak
mau terikat ini dibiarkan untuk dimiliki dan diaktualisasikan oleh para guru maka akan sangat
mengganggu dan merugikan dunia pendidikan. Atas dasar itulah diperlukan aturan yang mengikat
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), menjelaskan komitmen sebagai suatu perjanjian
untuk melakukan sesuatu yang sesuai dengan kontrak. Kata komitmen berasal dari bahasa Inggris
yang berarti keyakinan yang mengikat sedemikian kukuhnya sehingga membelenggu seluruh hati
nuraninya dan menggerakkan perilaku menuju arah yang diyakininya (Romlah, 2016). Profesional
menurut Undang-undang No.14 Tahun 2005 Pasal 1 ayat 4 diartikan sebagai pekerjaan atau
kegiatan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan, yang memenuhi standar mutu
atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi (Suprihatiningrum, 2013). Kunandar
(2009) menjelaskan bahwa suatu pekerjaan profesional memerlukan persyaratan khusus di
antaranya adalah menuntut adanya ketrampilan berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan
yang mendalam, menekankan pada suatu keahlian tertentu sesuai dengan bidang profesinya,
menuntut adanya keterampilan tingkat pendidikan yang memadai, serta adanya kepekaan terhadap
dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakannya.
Kehadiran guru yang profesional dapat dibaca dalam tugas-tugas pendidikan yang
diembannya. Menurut Kunandar (2009), guru yang profesional mempunyai tanggung jawab
pribadi, sosial, intelektual, moral dan spiritual. Tanggung jawab pribadi diwujudkan dalam
kemampuan untuk memahami dirinya, mengelola dirinya, menghargai dirinya dan
mengembangkan dirinya. Tanggung jawab sosial diwujudkan melalui kompetensi dirinya sebagai
bagian yang tak terpisahkan dari lingkungan sosial serta memiliki kemampuan interaktif yang
Dari pandangan para ahli disimpulkan bahwa ada empat jenis komitmen guru, yang harus
dimiliki oleh setiap guru kapan dan di mana saja dia ditugaskan, yakni:
Menurut Romlah (2016) sekolah merupakan lembaga sosial yang tumbuh dan berkembang
dari dan untuk masyarakat. Lembaga formal tersebut dapat disebut sebagai suatu organisasi yang
terikat pada tata aturan formal, memiliki program dan target atau sasaran yang jelas, serta memiliki
struktur kepemimpinan penyelenggaraan atau pengelolaan yang resmi. Karena itulah, fungsi
sekolah terikat kepada target dan sasaran yang dibutuhkan oleh masyarakat (Umar, 2018).
Ada dua unsur utama yang menjadi penentu berdirinya sekolah sebagai sebuah lembaga
formal di samping unsur-unsur pendukung, yakni pendidik dan peserta didik. Kedua unsur ini
memiliki hubungan timbal balik dan saling mempengaruhi. Suasana edukatif di sekolah harus terus
menerus dikontrol dan diarahkan oleh guru sebagai pendidik agar peserta didik sungguh
mendapatkan apa yang menjadi haknya. Guru berkewajiban untuk mempersiapkan peserta
didiknya agar mempunyai kemampuan aplikatif dalam kehidupannya. Kemampuan aplikatif inilah
yang selanjutnya dijadikan sebagai bekal untuk menyelesaikan setiap permasalahan yang terjadi
Apapun alasannya, sekolah memiliki tanggung jawab dan berperanan penting dalam
mewujudkan keberhasilan pendidikan dan pengajaran sesuai dengan perkembangan zaman dan
tuntutan masyarakat. Guru harus mempunyai komitmen terhadap sekolah sebagai unit sosial di
mana dia mendedikasikan seluruh hidupnya dan bertanggungjawab terhadap sekolah dan
profesinya. Keprofesian yang telah dimiliki dan diemban mendorong para guru untuk dengan
sukarela berupaya menciptakan iklim sekolah yang kondusif demi terwujudnya tujuan pendidikan
sebagai penanggung jawab utama sekolah terhadap orang tua dan masyarakat.
Guru yang mempunyai komitmen terhadap kegiatan akademik sekolah akan melaksanakan
tugas dalam bidang akademik sebagaimana berikut ini:
a. Sebagai perancang pembelajaran. Romlah (2016) mendeskripsikan tiga jenis tugas guru sebagai
perancang pembelajaran yang mencakup: (1) membuat dan merumuskan tujuan pembelajaran, (2)
menyiapkan materi yang relevan dengan tujuan, waktu, fasilitas, perkembangan ilmu, kebutuhan
dan kemampuan peserta didik, (3) menyediakan sumber belajar dan media yang efektif dan efisien.
b. Sebagai pengelola pembelajaran. Salah satu tugas guru sebagai pengelola pembelajaran adalah
mengelola kelas. Guru harus bisa menyiapkan kondisi optimal dalam pembelajaran agar proses
belajar mengajar dapat berjalan dengan lancar demi terciptanya iklim belajar yang efektif dan
efisien (Umar, 2018). Selain mengelola kelas guru juga bertindak sebagai manajer di dalam kelas.
Sebagai manajer, guru harus mampu memimpin kegiatan belajar yang efektif serta efisien dengan
hasil yang optimal. Menurut Usman (1995) guru juga dituntut untuk mempergunakan
pengetahuannya tentang teori belajar mengajar dan teori perkembangan agar dapat menciptakan
kondisi belajar yang menguntungkan peserta didik.
c. Sebagai pengarah pembelajaran. Romlah (2016) menjelaskan bahwa guru hendaknya berusaha
menimbulkan, memelihara dan meningkatkan motivasi peserta didik untuk belajar. Pada titik
inilah guru memainkan fungsinya sebagai motivator dalam keseluruhan aktivitas belajar mengajar.
d. Sebagai pelaksana kurikulum. Guru harus aktif dalam pembinaan dan pengembangan kurikulum
yang mencakup perencanaan, pelaksanaan, proses penilaian, pengadministrasian dan perubahan
e. Sebagai evaluator. Seorang guru hendaknya menjadi evaluator yang baik bagi peserta didiknya.
Kegiatan evaluasi dimaksudkan untuk mengetahui pencapaian tujuan pembelajaran yang telah
dirumuskan dan cocok tidaknya penerapan strategi dalam menjelaskan materi kepada peserta didik
(Umar, 2018). Menurut Usman (1995) melalui penilaian guru dapat mengetahui keberhasilan
pencapaian tujuan, penguasaan siswa terhadap pelajaran, serta ketepatan atau keefektifan metode
mengajar yang digunakan. Untuk itu, guru harus mampu dan terampil dalam melaksanakan
penilaian sebab melalui penilaian guru dapat mengetahui prestasi yang dicapai oleh peserta didik
dalam proses pembelajaran.
Setiap kelas terdiri dari peserta didik yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.
Seorang guru harus mengetahui latar belakang keluarga, minat, kesehatan, kemampuan dan aspek-
aspek lainnya yang berhubungan dengan setiap peserta didik. Hal ini akan membantu guru agar
dapat menyesuaikan cara mengajarnya dengan kebutuhan anak didik secara perseorangan
(Romlah, 2016).
Guru harus selalu merespon terhadap perubahan yang terjadi dan pengetahuan baru serta
mampu menggabungkan ide-ide baru dalam mengimplementasikan kurikulum di kelas demi
terciptanya proses pembelajaran yang bermutu. Mutu pembelajaran akan tercapai jika guru
memahami kebutuhan dari setiap peserta didiknya yang pada akhirnya mempengaruhi
persiapannya sebelum melakukan proses pembelajaran. Kemampuan guru untuk menciptakan
suasana pembelajaran yang membangkitkan keaktifan dan menyenangkan peserta didik adalah
salah satu upaya positif untuk meningkatkan mutu pembelajaran. Upaya yang ada akan semakin
dimaksimalkan jika diterapkan juga delapan keterampilan dasar mengajar yang mencakup
keterampilan membuka dan menutup pelajaran, keterampilan bertanya, keterampilan memberi
Glickman dalam Umar (2018) menggambarkan tiga ciri komitmen guru profesional
sebagaimana berikut ini:
1) Tingginya perhatian terhadap peserta didik. Beberapa aspek yang menjadi fokus perhatian guru
kepada peserta didik adalah: (a) Memberikan bimbingan, yakni mengarahkan peserta didik yang
mempunyai kemampuan kurang, sedang dan tinggi. Masing-masing peserta didik dengan
kemampuannya membutuhkan perlakuan guru yang berbeda (tidak disamaratakan). (b)
Mengadakan komunikasi yang intensif terutama dalam memperoleh informasi tentang peserta
didik. Guru harus memiliki kepekaan atau kepedulian terhadap situasi yang dihadapi oleh peserta
didiknya.
2) Mengeluarkan banyak waktu dan tenaga serta bekerja untuk kepentingan orang lain. Tugas
guru merupakan tugas yang kompleks karena mencakup aspek mendidik, mengajar, melatih,
membimbing dan aspek-aspek lainnya dalam membantu peserta didik. Dengan kata lain, seorang
guru harus menyiapkan banyak waktu dan tenaga untuk menunaikan kewajibannya dalam
mengajar dan mendidik peserta didik.
3) Bekerja untuk orang lain. Guru mengemban tugas kemanusiaan dan mengabdikan seluruh
dirinya demi kemajuan peserta didik. Selain itu, guru juga mendedikasikan seluruh karyanya untuk
masyarakat yakni mencerdaskan anak bangsa agar dapat terciptanya masyarakat yang sejahtera,
sebagaimana ditegaskan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Profesi adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan
nafkah hidup dan yang mengandalkan suatu keahlian (Hosnan, 2016). Dengan kata lain, profesi
adalah suatu kepandaian khusus yang dimiliki oleh seseorang yang diperoleh melalui pendidikan
dan telah memenuhi beberapa persyaratan karena orang tersebut merasa terpanggil untuk menjabat
pekerjaan tersebut. Demikian halnya dengan profesi keguruan. Ada beberapa persyaratan yang
harus dipenuhi dalam mengemban profesi keguruan sebagaimana dijelaskan oleh Wirawan (2003):
(a) Pekerjaan penuh. Suatu profesi merupakan pekerjaan penuh oleh masyarakat atau
perorangan, yang mencakup tugas, fungsi, kebutuhan, aspek atau bidang tertentu dari
anggota masyarakat secara keseluruhan. Profesi guru mencakup khusus aspek pendidikan
dan pengajaran di sekolah.
(b) Ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan yang diperlukan untuk melaksanakan profesi terdiri
atas cabang ilmu utama dan ilmu pembantu. Cabang ilmu utama adalah cabang ilmu yang
menentukan esensi suatu profesi. Untuk profesi guru, cabang ilmu utamanya adalah ilmu
pendidikan dan cabang ilmu pembantunya adalah psikologi.
(c) Aplikasi ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan pada dasarnya mempunyai dua aspek, yaitu
aspek teori dan aspek aplikasi. Aspek aplikasi ilmu pengetahuan adalah penerapan teori-
teori ilmu pengetahuan untuk membuat sesuatu dan memecahkan suatu permasalahan.
Profesi merupakan penerapan ilmu pengetahuan untuk mengerjakan, meneyelesaikan atau
membuat sesuatu. Dalam profesi guru, tidak hanya ilmu pengetahuan yang dikuasai oleh
guru, tetapi juga pola penerapan ilmu pengetahuan tersebut sehingga guru dituntut untuk
menguasai ketrampilan mengajar.
(d) Lembaga Pendidikan Profesi. Ilmu pengetahuan yang diperlukan oleh guru untuk
melaksanakan profesinya harus dipelajari dari lembaga pendidikan tinggi yang khusus
mengajarkan, menerapkan, meneliti dan mengembangkan ilmu pengetahuan yang
berkaitan dengan ilmu keguruan, sehingga peran lembaga pendidikan tinggi sebagai
pencetak sumber daya manusia harus betul-betul memberikan pemahaman dan
pengetahuan yang mantap kepada calon pendidik. Oleh karena itu pendidik maupun calon
pendidik harus memiliki syarat-syarat profesi sebagai berikut: 1) melibatkan kegiatan
intelektual, 2) menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus, 3) memerlukan persiapan
profesional yang baku, 4) memerlukan pelatihan yang berksesinambungan, 5) menjanjikan