DI INDONESIA
Logo
DOSEN PENGAMPU
Nama Dosen
DISUSUN OLEH :
Jurusan
Kampus
Kota 2022
Abstrak.......................................................................................................................................3
1. Latar Belakang...............................................................................................................4
2. Metode Penelitian...........................................................................................................4
3. Hasil dan Pembahasan..................................................................................................5
A. Pengertian dan Sejarah Penggunaan Kain Sarung di Dunia........................................5
B. Sejarah Kain Sarung di Indonesia................................................................................6
C. Sejarah Longyi di Myanmar.........................................................................................7
D. Perbedaan Corak Kain Sarung dari Indonesia dan Longyi dari Myanmar..................8
E. Perbedaan dan Persamaan Nilai Antara Kain Sarung dengan Longyi.........................9
4. KESIMPULAN............................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................10
Abstrak
Tujuan penelitian ini mendeskripsikan perbandingan budaya Myanmar dalam
penggunaan longyi dengan sarung yang ada Indonesia. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik
dokumentasi. Pada teknik analisis data menggunakan analisis isi (content analysis) dengan
mencari sumber - sumber dari beberapa buku dan jurnal. Data yang didapatkan dari beberapa
jurnal dan buku terbit pada tahun 2010 hingga 2020. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan penggunaan longyi dan sarung, tetapi dari perbedaan tersebut ada
persamaan kegunaan yang ada pada longyi dan sarung di Myanmar dan Indonesia. Selain itu
perbedaan corak pada longyi dan sarung dari beberapa daerah di Indonesia juga merupakan
perbedaan yang mencolok anatara longyi dan sarung.
Abstract
The purpose of this study is to describe the comparison of Myanmar culture in the use
of longyi with Indonesian sarongs. The method used in this research is descriptive qualitative.
Data collection is done by photographic techniques. The data analysis technique uses content
analysis by looking for sources from several books and journals. Data obtained from several
journals and books published from 2010 to 2020. Based on the results of the analysis, it is
shown that there are differences in the use of longyi and sarong, but from these differences
there are uses for longyi and sarong in Myanmar and Indonesia. In addition, the difference in
the pattern of longyi and sarong from several regions in Indonesia is also a striking difference
between longyi and sarong.
Keyword: Longyi, Sarung, Myanmar, Indonesia
1. Latar Belakang
Sarung adalah pakaian khas Indonesia yang biasanya dikaitkan dengan budaya dan adat
istiadat masyarakat pemakainya. Pakaian ini biasanya dikenakan pada berbagai acara khusus
yang bersifat formal maupun informal, upacara adat dan acara kenegaraan. Menurut
Hardisurya, Pambudy, dan Jusufi (2010:185), sarung adalah sehelai kain yang dijahit
membentuk tabung pada kedua ujungnya, digunakan baik oleh laki-laki maupun perempuan
untuk menutupi tubuh bagian bawah, dan biasanya memiliki lebar 90- 120. cm dan panjang
2,5 meter. Bagi umat muslim, sarung identik dengan baju salat. Di pesantren santri memakai
sarung sebagai pakaian sehari-hari, karena sarung datang ke Indonesia menurut sejarah
sekitar abad ke 18, perkembangan sarung di Indonesia secara tidak langsung dipengaruhi
oleh bangsa Arab, India dan Tionghoa yang datang ke Indonesia untuk berdagang. muncul
berbagai jenis sarung tangan seperti sarung tangan berperekat (Setiawan, 2017). Menurut
Rustanta, sarung berasal dari kata “sarung puur” (sarung). Dengan kata lain sarung adalah
pedoman hidup bagi manusia, menunjukkan rasa malu, tidak sombong, tidak sombong,
apalagi ceroboh. Saat mengenakan sarung, seseorang diharapkan menyadari segala tingkah
lakunya, merasa malu dan selalu bersikap sopan. Di sini dapat dikatakan bahwa sarung
memiliki makna yang tinggi. Lebih dari pakaian, sarung adalah filosofi hidup.
Longyi adalah pakaian tradisional Myanmar yang menyerupai kain sarung Indonesia.
Longyi digunakan dengan cara dililitkan dari perut hingga betis. Di Indonesia, sarung identik
dengan kegiatan keagamaan seperti sembahyang, sedangkan di Myanmar, longyi adalah
pakaian sehari-hari bahkan formal. Longyi dikenakan oleh pria dan wanita di Myanmar.
Perbedaannya hanya pada istilah. Longyi laki-laki disebut paso, sedangkan longyi
perempuan disebut htamain. Longyi wanita biasanya berbentuk rok. Saat ada acara khusus,
masyarakat Myanmar biasanya memakai jas longyi sutra. Pria menggabungkan longyi
dengan pakaian tradisional berkerah atau barat. Wanita memasangkannya dengan blus
setinggi pinggang. Longyi biasanya dijual seharga 5000 kyat atau setara dengan 50 ribu
rupee di Myanmar.
2. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Penelitian yang dilakukan
dengan metode ini dilakukan sebagai prosedur untuk menghasilkan data dari pelaku yang
diamati berupa penggunaan longyi dan sarung (Moleong, 2005). Melalui penelitian kualitatif
menghasilkan data deskriptif deskriptif yang bertujuan untuk memahami fenomena sosial,
termasuk fenomena budaya. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik dokumenter untuk
memperoleh pengetahuan dan informasi berupa buku, arsip, dokumen, angka tertulis dan
gambar berupa laporan dan data untuk mendukung penelitian (Sugiyono, 2015). Teknik
analisis isi digunakan untuk menganalisis data, karena penelitian ini membahas secara luas isi
informasi tertulis atau tercetak yang dipublikasikan di media. Metode ini juga menganalisis
data dari pendekatan antropologi sastra untuk memahami karya sastra yang berkaitan dengan
budaya.
D. Perbedaan Corak Kain Sarung dari Indonesia dan Longyi dari Myanmar
Songket biasanya dikenakan oleh para sultan, pangeran atau bangsawan Kesultanan
Melayu. Mulanya hanya pria yang memakai songket, kemudian baru wanita yang mulai
memakai songket yang dibalut dengan sarung, dipadukan dengan kebaya atau baju.
Songket menggunakan bahan tenun pada saat pembuatan songket. Songket memiliki
corak dengan unsur alam seperti flora dan fauna, motif sarung songket terlihat lebih
meriah dengan motif yang memenuhi seluruh isi bahan. Songket merupakan tekstil buatan
manusia yang memiliki nilai seni tinggi serta membutuhkan ketelitian dan ketelitian
dalam pembuatannya.
Longyi sendiri merupakan jenis sarung yang biasa dipakai masyarakat Myanmar
sebagai pakaian sehari-hari. Selain lebih praktis dipakai dalam banyak hal, longyi juga
mampu memberikan rasa nyaman bagi pemakainya dibandingkan dengan celana. Longyi
sendiri merupakan jenis sarung yang biasa dipakai masyarakat Myanmar sebagai pakaian
sehari-hari. Selain cara penggunaannya, biasanya lebih praktis. longyi juga dapat memberi
pengguna rasa nyaman dibandingkan dengan celana. Longyi yang dikenakan laki-laki
disebut "paso, dan perempuan disebut htamain", meskipun pada hakikatnya
penggunaannya sedikit berbeda, seperti halnya pemakaian sarung di Indonesia. Longi ini
biasanya dipasarkan di tempat umum atau pasar tradisional dengan harga bersaing
tergantung kualitas bahan baku pembuatannya. Di Myanmar, pria mengenakan longji
sutra yang dipadukan dengan pakaian tradisional tanpa kerah atau pakaian barat untuk
acara-acara khusus, sedangkan wanita mengenakan longji sutra yang dipadukan dengan
blus setinggi pinggang.
Perbedaan corak kain pada sarung dan longyi sangat terlihat jelas karena perbedaan
daerah masing – masing. Untuk sarung songket yang berasal dari daerah melayu
menggunakan bahan tenun dan memiliki corak dengan unsur alam dan fauna, motif pada
songket sangat meriah dan memenuhi semua bagian songket tersebut.
Sedangkan untuk longyi memiliki corak Longyi laki-laki biasanya berwarna maskulin,
seperti hitam, cokelat, abu-abu, atau biru tua. Untuk wanita biasanya lebih berwarna dan
bercorak. Motif garis – garis Panjang polos yang menggambarkan kesederhanaan dan
keseharian warga Myanmar yang santai dan digunakan dalam kegiatan sehari – hari,
sehingga corak dari longyi hanya berbentuk garis kotak – kotak dan memiliki banyak
warna.
Dari segi identitas budaya, sarung ini membedakan dirinya dengan budaya lain, seperti
budaya Arab. Di sini, Islam tidak boleh memperlihatkan penampilan orang Arab. Sarung bisa
menonjol dari identitas lain dan menjadi ciri khas nusantara. Sarung merupakan ciri khas
budaya Indonesia. Di semua daerah, baik mayoritas Muslim maupun non-Muslim, sarung
juga menjadi simbol kebhinekaan, toleransi dan solidaritas. Di sini, sarung adalah simbol
identitas nasional.
Di sisi lain, longyi yang digunakan dalam kegiatan sehari-hari hampir sama dengan
sarung baik dari bahan maupun motifnya. Yang membedakan sarung dengan longyi adalah
penggunaannya, dan motifnya berbeda-beda di setiap daerah di Indonesia dan Myanmar,
sehingga memiliki arti yang berbeda. Penggunaannya dapat dibuat ulang sesuai keinginan,
menjadikan sarung sebagai objek budaya yang fleksibel untuk pria dan wanita tergantung
pada tampilannya. Hal ini membuat pasar sarung semakin luas. Sarung juga bisa berubah
sesuai dengan dinamika zaman.
DAFTAR PUSTAKA
Gittinger, Mattiebelle (1990). "Splendid Symbols: Textiles and Tradition in Indonesia".
Oxford University Press.
Aye Aye Than (2017-06-12). "Myanmar Costume Style in the Bagan Period". SOAS,
University of London.
Ramli. (2022). AKULTURASI BUDAYA ASING DALAM CERPEN PADA SURAT
KABAR SERAMBI INDONESIA.
Firman Rahadi, Panji. (2022). PERANCANGAN MOTIF KONTEMPORER KAIN
SARUNG SEBAGAI TREND MODE PADA URBAN STYLE.
Novita Sari, Tania Putri. (2022). ANALISIS PERKEMBANGAN PRODUKSI SARUNG
TENUN GOYOR PADA MASA PANDEMI (STUDI KASUS DI DESA WANAREJAN
UTARA, KECAMATAN TAMAN, KABUPATEN PEMALANG).
Sugiarto, Toto. (2021). Makna Material Culture dalam “Sarung” sebagai Identitas Santri.