Anda di halaman 1dari 29

HALAMAN JUDUL

TUGAS ILMIAH KEPANITERAAN KLINIK

JOURNAL READING
Second intravenous immunoglobulin dose in patients with Guillain-Barré
syndrome with poor prognosis (SID-GBS): a double-blind, randomised,
placebo-controlled trial

Disusun Oleh:

Muhammad Lutfi Al Ayubi J510215265


R. Annisa Wildani J510215267
Imaz Zaniar Tristianti J510215334
Thomas Jaya Gumilang J510215338
Mellisa Kusuma J510215386

Pembimbing:

dr. Mutia Sinta, Sp. S

dr. Dwi Kusumaningsih, Sp. S

KEPANITERAAN KLINIK STASE ILMU PENYAKIT SARAF


RSUD DR. HARJONO S. PONOROGO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2022
HALAMAN PENGESAHAN
HALAMAN PENGESAHAN
JOURNAL READING

Second intravenous immunoglobulin dose in patients with Guillain-Barré


syndrome with poor prognosis (SID-GBS): a double-blind, randomised,
placebo-controlled trial

Yang diajukan oleh:

Muhammad Lutfi Al Ayubi J510215265


R. Annisa Wildani J510215267
Imaz Zaniar Tristianti J510215334
Thomas Jaya Gumilang J510215338
Mellisa Kusuma J510215386

Telah disetujui dan disahkan oleh Tim Pembimbing Ilmu Penyakit Saraf Program
Pendidikan Profesi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
pada.................................
Pembimbing :

dr. Mutia Sinta, Sp.S (…………………………………...)

dr. Dwi Kusumaningsih, Sp.S (…………………………………...)


Dipresentasikan dihadapan :
dr. Mutia Sinta, Sp.S (…………………………………...)

dr. Dwi Kusumaningsih, Sp.S (…………………………………...)

KEPANITERAAN KLINIK STASE ILMU PENYAKIT SARAF

RSUD DR. HARJONO S. PONOROGO


FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA


2022

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i


HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ............................................................................................... v
DAFTAR SINGKATAN .................................................................................... vi
Journal of The Lancet Neurology 2021 vol 20(4), 275-283 .................................. 1
ABSTRAK ....................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ............................................................................................ 3
METODE ......................................................................................................... 4
HASIL ............................................................................................................. 9
DISKUSI........................................................................................................ 16
KESIMPULAN .............................................................................................. 17
CRITICAL APPRAISAL RANDOMISED CONTROLLED TRIAL ................. 18
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 23

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Alur Penelitian 6

Gambar 2. Skor Kecacatan Sindrom Gullain-Bare 11

Gambar 3. Analisis Subkelompok 13

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Karakteristik Dasar 10

Tabel 2. Hasil Primer dan Sekunder 11

Tabel 3. Keamanan dan Efek Samping 14

Tabel 4. Critical appraisal 20

v
DAFTAR SINGKATAN

SID : Second Intravenous Immunoglobulin Dose

GBS : Guillain Barre Syndrome

IV : Intravena

MRC : Medical Research Council

IgG : Immunoglobulin G

vi
Journal of The Lancet Neurology 2021 vol 20(4), 275-283
Dosis imunoglobulin intravena kedua pada pasien dengan sindrom
Guillain-Barré dengan prognosis buruk (SID-GBS): uji coba double-blind,
randomised, placebo-controlled trial

Christa Walgaard, Bart C Jacobs, Hester F Lingsma, Ewout W


Steyerberg, Bianca van den Berg, Alexandra Y Doets, Sonja E Leonhard,
Christine Verboon, Ruth Huizinga, Judith Drenthen, Samuel Arends, Ilona
Kleine Budde, Ruud P Kleyweg, Krista Kuitwaard, Marjon FG van der Meulen,
Johnny PA Samijn, Frederique H Vermeij, Jan BM Kuks, Gert W van Dijk, Paul
WWirtz, Filip Eftimov, Anneke J van der Kooi, Marcel PJ Garssen, Cees J
Gijsbers, Maarten C de Rijk, Leo H Visser, Roderik J Blom, Wim HJP Linssen,
Elly L van der Kooi, Jan JGM Verschuuren, Rinske van Koningsveld, Rita JG
Dieks, H Job Gilhuis, Korné Jellema, Taco C van der Ree, Henriette ME
Bienfait, Catharina G Faber, Harry Lovenich, Baziel GM van Engelen, Rutger J
Groen, Ingemar SJ Merkies, Bob W van Oosten, W Ludo van der Pol, Willem
DM van der Meulen, Umesh A Badrising, Martijn Stevens, Albert-Jan J
Breukelman, Casper P Zwetsloot, Maaike M van der Graaff, Marielle
Wohlgemuth, Richard AC Hughes, David R Cornblath, Pieter A van Doorn, atas
nama Dutch GBS Study Group

ABSTRAK
Latar belakang : Pengobatan dengan satu dosis standar (2 g/kg)

imunoglobulin intravena tidak cukup pada sebagian pasien dengan sindrom

Guillain-Barré yang parah. Di seluruh dunia, sekitar 25% pasien yang terkena

sindrom ini diberi dosis kedua imunoglobulin intravena (SID), meskipun belum

terbukti efektif. Tujuan : untuk menyelidiki apakah SID efektif pada pasien

sindrom Guillain-Barré dengan prediksi hasil yang buruk. Metode : Randomised,

double-blind, placebo-controlled trial (SID-GBS), menggunakan pasien (≥12

tahun) dengan sindrom Guillain-Barré yang dirawat di salah satu dari 59 rumah

sakit di Belanda. Pasien didata pada hari pertama pengobatan imunoglobulin

1
2

intravena (2 g/kg selama 5 hari). Hanya pasien dengan prognosis buruk (skor ≥6)

menurut hasil skor Erasmus sindrom Guillain-Barré yang dimodifikasi secara

acak, melalui blok pengacakan yang dikelompokkan oleh pusat, ke SID (2 g/kg

selama 5 hari) atau plasebo, 7 -9 hari setelah inklusi. Pasien, penilai hasil,

monitor, dan komite pengarah tidak diberi alokasi pengobatan. Ukuran hasil

utama adalah skor kecacatan sindrom Guillain-Barré 4 minggu setelah inklusi.

Semua pasien di mana percobaaan pengobatan yang dialokasikan mulai

dimasukkan dalam analisis tujuan modifikasi untuk mengobati. Studi ini terdaftar

di Netherlands Trial Register, NTR 2224/NL2107. Hasil : Temuan antara 16

Februari 2010, dan 5 Juni 2018, 327 dari 339 pasien yang dinilai memenuhi syarat

dimasukkan. 112 memiliki prognosis yang buruk. Dari mereka, 93 pasien dengan

prognosis buruk dimasukkan dalam analisis tujuan modifikasi untuk mengobati:

49 (53%) menerima SID dan 44 (47%) menerima plasebo. Rasio odds umum yang

disesuaikan untuk peningkatan skor kecacatan sindrom Guillain-Barré pada 4

minggu adalah 1·4 95% CI 0·6–3·3; p=0·45). Pasien yang diberikan SID memiliki

efek samping yang lebih serius (35% vs 16% dalam 30 hari pertama), termasuk

kejadian tromboemboli, dibandingkan dengan kelompok plasebo. Empat pasien

meninggal pada kelompok intervensi (13-24 minggu setelah pengacakan).

Kesimpulan : penelitian jurnal ini tidak memberikan bukti bahwa pasien dengan

sindrom Guillain-Barré dengan prognosis buruk mendapat manfaat dari tujuan

imunoglobulin intravena kedua. Selain itu, ini menyebabkan risiko efek samping

yang serius. Oleh karena itu, pemberian imunoglobulin intravena kedua tidak

boleh dipertimbangkan untuk pengobatan sindrom Guillain- Barre karena

prognosis yang buruk. Hasilnya menunjukkan perlunya uji coba pengobatan


3

dengan modulator imun lain pada pasien yang sangat terpengaruh oleh sindrom

Guillain-Barré

PENDAHULUAN

Sindrom Guillain-Barré adalah poliradikuloneuropati yang dimediasi

imun, yang mempengaruhi 0.81-1.89 per 100.000 orang setiap tahun di seluruh

dunia. Sindrom Guillain-Barré biasanya merupakan penyakit monofasik dengan

kelemahan ekstremitas progresif cepat. Tingkat keparahan klinis, perjalanan

penyakit, dan hasil bervariasi. Imunoglobulin intravena dan pertukaran plasma

terbukti merupakan pengobatan yang efektif. Bahkan dengan pengobatan

imunoglobulin intravena standar, sekitar 20% pasien tetap tidak dapat berjalan

setelah 6 bulan. Pada 20-30% pasien, ventilasi mekanis diperlukan, 3-7%

meninggal, dan banyak yang memiliki keluhan residual persisten seperti kelelahan

dan nyeri. Pasien dengan prognosis buruk di awal perjalanan penyakit mereka

mungkin mendapatkan manfaat khusus dari pengobatan tambahan. Dosis

imunoglobulin intravena (SID) kedua, diberikan pada awal perjalanan penyakit,

sebelum kerusakan saraf yang parah atau ireversibel terjadi, mungkin bermanfaat,

meskipun ada sedikit bukti untuk mendukung pendekatan ini.

Dalam praktik saat ini, sekitar seperempat pasien dengan sindrom

Guillain-Barré yang diberikan imunoglobulin intravena yang tidak menunjukkan

perbaikan klinis diobati kembali dengan imunoglobulin intravena. Praktik ini

dapat didasarkan pada hasil dari serangkaian kasus kecil yang tidak terkontrol dari

pasien dengan sindrom Guillain-Barré parah dan uji coba fase 2 yang

menunjukkan bahwa dosis imunoglobulin intravena yang lebih tinggi lebih

bermanfaat daripada dosis yang lebih rendah. Argumen lain yang mengulangi
4

pemberian intravena dosis imunoglobulin mungkin efektif berasal dari

pengamatan bahwa sekitar 10% pasien dengan sindrom Guillain-Barré memiliki

apa yang disebut fluktuasi terkait pengobatan, yang tampaknya merespons SID.

Selain itu, pasien memiliki peningkatan variabel konsentrasi IgG serum setelah

dosis standar imunoglobulin intravena, dan peningkatan IgG yang rendah

dikaitkan dengan hasil yang buruk, menunjukkan bahwa pasien ini mungkin

mendapat manfaat dari pengobatan imunoglobulin intravena tambahan. Namun,

imunoglobulin intravena mahal apalagi efek samping parah yang tidak umum

mungkin lebih sering terjadi bila diberikan berulang kali. Kami bertujuan untuk

mengevaluasi efek SID pada pasien dengan sindrom Guillain-Barré dengan

prognosis yang buruk.

METODE
1. Metode Penelitian

Penelitian merupakan uji coba fase 3 double-blind, acak, terkontrol

plasebo (SID-GBS) pada pasien sindrom Guillain-Barre dengan prognosis

yang buruk.

2. Peserta

kriteria inklusi pada penelitian ini meliputi seseorang dengan usia 12 tahun

atau lebih yang telah terdiagnosa Gullain-Barre syndrome dan terindikasi

untuk dilakukan pemberian imunoglobulin intravena. dari 339 peserta, 12

orang dikeluarkan dari penelitian ( 7 tidak sesuai kriteria, 3 menolak

berpartisipasi, 2 memiliki alasan lain) menyisakan sebanyak 327 peserta

yang sesuai untuk penelitian. Untuk mengklasifikasikan antara peserta


5

dengan prognosis baik dan buruk, peneliti menggunakan modified

Erasmus GBS Outcome Scale (mEGOS) 7-9 hari setelah setelah

penggunaan standar imunoglobulin intravena ( 2 g/kg diberikan selama 5

hari berturut - turut), dimana 0 memiliki nilai prognosis terbaik dan 12

merupakan prognosis terburuk. Hanya pasien dengan prognosis yang

buruk yang secara acak akan diberikan dosis imunoglobulin intravena

yang kedua (SID) atau plasebo, dalam uji coba ini mEGOS dengan nilai

enam atau lebih dinyatakan sebagai batas untuk prognosis buruk. dari hasil

screening didapatkan sebanyak 215 peserta memiliki prognosis yang baik

dan 112 peserta dengan GBS prognosis yang buruk, setelah screening

lebih lanjut didapatkan 13 peserta dikeluarkan dari penelitian (2 peserta

tidak sesuai kriteria dan 5 peserta memiliki alasan lain) sehingga

didapatkan sebanyak 99 peserta yang layak diuji coba. 53 orang

dialokasikan untuk intervensi SID dan 46 orang pada intervensi plasebo. 4

orang dikeluarkan pada kelompok intervensi SID dan 2 orang dikeluarkan

pada kelompok intervensi plasebo menyisakan 49 orang kelompok SID

dan 44 orang pada kelompok plasebo ( Gambar 1.)


6

Gambar 1. Alur Penelitian

3. Randomisation and masking

Generator nomor acak terkomputerisasi berbasis web dari pihak eksternal

(Pusat Percobaan Klinis Maastricht) mengalokasikan pengobatan dalam

rasio 1:1 dengan pengacakan blok (enam pasien per blok dengan ukuran

blok yang tidak diketahui oleh situs lokal), dikelompokkan menurut pusat

yang berpartisipasi. Plasebo (albumin) dicocokkan dengan obat studi


7

berdasarkan volume (8 mL/kg) dan aspek cairan (karena protein dalam

imunoglobulin dan albumin intravena, keduanya merupakan cairan yang

sedikit berbusa). Karena warna imunoglobulin intravena dapat berbeda

antar batch, kantong (etilena vinil asetat) yang berisi obat percobaan

disembunyikan menggunakan aluminium foil dan garis penghubung buram

digunakan untuk menutupi staf studi. Pasien, ajudikator hasil, monitor, dan

komite pengarah tidak diberi alokasi pengobatan.

4. Prosedur

Pasien dengan prognosis buruk secara acak diberikan SID (Nanogam 50

mg/ml) atau plasebo (albumin 4% larutan protein plasma pasteurisasi

sampai juni 2022, dan Albuman 40g/liter dari juni 2022 - seterusnya)

dalam dosis 8 mililiter/kg selama 5 hari. Peserta dengan prognosis yang

baik (mEGOS 0-5) tidak diberikan SID atau plasebo secara acak, tetapi

memiliki penilaian parameter tindak lanjut dan hasil yang sama. Semua

peserta menjalani penilaian klinis pada awal pengobatan intravena

imunoglobulin; pada minggu 1 (randomisasi); minggu 2 dan 4 (primary

endpoint); dan minggu 8,12, dan minggu ke-26 setelah dimulainya

pengobatan intravena imunoglobulin standar. Efek samping dinilai setiap

kunjungan, darah dikumpulkan dan serum disimpan untuk mendeteksi

antibodi antigangliosida, sitomegalovirus, virus Epstein-Barr, hepatitis E,

dan campylobacter jejuni menggunakan tes diagnosis rutin. konsentrasi

IgG dan albumin juga diukur dalam sampel serum (awal, 1, 2, 4, dan 13

minggu). Studi konduksi saraf ditinjau di pusat koordinasi oleh dua ahli

elektrofisiologi (JD dan SA) dan diklasifikasikan menurut kriteria Hadden.


8

Semua pasien diberi perawatan suportif standar seperti yang

direkomendasikan oleh pedoman, termasuk heparin dengan berat molekul

rendah.

5. Hasil

Hasil utama dari penelitian adalah nilai Guillain-Barré syndrome disability

scale pada minggu ke-4 setelah pemberian intravena imunoglobulin

standar. Hasil sekunder dari penelitian meliputi peningkatan setidaknya

satu tingkat pada Guillain-Barré syndrome disability scale, the MRC

sumscore, the Overall Neuropathy Limitations Scale, persentase pasien

yang membutuhkan ventilasi buatan, durasi ventilasi buatan, perawatan

intensif dan rawat inap, kematian, persentase fluktuasi terkait dengan

pengobatan, dan konsentrasi IgG serum pada titik waktu berikutnya. Efek

samping dan efek samping yang serius dikumpulkan oleh dokter yang

merawat, berdasarkan pedoman International Conference on

Harmonization Good Clinical Practice, dan dibandingkan antara

kelompok acak menggunakan statistik deskriptif.

6. Analisis Statistik

Analisis dilakukan dengan menggunakan R Studio versi 3.6.1. Analisis

utama adalah intention to treat, hasil efikasi primer diperkirakan dengan

analisis regresi odds proporsional. Untuk hasil utama dan sekunder

penelitian, penyesuaian kovariat yang telah ditentukan sebelumnya

dilakukan untuk menyesuaikan variasi risiko prognostik awal antara

pasien. Penulis menyesuaikan usia, diare sebelumnya, dan skor MRC


9

secara acak. Penyesuaian ini menghasilkan rasio odds umum yang

disesuaikan untuk efek pengobatan dengan 95% CI dan nilai p yang

sesuai. Nilai p dua sisi < 0,05 dianggap signifikan secara statistik

HASIL

Antara 16 Februari 2010 sampai Juni 2018, 327 dari 339 pasien dinilai

untuk kelayakan penelitian dengan Guillain-Barré sindrom (gambar 1). Sebanyak

12 diekslusikan sebelum mEGOS dapat ditentukan pada hari ke 7-9 (gambar 1).

215 memiliki prognosis yang baik (mEGOS <6), dan 112 memiliki prognosis

yang buruk (mEGOS ≥ 6). 13 (12%) dari 112 pasien dengan prognosis buruk

dikeluarkan sebelum pengacakan (terutama karena penarikan persetujuan). Dari

99 pasien yang dipilih secara acak, 53 (54%) dipilih untuk kelompok SID dan 46

(46%) untuk kelompok plasebo. Enam pasien dikeluarkan setelah pengacakan,

dua menolak untuk berpartisipasi sebelum dimulainya perawatan yang

dialokasikan, dua pasien tidak menerima perawatan yang dialokasikan, dan dua

pasien keluar dari penelitian setelah pengacakan ketika mereka memiliki diagnosis

alternatif yang jelas (satu kasus vaskulitis eosinofilik pada kelompok plasebo dan

satu kasus mielopati pada kelompok SID). Dari pasien ini, empat telah dipilih

untuk SID dan dua telah dipilih untuk plasebo (gambar 1). Dalam analisis

intention-to-treat yang dimodifikasi, 49 (53%) pasien menerima SID dan 44

(47%) menerima plasebo.


10

Tabel 1. Karakteristik Dasar

Hampir semua pasien yang telah dipilih secara acak memiliki kelemahan

yang berat (seperti yang dinilai dengan skor jumlah MRC dan skor kecacatan

Guillain-Barré sindrom) dan 85% memburuk pada 1 minggu menurut skor MRC,

meskipun diberikan imunoglobulin intravena standar .

Prediktor hasil yang buruk tidak terdistribusi secara merata antara kedua

kelompok. Biasanya, pada pasien kelompok SID yang lebih tua dan lebih sering

mengalami diare sebelumnya dibandingkan dengan kelompok plasebo (tabel 1).

Penyesuaian kovariat yang ditentukan sebelumnya adalah dilakukan untuk faktor

prognostik yang diketahui.


11

Tabel 2. Hasil Primer dan Sekunder

Gambar 2. Skor Kecacatan Sindrom Gullain-Bare

Pada Odds Rasio umum yang disesuaikan Skor peningkatan kecacatan

sindrom Guillain-Barré pada 4 minggu adalah 1·4 (95% CI 0·6–3·3; p=0·45;


12

gambar 2, tabel 2), sedangkan pada odds Rasio umum yang tidak disesuaikan

adalah 1,3 (95% CI 0,6-3,3). Tidak ada bukti perbedaan antara kelompok

perlakuan untuk salah satu hasil sekunder. Skor kecacatan sindrom Guillain-Barré

pada minggu ke 8, 12, dan 26 tidak berbeda antar kelompok. Selain itu,

probabilitas meningkatkan satu kelas atau lebih pada Skala kecacatan sindrom

Guillain-Barré pada empat skala berbeda titik waktu tidak berbeda antar

kelompok. MRC sumscore dan Skala Keterbatasan Neuropati Keseluruhan adalah

tidak berbeda antar kelompok pada minggu 4, 8, 12, dan 26. Durasi masuk rumah

sakit, masuk unit perawatan intensif, dan ventilasi mekanis tidak berbeda antar

kelompok (tabel 2). Hasil dalam subkelompok yang ditentukan sebelumnya tidak

berbeda antara kelompok perlakuan (gambar 3). Pasien dengan prognosis yang

baik (n=208, tujuh dikecualikan) memiliki median skor kecacatan sindrom

Guillain Barré 2 (IQR 2-3) pada 4 minggu, 1 (1-2) pada 12 minggu, dan 1 (0-2)

pada 26 minggu, menunjukkan hasil yang umumnya baik dalam kelompok ini.
13

Gambar 3. Analisis Subkelompok


14

Tabel 3. Keamanan dan Efek Samping

Empat pasien meninggal selama percobaan, semuanya termasuk dalam

kelompok SID. Kematian seorang pria 59 tahun yang sebelumnya sehat sebelum

mengembangkan sindrom Guillain Barré, yang meninggal 16 minggu setelah

pengacakan karena asistol yang dianggap mungkin terkait dengan efek samping

yang serius (sindrom koroner akut), yang terjadi 4 hari setelah pemberian

SID.Seorang wanita 82 tahun meninggal 13 minggu setelah pengacakan karena

penghentian ventilasi buatan atas permintaan pasien, setelah tidak ada tanda-tanda

perbaikan, beberapa komplikasi, dan rasa sakit yang parah. Seorang wanita

berusia 72 tahun meninggal 21 minggu setelah pengacakan dari penyebab jantung


15

di panti jompo. Seorang wanita 81 tahun meninggal 24 minggu setelah

pengacakan, karena penghentian buatan ventilasi atas permintaan pasien setelah

tidak ada tanda-tanda perbaikan, dan beberapa komplikasi. Efek samping yang

serius, termasuk kejadian tromboemboli, terjadi lebih sering pada kelompok SID

daripada kelompok plasebo (51% vs 23%, tabel 3). Pengobatan percobaan tidak

diselesaikan dalam dua kasus karena efek samping (ophthalmoplegia karena

adenoma hipofisis setelah plasebo dan ruam kulit parah setelah SID). Dari 2015

dan seterusnya, pasien yang dipilih secara acak (24 [26%] dari 93) diuji untuk

anemia hemolitik setelah amandemen protokol berdasarkan laporan tentang

kemungkinan efek samping dalam pengobatan imunoglobulin intravena dosis

tinggi, tetapi efek samping ini tidak terlihat di percobaan kami.

Pada kelompok SID, IgG serum dipertahankan pada konsentrasi tinggi

lebih lama daripada kelompok plasebo (median 34 g/L [IQR 30-43] vs 17 g/L [16-

20] pada 2 minggu setelah dimulainya terapi intravena standar dosis

imunoglobulin). Median IgG serum pada 4 minggu masih lebih tinggi pada

kelompok SID dibandingkan kelompok plasebo (median 19 g/L [IQR 16–22] vs

15 g/L [12–18]), tetapi konsentrasi IgG serum serupa pada kedua kelompok

setelah 12 minggu.

Kami membandingkan konsentrasi IgG dalam hubungannya dengan kejadian

tromboemboli, dan menemukan bahwa pasien dengan kejadian tromboemboli tidak

memiliki konsentrasi IgG yang lebih tinggi setelah satu pemberian imunoglobulin

intravena standar (rata-rata IgG 26 g/L dibandingkan dengan 30 g/L pada pasien tanpa

kejadian tromboemboli) atau setelah SID (rata-rata IgG 29 g/L dibandingkan dengan 37

g/L pada pasien tanpa kejadian tromboemboli).


16

DISKUSI
Percobaan secara acak ini tidak menunjukkan manfaat klinis yang

signifikan dari Second Intravenous Immunoglobulin Dose (SID) pada pasien

dengan Guillain Barre Syndrome dengan prognosis yang buruk setelah pemberian

imunoglobulin intravena pertama. Pasien-pasien tersebut hampir terus memburuk

pada 1 minggu setelah diberikan imunoglobulin intravena pertama, dan berada

dalam kondisi neurologis yang buruk berdasarkan skor MRC dan skor kecacatan

sindrom Guillain Barre. Jurnal ini melengkapi pada hasil penelitian sebelumnya

bahwa imunoterapi tambahan pada populasi umum sindrom Guillain Barre tidak

bermanfaat. Salah satu argumen yang menunjukkan bahwa rangkaian kedua

imunoglobulin intravena (IV) efektif adalah adanya peningkatan yang lebih besar

dari konsentrasi IgG serum setelah pemberian imunoglobulin IV. Percobaan pada

penelitian ini menunjukkan bahwa SID mampu meningkatkan konsentrasi serum

IgG lebih lanjut dan untuk jangka waktu yang lama, tetapi efek ini tidak

meningkatkan hasil. Pasien yang diberi SID memiliki efek samping yang lebih

serius daripada mereka yang diberi dosis imunoglobulin IV tunggal dan plasebo.

Kejadian tromboemboli lebih sering terjadi pada pasien yang diberi SID daripada

yang diberi plasebo. Tromboemboli merupakan efek samping yang mekanismenya

disebabkan oleh peningkatan viskositas plasma yang bergantung pada dosis.

Faktor lain seperti imobilitas, dehidrasi, leukositosis, dan peradangan yang

menyertai juga dapat menyebabkan peningkatan viskositas plasma yang

menyebabkan efek samping serius. Pasien dengan kejadian tromboemboli tidak

memiliki konsentrasi IgG yang lebih tinggi setelah satu kali pemberian

imunoglobulin IV standar atau setelah SID apabila dibandingkan dengan pasien


17

tanpa tromboemboli. Oleh karena itu pemberian SID memiliki efek samping yang

serius.

KESIMPULAN
Jurnal ini tidak menemukan manfaat klinis yang signifikan dari tujuan

imunoglobulin intravena kedua yang diberikan langsung setelah dosis

imunoglobulin intravena pertama pada pasien dengan sindrom Guillain-Barré

dengan prognosis yang buruk. Selain itu, kelompok yang diberi imunoglobulin

intravena seri kedua memiliki efek samping yang lebih serius daripada yang diberi

plasebo. Ketika mencari pengobatan yang lebih baik untuk sindrom Guillain-

Barré, kita harus mempertimbangkan agen yang bekerja melalui mekanisme yang

berbeda dari imunoglobulin intravena, termasuk inhibitor komplemen

(NCT04035135) dan enzim pendegradasi IgG (NCT03943589)


CRITICAL APPRAISAL RANDOMISED CONTROLLED TRIAL

Judul Artikel : Second intravenous immunoglobulin dose in patients with

Guillain-Barré syndrome with poor prognosis (SID-GBS): a double-blind,

randomised, placebo-controlled trial

Nama Jurnal : Journal of The Lancet Neurology 2021 vol 20(4), 275-283

Penulis : Christa Walgaard, Bart C Jacobs, Hester F Lingsma, Ewout W

Steyerberg, Bianca van den Berg, Alexandra Y Doets, Sonja E Leonhard, Christine

Verboon, Ruth Huizinga, Judith Drenthen, Samuel Arends, Ilona Kleine Budde, Ruud

P Kleyweg, Krista Kuitwaard, Marjon F G van der Meulen, Johnny P A Samijn,

Frederique H Vermeij, Jan B M Kuks, Gert W van Dijk, Paul W Wirtz, Filip Eftimov,

Anneke J van der Kooi, Marcel P J Garssen, Cees J Gijsbers, Maarten C de Rijk, Leo

H Visser, Roderik J Blom, Wim H J P Linssen, Elly L van der Kooi, Jan J G M

Verschuuren, Rinske van Koningsveld, Rita J G Dieks, H Job Gilhuis, Korné Jellema,

Taco C van der Ree, Henriette M E Bienfait, Catharina G Faber, Harry Lovenich,

Baziel G M van Engelen, Rutger J Groen, Ingemar S J Merkies, Bob W van Oosten,

W Ludo van der Pol, Willem D M van der Meulen, Umesh A Badrising, Martijn

Stevens, Albert-Jan J Breukelman, Casper P Zwetsloot, Maaike M van der Graaff,

Marielle Wohlgemuth, Richard A C Hughes, David R Cornblath, Pieter A van Doorn,

Tahun Terbit : 2021

18
19

Analisis PICO :

1. Patient and Clinical Problem: seseorang dengan usia 12 tahun atau lebih

yang telah terdiagnosa Gullain-Barre syndrome dengan prognosis yang

buruk (dibuktikan dengan menggunakan modified Erasmus GBS Outcome

Scale (mEGOS) dan terindikasi untuk dilakukan pemberian imunoglobulin

intravena

2. Intervention / Intervensi : second intravenous immunoglobulin dose

(SID)

3. Comparison / Perbandingan: Kelompok yang mendapat plasebo

(albumin 4% larutan protein plasma pasteurisasi sampai juni 2022, dan

Albuman 40g/liter dari juni 2022 - seterusnya) dalam dosis 8 mililiter/kg

selama 5 hari

4. Outcome / Hasil: Pasien yang diberikan SID memiliki efek samping yang

lebih serius (35% vs 16% dalam 30 hari pertama), termasuk kejadian

tromboemboli, dibandingkan dengan kelompok plasebo. SID juga tidak

mempunyai manfaat klinis yang signifikan setelah pemberian

imunoglobulin intravena pertama.


20

Tabel 4. Critical appraisal

Pertanyaan Jawaban Bukti

Apakah penelitian Ya
tersebut membahas
persoalan secara
jelas?

Apakah perlakuan Ya
terapi terhadap
pasien
dirandomisasi?

Apakah semua Tidak


pasien yang ikut
dalam penelitian
dihitung dalam
kesimpulan?
21

Apakah pasien, Ya
tenaga medis, dan
peneliti buta
terhadap perlakuan?

Apakah jumlah Tidak


kelompok sama
pada saat awal
penelitian?

Selain intervensi Ya
dari penelitian,
apakah pasien diberi
perlakuan yang
sama?

Seberapa besar efek Tidak ditemukan


dari terapi? manfaat klinis
secara Signifikan

Tidak ditemukan manfaat klinisi yang signifikan


dari pemberian dosis imunoglobulin intravena
yang kedua. selain itu, kelompok yang diberi
SID memiliki efek samping yang lebih serius
dibandingkan dengan kelompok dengan plasebo.
Dengan demikian, pemberian dosis
imunoglobulin intravena kedua tidak boleh
diberikan pada pasien GBS dengan prognosis
22

yang buruk karena akan memperburuk prognosis


pasien.

Seberapa tepat Tidak efektif


perkiraan efek
terapi?

Imunoglobulin Intravena kedua mempunyai efek


samping yang serius sehingga tidak dianjurkan
untuk diberikan pada pasien dengan GBS
prognosis buruk

Dapatkah hasil Tidak


penelitian di
aplikasikan?

Pemberian SID tidak mempunyai manfaat yang


signifikan
DAFTAR PUSTAKA
Walgaard, C., Jacobs, B. C., Lingsma, H. F., Steyerberg, E. W., van den

Berg, B., Doets, A. Y., ... & Trip, R. (2021). Second intravenous

immunoglobulin dose in patients with Guillain-Barré syndrome

with poor prognosis (SID-GBS): a double-blind, randomised,

placebo-controlled trial. The Lancet Neurology, 20(4), 275-283.

23

Anda mungkin juga menyukai