Anda di halaman 1dari 41

MAKALAH

“Perbedaan Individu dan Kebutuhan Pendidikan Khusus”


Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Pendidikan
Dosen Pengampu: Dr. Andi Thahir, M.A

Disusun Oleh:
1. Atha Larissa Putri Wijaya 2131060011
2. Ayu Puspita Sari 2131060013
3. Ade Tiara 2131060094
4. Ananda Ardita Amalia 2131060101

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI ISLAM


FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
2022
II

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.
Bismillahirahmanirahim. Puji dan syukur kami haturkan kepada Allah SWT,
karena atas limpahan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Perbedaan Individu dan Kebutuhan Pendidikan Khusus” dengan baik.
Dalam penyusunan makalah ini kami menyadari tidak sedikit yang kami hadapi.
Akan tetapi, berkat kerjasama kelompok yang baik kami bisa menyelesaikan
makalah ini sesuai yang kami harapkan.
Makalah ini bermaksud mengajak pembaca untuk mengetahui apa dimaksud
dengan inteligensi, gaya kognitif dan disposisi, cara mendidik siswa berkebutuhan
khusus di kelas pendidikan umum, siswa yang memiliki kesulitan kognitif atau
akademis yang spesifik, serta untuk mengetahui tentang siswa dengan
perkembangan kognitif yang tinggi.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat, segala yang baik hadirnya makalah ini
adalah dari Allah SWT, sedangkan segala kekurangannya adalah dari kami.
Hanya ridha Allah SWT semata yang kami harapkan. Akhir kata penulis
mengucapkan terimakasih.
Wassalamualaikum Wr.Wb.

Bandar Lampung, 03 Oktober 2022

Penulis
III

DAFTAR ISI

Kata Pengantar..................................................................................................ii
Daftar Isi........................................................................................................... iii
Bab I Pendahuluan............................................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................1
C. Tujuan Penulisan.................................................................................. 2
Bab II Pembahasan........................................................................................... 2
A. Inteligensi............................................................................................. 3
B. Gaya Kognitif dan Disposisi.................................................................8
C. Mendidik Siswa Berkebutuhan Khusus di Kelas Pendidikan Umum.. 9
D. Siswa dengan Kesulitan Kognitif atau Akademis yang Spesifikasi..... 11
E. Siswa dengan Perkembangan Kognitif yang tinggi.............................. 27
Bab III Penutup.................................................................................................31
A. Kesimpulan...........................................................................................31
Daftar Pustaka...................................................................................................33
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Para petugas evaluasi klinis melakukan penelitian dan mereka
menyimpulkan bahwa tim (siswa) memiliki gangguan pemusatan perhatian
dan hiperaktivitas/attention deficit hyperactivity disorder. Para petugas
mencurigai bahwa ketidakmampuan belajar mungkin menjadi akar
permasalahan tetapi tidak memiliki teknik diagnostik yang cukup tepat untuk
menentukan hal ini dengan pasti. Dengan pengajaran dan pengaturan yang
dimodifikasi secara tepat, misalnya, mengajarkan Tim keterampilan dasar
organisasi, memecah satu tugas kompleks menjadi beberapa tugas yang lebih
pendek dan sederhana, serta memberinya tempat yang tenang untuk membaca
dan belajar-Tim dapat mengerjakan tugas dengan nyaman dan
menyelesaikannya (Barkley, 2006; Meltzer, 2007).
Seperti yang akan kita lihat, siswa menunjukan perbedaan individual
yang signifikan dalam berbagai domain, termasuk kemampuan kognitif,
kepribadian, dan keterampilan fisik. Dalam makalah ini kita akan melihat
perbedaan individu dalam inteligensi, gaya kognitif, dan disposisi. Kita
kemudian akan memberi perhatian pada siswa dengan kebutuhan khusus-
siswa yang seperti tim, cukup berbeda dari rekan-rekan mereka sehingga
membutuhkan bahan kurikulum atau praktik pengajaran yang diadaptasi
secara khusus, atau keduanya. Seiring dengan berjalannya waktu, kita akan
menemukan bahwa pengajaran yang paling efektif adalah pengajaran yang
dibedakan-yakni pengajaran yang paling efektif adalah pengajaran yang
dibedakan, yakni pengajaran yang dirancang untuk selaras dengan
pengetahuan, keterampilan, dan kebutuhan setiap siswa.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan inteligensi?
2. Jelaskan mengenai gaya kognitif dan disposisi?
2

3. Bagaimana cara mendidik siswa berkebutuhan khusus di kelas


pendidikan umum?
4. Jelaskan mengenai siswa yang memiliki kesulitan kognitif atau akademis
yang spesifik?
5. Jelaskan mengenai siswa dengan perkembangan kognitif yang tinggi?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui apa dimaksud dengan inteligensi.
2. Untuk mengetahui tentang gaya kognitif dan disposisi.
3. Untuk mengetahui cara mendidik siswa berkebutuhan khusus di kelas
pendidikan umum.
4. Untuk mengetahui siswa yang memiliki kesulitan kognitif atau akademis
yang spesifik.
5. Untuk mengetahui tentang siswa dengan perkembangan kognitif yang
tinggi.
3

BAB II
PEMBAHASAN

A. Inteligensi
Sebagian besar ahli sepakat bahwa inteligensi memiliki beberapa kualitas
yang berbeda yaitu, sebagai berikut:
a. Bersifat adaptif.
b. Berkaitan dengan kemampuan belajar.
c. Melibatkan penggunaan pengetahuan sebelumnya.
d. Melibatkan interaksi yang kompleks dan koordinasi beraneka ragam
proses mental.
e. Spesifikasi budaya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa definisi dari inteligensi (kecerdasan)
adalah sebagai kemampuan untuk menerapkan pengetahuan dan pengalaman
sebelumnya secara fleksibel untuk menyelesaikan tugas-tugas baru yang
menantang.

1. Perspektif Teoritis Inteligensi


Beberapa psikolog menyatakan bahwa inteligensi adalah satu
kemampuan umum yang dimiliki orang dengan tingkat yang berbeda-
beda dan diterapkan dalam berbagai kegiatan. Teori-teori yang akan
dikaji adalah sebagai berikut:
1) Konsep Spearman tentang g
Contohnya adalah seorang siswa yang mendapat nilai sangat
tinggi pada tes kosakata mungkin akan mendapat nilai tinggi juga
pada ukuran kemampuan verbal lainnya, tetapi mungkin ia akan
kesulitan menyelesaikan soal matematika (McGrew, Flanagan, Zeith,
& Vanderwood, 1997; Neisser dkk, 1996; Spearman).
Charles Spearman (1904, 1927) memanfaatkan temuan tersebut
untuk mengusulkan bahwa inteligensi terdiri dari:
a. Kemampuan penalaran tunggal (faktor umum) yang digunakan
secara menyeluruh.
4

b. Sejumlah kemampuan yang lebih spesifik seperti kemampuan


pemecahan masalah dan penalaran abstrak (faktor spesifik).
2) Inteligensi Cair dan Inteligensi Terkristalisasi Cattell
Raymond Cattell (1963, 1987) menemukan bukti untuk dua
komponen yang berbeda pada inteligensi umum, yakni:
a. Mereka berbeda-beda dalam inteligensi cair (fluid intelligence),
yakni kemampuan untuk memperoleh pengetahuan dengan cepat,
menggunakan kemampuan penalaran abstrak dan beradaptasi
dengan situasi baru secara efektif.
b. Mereka berbeda-beda dalam inteligensi terkristalisasi
(crystallized intelligence), yakni pengetahuan dan keterampilan
yang mereka kumpulkan dari pengalaman, sekolah dan budaya
mereka.
3) Teori Kemampuan Kognitif Cattell-Horn-Carroll
Teori kemampuan kognitif Cattell-Horn-Carroll menunjukan
bahwa inteligensi teridir dari tiga lapisan atau strata. Pertama,
lapisan atas adalah inteligensi umum atau g. Kedua, lapisan tengah
dengan 9 atau 10 kemampuan yang lebih spesifik (termasuk
inteligensi cair dan inteligensi terkristalisasi). Ketiga, lebih dari 70
kemampuan yang spesifik, seperti kecepatan membaca.
4) Inteligensi Majemuk Gardner
Perspektif Gardner mendorong untuk dapat mengunakan
banyak metode pengajaran yang berbeda sehingga kita dapat
memanfaatkan beragam bakat siswa untuk membantu mereka
mempelajari dan memahami materi pelajaran di kelas (L. Campbell,
Campbell & Dickinson, 1998; Gardner, 2000; Kornhaber, Fierros &
Veenema, 2004).
5) Teori Inteligensi Sukses Sternberg
Robert Stenberg (2004,2010;2012; Stenberg dkk, 2000)
berspekulasi bahwa orang mungkin lebih atau kurang cerdas dalam
tiga dominan yang berbeda yakni inteligensi analitik, inteligensi
kreatif, inteligensi praktis. Stenberg berpendapat bahwa pandangan
5

tradisional tentang inteligensi selama ini berfokus terlalu sempit


pada keberhasilan akademis dan mengabaikan peran inteligensi
dalam kehidupan sehari-hari.
Stenberg juga menyatakan bahwa perilaku cerdas melibatkan
interaksi dari tiga faktor yang semuanya bervariasi dari satu
kesempatan ke kesempatan berikutnya. Tiga faktor tersebut adalah:
a. Konteks lingkungan tempat perilaku terjadi.
b. Relevansi pengalaman sebelumnya dengan tugas tertentu.
c. Proses kognitif yang dibutuhkan oleh tugas.
6) Pandangan Perkembangan tentang Inteligensi
Beberapa peneliti yang bekerja di bidang keberbakatan
menyarankan bahwa, tidak hanya inteligensi agak spesifik untuk
domain tertentu, sifat dasarnyapun berubah seiring dengan usia dan
pengalaman. Dari perspektif ini, arah perkembangan kemampuan
dan bakat luar biasa adalah sebagai berikut:
a. Awalnya (biasanya di masa kanak-kanak), seseorang
menunjukan potensi luar biasa dalam domain tertentu, mungkin
dalam membaca, matematika, atau musik.
b. Dengan instruksi, bimbingan, dan peluang praktik yang tepat,
orang itu menunjukan prestasi luar biasa dalam domain tersebut.
c. Jika orang itu terus mengejar domain dan mempraktikan tugas-
tugas spesifik domain dalam periode waktu yang panjang
(biasanya hingga dewasa), pada akhirnya mereka bisa
mendapatkan keahlian dan keunggulan yang signifikan sampai
pada titik saat pencapaian mereka diakui secara luas.
7) Inteligensi Terdistribusi
Inteligensi terdistribusi adalah orang-orang jauh lebih mampu
berpikir dan berprilaku cerdas ketika mereka mendaptkan bantuan
dari lingkungan fisik, budaya, dan sosial mereka. Orang-orang dapat
mendsitribusikan tugas yang menantang, artinya mereka dapat
menyalurkan beberapa beban kognitif pada sesuatu atau orang lain
dalam tiga cara:
6

a. Mereka dapat menggunakan objek fisik terutama teknologi


(kalkulator komputer, dll) untuk menangani dan memanipulasi
informasi.
b. Mereka dapat merepresentasikan dan memikirkan situasi yang
mereka hadapi menggunakan berbagai sistem simbolis budaya
mereka seperti kata-kata, bagan, dan diagram.
c. Mereka dapat bekerja dengan orang lain untuk mengeksplorasi
ide dan memecahkan masalah.

2. Mengukur Inteligensi
Ketika menghadapi siswa secara konsisten berjuang dengan aspek-
aspek tertentu dari kurikulum, seperti tim dalam studi kasus pembuka,
para psikolog kadang-kadang merasa perlu mengukur tingkat fungsi
kognitif siswa secara umum. Pengukuran semacam ini dikenal sebagai
tes inteligensi (tes IQ).
Skor IQ dan Prestasi Sekolah
Studi berulang kali menunjukan bahwa kinerja tes inteligensi
berkorelasi dengan prestasi sekolah. Rata-rata anak-anak dengan skor IQ
tinggi mendapatkan nilai mata pelajaran yang lebih tinggi,
menyelesaikan tes prestasi standar dengan baik, dan mampu
menuntaskan pendidikannya lebih lancar (N. Brody, 1997; Duckworth,
Quinn, & Tsukayama, 2012; Sattler, 2001). Data menunjukan bahwa tes
ini juga merupakan prediksi keberhasilan dalam pendidikan tinggi
(Kuncel & Hazlett, 2007). Tiga hal yang berkaitan antara IQ prestasi
adalah sebagai berikut:
a. Inteligensi tidak selalu menyebabkan tingginya prestasi.
b. Hubungan antara skor IQ dan prestasi adalah hubungan yang tidak
sempurna.
c. Skor IQ hanya mencerminkan kinerja seorang anak pada tes tertentu
diwaktu tertentu bukan karateristik permanen.

3. Nature dan Nurture dalam Perkembangan Inteligensi


7

Sifat bawaan (nature) dan pengasuhan (nurture) sangat memainkan


peran dalam mempengaruhi inteligensi yang telah menjadi kontroversi,
tetapi pada kenyataannya faktor-faktor genetik dan lingkungan
berinteraksi dalam pengaruhnya terhadap perkembangan kognitif dan
inteligensi dengan cara-cara yang mungin tidak pernah dapat dipisahkan.
Inteligensi dan Otak
Tingkat kecerdasan yang tinggi juga tampaknya melibatkan
interaksi yang berkelanjutan dan efisien di antara banyak area otak (Jung
& Haier, 2007). Dalam kasus apa pun, kita harus ingat bahwa otak
manusia memiliki kemampuan yang cukup besar untuk merestrukturisasi
dirinya, artinya otak memiliki plastisitas sepanjang masa kanak-kanak
dan dewasa.

4. Keragaman Budaya dan Etnis dalam Inteligensi


Secara historis, beberapa kelompok etnis di Amerika Serikat, rata-
rata, berkinerja lebih baik daripada kelompok etnis lainnya dalam tes
inteligensi. Kelompok budaya yang berbeda memiliki pandangan agak
berbeda pula tentang inteligensi dan karena itu dapat memupuk
kemampuan yang agak berbeda pada anak-anak mereka (Saklofske dkk,
2015). Berbagai kelompok budaya juga memiliki perbedaan dalam
perilaku yang mereka yakini mencerminkan inteligensi.

5. Bersikap Cerdas terhadap Inteligensi dan Skor IQ


Berikut adalah cara-cara memupuk pertumbuhan intelektual siswa
dan bagaimana kita dapat menafsirkan kinerja mereka secara wajar
dalam tes inteligensi dan menggunakan informasi tersebut dengan bijak.
1) Tempatkan prioritas yang lebih tinggi pada pengembangan bukan
pada penentuan inteligensi.
2) Pikirkan tes inteligensi sebagai langkah yang bermanfaat, tetapi tidak
sempurna.
3) Gunakan hasil dari pengukuran yang lebih fokus ketika anda ingin
menilai kemampuan tertentu.
8

4) Cari perilaku yang mengungkapkan bakat luar biasa dalam konteks


budaya siswa.
5) Ingatlah bahwa banyak faktor lain juga memengaruhi prestasi siswa
di kelas.

B. Gaya Kognitif dan Disposisi


Siswa dengan tingkat kecerdasan umum yang sama sering melakukan
pendekatan tugas dan memikirkan topik-topik dikelas secara berbeda.
Beberapa perbedaan individu ini mencerminkan gaya kognitif yang artinya
siswa tidak memiliki banyak kendali secara sadar. Perbedaan lain
mencerminkan disposisi yang secara sadar dan sukarela diupayakan oleh
siswa untuk menguasai materi pelajaran.

1. Gaya Belajar Hanyalah Mitos


Gagasan di balik gaya belajar adalah bahwa jika guru menyesuaikan
materi ajarnya untuk memenuhi gaya belajar yang disukai masing-
masing siswa akan terjadi peningkatan pembelajaran.
Mempelajari gaya pada dasarnya hanyalah preferensi; beberapa
siswa mungkin menunjukan bahwa mereka lebih suka belajar melalui
mendengarkan sedangkan yang lain mungkin menunjukan bahwa mereka
lebih suka belajar secara visual. Namun demikian, preferensi-preferensi
hanyalah preferensi. Ini tidak berarti bahwa siswa dengan satu gaya yang
disukai tidak dapat belajar dengan baik ketika informasi yang disajikan
menggunakan cara lain.

2. Masuk Akalkah Mengajar Siswa Berdasarkan “Otak Kanan” atau


“Otak Kiri”?
Salah satu bidang yang telah menerima banyak perhatian adalah
gagasan mengadaptsi intruksi ke “otak kiri” atau “otak kanan”.
Sesungguhnya para ahli saraf telah benar-benar menyangkal gagasan
bahwa kita dapat mengajar “otak kiri” atau “otak kanan” karena tugas
berpikir dalam kehidupan sehari-hari yang paling sederhana pun
9

membutuhkan belahan otak kiri dan otak kanan untuk bekerja sama
(Bressler, 2002; Gonsalves & Cohen, 2010; Haxby dkk, 2001;
Kalbfleisch & Gillmarten, 2013).

3. Berfikir Analitis dan Holistik


Dalam pemikiran analitis, pembelajaran cenderung memecah
rangsangan dan tugas baru menjadi bagian-bagian komponen dan
melihat bagian-bagian ini agak independen dari konteks mereka. Dalam
berifikir holistik, pembelajar cenderung menganggap situasi sebagai
kesatuan yang terintegrasi dan tidak terpisahkan yang terkait erat dengan
konteks mereka.

4. Disposisi
Berikut adalah beberapa jenis disposisi yang jelas menguntungkan
untuk pembelajar di kelas:
1) Mencari stimulasi.
2) Kebutuhan akan kognisi.
3) Berpikir kritis.
4) Berpikiran terbuka.
Disposisi seperti di atas sering berkorelasi positif dengan
pembelajaran dan prestasi siswa dan banyak ahli teori menyatakan
bahwa disposisi itu memainkan peran kausal pada apa dan seberapa
banyak yang siswa pelajari. Sesungguhnya, disposisi kadang-kadang
mengesampingkan inteligensi dalam pengaruhnya pada pencapaian
jangka panjang (Dai & Sternbeg, 2004; Kuhn & Franklin, 2006; Perkins
& Ritchhart, 2004).

C. Mendidik Siswa Berkebutuhan Khusus di Kelas Pendidikan Umum


Beberapa siswa memiliki keterbatasan (disabilitas) kognitif, pribadi,
sosial, atau fisik yang memengaruhi kinerja mereka di ruang kelas yang khas.
Siswa lain, sebaliknya sangat maju dalam bidang tertentu, artinya mereka
10

berbakat seingga mereka hanya mendapatkan hasil yang sedikit dari kegiatan
dan tugas tingkat-kelas.

1. Hukum Publik 91-142: Undang-Undang Pendidikan Individu


dengan Disabilitas (IDEA)
Undang-undang ini telah memberikan hak-hak pendidikan mulai
dari lahir hingga usia 21 untuk orang-orang yang menyandang disabilitas
kognitif, emosional, atau fisik. Hal ini menjamin beberapa hak bagi
siswa penyandang disabilitas sebagai berikut:
1) Pendidikan gratis dan layak.
2) Evaluasi yang adil dan tidak diskriminatif.
3) Pendidikan di lingkungan dengan batasan paling sedikit.
4) Program pendidikan individual (IEP).
5) Proses aturan yang semestinya.

2. Potensi Keuntungan dan Kelemahan Inklusi


Ada ahli yang berpendapat bahwa siswa kemungkinan besar akan
mengembangkan hubungan teman sebaya dan keterampilan sosial yang
normal ketika mereka berpartisipasi dalam kehidupan sosial sekolah
mereka secara keseluruhan. Akan tetapi, ada juga ahli yang khawatir
bahwa ketika siswa dengan kebutuhan khusus berada di ruang kelas
reguler sepanjang hari sekolah, mereka tidak bisa mendapatkan
pengajaran khusus intensif yang di perlukan. Penelitian membuktikan
bahwa mengikuti kelas pendidikan umum untuk sebagian atau seluruh
waktu sekolah dapat memiliki beberapa hasil positif bagi siswa
penyandang disabilitas.
1) Prestasi akademis setara (dan terkadang bahkan lebih tinggi)
dibandingkan dengan kelas yang berisi siswa berkebutuhan khusus
saja.
2) Meningkatkan perilaku di dalam kelas yang lebih layak,
keterampilan sosial yang lebih baik, dan lebih seringnya interaksi
dengan teman sebaya yang tidak memiliki keterbatasan.
11

3) Meningkatkan kepercayaan diri siswa berkebutuhan khusus jika


lingkungan sekolah berisi siswa-siswa yang menerima dan
menghormati perbedaan individu di antara mereka.

3. Mengidentifikasi Kebutuhan Khusus Siswa


Satu pendekatan identifikasi yang memeperoleh dukungan yang
besar meliputi penentuan respons terhadap intervensi. Pendidik sering
menerapkan pendekatan lebih luas yang dapat mengatasi masalah belajar
dan perilaku secara bersamaan.

D. Siswa dengan Kesulitan Kognitif atau Akademis yang Spesifikasi


Siswa-siswa ini mencakup mereka yang memiliki disabilitas belajar,
gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas, serta gangguan bicara dan
komitmen.

1. Disabilitas Belajar
Siswa dengan disabilitas belajar memiliki kesulitan yang signifikan
dalam satu atau lebih proses kognitif spesifik yang tidak dapat dikaitkan
dengan keragaman budaya atau bahasa, keterlambatan perkembangan
kognitif secara umum, masalah emosi, gangguan sensorik, atau deprivasi
lingkungan.
1) Karateristik Umum
Secara umum, siswa-siswa yang menyandang disabilitas belajar
lebih banyak memiliki perbedaan daripada kesamaan dalam banyak
hal.
2) Adaptasi Pengejaran
Strategi pengajaran untuk siswa dengan disabilitas belajar harus
dirancang sesuai dengan kekuatan dan kelemahan siswa. Berikut
merupakan beberapa strategi yang berguna:
3) Minimalkan gangguan.
a. Sajikan informasi baru secara eksplisit dan terorganisasi dengan
baik.
12

b. Sajikan informasi dalam berbagai modalitas sensorik.


c. Sajikan bahan-bahan baru yang menstimulasi.
d. Analisis kesalahan siswa demi mendapatkan petunjuk untuk
mengatasi kesulitan pemrosesan siswa.
e. Ajarkan keterampilan belajar dan strategi belajar.
f. Sediakan kertas atau alat bantu elektronik yang mendukung
siswa saat belajar dan bekerja.

2. Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH/ADHD)


Sebenarnya semua siswa cenderung kurang perhatian, hiperaktif.
dan impulsif pada suatu waktu. Akan tetapi, siswa dengan Gangguan
Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas/GPPH (Attention-Deficit
Hyperactivity Disorder ADHD). Mempunyai kekurangan yang signifikan
dan kronis dalam area seperti kriteria berikut:
a. Kurang perbation (inattention), Siswa mungkin punya kesulitan
untuk memfokuskan dan mempertahankan perhatian pada tugas
yang diberikan, terutama saat munculnya alternatif yang menarik.
Mereka mungkin memiliki kesulitan dalam mendengarkan dan
mengikuti arahan dan bisa membuat kesalahan yang ceroboh.
Hyeraktivitas. Siswa terlihat memiliki terlalu banyak energi Mereka
cenderung.
b. gelisah dan berkeliaran di sekitar ruang kelas pada waktu yang
tidak tepat Impulistas Siswa hampir selalu mengalami kesulitan
yang menghambat perilaku yang sesuai. Mereka mungkin
menyampaikan jawaban tanpa berpikit, memulai tugas sebelum
waktunya, atau terlibat dalam perilaku berisika/menasak tanpa
memikirkan konsekuensi potensialnya (APA, 2000; Barkley, 2006:
Gatzke-Kopp & Beauchaine, 2007, N. Gregg, 2009)
-Siswa dengan ADHD tidak perlu memperlihatkan semua
karakteristik in Sebagai contoh, ada siswa yang kurang perhatian
tanpa menjadi hiperaktif, seperti halnya Tim pada studi kasus
pembuka. Namun, semua siswa dengan ADHD menunjukkan
13

karakteristik umum ketideks yuan untuk menghalangi pemikiran-


pemikiran yang tidak tepat, tindakan yang tidak tepat atau karja
(Barkley, 2006: BJ. Casey, 2001, Nigg 2010) Tim, misalnya, mudah
teralihkan oleh pikiran dan lamunannya di saat ia harus fokus pada
pelajaran.
1) Karakteristik Umum Selain kurangnya perhatian, hiperaktif, dan
impulsif, para siswa yang diidentifikasi ADHD umumnya memiliki
karakteristik seperti ini:
a. Imajinasi dan kreativitas yang luar biasa; ingatan yang sangat
rinci.
b. Kesulitan pemrosesan kognitif tertentu dan prestasi sekolah
yang rendah .
c. Bermasalah dengan perencanaan dan manajemen waktu.
d. Memiliki masalah perilaku di dalam kelas (misalnya, gangguan,
ketidakpatuhan) -Penggunaan media yang lebih lama (misalnya,
menonton TV atau menggunakan komputer).
e. Keterampilan sosial yang buruk dan kesulitan interpersonal.
f. Meningkatnya kemungkinan penyalahgunaan zat adiktif pada
remaja.
2) Obat dan ADHD Banyak anak-anak dan remaja yang terdiagnosa
ADHD dibe resep dengan obat untuk meringankan gejalanya.
Meskipun ada perdebata mengenai kemungkinan pemberian resep
obat yang berlebihan untuk anak anak dan remaja penyandang
ADHD (misalnya, Corrigan, 2012; Pelham, 2011 penelitian terakhir
menunjukkan bahwa obat bisa membantu dalam beberapa hal:
a. Bagi beberapa orang, efek obatnya kuat; tetapi bagi yang lain
efeknya ringan
b. Obat mengurangi gejala-gejala ADHD, tetapi tidak
menyembuhkannya.
c. Obat paling efektif asalkan dosisnya diawasi dengan ketat dan
ditambah atau dikurangi sesuai dengan kebutuhan.
14

d. Beberapa obat merupakan stimulan sedangkan yang lain tidak.


Stimulan mendukung komunikasi yang lebih efektif antara
berbagai jaringan sel otak/;nonstimulan terdiri dari berbagai
obat lain.
e. Obat dapat efektif pada anak-anak prasekolah, terutama ketika
pada arah itu terdapat beberapa gangguan mental tambahan.
f. Di antara anak anak prasekolah, beberapa intervensi perilaku
dapat diterapkan dengan lebih sukses ketimbang memberikan
pengobatan.
g. Ketika gejala ADHD ada pada tingkatan moderat, perawatan
nonmedis dapat dilakukan sebelum penderita mencoba obat-
obatan
3) Mengadaptasi Pengajaran Strategi untuk siswa dengan disabilitas
belajar yang sudah disampaikan sebelumnya seringkali dapat
membantu siswa penyandang ADHD. Peneliti dan praktisi
menawarkan beberapa saran tambahan sebagai berikut:
a. Modifikasi lingkungan dan jadwal kerja siswa.
b. Secara eksplisit memfasilitasi perhatian dan konsentrasi.
c. Menyediakan saluran untuk energi yang berlebih.
d. Bantu siswa mengatur dan menggunakan waktu mereka secara
efektif.

3. Gangguan Berbicara dan Berkomunikasi Gangguan berbicara dan


berkomunikasi (speech and communication disorder)
Hambatan dalam berbahasa lisan atau dalam pemahaman bahasa
yang secara sigrutkan mengganggu kinerja Akademis siswa. Contohnya
mencakup masalah artikulasi yang terus-menerus (misalnya, lihat
Gambar 5.6), kegagapan, pola bahasa yang tidak normal dan kesulitan
memahami pembicaraan orang lain. Ketika anak-anak mencapai kelas sat
sekitar 5% memiliki gangguan berbicara yang terlihat jelas (National
Institute of Des and Other Communication Disorders, 2016). Kadang-
kadang, tetapi tidak selalu, anak-anak ini mengalami kesulitan dalam
15

melihat dan memproses secara mental aspek-aspek tertentu dari bahasa


lisan-ini adalah subkategori gangguan berbicara dan berkomunika yang
dikenal sebagai gangguan bahasa spesifik (spesific language
impairments). Seringkali tetapi sekali lagi, tidak selalu-sumber gangguan
tersebut dapat ditelusuri dari hereditas (warisan keturunan) atau kelainan
otaknya.
1) Karakteristik Umum. Meskipun ada beberapa siswa dengan
gangguan berbicara dan berkomunikasi mempunyai disabilitas
lainnya, banyak dari mereka hanyalah tipikal siswa pada umumnya.
Berikut adalah karakteristik umum untuk gangguan berbicara dan
berkomunikasi:
a. Keengganan untuk berbicara: rasa malu dan kesadaran diri saat
berbicara.
b. Kesulitan dalam membaca dan menulis.
2) Mengadaptasi Pembelajaran. Biasanya, spesialis terlatih akan
bekerja sama dengan siswa untuk membantu mereka memperbaiki
atau mengatasi kesulitan berbicara dan berkomunikasi. Meskipun
demikian, guru pendidikan umum dapat membantu dalam beberpa
cara:
a. Mendorong komunikasi lisan secara teratur.
b. Mendengarkan dengan sabar.
c. Bertanya untuk klarifikasi ketika ada pesan yang tidak jelas.
d. Menggunakan komunikasi argumentatif dan alternatif ketika
siswa hanya memiliki sedikit bahasa lisan atau bahkan tak
punya bahasa lisan sama sekali.

4. Rekomendasi Umum
Selain strategi yang diuraikan dalam halaman sebelumnya, beberapa
strategi dapat diterapkan untuk siswa penyandang kesulitan kognitif atau
akademis tertentu, yaitu:
1) Dapatkan intervensi sejak dini seecara tepat.
16

2) Mempertimbangkan tingkat keterampilan saat menetapkan bahan


bacaan.
3) Secara jelas gambarkan harapan untuk kinerja akademis.
4) Ambil langkah untuk meningkatkan kepercayaan diri dan motivasi.

5. Siswa dengan Masalah Sosial atau Perilaku


Banyak siswa mengalami kesulitan minor dalam hal sosial,
emosional, atau perilak pada satu waktu, terutama selama masa-masa
stres yang tidak biasa atau sedang masa di mana terjadi perubahan yang
besar dalam kehidupan mereka Sering kal masalah-masalah ini bersifat
sementara, yang hanya membutuhkan sedikit dukunge melalui
kepedulian orang tua dan teman sebaya. Di lain waktu, masalah-masalah
bisa lebih lama bertahan, tetapi tidak mencerminkan suatu disabilitas
Barangka temperamen siswa tidak cocok dengan strategi pengajaran
guru-misalnya, ak yang sangat gelisah mungkin menunjukkan kinerja
buruk selama mengerjakan tups yang dikerjakan dengan tetap duduk
diam di kursinya (Keogh, 2003, Mehan, 1979) Dalam situasi seperti itu,
masalah siswa dapat berkurang atau menghilang dengan perubahan
dalam praktik pengajaran atau strategi manajemen kelas.
Meskipun demikian, beberapa siswa menunjukkan pola perilaku,
yang secara konsisten mengganggu pembelajaran dan kinerja mereka
terlepas dari guru dan lingkungan kelas. Di bagian ini, kita akan melihat
dua kelompok siswa yang termasuk dalam kategori ini mereka dengan
gangguan emosi dan perilaku, serta mereka dengin gangguan spektrum
autis

6. Gangguan Emosi dan Perilaku


Siswa dengan gangguan emosi dan perilaku (emotional and
behavioral disorderi diidentifikasi sebagai siswa dengan kebutuhan
khusus dan oleh karena itu memenuh syarat untuk layanan pendidikan
khusus-ketika masalah mereka memiliki dampa negatif yang signifikan
pada pembelajaran di kelas. Meskipun para siswa ini mewaki antara 3%
17

dan 6% dari populasi siswa di Amerika Serikat, kurang dari 1% merenna


layanan pendidikan khusus di bawah kategorisasi ini (Centers for
Disease Control (CDC) 2017a, Lane, Menzies, Kalberg, & Cakes, 2012).
Gejala gangguan emosi dan perilaku secara khusus masuk dalam satu
dari dua kategori besar, Perilaku eksternalisad (externalizing behavior)
memiliki efek langsung atau tidak langsung pada orang lain, contohnya
mencakup agresi, pembangkangan, pencurian, dan kurangnya kontrol
diri secara umum. Perilaku internalisasi (internalizing behavior)
utamanya memengaruhi swa dengan gangguan; contohnya kecemasan
berat atau depresi, perubahan suasana hati yang berlebihan, penarikan
diri dari interaksi sosial, dan gangguan perilaku makan. Siswa dengan
externalizing behavior-gangguan yang cenderung terjadi pada anak lelaki
daripada anak perempuan-lebih mungkin dirujuk guna mendapat
Layanan dan evaluasi khusus. Namun, siswa dengan internalizing
behavior - yang lebih cenderung terjadi pada perempuan-memiliki risiko
kegagalan yang sama di sekolah (Angold, Worthman, & Costello, 2000,
Gay, 2006; Hayward, 2003). Gangguan ini perlu ditanggapi dengan
serius karena, selain kegagalan sekolah, siswa dengan externalizing
behavior dan internalizing behavior juga lebih berisiko mengalami
masalah kesehatan mental serius, termasuk berpikir tentang (atau
berusaha) bunuh diri (Peter & Roberts, 2010).
1) Karakteristik Umum Siswa dengan gangguan emosi dan perilaku
memiliki perbeda yang signifikan dalam hal kemampuan dan
kepribadian mereka. Namun, selain kesulitan dalam memelihara
hubungan sebaya yang sehat seperti yang sudah disebu tadi,
mungkin harus mengamati satu atau lebih dari karakteristik berikut:
a. Sering absen dari sekolah.
b. Memburuknya kinerja Akademis seiring bertambahnya usia.
c. Sering (tetapi tidak selalu) memiliki kecerdasan di bawah rata-
rata.
d. Tingkat percaya diri yang rendah.
e. Perilaku agresif atau menarik diri Marah atau sering mendebat.
18

f. Sering melanggar aturan.


g. Sedikit atau tidak ada empati untuk kesusahan orang lain.
h. Penyalahgunaan obat-obatan yang signifikan.
2) Mengadaptasi Pengajaran Intervensi yang efektif harus disesuaikan
dengan kebutuhan unik setiap siswa, tetapi beberapa strategi berikut
dapat bermanfaat bagi banyak siswa.
a. Tujukkan ketertarikan kita pada kesejahteraan dan pertumbuhan
pribadi siswa.
b. Berikan siswa perasaan bahwa mereka mempunyai kendali
terhadap lingkungannya.
c. Pastikan bahwa siswa mempelajari keterampilan dasar.
d. Waspadai tanda-tanda yang menunjukan seorang siswa
mungkin berencana untuk bunuh diri.

7. Gangguan Spektrum Autis


Ciri-ciri utama dari gangguan spektrum autisme (autism spectrum
disorder) adalah adanya gangguan kognisi sosial (misalnya, pengambilan
perspektif, menafsirkan bahasa tubuh orang), keterampilan sosial,
penggunaan bahasa, dan interaksi sosial. Banyak siswa dengan gangguan
ini lebih suka menyendiri, dan menunjukkan keterikatan emosional yang
lemah, itupun jika ada, dengan orang lain. Beberapa siswa
mengembangkan kemampuan bahasa secara terbatas, di saat kemampuan
berbahasa siswa lain lebih berkembang Ciri-ciri yang umum juga adalah
perilaku berulang (yang sering kali sangat aneh dan jarang terlihat pada
usia sebayanya) dan tidak fleksibel, mengikuti rutinitas tertentu (APA
2000, Lord, 2010, Pelphrey & Carter, 2007; Tager Flusberg, 2007).
Gangguan spektrum autisme lazim dijumpai di Amerika Serikat, di mana
diperkirakan 1 dari setiap 68 anak-anak diidentifikasi memiliki gangguan
spektrum autisme, dengan lima kali lebih banyak terjadi pada anak laki-
laki dari pada anak perempuan (CDC, 2014). Gambar 5.7
menggambarkan seorang siswa dengan gangguan spektrum autisme yang
19

mendeskripsikan apa yang dimaksud dengan "tidak keren". Perhatikan


bahwa ia berfokus pada keterampilan sosial.
Selain dari kesamaan dalam gangguan sosial dan perilaku berulang,
individu dengan gangguan spektrum autisme sangat berbeda dalam hal
seberapa parahnya kondisi mereka inilah yang dimaksud dengan istilah
spektrum. Dalam autis fungsi tinggi (high functioning autism), suatu
bentuk yang agak ringan, siswa biasanya memiliki keterampilan bahasa
normal dan inteligensi rata-rata atau di atas rata-rata. Dalam kasus-kasus
yang parah, yang secara sederhana sering disebut sebagai autisme, anak-
anak memiliki keterlambatan besar dalam perkembangan kognitif dan
bahasa serta memamerkan perilaku melanggar aturan-mungkin secara
terus-menerus mereka akan menggoyang-goyangkan atau mengayun-
ayunkan jemari, atau mengulangi apa yang dikatakan orang lain, atau
menunjukkan ketertarikan tidak biasa terhadap kategori objek yang
sangat sempit.
1) Karakteristik Umum. Selain sifat pembawaan yang sudah dijelaskan,
siswa dengan gangguan spektrum autisme biasanya memiliki
karakteristik seperti ini:
a. Keterampilan berpikir visual-spasial yang kuat dan kesadaran
luar biasa terhadap detail visual.
b. Kemampuan yang tidak biasa untuk mempertahankan perhatian
dan fokus di tengah gangguan (distraksi) yang terjadi:
c. Kesulitan memahami perasaan orang lain -Memori yang baik
untuk satu rangkaian fakta yang tidak terkait.
d. Mungkin menghindari kontak fisik dengan orang lain.
e. Kesulitan merencanakan dan mengatur tindakan di masa depan.
f. Kebutuhan kuat akan lingkungan yang konsisten dan dapat
diprediksi.
2) Mengadaptasi Pengajaran. Banyak dari strategi kelas yang
dijelaskan pada bagian sebelumnya dapat diterapkan pada siswa
autisme. Dua strategi tambahan dibawah ini juga dapat membantu:
20

a. Maksimalkan konsistensi perencanaan ruang kelas dan jadwal


mingguan.
b. Gunakan pendekatan visual untuk pengajaran.

8. Rekomendasi Umum
Meskipun penyebab gangguan emosi dan perilaku serta gangguan
spektrum autis berbeda-beda siswa dengan disabilitas ini membutuhkan
beberapa intervensi kelas yang sama. Tentu saja, kita ingin
meningkatkan keberhasilan akademis, barangkali dengan menggunakan
strategi pengajaran yang disampaikan sebelumnya bagi siswa dengan
kesulitan kognitif spesifik atau akademis. berikut saran tambahannya:
1) Berusaha keras untuk perilaku kelas yang pantas.
2) Tumbuhkan kognisi sosial dan keterampilan interpersonal yang
efektif.
3) Bersikaplah gigih dan carilah peningkatan secara bertahap alih-alih
keberhasilan dalam semalam.

9. Siswa dengan Keterlambatan Umum pada Fungsi Kognitif dan


Sosial
Ketika kita menggunakan istilah tinos dengan keterlambatan amam
pale fungsi kognitif desial, yang dimaksud adalah siswa yang
memperlihatkan pola konsisten pada keterlambatan perkembangan tanpa
melihat apakah siswa itu teridentifikasi mempunyai disabilitas Pendidik
kadang menggunakan istilah slow learner untuk melaskan siswa yang
mendapat skor tes inteligensi 70 dan jelas mempunyai kesulitan pada
sebagian atau semua bagian kurikulum. Siswa dengan kesulitan
pengucapan dapat didentifikasikan mempunyai disabilitas intelektual

10. Disabilitas Intelektual


Anda pasti akrab dengan retardau mental mental retardation) dalam
beberapa tahun terakhir, namun, sebagian besar pendidik siswa
berkebutuhan khusus telah mengadvokasi istilah disabilitas intelektual
21

tintellectual disability) dalam merujuk siswa yang menunjukkan


keterlambatan pada sebagian besar aspek perkembangan kogutif dan
sosialnya. Lebih spesifiknya lagi, siswa dengan disabilitas intelektual
memperlihatkan karakteristik berikut (Luckasson dkk, 2002):
a. Secara singkan memiliki inteligent di bawah rata-rata teligensi
umum. Para siswa yang memiliki skor tes inteligerosi yang cukup
rendah-biasanya tidak lebih tinggi dari 70, mencerminkan kinerja di
bawah 2% dari kelompok usia mereka. Selain itu, para siswa ini
belajar dengan lambat dan secara konsisten menunjukkan prestasi
buruk di hampir semua bidang studi Akademis.
b. Kekurangan dalam perilaku alif Siswa-siswa ini berperilaku seperti
anak-anak yang jauh lebih mada Kekurangan mereka dalam perilaku
adaptif mencakup keterbatasan dalam kecerdasan praktic-yaitu,
mengelola kegiatan kehidupan. whari-hari-dan kecerdasan soal-
yakni, menempatkan diri dengan tepat dalam berbagai situasi sosial.
Ada tiga tingkat disabilitas intelektual. Siswa yang memiliki
disabilitas intelektual ringan sampai moderat (mild to moderate
intellectual disability) umumnya dapat belajar bagaimana menjaga diri
mereka sendiri, mereka biasanya dapat bepergian dan sering kali juga
dapat dipekerjakan. Anak-anak atau remaja penyandang disabilitas
intelektual yang parah (severe intellectual disability) mengalami
keterlambatan besar dalam perkembangan dan membutuhkan banyak
dukungan mereka cukup dapat memahami pembicaraan, tetapi mungkin
mengalami kesulitan dalam percakapan. Individu dengan disabilitas
intelektual mendalam mengalami gangguan kognitif paralu mereka
umumnya juga memiliki keterbatasan fisik parah dan membutuhkan
perawatan yang menyeluruh (National Academy of Sciences, 2015).
1) Karakteristik Umum
Seperti siswa yang tergolong dalam kategori kebutuhan khusus,
siswa penyandang disabilitas intelektual memiliki kepribadian,
kekuatan, dan kebutuhan yang berbeda. Namun demikian,
22

kebanyakan dari mereka cenderung menunjukkan karakteristik


seperti berikut:
a. Keramahan dan keinginan tulus untuk menjadi bagian dari
sekolah.
b. Pengetahuan umum yang kurang tentang dunia.
c. Keterampilan membaca dan bahasa yang buruk.
d. Rentang perhatian yang pendek .
e. Memori buruk sedikit atau tidak ada strategi pembelajaran dan
memori yang efektif.
f. Kesulitan menarik kesimpulan dan memahami ide-ide abstrak.
g. Kesulitan menggeneralisasi sesuatu yang dipelajari dalam satu
situasi ke situasi.
h. Perilaku bermain dan keterampilan interpersonal yang tidak
dewasa.
i. Keterlambatan keterampilan motorik, kondisi yang
menyebabkan kinerja buruk dalam aktivitas fisik
2) Mengadaptasi Pengajaran
Ada banyak juga program khusus yang tersedia untuk siswa
dengan disabilitas intelektual ringan, kadang-kadang melibatkan
kemitraan dengan universitas lokal (Nephin, 2014). Berikut
beberapa strategi tambahan yang perlu diingat:
a. Mengajarlah dengan perlahan dan tetapkan tujuan jangka
pendek untuk memastikan keberhasilan.
b. Berikan pijakan yang cukup untuk meningkatkan proses
kognitif yang efektif dan perilaku yang diinginkan.
c. Masukan keterampilan vokasional (kejuruan) dan keterampilan
hidup sehari-hari kedalam kurikulum.

11. Siswa dengan Hambatan Fisik atau Sensorik


Seberapa siswa dengan kebutuhan khusus memiliki disabilitas fisik
yang jelas debabkan oleh kondisi fisik yang dapat terdeteksi secara
medis, termasuk gangguan 6k dan kesehatan, gangguan penglihatan, dan
23

gangguan kehilangan pendengaran Shagian kecil dari mereka memiliki


disabilitas parah dan disabilitas ganda (severe maltiple disability) yang
membutuhkan adaptasi signifikan dan layanan yang sangat khusus.
Siswa seperti itu biasanya didampingi guru khusus anak atau spesialis
lain saat mereka memasuki kelas pendidikan umum

12. Gangguan Fisik dan Kesehatan


Gangguan fisik dan kesehatan (physical and health impairements)
adalah kondis haik atau medis umum (biasanya jangka panjang) yang
memengaruhi kinerja sekolah, seperti tingkat pengajaran khusus, bahan
kurikuler, peralatan, atau fasilitas yang diperlukan. Siswa dalam kategori
ini mungkin mempunyai energi dan kekuatan terbatas, kepekaan mental
yang kurang, atau kontrol otot yang rendah. Contoh kondisi yang
mungkin memenuhi syarat siswa untuk layanan khusus ini adalah mereka
yang mengalami trauma otak, tulang belakang, cerebral palsy, epilepsi,
kanker, dan acquaint immunodeficiency syndrome (AIDS).
1) Karakteristik Umum Sulit untuk menggeneralisasi siswa dengan
ganguan fisik dan kesehatan karena kondisinya sangat berbeda satu
sama lain. Meskipun demikian, ada beberapa karakteristik umum
yang bisa diperhatikan:
a. Stamina yang rendah dan kecenderungan untuk mudah lelah.
b. Tingkat intelektual yang bervariasi (banyak siswa yang
memiliki kemampuan belajar mirip dengan teman sebaya yang
tidak memiliki keterbatasan); kadang kadang fungsi intelektual
siswa dapat rusak sementara, terutama jika anak-anak tersebut
menjalani kemoterapi..
c. Tingkat prestasi Akademis yang lebih rendah sebagai akibat
dari seringnya siswa absen dari sekolah.
d. Lebih sedikitnya kesempatan untuk memiliki pengalaman dan
berinteraksi dengan dunia luar dengan cara-cara penting yang
mendidik (misalnya, jarang menggunakan transportasi umum;
24

lebih sedikitnya kunjungan ke konser, museum,dan kebun


binatang).
e. Kemungkinan timbulnya harga diri rendah, adanya rasa tidak
aman, terisolasi dari teman sebaya, sangat tergantung pada
bantuan orang dewasa, sebagiannya fergantung bagaimana
orang tua dan orang lain menanggapi gangguan tersebut.
2) Mengadaptasi Pengajaran Meskipun kita tidak akan perlu
memodifikasi kurikulum akademis bagi siswa dengan gangguan
fisik dan kesehatan, kita pasti ingin membuat akomodasi tertentu :
a. Peka terhadap batasan spesifik dan mengakomodasi mereka
secara felksibel.
b. Mengetahui apa yang dilakukan saat darurat.
c. Jika siswa dan orang tua memberi izin, ajari kelas mengenai
hakikat tantangan siswa.

13. Gangguan Penglihatan


Siswa dengan gangguan penglihatan/visual (isual impairment)
memiliki malfungsi pada saraf mata yang menghalangi penglihatan
normal bahkan dengan memakai kaca mata atau lensa kontak yang
korektif. Beberapa siswa buta total, beberapa siswa lainnya hanya bisa
melihat pola-pola kabur dari cahaya dan gelap, dan siswa lainnya
memiliki ruang pandang yang terbatas (tunnel vision) yang
mengakibatkan mereka hanya dapat melihat pada area sempit. Gangguan
penglihatan disebabkan oleh abnormalitas kongenital mata. Kerusakan
juga bisa terjadi pada mata atau saluran ke otak. Penglihatan berperan
penting dalam perkembangan kemampuan kognitif, termasuk membaca
dalam cetakan, memahami hubungan jarak, dan pemahaman konsep
(Polloway Parton, & Dowdy, 2016). Bila siswa mempunyai gangguan
penglihatan, kemampuan-kemampuan itu mungkin menjadi tertunda dan
dapat memengaruhi keseluruhan pembelajaran siswa dalam semua
subjek Akademis.
25

1) Karakteristik Umum Siswa dengan gangguan penglihatan


mempunyai banyak atau semua karakteristik berikut ini:
a. Fungsi yang normal dari indra yang lain (mendengar, meraba,
dsb).
b. Kemampuan belajar umum yang sama dengan siswa
nondisabilitás, meski memori visualnya dan perkembangan
konsepnya tertunda atau rusak .
c. Lebih terbatas kosakatanya, bahasa ekspresif dan reseptifnya,
serta pengetahuan umumnya. Ini diakibatkan karena lebih
sedikitnya kesempatan yang dimiliki siswa itu untuk mengalami
cara-cara pendidikan krusial dalam dunia luar (misalnya, lebih
sedikit pengenalan terhadap peta, film, dan materi visual).
d. Perkembangan motorik yang tertunda mengurangi kemampuan
untuk menirukan perilaku orang lain.
e. Ketidakmampuan untuk mengamati bahasa tubuh orang dan
isyarat nonverbal lainnya, mengakibatkan terjadinya
kesalahpahaman pesan orang lain dan perilaku sosial yang tidak
matang.
f. Bingung dan cemas (khususnya dalam lingkungan yang
semrawut, seperti di ruang makan atau tempat bermain) sebagai
akibat dari tidak adanya pengetahuan visual mengenai situasi
yang sedang terjadi.
g. Di kelas dasar, kurangnya pengetahuan tentang peraturan
bahasa tulis.
2) Mengadaptasi Pengajaran Para ahli secara khusus memberikan siswa
pelatihan Brille, orientasi dan mobilitas serta secara khusus
mengadaptasi teknologi komputer. Namun demikian, guru-guru
pendidikan umum memainkan peran penting juga, seperti yang
tercermin pada strategi berikut:
a. Beri kesempatan siswa terlebih dahulu memahami tata letak fisik
ruang kelas.
b. Gunakan materi dengan kekontrasan yang tajam.
26

c. Sangat tergantung pada moda yang lain.


d. Berikan waktu lebih untuk belajar dan menunjukan kinerja.
e. Ajarkan strategi belajar kepada siswa anda.

14. Kehilangan Pendengaran


Siswa penyandang kehilangan pendengaran mengalami malfungsi
pada telinga ata syarat-syaraf berkaitan yang memengaruhi persepsi
suara dalam kisaran frekuen siswa bicara orang normal. Dua atau tiga
dari tiap 1000 anak yang lahir di Amerika Serikat tendeteksi kehilangan
pendengaran saat lahir (National Institute on Deafness other
Communication Dorder, 2014). Siswa yang tuli total tidak mampu
memaha bahasa lisan bahkan dengan alat bantu dengar. Siswa dengan
kesulitan pendengaras masih bisa memahami beberapa perkataan, tetapi
akan mengalami kesulitan hur basa untuk memaluami keseluruhan
pembicaraan.
1) karateristik Umum Sebagian besar siswa yang kehilangan
pendengaran mempunyai kemampuan intelektual yang normal
(Braden, 1992 Schirmer, 1994). Meski begitu mereka mempunyai
karakteristik berikut:
a. Perkembangan bahasa yang tertunda karena mereka kirang
terpapar terhadap bahasa lisan khususnya jika gangguan terjadi
saat kelahiran atau pada awal kehidupan.
b. Kecakapan dalam bahasa isyarat, seperti American Sign
Language (ASL) atau pengucapan dengan jari jemari.
c. Beberapa kemampuan untuk membaca ujaran/membaca gerakan
bibir sprecheating).
d. Lebih sedikit menggunakan bahasa lisan dibandingkan dengan
teman sekelas yang dapat mendengarkan, mungkin kualitas
berbicara yang maraton.
e. Keterampilan membaca yang kurang berkembang, khususnya
jika perkembangan bahasanya tertunda.
27

f. Sedikitnya pengetahuan umum karena kurangnya paparan


terhadap bahasa lisan.
g. Prestasi Akademis yang di bawah rata-rata.
h. Keterkucilan secara sosial, keterampilan sosial yang lebih
terbatas, dan kurangnya kemampuan pengambilan perspektif
sebagai hasil kurangnya kemampuan berkomunikasi.
2) Mengadaptasi Pengajaran. Para spesialis secara khusus
menyelenggarakan pelatihan keterampilan komunikasi American
Sign Language, pengucapan dengan jari dan membaca bibir. Dengan
pelatihan ini, kurikulum yang normal layak diterapkan bagi sebagian
besar siswa yang kehilangan pendengaran. Meskipun demikian, ada
beberapa hal yang sebaiknya diterapkan demi memfasilitasi
kesuksesan siswa dikelas pendidikan umum:
a. Minimalkan suara bising yang tidak relevan.
b. Lengkapi presentasi audio dengan informasi visual dan
pengalaman-pengalamn langsung.
c. Komunikasikan cara untuk membantu siswa mendengar dan
membaca ujaran.

E. Siswa dengan Perkembangan Kognitif yang tinggi


Banyak siswa yang memiliki kemampuan tinggi, baik untuk mata
pelajaran khus maupun lintas kurikulum, yang memerlukan perhatian dan
dukungan. Para siswa yang berpotensi akademis tinggi (gifted) ini memiliki
kemampuan jauh di atas kemampuan kelas yang dilayani oleh pendidikan
khusus. Tidak jarang juga kita menghadapi sia unggul di kelas; seperti yang
akan kita bahas, ada sejumlah pertimbangan dalam mengadaptasi pengajaran
untuk mengikutsertakan dan menantang siswa unggul tersebut.

1. Potensi Akademis Tinggi (Giftedness)


Secara umum, kepemilikan akan potensi akademis yang tinggi
(giftedness) adalah kemampuan yang luar biasa tinggi dalam satu atau
lebih bidang (misalnya, dalam matematika, sains, penulisan kreatif,
28

musik) sehingga layanan pendidikan khasa diperlukan untuk membantu


siswa mencapai potensinya secara penuh.
1) Karakteristik Umum
Siswa unggul memiliki berbagai kekuatan dan bakat yang unik,
dan mereka yang memperlihatkan bakat khusus dalam satu bidang
mungkin memiliki kemampuan rata-rata di bidang lain (Winner,
2000b). Meskipun demikian, banyak siswa unggul memiliki
karakteristik seperti ini:
a. Keterampilan kosakata, bahasa, dan membaca yang tinggi.
b. Pengetahuan umum yang luas tentang dunia.
c. Kemampuan untuk belajar lebih cepat, mudah, dan mandiri
daripada teman sebaya.
d. Proses kognitif dan strategi pembelajaran yang maju dan efisien.
e. Fleksibilitas yang cukup besar dalam hal ide dan pendekatan
terhadap tugas.
f. Standar kinerja yang tinggi (kadang-kadang mencapai tingkatan
perfeksionis yang tidak sehat).
g. Motivasi yang tinggi untuk menyelesaikan tugas-tugas yang
menantang, bosan saat melakukan tugas-tugas mudah.
h. Minat yang kuat di bidang yang kekuatannya telah diidentifikasi.
i. Konsep diri yang positif, terutama yang berkaitan dengan
penghargaan Akademis (walaupun mereka juga sering memiliki
persepsi diri yang lebih rendah mengenai penampilan dan
kemampuan atletik mereka).
j. Perkembangan sosial dan penyesuaian emosional rata-rata atau
di atas rata-rata (meskipun beberapa siswa yang sangat berbakat
mungkin mengalami kesulitan karena mereka sangat berbeda
dari teman sebayanya).
29

2. Mempertimbangkan Keragaman Saat Mengidentifikasi dan


Menangani Kebutuhan Khusus
Sedihnya, ada banyak kelompok minoritas siswa yang secara tidak
proporsional diidentifikasi mempunyai disabilitas, khususnya disabilitas
kognint spesifik, disabilitas intelektual umum, serta gangguan emosi dan
perilaku (McLoyd, 1998, National Center for Education Statistics, 2017;
VanTassel-Baska, 2008). Gambar 5.9 menampilkan persentase anak
muda yang menerima layanan IDEA, dikelompokkan berdasarkan
ras/etnis. Banyak ahli teori mengaitkan pembedaan identifikasi
menunjukkan rentang kondisi lingkungan yang menyertai status sosial
ekonomi yang lebih rendah paparan racun lingkungan yang lebih tinggi
dari biasanya, nutrisi yang buruk, perawatan yang tidak memadai, dan
akses yang terbatas untuk memperkaya sumber daya pendidikan
(misalnya, Dyson, 2008; Jacoby & Glauberman, 1995; McLoyd, 1995).
Selain itu, pembelajar bahasa Inggris diidentifikasikan mengalami
disabilitas belajar atau disabilitas intelektual dibanding penutur asli
bahasa Inggris sebuah temuan yang mungkin mencerminkan kesulitan
siswa dalam memahami dan menjawab item-item tes diagnostik berdasar
bahasa (A. L. Sullivan, 2005
Selain terwakili secara berlebihan dalam program bagi siswa
disabilitas, anggota dari beberapa kelompok minoritas kurang terwakili
dalam program bagi siswa berbake (DY. Ford, 2012, 2014, Graham,
2009, Van Tassel-Baska, 2008). Lebih jauh lagi, ketika dari kelompok
yang diwakili ditentukan untuk berpartisipasi dalam program pendidikan
siswa unggul, guru harus cermat dalam melatih dan memantau siswa
untuk memberi semangat supaya tetap bertahan pada program-program
tersebut (Moore, Ford, & Milner, 2011). Secara keseluruhan, siswa dari
kelompok minoritis budaya dan etnis mengalami kerugian ketika tes
kemampuan tradisional digunakan untuk mengidentifikasi keberbakatan
dalam beberapa kasus karena mereka hanya mempunyai sedikit
pengalaman mengenai jenis tugas yang mereka hadapi pada t tersebut
30

(Rogoff, 2000). Ini adalah hal yang kritis sehingga kita harus mencari
tanda tanda lain dari siswa berbakat, termasuk hal-hal berikut:
1) Bakat luar biasa di bidang tertentu -Kemampuan untuk belajar cepat
dari pengalaman.
2) Keterampilan komunikasi yang luar biasa (misalnya, artikulatif,
kekayaan bahasa).
3) Orisinalitas dalam berpikir dan kecerdikan dalam memecahkan
masalah.
4) Kemampuan untuk merenungkan konsepsi dan ide baru, yang
tampaknya tidak terkait.
31

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Beberapa psikolog percaya bahwa intelegensi adalah entitas tunggal
yang berbasis biologis, yang memengaruhi hasil belajar dan kinerja siswa di
berbagai bidang tugas dan subjek suatu keyakinan yang tercermin dalam
penggunaan skor IQ sebagai bagian umum dari kemampuan kognitif.
Psikolog lainnya tidak sependapat, menyatakan bahwa intelegensi tersusun
dari suatu kemampuan Mandiri atau kebalikannya, bahwa perilaku cerdas
sangat berbeda-beda tergantung pada usia anak dan sistem dukungan
lingkungan. Gaya kognitif dan disposisi adalah kecenderungan umum
pendekatan tugas dengan cara tertentu misalnya, untuk berpikir secara
analitik atau holistik atau untuk mendekati ide-ide baru dalam cara berpikiran
terbuka atau berpikir tertutup. Siswa dengan kebutuhan khusus adalah siswa
yang cukup berbeda dari teman sekelasnya sehingga mereka membutuhkan
bahan dan plastik pembelajaran yang disesuaikan secara khusus untuk
membantu mereka memaksimalkan perkembangan kognitif dan sosial mereka.
Semakin banyak siswa dengan kebutuhan khusus yang didik di ruang kelas
pendidikan umum sebagai sebagian waktu aktor seluruh waktu mereka di
sekolah, di Amerika Serikat, inklusi seperti ini sebagian merupakan mandat
IDEA. Siswa dengan kesulitan kognitif atau akademis tertentu mencakup
siswa dengan disabilitas belajar, gangguan pemusatan perhatian dan
hiperaktivitas/ GPPH (attention deficit hyperactivity disorder/ADHD), serta
gangguan berbicara dan berkomunikasi. Siswa dengan masalah sosial atau
perilaku mencakup mereka yang memiliki gangguan emosi dan perilaku
( yang mungkin melibatkan externalizing behavior atau internalizing behavior)
serta Michael memiliki kelainan spektrum autisme. Banyak strategi
pengajaran harus disesuaikan dengan area kesulitan khusus siswa, tetapi ada
beberapa strategi yang dapat diterapkan secara luas misalnya hampir semua
siswa mendapatkan keuntungan dari intervensi awal dan umpan balik yang
mendokumentasikan kemajuan yang sedang berlangsung. Banyak siswa
32

dengan disabilitas ini mendapat manfaat dari pelatihan keterampilan


interpersonal. Mereka juga menunjukkan kinerja lebih baik dalam lingkungan
yang terstruktur, di mana perilaku yang sesuai diidentifikasi dengan jelas dan
konsekuensi untuk perilaku yang diinginkan dan tidak diinginkan dicatat
secara konsisten. Beberapa Siswa memiliki keterlambatan umum dalam
fungsi konflik dan sosial dan beberapa dari siswa ini secara resmi diagnosis
memiliki disabilitas intelektual. Pengajian yang efektif untuk siswa-siswa ini
biasanya melibatkan berbagai langkah yang tidak terlalu cepat, dengan
mempertimbangkan pijakan yang cukup memadai dan pada akhirnya
pelatihan eksplisit dalam keterampilan hidup vokasional (kejuruan) dan
umum. Siswa dengan hambatan fisik dan sensorik mencakup mereka yang
memiliki gangguan fisik dan kesehatan (kondisi yang mengakibatkan
berkurangnya energi, atau kontrol otak), gangguan penglihatan atau gangguan
pendengar. Sebagian besar siswa yang diidentifikasi sebagai siswa berbakat
(gifted) memerlukan pengajaran khusus yang bersifat Individual yang
menantang mereka untuk memperluas kemampuan mereka yang ada ke arah
yang baru.
33

DAFTAR PUSTAKA

Ormrod, Jeanne Ellis. 2019. Psikologi Pendidikan Pembelajaran yang


Berkembang. Jakarta: Erlangga.
TANYA JAWAB

1. Penanya: Muhammad Abiansyah (2131060148)


Bagaimana pendapat anda mengenai sistem pendidikan di Indonesia?
Penjawab: Atha Larissa Putri Wijaya (2131060011)
Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Hal ini
dibuktikan dengan data Unesco (2000), tentang peringkat Indeks
Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari
peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per-kepala.
Data tersebut menunjukkan bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia
makin menurun. Di antara 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan
ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998), dan ke-109 (1999). Menurut
survei Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan
di Indonesia berada di urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Data yang
dilaporkan oleh The World Economic Forum Swedia (2000), Indonesia
memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya urutan ke-37 dari 57 negara
yang disurvei di dunia. Dari data tersebut, dapat dikatakan bahwa tingkat
pendidikan di Indonesia masih terancam.
Dari hal itu dapat dilihat bahwa indeks dan kualitas pendidikan di
Indonesia yang kurang dapat terlihat jelas bahwa pendidikan di Indonesia
dalam masalah. Masalah yang serius dalam peningkatan mutu pendidikan di
Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan di berbagai jenjang pendidikan,
baik pendidikan formal maupun informal. Dalam hal itulah yang
menyebabkan rendahnya mutu pendidikan yang menghambat penyediaan
sumber daya menusia di Indonesia.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan kualitas pendidikan di Indonesia
masih rendah. Salah satu faktornya adalah kualitas pengajar yang masih
kurang. Pengajar di Indonesia masih kurang karena lemahnya para pendidik
dalam menggali potensi murid. Para pendidik masih memaksakan kehendak
murid untuk mempelajari semua hal tanpa memperhatikan kebutuhan, minat,
dan bakat yang dimiliki oleh masing-masing siswanya. Pendidikan
seharusnya sarana pembelajaran yang menyenangkan dan nyaman bagi anak
dengan memperhatikan kebutuhan anak. Bukan malah memaksakan
sesuatu yang membuat anak kurang nyaman dalam mencari ilmu, proses
pendidikan yang baik adalah dengan memberikan kesempatan pada anak
untuk lebih kreatif lagi. Tidak hanya itu, dari sikap dan kedisiplinan siswa
juga kurang.
Pengajar seharusnya tidak berorientasi kepada nilai. Seharusnya lebih
menghargai kepada kedisiplinan, usaha, dan kejujuran seorang siswa dalam
menjalankan masa pendidikannya. Masih banyak siswa di Indonesia yang
melakukan kecurangan saat mengerjakan ujian. Hal itu disebabkan karena
guru lebih memprioritaskan nilai dibandingkan dengan kejujuran. Tidak
hanya itu, pengajar juga kurang memberikan edukasi kepada siswanya
sehingga banyak siswa di Indonesia melakukan tindakan yang seharusnya
tidak dilakukan, seperti mengonsumsi narkoba, rokok, melakukan kekerasan,
dan perzinahan. Kemudian, gaji guru di Indonesia tergolong rendah sehingga
banyak orang yang tidak memiliki cita-cita menjadi guru. Padahal profesi
guru sangat diperlukan untuk semua negara agar dapat mendidik siswa dan
siswi untuk menghasilkan sumber daya manusia yang besar dan baik.
Yang kedua adalah sitem pendidikan yang kurang baik dalam waktu
pembelajaran. Jam belajar di sekolah Indonesia kelamaan, sehingga siswa
sulit mengembangkan minat dan bakat yang mereka miliki melalui kegiatan
ekstrakulikuler dan organisasi. Bilamana waktu luang setelah kegiatan belajar
mengajar dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan sikap kemimpinan dan
kreatifitas siswa tersebut. Apabila waktu pembelajaran terlalu lama, maka
siswa akan kelelahan dan membuat siswa mudah stress sehingga siswa
menganggap bahwa belajar di sekolah adalah kegiatan yang membebani
hidup mereka, Padahal sekolah merupakan sarana pembelajaran untuk
mengembangkan potensi yang dimiliki masing-masing siswa.
Yang ketiga adalah biaya pendidikan yang mahal. Biaya pendidikan
yang mahal dari taman kanak-kanak (TK) sampai perguruan tinggi,
menyebabkan pendidikan tidak dapat tersebar dengan merata sehingga sarana
pembelajaran menjadi kurang. Terutama pada penduduk kaum terbelakang
yang sulit untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan pendidikan yang
mahal, maka banyak penduduk miskin yang tidak dapat mengikuti
kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu, banyak anak-anak miskin
dipekerjakan oleh orangtuanya seperti mengemis untuk memenuhi kebutuhan
hidup keluarganya. Dengan hal itu, maka memengaruhi sumber daya manusia
di Indonesia.

2. Penanya: Rona Badya Asnandari (2131060207)


Banyak siswa mengalami kesulitan minor dalam hal sosial, apa maksud dari
kesulitan minor pada kalimat ini?
Penjawab: Ayu Puspitasari (2131060013)
Kesulitan minor dalam hal sosial, emosional adalah masalah atau
kesulitan Anak muda atau dewasa awal disekitaran umur 18 tahun dalam
menyesuaikan diri untuk memahami keadaan serta perasaan ketika
berinteraksi dengan orang-orang di lingkungannya yang diperoleh dengan
cara mendengar, mengamati dan meniru hal-hal yang dilihatnya.

3. Penanya: Rifqi Ramadhani (2131060067)


Disebutkan bahwa Sifat bawaan (nature) dan pengasuhan (nurture) sangat
memainkan peran dalam mempengaruhi inteligensi yang telah menjadi
kontroversi, tetapi pada kenyataannya faktor-faktor genetik dan lingkungan
berinteraksi dalam pengaruhnya terhadap perkembangan kognitif dan
inteligensi dengan cara-cara yang mungin tidak pernah dapat dipisahkan. Bisa
dijelaskan secara rinci lagi dan mksdnya cara yang mungkin tidak pernah
dapat dipisahkan itu seperti apa?
Penjawab: Ananda Ardita Amalia (2131060101)
Psikolog Dr. Rose Mini Agoes Salim, M.Psi menjelaskan, faktor nature
merupakan pemberian Tuhan dan sulit untuk diubah, sementara faktor nurture
merupakan faktor pengasuhan seperti nutrisi, stimulasi, pola asuh, dan
lainnya. Kedua faktor inilah peran orang tua sangat dibutuhkan untuk
membentuk perilaku cerdas pada anak. Nature merupakan faktor yang berasal
dari warisan biologis atau dimiliki sejak lahir, sedangkan nurture adalah
faktor yang diciptakan berdasarkan pengalaman lingkungannya sehingga
berpengaruh pada perilaku individu.

4. Penanya: Dewi Santi (2131060020)


Mengapa pendidik atau tenaga pengajar itu perlu mempertimbangkan
perbedaan setiap masing-masing individu dari peserta didik dalam proses
belajar mengajar? Dan apakah jika seorang pendidik atau tenaga pengajar ini
sudah mempertimbangkan perbedaan setiap individu saat proses belajar
mengajar, si peserta didik ini akan berhasil dalam menguasai substansi
pembelajaran? Atau ada faktor lain yang mempengaruhi peserta didik tidak
berhasil menguasai pembelajaran, jika pendidik telah mempertimbangkan
perbedaan setiap masing-masing individu dalam proses pembelajaran?
Penjawab: Ayu Puspitasari (2131060013)
Setiap anak pasti memiliki kebutuhan yang berbeda beda. setiap anak
memiliki cara masing-masing untuk mengikuti pembelajaran. Nah caranya
dalam hal ini guru akan menciptakan situasi, memimpin, merangsang,
menggerakkan, dan mengarahkan kegiatan belajar mengajar pada siswa agar
bisa mengetahui kebutuhan siswanya. Kemudian proses pembelajaran ini tadi
akan berhasil apabila guru bisa merespon kebutuhan siswa tersebut setelah
diberi hal hal tadi oleh guru, oleh karena itu guru harus memperhatikan
perbedaan individual peserta didik dalam pelaksanaan sosial untuk
mengetahui kebutuhan siswa Perbedaan individual yang perlu
dipertimbangkan dalam pelaksanaan pengajaran dikelas adalah faktor-faktor
yang menyangkut kesiapan anak untuk menerima pengajaran karena
perbedaan tersebut akan menentukan sistem pendidikan secara keseluruhan.
Perbedaan-perbedaan tersebut harus diselesaikan dengan pendekatan
individualnya juga, tetapi tetap disadari bahwa pendidikan tidak semata-mata
bertujuan untuk mengembangkan individu sebagai individu, tetapi juga dalam
kaitannya dengan pola kehidupan masyarakat yang bervariasi.
5. Penanya: Rindiyani (2131060173)
Seberapa besarkah peran nature (bawaan) dan nurture (pola asuh) terhadap
perkembangan intelegensi?
Penjawab: Ade Tiara (2131060094)
Sifat bawaan dan pengasuhan memainkan peran dalam mempengaruhi
inteligensi. Sebagai contoh beberapa siswa yang memiliki keterbatasan
bawaan tertentu mungkin memerlukan lingkungan belajar yang tenang dan
terstruktur dengan baik untuk memperoleh keterampilan pemahaman
membaca yang efektif, tetapi siswa lain mungkin mampu memperoleh
keterampilan membaca yang baik terlepas dari kualitas lingkungan hidup
mereka.

Anda mungkin juga menyukai