Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

PENGANTAR TEKNOLOGI PENDIDIKAN


“KAWASAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN BIDANG PEMANFAATAN”

DOSEN PENGAMPUH:
NURINDAH S.Pd,.M.Pd

DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 5 :
BASO DZULKIFLI M. (105311101122)
UMDATUL AHDIYAH (105311101922)
GHAISANI AULIA M (105311101822)

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
TAHUN AJARAN 2022-2023
i
KATA PENGANTAR

Bissmillahirrahmanirrahim.
Assalamu’alaikum wr.wb.

Puji syukur atas kehadirat Allah S.W.T yang telah memberikan rahmat dan nikmat
kepada kami sehingga dalam penulisan dan penyusunan makalah yang berjudul
“Kawasan Teknologi Pendidikan Bidang Pemanfaatan” ini dapat diselesaikan dengan
baik.
Tujuan yang mendorong kami menyusun makalah ini adalah tugas dari mata kuliah
Pengantar Teknologi Pendidikan untuk mencapai ini yang memenuhi syarat
perkuliahan. Makalah ini membahas tentang kawasan teknologi pendidikan di bidan
pemanfaatan dan di bidang pemanfaatan meliputi apa saja yang diharapkan dapat
bermanfaat dan menambah wawasan bagi para pembaca makalah yang telah kami
susun ini.
Pada kesempatan ini kamiinginn menyampaikan terimakasih kepada pihak-pihak
yang membantu dalam perumusan makalah ini, terutama kepada :
1. Dosen Mata Kuliah Pengantar Teknologi Pendidikan , Ibu Nurindah S.Pd,.M.Pd
2. Rekan kerjasama kelompok 5 yang telah bekerjasama dengan baik sebagai tim,
sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kritik
dan saran dari pihak manapun yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini. Semoga Allah S.W.T senantiasa meridhoi usaha kita.
Aamiin ya rabbal’alamin

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL....................................................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR................................................................................................................................ ii
DAFTAR ISI................................................................................................................................................ iii
BAB I : PENDAHULUAN..................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang............................................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah....................................................................................................................... 2
C. Tujuan.............................................................................................................................................. 2
BAB II : KAJIAN PUSTAKA.................................................................................................................. 3
A. Pengertian Kawasan Teknologi Pendidikan...................................................................3
B. Pengertian Kawasan / bidang Pemanfaatan...................................................................3
C. Bagian-bagian kawasan/bidang Pemanfaatan...............................................................5
BAB III : PENUTUP................................................................................................................................. 20
A. Kesimpulan.................................................................................................................................. 20
B. Saran.............................................................................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................. 21

iii
1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Teknologi pembelajaran adalah teori dan praktek dalam desain, pengembangan, 
pemanfaatan, pengelolaan serta evaluasi proses dan sumber untuk belajar. Berdasar
kanpandangan tentang sejarah teknologi Pembelajaran, Saettler (1990) berpendapat
teknologi sebagai upaya yang lebih terpusat pada peningkatan keterampilan dan
organisasi kerjadibandingkandengan mesin dan peralatan. Teknologi modern
digambarkan sebagai sistematisasi pengetahuan praktis dalam meningkatkan
produktivitas. Demikian pula Heinich,Molenda dan Russell (1993) mendefinisikan
teknologi pembelajaran sebagai penerapan pengetahuan ilmiah tentang
proses belajar pada manusia dalam tugas praktis belajar dan mengajar.
Teknologi Pembelajaran seringkali didefinisikan sebagai penerapan prinsip-
prinsip
ilmu pengetahuan dalam menyelesaikan permasalahan belajar, ini merupakan suatu 
pandangan bahwa ilmu dan teknologi tidak terpisahkan.
Menurut definisi 1994 Teknologi Pembelajaran adalah teori dan praktek dalam
desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan dan penilaian proses dan sumber
untuk belajar.
Definisi 1994 ini mengenal baik tradisi bidang maupun kecenderungannya untuk
massadepan. Pada tahun 1970an Teknologi Pembelajaran berakar dari berbagai jenis
media yang berbeda seperti pembelajaran dengan bantuan computer dan
pembelajaran lewat televisi, sertadalam kegiatan belajar mandiri dan simulasi.
Definisi tahun 1994 dirumuskan dengan berlandaskan lima bidang garapan
bagiteknologi pembelajaran, yaitu : Desain, Pengembangan, Pemanfaatan,
Pengelolaan, danPenilaian. Kelima hal ini merupakan kawasan bidang teknologi
pembelajaran. Tiap kawasandari bidang memberikan sumbangan pada teori dan
praktek yang menjadi landasan profesi.Tiap kawasan tersebut berdiri sendiri
meskipun saling berkaitan.
Masyarakat Indonesia sekarang ini dan dimasa mendatang merupakan
masyarakatyang berbudaya teknologi, yaitu bahwa perkembangan teknologi telah
2
rupa hingga tersebar luas dan memengaruhi segenap bidang kehidupan.Teknologi,
sebagai struktur, proses, dan artefak, merupakan ciri imperative perkembangan
masyarakat masa depan.
Teknologi terus berkembang dan merupakan bagianintegral dalam segala bidang
kehidupan, maka teknologi dalam bidang dapat dikembangkan, dikendalikan,
dan didayagunakan untuk dapat membantumencerdaskan kehidupan bangsa.Jumlah
penduduk yang senantiasa bertambah, mengartikan bahwa makin bertambahnya
orang memerlukan pendidikan. Sehingga harus diciptakan dan
dikembangkansumber-sumber baru, termasuk sumber untuk pendidikan.

B. Rumusan Masalah
Pokok bahasan dalam makalah yang berjudul “Kawasan Teknologi Pendidikan
Bidang Pemanfaatan”,
 Penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut :

1. Apa saja bidang garapan dari Kawasan Teknologi Pendidikan ?


2. Apa peran / fungsi Kawasan dan bagian-bagian Teknologi Pendidikan pada bidang
pemanfaatan ?
3.Bagaiman Hubungan antar Kawasan?

C. Tujuan Penulisan Makalah
Sesuai dengan rumusan masalah yang dikemukakan , maka tujuan penulisan
makalah ini adalah :

1. Untuk mengetahui bidang-bidang garapan Kawasan Teknologi Pendidikan


2. Untuk mengetahui peran / fungsi dan bagian-bagian Kawasan Teknologi
Pendidikan pada bidang Pemanfaatan.
3. Untuk mengetahui Hubungan Antar Kawasan
3
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Kawasan/Bidang Teknologi Pendidikan

Definisi AECT 1994 yaitu Teknologi Pembelajaran adalah teori dan praktek


dalam desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, serta evaluasi tentang
proses dan sumber untuk belajar. Definisi ini menegaskan adanya lima domain
(kawasan)
teknologi pembelajaran, yaitu kawasan desain, kawasan pengembangan, kawasan pe
manfaatan, kawasan pengelolaan, dan kawasan penilaian baik untuk proses maupun
sumber belajar.Seorang teknolog pembelajaran bisa saja memfokuskan bidang
garapannya dalam salah satu kawasan tersebut. Aplikasi teknologi pembelajaran juga
tidak terlepas dari lima kawasan tersebut. Seels dan Richey (1994) menjelaskan
bahwa demi menjaga keutuhan definisi (teknologi pembelajaran) kegiatan-kegiatan
dalam setiap kawasan teknologi pembelajaran dapat dikaitkan baik kepada proses
maupun sumber pembelajaran.
Masih menurut Seels dan Richey (1994), dalam Teknologi Pembelajaran praktik
sangat berpengaruh terhadap evolusi bidang tersebut, bahkan lebih besar daripada
teorinya. Mempraktikkan Teknologi pembelajaran akan berhadapan dengan elemen-
elemen yang memudahkan atau menyulitkan praktik itu sendiri. Elemen-elemen
tersebut yaitu:
1) jenismateri pembelajaran
2) sifat atau karakteristik pembelajar
3) organisasi di mana pembelajaran berlangsung
4) kemampuan sarana yang tersedia, dan
5) keahlian para praktisi.

B. Kawasan/bidang Pemanfaatan

Pemanfaatan adalah aktivitas menggunakan proses dan sumber untuk belajar.


4
Fungsi pemanfaatan sangat penting karena membicarakan kaitan antara pembelajar d
engan bahan atau sistem pembelajaran. Mereka yang terlibat dalam pemanfaatan
mempunyai tanggung jawab untuk mencocokkan pembelajar dengan bahan dan
aktivitas yang spesifik, menyiapkan pembelajar agar dapat Berinteraksi
dengan bahan dan aktivitas yang dipilih  memberikan bimbinganselama kegiatan, 
memberikan penilaian atas hasil yang dicapai pembelajar, sertamemasukannya ke
dalam prosedur oragnisasi yang berkelanjutan.
Pemanfaatan mungkinmerupakan kawasan Teknologi Pembelajaran /
Pendidikan tertua diantara kawasan-kawasanyang lain, karena penggunaan bahan
audiovisual secara teratur mendahului meluasnya perhatian terhadap desain dan
produksi media pembelajaran sistematik.Pemanfaatan adalah aktivitas
menggunakan proses dan sumber untuk belajar merekayang terlibat dalam
pemafaatan mempunyai tanggung jawab untuk mencocokan pemelajardengan bahan
dan aktivitas yang specifik, menyiapkan pemelajar agar dapat berintekrasidengan
bahan aktivitas yang dipilih, memberikan bimbingan selama kegiatan,
membekan penilaian atas hasil yang
 dicapai pemelajar serta memasukkannya ke dalam prosedurorganisasi yang
berkelanjutan.
Karya Dale pada 1946 yang berjudul Audiovisual Materials in Teaching,
yang didalamnya mencoba memberikan rasional umum tentang pemilihan bahan dan
aktivitas belajar yang tepat. Pada tahun, 1982 diterbitkan diterbitkan buku
 Instructional Materials and NewTechnologies of Instruction
oleh Heinich, Molenda dan Russel

 Dalam buku ini mengemukakan model ASSURE, yang dijadikan acuan prosedur
untuk merancang pemanfaatan media dalam mengajar. 
Langkah-langkah tersebut meliputi :
 (1) Analyzeleraner (menganalisis pembelajar)
(2) State Objective (merumuskan tujuan)
(3) Select Media and Materials (memilih media dan bahan)
(4) Utilize Media and Materials (menggunakan media dan bahan)
(5) Require Learner Participation (melibatkan siswa)
5
(6) Evaluate and Revise (penilaian dan revisi)

C. Kawasan Pemanfaatan meliputi :


a) Pemanfaatan Media 
b) Difusi Inovasi
c) Implementasi dan Institusionalisasi
d) Kebijakan dan Regulasi

a. Pemanfaatan media
Pemanfaatan media yaitu penggunaan secara sistematis dan sumber
belajar. Proses pemanfaatan media merupakan proses pengambilan keputusan
berdasarkan pada spesifikasi desain pembelajaran. Misalnya bagaimana suatu film
diperkenalkan atau ditindakianjuti dan dipolakan sesuai dengan bentuk belajar
yang diinginkan. Prinsip-prinsip pemanfaatan media juga dikaitkan dengan
karakteristik peserta didik. Seseorang yang belajar mungkin memerlukan bantuan
keterampilan visual atau verbal agar dapat menarik keuntungan dan praktik atau
sumber belajar. Adapun beberapa contoh pemanfaatan media dalam kegiatan
pembelajaran antara lain sebagai berikut:
1) Pemanfaatan Media Video dalam Kegiatan Pembelajaran
Sebagai contoh pemanfaatan media video pembelajaran mi peserta didik akan
memperoleh berbagai informasi dalam lingkup yang lebih luas dan mendalam
sehingga meningkatkan wawasannya.
2)   Pemanfaatan Kaset Audio dalam Kegiatan pembelajaran
Pemanfaaan media digunakan di berbagai bidang contohnya pemanfaatan
media dalam pembelajaran (bidang pendidikan).
media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan,
dapat merangsang fikiran, perasaan, dan kemauan peserta didik sehingga dapat
mendorong terciptanya proses belajar pada diri peserta didik.
Pemanfaatan media dalam pembelajaran merupakan salah satu kawasan atau
domain dalam Teknologi Pembelajaran. Pemanfaatan adalah aktivitas
menggunakan proses dan sumber untuk belajar (AECT, 1994). Guru atau

6
pembelajar yang terlibat dalam kegiatan pemanfaatan ini memliki tanggung jawab
untuk:

1) Menyesuaikan antara pebelajar (siswa) dengan bahan dan kegiatan yang


spesifik

2) Menyiapkan pebelajar agar dapat berinteraksi dengan bahan yang dipilih,

3) Memberikan bimbingan selama kegiatan, memberikan penilaian terhadap hasil


belajar yang dicapai, dan

4) memasukkan dalam prosedur organisasi yang berkelanjutan.

Teknologi media pembelajaran ini memiliki dampak yang amat besar


terhadap struktur organisasi kelembagaan pendidikan baik pada tingkat makro
maupun tingkat mikro. Dampak ini dapat dirasakan dalam tiga hal, yaitu:

1) mengubah pengambilan keputusan

2) menciptakan pola pembelajaran baru, dan

3) memungkinkan adanya bentuk alternatif baru dalam kelembagaan pendidikan.

Aplikasi teknologi pembelajaran pada tingkat makro berupa penerapan


teknologi pada pendidikan jarak jauh (distance learning), misalnya penyediaan
modul pada sistem pendidikan SD kecil, SD Pamong, SMP terbuka, UT, program
penyetaraan pendidikan guru, dan sebagainya. Pada tingkat mikro aplikasi
teknologi dapat dilihat pada pemanfaatan berbagai media pembelajaran di tingkat
kelas dan juga cara memposisikan media sebagai bagian integral pembelajaran.

Pola-pola Pemanfaatan Media dalam Pembelajaran

Secara umum pola pemanfaatan media itu dapat dilihat dari dua segi, yaitu
dalam pola pembelajaran langsung dan pembelajaran mandiri. Pola pembelajaran
langsung, yaitu guru memanfaatkan media dalam pembelajaran secara langsung
berinteraksi dengan para siswa. Guru menggunakan media ketika membelajarkan
siswa. Sedangkan, pembelajaran mandiri terjadi mana-kala siswa berhadapan

7
langsung atau berinteraksi dengan media itu sendiri sebagai sumber belajar.
Kegiatan ini dapat berjalan, apabila media atau sumber belajar tersebut disertai
tujuan yang ingin dicapai, petunjuk menggunakan, prosedur menggunakan
pengalaman belajar, dan evaluasi hasl belajar.

Pola pemanfaatan media dalam pembelajaran tidak dapat dilepaskan dengan


pola-pola pembelajaran itu sendiri. Pola-pola pembelajaran yang diorganisasi dan
diterapkan berdasarkan batasan teknologi pendidikan atau pembelajaran yang
sekarang kita anut, dibedakan menjadi empat pola. Keempat pola pembelajaran
itu meliputi:

1) pola tradisional, yaitu hubungan guru - subyek didik secara langsung,

2) pola guru dengan media,

3) pola pembelajaran bermedia, dan

4) pola pembelajaran dengan media saja.

Pola-pola pembelajaran ini dapat direpresentasikan pada gambar sebagai berikut :

Penetapan
isi
Tujuan Guru Si Belajar
Dan metode
Gambar 1

Pola pembelajaran yang pertama, diidentifikasi sebagai pola pembelajaran


tradisional karena menempatkan hubungan bentuk tatap muka antara guru-
peserta didik (pebelajar). Pola ini masih menempatkan kedudukan guru sebagai
satu-satunya sumber dalam komponen sistem pembelajaran. Segala sesuatunya
masih sangat tergantung kepada guru, sebagai sumber belajar utama. Artinya
tanpa adanya atau hadirnya guru maka belajar hampir dipastikan tidak akan

8
terjadi. Hal ini sejalan dengan pandangan yang menyatakan bahwa apabila guru
tidak ada maka proses belajar pun tidak terjadi.

Tipe pola pembelajaran yang kedua telah menempatkan media dalam


pembelajaran. Pola kedua ini merupakan pola pembelajaran, di mana guru dengan
alat bantu audiovisual untuk membantu aktivitas pembelajaran. Pada tipe
pembelajaran ini masih menempatkan guru sebagai komponen sistem
pembelajaran utama dengan sumber belajar lain seperti bahan pelajaran,
perangkat keras, teknik, latar kegiatan belajar yang dapat dipakai sebagai
tambahan atau suplemen. Pola pembelajaran yang kedua ini sebagaimana
diperlihatkan pada gambar di bawah ini :

Penetapan isi Guru dengan


Tujuan Pebelajar
dan metode media

Gambar 2

Pola pembelajaran yang ketiga telah menempatkan media sebagai komponen


sistem pembelajaran yang setara dengan komponen lainnya. Pola ini mengandung
pemanfaatan sistem pembelajaran bermedia yang lengkap Tipe pola pembelajaran
yang kedua telah menempatkan media dalam pembelajaran. Pola kedua ini
merupakan pola pembelajaran, di mana guru dengan alat bantu audiovisual untuk
membantu aktivitas pembelajaran. Pada tipe pembelajaran ini masih
menempatkan guru sebagai komponen sistem pembelajaran utama dengan
sumber belajar lain seperti bahan pelajaran, perangkat keras, teknik, latar
kegiatan belajar yang dapat dipakai sebagai tambahan atau suplemen. Pola
pembelajaran yang kedua ini sebagaimana diperlihatkan pada gambar 3 di bawah
ini. di mana guru terlibat dalam suatu peran merancang dan evaluasi-seleksi,
maupun dalam peran pengadaan fungsi pemanfaatan dalam berbagai bidang yang
tidak hanya terdapat dalam sistem pembelajaran.

Media
Penetapan
Tujuan Pebelajar
isi dan
metode
Gambar 3

Pola pembelajaran yang keempat mencakup penggunaan komponen sistem


pembelajaran secara lengkap, yang hanya terdiri atas pembelajaran bermedia
(mediated instruction).Pada pola ini guru tidak berperan secara langsung.
Pembelajaran bermedia ini lebih banyak dijumpai pada model pembelajaran
mandiri (selfinstruction), misalnya pada pembelajaran dengan modul (modular
system), paket belajar, belajar dengan komputer, belajar melalui TV dan
sebagainya.

Penentuan isi
Tujuan Media Pebelajar
dan metode

Gambar 4

Sebagian besar proses pembelajaran disajikan melalui sistem pembelajaran


yang dirancangan sebelumnya, dan terkait dengan komponen-komponen sistem
pembelajaran tersebut (bahan, peralatan, latar, teknik) selain orang. Pola yang ini
direpresentasikankan dalam gambar 4

Selanjutnya, Morris mengkombinasikan pola-pola pembelajaran tersebut di atas


ke dalam suatu pola pembelajaran sebagaimana ditunjukkan pada diagram atau
gambar di bawah ini

10
Sistem
Penetapan isi
Tujuan dan metode Guru saja Pebelajar

Guru dengan
Media

Media saja

Umpan balik dan Evaluasi

Gambar 5

Selain Morris, Heinich mengembangkan model atau paradigma manajemen


pembelajaran yang lebih lengkap lagi, dengan menggunakan komponen-
komponen sistem pembelajaran sebagaimana yang terdapat dalam sistem atau
pola Morris. Heinich menggambarkan dengan jelas hubungan antara guru kelas
dan guru bermedia. Paradigma baru pengelolaan pembelajaran ditunjukkan pada
gambar 5.

Heinich memandang bahwa praktek kegiatan atau aktivitas kelas yang


tradisional adalah direpresentasikannya sebagai “guru dan media” yang oleh
Morris diidentifikasi sebagai “pembelajaran tradisional” dan “ guru dengan
media.” Heinich menekankan bahwa keputusan menggunakan atau tidak
menggunakan media terletak di tangan guru kelas dan semua media merupakan
tanggung jawabnya. Paradigma pembelajaran tradisional ini seperti yang
diperlihatkan pada gambar 5.

11

Strategi
perencanaan
kurikulum

Guru bermedia
Gambar 6

pada gambar 6 di atas, memperlihatkan adanya pembagian tanggungjawab


antara guru gelas dan guru bermedia. Walaupun pola ini sejalan dengan pola guru
dan media ala Morris, namun Heinich secara lebih eksplisit menunjukkan kendali
guru bermedia. Penataan ini memungkinkan sistem yang lebih adaptif dan tetap
mempertahankan keunggulan kualitas pengajaran dalam pengertian luas melalui
media.

Perhatikan bahwa guru bermedia berada dalam posisi pusat tanpa ada
bantuan guru kelas. Dengan kata lain, peserta didik (pebelajar) menggunakan
sebagian waktunya bersama guru bermedia dan sebagian lagi bersama dengan
guru kelas. Guru kelas tidak memiliki keputusan akhir apakah peserta didik
(pebelajar) akan mengalami peristiwa pembelajaran atau tidak akan mengalami
peristiwa pembelajar yang dirancangan oleh guru bermedia. Hal itu ditentukan
pada tingkat perencanaan kurikulum.

b. Difusi Inovasi

Teori difusi inovasi merupakan teori yang membahas tentang bagaimana ide
atau gagasan baru dan teknologi tersebar dalam suatu kebudayaan. Teori difusi
inovasi merupakan perpaduan dari kata difusi dan inovasi. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia kata difusi memiliki arti berupa penyebaran atau perembesan

12
sesuatu berupa kebudayaan, teknologi, atau ide dari suatu pihak ke pihak lain,
sedangkan inovasi memiliki arti sebagai pemasukan atau pengenalan hal-hal yang
baru, yakni sebuah pembaruan.

Teori difusi inovasi dipopulerkan pada tahun 1964 oleh Everett Rogers. Dalam
buku ciptaannya yang berjudul “Difussion of Innovations” ia menjelaskan bahwa
difusi merupakan proses ketika sebuah inovasi dikomunikasikan melalui
beberapa saluran dengan jangka waktu tertentu dalam sebuah sistem sosial.

Teori yang dikemukakan Rogers tersebut yakin bahwa inovasi yang terdifusi
ke seluruh masyarakat dengan pola yang dapat diprediksi. Rogers juga
mendefinisikan difusi inovasi sebagai sebuah proses yang mengkomunikasikan
informasi tentang ide baru yang dipandang secara subjektif. Makna inovasi
demikian perlahan-lahan dikembangkan melalui sebuah proses konstruksi sosial.

Sementara itu, difusi telah diperkenalkan lebih dulu oleh seorang sosiolog
Prancis, Gabriel Tarde pada tahun 1903. Dalam bukunya “The Laws of Imitation”
ia memperkenalkan pada publik Kurva Difusi berbentuk S (S-shaped Diffusion
Curve).
Kurva tersebut menjelaskan bahwa sebuah inovasi dikembangkan oleh seseorang
yang diperhatikan melalui dimensi waktu. Dalam kurva tersebut juga terdapat dua
buah sumbu, satunya menjelaskan tingkat adopsi dan sumbu lainnya menjelaskan
mengenai dimensi waktu.

Tarde kemudian melihat peluang bahwa ada beberapa orang dalam kelompok
tertentu yang memiliki ketertarikan terhadap ide dan hal-hal baru, sehingga
mereka dinilai lebih memiliki pengetahuan yang luas jika dibandingkan dengan
yang lainnya. Orang-orang dengan ketertarikan inilah yang kemudian dianggap
bisa mempengaruhi komunitasnya untuk mengadopsi sebuah inovasi baru yang
akan hadir.
13

Secara garis besar, dapat disimpulkan bahwa difusi inovasi merupakan proses
sosial dalam mengkomunikasikan informasi mengenai ide-ide baru yang awalnya
dipandang secara subjektif, namun perlahan-lahan mulai dikembangkan melalui
proses konstruksi sosial sehingga dapat dipandang secara objektif.

Jenis Difusi Inovasi


Proses mengkomunikasikan sebuah ide atau gagasan yang dianggap baru
memiliki tujuan untuk melakukan pembaharuan. Difusi inovasi tersebut dibagi
menjadi dua macam, yakni sebagai berikut.

1. Difusi Sentralisasi
Difusi sentralisasi merupakan perpaduan antara kata difusi dan
sentralisasi. Jika difusi merupakan penyebaran suatu kebudayaan, teknologi,
gagasan atau ide dari satu pihak ke pihak yang lain, sentralisasi dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia memiliki arti yakni penyatuan segala sesuatu ke
tempat yang dianggap sebagai pusat.

Secara umum, difusi sentralisasi merupakan segala sesuatu menyangkut kapan


dimulainya sebuah inovasi, penilai, hingga saluran komunikasi yang digunakan
terkait proses difusi yang dilakukan oleh seorang pemimpin.

2. Difusi Desentralisasi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, desentralisasi merupakan
penyerahan sebagian wewenang pimpinan kepada bawahan atau pusat kepada
cabangnya. Dalam ranah difusi inovasi, difusi desentralisasi ini dapat diartikan
sebagai proses difusi yag dilakukan oleh masyarakat yang bekerjasama dengan
beberapa orang yang telah menerima sebuah inovasi.

Karakteristik Difusi Inovasi


14

Difusi inovasi tentunya memiliki beberapa karakteristik yang dapat


mempengaruhi tingkat adopsi dari individu maupun kelompok sosial tertentu,
karena tujuan utama dari sebuah difusi inovasi adalah diadopsinya gagasan atau
ilmu pengetahuan baik oleh seorang individua tau kelompok tertentu. Berikut
adalah empat karakteristik yang dapat mempengaruhi hal tersebut.

1. Keuntungan Relatif (Relative Advantage)


Keuntungan relatif merupakan bagaimana sebuah inovasi baru dapat
dikatakan lebih baik atau pun tidak lebih baik dari inovasi yang sebelumnya.
Hal yang menjadi tolok ukur dalam keuntungan relatif ini adalah bagaimana
seseorang merasakan langsung dampak dari inovasi tersebut, apakah inovasi
tersebut membuatnya puas atau tidak. Semakin besar keuntungan relative yang
dirasakan, maka inovasi tersebut juga semakin cepat untuk diadopsi oleh suatu
kelompok tertentu

2. Kesesuaian (Compatibility)
Kesesuaian dalam difusi inovasi berkaitan erat dengan bagaimana sebuah
inovasi dapat sesuai dengan kedaan, kebudayaan, dan nilai-nilai dalam
masyarakat itu sendiri. Kesesuaian juga tentunya berkaitan dengan kebutuhan
yang ada dalam masyarakat. Maka dari itu, inovasi yang tidak memiliki nilai
kesesuaian dengan keadaan sosial tidak akan diadopsi secepat inovasi yang
kompatibel atau sesuai.

3. Kerumitan (complexity)
Kerumitan atau complexity merupakan tingkatan ketika suatu inovasi
dianggap memiliki kerumitan sehingga seseorang relatif lebih sulit untuk
mengerti dan menggunakan inovasi terbaru tersebut. Semakin rumit sebuah
inovasi, maka akan semakin sulit hal tersebut untuk diadopsi, begitu pula
sebaliknya jika mudah dipahami, maka inovasi akan lebih mudah diterima dan
diadopsi.
15
4. Dapat diuji coba (trialbility)
Dapat diuji coba memiliki arti jika suatu inovasi dapat dicoba dalam skala
kecil biasanya juga dapat lebih cepat diadopsi dibandingkan dengan inovasi
yang tidak bisa dicoba lebih dahulu. Dengan diuji coba terlebih dahulu, sebuah
inovasi akan lebih mudah diketahui sesuai atau tidaknya. Para adopter juga
tentu dapat lebih mudah mengetahui kelebihan dan kekurangan sebelum
akhirnya mereka mengadopsi seluruhnya.

Elemen Difusi Inovasi


Rogers sang ilmuwan mengungkapkan bahwa dalam proses difusi inovasi
terdapat empat elemen pokok. Berikut adalah keempat elemen pokok yang akan
melengkapi teori difusi inovasi.

1. Inovasi
Inovasi diartikan sebagai sebuah gagasam, ide, tindakan atau barang yang
dianggap baru oleh seseorang. Dalam difusi inovasi, sebuah inovasi dapat
diartikan sebagai suatu hal baru atas dasar bagaimana pandangan orang
terhadap suatu gagasan merupakan hal yang baru. Sejalan dengan hal tersebut,
kebaruan inovasi dapat dikatakan sebagai sebuah hal yang diukur secara
subjektif menurut masing-masing individu yang menerimanya.

2. Saluran Komunikasi
Saluran komunikasi dalam difusi inovasi dapat dikatakan sebagai alat
untuk menyampaikan pesan-pesan inovasi dari sumber kepada penerima.
Suatu inovasi dapat diadopsi oleh seseorang jika inovasi yang diterimanya
tersebut telah dikomunikasikan kepada orang lain. Saluran komunikasi di sini
harus disesuaikan dengan siapa yang dituju. jika ditujukan kepada masyarakat
luas, maka saluran yang digunakan ialah komunikasi massa, sebaliknya, jika
yang dituju adalah seorang individu makan yang digunakan adalah komunikasi
personal.

3. Jangka Waktu
16

Jangka waktu dalam difusi inovasi ini merupakan sebuah proses keputusan
dari mulai seseorang mengetahui sampai memutuskan untuk menerima atau
pun menolaknya.Jangka waktu merupakan hal yang paling berkaitan terhadap
proses pengambilan keputusan. Keinovatifan seseorang dapat relative lebih
awal atau lebih lambat ketika menerima inovasi, begitu juga ketika mengadopsi
sebuah inovasi dalam sistem sosial.

4. Sistem Sosial
Sistem sosial merupakan tata tingkah laku yang menyangkut hak dan
kewajiban yang ditentukan oleh masyarakat bagi seseorang yang menduduki
posisi tertentu dalam lingkungan masyarakat. Sistem sosial merupakan hal
yang sangat penting ketika kita memiliki maksud memecahkan masalah demi
mencapai tujuan bersama. Sistem sosial ini juga menjadi sasaran bagi sebuah
inovasi, mereka dapat menerima maupun menolak suatu inovasi tersebut.

Kategori Adopter dalam Teori Difusi Inovasi


Berikut merupakan kelima kategori adopter yang terdapat dalam teori difusi
inovasi.

1. Innovators
Inovator merupakan orang yang memperkenalkan inovasi, gagasan, ide,
atau metode yang baru. Seorang inovator biasanya memiliki ciri utama sebagai
individu yang menyukai tantangan dan berani mengambil resiko.Mereka juga
tentunya memiliki kemampuan ekonomi yang dapat mendukungnya menjadi
seorang inovator. Terhitung hanya ada 2,5% individu yang berani menjadi
seorang innovator.

2. Early Adopters (Perintis/Pelopor)
Perintis atau pelopor diartikan sebagai seseorang yang memulai unuk
mengerjakan sesuatu. Perintis atau pelopor ini akan bersedia saat memulai
inovasi dalam sebuah kelompok. Biasanya mereka memiliki ciri utama sebagai
17
seseorang yang terpandang dan memiliki pengikut dalam suatu lingkungan
sosial. Ada sekitar 13,5% orang yang termasuk ke dalam kategori early
adopters.

3. Early Majority (Pengikut Dini)


Pengikut dini merupakan mereka yang bersama-sama menjadi pengikut
awal dalam suatu inovasi. Seseorang yang merupakan pengikut dini memiliki
ciri khas berupa pertimbangan yang matang sebelum mengambil sebuah
keputusan. Ada sekitar 34% orang dalam suatu kelompok sosial yang termasuk
ke dalam early majority.
4. Late Majority (Pengikut Akhir)
Pengikut akhir merupakan mereka yang secara bersama-sama menjadi
pengikut terakhir dalam suatu inovasi. Ciri khas dari pengikut akhir ini ialah
mereka merupakan kelompok yang memiliki pertimbangan pragmatis terhadap
kebenaran dan kebermanfaat suatu inovasi yang hendak mereka adopsi. Jumlah
kategori orang yang termasuk late majority ialah sekitar 34% dalam suatu
kelompok sosial.
5. Leggards (Kelompok Kolot/ =Tradisional)
Leggards atau kelompok kolot merupakan kelompok terakhir yang paling
sulit dalam menerima sebuah inovasi baru. Kelompok ini jumlahnya sekitar
16% dalam suatu kelompok sosial. Mereka memiliki ciri utama berupa sangat
sulit dalam melihat dan menerima suatu perubahan. Jumlahnya ada sekitar
16% dalam suatu kelompok sosial.

Tahapan Pengambilan Keputusan Inovasi


Terdapat beberapa tahap dalam pengambilan keputusan suatu inovasi,
beberapa tahapan tersebut adalah sebagai berikut.

1. Tahap Munculnya Pengetahuan (Knowledge)


Tahap pengetahuan atau knowledge merupakan tahapan pertama saat
penyebaran informasi mengenai suatu inovasi baru. Suatu inovasi akan
18
disampaikan dan dikomunikasikan dengan tujuan seseorang dapat mengetahui
dan memahami bagaimana bentuk inovasi tersebut.
Karena, ketika seseorang memahami inovasi, maka mereka akan lebih mudah
mengadopsinya. Terdapat tiga pengetahuan yang dicari masyarakat dalam
tahap ini, di antaranya adalah kesadaran bahwa inovasi tersebut ada,
pengetahuan akan penggunaan inovasi tersebut, dan pengetahuan yang
mendasari bagaimana fungsi inovasi tersebut.

2. Tahap Persuasi (Persuasion)
Dalam tahapan persuasi atau persuasion, seseorang akan membentuk sikap
untuk dapat menyetujui dan tidak menyetujui suatu inovasi. Dalam tahapan
persuasi juga seseorang akan mencari tahu lebih dalam informasi mengenai
inovasi baru tersebut, termasuk keuntungan dan kerugian menggunakan
informasi tersebut. Pada tahapan ini, sikap yang ditunjukkan individu dapat
berupa  sikap baik maupun buruk. Beberapa individu juga membentuk persepsi
mengenai inovasi tersebut. Pada tahap persuasi, beberapa karakteristik inovasi
yang dicari adalah relative advantage, compability, complexity,
trialability, dan observability.
3. Tahap Keputusan (Decision)
Pada tahap keputusan atau decision ini, seseorang dapat membuat
keputusannya terkait sebuah inovasi. Seseorang akan terlibat dalam aktivitas
yang membawanya pada suatu pilihan akan mengadopsi inovasi tersebut atau
bahkan menolaknya. Ada beberapa faktor dalam proses pada tahap keputusan
ini yang nantinya akan mempengaruhi seseorang, yakni praktik sebelumnya,
perasaan atau kebutuhan, keinovatifan, atau norma dalam sistem sosial.
4. Tahapan Pelaksanaan (implementation)
Pada tahapan pelaksanaan atau implementation ini, individu akan memilih
untuk mengadopsi inovasi yang baru. Jika individu tersebut memilih untuk
mengadopsi inovasi baru itu, maka ia akan menerapkannya dalam
kehidupannya. Individu yang sudah menerapkan inovasi bar uke dalam aspek
kehidupannya kemudian dikatakan sebagai adopter dari sebuah inovasi. Jika
pada tahap sebelumnya proses yang terjadi lebih terkait mental exercise yakni
19
berpikir dan memutuskan.
5. Tahapan Konfirmasi (Confirmation)
Pada tahapan konfirmasi atau confirmation, seseorang akan mengevaluasi
dan memutuskan apakah akan terus menggunakan inovasi tersebut atau akan
mengakhirinya.
c. Implementasi dan Institusionalisasi

Implementasi ialah penggunaan bahan dan strategi pembelajaran dalam keadaan


yang sesungguhnya (bukan tersimilasikan).Sedangkan institusionalisasi ialah
penggunaan yang rutin dan pelestarian dari inovasi pembelajaran dalam suatu
struktur atau budaya organisasi (Seels dan Richey, 2001: 51)Dan implementasi
dan institusionalisasi merupakan “penggunaan dan strategi pembelajaran dalam
keadaan yang sesungguhnya (bukan tersimulasikan). Adapun pelembagaan salah
penggunaan yang rutin dan pelestarian dari inovasi pembelajaran dalam suatu
struktur atau budaya organisasi”. Implementasi menunjuk pada kegiatan
penggunaan yang efektif dalam kegiatan pembelajaran, sedangkan pelembagaan
ada-lah penerimaan di mana teknologi itu menjadi bagian dari organisasi
kependidikan tersebut.

d. Kebijakan dan regulasi

Kebijakan dan Regulasi , sebagai aturan dan tindakan nyata dari pengguna
atau dari pembuat keputusan untuk menerima inovasi (dalam
teknologipembelajaran). Tantangan dan hambatan yang muncul sering kali
terpaut pada masalah ekonomi, atau anggaran, serta stagnasi informasi tentang
inovasi itu sendiri. atau Kebijakan dan regulasi adalah aturan dan tindakan dan
masyarakat yang mempengaruhi penyebaran (difusi) dan pemanfaatan teknologi
pembelajaran (Seels & Richey, 2000: 51). Kebijakan dan peraturan pemerintah
mempengaruhi pemanfaatan teknologi. Kebijakan dan regulasi biasanya dihambat
oleh permasalahan etika dan ekonomi. Misalnya hukum hak cipta yang dikenakan
pada pengguna teknologi, baik untuk teknologi cetak, teknologi audiovisual,
teknologi berbasis komputer, maupun terknologi terpadu atau multimedia.
20

BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan

Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa Teknologi Pembelajaran


memilikilima kawasan yaitu : kawasan desain, kawasan
pengembangan, kawasan pemanfaatan,kawasan pengelolaan dan kawasan
penilaian. Kelima kawasan Teknologi Pembelajaran menunjukkan keragaman dari
bidang. Disamping itu, kawasan-kawasan tersebut merupakankesatuan yang
kompleks. Dan pada pembahasan diatas juga kita dapat mengambil kesimpulan yg
paling utama atau judul dari makalah ini yaitu kawasan teknologi pendidikan bidang
pemanfaatan, sudah dijelaskan diatas bahwa pada bidang pemanfaatan atau kawasan
pemanfaatan meliputi :

1. pemanfaatan media

2. Difusi Inovasi

3. implementasi dan intitusionalisasi

4. Kebijakan dan Regulasi

B. Saran

Dengan adanya makalah ini diharapkan semua lapisan masyarakat dapat


memperdulikan pendidikan dan ikut terlibat langsung dalam proses pendidikan.
Masyarakat adalah salah satu faktor penting dalam mencapai tujuan pendidikan.

Selain itu saran berikutnya adalah kepada seluruh pelaku pendidikan agar benar
benar menjalankan peran dan fungsinya sebagai seorang pendidikan yang dapat
menjadikan peserta didik sumber daya manusia yang sangat penting dalam
kehidupan.
21

DAFTAR PUSTAKA

Arief S. Sadiman, 2003. Media Pembelajan pada proses pendidikan, http://indrockz


blogspot.com/2010/04/media-pembelajaran pada-proses.html, Diakses 26 Juni
2012.

Bambang Warsita. 2011. Landasan teori dan teknologi informasi dalam pengembangan
teknologi pembelajaran, Jakarta: Teknodik

Eisner, E.W. 1970. Media, expression, and the arts, Dalam G. Salomoh & R.E Snow (Eds),
Commentaries on Research in Instructional Media, Bloomington, Indiana
University.

http://blog.unsri.ac.id/riski02/teknologi-pendidikan-/kawasan-dan-garapan-
teknologi- pendidikan-/mrdetail/14743/
https://lmsspada.kemdikbud.go.id/mod/page/view.php?id=82877
Prawiradilaga, Dewi S. 2007. Konsep Teknologi Pendidikan Dari Masa ke Masa.
No.20/XI/TEKNODIK/April/2007, 41-55.
Seels, B. B., & Richey, R. C. (1994). Instructional technology: the definition and Domains
Of The Field Washington, DC: Association for Educational Communications and
Technology.

Anda mungkin juga menyukai