Anda di halaman 1dari 19

PENYAKIT GRAVES

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II


Dosen Pengampu :

Disusun Oleh :

Christine Chiesa Alvega Surbakti CKR0200181


Faridah CKR0200186
Nasya Puspita Kurniyadi CKR0200194
Qori Nurul Hasanah CKR0200198
Siti Khodijah CKR0200203
M. Fikri Wahyudi CKR0200059

PROGRAM SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN
KAMPUS 2 RS TK.III 03.06.01 CIREMAI
CIREBON

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat sag mahakuasa karena dengan rahmat
serta hidayah-Nya penulissan ini dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas kelompok 3. Adapun makalah ini
berisi tentang “PENYAKIT GRAVES”

Tak lupa kelompok 3 menggucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak


yang ikut memberikan pengarahan kepada kelompok 3, terutama kepada Dosen dari mata
kuliah keperawatan anak 1 yang telah memberikan bimbingan kepada kelompok 3 dalam
penyusunan makala ini.

Semoga hasil dari penyusunan makalah ini dapat berguna dan dapat dimanfaatkan
bagi semua generasi mendatang khususnya mahasiswa atau mahasiswi Akademi
Keperawatan.

Cirebon, 12/07/2022

Kelompok 3
Daftar isi
PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang.................................................................................................................
1.2. Rumusan masalah...........................................................................................................
1.3. Tujuan penulisan.............................................................................................................

BAB II TINJAUAN TEORITIS


2.1 Definisi.............................................................................................................................
2.2 Etiologi.............................................................................................................................
2.3 Faktor Risiko....................................................................................................................
2.4 Manifeksi Klinis...............................................................................................................
2.5.Patofisiologi.....................................................................................................................
2.6 Pentalaksanaan.................................................................................................................
2.7 Kompelikasi....................................................................................................................
2.8 Pemeriksagan penunjan..................................................................................................
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
3.1. Pengkajian......................................................................................................................
3.2. Dagnosa Keperawatan....................................................................................................

BAB IV PENUTUP
3.1 kesimpulan.......................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Opthalmopathy Graves merupakan salah satu tanda adanya penyakit Graves;


penyakit autoimun dengan inflamasi sistemik. OG bisa terjadi pada penyakit Graves yang
fungsi tiroidnya hipertiroidisme, eutiroidisme dan hipotiroidisme.

Hasil pemeriksaan orbitadapat dinilai dengan kriteria NOSPECS. Secara sederhana


faktor risiko OG dibagi menjadi dua yaitu kelompok yang dapat dicegah; merokok, jenis
terapi, fungsi tiroid dan kelompok yang tidak dapat dicegah; usia, genetik, jenis
kelamin. Opthalmopathy Graves (OG) yang dikenal dengan Tyroid Associated
Opthalmopathy (TAO) merupakan salah satu tanda adanya penyakit Graves,
penyakit autoimun dimana terjadi inflamasi sistemik. OG bisa terjadi pada penyakit
Graves yang fungsi tiroidnya hipertiroidisme, eutiroidisme dan hipotiroidisme

Perubahan yang dialami pada penderita OG berupa bertambahnya ukuran otot


ekstraokuler dan lemak retrobulbar, dengan konsekuensi terjadi tekanan pada retrobulbar
meningkat karena rongga orbita yang dibatasi oleh lengkung tulang orbita. Dampak
dari peningkatan tekanan menyebabkan penonjolan pada bola mata dan mata terlihat
berwarna kemerahan, exopthalmus, diplopia dan pada kasus yang berat terjadi gangguan
pada nervus optikus ( N.II ) karena penekanan pada chiasma optikum dan
berakibatkebutaan.
Penyakit Graves merupakan suatu penyakit autoimun yang melibatkan kelenjar tiroid.
Pada penyakit ini ditemukan adanya autoantibodi di sistem sirkulasi yang mengaktifkan
reseptor TSH yang juga menjadi karakteristik penyakit ini. Gejala klinis yang ditimbulkan
berupa tirotoksikosis, pembesaran kelenjar tiroid, serta gejala-gejala opthalmologis.
Tirotoksikosis dapat menimbulkan berbagai macam gejala, salah satu gejalanya yang jarang
ditemukan pada penyakit graves adalah parese dan paralisis. Parese dan paralisis pada
penyakit graves dapat disebabkan oleh dua mekanisme, yaitu Thyroid Periodic Paralysis
(TPP) dan Tiroid miopati.
Kedua mekanisme penyebab kelemahan tersebut disebabkan karena kadar hormon tiroid
yang tinggi. Pengetahun mengenai penyebab dan penanganan kedua keadaan tersebut sangat
penting, karena pada kasus Thyroid Periodic Paralysis (TPP) dapat diikuti dengan gangguan
fungsi jantung, sehingga memerlukan tindakan tambahan lainnya. Sementara itu pada Tiroid
miopati, penanganannya hanya terfokus pada upaya untuk mencapai kadar hormon tiroid
yang normal.
Mekanisme terjadinya meliputi gangguan keseimbangan ion kalium, serta perombakan
sel otot akibat kurangnya sumber energi. Penanganannya yaitu dengan menjaga hormon
tiroid agar dalam rentang normal. Pada keadaan thyroid periodic paralysis (TPP), terutama
saat keadaan gawat darurat, kadang diperlukan pemberian kalium tambahan.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah yang diangkat adalah “Apa itu penyakit Graves dan bagaimana
mencegah penyakit Graves?”

1.3 Tujuan Penelitian


Pembaca diharapkan dapat memahami apa itu Penyakit Graves dan pencegahan
Penyakit Graves.
BAB II

PEMBAHASAN

2. 1 Definisi
Penyakit Graves merupakan gangguan autoimun yang ditandai dengan hipertiroid
yang berhubungan dengan adanya autoantibodi dalam darah. Antibodi ini akan
berkaitan dan mengaktivasi reseptor TSH yang menyebabkan hipersekresi kelenjar
tiroid dan peningkatan sintesis hormon tiroid oleh folikel tiroid. (Weetman, 2000;
Yeung, 2009)
Struma diffusa toksik (Graves Disease) merupakan penyebab hipertiroid
terbanyak pertama. Penyakit Graves adalah hipertiroidisme dengan penyebabnya
peristiwa imunologi.

2. 2 Etiologi
Penyakit Graves terjadi akibat kurangnya supresor sel T yang disebabkan masalah
genetik, yang kemudian menyebabkan adanya antibodi IgG di sirkulasi. Pada penyakit
Graves dikenal 4 antigen tiroid antara lain thyroglobulin, thyroperoxidase, sodium-
iodide symporter dan reseptor TSH. Reaksi imun antara autoantibodi terhadap TSHr
yang berperan sebagai autoantigen primer akan menimbulkan hipertiroid.

2. 3 Faktor Risiko
Penyakit Graves dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko, yaitu :
a. Genetik
b. Lingkungan dan Endogen
1) Wanita merupakan faktor utama ada hubungannya dengan estrogen
2) Stress dapat mempercepat onset penyakit Graves
3) Merokok kurang memperngaruhi penyakit Graves
4) Defisiensi dan suplemen iodine
5) Defisiensi imun dapat mempengaruhi fungsi CD4+ sel T. (Weetman, 2000;
Yeung, 2009)

2. 4 Manifestasi Klinis
Gejala penyakit ini sangat khas, yang meliputi gejala dermatologis dan gejala
opthalmologis yang disertai gejala-gejala yang muncul akibat terjadinya tirotoksikosis.
Gejala yang sering muncul antara lain gelisah, cepat lelah, palpitasi, tidak tahan panas
dan berat badan menurun. Seiring dengan usia, penurunan berat badan dan nafsu makan
menjadi lebih sering, sedangkan sifat cepat marah dan tidak tahan panas menjadi lebih
jarang. (Weetman, 2000)
Beberapa pasien dengan penyakit Graves menunjukkan penebalan dan kemerahan
pada kulit ekstremitas bawah, keadaan ini disebut dengan myxedema pretibialis atau
dermofati Graves. Tanda yang paling mudah untuk mengenali pasien dengan penyakit
Graves adalah dengan adanya opthalmofati Graves.

2. 5 Patofisiologis
Patofisiologis penyakit Graves belum sepenuhnya dipahami. Seperti halnya
penyakit autoimun lainnya, proses autoimun pada penyakit Graves diawali dengan
kegagalan toleransi terhadap autoantigen yang memicu serangkaian respons imun
adaptif. Hasilnya adalah pembentukan autoantibodi yang berlebihan. Beberapa
penelitian menunjukkan ada beberapa perubahan respon imun adaptif pada penyakit
Graves, yaitu respon sel T dan sel B limfosit.
Sel T limfosit dapat dibagi berdasarkan perannya menjadi sel T cytotoxic (Tc)
atau T helper (Th). Tc menginfiltrasi kelenjar tiroid dan dapat memediasi apoptosis dan
destruksi dari thyroid follicular cells (TFC) melalui aktivasi dari membran reseptor
CD95 (Fas-FasL). Di lain hal, Th bereaksi dengan sel lain, termasuk sel B dan Antigen
Presenting Cells (APC) dan beraksi dengan mensitesis sitokin yang spesifik. Umumnya
sel Tc mengeluarkan CD8+ pada membrannya, sedangkan sel Th mengekspresikan CD4
pada membrannya.4 Peranan CD4 penting dalam penyakit autoimun, termasuk pada
penyakit Graves. Yuan et al (2017) menyatakan bahwa salah satu peran CD4 adalah
untuk mempertahankan keseimbangan antara subset Th. Namun, kelainan kadar atau
fungsi dari CD4 yang dihubungkan dengan penyakit Graves masih terus diteliti. CD4
kemudian akan berdiferensiasi menjadi salah satu dari subset sel Th melalui pengaruh
interleukin tertentu.
Sel Th berperan penting dalam regulasi sistem imun pada penyakit Graves.
Regulasi sistem imun pada penyakit Graves melibatkan keseimbangan antara T-helper 1
(Th1), T-helper 2 (Th2), T-helper 17 (Th17), dan Tregulator (Treg). Th1 dan Th2 akan
mensekresikan sitokin yang berbeda yang memiliki peran signifikan dalam patogenesis
penyakit, termasuk penyakit autoimun. Kedua tipe sel tersebut akan mempengaruhi
respon imun melalui jalur yang berbeda. Sitokin yang disekresikan melalui jalur Th1,
seperti interferon- (IFN-), tumor necrosis factor- (TNF-), dan interleukin-2 (IL2),
berkontribusi terhadap imunitas seluler untuk melawan virus dan patogen intraseluler
lainnya, mengeliminasi sel kanker, dan merangsang reaksi hipersensitivitas pada kulit.
Sitokin yang disekresikan melalui jalur Th2, salah satunya adalah interleukin-4 (IL-4),
berkontribusi terhadap imunitas humoral, mengatur produksi antibodi untuk melawan
organisme di luar sel. Aktivitas yang berlebihan pada salah satu jalur akan mengganggu
aktivitas jalur yang lain. Ketidakseimbangan Th1 dan Th2 pada penyakit Graves akan
menyebabkan produksi autoimun yang berlebihan oleh sel B seperti thyrothropin
receptor antibody (TRAb), anti-thyroid peroxidase (TPO) dan anti tiroglobulin.6 T-
helper 2 selalu mensekresikan IL-4. IL-4 menginduksi perubahan isotipe IgG1, IgG3,
IgG4 dan IgE. IL-4 menstimulasi jumlah isotipe Immunoglobulin G3-Secreting Cells
(IgG3-SCs) yang dihubungkan dengan derajat beratnya penyakit Graves dan kadar
TRAb disamping dapat juga merubah IgG1 yang bisa menstimulasi produksi TRAb
secara efektif.
Thyrothropin receptor antibody adalah autoantibodi yang berikatan dengan TSHR
pada kelenjar tiroid sehingga terjadi produksi hormon tiroid yang berlebihan.
Dideteksinya TRAb memberikan beberapa makna klinis, seperti dikonfirmasinya
penyakit Graves. Selain itu, pemeriksaan kadar TRAb juga digunakan untuk
memprediksi relaps dari terapi penyakit Graves.
2. 6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penyakit Graves mencakup beberapa metode, yaitu : Pasien
dapat diterapi dengan obat-obatan antitiroid seperti methimazole atau propylthyouracil.
Pasien juga dapat menjalani subtotal thyroidectomy, biasanya diindikasikan pada pasien
dengan kelenjar tiroid yang sangat besar atau multinodular. Obat-obatan penyekat beta
misalnya propranolol juga efektif digunakan sebagai terapi tambahan pada manajemen
tirotoksikosis, dimana tirotoksikosis menyerupai tanda stimulasi saraf simpatis. Terapi
utama lainnya adalah dengan sodium iodida-131 sebagai agen RAI. Kelebihan terapi ini
adalah cara pemberian yang sederhana, efektif, murah dan tidak menimbulkan nyeri.

2. 7 Komplikasi
Komplikasi yang membuat nyawa pasien terancam adalah terjadinya krisis
tirotoksik atau thyroid strom, oftalmopati graves, infeksi, dermopati graves, dan
kematian akibat penyakit jantung. Komplikasi lain yang seringkali terjadi dan dalam
tahap waspada adalah tremor, agitasi, hipertermia, dan takikardia. Hal yang dapat
menyebabkan komplikasi waspada adalah efek dari pelepasan TH ke dalam jumlah
yang sangat banyak, dan biasanya terjadi di saat pasien menjalani terapi, pasien sedang
menjalani masa pembedahan, atau mungkin dikarenakan Hipertiroid tidak terdiagnosis
sedini mungkin bila tidak di obati akan menyebabkan kematian. Menurut Aini dan Ledy
(2016).

2. 8 Pemeriksaan Penunjang
Ada tiga pemeriksaan diagnostic yang akan dijalani pasien, yakni Pemeriksaan pada
TSH (Thyroid Stimulating Hormone), biasanya hasil menunjukkan TSH yang
diproduksi oleh hipofisis akan menurun.
1. Pemeriksaan hormone tiroid (T3 dan T4), biasanya hasil menunjukkan T3 dan
T4 akan meningkat. Pasien dengan Hipertiroid harus memiliki tingkat hormone
tiroid yang tinggi, meski begitu tidak menutup kemungkinan dengan hasil yang
menunjukkan rendahnya T3 dan T4. Hal tersebut jarang ditemukan, kebanyakan
orang dengan Hipertiroid dalam semua pengukuran akan memiliki hormone
tiroid tinggi (kecuali TSH).
2. Pemeriksaan yodium tiroid scan, yang akan menunjukkan apa penyebab dari
Hipertiroidisme. Umumnya tes ini untuk melihat penyebabnya dari nodul
tunggal atau seluruh kelenjar. (Norman, 2011)
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah utama dan dasar utama dari proses keperawatan yang
mempunyai dua kegiatan pokok, yaitu :
1. Pengumpulan data pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu
dalam menentukan status kesehatan dan pola pertahanan penderita
mengidentifikasikan, kekuatan dan kebutuhan penderita yang dapat diperoleh
melalui anamnese, pemeriksaan fisik, pemerikasaan laboratorium serta
pemeriksaan penunjang lainnya. Seperti :
a. Anamnase
1) Identitas penderita Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa,
nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis.
2) Keluhan Utama Adanya peningkatan suhu tubuh, penurunan berat
badan, nyeri dada (angina), sering kelelahan, mual, muntah, urine
dalam jumlah berlebihan, dan diare.
3) Riwayat kesehatan sekarang Riwayat penyakit tiroid yang dialami,
infeksi, riwayat penggunaan obat-obatan seperti lithium dan
merokok.
4) Riwayat kesehatan dahulu Adanya riwayat penyakit graves atau
hipertiroidisme, tindakan medis yang pernah di dapat maupun
obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
5) Riwayat kesehatan keluarga Adanya faktor genetik penyakit
graves, riwayat keluarga yang mengalami masalah tiroid, riwayat
hipotiroidisme, terapi hormon toroid atau pengobatan antitiroid,
dihentikan terhadappengobatan antitiroid, dilakukan pembedahan
tiroidektomi sebagian, riwayat pemberian insulin yang
menyebabkan hipoglikemia, gangguan jantung atau pembedahan
jantung, penyakit yang baru terjadi (pneumonia).
6) Riwayat psikososial Meliputi informasi mengenai prilaku,
perasaan dan emosi yang dialami penderita sehubungan dengan
penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.

b. Pemeriksaan fisik
1) Status kesehatan umum Meliputi keadaan penderita, kesadaran,
suara bicara, tinggi badan, berat badan dan tanda –tanda vital.
2) Aktivitas dan Istirahat Adanya insomnia, sensitivitas meningkat,
otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan berat, atrofi otot,
terlihat lemas.
3) Sistem Kardiovaskuler Adanya palpitasi, nyeri dada (angina),
disritmia (Fibrilasi atrium), irama gallop, murmur, peningkatan
tekanan darah dengan tekanan nada yang berat, takikardia saat
istirahat, sirkulasi kolaps, syok (krisis tirotoksikosis).
4) Eliminasi Adanya urine dalam jumlah banyak, perubahan dalam
feses (diare).
5) Integritas Ego Adanya Mengalami stres yang berat baik emosional
maupun fisik, Emosi labil (euforia sedang sampai delirium),
depresi.
6) Makanan dan Cairan Kehilangan berat badan yang mendadak,
nafsu makan meningkat, makan banyak, makannya sering,
kehausan, mual dan muntah, adanya Pembesaran tiroid, goiter,
edema non pitting terutama daerah pretibial.
7) Pernafasan Frekuensi pernafasan meningkat, takipnea, dispnea,
edema paru (pada krisis tirotoksikosis).
8) Neurosensori Pusing, kesemutan, kelemahan pada otot parasetia,
gangguan penglihatan, disorientasi, stupor.
9) Keamanan Suhu meningkat di atas 37,400 C, diaforesis, kulit
halus, hangat dan emerahan, rambut tipis, mengkilat, lurus,
eksoftalmus: retraksi, iritasi pada konjungtiva dan berair, pruritus,
lesi eritema (sering terjadi pada pretibial) yang menjadi sangat
parah.
10) Seksualitas Adanya penurunan libido, hipomenore, amenore dan
impoten.

c. Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan


adalah :
1) Pemeriksaan darah Pemeriksaan darah meliputi : T3 meningkat (N:
70-250 mg/dl), T4 meningkat (N: 4-12 mcg/dl), TSH menurun.
2) Scan Scan dapat mengetahui daerah dari kelenjar tiroid yang
paling aktif dan menghasilkan maksimum T3 dan T4. Scan juga
dapat mengetahui kanker tiroid, tumor atau nodul
3) Ultrasonografi USG membantu mendeteksi cycts, tumor, dan
nodul kelenjar tiroid. (Brunner & Suddarth, 2014).

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi jantung
2. Resiko ketidak seimbangan cairan
3. Defisit nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolisme
4. Hipertermia berhubungan dengan penyakit
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum

3.3 Perencanaan
No Diagnosa SLKI SIKI

1 Penurunan curah Setelah dilakukan tindakan Perawatan jantung akut


jantung berhubungan keperawatan 1x24jam di
Observasi:
dengan perubahan harapkan penurunan curah
frekuensi jantung jantung pasien menurun 1.Identifikasi karakteristiknyeri
dengan kretaria hasil: dada,meliputi faktor pemicu dan
pereda
1.Palpitasi meningkat
2.Monitor EKG 12 sadapan
2.brakartadia meningkat
untuk perubahan ST dan T
3.Takikardia meningkat
3.Monitor ariotmia kelainan
irama dan frekuensi

Terapeutik:

1.Pertahankan tirah baring


minimal 12 jam

2.pasang akses intervena

3.Puasakan hingga bebas nyeri

Kolaborasi:

1.Kolaborasi pemberian
antiplatelet,jika perlu

2.Kolaborasi pemberian
antiangina

2 Resiko ketidak Setelah di lakukan tindakan Promosi Harapan


seimbangan cairan keperawatan 1x24 jam di
Observasi:
harapkan keseimbangan
cairan meningkat dengan 1.identifikasi harapan pasien
kretaria hasil: dan keluarha dalam pencapaian
hidup
1. Berat badan membaik Terapeutik:
2. Keluaran urin
1.sadarkan bahwa kondisi yang
meningkat
di alami memiliki nilai penting
3. .dehidrasi menurun
2.pandu meningkat kembali
kenangan yang menyenangkan

3.libatkan pasien secara aktif


dalam perawatan

Edukasi:

1.anjurkan menggungkapkan
perasaan terhadap kondisi
dengan realitis

2.anjurkan mempertahankan
hubungan terapeutik dengan
orang lain

3.latig menyusun tujuan yang


sesuai dengan harapan

3 Defisit nutrisi Setelah dilakukan tindakan Manajemen nutrisi:


berhubungan dengan keperawatan 1x24 jam di
Observasi:
peningkatan kebutuhan harapkan status nutrisi
metabolisme membaik dengan kretaria 1.identifikasi status nutrisi
hasil: 2.identifikasi alergi dan

1. Frekuensi makan intoleransi makanan


membaik 3.identifikasi makanan yang di
2.kekuatan otot sukai
pengunyah meningkat
Terapeutik:
3.kekuatan otot
menelan meningkat 1.Lakukan oral hygine sebelum
4.nafsu makan makan jika perlu
membaik
2.Fasilitas menentukan pedoman
diet mis.piramida makanan

3.Sajikan makanan secara


menarik

4.Berikan maknan tinggi kalori


dan tinggi protein

4 Hipertermia Setelah dilakukan tindakan Mnajemen hipertermi


berhubungan dengan keperawatan 1x24 jam di
Observasi:
penyakit harapkan suhu tubuh pasien
kembali normal dengan 1.Identifikasi penyebab

kreteria hasil: hipertermi


mis.dhehidrasi,terpapar
1.Menggigil menurun
lingkungan panas,penggunaan
2.Kulit merah menurun inkubator

3.kejang menurun 2.Monitor suhu tubuh

4.Akrosianosis menurun 3.Monitor kadar elektolit

5.Komsumsi oksigen Terapeutik:


menurun
1.Sediakan lingkungan yang
dingin

2.Longarkan atau lepaskan


pasien

3.berikan cairan oral

Edukasi:

1.Amjurkan tirah baring


2.Kolaborasi pemberian cairan
dan elektrolit intravenajika perlu

5 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan Edukasi Aktifitas/istirahat


berhubungan dengan 1x24 jam toleransi aktivitas
Observasi:
kelemahan umum pasien meningkat dengan
kretaria hasil: 1.Identifikasi kesiapan dan
kemampuan menerima
1.Keluhan lelah meningkat
informasi
2.Dispnea saat aktivitas
Terapeutik:
meningkat
1.Sediakan makanan dan media
3.dispnea setelah aktivitas
pengaturan aktivitasdan istirahat
meningkat
2.Jadwalkan pemberian
pendidikan kesehatan sesuai
kesepakatan

3.Berikan kesempatan kepada


pasien dan keluarga untuk
bertanya

Edukasi:

1.Jelaskan pentingnya
melakukan aktivitas,fisik
/olahraga secara rutin

2.Anjurkan terlibat aktivitas


kelompok,aktivitas bermain atau
sebelumnya

3.Anjurkan menyusun jadwal


aktivitas dan istirahat
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Oftalmopati Graves merupakan inflamasi pada orbita yang berhubungan dengan


penyakit tiroid autoimun sehingga menyebabkan terjadinya pembesaran atau
hipertrofi dari otot ekstraokuler dan lemak orbita. Oftalmopati Graves dapat terjadi
secara bilateral maupun unilateral. Dan oftalmopati Graves dapat ditemukan pada
pasien dengan hipertiroid (90%), eutiroid (6%), tiroiditis hashimoto (3%) dan
hipotiroid primer (1%).

Oleh karena itu penyakit Graves merupakan gangguan autoimun yang


ditandai dengan hipertiroid yang berhubungan dengan adanya autoantibodi dalam
darah. Antibodi ini akan berkaitan dan mengaktivasi reseptor TSH yang
menyebabkan hipersekresi kelenjar tiroid dan peningkatan sintesis hormon tiroid
oleh folikel tiroid. (Weetman, 2000; Yeung, 2009)
DAFTAR PUSTAKA
Farida Siti, Pandu Tridana Sakt,Jurnal Kedokteran (2016) ,Oftalmopati pada Penyakit
Graves.Nusatenggara Barat:Fakultas Kedokteran Universitas Mataram
Y.Nugroho Andressa W, Charles Limantoro, A. Kentar Arimadyo: (2019), HUBUNGAN
FAKTOR Hubunga Fator Risiko kejadian OPHTHALMOPATHY GRAVES:jurnal kedokteran
diponorogo, sumatra
LATIF LOTE YUNITA: (2017), Hubungan Kadar Selenium Serum Dengan Penyakit
GRAVES DAN OFTALMOPATI GRAVES:Universitas Hasanuddin Makassar

N.Budi Legawa Diartha, Sseseorang Penderita Peyakit GRAVE’S Dengan


Tetraparesis:sebuah laporan kusus ,Bali:Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar
I Hartadi Wayan Noor1, Made Ratna Saraswati2, TERAPI PENYAKIT GRAVES
DENGAN SODIUM IODIDA-131, Bali:Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Divisi
Endokrinologi dan Metabolik, Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar

Anda mungkin juga menyukai