Anda di halaman 1dari 22

CRITICAL BOOK REVIEW

Dosen Pengampu : Dra. Siti Wahida, M.Si


Asrah Rezki Fauzani M.Pd

Disusun Oleh :
KELOMPOK 3

Dita Maulidina Sahputri (5223144006)


Zaharani Azzahra (5223144033)
Amanda Br. Bukit (5221144013)
Wahfina Ahzahra (5221144013)
Kelas : Reguler B

PENDIDIKAN TATA RIAS


PENDIDIKAN KESEJAHTERAAN KELUARGA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
TAHUN 2022
KATA PENGATAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan karunia-Nya,
kami dapat menyelesaikan tugas dalam pembuatan tugas Critical Book Review sebagai
pemenuhan tugas dalam mengikuti perkuliahan pada mata kuliah Kesehatan dan Keselamatan
Kerja.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam pembuatan tugas ini masih jauh dari kata
sempurna dan tentunya masih banyak kekurangan,untuk itu kelompok saya sangat
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna menyempurnakan tugas-tugas
selanjutnya. Kami berharap semoga tugas Critical Book Review ini bisa bermanfaat bagi penulis
dan khususnya bagi pembaca.

Medan, 14 September 2022


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................


DAFTAR ISI ..............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................................
A. Latar Belakang .................................................................................................
B. Tujuan ..............................................................................................................
C. Identitas Buku ..................................................................................................
BAB II ISI/PEMBAHASAN ......................................................................................
A. Ringkasan Buku 1 ............................................................................................
B. Ringkasan Buku 2 ............................................................................................
BAB III PEMBAHASAN ..........................................................................................
A. Kelebihan dan Kekurangan Buku 1 ................................................................
B. Kelebihan dan Kekurangan Buku 2 .................................................................
BAB IV PENUTUP ....................................................................................................
A. Kesimpulan ......................................................................................................
B. Saran .................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemajuan pada bidang teknologi dan industri dimasa sekarang ini memberikan dampak
yang negatf maupun positif. Dampak positif yang dirasakan bagi para pekerja adalah
membantu meringankan pekerjaan karena kecanggihan teknologi. Sedangkan dampak negatif
dengan adanya kecanggihan teknologi dan pesatnya perindustrian, maka tidak jarang
meningkatkan masalah Kesehatan kerja. Peningkatan masalah kesehatan kerja juga turut
didukung dengan adanya faktor kerja baik secara langsung sesuai dengan tingkat paparan dan
sifat dari faktor kerja seperti kimia, fisik, biologi, ergonomis dan psikososial. Sebagai upaya
menurunkan masalah kesehatan kerja, maka lingkungan kerja sangat perlu memiliki program
keselamatan dan kesehatan kerja (K3) (Brometet al., 1987).
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan suatu kondisi yang sangat diperlukan
oleh para karyawan baik yang bekerja pada bidang kesehatan maupun non kesehatan. Setiap
tempat kerja sebaiknya dapat memberikan jaminan kesehatan dan keselamatan para
karyawan. Tempat kerja atau lingkungan kerja yang nyaman dan selalu mengutamakan safety
bagi pekerja akan memberikan dampak yang positif dalam meningkatkan kualitas maupun
kuantitas hasil pekerjaan. Kondisi lain yang dapat digambarkan ketika sebuah tempat kerja
selalu mengutamakan keselamatan dan kesehatan karyawan terpelihara dengan baik, maka
angka absensi, kecelakaan kerja, kecacatan, dan kesakitan atau penyakit akibat kerja dapat
diminimalkan bahkan kasusnya akan mengalami penurunan (Kemenkes RI, 2018). Penyakit
akibat kerja (PAK) dikalangan pekerja medis maupun nonmedis sudah sepatutnya menjadi
perhatian Bersama Sulistiyani 65 karena hingga saat ini belum dapat dilaporkan dengan baik
dan tersistimatis. Hal ini tentunya dapat menjadi salah satu factor penyebab kurangnya
kewaspadaan para pekerja, dimana pekerja seharusnya dituntut untuk selalu mengutamakan
safety agar mengurangi risiko PAK. Selain itu, dengan adanya faktor laporan PAK yang
kurang bagus dikalangan pekerja baik medis maupun nonmedis juga dapat berdampak pada
kualitas sistim manajemen di lingkungan bekerja terutama pemenuhan sarana dan prasarana
di tempat kerja. Padahal sarana dan prasarana. Salah satu pemenuhan sarana dan prasarana
yang harus diperhatikan untuk mengurangi risiko PAK pada para pekerja adalah
mempersiapkan alat pelindung diri (APD) sesuai standar operasional prosedur yang akan
digunakan oleh pekerja.

B. Tujuan
- Mengetahui dan Memahami isi buku
- Mengetahui kelebihan dan kekurangan buku
C. Identitas Buku
Identitas Buku 1
1. Judul Buku : Keselamatan & Kesehatan Kerja (K3)
2. Edisi Terbit : Cetakan Pertama
3. Penulis : Cici Aprilliani, Fitria Fatma, Deli Syaputri, Samuel Marganda
Halomoan Manalu, Sulistiyani, Lukman Handoko, Risnawati Tanjung, Muhammad roy
asrori, Dame Evalina Simangunsong, Charisha Mahda Kumala, Arina Nuraliza Romas,
Lamria Situmeang, Firdaus
4. Penerbit : PT. GLOBAL EKSEKUTIF TEKNOLOGI
5. Kota Terbit : Padang, Sumatera Barat
6. Tahun Terbit : 2022
7. Isbn : 978-623-99632-5-5

Identitas Buku 2
1. Judul Buku : Keselamatan & Kesehatan Kerja (K3)
2. Edisi Terbit :-
3. Penulis : Dr. M. Bruri Triyono, K. Ima Ismara, M.Pd. M.Kes. (In),
Slamet, M.Pd., Putut Hargiyarto, M.Pd., M. Solikhin, M.Kes., Nurhening Yuniarti,
M.T., Sugiyono, M.Kes., Badraningsih L, M.Kes., Enny Zuhni Khayati, M.Kes.,
Riswan Dwi Jatmiko, M.Pd., Amir Fatah, M.Pd., Bekti Wulandari, M.Pd., Nur
Hidayat, M.Pd., Indah Wahyuni, M.Pd.
4. Penerbit : TIM K3 FT UNY
5. Kota Terbit : Yogyakarta
6. Tahun Terbit : 2014
7. Isbn :-
BAB II
PEMBAHASAN
A. Ringkasan Buku 1
Ruang Lingkup Penyakit Akibat Kerja
Penyakit akibat kerja yang biasanya dialami oleh pekerja bersifat fatal dan tidak fatal.
Para pengusaha industri swasta. Angka pekerja yang cukup banyak pada suatu negara merupakan
aset yang berharga bagi negara, apabila ditunjang dengan kompetensi sesuai dengan bidang
keahlian, sehingga produksi dan kualitas semakin dapat ditingkatkan dan produktivitas pekerja
semakin baik (Kemenkes RI, 2018). Untuk Sulistiyani 67 membantu para pekerja tetap prima
dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab, maka sangat diperlukan adanya sistim
manajemen kesehatan bagi pekerja yang efektif dalam mengatasi keluhan kesehatan.
Pengembangan program berbasis upaya preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif dapat
dilaksanakan di lingkungan kerja. Selain kegiatan tersebut, diperlukan juga pengembangan
program seperti melaksanakan program housekeeping yang dinilai mampu mengurangi angka
kesakitan pekerja.

Pengertian Penyakit Akibat Kerja


Hebbie Ilma Adzim dalam Imanda mengatakan bahwa penyakit Akibat Kerja adalah
penyakit atau gangguan kesehatan baik fisik, psikologis yang disebabkan akibataktivitas berkerja
seperti lingkungan kerja atau risiko pekerjaan, alat atau bahan, dan proses selama berkerja.
Dengan kata lain, penyakit akibat kerja merupakan penyakit yang diderita oleh para pekerja
karena kontak langsung dengan alat atau bahan yang berbahaya bagi kesehatan maupun proses
kerja yang kurang safety.
Pengertian penyakit akibat kerja menurut (International Labor Organization (ILO) adalah
sutu penyakit yang disebabkan oleh agen penyebab yang spesifik atau asosiasi dengan pekerjaan
yang biasanya terdiri dari satu atau lebih agen penyebab yang sudah diakui. ILO menegaskan
bahwa penyakit akibat kerja bukan hanya penyakit yang disebabkan karena pekerjaan akan tetapi
juga dikaitkan dengan hubungan pekerjaan.
Pengertian lain dari penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan karena faktor
pekerjaan dan lingkungan kerja (KePres, 2011; Peraturan Presiden RI Nomor 7, 2019; Presiden
RI, 2019). Jika melihat dari pengertian PAK yang dikeluarkan dalam peraturan presiden, maka
sangat jelas bahwa penyakit akibat kerja menjadi slaah satu masalah kesehatan yang dapat
dialami oleh setiap pekerja di Indonesia yang berkaitan erat dengan kondisi lingkungan kerja
mulai dari persiapan alat dan bahan hingga proses bekerja.
Penyebab Penyakit Akibat Kerja
1. Faktor Bahan Kimia
Penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh paparan bahan kimia karena selama proses bekerja,
para pekerja kontak secara langsung dengan bahan-bahan kimia yang berbaha bagi kesehatan.
Kondisi paparan bahan kimia secara terus menerus dapat berbahaya apabila dosis melebihi
kemampuan tubuh untuk melakukan proteksi. Bahan kimia yang digunakan dalam suatu industri
terlebih dahulu akan dikelompokkan sesuai dengan agregrat di atmosfer seperti sifat bahan kimia
berupa gas, uap atau aerosol (cairan solid). Prinsip lain dari pengelompokkan zat kimia
didasarkan dari struktur dan efek bilogis. Sebagai contoh pada kelompok tersebut adalah alkohol,
ether, keton, dan komponen lainnya. Kelompok ini juga termasuk plastik, pewarna organik, dan
pestisida yang tentunya memiliki karakteristik beracun.
Ada beberapa bahan kimia yang berdampak mengganggu kesehatan seperti Hydrocarbon (seperti
benzene), solvents, asbes, debu (silicosis, pneumoconiosis), bahan yang mudah meledak, logam
berat (misalnya pada pengelas/welders), gas yang menimbulkan sesak nafas/asphyxiants (H2S,
CO, C02), bahan yang membuat sensitif, bahan iritan dan sebagainya. Dengan adanya paparan
bahan kimia selama bekrja, maka akan menganggu kesehatan pekerja dan untuk masalah
pemulihan memerlukan waktu yang cukup lama. Efek lain dari paparan bahan kimia dapat
memberikan efek toxic atau racun terdapat dari kloroform dan gasolin.
2. Faktor Fisik
Faktor fisik merupakan faktor yang di dalam tempat kerja pada tenaga kerja sangat berkaitan erat
dengan adanya dari lingkungan khususnya kaitan dengan suhu udara, kelembaban, kecepatan
udara, dan suhu udara sekitar yang bersifat logis dan realistis permukaan (radiasi termal).
Parameter faktor fisik dinilai secara bersamaan antara karakteristik radiasi termal dengan area
kerja. Efek iklim mikro terhadap organisme ini untuk membuat kondisi yang berbeda dari
pertukaran panas antara organisme dan lingkungan dan untuk menentukan termalnya fungsional
negara.
Adapun paparan faktor fisik yang bersifat fisika antara lain Kebisingan, Getaran (Vibrasi),
Penerangan, Iklim Kerja, gelombang mikro dan sinar ultra violet. Faktor-faktor ini kemungkinan
bagian dari proses kerja untuk mendapatkan hasil tertentu yang merupakan hasil produksi atau
produk samping yang tidak diinginkan.
a. Kebisingan
Lingkungan kerja sering ditandai dengan kebisingan suara atau kombinasi yang tak
diinginkan. Dalam menggolongkan efek suara pada organisme parameter fisik berikut adalah
digunakan:
(1) Intensitas
(2) spektrum frekuensi
(3) durasi eksposur
Intensitas suara ditentukan oleh amplitudo dari akustik tekanan, yang merupakan perbedaan
antara bolak-balik naik dan jatuh dalam getaran akustik dibandingkan dengan tekanan
atmosfer. Kebisingan adalah suara yang tidak diinginkan dan bersumber dari peralatan kerja
yang pada tingkat tertentu dapat menyebabkan gangguan pendengaran Suara kebisingan yang
dihasilkan saat proses bekerja menghasilkan efek yang berbeda pada setiap pekerja.
b. Vibrasi atau Getaran.
Getaran dapat didefinisikan sebagai gerakan partikel atau mekanik sistem yang ditandai
dengan variasi bersepeda ringan dan intensitas amplitudo. Intensitas getaran diungkapkan
dalam hal kecepatannya atau laju percepatan. Kecenderungan reflek dari tubuh untuk
mengingat garis vertikal yang stabil posisi di bawah kontak yang lama dengan getaran
frekuensi rendah (mis. ketika mengemudi kendaraan didorong sendiri) mengarah ke strain
otot permanen, konsumsi energi yang lebih tinggi, dan ketersediaan terpisah. Hal ini
diasumsikan bahwa seluruh tubuh getaran, terutama getaran frekuensi rendah, memiliki efek
yang ditandai pada membran otolitik vestibular canal. Karena yang terakhir dihubungkan
oleh jalur saraf ke korteks serebral, sistem saraf autonomik, dan otot dari batang tubuh, maka
paparan getaran ke seluruh tubuh memiliki frekuensi rendah yang dapat menyebabkan
ketidakmampuan untuk mengontrol koordinasi motorik dan mempertahankan keseimbangan
tubuh, dan dapat menyebabkan gangguan saraf autonomik dan Sulistiyani 72 perkembangan
gangguan pencernaan. Kontak yang lama dengan frekuensi tinggi seluruh tubuh getaran
mungkin menyebabkan gangguan sistem saraf pusat, dan sindrom polyneuritic atau
peradangan pada saraf yang menyebabkan munculnya gejala baal, kesemutan sensasi nyeri
pada anggota gerak atau ekstremitas.

3. Faktor Agen Biologi


Agen bahan biologi yang dapat meningkatkan risiko peningkatan kasus PAK dengan adanya
penyebaran bahan patogen dalam darah/Bloodborne pathogen (misalnya tertusuk jarum
suntik), bioaerosol (TBC, Legionella), HIV/AIDS, penyakit menular seksual, gigitan
binatang (misalnya: ular, kalajengking), tanaman beracun, penyakitpenyakit lokal (misalnya:
TB, malaria, DHF), keracunan makanan dan sebagainya.
4. Faktor Egronomis dan Psikososial
Beban kerja dan intensitas aktivitas adalah factor ergonomis yang sebagian besar
menentukan efek pada kesehatan. Bukti yang luar biasa adalah dengan adanya laporan saat
ini bahwa beban pekerjaan yang berat dapat melelahkan kondisi fisik dan mental. Gejala
yang muncul akan secara intens dirasakan dengan ditandai adanya aktifitas yang ekstrim
seperti gugup dan strain emosional mungkin menyebabkan gangguan fungsional awal dan
perubahan patologis di kardiovaskular dan sistem saraf. Gerakan berulang, mengangkat,
beban statis, postur janggal, menarik dan mendorong, dan lain-lain.
Kriteria Penyakit Akibat Kerja
Dalam melakukan assesment dan penentuan diagnosa tentang PAK, maka perlu
memperhatikan kriteria sebagai berikut:
1. Adanya faktor pajanan secara langsung dengan penyakit;
2. Adanya kejadian PAK dipopulasi pekerja yang lebih tinggi dibandingkan dengan penyakit di
masyarakat;
3. Jenis penyakit dapat dicegah dengan upaya preventif di tempat kerja;

4 Klasifikasi Penyakit Akibat Kerja :


Penyakit akibat kerja dapat dikalisfikasikan sebagai berikut:
• Menurut ILO Convention No.121 yang direvisi pada tahun 2010 menyatakan bahwa
penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh agen pestisida, benzene, dan
anthrax. Penyakit akibat kerja yang menyerang sistim organ seperti tuberculosis, turner
carpal syndrome. Penyakit berdasarkan sifat keganasan seperti kanker yang disebabkan
oleh pajanan atau paparan asbes. Penyakit lainnya seperti Miner’s Nystagmus atau
kelainan pada telinga bagian dalam yang menimbulkan rasa pusing (vertigo). Penyakit
tersebut dapat disebabkan karena adanya paparan kebisingan dari tempat kerja.
• Menurut ICD-10 OH yang membagi PAK menjadi:
Penyakit akibat agen penyebabnya seperti penyakit akibat agen faktor kimia, fisik, dan
biologis. PAK yang didasarkan dari target organnya seperti penyakit paruparu, penyakit
kulit, gangguan musculoskeletal, kanker, dan lainnya.
• Keputusan Presiden RI No. 22 tahun 1993 yang menyatakan bahwa penyakit akibat
adanya hubungan kerja adalah penyakit yang diderita oleh pekerja karena risiko dari
pekerjaan dan lingkungan kerja. Penyakit akibat hubungan kerja (PAHK) dapat
digolongkan menjadi beberapa kelompok penyakit antara lain: Pneumokoniosis yang
disebabkan adanya paparan debu mineral pembentuk jaringan parut, penyakit paru
obstruksi kronis atau Asma, penyakit akibat paparan zat kimia Krom atau kromium (Cr)
beserta dengan persenyawaanya yang beracun, Kelainan pendengaran akibat noise atau
suara kebisingan dari tempat kerja, penyakit akibat tekanan udara yang berlebihan,
penyakit akibat elektromagnetik dan radiasi yang mengionisasi.
Penentuan Diagnosis Penyakit Akibat Kerja Dalam menentukan diagnosa PAK dapat
dilaksanakan dengan tujuan yang dapat digunakan untuk:
a. Sabagai dasar penetuan terapi
b. Mengurangi risiko kecacatan dan mencegah kematian
c. Meningkatkan perlindungan pekerja lain
d. Memenuhi hak dan kebutuhan kesehatan bagi pekerja.
Pencegahan Penyakit Akibat Kerja
Upaya Pencegahan dan Promosi Kesehatan.
Upaya promosi kesehatan dan pencegahan penyakit akibat kerja di lingkungan kerja menjadi
prioritas utama dan menempati hirarki yang tinggi. Dengan adanya upaya promosi Kesehatan
melalui kegiatan Pendidikan kesehatan diharapkan dapat memberikan manfaat untuk
menurunkan angka kesakitan sebagai upaya untuk menurunkan angka kesakitan,
mengoptimalkan deteksi dini kasus penyakit, menurunkan kejadian komplikasi penyakit serta
meningkatkan kualitas hidup pekerja. Selain itu, dengan adanya Pendidikan kesehatan di
lingkungan kerja, maka para pekerja diharapkan mempunyai perubahan perilaku kesehatan.
Upaya kuratif
Upaya kuratif merupakan aktifitas menurunkan masalah kesehatan dengan kegiatan pengobatan
yang ditujukan untuk proses penyembuhan penyakit, mengurangi gejala dan komplikasi penyakit
serta kecacatan agar kualitas kesehatan pekerja meningkat seoptimal mungkin. Adapun kegiatan
yang termasuk dalam upaya kuratif yang dapat dilakukan di tempat kerja antara lain: pelayanan
pengobatan di unit kegawatdaruratan, melakukan evaluasi tindakan pembedahan atau operasi.
Upaya Rehabilitatif
Upaya rehabilitative merupakan upaya terakhir dalam meningkatkan kesehatan bagi pekerja.
Upaya rehabilitative bertujuan untuk memulihkan kondisi pekerja setelah mengalamai PAK atau
kecelakaan akibat kerja agar para pekerja dapat mengoptimalkan kemampuan yang dimiliki
seperti sebelum sakit. Contoh kegiatan kuratif yang dilakukan di lingkungan kerja adalah dengan
melaksanakan program evaluasi secara berkala terkait dengan kesesuaian kemampuan pekerja
dengan bidang pekerjaan setelah menderita PAK atau KAK. Selama pekerja mendapatkan upaya
rehabilitative, maka pekerja akan menjalankan kegiatan fisioterapi, konsultasi psikologis.

B. Ringkasan Buku 2
penyakit akibat kerja
Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait dengan kinerja karyawan
dan pada gilirannya pada kinerja perusahaan. Penyakit Akibat Kerja (PAK) di kalangan petugas
kesehatan dan non kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik. Sebagai faktor penyebab,
sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang
kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan resiko kerja, sehingga tidak menggunakan
alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia.
Setiap orang membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuan hidupnya. Dalam
bekerja, Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan faktor yang sangat penting untuk
diperhatikan karena seseorang yang mengalami sakit dalam bekerja akan berdampak pada diri,
keluarga, dan lingkungannya. Salah satu komponen yang dapat meminimalisir penyakit akibat
kerja adalah tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan mempunyai kemampuan untuk menangani
korban yang terpapar penyakit akibat kerja dan dapat memberikan penyuluhan kepada
masyarakat untuk menyadari pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja.Tujuan memahami
penyakit akibat kerja ini adalah untuk memperoleh informasi dan pengetahuan agar lebih
mengerti tentang penyakit akibat kerja dan dapat mengurangi korban yang terpapar penyakit
akibat kerja guna meningkatkan derajat kesehatan dan produktif kerjakerja.

1. Pengertian Penyakit Akibat Kerja


Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan,
proses maupun lingkungan kerja. Dengan demikian, penyakit akibat kerja merupakan penyakit
yang artifisual atau man made disease Penyakit Akibat Kerja (PAK) ialah gangguan kesehatan
baik jasmani maupun rohani yang ditimbulkan ataupun diperparah karena aktivitas kerja atau
kondisi yang berhubungan dengan pekerjaan.(Hebbie Ilma Adzim,2013)

2. Penyebab Penyakit Akibat Kerja


Efek pencahayaan pada mata, kekuatan pencahayaan beraneka ragam, yaitu berkisar
2.000-100.000 lux di tempat terbuka sepanjang hari dan pada malam hari dengan pencahayaan
buatan 50-500lux.
Kelelahan pada mata ditandai oleh :
• Iritasi pada mata / conjunctiva
• Penglihatan ganda
• Sakit kepala
• Daya akomodasi dan konvergensi turun
• Ketajaman penglihatan
Tedapat beberapa penyebab PAK yang umum terjadi di tempat kerja, berikut beberapa
jenisyang digolongkan berdasarkan penyebab dari penyakit yang ada di tempat kerja.
a. Golongan fisik: bising, radiasi, suhu ekstrim, tekanan udara, vibrasi, penerangan.
Upaya perbaikan penggunaan pencahayaan di tempat kerja. Grandjean (1980)
b. Golongan kimiawi: semua bahan kimia dalam bentuk debu, uap, gas,
larutan,kabut
c. Golongan biologik: bakteri, virus, jamur, dll
d. Golongan fisiologik/ergonomik: desain tempat kerja, beban kerja.
e. Golongan psikososial: stres psikis, monotomi kerja, tuntutan pekerjaan

3. Macam-Macam Penyakit Akibat Kerja


Adapun beberapa penyakit akibat kerja, antara lain:
Pencemaran udara oleh partikel dapat disebabkan karena peristiwa alamiah maupun ulah
manusia,yaitu lewat kegiatan industri dan teknologi. Partikel yang mencemari udara banyak
macam dan jenisnya, tergantung pada macam dan jenis kegiatan industri dan teknologi yang ada.
Partikel-partikel udara sangat merugikan kesehatan manusia. Pada umumnyaudara yang tercemar
oleh partikel dapat menimbulkan berbagai macam penyakit saluran pernapasan atau
pneumoconiosis.
Pneumoconiosis adalah penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh adanya
partikel (debu) yang masuk atau mengendap didalam paru-paru. Penyakit pneumoconiosis
banyak jenisnya, tergantung dari jenis partikel (debu) yang masuk atau terhisap kedalam paru-
paru. Beberapa jenis penyakit pneumoconiosis yang banyak dijumpai di daerah yang memiliki
banyak kegiatan industri dan teknologi, yaitu silikosis, asbestosis, bisinosisi, antrakosis, dan
beriliosis.
a. Penyakit Silikosis
Penyakit silikosis disebabkan oleh pencemaran debu silika bebas, berupa SiO2, yang
terhisap masuk ke dalam paru-paru dan kemudian mengendap. Debu silika bebas ini banyak
terdapat di pabrik besi dan baja, keramik, pengecoran beton, bengkel yang mengerjakan besi
(mengikir, menggerinda) dll.
b. Penyakit Asbestosis
Penyakitasbestosis adalah penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh debu atau serat
asbes yang mencemari udara. Asbes adalah campuran dari berbagai macam silikat, namun yang
paling utama adalah magnesium silikat. Debu asbes banyak dijumpai pada pabrik dan industri
yang menggunakan asbes, pabrik pemintalan serat asbes, pabrik beratap asbes dan lain
sebagainya. Debu asbes yang terhirup ke dalam paru-paru akan mengakibatkan gejala sesak
nafas dan batuk-batuk yang disertai dahak. Ujung-ujung jari penderitanya akan tampak
besar/melebar. Apabila dilakukan pemeriksaan pada dahak maka akan tampak debu asbes dalam
dahak tersebut. Pemakaian asbes untuk berbagai macam keperluan kiranya perlu diikuti dengan
kesadaran akan keselamatan dan kesehatan lingkungan agar jangan mengakibatkan asbestosis
ini.
c. Penyakit Bisnosis
Penyakit bisnosis adalah penyakit yang disebabkan oleh pencemaran debu kapas atau
serat kapas di udara yang kemudian terhisap kedalam paru-paru. Pencemaran ini dapat dijumpai
pada pabrik pemintalan kapas, pabrik tekstil, perusahaan, atau pergudangan kapas. Masa
inkubasi penyakit bisnosis cukup lama, yaitu sekitar 5 tahun. Tanda-tanda awal penyakit bisnosis
ini berupa sesak nafas, terasa berat pada dada, terutama peda hari senin (yaitu hari awal kerja
pada setiap minggu). Pada bisnosis yang sudah lanjut atau berat, penyakit tersebut biasanya juga
diikuti dengan penyakit bronchitis kronis dan mungkin juga disertai dengan emphysema.
d. Penyakit Antrakosis
Penyakit antrakosis adalah penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh debu batu
bara. Penyakit ini biasanya dijumpai pada pekerja-pekerja tambang batubara atau pada pekerja-
pekerja yang banyak melibatkan penggunaan batubara, seperti pengumpa batubara pada tanur
besi, lokomotif (stoker), dan juga pada kapal laut bertenaga batubara, serta pekerja boiler pada
pusat Listrik Tenaga Uap berbahan bakar batubara. Penyakit antrakosis ada tiga macam, yaitu:
penyakit antrakosis murni, penyakit silikoantrakosis, dan penyakit tuberkolosilkoantrakosis.
e. Penyakit Beriliosis
Udara yang tercemar oleh debu logam berilium, baik yang berupa logam murni, oksida,
sulfat, maupun dalam bentuk halogenida, dapat menyebabkan penyakit saliran pernafasan yang
disebut beriliosis. Debu logam tersebut dapat menyebabkan nasoparingtis, bronchitis, dan
pneumonitis yang ditandai dengan gejala sedikit demam, batuk kering, dan sesak nafas. Penyakit
beriliosis dapat timbul pada pekerja-pekerja industri yang menggunakan logam campuran
berilium, tembaga, pekerja pada pabrik fluoresen, pabrik pembuatan tabung radio, dan juga pada
pekerja pengolahan bahan penunjang industri nuklir.
f. Penyakit Saluran Pernafasan
PAK pada saluran pernafasan dapat bersifat akut maupun kronis. Akut misalnya asma
akibat kerja. Sering didiagnosis sebagai tracheobronchitis akut atau karena virus kronis, misal:
asbestosis. Seperti gejalaChronic Obstructive Pulmonary Disease(COPD) atauedema paru akut.
Penyakit ini disebabkan oleh bahan kimia seperti nitrogen oksida.
g. Penyakit Kulit
Pada umumnya tidak spesifik, menyusahkan, tidak mengancam kehidupan, dan kadang
sembuh sendiri. Dermatitis kontak yang dilaporkan, 90% merupakan penyakit kulit yang
berhubungan dengan pekerjaan. Penting riwayat pekerjaan dalam mengidentifikasi iritan yang
merupakan penyebab, membuat peka, atau karena faktor lain.
h. Kerusakan Pendengaran
Banyak kasus gangguan pendengaran menunjukan akibat pajanan kebisingan yang lama,
ada beberapa kasus bukan karena pekerjaan. Riwayat pekerjaan secara detail sebaiknya
didapatkan dari setiap orang dengan gangguan pendengaran. Dibuat rekomendasi tentang
pencegahan terjadinya hilang pendengaran.
i. Gejala pada Punggung dan Sendi
Tidak ada tes atau prosedur yang dapat membedakan penyakit pada punggung yang
berhubungan dengan pekerjaan daripada yang tidak berhubungan dengan pekerjaan. Penentuan
kemungkinan bergantung pada riwayat pekerjaan. Artritis dan tenosynovitis disebabkan oleh
gerakan berulang yang tidak wajar.
j. Kanker
Adanya presentase yang signifikan menunjukan kasus Kanker yang disebabkan oleh
pajanan di tempat kerja. Bukti bahwa bahan di tempat kerja (karsinogen) sering kali didapat dari
laporan klinis individu dari pada studi epidemiologi. Pada Kanker pajanan untuk terjadinya
karsinogen mulai > 20 tahun sebelum diagnosis.
k. Coronary Artery
Penyakit ini disebabkan oleh karena stres atau Carbon Monoksida dan bahan kimia lain
di tempat kerja.
l. Penyakit Liver
Sering didiagnosis sebagai penyakit liver oleh karena hepatitis virus atau sirosis karena
alkohol. Penting riwayat tentang pekerjaan, serta bahan toksik yang ada.

Faktor Kimia
Asal: bahan baku, bahan tambahan, hasil sementara, hasil samping(produk), sisa produksi
atau bahan buangan. Bentuk: zat padat, cair, gas, uap maupun partikel. Cara masuk tubuh dapat
melalui saluran pernafasan, saluran pencerrnaan kulit dan mukosa. Masuknya dapat secara akut
dan sevara kronis. Efek terhadap tubuh: iritasi, alergi, korosif, asphyxia, keracunan sistematik,
kanker, kerusakan kelainan janin.
Terjadi pada petugas/ pekerja yang sering kali kontak dengan bahan kimia dan obat-
obatan seperti antibiotika. Demikian pula dengan solvent yang banyak digunakan dalam
komponen antiseptik, desinfektan dikenal sebagai zat yang paling karsinogen. Semua bahan
cepat atau lambat ini dapat memberi dampak negatif terhadap kesehatan. Gangguan kesehatan
yang paling sering adalah dermatosis kontak akibat kerja yang pada umumnya disebabkan oleh
iritasi (amoniak, dioksan) dan hanya sedikit saja oleh karena alergi (keton). Bahan toksik
(trichloroethane, tetrachloromethane) jika tertelan, terhirup atau terserap melalui kulit dapat
menyebabkan penyakit akut atau kronik, bahkan kematian. Bahan korosif (asam dan basa) akan
mengakibatkan kerusakan jaringan yang irreversible pada daerah yang terpapar.
Pencegahan :
1) Material safety data sheet (MSDS) dari seluruh bahan kimia yangada untuk
diketahui oleh seluruh petugas laboratorium.
2) Menggunakan karet isap (rubber bulb) atau alat vakum untuk mencegah
tertelannyabahan kimia dan terhirupnya aerosol.
3) Menggunakan alat pelindung diri (pelindung mata, sarung tangan, celemek, jas
laboratorium) dengan benar.
4) Hindari penggunaan lensa kontak, karena dapat melekat antara mata dan lensa.
5) Menggunakan alat pelindung pernafasan dengan benar.

Faktor Biologi
Lingkungan kerja pada Pelayanan Kesehatan favorable bagi berkembang biaknya strain
kuman yang resisten, terutama kuman-kuman pyogenic, colli, bacilli dan staphylococci, yang
bersumber dari pasien, benda-benda yang terkontaminasi, dan udara. Virus yang menyebar
melalui kontak dengan darah dan sekreta (misalnya HIV dan Hepatitis B) dapat menginfeksi
pekerja sebagai akibat kecelakaan kecil dipekerjaan, misalnya karena tergores atau tertusuk
jarum yang terkontaminasi virus.
Pencegahan :
1) Seluruh pekerja harus mendapat pelatihan dasar tentang kebersihan, epidemilogi, dan
desinfeksi.
2) Sebelum bekerja dilakukan pemeriksaan Kesehatan pekerja untuk memastikan dalam
keadaan sehat badan, punya cukup kekebalan alami untuk bekrja dengan bahan
infeksius, dan dilakukan imunisasi.
3) Melakukan pekerjaan laboratorium dengan praktek yang benar (Good Laboratory
Practice).
4) Menggunakan desinfektan yang sesuai dan cara penggunaan yang benar.
5) Sterilisasi dan desinfeksi terhadap tempat, peralatan, sisa bahan infeksius, dan
spesimen secara benar.
6) Pengelolaan limbah infeksius dengan benar.
7) Menggunakan kabinet keamanan biologis yang sesuai.
8) Kebersihan diri dari petugas.

Faktor Ergonomi/Fisiologi
Faktor ini sebagai akibat dari cara kerja, posisi kerja, alat kerja, lingkungan kerja yang
salah, dan kontruksi yang salah. Efek terhadap tubuh: kelelahan fisik, nyeri otot, deformirtas
tulang, perubahan bentuk, dislokasi, dan kecelakaan. Ergonomi sebagai ilmu, teknologi, dan seni
berupaya menyerasikan alat, cara, proses, dan lingkungan kerja terhadap kemampuan,
kebolehan, dan batasan manusia untuk terwujudnya kondisi dan lingkungan kerja yang sehat,
aman, nyaman, dan tercapai efisiensi yang setinggi-tingginya. Pendekatan ergonomi bersifat
konseptual dan kuratif, secara populer kedua pendekatan tersebut dikenal sebagai To fit the Job
to the Man and to fit the Man to the Job.
Posisi kerja yang salah dan dipaksakan dapat menyebabkan mudah lelah sehingga kerja
menjadi kurang efisien dan dalam jangka panjang dapat menyebakan gangguan fisik dan
psikologis (stress) dengan keluhan yang paling sering adalah nyeri pinggang kerja (low back
pain).

Faktor Psikologi
Faktor ini sebagai akibat organisasi kerja (tipe kepemimpinan, hubungan kerjakomunikasi,
keamanan), tipe kerja (monoton, berulang-ulang, kerjaberlebihan, kerja kurang, kerja shift, dan
terpencil).Manifestasinya berupa stress.Beberapa contoh faktor psikososial yang dapat
menyebabkan stress antara lain:
1) Pelayanan kesehatan sering kali bersifat emergency dan menyangkut
hidup mati seseorang. Untuk itu pekerja di laboratorium kesehatan di
tuntut untuk memberikan pelayanan yang tepat dan cepat disertai
dengan kewibawaan dan keramahan-tamahan
2) Pekerjaan pada unit-unit tertentu yang sangat monoton.
3) Hubungan kerja yang kurang serasi antara pimpinan dan bawahan
atau sesama teman kerja.
4) Beban mental karena menjadi panutan bagi mitra kerja di sektor
formal ataupun informal

5. Diagnosis Penyakit Akibat Kerja


Untuk dapat mendiagnosis Penyakit Akibat Kerja pada individu perlu dilakukan suatu
pendekatan sistematis untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dan
menginterpretasinya secara tepat.Pendekatan tersebut dapat disusun menjadi 7 langkah yang
dapat digunakan sebagai pedoman:
a. Menentukandiagnosis klinis
Diagnosis klinis harus dapat ditegakkan terlebih dahulu dengan memanfaatkan
fasilitas-fasilitas penunjang yang ada, seperti umumnya dilakukan untuk
mendiagnosis suatu penyakit. Setelah diagnosis klinik ditegakkan baru dapat
dipikirkan lebih lanjut apakah penyakit tersebut berhubungan dengan pekerjaan
atau tidak.
b. Menentukan pajanan yang dialami oleh tenaga kerja selama ini
Pengetahuan mengenai pajanan yang dialami oleh seorang tenaga kerja adalah
esensial untuk dapat menghubungkan suatu penyakit dengan pekerjaannya.
c. Menentukan apakah pajanan memang dapat menyebabkanpenyakit tersebut
Apakah terdapat bukti-bukti ilmiah dalam kepustakaan yang mendukung pendapat
bahwa pajanan yang dialami menyebabkan penyakit yang diderita. Jika dalam
kepustakaan tidak ditemukan adanya dasar ilmiah yang menyatakan hal tersebut
di atas, maka tidak dapat ditegakkan diagnosa penyakit akibat kerja. Jika dalam
kepustakaan ada yang mendukung,
d. Menentukan apakah jumlah pajanan yang dialami cukup besar untukdapat
mengakibatkan penyakit tersebut.
Jika penyakit yang diderita hanya dapat terjadi pada keadaan pajanan tertentu,
maka pajanan yang dialami pasien di tempat kerja menjadi penting untuk diteliti
lebih lanjut dan membandingkannya dengan kepustakaan yang ada untuk dapat
menentukan diagnosis penyakit akibat kerja.
e. Menentukan apakah ada faktor-faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi
Apakah ada keterangan dari riwayat penyakit maupun riwayat pekerjaan yang
dapat mengubah keadaan pajanannya, misalnya penggunaan APD? Riwayat
adanya pajanan serupa sebelumnya sehingga risikonya meningkat. Apakah pasien
mempunyai riwayat kesehatan (riwayat keluarga) yang mengakibatkan penderita
lebih rentan/lebih sensitif terhadap pajanan yang dialami.
f. Mencari adanya kemungkinan lain yang dapat merupakan penyebab penyakit
Apakah ada faktor lain yang dapat merupakan penyebab penyakit? Apakah
penderita mengalami pajanan lain yang diketahui dapat merupakan penyebab
penyakit? Meskipun demikian, adanya penyebab lain tidak selalu dapat digunakan
untuk menyingkirkan penyebab di tempat kerja.
g. Membuat keputusan apakah penyakit tersebut disebabkan olehpekerjaannya
Sesudah menerapkan ke enam langkah di atas perlu dibuat suatu keputusan
berdasarkan informasi yang telah didapat yang memiliki dasar ilmiah.

6. Pencegahan Penyakit Akibat Kerja


Berikut ini beberapa tips dalam mencegah penyakit kerja, diantaranya:
• Memakai alat pelindung diri secara benar dan teratur
• Mengenali resiko pekerjaan dan cegah supayah tidak terjadi lebih lanjut
• Segara akses tempat kesehatan terdekat apabila terjadi luka yang berkelanjutan
Selain itu terdapat pula beberapa pencegahan lain yang dapat
ditempuh seperti berikut ini:
a. Pencegahan Pimer – Healt Promotio
• Perilaku kesehatan
• Faktor bahaya di tempat kerja
• Perilaku kerja yang baik
• Olahraga
• Gizi
b. Pencegahan Skunder – Specifict Protectio
• Pengendalian melalui perundang-undangan
• Pengendalian administratif/organisasi: rotasi/pembatas jam kerja
• Pengendalian teknis: subtitusi, isolasi, alat pelindung diri (APD)
• Pengendalian jalur kesehatan imunisasi
c. Pencegahan Tersier
• Pemeriksaan kesehatan pra-kerja
• Pemeriksaan kesehatan berkala
• Pemeriksaan lingkungan secara berkala
• Surveilans
• Pengobatan segera bila ditemukan gangguan pada pekerja
• Pengendalian segera ditempat kerja

Selain itu terdapat pula beberapa pencegahan lain yang dapat ditempuh yaitu pemeriksaan
kesehatan.Pemeriksaan kesehatan inimeliputi:
a. Pemeriksaan sebelum penempatan
Pemeriksaan ini dilakukan sebelum seorang dipekerjakan atau ditempatkan pada pos pekerjaan
tertentu dengan ancaman terhadap kesehatan yang mungkin terjadi. Pemeriksaan fisik yang
ditunjang dengan pemeriksaan lain seperti darah, urine, radiologis, serta organ tertentu, seperti
mata dan telinga, merupakan data dasar yang sangat berguna apabila terjadi gangguan kesehatan
tenaga kerja setelah sekian lama bekerja.
b. Pemeriksaan kesehatan berkala
Pemeriksaan kesehatan berkala sebenarnya dilaksanakan dengan selang waktu teratur setelah
pemeriksaan awal sebelum penempatan. Pada medical check-up rutin tidak selalu diperlukan
pemeriksaan medis lengkap, terutama bila tidak ada indikasi yang jelas. Pemeriksaan ini juga
harus difokuskan pada organ dan sistem tubuh yang memungkinkan terpengaruh bahan-bahan
berbahaya di tempat kerja, sebagai contoh,audiometriadalah uji yang sangat penting bagi tenaga
kerja yang bekerja pada lingkungan kerja yang bising. Sedang pemerikaan radiologis dada (foto
thorax) pentinguntuk mendeteksi tenaga kerja yang berisiko menderita pneumokonosis, karena
lingkungan kerja tercemar debu.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Kelebihan dan Kekurangan Buku 1
Kelebihan Buku
• Buku ini penulis mencantumkan pengertian menurut para ahli yang menjadikan nilai
tambahan pada buku dan keakuratan pengertiannya
• Identitas pada buku ini lengkap
• Setiap bab pada buku ini terdapat daftar pusaka.
• Teori yang disampaikan penulis untuk pembaca sangat lengkap dan mudah di mengerti

Kekurangan Buku
• Adanya penjabaran penyakit akibat kerja yg kurang rinci

B. Kelebihan dan Kekurangan Buku 2


Kelebihan Buku
• Buku ini menjelaskan penyakit akibat kerja yang lebih rinci
• Penulis menjelaskan isi teori pada buku ini cukup jelas dan lengkap

Kekurangan Buku
• Identitas buku yang kurang lengkap
• Tidak adanya kesimpulan di setiap bab
• Di akhir setiap bab pada buku ini tidak ada daftar pusaka
BAB IV
PENUTUP
A.Kesimpulan
Dari kedua buku yang kami riviiew dapat disimpulkan bahwa kesehatan dan keselamatan
kerja dalam suatu pekerjaan sangat penting untuk kita pelajari dan pahami, dengan kita
mengetahui dan menerapkan kesehatan dan keselamatan kerja dalam suatu pekerjaan kita
dapat mencegah, mengendalikan, dan bisa tau cara mengobati bila kecelakaan kerja terjadi di
sekitar kita.

B.Saran
Saran saya kepada penulis agar dapat memperjelas hal yang akan di bahas dalam buku
tersebut, dan juga harus memperbaiki kesalahan dalam penulisan kata,tanda baca dan lainnya
agar kedepannya buku yang akan di keluar kan selanjutnya lebih baik dari yang sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
A2K4I, 2018. Bahan Pelatihan Ahli Muda K3 Konstruksi. LP2K3L-A2K4, Jakarta.
Erwin, M., 2008. Hukum Lingkungan Dalam System Kebijaksanaan Pembangunan Lingkungan
Hidup. Refika Aditama, Bandung.
Niniek, S., 1994. Pelestarian, Pengelolaan dan Penegakan Hukum Lingkungan. Sinar Grafika,
Jakarta.
Rothery, B., 1995. ISO 14000 and ISO 9000. Gower Publishing Limited, Vermont.
Wardana, W.A., 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan. ANDI, Yogyakarta.
AS/NZS 4801. (2001). Occupational Health And Safety Management Systems.
Adzim, HI. (2013). Penyakit Akibat Kerja.
http://sistemmanajemenkeselamatankerja.blogspot.com/2013/10/penyakit-akibat-kerja-pak.html .
11.24. 7.39
Australian Standard. (1990). Australian Standard AS 1885.1-1990: Workplace Injury and
Disease Recording Standard.
Barry S. Levy, David H. Wegman. Occupational Health :Recognizing and Preventing Work
RelatedDisease. Edisi ke-3,2006
Burberrv, Peter. (1978). Environment and Services, London: BT BtasfordLimited London.
De Vuyst P, Gevenois PA. (2002).Occupational Disesase. Eds WB Saunders, London
Direktorat Bina Kesehatan Kerja. (2008). Pedoman Tata Laksana Penyakit Akibat Kerja bagi
PetugasKesehatan. Departemen Kesehatan
Emil Salim. (1988). Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup Nomor:
KEP-02/MENKLH/I/1988 Tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan. Jakarta:
Sekretariat Kependudukan dan Lingkungan Hidup.
Endroyo,B. dan Tugino. (2007). Analisa Faktor-Faktor Penyebab Kecelakaan Kerja
Konstruksi.Jurnal Teknik Sipil dan Perencanaan.Nomor 2 vol 21-31
Heinrich, HW., Petersen, DC., Roos, NR., Hazlett, S., (1980). Industrial Accident Prevention: A
Safety Management Approach. NY: McGraw-Hill
Hinze, Jimmie. (1997). Construction Safety. NJ: Prentice-Hall.
Husni,Lalu.(2003). Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia.Jakarta: Raja Grafindo
Perkasa
OHSAS 18001. (2007). Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor 03/MEN/98TAHUN 1998
tentangTata Cara Pelaporandan Pemeriksaan Kecelakaan
Ramli,Soehatman. (2009). Pedoman Praktis Manajemen Resiko dalam Perspektif K3OHS Risk
Management. Jakarta:PT.DianRakyat
Sarwono Kusumaatmadja. (1995). Keputusan Menteri NegaraLingkungan Hidup Nomor KEP-
51/MENLH/10/1995 Tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan Industri. Jakarta:
Sekretariat Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup.
Silalahi, B. dan Silalahi,R. (1995). Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja. Pustaka
Binaman Pressindo
Silalahi. Bennet N.B. & Silalahi. Rumondang B. (1995). Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja. Seri Manajemen No.112. Cet ke3. Jakarta : PT. Pustaka Binaman Pressindo.
Soehatman Ramli. (2010). Sistem Manajemen Keselamatan & Kesehatan Kerja OHSAS 18001.
Seri Manajemen K3 01(Husjain Djajaningrat. ed). Jakarta : PT. Dian Rakyat.
Stefano III. Di & Stubberud . Williams. (1983). Feedback and Control Systems. Schaum’s
Outline Series. Singapore: McGraw – Hill Int’l Book Company.
Suara Pembaharuan. (2013). Berita. Harian : Suara Pembaharuan. Terbitan Selasa, tanggal 8
Oktober 2013.
Tarwaka.2008.KeselamatandanKesehatanKerja.Surakarta:HarapanPress
Week,J. Gregory R. Wagner, Kathleen M. Rest, Barry S. Levy. (2005). A public Health
Approach to Preventing Occupational Disesase and Injuries in Preventing Occupational Disease
and Injuries. Edisi ke-2, APHA, Washington
Winarno, F.G., (1986), Air untuk Industri Pangan, Jakarta : Penerbit PT Gramedia.

Anda mungkin juga menyukai