Anda di halaman 1dari 4

Nama :Sri Isnani

NIM : 22424299061

Topik : Koneksi Antar Materi

Mata Kuliah : Filosofi Pendidikan Indonesia

Membahas perjalanan pendidikan nasional maka tidak bisa dilepaskan dari sosok
Ki Hajar Dewantara sebagai Bapak Pendidikan Nasional, tokoh pejuang pendidikan yang
telah meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional melalui berbagai gagasan dan
pemikirannya dalam bidang pendidikan. Salah satu pemikirannya yang sangat penting
dan masih relevan hingga saat ini adalah terkait dengan konsep pendidikan yang
memerdekakan dan memberikan keleluasaan kepada peserta didik. Konsep ini lahir dari
pengamatan Ki Hajar terhadap pendidikan kolonial yang dirasakannya pada masa itu
begitu membelenggu peserta didik. “Belenggu” dalam hal ini berkaitan dengan orientasi
pendidikan yang hanya mengejar capaian “akademis” dan “kecerdasan”, sehingga
pengajaran yang diberikan tidak membebaskan dan memerdekakan siswa. Konsep
pendidikan semacam itu dalam sudut pandang Ki Hajar bersifat “materialistis” karena
hanya mengejar aspek intelektualisme saja tanpa menanamkan nilai-nilai keluhuran dan
budi pekerti pada peserta didik. Hal ini tidak terlepas dari konteks waktu saat itu dimana
pemerintah kolonial membuka kesempatan pendidikan bagi penduduk pribumi semata-
mata karena untuk menunjang kepentingan pemerintah dengan orientasi lulusannya akan
dipekerjakan sebagai tenaga administratif maupun sebagai buruh di perusahaan-
perusahaan milik Belanda.
Begitu pun ketika bangsa Indonesia sudah merdeka sistem pendidikan yang ada
masih belum bisa melepaskan diri dari sifat “belenggu” sebagai buah peninggalan
kolonialisme. Dalam hal ini, “belenggu” tersebut masih serupa berupa tuntutan-tuntutan
akademis yang harus dicapai oleh siswa. Dalam konteks tahun 1950an ketika Ki Hajar
menyampaikan gagasannya dalam pidato penganugerahan gelar Honoris Causa di UGM
Ki Hajar melihat bahwa siswa-siswa Indonesia saat itu masih dibebani oleh beragam
tuntutan akademis yang membuat siswa tidak semangat dalam bersekolah. Mulai dari
pelajaran-pelajaran yang memberatkan dan cenderung tidak disukai siswa, hingga
serangkaian ujian-ujian menyulitkan yang harus ditempuh setiap tahunnya demi
mendapat selembar ijazah. Dengan banyaknya beban akademis tersebut, pendidikan
Indonesia saat itu tidak jauh berbeda dengan pendidikan di era kolonial yang hanya
berorientasi pada pencapaian intelektual tanpa mengembangkan bakat dan potensi lain
yang dimiliki oleh masing-masing peserta didik. Oleh karena itu, Ki Hajar menilai sistem
pendidikan yang demikian selayaknya segera ditinggalkan karena tidak lagi sesuai
dengan kebutuhan dasar pendidikan Indonesia yang telah berkembang seiring pergantian
zaman.
Terkait dengan pendidikan yang harus menyeleraskan dengan kebutuhan zaman
Ki Hajar begitu menekankan bagaimana seorang pendidik harus mampu mendidik sesuai
dengan jiwa zamannya. Dalam hal ini, pembelajaran harus disesuaikan dengan konteks
perkembangan zaman karena setiap zaman memiliki cara dan gayanya yang berbeda.
Sementara itu, jika mengacu pada gagasan Ki Hajar di atas bahwa pendidikan harus
memerdekakan dan sesuai dengan jiwa zamannya, secara realita kondisi pendidikan
Indonesia saat ini belum sepenuhnya sesuai dengan apa yang diharapkan oleh Ki Hajar.
Sampai saat ini masih terdapat praktik-praktik pendidikan yang diakui masih bersifat
“membelenggu” peserta didik. Terutama jika dilihat dari segi penggunaan metode
pembelajaran.
Adapun metode pembelajaran yang cenderung bersifat membelenggu adalah
pemberian tugas sekolah yang terlalu banyak dan membebankan siswa. Di sejumlah
sekolah-sekolah di Indonesia baik yang berlokasi di kota maupun di daerah pinggiran
guru seringkali memberikan tugas yang terlampau banyak, sehingga peserta didik mau
tidak mau dituntut untuk selalu menyelesaikan tugas yang diberikan. Rutinitas sekolah
yang dipenuhi dengan berbagai tugas membuat anak didik terkungkung dalam kelas
setiap harinya, sehingga anak menjadi terpisah dari lingkungan keluarga maupun
lingkungan sosialnya karena lebih banyak menghabiskan waktu di dalam kelas.
Selain hal di atas, pendidikan di Indonesia saat ini masih terbilang
“membelenggu” karena dalam sejumlah sekolah, guru dirasa sebagai satu-satunya
penyampai informasi dalam pembelajaran (teacher center learning), sehingga tidak
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya, berargumentasi kritis
dalam kelas, memberikan saran maupun kritik terhadap sistem pendidikan yang berjalan
di sekolah terkait. Pembelajaran dengan model teacher center learning tersebut tentunya
akan membelenggu peserta didik karena hak-haknya dalam berbicara dibatasi dan peserta
pun dikekang untuk tampil berbicara di depan kelas.
Jika kelak saya menjadi guru metode dan model pembelajaran yang tidak
berpihak pada peserta didik tidak akan dipergunakan. Metode dan model yang saya
terapkan kelak lebih menekankan pada kemandirian dan keleluasaan siswa dalam belajar,
sehingga siswa nyaman dan senang bersekolah, tidak lagi dibebankan dengan berbagai
tugas-tugas yang memberatkan. Adapun sejumlah model pembelajaran yang bisa
diterapkan jika saya menjadi guru kelak diantaranya model pembelajaran berbasis
masalah (Problem Based Learning), model pembelajaran berbasi proyek (Project Based
Learning), maupun model pembelajaran berbasis penemuan (Discovery Learning).
Ketiga model di atas mampu mengembangkan potensi dan bakat, kreativitas, dan daya
kritis peserta didik. Seiring berjalannya waktu setelah dilaksanakan ketiga model
pembelajaran di atas akan terlihat manakah yang paling efeketif sesuai dengan kebutuhan
dan karakter peserta didik.
Selain menggunakan ketiga model di atas, saya juga akan menerapkan
pembelajaran yang berbasis pada persoalan-persoalan yang dekat dengan keseharian
peserta didik untuk didiskusikan di dalam kelas. Persoalan-persoalan sosial di lingkungan
sekitar peserta didik tersebut selanjunya dibahas dan dikritisi. Hal ini ditujukan agar
siswa peka dengan persoalan sehari-hari yang ada di lingkungan mereka, sehingga
peserta didik mampu belajar dan mengambil makna dari realitas permasalahan keseharian
yang dihadapi peserta didik. Melalui memberikan tugas-tugas yang bersifat kontekstual
dengan keseharian peserta didik membantu mereka untuk memahami realitas kehidupan
masyarakat yang akan dihadapinya.
Terakhir, pembelajaran yang akan saya terapkan jika saya menjadi seorang guru
kelak adalah selalu mengupayakan untuk memberikan materi, bahan ajar, maupun soal-
soal yang sesuai dengan perkembangan kognitif dan usia peserta didik, karena setiap
peserta didik memiliki kemampuannya masing-masing tidak bisa disamaratakan.
Sebagaimana yang telah ditekankan oleh Ki Hajar bahwa didiklah anak sesuai dengan
potensi, minat, dan bakat yang dimilikinya.

Anda mungkin juga menyukai