Anda di halaman 1dari 22

HADIST TENTANG TATACARA MENUNAIKAN SHALAT

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah hadits

Dosen:Nurhalimah,M.TH

Disusun oleh:

Kelompok 12

 Nurhasanah ( 20.02.0035 )
 Dhea Permata Putri Nasution ( 20.02.0049 )

PAI II-2

STAI UISU PEMATANG SIANTAR


TAHUN AKADEMIK 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis sampaikan kapada Allah SWT yang telah memberikan taufik dan
hidayah sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini.Shalawat dan salam untuk
junjungan Nabi Muhammad SAW sebagai rahmat Lil’alamin.

Saya menyadari bahwa dalam menyelesaikan makalah ini banyak mengalami kesulitan
dan hambatan.Namun demikian berkat petunjuk dan Rahmat Allah SWT dan bantuan dari
teman kelompok saya Dhea Permata Putri Nasution, akhirnya makalah ini dapat diselesaikan
sebaaimana mestinya.Maka pada kesempatan ini kami menyampaikan ucapan terimah kasih
kepada Dosen Matakuliah yaitu Nurhalimah,M.TH yang telah menjadi pendorong untuk
menyelesaikan tugas makalah ini.

Penulis mohon kritik dan saran dari Makalah ini dan semoga makalah bermanfaat
khususnya bagi penulis dan pembaca pada umumnya.Atas perhatian kami ucapkan terimah
kasih .

Pematangsiantar 15 Februari 2021


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................................................ii

BAB I......................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................................................1
a. Latar belakang.................................................................................................................................1
b. Rumusan masalah............................................................................................................................1
c. Tujuan masalah...............................................................................................................................1

BAB II.....................................................................................................................................................2
PEMBAHASAN.....................................................................................................................................2
1.1 pengertian solat............................................................................................................................2
1.2 hadits tentang tata cara sholat......................................................................................................5

BAB III..................................................................................................................................................18
PENUTUP.............................................................................................................................................18
2.1 Kesimpulan................................................................................................................................18
2.2 Saran...............................................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................19
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Banyaknya Aliran-Aliran Islam Di belahan dunia, bahkan di Negara kita yang tercinta
inipun banyak sekali Aliran-Aliran Islam. Diantara Aliran-aliran itu ada yang dianggap sesat dan
ada juga yang di anggap benar oleh para peneliti dan pemikir-pemikir Islam. Namun, semua
orang berhak berpendapat dan menjalankan Ibadahnya masing-masing, tapi jika aliran itu di
ikuti tidak sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadist maka telah di anggap sesat dan menyesatkan.

Banyaknya aliran-aliran Islam di Negara Indonesia membuat banyaknya perbedaan-


perbedaan meskipun itu juga di sandarkan pada Al-Qur’an dan Hadist. Namun, semua
perbedaan itu terlahir dari para pemikir-pemikir Aliran tersebut, membuat satu aliran dengan
aliran yang lain menjadi berbeda. Perbedaannya pun ada yang relatif kecil dan ada juga relatif
begitu besar. Sekarang coba kita perhatikan saja masalah peribadatan antar Aliran itu sendiri
sudah berbeda. Nah, latar belakang itulah yang membuat penulis ingin menulis Makalah ini.
Makalah ini bukan untuk membandingkan antar aliran, namun sekedar menjadi acuaan dan
penilaian kita masing-masing.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan Latar Belakang diatas , kami dapat merumuskan permasalahan itu,yaitu:

1. Apa Pengertian tentang solat?


2. Apakah Hadits tentang tata cara solat?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk Mengetahui Pengertian tentang Solat?
2. Untuk Mengetahui Hadits tentang Tata cara shalat
BAB II
PEMBAHASAN

1.1 PENGERTIAN SOLAT


Salat (pengucapan bahasa Indonesia: [salat]; bahasa Arab: ‫صاَل ة‬َّ ‫ ٱل‬aṣ-ṣalāh, bahasa Arab:
َ
‫صل َوات‬َّ ‫ ٱل‬aṣ-ṣalawāt; disebut juga: solat, sholat, shalat) merujuk kepada ibadah pemeluk agama
Islam.

Menurut syariat Islam, praktik salat harus sesuai dengan segala petunjuk tata cara Nabi
Muhammad sebagai figur pengejawantah perintah Allah.[1] Umat muslim diperintahkan untuk
mendirikan salat karena menurut Surah Al-'Ankabut dapat mencegah perbuatan keji dan
mungkar.

"...dirikanlah salat, sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan
mungkar, dan sesungguhnya mengingat Allah (salat) adalah lebih besar (keutamaannya dari
ibadat-ibadat yang lain)." ( Al-'Ankabut 29:45).

Secara bahasa salat berasal dari bahasa Arab yang memiliki arti, ibadah. Sedangkan,
menurut istilah, salat bermakna serangkaian kegiatan ibadah khusus atau tertentu yang dimulai
dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam.

Dalam banyak hadis, Nabi Muhammad telah memberikan peringatan keras kepada orang
yang suka meninggalkan salat wajib, mereka akan dihukumi menjadi kafir dan mereka yang
meninggalkan salat maka pada hari kiamat akan disandingkan bersama dengan orang-orang,
seperti Qarun, Fir'aun, Haman dan Ubay bin Khalaf.

A. Hukum salat

dapat dikategorisasikan sebagai berikut:

 Fardhu

Salat fardhu ialah salat yang diwajibkan untuk mengerjakannya. Salat fardhu terbagi lagi
menjadi dua, yaitu:

1. Fardu ain adalah kewajiban yang diwajibkan kepada mukalaf langsung berkaitan dengan
dirinya dan tidak boleh ditinggalkan ataupun dilaksanakan oleh orang lain, seperti salat lima
waktu, dan salat Jumat (fardhu 'ain untuk pria).
2. Fardu kifayah adalah kewajiban yang diwajibkan kepada mukalaf tidak langsung berkaitan
dengan dirinya. Kewajiban itu menjadi sunnah setelah ada sebagian orang yang
mengerjakannya. Akan tetapi bila tidak ada orang yang mengerjakannya maka kita wajib
mengerjakannya dan menjadi berdosa bila tidak dikerjakan, seperti salat jenazah.

 Salat sunah

Salat sunnah (salat nafilah) adalah salat-salat yang dianjurkan atau disunnahkan akan tetapi
tidak diwajibkan. Salat nafilah terbagi lagi menjadi dua, yaitu:

1. Nafil muakkad adalah salat sunah yang dianjurkan dengan penekanan yang kuat (hampir
mendekati wajib), seperti salat dua hari raya, salat sunah witir dan salat sunah thawaf.
2. Nafil ghairu muakkad adalah salat sunah yang dianjurkan tanpa penekanan yang kuat,
seperti salat sunah Rawatib dan salat sunah yang sifatnya insidentil (tergantung waktu
dan keadaan, seperti salat kusuf/khusuf hanya dikerjakan ketika terjadi gerhana).

B. Syarat-syarat salat

Syarat-syarat salat adalah hal-hal yang harus dipenuhi sebelum salat ditunaikan.yaitu

1. Beragama Islam
2. Sudah balig
3. Berakal sehat
4. Suci dari hadas dan najis
5. Menghadap kiblat
6. Mengetahui masuknya waktu salat
7. Mengerti syarat, rukun, dan sunah salat.

C. Rukun solat

Rukun salat adalah setiap perkataan atau perbuatan yang akan membentuk hakikat salat.
Jika salah satu rukun ini tidak ada, maka salat pun tidak teranggap secara syar’i dan juga tidak
bisa diganti dengan sujud sahwi.

Yaitu:

 Berdiri bagi yang mampu


 niat dalam hati
 Takbiratul ihram
 Membaca surat Al Fatihah pada tiap rakaat
 Rukuk dan tuma’ninah.
 Iktidal setelah rukuk dan tumakninah
 Sujud dua kali dengan tumakninah
 Duduk antara dua sujud dengan tumakninah
 Duduk tasyahud akhir
 membaca tasyahud akhir
 Membaca salawat nabi pada tasyahud akhir
 Membaca salam yang pertama
 Tertib melakukan rukun secara berurutan
1.2 HADITS TENTANG TATA CARA SHOLAT

1. Niat
Niat berarti menyengaja untuk sholat, menghambakan diri kepada Allah Ta’ala semata,
serta menguatkannya dalam hati.

Hadits tentang niat:


Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Semua amal tergantung pada niatnya dan setiap orang akan mendapat (balasan)
sesuai dengan niatnya.” (HR. Bukhari, Muslim dan lain-lain. Baca Al Irwa’, hadits no.
22).

Niat tidak dilafadzkan Dan tidaklah disebutkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan
tidak pula dari salah seorang sahabatnya bahwa niat itu dilafadzkan. Abu Dawud bertanya
kepada Imam Ahmad. Dia berkata, “Apakah orang sholat mengatakan sesuatu sebelum dia
takbir?” Imam Ahmad menjawab, “Tidak.” (Masaail al Imam Ahmad hal 31 dan Majmuu’ al
Fataawaa XXII/28).

AsSuyuthi berkata, “Yang termasuk perbuatan bid’ah adalah was-was (selalu ragu)
sewaktu berniat sholat. Hal itu tidak pernah diperbuat oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
maupun para shahabat beliau. Mereka dulu tidak pernah melafadzkan niat sholat sedikitpun
selain hanya lafadz takbir.” Asy Syafi’i berkata, “Was-was dalam niat sholat dan dalam thaharah
termasuk kebodohan terhadap syariat atau membingungkan akal.” (Lihat al Amr bi al Itbaa’ wa
al Nahy ‘an al Ibtidaa’).

2.Berdiri
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengerjakan sholat fardhu atau sunnah berdiri
karena memenuhi perintah Allah dalam QS. Al Baqarah : 238. Apabila bepergian, beliau
melakukan sholat sunnah di atas kendaraannya. Beliau mengajarkan kepada umatnya agar
melakukan sholat khauf dengan berjalan kaki atau berkendaraan.

٢٣٨﴿ َ‫صاَل ِة ْال ُو ْسطَ ٰى َوقُو ُموا هَّلِل ِ قَانِتِين‬ َّ ‫﴾ َحافِظُوا َعلَى ال‬
ِ ‫صلَ َوا‬
َّ ‫ت َوال‬
“Peliharalah semua sholat(mu) dan (periharalah) sholat wustha dan berdirilah karena
Allah dengan khusyu’. (QS. Al Baqarah : 238-239).
Di antara rukun-rukun itu salah satunya adalah berdiri. Berdiri adalah satu kewajiban yang
harus dilakukan ketika seseorang melaksanakan ibadah shalat. Juga berarti bahwa shalat
dikatakan sah apabila dilakukan dengan berdiri.

Hal ini ditetapkan oleh para ulama dengan berdasar kepada sabda Rasulullah SAW ketika
sahabat Imran bin Hushain yang terkena sakit wasir bertanya perihal bagaimana shalatnya.

Hadits tentang berdiri

Beliau bersabda sebagai berikut:

ٍ ‫ فَِإ ْن لَ ْم تَ ْست َِط ْع فَ َعلَى َج ْن‬،‫ فَِإ ْن لَ ْم تَ ْستَ ِط ْع فَقَا ِعدًا‬،‫ص ِّل قَاِئ ًما‬
‫ب‬ َ

Artinya, “Lakukanlah shalat dengan berdiri. Bila kau tak mampu, maka dengan duduk. Bila kau
tak mampu juga, maka dengan tidur miring,” (HR Imam Bukhari).

3. Menghadap Kiblat/ Ka’bah


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bila berdiri untuk sholat fardhu atau sholat sunnah,
beliau menghadap Ka’bah. Beliau memerintahkan berbuat demikian sebagaimana sabdanya
kepada orang yang sholatnya salah:

Hadits tentang menghadap kiblat/ka’bah:


“Bila engkau berdiri untuk sholat, sempurnakanlah wudhu’mu, kemudian
menghadaplah ke kiblat, lalu bertakbirlah.” (HR. Bukhari, Muslim dan Siraj).

Tentang hal ini telah turun pula firman Allah dalam Surah Al Baqarah : 115:

ِ ‫ِإ َّن هَّللا َ َو‬  ِۚ ‫فََأ ْينَ َما تُ َو ُّلوا فَثَ َّم َوجْ هُ هَّللا‬  ۚ ُ‫ق َو ْال َم ْغ ِرب‬
١١٥﴿ ‫اس ٌع َعلِي ٌم‬ ُ ‫﴾ َوهَّلِل ِ ْال َم ْش ِر‬
Artinya :”Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka ke manapun kamu
menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi
Maha Mengetahui”. (QS. Al-Baqarah : 115)
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah sholat menghadap Baitul Maqdis, hal ini terjadi
sebelum turunnya firman Allah (QS.Al-Baqarah [2]:144)

ُ ‫ َو َحي‬  ۚ‫ط َر ْال َم ْس ِج ِد ْال َح َر ِام‬


‫ْث َما ُكنتُ ْم فَ َولُّوا‬ ْ ‫ك َش‬
َ َ‫فَ َو ِّل َوجْ ه‬  ۚ‫ضاهَا‬ َ َّ‫فَلَنُ َولِّيَن‬  ۖ‫ب َوجْ ِهكَ فِي ال َّس َما ِء‬
َ ْ‫ك قِ ْبلَةً تَر‬ َ ‫قَ ْد نَ َر ٰى تَقَ ُّل‬
١٤٤﴿ َ‫ َو َما هَّللا ُ بِغَافِ ٍل َع َّما يَ ْع َملُون‬  ۗ‫ق ِمن َّربِّ ِه ْم‬ َ ‫وَِإ َّن الَّ ِذينَ ُأوتُوا ْال ِكت‬  ُۗ‫ط َره‬
ُّ ‫َاب لَيَ ْعلَ ُمونَ َأنَّهُ ْال َح‬ ْ ‫﴾ ُوجُوهَ ُك ْم َش‬

(144) Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit , maka sungguh
Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke
arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke
arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab
(Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah
benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.
(QS.Al-Baqarah : 144)

Setelah ayat ini turun beliau sholat menghadap Ka’bah. Pada waktu sholat subuh kaum
muslim yang tinggal di Quba’ kedatangan seorang utusan Rasulullah untuk menyampaikan
berita, ujarnya,“Sesungguhnya semalam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mendapat
wahyu, beliau disuruh menghadap Ka’bah. Oleh karena itu, (hendaklah) kalian menghadap ke
sana.” Pada saat itu mereka tengah menghadap ke Syam (Baitul Maqdis). Mereka lalu berputar
(imam mereka memutar haluan sehingga ia mengimami mereka menghadap kiblat). (HR.
Bukhari, Muslim, Ahmad, Siraj, Thabrani, dan Ibnu Sa’ad. Baca Kitab Al Irwa’, hadits No. 290).

4 . Takbiratul ihram
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam selalu memulai sholatnya (dilakukan hanya sekali ketika
hendak memulai suatu sholat) dengan takbiratul ihrom yakni mengucapkan  ‫اَ ْكبَر‬
‫هللَا‬ “ALLAHUAKBAR“(Allah Maha Besar)di awal sholat dan beliau pun pernah memerintahkan
seperti itu kepada orang yang sholatnya salah. Beliau bersabda kepada orang itu:

Hadits tentang takbiratul ihram:


“Sesungguhnya sholat seseorang tidak sempurna sebelum dia berwudhu’ dan
melakukan wudhu’ sesuai ketentuannya, kemudian ia mengucapkan Allahu Akbar.”
(Hadits diriwayatkan oleh Al Imam Thabrani dengan sanad shahih).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Apabila engkau hendak mengerjakan sholat, maka sempurnakanlah wudhu’mu terlebih


dahulu kemudian menghadaplah ke arah kiblat, lalu ucapkanlah takbiratul ihrom.”(Muttafaqun
‘alaihi).

Takbirotul ihrom tersebut harus diucapkan dengan lisan (bukan diucapkan di dalam hati).

Muhammad Ibnu Rusyd berkata, “Adapun seseorang yang membaca dalam hati, tanpa
menggerakkan lidahnya, maka hal itu tidak disebut dengan membaca. Karena yang disebut
dengan membaca adalah dengan melafadzkannya di mulut.”

An-Nawawi berkata, “…adapun selain imam, maka disunnahkan baginya untuk tidak
mengeraskan suara ketika membaca lafadz tabir, baik apakah dia sedang menjadi makmum
atau ketika sholat sendiri. Tidak mengeraskan suara ini jika dia tidak menjumpai rintangan,
seperti suara yang sangat gaduh. Batas minimal suara yang pelan adalah bisa didengar oleh
dirinya sendiri jika pendengarannya normal. Ini berlaku secara umum baik ketika membaca
ayat-ayat al Qur-an, takbir, membaca tasbih ketika ruku’, tasyahud, salam dan doa-doa dalam
sholat baik yang hukumnya wajib maupun sunnah…” beliau melanjutkan, “Demikianlah nash
yang dikemukakan Syafi’i dan disepakati oleh para pengikutnya.

Asy Syafi’i berkata dalam al Umm, ‘Hendaklah suaranya bisa didengar sendiri dan orang
yang berada disampingnya. Tidak patut dia menambah volume suara lebih dari ukuran itu.’.” (al
Majmuu’ III/295).

5. Mengangkat Kedua Tangan


Disunnahkan mengangkat kedua tangannya setentang bahu ketika bertakbir dengan
merapatkan jari-jemari tangannya, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin
Umar radiyallahu anhuma, ia berkata:

“Rasulullah shallallahu alaihi wasallam biasa mengangkat kedua tangannya setentang


bahu jika hendak memulai sholat, setiap kali bertakbir untuk ruku’ dan setiap kali
bangkit dari ruku’nya.”(Muttafaqun ‘alaihi).

Atau mengangkat kedua tangannya setentang telinga, berdasarkan hadits riwayat Malik
bin Al-Huwairits radhiyyallahu anhu, ia berkata:
Hadits tentang mengangkat kedua tangan :
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam biasa mengangkat kedua tangannya
setentang telinga setiap kali bertakbir (didalam sholat).” (HR. Muslim).

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Ibnu Khuzaimah, Tamam dan
Hakim disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengangkat kedua tangannya
dengan membuka jari-jarinya lurus ke atas (tidak merenggangkannya dan tidak pula
menggengamnya). (Shifat Sholat Nabi).

6.      Bersedekap

Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam meletakkan tangan kanan di atas tangan
kirinya (bersedekap). Beliau bersabda:
Hadits tentang bersedekap :
“Kami, para nabi diperintahkan untuk segera berbuka dan mengakhirkan sahur serta
meletakkan tangan kanan pada tangan kiri (bersedekap) ketika melakukan
sholat.”(Hadits diriwayatkan oleh Al Imam Ibnu Hibban dan Adh Dhiya’ dengan sanad
shahih).

Dalam sebuah riwayat pernah beliau melewati seorang yang sedang sholat, tetapi orang ini
meletakkan tangan kirinya pada tangan kanannya, lalu beliau melepaskannya, kemudian orang
itu meletakkan tangan kanannya pada tangan kirinya. (Hadits riwayat Ahmad dan Abu Dawud
dengan sanad yang shahih).

Meletakkan atau menggenggam

Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam meletakkan lengan kanan pada punggung telapak
kirinya, pergelangan dan lengan kirinya

berdasar hadits dari Wail bin Hujur: “Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertakbir
kemudian meletakkan tangan kanannya di atas telapak tangan kiri, pergelangan tangan kiri atau
lengan kirinya.” (Hadits diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud, Nasa’i, Ibnu Khuzaimah, dengan
sanad yang shahih dan dishahihkan pula oleh Ibnu Hibban, hadits no. 485).

Beliau terkadang juga menggenggam pergelangan tangan kirinya dengan tangan kanannya,
berdasarkan hadits Nasa’i dan Daraquthni: “Tetapi beliau terkadang menggenggamkan jari-jari
tangan kanannya pada lengan kirinya.” (sanad shahih).  Bersedekap di dad

Menyedekapkan tangan di dada adalah perbuatan yang benar menurut sunnah berdasarkan
hadits: “Beliau meletakkan kedua tangannya di atas dadanya.” (Hadits diriwayatkan oleh Al
Imam Abu Dawud, Ibnu Khuzaimah, Ahmad dari Wail bin Hujur).

Cara-cara yang sesuai sunnah ini dilakukan oleh Imam Ishaq bin Rahawaih. Imam Mawarzi
dalam Kitab Masa’il, halaman 222 berkata: “Imam Ishaq meriwayatkan hadits secara mutawatir
kepada kami…. Beliau mengangkat kedua tangannya ketika berdo’a qunut dan melakukan
qunut sebeluim ruku’. Beliau menyedekapkan tangannya berdekatan dengan teteknya.”
Pendapat yang semacam ini juga dikemukakan oleh Qadhi ‘Iyadh al Maliki dalam bab
Mustahabatu ash Sholat pada Kitab Al I’lam, beliau berkata: “Dia meletakkan tangan kanan
pada punggung tangan kiri di dada.”

7.      Memandang Tempat Sujud


Pada saat mengerjakan sholat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menundukkan
kepalanya dan mengarahkan pandangannya ke tempat sujud. Hal ini didasarkan pada hadits
yang diriwayatkan oleh Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha:

Hadits tentang memandang tempat sujud:


“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak mengalihkan pandangannya dari tempat
sujud (di dalam sholat).” (HR. Baihaqi dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani).

Larangan menengadah ke langit:


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang keras menengadah ke langit (ketika
sholat). Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda: “Hendaklah sekelompok orang benar-benar menghentikan
pandangan matanya yang terangkat ke langit ketika berdoa dalam sholat atau
hendaklah mereka benar-benar menjaga pandangan mata mereka.”(HR. Muslim, Nasa’i
dan Ahmad).

Rasulullah juga melarang seseorang menoleh ke kanan atau ke kiri ketika sholat, beliau
bersabda: “Jika kalian sholat, janganlah menoleh ke kanan atau ke kiri karena Allah akan
senantiasa menghadapkan wajah-Nya kepada hamba yang sedang sholat selama ia tidak
menoleh ke kanan atau ke kiri.”(HR. Tirmidzi dan Hakim).

Dalam Zaadul Ma’aad ( I/248 ) disebutkan bahwa makruh hukumnya orang yang sedang
sholat menolehkan kepalanya tanpa ada keperluan. Ibnu Abdil Bar berkata, “Jumhur ulama
mengatakan bawa menoleh yang ringan tidak menyebabkan shalat menjadi rusak.”

Juga dimakruhkan shalat dihadapan sesuatu yang bisa merusak konsentrasi atau di tempat
yang ada gambar-gambarnya, diatas sajadah yang ada lukisan atau ukiran, dihadapan dinding
yang bergambar dan sebagainya.

8. Rukuk
Rukuk atau Ruku' (bahasa Arab:‫ )رکوع‬merupakan bagian dari salat yang berarti
membungkukkan badan hingga jari-jarinya menyentuh lutut. rukuk secara leksikal adalah
membungkukkan dan menundukkan kepala dan menurut istilah syar'i bermakna
membungkukkan badan bagi orang-orang yang salat hingga jari-jari tangannya menyentuh
lutut.

 rukuk sebagai simbol dari ubudiyah dan salat yang diisyaratkan dalam 10 ayat Al-Qur'an,


َ ‫یا َأیهَا الَّذینَ آ َمنُوا ارْ کعُوا َو ا ْس ُجدُوا َو ا ْعبُدُوا َربَّک ْم َو ا ْف َعلُوا ْالخ‬ "Hai
seperti ayat 77 Surah Al-Hajj  َ‫َیر لَ َعلَّک ْم تُ ْفلِحُون‬
orang-orang yang beriman, rukuklah, sujudlah, sembahlah Tuhanmu, dan perbuatlah kebaikan,
supaya kamu mendapat kemenangan"  Dalam riwyat-riwayat Ahlulbait as juga ditegaskan
tentang kedudukan penting rukuk dan anjuran untuk memperlama rukuk kecuali dalam Salat
Jamaah.

rukuk, di samping bagian dari kewajiban salat, juga merupakan rukun salat dan dalam setiap
rakaat apakah salat wajib ataukah mustahab, rukuk dilakukan sekali. Salat Ayat memiliki lima
rukuk.  Rukun-rukun salat adalah bagian-bagian salat yang jika pelaku salat meninggalkan atau
menambahkannya baik sengaja ataukah karena lupa, maka akan membatalkan salat. Sebagian
ulama-ulama terdahulu, membedakan antara dua rakaat pertama dan dua rakaat terakhir dan
berkata bahwa pada dua rakaat terakhir, jika pelaku salat ingat bahwa ia tidak ruku setelah
dua sujud, maka ia harus kembali dan melaksanakan rukuk dan sujud kembali dan dalam hal ini
salatnya adalah benar.

Hadits tentang rukuk:

َ ‫ه وإذا ر َكع أم َكن ي َد ْي ِه ِمن رُكبتَ ْي ِه ث َّم‬°ِ ‫رَأ ْيتُه إذا كبَّر ج َعل ي َد ْي ِه َح ْذ َو َمن ِكبَ ْي‬
َ َ‫هصر ظ‬
‫هره‬

"Aku melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika bertakbir, beliau menjadikan kedua
tangannya sejajar dengan pundak, lalu membungkukkan badannya”. [HSR. Bukhari no.828,
Ibnu Hibban no.1869 dan lain-lain]

9.      Membaca Do’a Iftitah


Doa itiftah yang dibaca oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bermacam-macam. Dalam doa
iftiftah tersebut beliau shallallahu ‘alaihi wasallam mengucapkan pujian, sanjungan dan kalimat
keagungan untuk Allah. Rasulullah pernah memerintahkan hal ini kepada orang yang salah
melakukan sholatnya dengan sabdanya:

Hadits tentang membaca do’a iftitah:

“Tidak sempurna sholat seseorang sebelum ia bertakbir, mengucapkan pujian,


mengucapkan kalimat keagungan (doa istiftah), dan membaca ayat-ayat al Qur-an yang
dihafalnya…”(HR. Abu Dawud dan Hakim, disahkan oleh Hakim, disetujui oleh Dzahabi).

Adapun bacaan doa istiftah yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam diantaranya
adalah:

“allahuumma ba’id bainii wa baina khathaayaaya kamaa baa’adta bainal masyriqi wal
maghribi, allaahumma naqqinii min khathaayaaya kamaa yunaqqats tsaubul abyadhu minad
danas. Allaahummaghsilnii min khathaayaaya bil maa’i wats tsalji wal baradi”

Atau kadang-kadang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga membaca dalam sholat
fardhu:

“wajjahtu wajhiya lilladzii fataras samaawaati wal ardha haniifan [musliman] wa maa ana
minal musyrikiin. Inna sholatii wanusukii wamahyaaya wamamaatii lillahi rabbil ‘alamiin. Laa
syariikalahu wabidzalika umirtu wa ana awwalul muslimiin. Allahumma antal maliku, laa ilaaha
illa anta [subhaanaka wa bihamdika] anta rabbii wa ana ‘abduka, dhalamtu nafsii,
wa’taraftu bidzambi, faghfirlii dzambi jamii’an, innahu laa yaghfirudz dzunuuba illa anta.
Wahdinii li ahsanil akhlaaqi laa yahdii li ahsanihaa illa anta, washrif ‘annii sayyi-ahaa laa yashrifu
‘annii sayyi-ahaa illa anta labbaika wa sa’daika, wal khairu kulluhu fii yadaika wasy syarrulaisa
ilaika. [wal mahdiyyu man hadaita]. Ana bika wa ilaika [laa manjaa walaa malja-a minka illa
ilaika. Tabaarakta wa ta’aalaita astaghfiruka waatuubu ilaika”

10. Membaca Ta’awudz


Membaca doa ta’awwudz adalah disunnahkan dalam setiap raka’at, sebagaimana firman
Allah ta’ala: “Apabila kamu membaca al Qur-an hendaklah kamu meminta perlindungan kepada
Allah dari syaitan yang terkutuk.” (An Nahl : 98).

Dan pendapat ini adalah yang paling shahih dalam madzhab Syafi’i dan diperkuat oleh Ibnu
Hazm (Lihat al Majmuu’ III/323 dan Tamaam al Minnah 172-177).

Nabi biasa membaca ta’awwudz yang berbunyi:

“A’uudzubillahi minasy syaithaanir rajiim min hamazihi wa nafkhihi wanaftsihi’’

Atau
“a’uuzubillahis samii’il aliim minasy syaithaanir rajiim…”

11.  Membaca Al-Fatihah

Surah Al-Fatihah ;

 Membaca “Basmallah” dengan tidak bersuara di dalam sholat yang dikeraskan bacaan
ayat Al-Qur’annya menurut riwayat (HR. Al-Bukhari, Muslim, Abu ‘Awanah, At-Thahawi dan
Ahmad).

 Hukum Membaca Al-Fatihah

Membaca Al-Fatihah merupakan salah satu dari sekian banyak rukun sholat, jadi kalau
dalam sholat tidak membaca Al-Fatihah maka tidak sah sholatnya berdasarkan Sabda Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang artinya):

Hadits tentang membaca surah al-fatihah:


“Tidak dianggap sholat (tidak sah sholatnya) bagi yang tidak membaca Al-Fatihah”
(Hadits Shahih dikeluarkan oleh Al-Jama’ah: yakni Al-Imam Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud,
At-Tirmidzi, An-Nasa-i dan Ibnu Majah).

“Barangsiapa yang sholat tanpa membaca Al-Fatihah maka sholatnya buntung, sholatnya
buntung, sholatnya buntung…tidak sempurna” (Hadits Shahih dikeluarkan oleh Al-Imam
Muslim dan Abu ‘Awwanah).

 Kapan Kita Wajib Membaca Surat Al-Fatihah

Jelas bagi kita kalau sedang sholat sendirian (munfarid) maka wajib untuk membaca Al-
Fatihah, begitu pun pada sholat jama’ah ketika imam membacanya secara sirr (tidak
diperdengarkan) yakni pada sholat Dhuhur, ‘Ashr, satu roka’at terakhir sholat Mahgrib dan dua
roka’at terakhir sholat ‘Isyak, maka para makmum wajib membaca surat Al-Fatihah tersebut
secara sendiri-sendiri secara sirr (tidak dikeraskan).

 Lantas bagaimana kalau imam membaca secara keras…?

Tentang ini Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa pernah Rasulullah melarang makmum
membaca surat dibelakang imam kecuali surat Al-Fatihah: “Betulkah kalian tadi membaca
(surat) dibelakang imam kalian?” Kami menjawab: “Ya, tapi dengan cepat wahai Rasulallah.”
Berkata Rasul: “Kalian tidak boleh melakukannya..

 Membaca Amin
Bacaannya Adalah :
‫آمين‬
 Hukum Bagi Imam:
Membaca amin disunnahkan bagi imam sholat.

Dari Abu hurairah, dia berkata: “Dulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, jika selesai
membaca surat Ummul Kitab (Al-Fatihah) mengeraskan suaranya dan membaca amin.” (Hadits
dikeluarkan oleh Imam Ibnu Hibban, Al-Hakim, Al-Baihaqi, Ad-Daraquthni dan Ibnu Majah, oleh
Al-Albani dalam Al-Silsilah Al-Shahihah dikatakan sebagai hadits yang berkualitas shahih).

Bila Nabi selesai membaca Al-Fatihah (dalam sholat), beliau mengucapkan amiin dengan
suara keras dan panjang.” (Hadits shahih dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Abu Dawud)

Hadits tersebut mensyari’atkan para imam untuk mengeraskan bacaan amin, demikian
yang menjadi pendapat Al-Imam Al-Bukhari, As-Syafi’i, Ahmad, Ishaq dan para imam fikih
lainnya. Dalam shahihnya Al-Bukhari membuat suatu bab dengan judul ‘baab jahr al-imaan bi
al-ta-miin’ (artinya: bab tentang imam mengeraskan suara ketika membaca amin). Didalamnya
dinukil perkataan (atsar) bahwa Ibnu Al-Zubair membaca amin bersama para makmum sampai
seakan-akan ada gaung dalam masjidnya.

Juga perkataan Nafi’ (maula Ibnu Umar): Dulu Ibnu Umar selalu membaca aamiin dengan
suara yang keras. Bahkan dia menganjurkan hal itu kepada semua orang. Aku pernah
mendengar sebuah kabar tentang anjuran dia akan hal itu.”

 Hukum Bagi Makmum:

Dalam hal ini ada beberapa petunjuk dari Nabi (Hadits), atsar para shahabat dan perkataan
para ulama.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Jika imam membaca amiin maka hendaklah
kalian juga membaca amiin.”

Hal ini mengisyaratkan bahwa membaca amiin itu hukumnya wajib bagi makmum.
Pendapat ini dipertegas oleh Asy-Syaukani. Namun hukum wajib itu tidak mutlak harus
dilakukan oleh makmum. Mereka baru diwajibkan membaca amiin ketika imam juga
membacanya. Adapun bagi imam dan orang yang sholat sendiri, maka hukumnya hanya
sunnah. (lihat Nailul Authaar, II/262).

“Bila imam selesai membaca ghoiril maghdhuubi ‘alaihim waladhdhooolliin, ucapkanlah amiin
[karena malaikat juga mengucapkan amiin dan imam pun mengucapkan amiin]. Dalam riwayat
lain: “(apabila imam mengucapkan amiin, hendaklah kalian mengucapkan amiin) barangsiapa
ucapan aminnya bersamaan dengan malaikat, (dalam riwayat lain disebutkan: “bila seseorang
diantara kamu mengucapkan amin dalam sholat bersamaan dengan malaikat dilangit
mengucapkannya), dosa-dosanya masa lalu diampuni.” (Hadits dikeluarkan oleh Al-Imam Al-
Bukhari, Muslim, An-Nasa-i dan Ad-Darimi)

Syaikh Al-Albani mengomentari masalah ini sebagai berikut:

“Aku berkata: Masalah ini harus diperhatikan dengan serius dan tidak boleh diremehkan
dengan cara meninggalkannya.

tetapi Wajib bagi seorang Muslim jika akan melaksanakan shalat hendaknya dalam keadaan
suci dari hadats besar (junub, haidh atau nifas) dan hadats kecil (keluar sesuatu dari lubang
qubul atau dubur), kemudian berdiri untuk shalat. Dalam shalat fardhu dan sunnah, Rosululloh
me-lakukannya sambil berdiri sesuai dengan perintah Alloh   dalam al-Qur’an: “Berdirilah untuk
Alloh (dalam shalat kalian)dengan khusyu’.” (QS. al-Baqarah [2]: 238) Sedangkan bagi orang
sakit yang tidak mampu berdiri, ia boleh shalat sambil duduk, dan bila tidak mampu juga, maka
ia boleh mengerjakannya dengan berbaring.  Rosululloh   bersabda: (( ،‫ فَِإ ْن لَ ْم تَ ْستَ ِط ْع فَقَا ِعدًا‬،‫صلِّ قَاِئ ًما‬
َ
ْ َ َ َ ْ َ
ٍ ‫“ )) فِإن ل ْم تَ ْست َِط ْع ف َعلى َجن‬Shalatlah sambil berdiri. Bila tidak bisa, sambil duduk. Bila tidak mampu,
‫ب‬
maka boleh dengan berbaring di atas lambung.” (HR. al-Bukhari, Abu Dawud dan Ahmad) 
Sutrah (Pembatas) Disyariatkan di depan orang shalat ada sutrah (pem-batas shalat). Apabila ia
shalat di tempat terbuka dan tidak ada sesuatu sebagai pembatas (di depan tempat shalat),
maka hendaknya menancapkan tombak atau media lainnya di depannya. Kemudian shalat
menghadap pembatas itu, sedangkan orang-orang yang bermakmum.

Sajdah (Bahasa Arab: ‫ )سجدة‬atau sujud (Bahasa Arab: ‫ )سجود‬merupakan kata Arab yang


dapat disamaartikan dengan perbuatan menempatkan dahi, hidung, kedua telapak tangan,
kedua lutut, dan kedua ujung kaki pada kondisi serentak di lantai dengan tujuan tertentu
karena Allah pada waktu dan saat-saat tertentu. Ketika sujud, Muslim diwajibkan membaca
bacaan tertentu dalam perbuatannya itu.

Definisi sujud ini bisa disejajarkan dengan kewajiban bersujud yang telah diperintahkan Allah
dan RasulNya. Sabda Rasullullah s.a.w. yang berarti:

Aku diperintah (oleh Allah) bahwa aku sujud di atas tujuh anggota, di atas dahi dan diisyarat
dengan tangannya di atas hidungnya, dan dua tangan dan dua lutut dan perut-perut anak jari
dua kaki. (Hadis Muttafaqun Alaih)

alat mengetahui dosanya, maka bila ia harus berdiri selama empat puluh (hari, bulan atau
tahun) justru lebih baik baginya dari-pada ia harus melintasinya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).

12. Duduk diantara dua sujud


Setiap rukun sholat berikut doanya mempunyai nilai filosofi yang sangat dalam. Sayangnya,
acapkali kita tidak mencoba memaknainya.

Di antara rukun sholat tersebut adalah duduk di antara dua sujud. Doa yang dianjurkan dibaca
ketika duduk di antara dua sujud. Duduk di antara dua sujud adalah gerakan yang dilakukan
setelah sujud pertama. Duduk di antara dua sujud merupakan rukun sholat. Cara duduk di
antara dua sujud yang dicontohkan oleh Rasullah SAW adalah dengan membentangkan kaki
kirinya, lalu ia duduk di atas telapak kaki kirinya itu

Hadits duduk diantara dua sujud:


Dalam hadist al musi' shalatahu dari Rifa'ah bin Rafi radhiallahu'anhu di dalamnya
disebutkan:

Artinya: "...kemudian Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam sujud sampai anggota badannya


menempati tempatnya, kemudian mengucapkan "Allahu Akbar". Kemudian mengangkat
kepalanya (bangun dari sujud) sampai ke posisi duduk" (HR. Abu Daud no. 857, dishahihkan
Al Albani dalam Ashl Sifati Shalatin Nabi).

Rasulullah SAW apabila bangun dari sujud, maka beliau membaca takbir. Setelah bangkit dari
sujudnya, Rasulullah SAW pun melakukan duduk dengan tenang.

Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda:

"Tidak sempurna sholat seseorang hingga dia sujud sampai ruas tulang belakangnya mapan,
kemudian mengucapkan "Allahu Akbar" kemudian mengangkat kepalanya (bangkit dari
sujud) hingga duduk dengan tegak." (HR Abu Dawud No. 857).

13. Duduk Tasyahud Akhir.


Tahiyat akhir merupakan tasyahud yang akan mengakhiri sholat, sebelum salam. Pada
dasarnya, bacaan tahiyat akhir sama dengan tahiyat awal, seperti tahiyat, syahadat, dan
shalawat. Hanya saja, ada tambahan bacaan, yakni doa-doa lain untuk kebaikan seseorang di
dunia dan di akhirat.

Hadits Duduk tasyahud akhir

“Nabi Shallallahu alaihi wasallam, jika duduk dalam sholat di dua rakaat pertama, beliau
duduk diatas kaki kirinnya dan menegakan kaki kanannya, Tetapi apabila di rakaat terakhir
beliau mengeluarkan kaki kirinnya dan menegakan kaki kanan dan duduk dilantai”. (HR.
Bukhari no 828 & Muslim no 226).

Apabila kita melakukan tasyahud maka hendaknnya kita mengacungkan jari tulunjuk kita dan
mengarahkannya ke arah kiblat, serta penglihatan mata kita arahkan ke ujung jari telunjuk, hal
ini berdasarkan hadist Ibnu umar radhiyallahu ‘anhumam bahwa,

‫ببصره إليها‬
ِ ‫وأشار بُأصبُ ِعه الَّتي تلي اإلبها َم إلى القِبْل ِة ورمى‬

“… beliau berisyarat dengan jari telunjuknya yang ada di sebelah jempol, ke arah kiblat,
dan memandang jari tersebut.” (HR. Ibnu Hibban no. 1947 Hadist Shahih menurut Syaikh Al
Albani)
14. Salam
Salam, disebut juga taslīm (‫ )تسليم‬adalah gerakan terakhir dalam ibadah umat Islam salat,
dengan mengucapkan ‫ السالم عليكم ورحمة هللا‬as-salāmu ʿalaikum wa-raḥmatu-llah saat menoleh ke
kanan, lalu mengucapkan kalimat yang sama saat menoleh ke kiri.

Salam di akhir shalat adalah perbuatan yang disyariatkan. Kita ketahui bersama bahwa shalat
diawali dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam. Dari Ali bin Abi Thalib
radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

Hadits tentang salam:


ُّ :‫ِمفتا ُح الصَّال ِة‬
‫ التَّسلي ُم‬:‫ وتحليلُها‬،ُ‫ التَّكبير‬:‫ وتحري ُمها‬،ُ‫الطهور‬

“Pembuka shalat adalah thaharah, yang menandai diharamkannya (semua gerakan dan
perkataan selain gerakan dan perkataan shalat) shalat adalah takbir, dan yang
menghalalkannya adalah salam” (HR. Abu Daud no. 61, At Tirmidzi no. 3, Ibnu Majah no. 275,
dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abu Daud).

‫ السَّال ُم عليكم ورحمةُ هللاِ حتَّى يُ َرى‬،ِ‫ السَّال ُم عليكم ورحمةُ هللا‬:‫يساره‬
ِ ‫ وعن‬°‫ي صلَّى هللاُ عليه وسلَّم كان يُسلِّ ُم عن يمينِه‬ َّ
َّ ‫أن النب‬
‫بَياضُ خَ دِّه‬

“Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam biasanya salam ke kanan dan ke kirinya dengan ucapan:
as salaamu ‘alaikum warahmatullah (ke kanan), as salaamu ‘alaikum warahmatullah (ke kiri),
hingga terlihat putihnya pipi beliau.” (HR. Abu Daud no. 996, Ibnu Majah no. 914, dishahihkan
Al Albani dalam Shahih Ibnu Majah).
BAB III
PENUTUP
2.1 Kesimpulan

Salat (pengucapan bahasa Indonesia: [salat]; bahasa Arab: ‫صاَل ة‬ َّ ‫ ٱل‬aṣ-ṣalāh, bahasa Arab:
‫صلَ َوات‬
َّ ‫ ٱل‬aṣ-ṣalawāt; disebut juga: solat, sholat, shalat) merujuk kepada ibadah pemeluk agama
Islam.

Menurut syariat Islam, praktik salat harus sesuai dengan segala petunjuk tata cara Nabi
Muhammad sebagai figur pengejawantah perintah Allah.[1] Umat muslim diperintahkan untuk
mendirikan salat karena menurut Surah Al-'Ankabut dapat mencegah perbuatan keji dan
mungkar.

"...dirikanlah salat, sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan
mungkar, dan sesungguhnya mengingat Allah (salat) adalah lebih besar (keutamaannya dari
ibadat-ibadat yang lain)." ( Al-'Ankabut 29:45).

Secara bahasa salat berasal dari bahasa Arab yang memiliki arti, ibadah. Sedangkan,
menurut istilah, salat bermakna serangkaian kegiatan ibadah khusus atau tertentu yang dimulai
dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam.

Dari beberapa tata solat mengandung hadits-hadits tentang rukun solat tersebut,bahkan
bukan hanya satu,ada banyak hadits yang menyimpulkan semua gerakan dalam salat.

2.2 Saran

Penyusun makalah ini manusia biasa banyak kelemahan dan kekhilafan. Maka dari itu
penyusun menyarankan pada pembaca yang ingin mendalami masalah hadits tata cara solat,
setelah membaca makalah ini membaca sumber lain yang lebih lengkap.Mari lah kita tunaikan
kewajiban kita yaitu solat fardhu yang 5 waktu,seperti Subuh,Zuhur,Ashar,Magrib,Isya.karena
solat hal wajib kita kerjakan sebagai umat islam.
DAFTAR PUSTAKA

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/44785-cara-salam-di-akhir-shalat.html

https://smol.id/2020/06/20/bacaan-tahiyat-akhir-yang-lengkap-beserta-artinya/

© 2020 - Suluh Media Online


https://id.wikipedia.org/wiki/Salam_dalam_salat#:~:text=Salam%2C%20disebut%20juga
%20tasl%C4%ABm%20(%D8%AA%D8%B3%D9%84%D9%8A%D9%85,sama%20saat%20menoleh
%20ke%20kiri.

https://cerdika.com/tahiyat-akhir/

https://republika.co.id/berita/q8s22g320/doa-antara-dua-sujud-dan-makna-tiap-kalimatnya-
yang-agung

https://news.detik.com/berita/d-4860415/bacaan-duduk-di-antara-dua-sujud-lengkap-dengan-
artinya

https://www.dakwahmanhajsalaf.com/2019/09/tata-cara-ruku-dalam-shalat.html

https://www.google.com/search?
q=hadits+tentang+ruku+dalam+shalat&oq=hadits+tentang+rukuk+dala&aqs=chrome.1.69i57j0i
13.12605j0j15&sourceid=chrome&ie=UTF-8

Sumber: https://makalahnih.blogspot.com/2017/09/tata-cara-shalat-sesuai-sunnah.html
Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/83465/penjelasan-tentang-berdiri-sebagai-rukun-
shalat

Anda mungkin juga menyukai