Anda di halaman 1dari 14

AFIKSASI DALAM BAHASA MORI

AFFIXATION IN MORI LANGUAGE

Siti Fatinah
Balai Bahasa Sulawesi Tengah
Jalan Untad I, Bumi Roviga, Tondo, Palu, Indonesia
Pos-el: fatinahgari@yahoo.com
Naskah diterima: 7 September 2020; direvisi: 20 Oktober 2020; disetujui: 1 Desember 2020

Abstract
Affixation in the Mori language has various forms and functions. The research studies about how the form and
function of affixation in Mori language are.The research intends to describe the forms and functions of affixation
in the Mori language.The method used in collecting data is the participatory method. The data is analyzed using
the intralingual correspondence method through the substitution technique. The research results show four forms
of affixation in the Mori language are classified as prefixation, infixation, suffixation, con-fixation, and affixation
combined.There are eight prefixations found, such as moN-, meN-, poN-, te-, pe-, in-, poko-,and um-. MoN- and
poN- prefixation are embedded either in the base form or prefixed word. Infixations found is -in-. Infixation -in-
is embedded either in the base form or in the affixed form. Suffixation found consists of three suffixation, namely
-o, -a, and -i. In Mori language, confixation are three, they are a-a, po-a, and pe-a. Combination of affixations
are five, affixation of moN-ako, -um-,-o, me-ako, i-in, and in-ako. Those affixations are used to functions to form
a verb and affixed noun. Besides, affixation also functions to change part of the base forms’ speech and confirms
the meaning of its base form.
Keywords: affixation, verb, noun, adjective, Mori language

Abstrak
Afiksasi bahasa Mori memiliki bentuk dan fungsi yang beragam. Kajian ini menelaah permasalahan tentang
bentuk dan fungsi afiksasi dalam bahasa Mori? Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan bentuk dan fungsi afiksasi
dalam bahasa Mori. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode simak. Data diolah
menggunakan metode padan intralingual melalui teknik ganti. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat 4
bentuk afiksasi dalam bahasa Mori, yaitu prefiksasi, infiksasi, sufiksasi, konfiksasi, dan kombinasi afiksasi.
Terdapat 8 Bentuk prefiksasi, yaitu prefiksasi moN-, meN-, poN-, te-, pe-, in-, poko-, dan um-. Prefiksasi moN-
dan poN- ada yang dibubuhkan pada bentuk dasar berupa kata dasar dan ada yang dibubuhkan pada bentuk dasar
berupa kata berprefiks. Terdapat 1 bentuk infiksasi, yaitu infiksasi -in-. Infiksasi -in- ada yang dibubuhkan pada
bentuk dasar berupa kata dasar dan ada yang dibubuhkan pada bentuk dasar berupa kata berafiks. Sufiksasi ada 3,
yaitu sufiksasi -o, -a, dan -i. Dalam bahasa Mori terdapat 3 bentuk konfiksasi, yaitu konfiksasi a-a, po-a, dan pe-
a. Kombinasi afiksasi ada 5, yaitu kombinasi afiksasi moN-ako, -um-,-o, me-ako, i-in, dan in-ako. Afiksasi tersebut
berfungsi membentuk verba dan nomina berafiks. Selain itu, afiksasi juga berfungsi mengubah kategori kata
bentuk dasarnya dan mempertegas makna bentuk dasarnya.
Kata kunci: afiksasi, verba, nomina, adjektiva, bahasa Mori

PENDAHULUAN Karunsi’e, Impo, Roda, Watu, Ulu Uwo’i,


Bahasa Mori adalah bahasa daerah suku Bahono, Kolokolo, dan Pomuaia. Setiap anak
Mori yang terdapat di Kabupaten Morowali suku Mori memilik isolek. Istilah isolek
Utara. Menurut informan (tokoh adat Mori) suku merupakan istilah netral yang digunakan untuk
Mori memiliki beberapa anak suku, antara lain merujuk pada varian bahasa yang belum
suku Ngusumbatu, Padoe, Petasia, Wulanderi, ditentukan statusnya (sebagai bahasa, dialek,

91
Multilingual, Vol. 19, No. 2, Desember 2020

subbdialek, atau beda wicara). Menurut (Fatinah Bahasa Mori. Penelitian itu menelaah morfologi
dan Nurmiah, 2020: 16), bahasa Mori terdapat di dan sintaksis. Aspek morfologi mencakup
Kabupaten Morowali Utara. Bahasa Mori morfem bebas dan morefm terikat, kata dan jenis
memiliki 18 dialek, yaitu Padoe, Ngusumbatu, kata (verba, nomina, adjektiva, dan partikel),
Moiki, Molongkuni, Kangua, Towatu, Roda, proses morfologis (afiksasi, perulangan, dan
Bahono, Karunsi’e, Watu, Petasia, Molio’a, pemajemukan). Aspek sintaksis mencakup frasa
Bahonsuai, Impo, Wulanderi, Ulu uwo’i, (frasa nominal, frasa verbal, frasa adjektival,
Kolokolo, dan Pomuaia. Subjek penelitian ini frasa adverbial, frasa preposisi), tipe dan
adalah bahasa Mori dialek Ngusumbatu. Dialek konstruksi frasa (frasa endosentris dan frasa
Ngusumbatu dipilih sebagai subjek penelitian eksosentris), klausa, dan kalimat. Peneliti lain,
karena Ngusumbatu merupakan dialek standar Ntaola, dkk. (2005) menyusun Kamus
bahasa Mori. Dwibahasa Mori-Indonesia. Tahun 2013
Bahasa Mori merupakan bahasa yang Lingkua menyusun Kamus Mori Indonesia:
polimorfemis. Sebagai bahasa yang untuk SD, SLTP, SLTA, dan Umum. Ketiga hasil
polimorfemis, kosakata bahasa Mori dibentuk penelitian itu hanya memaparkan aspek bahasa
melalui proses morfologis, baik afiksasi, Mori secara umum. Oleh karena itu, penelitian
perulangan maupun pemajemukan. Proses tentang bentuk dan fungsi afiksasi dalam bahasa
morfologis yang paling produktif dalam bahasa Mori secara lebih terperinci perlu dilakukan.
Mori adalah afiksasi. Hal itu disebabkan oleh Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan bentuk
keunikan yang dimiliki oleh bahasa Mori. dan fungsi afiksasi dalam bahasa Mori.
Kosakata bahasa Mori, terutama verba pada
umumnya tidak dapat berdiri sendiri sebagai LANDASAN TEORI
kata dasar karena satuan itu hanya berupa Teori yang digunakan dalam kajian ini
leksem seperti halnya leksem juang dalam adalah teori linguistik tentang morfologi.
bahasa Indonesia. Misalnya, leksem pate tidak Morfologi merupakan tataran kebahasaan yang
memiliki makna kalau berdiri sendiri. Leksem menelaah seluk-beluk kata. Kata terdiri atas dua
itu mempunyai makna jika dibubuhi afiks, bentuk, yaitu kata dasar dan kata turunan. Kata
seperti prefiks mompe- menjadi mompepate dasar adalah kata yang belum mengalami proses
‘membunuh’. Keunikan afiksasi tersebut perlu morfologis, sedangkan kata turunan adalah kata
dikaji lebih mendetail, baik bentuk maupun yang sudah mengalami proses morfologis.
fungsinya. Menurut Arifin dan Junayah (2009: 8);
Aspek-aspek bahasa Mori sudah pernah Rohmadi, Muhammad, dkk. (2013: 49), proses
diteliti. Tahun 1986 Inghoung dkk. melakukan morfologis merupakan proses pembentukan
penelitian tentang Morfologi dan Sintaksis leksem menjadi kata. Dalam bahasa Indonesia

92
Siti Fatinah: Afiksasi dalam Bahasa Mori

proses morfologi terdiri atas afiksasi, derivasi berupa kata dasar maupun kata kompleks. Afiks
zero, reduplikasi, komposisi, derivasi balik, yang dibubuhkan pada bentuk dasar itu
kombinasi proses, abreviasi, analogi, dan dinamakan morfem terikat, sedangkan bentuk
metanalisis. Namun, kajian ini hanya fokus dasar yang mendasari pembentukan kata
menelaah afiksasi. Afiksasi adalah pembubuhan berafiks tersebut dinamakan morfem bebas.
afiks pada kata dasar atau bentuk dasar. Arifin Dengan perkataan lain, kata yang dibentuk
dan Junayah (2009: 10) menyatakan bahwa melalui afiksasi disebut kata berafiks, yang
afiksasi atau pengimbuhan ialah proses terdiri atas dua morfem, yaitu morfem terikat
morfologis berupa pembubuhan afiks atau dan morfem bebas. Morfem terikat merupakan
imbuhan pada leksem. Afiksasi itu berupa kata yang tidak dapat berdiri sendiri sebagai
pembubuhan prefiks, infiks, sufiks, konfiks, dan kata, sedangkan morfem bebas merupakan kata
simulfiks. Pembubuhan afiks pada leksem yang dapat berdiri sendiri sebagai kata.
tersebut membentuk kata berimbuhan. Afiks memiliki bentuk, fungsi, dan makna.
Misalnya, leksem satu yang dibubuhi konfiks Dari segi bentuk, afiks merupakan bentuk terikat
ke-an membentuk kata kesatuan. yang tidak dapat berdiri sendiri sebagai kata.
Linguis lain, Kridalaksana, (2007: 28) Mulyono (2013: 75) menyatakan bahwa afiks
mengemukakan bahwa afiksasi adalah merupakan bentuk linguistik yang terikat secara
pengubahan leksem menjadi kata kompleks atau morfologis dan semantis. Afiks dikatakan terikat
kata berafiks. Afiksasi tersebut menyebabkan secara morfologis karena afiks tidak dapat
suatu leksem berubah bentuk, menjadi kategori berdiri sendiri sebagai kata. Afiks itu harus
tertentu sehingga berstatus kata atau berganti dibubuhkan pada kata dasar atau bentuk dasar.
kategori, dapat mengubah makna atau Menurut Kusmiarti (2019: 33), secara
mempertegas makna. Chaer (2003: 177) morfologis, afiks dapat membentuk satu kata
mengemukakan bahwa afiksasi ialah proses dasar menjadi satu atau lebih kata turunan atau
pembubuhan afiks pada sebuah dasar atau kata berimbuhan. Misalnya, kata dasar cari jika
bentuk dasar. Unsur-unsur yang berkaitan dibubuhi afiks dapat membentuk kata
dengan pembentukan kata tersebut adalah dasar berimbuhan: mencari; mencarikan, dicari,
atau bentuk dasar, afiks, dan makna afiks atau dicarikan, pencari, dan pencarian. Sementara
makna gramatikal kata berimbuhan. Afiksasi itu, afiks dikatakan terikat secara semantis
dapat bersifat derivatif dan inflektif. Sejalan karena afiks itu tidak memiliki makna leksikal.
dengan itu, Fatinah (2013: 59) menyatakan Afiks hanya memiliki makna gramatikal. Makna
bahwa afiksasi atau pengimbuhan merupakan afiks bergantung pada kata dasar atau bentuk
proses pembentukan kata melalui pembubuhan dasarnya. Fatinah (2013: 59) mengemukakan
afiks pada bentuk dasar, baik bentuk dasar bahwa afiks sebagai morfem terikat tidak dapat

93
Multilingual, Vol. 19, No. 2, Desember 2020

berdiri sendiri dalam tuturan biasa dan secara penelitian terdahulu, yakni Kamus Bahasa Mori-
gramatikal selalu melekat pada bentuk lain Indonesia. Metode yang digunakan dalam
(bentuk dasar). Suatu morfem dikatakan bebas pemerolehan data adalah metode simak. Metode
jika arti dari morfem itu tidak ditentukan oleh simak ialah metode penyediaan data dengan cara
morfem lain dan dapat berdiri sendiri, sedangkan menyimak penggunaan bahasa, baik bahasa
suatu morfem dikatakan terikat jika arti morfem lisan maupun bahasa tulis. Dalam
itu turut ditentukan oleh morfem lain dan tidak pelaksanaannya, digunakan teknik sadap, teknik
dapat berdiri sendiri, serta tidak mempunyai arti. simak libat cakap, teknik simak bebas libat
Kedua morfem itu saling berkonstruksi menjadi cakap, dan teknik catat (Mahsun, 2007: 132--
sebuah kata berafiks. 133); (Muhammad, 2011: 207).
Afiksasi (pengimbuhan) adalah proses Data dianalisis menggunakan metode
morfologis berupa pembubuhan atau padan intralingual dengan teknik hubung
penambahan afiks (imbuhan) pada kata dasar banding menyamakan dan hubung banding
atau bentuk dasar. Afiks yang dibubuhkan pada membedakan. Metode padan digunakan untuk
kata dasar terdiri atas prefiks, infiks, konfiks, memaparkan fungsi dan makna afiks bahasa
sufiks, dan simulfiks. Afiks tersebut dapat Mori dengan melihat prefiks yang dibubuhkan
bersifat derivatif dan inflektif. Afiks itu pada kata dasar dan bentuk dasar. Misalnya,
memiliki bentuk, fungsi, dan makna. Afiksasi proses prefiksasi verba dalam bahasa Indonesia:
terdiri atas prefiksasi, infiksasi, konfiksasi, jolok (verba) + peng- menjadi penjolok
sufiksasi, dan simulfiksasi. Prefiksasi adalah (nomina). Prefiks peng- pada kata penjolok
pembubuhan prefiks pada kata dasar atau bentuk berfungsi sebagai pembentuk nomina berafiks
dasar. Infiksasi ialah pembubuhan infiks pada dari dasar verba. Setelah dianalisis, data itu
kata dasar atau bentuk dasar. Konfiksasi disajikan dengan metode formal dan metode
merupakan pembubuhan konfiks pada kata dasar informal.
atau bentuk dasar. Sufiksasi adalah pembubuhan
sufiks pada kata dasar atau bentuk dasar. PEMBAHASAN
Simulfiksasi adalah pembubuhan simulfiks pada Dalam bahasa Mori proses pembentukan kata
kata dasar atau bentuk dasar. melalui afiksasi terdiri atas prefiksasi, infiksasi,
konfiksasi, sufiksasi, dan simulfiksasi.
METODE PENELITIAN
Data penelitian ini ada dua, yaitu data Prefiksasi
primer dan data sekunder. Data primer diperoleh Prefiksasi adalah pembubuhan prefiks
dari tuturan informan berbahasa Mori, pada kata dasar atau bentuk dasar. Dalam bahasa
sedangkan data sekunder diperoleh dari hasil Mori terdapat sepuluh prefiks, yaitu moN-, meN-

94
Siti Fatinah: Afiksasi dalam Bahasa Mori

, poN-, te-, pe-, in-, poko-, um-, mompoko-, dan mobansi, dan mobikini. Prefiksasi moN- pada
mompeke-. data (4) yang dibubuhkan pada dasar nomina:
bingku beralomorf menjadi mo-. Prefiksasi itu
Prefiksasi moN- membentuk verba dari dasar nomina. Pada data
Prefiksasi moN- adalah pembubuhan (5) prefiks moN- beralomorf menjadi mong-
prefiks moN- pada kata dasar atau bentuk dasar ketika dibubuhkan pada dasar nomina: koiso
berupa verba dan nomina. Prefiks moN- menjadi verba berprefiks: mongkoiso. Prefiks itu
mempunyai empat alomorf, yaitu mo-, mon-, juga membentuk verba dari dasar nomina.
mom-, dan mong-. Prefiksasi moN- pada data (6—8) beralomorf
Contoh: menjadi mom- saat dibubuhkan pada dasar
1) moN- + angga ‘kerja’ moangga verba: paho, puroi, dan pepate menjadi verba
‘bekerja’
berprefiks: mompaho, mompuroi, dan
2) moN- + bansi ‘belah’ mobansi
‘membelah’ mompepate. Pada data (9—11) prefiksasi moN-
3) moN- + biniki‘pilih’ mobiniki
beralomorf menjadi mon- ketika dibubuhkan
‘memilih’
4) moN- + bingku ‘pacul’ mobingku pada dasar verba: tuehi, saru, dan sombu
‘memacul’
membentuk verba berprefiks: montuehi,
5) moN- + koiso ‘keringat’ mongkoiso
‘berkeringat’ monsaru, dan monsombu. Prefiksasi moN- pada
6) moN- + paho ‘tanam’ mompaho
data (12—14) beralomorf menjadi mong- saat
‘menanam’
7) moN- + puroi ‘peras’ mompuroi dibubuhkan pada dasar verba: kiki, karu, dan kita
‘memeras’
membentuk verba berprefiks: mongkiki,
8) moN- + pepate ‘bunuh’ mompepate
‘membunuh’ mongkaru, dan mongkita. Prefiks moN- yang
9) moN- + tuehi ‘tebang’ montuehi
dibubuhkan pada dasar nomina dapat mengubah
‘menebang’
10) moN- + saru ‘pinjam’ monsaru kategori kata bentuk dasarnya, sedangkan
‘meminjam’
prefiks moN- yang dibubuhkan pada dasar verba
11) moN- + sombu ‘sambung’ monsombu
‘menjolok’ tidak dapat mengubah kategori kata bentuk
12) moN- + kiki ‘gigit’ mongkiki
dasarnya, tetapi dapat mempertegas makna
‘mennggigit’
13) moN- + karu ‘garuk’ mongkaru bentuk dasarnya.
‘menggaruk’
14) moN- + kita ‘lihat’ mongkita
‘melihat’ Prefiksasi meN-
Prefiksasi meN- ialah pembubuhan prefiks
Pada data (1—3) tampak bahwa prefiks
meN- pada kata dasar atau bentuk dasar berupa
moN- yang dibubuhkan pada verba: angga,
verba dan nomina. Namun, tidak semua verba
bansi, dan biniki beralomorf menjadi mo
dan nomina dapat dibubuhi prefiks meN-.
membentuk verba berprefiks: moangga,
Contoh:

95
Multilingual, Vol. 19, No. 2, Desember 2020

15) meN- + booli ‘teriak’ mebooli 24) poN- + ehe ‘mau’/’suka’ poehe
‘berteriak’ ‘kemauan’
16) meN- + baku ‘bekal’ mebaku 25) poN- + hea ‘iris’ pohea ‘pengiris’
‘sarapan’ (alat untuk mengiris)
17) meN- + bangka ‘perahu’ mebangka 26) poN- + isa ‘tumbuk’ poisa ‘alat untuk
‘berperahu’/’naik perahu’ menumbuk’/’alu’
18) meN- + dangke ‘pacar’ medangke 27) poN- + kai ‘kait’ pongkai ‘pengait’
‘berpacaran’ (alat untuk mengait)
19) meN- + hanga ‘bekas, jejak’ 28) poN- + sela ‘pikul’ ponsela
mehanga ‘berbekas’ ‘pemikul’ (alat untuk memikul)
20) meN- + inahu ‘sayur’meinahu
‘memetik sayur’ Prefiks poN- pada data (23—28) tampak
21) meN- + kalati ‘adukan’mekalati
dibubuhkan pada bentuk dasar verba: duhu, ehe,
‘mengadu’
22) meN- + kambu ‘sisir’mekambu hea, isa, kai, dan sela menjadi nomina: poduhu,
‘menyisir’
poehe, pohea, poisa, pongkai, dan ponsela.
Data (15) tampak adanya pembubuhan prefiks
meN- pada bentuk dasar verba: booli menjadi Prefiksasi te-
mebooli. Prefiks itu berfungsi membentuk verba Prefiksasi te- adalah pembubuhan prefiks te-
intransituif dari dasar verba. Prefiks meN- tidak pada kata dasar atau bentuk dasar berupa verba,
dapat mengubah kategori kata bentuk dasarnya, adjektiva, dan nomina. Akan tetapi, tidak semua
tetapi mempertegas makna bentuk dasarnya. verba, adjektiva, dan nomina dapat dibubuhi
Sementara itu, data (16—22) tampak bahwa prefiks te-. Prefiks te- berfungsi membentuk
prefiks meN- yang dibubuhkan pada bentuk verba intransitif.
dasar nomina: baku, bangka, dangke, hanga, Contoh:
inahu, kalati, dan kambu berfungsi membentuk 29) te- + howui ‘timbun’ tehowui
‘tertimbun’
verba: mebaku, mebangka, medangke, mehanga,
30) te- + kai ‘kait/sangkut’ tekai
meinahu, mekalati, dan mekambu. ‘terkait/tersangkut’
31) te- + sesei ‘iris’ tesesei ‘teriris’
32) te- + donta ‘jatuh’ tedonta ‘terjatuh’
Prefiksasi poN- 33) te- + beri ‘robek’ teberi ‘terobek’
34) te- + hala ‘dosa’ tehala ‘berdosa’
Prefiksasi poN- adalah pembubuhan prefiks
35) te-+bingku‘cangkul’tebingku
poN- pada kata dasar atau bentuk dasar berupa ‘tercangkul’
36) te- + pao ‘pahat’tepao ‘terpahat’
verba. Prefiks itu berfungsi membentuk nomina
37) te- + paso ‘paku’tepaso ‘terpaku’
dari bentuk dasar verba. Prefiks poN- berfungsi
Pada data (29—32), prefiks te- dibubuhkan pada
mengubah kategori kata bentuk dasarnya.
dasar verba: howui, kai, dan sesei. Prefiks itu
Prefiks tersebut pada umumnya bermakna ‘alat’.
berfungsi membentuk verba intransitif. Perfiks
Contoh:
te- tidak dapat mengubah kategori kata bentuk
23) poN- + duhu ‘tusuk’poduhu
‘penusuk’ (alat untuk menusuk) dasarnya, tetapi dapat mempertegas makna

96
Siti Fatinah: Afiksasi dalam Bahasa Mori

bentuk dasarnya. Pada data (33) prefiks te- Prefiksasi in-


dibubuhkan pada bentuk dasar adjektiva: beri. Prefiksasi in- adalah pembubuhan prefiks in-
Prefiks itu berfungsi membentuk verba pada kata dasar atau bentuk dasar verba. Akan
intransitif dari bentuk dasar adjektiva. Dengan tetapi, tidak semua verba dapat dibubuhi prefiks
kata lain, prefiks te- yang dibubuhkan pada in-. Prefiks itu berfungsi membentuk verba pasif
bentuk dasar adjektiva dapat mengubah kategori transitif. Prefiksasi in- tidak produktif karena
kata bentuk dasarnya, tetapi tidak bersifat verba yang dapat dibubuhi prefiks in- hanya
umum. Dalam kajian ini hanya kata beri yang verba dasar yang huruf awalnya berupa fonem
dapat dibubuhi prefiks te-. Prefiksasi te- pada vokal, tetapi hanya sebagian kecil.
data (34—37) membentuk verba berprefiks: Contoh:
tehala, tebingku, tepao, dan tepaso dari dasar 43) in- + ulo ‘tutup’ inulo ‘ditutup’
44) in- + asa ‘jual’ inasa ‘dijual’
nomina: hala, bingku, pao, dan paso.
45) in- + ala ‘ambil’ inala ‘diambil’
46) in- + uwoi ‘air’ inuwoi ‘diairi’
Prefiksasi pe-
Pada data (43—46) prefiks in- dibubuhkan pada
Prefiksasi pe- ialah pembubuhan prefiks pe-
bentuk dasar verba: ulo, asa, ala, dan uwoi
pada kata dasar atau bentuk dasar berupa verba.
menjadi verba beprefiks: inulo, inasa, inala, dan
Namun, tidak semua verba dapat dibubuhi
inuwoi. Prefiks tersebut tidak dapat mengubah
prefiks itu. Prefiks pe- berfungsi membentuk
kategori kata bentuk dasarnya, tetapi
verba intransitif. Prefiksasi pe- tidak dapat
mempertegas maknanya.
mengubah kategori kata bentuk dasarnya, tetapi
mempertegas makna bentuk dasarnya.
Prefiksasi poko-
Contoh:
Prefiksasi poko- ialah pembubuhan prefiks
38) pe- + ini ‘pegang’ peini ‘berpegang’
poko- pada kata dasar atau bentuk dasar berupa
39) pe- + wuni ‘sembunyi’ pewuni
‘bersembunyi’ adjektiva, tetapi tidak semua adjektiva dapat
40) pe- + naa ‘napas’ penaa ‘bernapas’
dibubuhi prefiks poko-. Prefiks itu berfungsi
41) pe- + kombia ‘istri’ pekombia
‘beristri’ membentuk verba intransitif. Prefiks poko-
42) pe- + limba ‘pindah’ pelimba
dapat mengubah kategori kata bentuk dasarnya.
‘berpindah’
Contoh:
Prefiks pe- pada data (38—42) dibubuhkan pada
47) poko- + moiko ‘baik’ pokomoiko
bentuk dasar verba: ini, wuni, naa, kombia, ‘perbaiki’
48) poko- + kodei ‘kecil’ pokokodei
limba menjadi verba berprefiks: peini, pewuni,
‘perkecil’
penaa, pekombia, pelimba. 49) poko- + morini ‘dingin’ pokomorini
‘dinginkan’

97
Multilingual, Vol. 19, No. 2, Desember 2020

Pada data (47—49) tampak bahwa prefiks poko- penelitian ini, verba yang dapat dibubuhi prefiks
dibubuhkan pada bentuk dasar adjektiva: moiko, um- hanya verba dasar isa.
kodei, dan morini menjadi verba intransitif: Contoh:
pokomoiko, pokokodei, dan pokomorini. 53) um- + isa ‘tumbuk’ umisa ‘akan
menumbuk’

Prefiksasi pino- Infiksasi


Prefiksasi pino- adalah pembubuhan prefiks Dalam bahasa Mori hanya terdapat satu bentuk
pino- pada kata dasar atau bentuk dasar. Kata infiksasi, yaitu infiksasi -in-.
dasar atau bentuk dasar yang dapat dibubuhi
prefiks pino- adalah verba. Prefiks itu berfungsi Infiksasi -in-
membentuk verba pasif dan nomina. Infiksasi -in- adalah pembubuhan infiks -in-
Contoh: pada kata dasar atau bentuk dasar verba dan
50) pino- + boi ‘panggil’ pinoboi nomina, tetapi tidak semua verba dan nomina
‘dipanggil
dapat dibubuhi infiks -in-. Infiks tersebut
51) pino- + kai ‘kait’ pinokai ‘dikaitkan’
52) pino- + paho ‘tanam’ pinopaho berfungsi membentuk verba pasif transitif dan
‘tanaman’
nomina. Namun, infiks -in- yang berfungsi
Pada data (50—51) tampak prefiksasi pino- pada membentuk nomina dari bentuk dasar verba
dasar verba: boi dan kai yang membentuk verba hanyalah infiks -in- yang dibubuhkan bentuk
pasif: pinoboi dan pinokai. Sementara itu, pada dasar verba: kaa. Infiks -in- yang dibubuhkan
data (52) prefiksasi pino- pada dasar verba: paho pada bentuk dasar verba tidak mengubah
membentuk nomina: pinopaho. Prefiks pino- kategori kata bentuk dasarnya, tetapi
tersebut dapat mengubah kategori kata bentuk mempertegas makna bentuk dasarnya.
dasarnya. Sementara itu, infiks -in- yang dibubuhkan pada
bentuk dasar nomina berfungsi membentuk
Prefiksasi um- verba pasif intransitif sekaligus mengubah
Prefiksasi um- adalah pembubuhan prefiks um- kategori kata bentuk dasarnya.
pada kata dasar atau bentuk dasar berupa verba. Contoh:
Prefiks um- berfungsi membentuk verba aktif 54) -in- + bali ‘ubah’ binali ‘diubah’
55) -in- + bangku ‘roboh’ binangku
transitif. Prefiks um- tidak mengubah kategori
‘dirobohkan’
kata bentuk dasarnya, tetapi mempertegas 56) -in- + kangkali ‘mencakari’
kinangkali ‘dicakari’
makna bentuk dasarnya. Prefiksasi um- tidak
57) -in- + pao ‘pahat’ pinao ‘dipahat’
produktif karena data yang ditemukan dalam 58) -in- + gonti ‘gunting’  ginonti
‘digunting’

98
Siti Fatinah: Afiksasi dalam Bahasa Mori

59) -in- + hawu ‘sarung’ hinawu angga, tande, dan rako menjadi verba bersufiks:
‘disarungi, diselimuti’
anggao, tandeo, dan rakao.
60) -in- + kaa ‘makan’ kinaa ‘nasi’
Sufiksasi -a
Infiksasi -in- pada data (54—56) dibubuhkan Sufiksasi -a adalah pembubuhan sufiks -a pada
pada bentuk dasar verba: bali, bangku, kangkali kata dasar atau bentuk dasar berupa verba.
menjadi verba pasif: binali, binangku, dan Namun, tidak semua verba dapat dibubuhi sufiks
kinangkali. Pada data (57—59) infiksasi -in- -a. Sufiksasi -a berfungsi membentuk verba dari
dibubuhkan pada bentuk dasar nomina: pao, dasar verba. Sufiksasi -a tidak dapat mengubah
gonti, dan hawu menjadi verba pasif: pinao, kategori kata bentuk dasarnya, tetapi dapat
ginonti, dan hinawu. Sementara itu, infiksasi -in- mempertegas makna bentuk dasarnya.
pada data (60) dibubuhkan pada bentuk dasar Contoh:
verba: kaa membentuk nomina kinaa. 64) buri ‘tulis’ + -aburia ‘tulisan’
65) sala ‘jalan’ + -asalaa ‘jalanan’
66) asa ‘jual’ + -aasaa ‘jualan’
Sufiksasi
Sufiksasi adalah pembubuhan sufiks pada Pada data (64—66) tampak sufiksasi -a yang
bentuk dasar. Dalam bahasa Mori terdapat tiga dibubuhkan pada bentuk dasar verba: buri, sala,
sufiks, yaitu -o, -a, dan -ki. dan asa menjadi verba bersufiks: buria, salaa,
dan asaa.
Sufiksasi -o
Sufiksasi -o adalah pembubuhan sufiks -o pada Sufiksasi -i
kata dasar atau bentuk dasar berupa verba. Sufiksasi -i adalah pembubuhan sufiks -i pada
Namun, tidak semua verba dapat dibubuhi sufiks kata dasar atau bentuk dasar verba. Namun, tidak
-o. Sufiksasi -o berfungsi membentuk verba dari semua verba dapat dibubuhi sufiks -i. Sufiks -i
dasar verba. Sufiksasi -o tidak dapat mengubah memiliki alomorf -ki dan -li. Sufiks -i
kategori kata bentuk dasarnya, tetapi dapat beralomorf menjadi -ki jika fonem terakhir
mempertegas makna bentuk dasarnya. bentuk dasarnya berupa fonem vokal /i/,
Contoh: sedangkan alomorf -li jika fonem terakhir bentuk
61) angga ‘kerja’ + -oanggao ‘kerjakan’ dasarnya berupa fonem vokal /a/. Sufiksasi -i
62) tande ‘angkat’ + -otandeo
berfungsi membentuk verba dari dasar verba.
‘angkatkan’
63) rako ‘tangkap’ + -orakoo Sufiksasi -i tidak dapat mengubah kategori kata
‘tangkapkan’
bentuk dasarnya, tetapi dapat mempertegas
Sufiksasi -o pada data (61—63) tampak makna bentuk dasarnya.
pembubuhan sufiks -o pada bentuk dasar verba: Contoh:

99
Multilingual, Vol. 19, No. 2, Desember 2020

67) baho ‘basah’ + -ibahoi ‘basahi’ dasar adjektiva: mosia, doito, dan molusa.
68) uwoi ‘air’ + -iuwoiki ‘airi’
Konfiksasi a-a pada data (74—75) membentuk
69) mebooli ‘berteriak’ + -imebooliki
‘berteriak-teriak’ nomina: ahawea dan alakoa pada dasar verba:
70) kangka ‘cakar’ + -ikangkali
hawe dan lako.
‘mencakari’

Sufiksasi -i pada data (67) dibubuhkan pada


Konfiksasi po-a
bentuk dasar baho menjadi bahoi. Namun pada
Konfiksasi po-a berfungsi membentuk nomina
data (68—69) sufiksasi -i beralomorf menjadi -
dari dasar verba. Konfiksasi itu dapat mengubah
li. Alomorf -ki dibubuhkan pada bentuk dasar
kategori kata bentuk dasarnya.
uwoi dan mebooli menjadi verba bersufiks:
Contoh:
uwoiki dan mebooliki. Pada data (70) sufiksasi -
76) po-a + wanu ‘lempar’ powanua
i yang beralomorf menjadi -li membentuk verba ‘pelemparan’
77) po-a + tunu ‘bakar’ potunua
transitif kangkali dari bentuk dasar kangka.
‘pembakaran’
78) po-a + sapoi ‘sembuh’ posapoia
‘penyembuhan’
Konfiksasi
Konfiksasi adalah pembubuhan konfiks pada Konfiksasi po-a pada data (76—78) membentuk
bentuk dasar. Dalam bahasa Mori terdapat tiga nomina: powanua, potunua, dan posapoia dari
konfiksasi, yaitu a-a, po-a, dan pe-a. dasar verba: wanu, tunu, dan sapoi.

Konfiksasi a-a Konfiksasi pe-a


Konfiksasi a-a berfungsi membentuk nomina Konfiksasi pe-a berfungsi membentuk nomina
dari kata dasar atau bentuk dasar berupa dari dasar verba. Konfiksasi pe-a dapat
adjektiva dan verba. Konfiksasi a-a dapat mengubah kategori kata bentuk dasarnya.
mengubah kategori kata bentuk dasarnya. Contoh:
Contoh: 79) pe-a + oli ‘beli’ peolia ‘pembelian’
80) pe-a+sala‘jalan’pesalaa ‘perjalanan’
71) a-a + mosia ‘berani’ amosiaa
‘keberanian’
Pada data (79—80) konfiksasi pe-a membentuk
72) a-a + doito ‘takut’ adoitoa
‘ketakutan’ nomina: peolia dan pesalaa dari dasar verba: oli
73) a-a + molusa ‘lemah’ amolusaa
dan sala.
‘kelemahan’
74) a-a + hawe ‘datang’ ahawea
‘kedatangan’
Konfiksasi in-i
75) a-a + lako ‘pergi’ alakoa ‘kepergian’
Konfiksasi in-i adalah pembubuhan konfiks in-i
Pada data (71—73) konfiksasi a-a membentuk pada kata dasar atau bentuk dasar. Konfiksasi in-
nomina: amosiaa, adoitoa, dan amolusaa dari i berfungsi membentuk verba pasif. Konfiksasi

100
Siti Fatinah: Afiksasi dalam Bahasa Mori

tersebut dibubuhkan pada dasar nomina dan 85) moN-ako + wawa ‘bawa’
mewawaako ‘membawakan’
verba. Konfiksasi in-i pada dasar nomina dapat
86) moN-ako + kulisi ‘kupas’
mengubah kategori kata bentuk dasarnya, mongkulisiako ‘mengupaskan’
87) moN-ako + kai ‘kait’
sedangkan konfiksasi in-i pada dasar verba tidak
mongkaiako ‘mengaitkan’
dapat mengubah kategori kata bentuk dasarnya, 88) moN-ako + pesaru ‘pinjamkan’
mompesaruako ‘meminjamkan’
tetapi dapat mempertegas makna bentuk
89) moN-ako + pedolo ‘mandikan’
dasarnya. mompedoloako ‘memandikan’
90) moN-ako + pewuata ‘naikkan’
Contoh:
mompewuatako ‘menaikkan’
81) in-i + olo ‘asam’ inoloi ‘diasami’
82) in-i + donta ‘jatuh’ dinontai Kombinasi afiksasi moN-ako pada data (83—
‘dijatuhi’
85) yang dibubuhkan pada dasar verba: rako,
Konfiksasi in-i pada data (81—82) membentuk rawo, dan wawa beralomorf menjadi mo-ako
verba pasif: inoloi dan dinontai. Verba membentuk verba bitransitif: merakoako,
berkonfiks itu diturunkan melalui pembubuhan merawoako, dan mewawaako. Pada data (86—
konfiks in-i pada dasar nomina: olo (data 81) dan 87) kombinasi afiksasi moN-ako beralomorf
verba: donta (data 82). menjadi mong-ako ketika dibubuhkan pada
dasar verba: kulisi dan kai. Sementara itu,
Kombinasi Afiksasi kombinasi afiksasi pada data (88—90) tampak
Dalam bahasa Mori terdapat lima kombinasi dibubuhkan pada dasar verba: pesaru, pedolo,
afiksasi, yaitu moN-ako; -um-,-o; me-ako; i- dan pewuata menjadi verba berkombinasi afiks:
in; dan in-ako. mompesaruako, mompedoloako, dan
mompewuatako. Kombinasi afiks tersebut
Kombinasi Afiksasi moN-ako beralomorf menjadi mom-ako.
Kombinasi afiksasi moN-ako memiliki tiga
alomorf, yaitu mo-ako, mong-ako, dan mom-ako. Kombinasi Afiksasi -um-, -o
Ketiga alomorf itu berfungsi membentuk verba Kombinasi afiksasi -um-, -o adalah pembubuhan
bitransitif dari dasar verba. Kombinasi afiksasi infiks -um- dan sufiks -o pada kata dasar atau
tersebut tidak dapat mengubah kategori kata bentuk dasar secara bersamaan. Kombinasi
bentuk dasarnya, tetapi dapat mempertegas afiksasi -um-, -o berfungsi membentuk verba
makna bentuk dasarnya. berprefiks dari dasar verba dan nomina.
Contoh: Kombinasi afiksasi -um-, -o yang dibubuhkan
83) moN-ako + rako ‘tangkap’ pada verba tidak dapat mengubah kategori kata
merakoako ‘menangkapkan’
bentuk dasarnya, tetapi dapat mempertegas
84) moN-ako + rawo ‘hancur’
merawoako ‘menghancurkan’ makna bentuk dasarnya. Akan tetapi, kombinasi

101
Multilingual, Vol. 19, No. 2, Desember 2020

afiksasi -um-, -o yang dibubuhkan pada nomina 99) me-ako + bono ‘pukul’ mebonoako
‘memukulkan’
(lihat data 92) dapat mengubah kategori kata
bentuk dasarnya.
Pada data (96—99) kombinasi afiksasi me-ako
Contoh:
yang dibubuhkan pada dasar verba: wunu,
91) -um-,-o + kalaki ‘adukan’
uwata, lulu, dan bono membentuk verba
kumalakio ‘mengadukan’
92) -um-,-o + kambu ‘sisir’ berkombinasi afiks: mewunuako, meuwatako,
kumambuo ‘menyisirkan’/’disisir’
meluluako, dan mebonoako.
93) -um-,-o + kai ‘kait’
kumaio ‘dikait’
94) -um-,-o + kulisi ‘kupas’
Kombinasi Afiksasi i-in
kumulisio ‘dikupas’
95) -um-,-o+limba Kombinasi Afiksasi i-in berfungsi membentuk
lumimbao ‘dipindahkan’
verba pasif yang menyatakan pekerjaan yang
Kombinasi afiksasi -um-,-o pada data (91—92) dilakukan berulang-ulang. Kombinasi afiksasi i-
dibubuhkan pada bentuk dasar verba: kalati dan in adalah pembubuhan prefiks i- dan infiks -in-
kambu membentuk verba bitransitif: kumalati pada kata dasar atau bentuk dasar.
dan kumambu. Pada data (93—94) kombinasi Contoh:
afiksasi -um-,-o dibubuhkan pada dasar verba: 100) i-in + poboi ‘panggil’
ipinoboi ‘dipasangi’
kai dan kulisi menjadi verba pasif transitif:
101) i-in + sowi ‘tuai’
kumai dan kumulisi. Berbeda halnya dengan itu, isinowi ‘dituai’
102) i-in + tuehi ‘tebang’
pada data (95) kombinasi afiksasi -um-,-o
itinuehi ‘ditebangi’
dibubuhkan pada bentuk dasar verba: limba
menjadi verba pasif bitransitif: lumimbao. Pada data (100—102) tampak kombinasi
afiksasi i-in yang membentuk verba pasif
Kombinasi Afiks me-ako transitif: ipinoboi, isinowi, dan itinuehi. Verba
Kombinasi afiks me-ako berfungsi membentuk tersebut dibentuk melalui pembubuhan prefiks i-
verba bitransitif dari dasar verba. Kombinasi dan infiks -in- pada dasar verba: poboi, sowi, dan
afiksasi itu tidak dapat mengubah kategori kata tuehi.
bentuk dasarnya, tetapi dapat mempertegas
makna bentuk dasarnya. Kombinasi Afiksasi in-ako
Contoh: Kombinasi afiksasi in-ako adalah pembubuhan
96) me-ako + wunu ‘lempar’ mewunuako prefiks in- dan sufiks -ako pada kata dasar atau
‘melemparkan’
bentuk dasar. Kombinasi afiks in-ako berfungsi
97) me-ako + uwata ‘naik’ meuwatako
‘menaikkan’ membentuk verba pasif. Kombinasi afiksasi
98) me-ako + lulu ‘lari’ meluluako
tersebut tidak dapat mengubah kategori kata
‘melarikan’

102
Siti Fatinah: Afiksasi dalam Bahasa Mori

bentuk dasarnya, tetapi dapat mempertegas rako, dan lako. Leksem itu akan bermakna jika
makna bentuk dasarnya. dibubuhi prefiks moN-, misalnya, menjadi
Contoh: mongkita ‘melihat’ dan morako ‘menangkap’.
103) in-ako + olai ‘jauh’ inolaiako Leksem lako akan bermakna jika dibubuhi infiks
‘dijatuhkan’
-um- menjadi lumako ‘pergi’. Dalam bahasa
104) in-ako + ala ‘ambil’ inalaako
‘diambilkan’ Mori terdapat lima bentuk afiksasi, yaitu
105) in-ako + ungkahi ‘buka’
prefiksasi, infiksasi, sufiksasi, konfiksasi, dan
inungkahiako ‘dibukakan’
kombinasi afiksasi. Afiksasi tersebut berfungsi
Kombinasi afiksasi pada data (103—105) membentuk verba dari dasar verba, nomina, dan
tampak bahwa verba berkombinasi afiks: adjektiva; serta membentuk nomina dari dasar
inolaiako, inolaako, dan inungkahiako verba. Selain itu, afiksasi itu juga berfungsi
diturunkan dari pembubuhan infiks -in- dan mengubah kategori kata dan mempertegas
sufiks -ako pada dasar verba: olai, ala, dan makna bentuk dasarnya.
ungkahi.
UCAPAN TERIMA KASIH
PENUTUP Penulis menyampaikan ucapan terima kasih
Sistem afiksasi dalam bahasa Mori sangat kepada Bapak Barsel, penutur jati bahasa Mori
produktif karena sebuah leksem tidak bermakna yang telah banyak membantu dalam
jika tidak dibubuhi afiks. Misalnya, leksem kita, pemerolehan data penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zaenal dan Junaiyah H. Matanggui. 2009. Morfologi: Bentuk, Makna, dan Fungsi. Jakarta:
Grasindo.

Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: Rineke Cipta.

Fatinah, Siti. 2013. Sistem Afiksasi Bahasa Kaili. dalam Yamaguchi, Masao (Eds.) Morfofonemik
Bahasa Daerah di Pulau Sulawesi Bagian Selatan. Kyoto, Jepang: Hokuto Publishing Inc.

Fatinah, Siti dan Nurmiah. 2020. Bahasa-Bahasa di Sulawesi Tengah. Makalah Lokakarya Hasil
Penelitian Pemetaan Bahasa di Sulawesi Tengah.

Inghoung. 1986. Morfologi dan Sintaksis Bahasa Mori. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Kusmiarti, Reni dan Rika Fitriani. 2019. Afiksasi Bahasa Rejang Dialek Kepahiang. Lateralisasi 7(1)
hlm. 33—43.

Lingkua, L. 2013. Kamus Mori-Indonesia: untuk SD, SLTP, SLTA, dan Umum. Palu: UD Rio.

103
Multilingual, Vol. 19, No. 2, Desember 2020

Mahsun. 2007. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya. Edisi Revisi.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Muhammad. 2011. Metode Penelitian Bahasa. Jogyakarta: Ar-Ruzz Media.


Mulyono, Iyo. 2013. Ilmu Bahasa Indonesia Morfologi: Teori dan Sejumput Problematik Terapannya.
Bandung: CV Yarma Widya.

Ntaola, Pauline Labiro, dkk. 2005. Kamus Dwibahasa Mori-Indonesia. Palu: Balai Bahasa Sulawesi
Tengah.

Rohmadi, Muhammad, dkk. 2013. Morfologi: Telaah Morfem dan Kata. Surakarta: Yuma Pustaka.

104

Anda mungkin juga menyukai