Anda di halaman 1dari 42

PENERAPAN KOMPRES HANGAT PADA LEHER TERHADAP

PENURUNAN NYERI PADA KELUARGA PENDERITA HIPERTENSI DI


WILAYAH KERJA PUSKESMAS TILONGKABILA

PROPOSAL

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Menyelesaikan Pendidikan


Diploma III Keperawatan

Diajukan Oleh :
RIZKA MAYSARAH AMSYAR
NIM. 751440120027

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES GONRONTALO

KEMENTRIAN KESEHATAN RI

2023
KATA PENGANTAR

puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala berkah dan

karunia-Nya serta kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan usulan Karya

Tulis Ilmiah ini dengan judul “Penerapan Kompres Hangat pada Leher Terhadap

Penurunan Nyeri Pada Keluarga Penderita Hipertensi diwilayah kerja

Puskesmas Tilongkabila” karya tulis ilmiah ini disusun sebagai salah satu

persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi Ahli Madya

Keperawatan Di Politeknik Kesehatan Kemenkes Gorontalo.

Dalam penyusunan proposal ini penulis menyadari sepenuhnya bahwa tidak

sedikit kesulitan yang dihadapi,namun berkat petunjuk,arahan dan bantuan materi

serta dorongan dari berbagai pihak,maka kesulitan itu dapat diatasi,sehingga penulis

mampu menyelesaikan karya tulis ilmiah ini tepat waktunya.

Gorontalo, Januari 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI
SAMPUL..................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................4
C. Tujuan Studi Kasus.......................................................................................4
D. Manfaat Studi Kasus.....................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................6
A. Tinjauan Teori Tentang Keluarga.................................................................6
B. Tinjauan Teori Tentang Hipertensi...............................................................9
C. Tinjauan Teori Tentang Nyeri......................................................................15
D. Tinjauan Teori Tentang Kompres Hangat....................................................28
BAB III METODE STUDI KASUS......................................................................31
A. Rancangan Sudi Kasus.................................................................................31
B. Subjek Studi Kasus......................................................................................32
C. Fokus Studi ..................................................................................................32
D. Definisi Operasional.....................................................................................32
E. Instrumen Studi Kasus.................................................................................33
F. Waktu dan Tempat.......................................................................................33
G. Metode Pengumpulan Data..........................................................................33
H. Analisis Data dan Penyiapan Data...............................................................34
I. Etika Studi Kasus.........................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................35

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1........................................................................................................................20
Skala Intensitas Nyeri dengan FACES Pain Rating Scale......................................................20
Gambar 2.2........................................................................................................................24
Skala Intensitas Nyeri dengan Numerik Rating Scale.........................................................24

iv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Standar Operasional Prosedur


Lampiran 2 Penilaian Intensitas Nyeri
Lampiran 3 Lembar Observasi
Lampiran 4 Informed Consent

v
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hipertensi adalah kenaikan tekanan darah sistolik lebih dari 150 mmHg dan

tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg(Suwaryo & Melly, 2018). Tekanan darah

tinggi yang sering disebut dengan hipertensi merupakan penyakit yang menyerang

masyarakat baik di negara industri maupun negara berkembang, termasuk

Indonesia.Meskipun hipertensi adalah pembunuh diam-diam, itu tidak diakui

secara luas sebagai penyakit mematikan karena hipertensi ditemukanselama

pemeriksaanrutin atau ketika pasien datang dengan masalah lain(Syara et al., 2021)

Gejala umum yang dialami penderita hipertensi pada umumnya yang sering

kali memiliki keluhan pusing, mudah lelah, jantung berdebar-debar, sulit bernafas

setelah bekerja keras, mudah lelah, mudah marah, tengkuk terasa tegang atau nyeri

leher, sukar tidur, dan sebagainya. Adanya kelemahan atau keterbatasan kemampuan

dan keluhan dalam memenuhi kebutuhannya baik kebutuhan fisiologis dan kebutuhan

rasa nyamannya yang menyebabkan penderita hipertensi tidak dapat menjalankan

rutinitas pekerjaan (Sunarwan et al., 2022)

Salah satu penanganan rasa nyeri dan ketidaknyamanan pada penderita

hipertensi adalah terapi non farmakologi menggunakan kompres hangat(Syara et al.,

2021).Salah satu tindakan keperawatan non farmakologis untuk meredahkan nyeri

adalah dengan menggunakan kompres hangat mempunyai keuntungan untuk

1
2

meningkatkan aliran darah ke suatu area dan kemungkinan dapat turut

menurunkan nyeri dengan mempercepat penyembuhan. Baik terapi panas kering

maupun lembab, kemungkinan memberikan anlgesik, tetapi penelitian tambahan

diperlukan untuk memahami mekanisme kerjanya dan indikasi penggunaannya yang

sesuai (Rachman & Gustina, 2022)

Terapi nonfarmakologis adalah jenis pengobatan yang tidak termasuk

penggunaan obat-obatan dan tidak memiliki efek samping negatif, seperti mengikuti

diet, berolahraga secara teratur, menghindari alkohol, menggunakan kompres hangat

dan menghindari stres. Kompres hangat merupakan salah satu cara nonfamakologis

yang dapat digunakan perawat dirumah sakit karena tidak menimbulkan resiko bagi

pasien dan mudah dilakukan. Terapi herbal, relaksasi, latihan pernapasan, meditasi,

dan terapi musik adalah contoh terapi komplementer. Terapi komplementer adalah

pengobatan alami untuk mengatasi penyakit dan mendorong tubuh untuk

menyembuhkan dirinya sendiri, pengobatan untuk meringankan gejalah kondisi

(Salvataris et al., 2021).

Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2019,di seluruh

dunia sekitar 972 juta atau26,4% terdiagnosis hipertensi. salah satu penyebab

kematian terbesar didunia adalah hipertensi. Hipertensi akan mempengaruhi sekitar

1,56 miliar orang pada tahun 2020. Hipertensi membunuh sekitar 8 miliar orang di

seluruh dunia setiap tahun, termasuk hampir 1,5 juta orang Asia Timur-Selatan.

Hipertensi mempengaruhi sekitar sepertiga orang di Asia Tenggara (Rachman


3

&Gustina, 2022). Menurut Kemenkes estimasi jumlah kasus hipertensi di Indonesia

sebesar 63.309.620 orang. Hipertensi terjadi pada kelompok umur 31 - 44 tahun

(31,6%), umur 45-54 tahun (45,3%), umur 55-64 tahun (55,2%)(Riskesdas

Kementerian Kesehatan RI, 2018) dalam (Sunarwan et al., 2022).Provinsi Gorontalo

sendiri pada hasil Riskesdas 2013 mencapai 29,0% dan pada Riskesdas tahun 2018

menjadi 31,0% dan berada pada urutan ke 20 dari 34 Provinsi (Kemenkes RI, 2018)

dalam (Adam, 2019).

Data yang didapatkan dari Puskesmas Tilongkabila, pada tahun 2022 jumlah

pasien dengan hipertensi sebanyak 1870 orang. Peneliti melakukan wawancara pada

salah satu perawat yang bertugas di Puskesmas Tilongkabila didapatkan informasi

bahwa dalam penatalaksanaan yang dilakukan hanya pemberian obat-obatan untuk

penurunan tekanan darah dan penurunan skala nyeri yang dirasakan penderita

hipertensi. Selama ini belum pernah dilakukan pemberian intervensi non

farmakologis seperti kompres hangat pada leher sebagai bentuk penatalaksanaan

dalam menurunkan skala nyeri pada pasien hipertensi

Rachman (2022) dalam penelitiannya mendeskripsikan evaluasi kasus I yaitu

diperoleh pada hari pertama sebelum dilakukan tindakan TD: 160/90 mmHg, skala

nyeri 6 (0- 10) setelah dilakukan tindakan kompres hangat pada leher selama tiga hari

didapatkan hasil TD: 120/80 mmHg, skala nyeri 2 (0-10). Pada kasus II sebelum

tindakan TD : 170/95 mmHg, skala nyeri 4(0-10). Setelah tindakan kompres hangat

pada leher selama tiga hari yang dilakukan didapatkan hasil 130/80 mmHg, skala
4

nyeri 2(0-10). Dari hasil data diatas nyeri yang dialami kedua responden dapat

teratasi.

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka penulis tertarik mengambil

judul “Penerapan Kompres Hangat pada leher Terhadap Penurunan Nyeri Pada

keluarga Penderita Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Tilonglabila.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka rumusan masalah dalam penyusunan studi

kasus karya tulis ilmiah ini adalah “Bagaimanakah penerapan kompres air hangat

terhadap penurunan nyeri pada penderita hipertensi”

C. Tujuan Studi Kasus

Tujuan dalam studi kasus ini adalah untuk mengetahui pengaruh kompres air

hangat terhadap penurunan nyeri pada penderita hipertensi.

D. Manfaat Studi Kasus

Studi kasus ini di harapkan memberikan manfaat bagi :

1. Bagi masyarakat

Memberikan pengetahua agar masyarakat mampu menerapkan kompres

hangat dengan masalah menurunkan nyeri.

1. Bagi perkembangan ilmu pengetahuan teknologi keperawatan

Dapat dimanfaatkan oleh perawat atau pihak yamg terkait dalam memberikan

kompres hangat pada penderita hipertensi.


5

2. Bagi peneliti

Untuk menambah pengetahuan dan pengalaman dalam mengaplikasikan

penerapan tentang bagaimana cara menerapkan kompes hangat.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori Tentang Keluarga

1. Pengertian Keluarga

Keluarga merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dalam

kehidupan. Keluarga menjadi tempat pertama seseorang memulai

kehidupannya. Keluarga membentuk suatu hubungan yang sangat erat antara

ayah,ibu, maupun anak. Hubungan tersebut terjadi antar anggota keluarga

yang saling berinteraksi. Keluarga sebagai institusi sosial terkecil yang

merupakan fondasi dan investasi awal untuk membangun kehidupan sosial

dan kehidupan bermasyarakat secara luas menjadi lebih baik. Hal ini

disebabkan karena di dalam keluarga internalisasi nilai-nilai dan norma-norma

sosial jauh lebih efektif dilakukan daripada melalui institusi lainnya di luar

lembaga keluarga. Peran aktif orang tua terhadap perkembangan anak sangat

diperlukan terutama pada saat mereka masih berada di bawah usia lima tahun

(Zahrok & Suarmini, 2018)

2. Tipe Keluarga

Ada dua tipe keluaga yaitu sebagai berikut:

a. Keluarga Tradisional/Inti

6
7

Keluarga tradisional merupakan keluarga yang teridri dari ayah, ibu,anak,

yang tinggal dalam satu rumah.Dimana ayah yang mencari nafkah dan ibu

sebagai ibu rumah tangga (Priharsiwi & Kurniawati, 2021).

b. Keluarga Nontradisional Bentuk

Bentuk varian keluarga nontradisional meliputi bentuk keluarga yang

sangat berbeda satu sama lain, baik dalam struktur maupun dinamikanya,

meskipun lebih memiliki persamaan satu sama lain dalam hal tujuan dan

nilai daripada keluarga inti tradisional (Priharsiwi & Kurniawati, 2021)

3. Fungsi Keluarga

Ada 8 fungsi keluarga menurut (Maknunah et al., 2017)

a. Fungsi edukasi

b. Fungsi sosialisasi

c. Fungsi proteksi dan perlingdungsn

d. Fungsi afeksi dan perasaan

e. Fungsi religius

f. Fungsi ekonomi

g. Fungsi rekreasi

h. Fungsi biologis
8

4. Struktur Keluarga

Terdapat pendekatan dalam keluarga yaitu struktur fungsional, dimana

struktur keluarga disusun atau diatur dan saling bergantung satu sama lain

(Mataram, 2022)

a. Pola komunikasi keluarga

b. Struktur peran

c. Struktur kekuatan

d. Nilai-Nilai Dalam Kehidupan Keluarga

5. Tahap-tahap Perkembangan Keluarga

Berdasarkan konsep Duvall dan Miller dalam (Manurung, 2018), tahapan

perkembangan keluarga dibagi menjadi 8 :

a. Keluarga baru (Berganning Family)

b. Keluarga dengan anak pertama < 30bln (child bearing)

c. Keluarga dengan anak pra sekolah

d. Keluarga dengan anak sekolah (6-13 tahun)

e. Keluarga dengan anak remaja (13-20 tahun)

f. Keluarga dengan anak dewasa

g. Keluarga usia pertengahan (middle age family)

h. Keluarga lanjut usia Dalam


9

B. Tinjauan Teori Tentang Hipertensi

1. Pengertian Hipertensi

Hipertensi merupakan terjadinya suatu peningkatan tekanan darah

yang ada di dalam arteri. Arti dari Hiper : berlebihan, tensi : tekanan atau

ketegangan. Lalu hipertensi bisa dikatakan tekanan darah/denyut jantung yang

lebih tinggi dibandingkan dengan tekanan darah dnormal dikarena adanya

penyempitan pembuluh darah atau gangguan lainnya (Sari, 2020).

Menurut (Anam Khairul, 2016) Tekanan darah tinggi (hipertensi)

adalah peningkatan tekanan darah didalam arteri. Seseorang dikatakan terkena

hipertensi mempunyai tekanan dara sistolik ≥140mmHg dan tekanan darah

diastoltik ≥90mmHg. Seseorang dikatakan terkena hipertensi tidak hanya

dengan 1 kali pengukuran, tetapi 2 kali atau lebih pada waktu yang berbeda.

Waktu yang paling baik saat melakukan tekanan darah adalah saat istirahat

dan dalam keadaan duduk atau berbaring.

2. Etiologi Hipertensi

Ada 2 macam hipertensi, yaitu esensial dan sekunder (Anam Khairul, 2016)

a. Hipertensi Primer (esensial)

Hipertensi primer/esensial adalah hipertensi yang tidak atau belum di

ketahui penyebabnya, disebut juga hipertensi idiopaik. Tedapat 95%

kasus. Banyak faktor yang mempengaruhi seperti genetik, lingkungan,

hiperativitis susunan simpatis, system renin-angiotensis, defek dalam


10

ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca intraselular, dan factor-faktor yang

meningkatkan risiko, seperti obesitas, alcohol, merokok serta polisitemia.

b. Hipertensi Sekunder

Hipertensi sekunder. Terdapat sekitar 5% kasus. Penyebab spesifiknya

diketahui seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vascular

renal, hiperaldosteronisme primer, dan sindrom, feokromositomo,

koarktasio aorta, hipertensi yang berhubung dengan kehamilan, dan lain-

lain.

3. Patofisiologi

Reseptor yang menerima perubahan tekanan darah yaitu refleks

baroreseptor yang terdapat pada sinus karotis dan arkus aorta. Pada hipertensi

karena adanya berbagai gangguan genetic dan resiko lingkungan, maka terjadi

gangguan neurohormonalyaitu system syaraf pusat dan system renin-

angiotensin-aldosteron, serta terjadinya inflamasi dan resistasi insulin.

Resistansi insulin dan gangguan neurohormonal menyebabkan vasokonstriksi

sistemik dan peningkatan resistensi perifer. Inflamasi menyebabkan gangguan

ginjal yang disertai gangguan system renin-angiotensin-aldosteron (RAA)

yang menyebabkan retensi garam dan air di ginjal, sehingga terjadi

peningkatan volume darah. Peningkatan resistensi perifer dan volume darah

merupakan dua penyebab utama terjadinya hipertensi. Pusat yang menerima

impuls yang dapat mengenali keadaan tekanan darah terletak pada medula

dibatang otak (Sari, 2020).


11

4. Faktor Pemicu Hipertensi

Beberapa faktor penyebab hiperetensi antara lain (Anam Khairul, 2016) :

a. Keturunan

Faktor ini tidak bisa dikendalikan. Jika seseorang memiliki orang tua atau

saudara yang memiliki tekanan darah tinggi, maka kemungkinan ia

menderita tekanan darah tinggi lebih besar.

b. Usia

Faktor ini tidak bisa dikendalikan. Penelitian menunjukkan bahwa seraya

usia seseorang bertambah, tekanan darah pun akan meningkat.

c. Garam

Faktor ini bisa dikendalikan. Garam dapat meningkatkan tekanan darah

dengan cepat pada beberapa orang, khususnya bagi penderita diabetes,

penderita hipertensi ringan, orang dengan usia tua, dan mereka yang

berkulit hitam.

d. Kolesterol

Faktor ini bisa dikendalikan. Kandungan lemak yang berlebih dalam darah

Anda, dapat menyebabkan timbunan kolesterol pada dinding pembuluh

darah. Hal ini dapat membuat pembuluh darah menyempit dan akibatnya

tekanan darah akan meningkat.


12

e. Obesitas

Faktor ini bisa dikendalikan. Orang yang memiliki berat badan di atas 30

persen berat badan ideal, memiliki kemungkinan lebih besar menderita

tekanan darah tinggi.

f. Stress

Faktor ini bisa dikendalikan. Stres dan kondisi emosi yang tidak stabil

juga dapat memicu tekanan darah tinggi.

g. Rokok

Faktor ini bisa dikendalikan. Merokok juga dapat meningkatkan tekanan

darah menjadi tinggi. Kebiasan merokok dapat meningkatkan risiko

diabetes, serangan jantung dan stroke.

h. Kafein

Faktor ini dikendalikan. Kafein yang terdapat pada kopi, teh maupun

minuman cola bisa menyebabkan peningkatan tekanan darah.

i. Alkohol

Faktor ini bisa dikendalikan. Konsumsi alkohol secara berlebihan juga

menyebabkan tekanan darah tinggi.

j. Kurang olahraga

Faktor ini bisa dikendalikan. Kurang olahraga dan bergerak bisa

menyebabkan tekanan darah dalam tubuh meningkat. Olahraga teratur

mampu menurunkan tekanan darah tinggi Anda namun jangan melakukan

olahraga yang berat jika Anda menderita tekanan darah tinggi.


13

5. Manifestasi Kinis

Pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan

darah yang tinggi atau meningkat. Tetapi dapat pula ditemukan pertubahan

retina, seperti perdarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan pembuluh

darah, dan pada kasus berat, edema pupil (edema pada diskus optikus).

Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakan gejala sampai

bertahun-tahun. Gejala bila ada menunjukan adanya kerusakan vaskuler,

dengan manifestasi yang khas sesuai sistem organ yang divaskularisasi oleh

pembuluh darah bersangkutan. Perubahan patologis pada ginjal dapat

bermanifestasi sebagai nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari) dan

azetoma peningkatan nitrogen urea darah dan kreatinin. Keterlibatan

pembuluh darah otak dapat menimbulkan stroke atau serangan iskemik.

transien yang bermanifestasi sebagai paralisis sementara pada satu sisi

(hemiplegia) atau gangguan tajam penglihatan(Fahman, 2022).

Selain itu ada gejala umum yang dirasakan antara lain yaitu

jantungberdebar, penglihatan kabur, sakit kepala disertai rasa berat pada

tengkuk, kadang disertai dengan mual dan muntah, telinga berdenging,

gelisah, rasa sakit di dada, mudah Lelah, mata merah, serta mimisan (Sari,

2020).

6. Komplikasi

Komplikasi/bahaya yang dapat ditimbulkanpada penyakit hipertensi yaitu

(Anam Khairul, 2016)


14

a. Pada mata

Penyempitan pembuluh darah pada mata karena penumpukan

kolesterol dapat mengakibatkan retinopati, dan efek yang ditimbulkan

pandangan mata kabur.

b. Pada jantung

Jika terjadi vasokonstriksi vaskuler pada jantung yang lama dapat

menyebabkan sakit lemah pada jantung, sehingga timbul rasa sakit dan

bahkan menyebabkan kematian yang mendadak.

c. Pada ginjal

Suplai darah vaskuler pada ginjal turun menyebabkan terjadi

penumpukan produk sampah yang berlebihan dan bisa menyebabkan sakit

pada ginjal.

d. Pada otak

Jika aliran darah pada otak berkurang dan suplai O2 berkurang bisa

menyebabkan pusing. Jika penyempitan pembuluh darah sudah parah

mengakibatkan pecahnya pembuluh darah pada otak (stroke).

7. Pencegahan Hipertensi

Menurut (Marhabatsar & Sijid, 2021) Adapun beberapa cara

pencegahan yang dapat dilakukan sebagai tahap awal atau sebagai tahap

pencegahan agar terhindar dari hipertensi sebagai berikut:


15

a. Aktivitas fisik

Aktivitas fisik merupakan aktivitas yangsangat bermanfaat bagi

kesehatan baik itu kesehatan fisik maupun mental, salah satu aktivitas fisik

yaitu berolahraga. Dengan berolahraga maka tubuh akan menjadi sehat

sehingga jenis-jenis penyakit pun tidak mudah menyerang tubuh.

b. Menurunkan berat badan

Menurunkan berat badan merupakan strategi yang baik juga untuk

terhindar dari hipertensi. Apabila berat badan melebihi kapasitas normal

maka akan memengaruhi sirkulasi darah, jantung bekerja tidak teratur dan

penyempitan pembuluh darah, dan juga akan mampu memicu kolestrol

tinggi yang membuat tekanan darah tinggi hingga menjadi hipertensi.

c. Mengurangi konsumsi makanan mengandung natrium

Makanan yang mengandung natrium tinggi akan memicu tekanan

darah tinggi hingga hipertensi karena membuat diameter arteri mengecil.

d. Mengkonsumsi Makanan dan Minuman yang Sehat

e. Mengatur Pola Hidup sehat

C. Tinjauan Teori Tentang Nyeri

1. Pengertian Nyeri

Nyeri adalah pengalaman sensorik danemosional yang tidak

menyenangkan akibat kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial atau


16

yang digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut. Nyeri adalah suatu

pengalaman sensorik yang multidimensional. Fenomena ini dapat berbeda

dalam intensitas (ringan, sedang, berat), kualitas (tumpul, seperti terbakar,

tajam), durasi (transien, intermiten,persisten), dan penyebaran (superfisial atau

dalam, terlokalisir atau difus). Meskipun nyeri adalah suatu sensasi, nyeri

memiliki komponen kognitif dan emosional, yang digambarkan dalam suatu

bentuk penderitaan (Bahrudin, 2018).

Nyeri merupakan kondisi yang membuat seseorang merasa tidak

nyaman bahkan bisa berlanjut menimbulkan gangguan rasa aman atau

terancam kehidupan (Rejeki, 2018)

2. Klasifikasi Nyeri

a. Nyeri Akut dan Kronik Nyeri

Nyeri akut dihubungkan dengan kerusakan jaringan dan durasi yang

terbatas setelah nosiseptor kembali ke ambang batas resting stimulus

istirahat. Nyeri akut ini dialami segera setelah pembedahan sampai tujuh

hari. Sedangkan nyeri kronik bisa dikategorikan sebagai malignan atau

nonmalignan yang dialami pasien selama 1-6 bulan.

Nyeri kronik kemungkinan mempunyai elemen nosiseptif dan

neuropatik. Nyeri kronik nonmalignant (nyeri punggung, migrain, artritis,

diabetik neuropati) sering tidak disertai kelainan patologis yang terdeteksi

dan perubahan neuroplastik yang terjadi pada lokasi sekitar (dorsal horn

pada spinal cord) akan membuat pengobatan menjadi lebih sulit.


17

Pasien dengan nyeri akut atau kronis bisa memperlihatkan tanda dan

gejala sistem saraf otonom (takikardi, tekanan darah yang meningkat,

diaforesis, nafas cepat) pada saat nyeri muncul. Meskipun begitu, muncul

ataupun hilangnya tanda dan gejala otonom tidak menunjukkan ada atau

tidaknya nyeri.

b. Nosiseptif dan Nyeri Neuropatik Nyeri

Nyeri organik bisa dibagi menjadi nosiseptif dan nyeri neuropatik.

Nyeri nosiseptif adalah nyeri inflamasi yang dihasilkan oleh rangsangan

kimia, mekanik dan suhu yang menyebabkan aktifasi maupun sensitisasi

pada nosiseptor perifer (saraf yang bertanggung jawab terhadap rangsang

nyeri).

Nyeri neuropatik merupakan nyeri yang ditimbulkan akibat kerusakan

neural pada saraf perifer maupun pada sistem saraf pusat yang meliputi

jalur saraf aferen sentral dan perifer, biasanya digambarkan dengan rasa

terbakar dan menusuk.

c. Nyeri Visera

Nyeri viseral biasanya menjalar dan mengarah ke daerah permukaan

tubuh jauh dari tempat nyeri namun berasal dari dermatom yang sama

dengan asal nyeri. Sering kali, nyeri viseral terjadi seperti kontraksi ritmis

otot polos. Nyeri visceral seperti keram sering bersamaan dengan

gastroenteritis, penyakit kantung empedu, obstruksi ureteral, menstruasi,

dan distensi uterus pada tahap pertama persalinan.


18

Penyebab nyeri viseral termasuk iskemia, peregangan ligamen, spasme

ototpolos, distensi struktur lunak seperti kantung empedu, saluran

empedu, atau ureter. Distensi pada organ lunak terjadi nyeri karena

peregangan jaringan dan mungkin iskemia karena kompresi pembuluh

darah sehingga menyebabkan distensi berlebih dari jaringan.

d. Nyeri Somatik

Nyeri somatik digambarkan dengan nyeri yang tajam, menusuk,

mudah dilokalisasi dan rasa terbakar yang biasanya berasal dari kulit,

jaringan subkutan, membran mukosa, otot skeletal, tendon, tulang dan

peritoneum. Nyeri insisi bedah, tahap kedua persalinan, atau iritasi

peritoneal adalah nyeri somatik.Penyakit yang menyebar pada dinding

parietal, yang menyebabkan rasa nyeri menusuk disampaikan oleh nervus

spinalis.

3. Pengukuran Intensitas Nyeri

Rasa nyeri sangat individual, banyak faktor yang mempengaruhi

sehingga menimbulkan pressepsi yang berbeda-beda antara individu satu

dengan lainya. Sehingga penengkajian bisa berbeda-beeda pula tergantung

siapa yang akan kita kaji, berapa umur, apa ras dan dalam kondisi yang

bagaimana (Rejeki, 2018)

Ada beberapa cara pengkajian nyeri yaitu :

a. Cara pengkajian nyeri berdasarkan PQRST


19

Akronim PQRST ini digunakan untuk mengkaji keluhan nyeri

pada pasien yang meliputi :

1) Provokes/palliates : provocates, dalam hal ini perlu dipertimbangkan

bagian-bgian tubuh mana yang mengalami cidera termsuk

menghubungkan antara nyeri yang diderita dengan faktor

psikologisnya.

2) Quality : quality, kualitas nyeri merupakan sesuatu yang subjektif

yang diungkapkan oleh klien, seringkali klien mendeskripsikan nyeri

dengan kalimat nyeri seperti ditusuk, terbakar, nyeri dalam atau

superficial.

3) Region and Radiates: region, untuk melokalisasi lebih spesifik maka

sebaiknya tenaga kesehatan meminta penderita menunjukan daerah

yang nyerinya minimal sampai kearah nyeri yang sangat, hal ini akan

sulit jika nyeri dirasakan bersifat menyebar atau diffusie.

4) Scale / Severity : scale, tingkat keparahan yang paling subyektif yang

dirasakan penderita, karena akan diminta bagaimana kualitas nyeri.

5) Time : time, durasi dan ramgkaian nyeri, perlu ditanyakan kapan mulai

muncul adanya nyeri, berapa lama menderita nyeri, sering kambuh dan

lain-lain.
20

b. Skala Wong-Baker FACES Pain Rating Scale

Wong-Baker FACES Pain Rating Scale adalah cara mengkaji tingkat nyeri

dengan melihat ekspresi wajah saat nyeri dirasakan. Skala nyeri yang satu

ini tergolong mudah untuk dilakukan karena hanya dengan melihat

ekspresi wajah pasien pada saat bertatap muka tanpa kita menanyakan

keluhannya.

Gambar 2.1
Skala Intensitas Nyeri dengan FACES Pain Rating Scale

Berikut skala nyeri yang kita nilai berdasarkan ekspresi wajah:

skala nyeri Skala nyeri berdasarkan ekspresi wajah Penilaian Skala nyeri

dari kiri ke kanan:

1) Wajah Pertama : Sangat senang karena ia tidak merasa sakit sama

sekali.

2) Wajah Kedua : Sakit hanya sedikit.


21

3) wajah ketiga : Sedikit lebih sakit.

4) Wajah Keempat : Jauh lebih sakit.

5) Wajah Kelima : Jauh lebih sakit banget.

6) Wajah Keenam : Sangat sakit luar biasa sampai-sampai menangis.

c. Comparative Pain Scale (Skala Nyeri 0-10)

Rasa nyeri seseorang berbeda-beda antar satu dengan lainnya.yang

dirasakan seseorang memiliki tingkatan, yaitu nyeri ringan, nyeri sedang,

atau nyeri berat. Lebih lanjut kita istilahkan sebagai Skala Nyeri

Penilaian tingkat nyeri dengan menggunakan Skala Nyeri 0-10 :

1) 0 = Tidak ada rasa sakit. Merasa normal.

2) 1 = nyeri hampir tak terasa (sangat ringan) = Sangat ringan, seperti

gigitan nyamuk. Sebagian besar waktu Anda tidak pernah berpikir

tentang rasa sakit. 2 (tidak menyenangkan) = nyeri ringan, seperti

cubitan ringan pada kulit.

3) 3 = (bisa ditoleransi) = nyeri Sangat terasa, seperti pukulan ke

hidung menyebabkan hidung berdarah, atau suntikan oleh dokter.

4) 4 = (menyedihkan) = Kuat, nyeri yang dalam, seperti sakit gigi

atau rasa sakit dari sengatan lebah.

5) 5 = (sangat menyedihkan) = Kuat, dalam, nyeri yang menusuk,

seperti pergelangan kaki terkilir.


22

6) 6 = (intens) = Kuat, dalam, nyeri yang menusuk begitu kuat

sehingga tampaknya sebagian mempengaruhi sebagian indra Anda,

menyebabkan tidak fokus, komunikasi terganggu.

7) 7 = (sangat intens) = Sama seperti 6 kecuali bahwa rasa sakit

benar- benar mendominasi indra pasien. Hal ini menyebabkan

pasien tidak dapat berkomunikasi dengan baik dan tak mampu

melakukan perawatan diri.

8) 8 = (benar-benar mengerikan) = Nyeri begitu kuat sehingga Anda

tidak lagi dapat berpikir jernih, dan sering mengalami perubahan

kepribadian yang parah jika sakit datang dan berlangsung lama

9) 9 = (menyiksa tak tertahankan) = Nyeri begitu kuat sehingga Anda

tidak bisa mentolerirnya dan sampai-sampai menuntut untuk

segera menghilangkan rasa sakit apapun caranya, tidak peduli apa

efek samping atau risikonya.

10) 10 = (sakit tak terbayangkan tak dapat diungkapkan) = Nyeri

begitu kuat tak sadarkan diri. Kebanyakan pasien tidak pernah

mengalami skala rasa sakit ini. Karena biasanya pasien sudah

pingsan. Sebagai contoh pada pasien yang mengalami kecelakaan

parah, tangan hancur, dan kesadaran akan hilang sebagai akibat

dari rasa sakit yang luar biasa parah.


23

d. Verbal Rating Scale (VRS)

Verbal Rating Scale (VRS) merupakan cara pemeriksaan intensitas

nyeri dengan menggunakan angka pada setiap kata yang sesuai. Umumnya

penilaian diberikan dengan angka pada setiap kata sifat sesuai dengan

intensitas nyeri yang dirasakan oleh pasien. VRS juga merupakan alat

ukur yang menggunakan kata sifat untuk menggambarkan tingkat rasa

nyeri pada setiap intensitas yang berbeda. Cara penilaian yaitu dari range

dari “none/no pain” hingga”extrem pain/nyeri hebat/very severe”

e. Visual Analogue Scale (VAS)

Visual Analogue Scale (VAS) merupakan alat pengukuranrasa nyeri

yaitu untuk mengukur intensitas/tingkat nyeri yang dirasakan pasien. VAS

dilakukan dengan cara khusus yaitu membuat 10-15 cm garis, dimana

ssetiap ujungnya ditandai dengan level intensitas nyeri. Ujung sebelah kiri

diberi tanda tidak ada nyeri/“no pain” dan ujung kanan diberi tanda nyeri

hebat/“bad pain”. Pasien diminta untuk menandai garis tersebut sesuai

dengan level nyeri yang dirasakan. Selanjutnya jarak penandaan diukur

dari batas kiri hingga pada tanda yang dibuat oleh pasien (ukuran mm),

dan ini merupakan score yang menunjukkan level nyeri yang dirasakan

oleh pasien.

f. Numerik Rating Scale (NRS)

Numerik Rating Scale (NRS) adalah alat ukur tingkat nyeri dimana

cara penilaian dengan meminta pasien untuk menilai rasa nyeri yang
24

dirasakan sesuai dengan level/tingkatan rasa nyerinya. Pada metode ini

intensitas nyeri akan ditanyakan kepada pasien, kemudian pasien diminta

untuk menunjuk angka sesuai dengan derajat/tingkat nyeri yang dirasakan.

Derajat nyeri diukur dengan skala 0-10

Gambar 2.2
Skala Intensitas Nyeri dengan Numerik Rating Scale

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi dan reaksi terhadap nyeri

a. Umur

Pengaruh usia pada persepsi nyeri dan toleransi nyeri tidak diketahui

secara luas. Pengkajian nyeri pada lansia mungkin sulit karena perubahan

fisiologis dan psikologis yang menyertai proses penuaan. Anak yang

masih kecil mempunyai kesulitan dalam memahami nyeri dan prosedur

pengobatan yang dapat menyebabkan nyeri, pada pasien lansia sering kali

memiliki sumber nyeri lebih dari satu.


25

b. Jenis kelamin

Secara umum pria dan wanita tidak berbeda signifikan dalam berespon

terhadap nyeri, hanya beberapa budaya yang menganggap bahwa seorang

anak laki-laki harus lebih berani dan tidak boleh menangis dibandingkan

anak perempuan dalam situasi yang sama ketika merasakan nyeri.

c. Pengalaman masa lalu

Adalah menarik untuk berharap dimana individu yang mempunyai

pengalaman multipel dan berkepanjangan dengan nyeri akan lebih sedikit

gelisah dan lebih toleran terhadap nyeri dibanding orang yang mengalami

sedikit nyeri. Seseorang yang terbiasa merasakanan nyeri akan lebih siap

dan mudah mengantisipasi nyeri daripada individu yang mempunyai

pengalaman sedikit tentang nyeri.

d. Kecemasan (ansietas)

Meskipun umum diyakini bahwa kecemasan akan meningkatkan nyeri,

mungkin tidak seluruhnya benar dalam semua keadaan. Hubungan antara

nyeri dan ansietas bersifat kompleks, ansietas yang dirasakan seseorang

seringkali meningkatkan persepsi nyeri, akan tetapi nyeri juga dapat

menimbulkan perasaan ansietas.

e. Budaya

Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon

terhadap nyeri. Budaya dan etniksitas mempunyai pengaruh pada

bagaimana seseorang berespon terhadap nyeri.


26

f. Lokasi dan Tingkat Keparahan Nyeri

Nyeri yang dirasakan bervariasi dalam intensitas dan tingkat

keparahan pada masing-masing individu. Dalam kaitannya dengan

kualitas nyeri.

g. Perhatian

Tingkat perhatian seseorang terhadap nyeri akan mempengaruhi

persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat terhadap nyeri akan

meningkatkan respon nyeri sedangkan upaya pengalihan (distraksi)

dihubungkan dengan penurunan respon.

h. Keleihan

Keletihan dan kelelahan yang dirasakan seseorang akan meningkatkan

sensasi nyeri dan menurunkan kemampuan koping individu.

i. Dukungan Keluarga dan Sosial

Individu yang mengalami nyeri seringkali membutuhkan dukungan,

bantuan, perlindungan dari anggota keluarga lain dan orang terdekat,

walaupun nyeri masih dirasakan oleh klien, kehadiran orang terdekat akan

meminimalkan kesepian dan ketakutan (Rejeki, 2018)

5. Penatalaksanaan Nyeri

a. Farmakologis

Strategi penatalaksanaan nyeri farmakologis analgesik merupakan

metode untuk mengatasi nyeri. Walaupun analgesik dapat menghilangkan

nyeri dengan efektif, namun perawat dan dokter cenderung tidak


27

melakukan analgesik dalam penanganan nyeri karena adanya

kekhawatiran klien akan ketagihan obat.

b. Non farmakologis

1) Stimulasi dan masase kutaneus

Masase adalah stimulasi kutaneus tubuh secara umum,sering

dipusatkan pada punggung dan bahu. Masase dapat membuat pasien

lebih nyaman karena menyebabkan relaksasi otot.

2) Terapi es dan panas

Terapi es dapat menurunkan prostaglandin, yang memperkuat

sensitivitas reseptor nyeri dan subkutan lain pada tempat cedera

dengan menghambat proses inflamas. penggunaan panas mempunyai

keuntungan meningkatkan aliran darah ke suatu area dan kemungkinan

dapat turut menurunkan nyeri dengan mempercepat penyembuhan.

3) Trancutaneus electric nerve stimulation (TENS)

Trancutaneus electric nerve stimulation (TENS) menggunakan unit

yang dijalankan oleh baterai dengan elektroda yang dipasang pada

kulit untuk menghasilkan sensasi kesemutan, menggetar atau

mendengung pada area nyeri. TENS dapat digunakan baik untuk nyeri

akut maupun nyeri kronis

4) Diatraksi

Distraksi yang mencakup memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu

selain pada nyeri dapat menjadi strategi yang berhasil dan mungkin
28

merupakan mekanisme yang bertanggung jawab terhadap teknik

kognitif efektif lainnya.

5) Teknik relaksasi

Relaksasi otot skeletal dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan

merilekskan ketegangan otot yang menunjang nyeri. Periode relaksasi

yang teratur dapat membantu untuk melawan keletihan dan

ketegangan otot yang terjadi dengan nyeri kronis dan yang

meningkatkan nyeri.

6) Imajinasi terbimbing

Imajinasi terbimbing adalah mengggunakan imajinasi seseorang dalam

suatu cara yang dirancang secara khusus untuk mencapai efek positif

tertentu. (Rejeki, 2018)

D. Teori Tentang Kompres Hangat

1. Pengertian

Kompres hangat merupakan salah satu penatalaksanaan nyeri dengan

memberikan energi panas melalui konduksi, dimana panas tersebut dapat

menyebabkan vasodilatasi (pelebaran pembuluh darah), meningkatkan

relaksasi otot sehingga meningkatkan sirkulasi dan menambah pemasukan

oksigen serta nutrisi kedalam jaringan (Sutomo, 2022)

2. Tujuan Kompres Hangat

Kompres hangat untuk meredakan nyeri leher belakang padapasien

hipertensi merupakan salah satu metode baru yang dikembangkan untuk


29

membantu pasien hipertensi dalam mengatasi nyeri leher belakang yang

mereka rasakan. Terapi ini selain mampu menurunkan nyeri leher belakang

melalui mekanisme vasodilatasi pembuluh darah di area leher belakang, terapi

ini juga dapat membantu pasien hipertensi dari terjadinya ketergantungan obat

pereda nyeri (Sutomo, 2022)

3. Manfaat

Kompres hangat memiliki manfaat untuk pelebaran pembuluh darah.

Vasodilatasi yang terjadi akibat kompres hangat dapat melebarkan pembuluh

darah arteriol, sehingga mengakibatkan penurunan resistensi, peningkatan

pemasukan O2 (oksigen), dan menurunkan kontraksi otot polos pada

pembuluh darah. Kompres hangat yang diaplikasikan pada tengkuk atau leher

belakang akan membantu penderita hipertensi dalam upaya penurunan

intensitas nyeri leher pada pasien hipertensi itu sendiri. Hal ini dapat terjadi

karena nyeri kepala yang diderita oleh pasien hipertensi disebabkan karena

suplai darah ke otak mengalami penurunan dan peningkatan spasme pembuluh

darah, pada pasien hipertensi dengan masalah keperawatan nyeri, kompres

hangat pada tengkuk dapat merelaksasikan otot pada pembuluh darah dan

melebarkan pembuluh darah sehingga hal tersebut dapat meningkatkan

pemasukan oksigen dan nutrisi ke jaringan otak(Sutomo, 2022)


30

4. SOP Kompres Hangat

Adapun prosedur pemberian kompres hangat menurut (Herma, 2018)

A. Tahap Persiapan

1. Salam tarapeutik

2. Identifikasi kembali pasien dan periksa tanda-tanda vital

3. Memberitahu pasien bahwa tindakan akan segera dimulai

4. Menyiapkan alat-alat sesuai kebutuhan

B. Tahap pelaksanaan

1. Mendekatkan alat-alat ke sisi tempat tidur pasien

2. Posisikan pasien senyaman mungkin

3. Mencuci tangan

4. Memakai sarung tangan

5. Meletakkan perlak/pengalas

6. Membasahi waslap dengan air hangat dan letakkan di area yang akan

dilakukan kompres

7. Meminta pasien untuk mengungkapkan rasa ketidak nyamanan saat di

kompres

8. Mengkaji kembali konsidi disekitar pengompresan, hentikan

pengompresan jika ditemukan tanda-tanda kemerahan

C. Tahap Terminasi

1. Merapikan pasien ke posisi semula

2. Memberitahu bahwa tindakan sudah selesai


31

3. Bereskan alat-alat yang telah digunakan dan melepaskan sarung

tangan

4. Mencuci tangan

5. Mengkaji respon pasien (respon subjektif dan objektif)

6. Mendokumentasikan pada catatan keperawatan


BAB III

METODE STUDI KASUS

A. Rancangan Sudi Kasus

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan

pendekatan studi kasus. Penelitian deskriptif merupakan suatu metode yang memiliki

tujuan utama dengan memberikan gambaran situasi atau fenomena secara jelas dan

rinci tentang apa yang terjadi. Penulis akan melakukan studi kasus penerapan

kompres hangat pada leher terhadap penurunan skala nyeri pada keluarga penderita

hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Tilongkabila, Kab. Bonebolango. Dalam studi

kasus ini penulis melakukan pemeriksaan tingkat nyeri sebelum dilakukan penerapan

kompres hangat, dan sesudah dilakukan penerapan kompres hangat. Studi kasus ini

akan dilaksanakan 2 kali sehari dalam waktu 6 hari dan kemudian digamabarkan

apakah ada pengaruh dalam penerapan kompres hangat untuk penurunan nyeri pada

penderita hipertensi dan digambarkan bagaimana penerapan kompres hangat ini yang

di terapkan di wilayah kerja Puskesmas Tilongkabila dan di deskripsikan berdasarkan

hasil observasi dan tindakan yang diterapkan.

32
33

B. Subjek Studi Kasus

Subjek studi kasus dalam penulisan ini adalah 3 orang penderita hipertensi di

wilayah kerja Puskesmas Tilongkabila, Kab. Bonebolango. Adapun kriteria inklusi

yaitu :

1. Penderita hipertesi ringan, sedangdan berat

2. Bersedia menjadi responden

3. Klien dapat berkomunikasi dengan baik dan kooperatif

C. Fokus Studi

Fokus studi dalam kasus ini yaitu menerapkan Kompres hangat pada leher yang

dilakukan sebelum klien diberikan tindakan untuk menurunkan tingkat nyeri pada

penderita hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Tilongkabila, Kab. Bonebolango.

D. Definisi Operasional

a. Nyeri

Nyeri merupakan perasaan yang tidak menyenangkan yang dirasakan

oleh seorang penderita hipertensi yang diakibatkan oleh meningkatnya

tekanan darah lebih dari 140/90 mmhg.

b. Kompres hangat

Kompres hangat merupakan prosedur yang bisa dilakukan oleh

penderita hipertensi untuk mengurangi nyeri dan untuk meningkatkan

kenyamanan responden dengan suhu air 38°c


34

E. Intstrumen Studi Kasus

Instrumen yang digunakan dalam studi kasus ini adalah menggunakan lembar

observasi untuk mengetahui skala nyeri sebelum dan sesudah dilakukan penerapan

kompres hangat pada leher. pengukuran skala nyeri dilakukan dengan menggunakan

skala Numerik Rating Scale dan FACES pain Rating Scale. Pada metode numerik

rating scale ini intensitas nyeri akan ditanyakan kepada pasien, kemudian pasien

diminta untuk menunjuk angka sesuai dengan derajat/tingkat nyeri yang dirasakan.

Derajat nyeri diukur dengan skala 0-10 yakni 1-3 (nyeri ringan), 4-6 (nyeri sedang),

7-10 (nyeri berat). FACES Pain Rating Scale adalah cara mengkajitingkat nyeri

dengan melihat ekspresi wajah saat nyeri dirasakan.

F. Waktu dan Tempat

Studi kasus ini akan dilaksanakan pada bulan februari sampai april 2023 berlokasi

di Puskesmas Tilongkabila, Kab. Bonebolango.

G. Metode Pengumpulan Data

Pengumplan data yang digunakan adalah dengan wawancara, pemeriksaan fisik,

observasi, dan studi dokumentasi kompres hangat untuk menurunkan skala nyeri pada

keluarga penderita hipertensi.

Data yang di dapatkan yaitu :


35

1. Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subyek

penelitian dengan alat pengukuran atau alat pengambil data, langsung sebagai

sumber informasi yang di cari.

2. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh lewat pihak lain, tidak

langsung diperoleh oleh peneliti dari subyek penelitian.

H. Analisis Data dan Penyiapan Data

Penyajian data didapatkan dari hasil pemberian kompres hangat terhadap

penurunan skala nyeri pada keluarga penderita hipertensi. Data yang dikumpulkan

berlangsungnya penelitian ini dapat disajikan dalam tabel distribusi frekuensi

kemudian di narasikan.

I. Etika Studi Kasus

1. Menjaga privasi klien yang akan diberikan penerapan dengan tidak

menuliskan nama klien dengan nama jelas, melainkan dengan inisial

2. Menjaga kenyamanan klien yang akan diberikan penerapan terapi dengan

menjelaskan maksud dan tujuan dari tindakan yang akan di berikan

3. Tidak membebani klien dengan tindakan yang dapat menyusahkan klien

dalam penatalaksaan penerapan terapi dengan menyediakan media yang

digunakan

4. Memberikan kesempatan pada klien jika ada hal yang ingin disampaikan

sehingga klien merasakan kepedulian terhadapnya.


36

DAFTAR PUSTAKA

Adam, L. (2019). Determinan hipertensi pada lanjut usia. 1(2), 82–89.


Anam Khairul. (2016). Gaya Hidup Sehat Mencegah Penyakit Hipertensi. Jurnal
Langsat, 3(2), 97–102.
Bahrudin, M. (2018). Patofisiologi Nyeri (Pain). Saintika Medika, 13(1), 7.
Fahman, I. A. (2022). PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG PENYAKIT
HIPERTENSI.
Gorontalo. (2020). Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo.
Herma. (2018). Prosedur Pemberian Kompres Air Hangat. 2–4.
Maknunah, A., Risdayati, D., & Si, M. (2017). Unction of the Family (Study of
Functions in Husband’S Family Players in Sub Kerumutan Polygamy the
Pelalawan Regency). Jom Fisip, 4(2), 4.
Manurung, L. N. (2018). asuhan keperawatan hipertensi pada tn.A diwilayah kerja
Puskesmas Margangsan Kota Yogyakarta. 1–45.
Marhabatsar, N. S., & Sijid, S. A. (2021). Review: Penyakit Hipertensi Pada Sistem
Kardiovaskular. Journal UIN Alauddin, November, 75.
Mataram, 2022. (2022). Ilmu Keperawatan Komunitas dan Gerontik (Issue
September).
Priharsiwi, D., & Kurniawati, T. (2021). Gambaran Dukungan Keluarga Dan
Kepatuhan Diet Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2: Literature Review.
Prosiding Seminar Nasional Kesehatan, 1, 324–335.
Rachman, C., & Gustina, E. (2022). Asuhan Keperawatan Pemenuhan Rasa Nyaman
Nyeri Pada Pasien Hipertensi Dengan Tindakan Kompres Hangat Pada Leher
Di Rumah Sakit Tk II Putri Hijau Medan Tahun 2022. 2, 75–81.
Rejeki, S. (2018). Manajemen Nyeri Dalam Proses Persalinan (Non Farmaka).
Salvataris, S., Ludiana, L., & Ayubbana, S. (2021). Penerapan Kompres Hangat
Leher Terhadap Skala Nyeri Pada Pasien Hipertensi Di Wilayah Kerja
Puskesmas Yosomulyo Kec. Metro Pusat Tahun 2021. Jurnal Cendikia Muda,
2(4), 521–528.
Sari, M. (2020). Bina husada. Jurnal Kepetawatan, 5p.
Sunarwan, Q. N., Wijayanti, E. T., Mudzakkir, M., & Nyaman, R. (2022).
EFEKTIVITAS KOMPRES HANGAT TERHADAP RASA NYAMAN PADA
PENDERITA HIPERTENSI DI RUMAH SAKIT UMUM LIRBOYO KOTA
KEDIRI Qothrunnada.
Sutomo, H. A. (2022). Peningkatan Kemampuan Self Medication Pada Penderita
Hipertensi Dengan Keluhan Nyeri Leher Belakang. Jurnal Masyarakat Mandiri
Dan Berdaya, 1(1), 27–37.
Suwaryo, P. agina widyaswara, & Melly, E. S. U. (2018). Studi kasus: efektifitas
kompres hangat dalam penurunan skala nyeri pasien hipertensi. Jurnal Ners
37

Widya Husada, 5(2), 67–74.


Syara, A. M., Siringoringo, T., Halawa, A., & Sitorus, K. (2021). Pengaruh
Pemberian Kompres Hangat Pada Leher Untuk Mengurangi Nyeri Di Kepala
Pada Pasien Hipertensi. Jurnal Pengmas Kestra (Jpk), 1(1), 153–156.
Zahrok, S., & Suarmini, N. W. (2018). Peran Perempuan Dalam Keluarga. IPTEK
Journal of Proceedings Series, 0(5), 61.

Anda mungkin juga menyukai