MAPROPIL WANA Margin Baru
MAPROPIL WANA Margin Baru
A.NIRWANA NAWING
C024212013
Menyetujui,
Koordinator
Pembimbing
Bagian Magang Profesi Pilihan
Mengetahui,
Ketua Program Studi
Pendidikan Profesi Dokter Hewan
Tanggal Pengesahan :
Tanggal Ujian :
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hewan kesayangan merupakan hewan yang menguntungkan untuk
dikembangbiakkan dengan berbagai tujuan dan dapat memberikan kebahagian
untuk manusia. Selain itu, hewan peliharaan juga dapat dianggap sebagai teman
bagi manusia. Pada umumnya, hewan peliharaan adalah hewan yang memiliki
karakter setia pada pemiliknya dan tingkah yang lucu. Salah satu hewan
peliharaan yang sangat popular dikalangan masyarakat Indonesia adalah kucing
(Marindiana 2012).
Sebagai hewan kesayangan, kucing mempunyai daya tarik tersendiri karena
bentuk tubuh, mata dan warna bulu yang beraneka ragam. Dengan kelebihan-
kelebihan tersebut, maka kucing dapat dikembangkan dan dibudidayakan
(Marindiana, 2012). Namun, tidak jarang pemilik yang belum mengetahui cara
merawat kucing dengan benar terutama terkait reproduksinya seperti pemenuhan
nutrisi induk saat bunting, usia minimal atau maksimum kucing bunting, dan cara
penanganan kasus emergency yang berkaitan dengan obstetri kucing (Deroy, et al
2015).
Salah satu kasus reproduksi yang dapat terjadi khusus nya pada kucing betina
adalah Prolapsus uteri, Prolaps uterus adalah penyakit dengan insidensi rendah
yang ditandai dengan terpajangnya salah satu atau kedua cornua uterus pada
periode. Prolaps uterus adalah pergerakan sebagian uterus melalui serviks yang
membesar dan vagina sampai terlihat di vulva (pembukaan vagina). Prolaps uterus
dapat terjadi pada kucing setelah hanya satu kehamilan, tetapi pada anjing
biasanya terjadi setelah hewan tersebut melahirkan banyak anak anjing. Prolapsus
uteri umumnya terjadi pada hewan post partus.
Perejanan yang kuat saat melahirkan mengakibatkan uterus menyembul
keluar, kurangnya nutrisi pada saat bunting, Cervix yang mengalami dilatasi
sehingga uterus dapat keluar melewatinya. Salah satu atau kedua cornua uteri
dapat keluar, berada di dalam vagina atau mengalami eversi melewati vulva
(Deroy, et al 2015). Secara umum, prolaps uteri jarang terjadi. Namun jika terjadi
komplikasi seperti serviks terbuka, maka prolaps uteri dapat terlihat segera setelah
partus (Sikra et al. 2021).
Berdasarkan masalah obstetri emergency pada kucing diatas yang dapat
menyebabkan komplikasi berupa pendarahan dan sepsis maka kami membuat
laporan kasus mengenai penanganan prolapsus uteri pada kucing.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari laporan ini yakni :
a. Bagaimana etiologi dan patogenesa dari Prolapsus uteri pada kucing?
b. Bagaimana tanda klinis dari Prolapsus uteri pada kucing?
c. Bagaimana penanganan dan pengobatan pada Prolapsus uteri pada
kucing?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan laporan ini yakni :
a. Untuk mengetahui etiologi dan patogenesa dari Prolapsus uteri pada
kucing.
b. Untuk mengetahui tanda klinis dari Prolapsus uteri pada kucing
c. Untuk mengetahui penanganan dan pengobatan pada Prolapsus uteri pada
kucing.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Etiologi dan Patogenesa
Prolapsus uteri merupakan kondisi komplikasi post-partus. Pada kucing, kasus
prolapsus uteri lebih sering terjadi daripada di anjing (Deroy et al, 2014). Secara
umum, prolaps uteri jarang terjadi. Namun jika terjadi komplikasi seperti serviks
terbuka, maka prolaps uteri dapat terlihat segera setelah partus. Prolapsus uteri
terjadi karena distokia, relaksasi atau atoni dinding uterus, pemisahan plasenta
yang tidak sempurna, serta relaksasi panggul dan daerah perineum yang
berlebihan (Sikra et al. 2021). Jika hanya salah satu Cornua uteri yang mengalami
prolaps, kondisinya disebut prolaps uterus parsial sedangkan jika kedua Cornua
mengalami prolaps disebut prolaps uterus komplit. Penyebab pasti dari prolaps
uteri masih belum diketahui. Banyak faktor risiko yang berperan dalam terjadinya
prolaps uteri seperti: predisposisi genetik, usia saat partus (Colakoglu et al. 2021).
Kontraksi kuat akibat induksi oksitosin selama persalinan, dilatasi serviks yang
ekstrim, relaksasi dan peregangan otot panggul, dan pemisahan membran plasenta
yang tidak sempurna merupakan faktor predisposisi prolaps uteri. Selain itu, juga
dapat disebabkan oleh atoni uteri, persalinan lama, distokia dan kehamilan
berulang (Ucmak et al. 2018)
2.2 Tanda Klinis
Menurut Deroy et al (2014), tanda klinis prolapsus uteri pada kucing adalah
adanya Vaginal discharge, mengejan, gelisah, nyeri. Pada kucing, kerusakan
organ yang disebabkan oleh kontaminasi dapat terjadi sangat cepat akibat
kebiasaan kucing menjilati organ yang prolaps. Uterus yang keluar akan
membesar dan disertai edema. Selain itu, infeksi pada saluran kemih serta retensi
urin dapat terjadi. Retensi urin yang terjadi pada kasus prolapsus uteri dapat
disebabkan oleh obstruksi mekanis yang dihasilkan oleh posisi uretra yang tidak
normal serta adanya kompresi atau tekanan.
Pengobatan yang dilakukan pasca operasi ialah intramox 0,28 ml, glukortin
0,2 ml dan B. Sanplex 0,5 ml. Intramox mengandung Amoxicillin yang dimana
merupakan antibiotik golongan beta-lactam, bekerja dengan menghambat
pembentukan dinding sel bakteri. Mukopeptida bakteri dihambat sehingga sintesis
dinding sel tidak terjadi, mukopeptida digunakan sebagai bahan sintesis dinding
sel oleh bakteri. Amoxicillin berspektrum luas dapat bekerja pada bakteri gram
positif dan negatif. Obat ini akan masuk melalui sistem pencernaan, dan
didistribusikan melalui pembuluh darah ke seluruh tubuh, obat ini tidak
terpengaruh oleh adanya makanan yang ada di lambung. Amoxicillin umumnya
dieksresi melalui proses sekresi di tubuli ginjal (Papich, 2016).
Glucortin merupakan obat yang diindikasikan untuk asetomia, alergi,
arthritis, bursitis, syok dan tendovaginitis serta mempercepat pemulihan kondisi
pada kucing. Tiap ml nya mengandung dexamethasone 2 mg. Glucortin yang
mengandung dexamethasone ini bekerja dengan cara menghambat enzim
fosfolipase A2 sehingga akan mencegah pelepasan asam arakidonat yang
memproduksi enzim cyclooxygenase (COX). Enzim COX inilah yang
bertanggung jawab atas pembentukan prostaglandin yang merupakan mediator
inflamasi dan nyeri. Sementara Vitamin B complex merupakan terapi suportif
dengan progres yang baik (Papich, 2016).
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Siganlement
A B
Gambar 3.4 (A) Incisi kulit, (B) Incisi Musculus abominis
Setelah kulit di-Incisi, jaringan Sub-cutan, Musculus abdominis dikuakkan
hingga mencapai rongga peritoneum. Setelah mencapai rongga peritoneum, uterus
dikeluarkan menggunakan Spay hook lalu ditarik dengan pelan hingga ovarium
terlihat. Setelah ovarium terlihat, bagian penggantung ovarium diligasi lalu di
potong (lakukan pada sisi lainnya). Setelah kedua penggantung ovarium telah
dipotong, maka dilakukan ligasi pada pangkal Corpus uteri. Namun, untuk
mencegah terjadi pendarahan maka dilakukan Multiple transiction.
Setelah Corpus uterus diligasi, maka dilakukan pengangkatan uterus lalu di
lakukan penutupan bekas potongan pada bagian servix untuk mencegah terjadi
perlekatan pada organ lain. Menurut Munif et al (2022) Setelah Incisi kulit,
jaringan subkutan, otot perut dan peritoneum. Peritoneum diekspos melalui
sayatan tusukan kecil, dan setelah itu diseksi tumpul dilakukan dengan Mosquito
forcep yang melengkung sehingga tidak merobek serat otot dengan kuat untuk
masuk ke dalam rongga peritoneum. Setelah mendapatkan akses ke rongga
peritoneum, rahang Mosquito forcep dibentangkan untuk memperbesar bukaan
agar mudah mendekati Cornua uteri di sisi itu (kiri). Kemudian Cornua uteri
bersama dengan ovarium yang menyertainya ditarik keluar. Kemudian tunggul
yang terputus diperiksa dengan hati-hati untuk memastikan tidak ada perdarahan
dan dikembalikan ke rongga. Demikian pula, Cornua uteri kanan kontralateral
terdeteksi dan ditarik dari kavitas dengan spay hook. Lalu ligasi dilakukan,
prosedur ligasi yang sama diterapkan, dan ovarium kanan dengan Cornua uteri
dilepas, dan tunggulnya dibiarkan kembali ke rongga. Kemudian Cornua uteri
(kiri dan kanan) ditarik dan dinaikkan bersama-sama untuk memperlihatkan
Corpus uteri sambil menangani perdarahan yang dapat dikaitkan dengan pecahnya
pembuluh darah di dalam ligamen lebar (Mesometrium) di dekat persimpangan
corpus uteri dan cornua. Badan uterus digenggam dengan Forceps non-crushing
untuk mencegah ruptur dan perdarahan, sedangkan pembuluh darah uterus
kolateral diikat (bila perlu) tepat di dekat serviks. Setelah pengikatan yang tepat,
cornua uteri bersama dengan sebagian kecil Corpus uteri sebelum pengikatan
ditranseksi dan dilepas.
A B C
D E F
G H
Gambar 3.5 (A) Cornua uteri dan Ovarium ditarik keluar, (B) Ligasi pada
Penggantung Ovarium, (C) Incisi Penggantung Ovarium, (D) Ligasi Pembuluh
Darah di Corpus Uteri, (E) Ligasi Corpus uteri, (F) Incisi Corpus uteri, (G)
Penutupan Bekas Incisi pada Servix.
Setelah uterus dan ovarium terangkat, Musculus abdominis ditutup
menggunakan metode Simple interrupted suture. Lalu kulit ditutup menggunakan
metode Sub-Cuticular, namun pada penjahitan kali ini terdapat beberapa bagian
yang sedikit terbuka sehingga diperlukan beberapa jahitan pada kulit dengan
metode Simple interrupted menggunakan benang Silk 3/0.
A B
Gambar 3.6 (A) Kulit ditutup dengan Metode Sub-Cuticular, (B) Bagian Terbuka
dijahit dengan Simple Interrupted Suture.
Penanganan post-operasi dilakukan dengan injeksi antibiotik (Intramox
0,33 ml) dan anti radang non-steroid sekaligus analgesik (tolfedine 0,33 ml). serta
diberikan salep Oxytetracycline yang diaplikasikan dua kali sehari dirumah.
Menurut Plumb (2018), (1) Amoxicillin adalah antibiotik yang bekerja dengan
cara menghambat sintesis dinding sel. (2) Tolfenamic acid berguna untuk
pengobatan nyeri serta peradangan akut dan kronis. (3) Oxytetracycline memiliki
aktivitas terhadap sebagian mycoplasma, chlamidia dan rickettsia serta dapat
bekerja pada bakteri gram negatif dan gram positif.
Jumat, 20 Januari 2023 Kimo datang kembali ke Puskeswan untuk
kontrol kondisi luka pasca operasi. Menurut pemilik dua hari setelah operasi
Kimo sudah aktif kembali dan bisa makan sendiri. Setelah dilakukan pemeriksaan
klinis ditemukan bahwa suhu tubuh 37,9 C berat badan 3,1 dan luka sudah kering
dan menutup sempurna.
A B C
Gambar 3.7 (A) Kondisi Kimo 20 Januari 2023, (B) Kondisi Luka Sebelum
Jahitan dilepas, (C) Kondisi Luka Pasca Jahitan dilepas.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Prolapsus uteri merupakan kondisi komplikasi post-partus. Pada kucing,
kasus prolapsus uteri lebih sering terjadi daripada di anjing (Deroy et al, 2014).
Secara umum, prolapsus uteri jarang terjadi. Namun jika terjadi komplikasi seperti
serviks terbuka, maka prolapsus uteri dapat terlihat segera setelah partusus.
Prolapsus uteri terjadi karena distokia, relaksasi atau atoni dinding uterus,
pemisahan plasenta yang tidak sempurna, serta relaksasi panggul dan daerah
perineum yang berlebihan.
Tanda klinis prolapsus uteri pada kucing adalah adanya Vaginal discharge,
mengejan, gelisah, nyeri. Pada kucing, kerusakan organ yang disebabkan oleh
kontaminasi dapat terjadi sangat cepat akibat kebiasaan kucing menjilati organ
yang prolapsus. Uterus yang keluar akan membesar dan disertai edema. Diagnosa
dapat disimpulkan berdasarkan hasil inspeksi dan anamnesis pasien.
Prolapsus uteri merupakan kasus darurat obstetri karena terdapat risiko
ruptur uteri dan perdarahan, penanganan harus dilakukan sebelum akumulasi
edema, trauma mukosa dan kontaminasi. Prolapsus uteri dapat ditangani degan
pemberian obat (jarang berhasil) atau dengan manajemen bedah. Tujuan
pengobatan adalah untuk mencegah infeksi. Pada kasus prolapsus yang terjadi
berulang dapat ditangani dengan pengangkatan uterus yang biasa disebut
Ovariohisterectomy (OHE).
4.2 Saran
Sebaiknya jumlah partus pada kucing dibatasi dengan cara sterilisasi baik
pada kucing jantan maupun betina karena dapat menyebabkan kasus prolapsus
vagina hingga prolapsus uteri.
DAFTAR PUSTAKA
Colakoglu, H. E., Yazlik, M. O., Esen, A., & Tunc, A. S. (2021). Partial uterine
prolapse and ovarian cysts in two Djungarian hamsters. Veterinární
medicína, 66(1), 40-44.
Deroy, C., Bismuth, C., & Carozzo, C. (2015). Management of a complete uterine
prolapse in a cat. Journal of Feline Medicine and Surgery Open
Reports, 1(1), 2055116915579681.
Kimani, W. K., & Mbugua, S. W. (2020). Surgical management of bicornual
uterine prolapse in a Siamese cat: a case report. International Journal
of Veterinary Science, 9(2), 320-323.
Mariandayani, H. N. (2012). Keragaman kucing domestik (felis domesticus)
berdasarkan morfogenetik. Jurnal peternakan sriwijaya, 1(1).
McGrath, H., Hardie, R. J., & Davis, E. (2004). Lateral flank approach for
ovariohysterectomy in small animals. Compend Contin Educ Pract
Vet, 26, 922-930.
Munif, M. R., Safawat, M. S., & Hannan, A. (2022). Left lateral flank approach
for spaying in cats. Open Veterinary Journal, 12(4), 540-550.
Sikra, A. A., Rosca, P., Ciornei, S. G., Drugociu, D. G. 2021. Bilateral Uterine
Prolapse in Queen: Case Study. Scientific Papers Journal, 64(2).
UÇMAK, Z. G., Ucmak, M., Cetin, A. C., & TEK, Ç. (2018). Uterine prolapse in
a pregnant cat. Turkish Journal of Veterinary & Animal Sciences, 42(5),
500-502.