Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM

UJI KUALITATIF DAN KUANTITATIF VITAMIN C

Dosen Pembimbing :

Miftachul Chusnah, STp., MP

Disusun Oleh :

1. Vindia Nur Azlina Putri S (1903080041)


2. Moh.Maulana (1903080041)

PROGRAM STUDY TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS KH.A. WAHAB HASBULLAH
JOMBANG
2022
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Vitamin adalah kelompok senyawa organic berbobol molekul kecil yng


memiliki fungsi vital dalam metabolisme organisme. Dipandang dari sisi
enzimologi, vitamin adalah kofaktor dalam reaksi kimia yang dikatalisai oleh
enzim. Sebagai salah satu komponen gizi, vitamin diperlukan untuk memperlancar
proses metabolisme tubuh dan tidak menghasilkan energy. Vitamin terlibat dalam
proses enzimatik. Tubuh memerlukan vitamin dalam jumlah yang sedikit, tetapi
jika kebutuhan yang sedikit ini diabaikan, akan mengakibkan terganggunya
metabolmee dalam tubuh kita, karena fungsinya tidak dapat digantikan oleh
senyawa lain. Kondisi kekurangan vitamin disebut dengan avitaminosis (Ketnan,
2005).

Berdasarkan kelarutannya vitamin dibagi menajdi dua kelompok, yaitu


vitamin yang larut dalam air (vitamin C dan semua golongan vitamin B) dan yang
larut dalam lemak (vitamin A, D, E, dan K). Oleh karena sifat kelarutannya
tersebut, vitamin yang larut dalam air tidak dapat disimpan dalam tubuh, sedangkan
vitamin yang larut dalam lemak dapat disimpan dalam tubuh (Ketnan, 2005).

Vitamin C adalah salah satu jenis vitamin yang larut dalam air dan memiliki
peranan penting dalam menangkal berbagai penyakit.Vitamin ini juga dikenal
dengan nama kimia dari bentuk utamanya yaitu asam askorbat. Vitamin C
termasuk golongan vitamin antioksidan karena sangat mudah troksidasi oleh panas,
cahaya, dan logam. Oleh karena itu vitamin C mampu menangkal berbagai radikal
bebas ekstraseluler. Buah-buahan seperti jeruk, merupakan sumber utama vitamin
C (Girinda, 1986).

B. Tujuan Praktikum
 Menguji vitamin C secara kualitatif dan kuantitatif
 Mengetahui kadar vitamin C dalam sample yang dianalisa.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian

Vitamin C atau asam askorbat merupakan kristal putih yang larut dalam air.
Vitamin C cukup stabil dalam keadaan kering, namun dalam keadaan terlarut
vitamin C mudah rusak karena teroksidasi. Oksidasi dipercepat karena adanya
tembaga dan besi. Struktur asam askorbat (vitamin C) adalah turunan heksosa dan
diklasifikasikan sebagai karbohidrat yang erat berkaitan dengan monosakarida,
sehingga strukturnya sangat mirip glukosa pada sebagian besar mamalia yaitu L-
asam askorbat (bentuk tereduksi) dan L-asam dehodroaskorbat terjadi bila
bersentuhan dengan tembaga, panas dan alkali ( Iswari, 2006).

Vitamin C berhasil diisolasi untuk pertama kalinya pada tahun 1928 dan
pada tahun 1932 ditemukan bahwa vitamin ini merupakan agen yang dapat
mencegah sariawan. Albert Szent-Gyorgyi menerima penghargaan nobel dalam
fisiologi atau kedokteran pada tahun 1937 untuk penemuan ini. Selama ini vitamin
C atau asam askorbat dikenal peranannya dalam menjaga dan memperkuat
imunitas terhadap infeksi (Girinda, 1986).

Pada beberapa penelitian lanjutan ternyata vitamin C juga telah terbukti


berperan penting dalam meningkatkan kerja otak. Dua peneliti di Texas Woman's
University menemukan bahwa murid SMTP yang tingkat vitamin C-nya dalam
darah lebih tinggi ternyata menghasilkan tes IQ lebih baik daripada yang jumlah
vitamin C-nya lebih rendah (Girinda, 1986).

Vitamin adalah suatu zat organik yang diperlukan tubuh sebagai pengaturan
proses fisiologis tubuh.Walaupun diperlukan dalam jumlah sedikit tetapi fungsinya
tidak dapat digantikan dengan zat-zat lain.Tanpa vitamin manusia, hewan dan
makhluk hidup lainnya tidak akan dapat melakukan aktifitas hidup dan kekurangan
vitamin dapat menyebabkan memperbesar peluang terkena penyakit pada tubuh
kita (Hart, 2003).

Vitamin C disebut juga asam askorbat. Vitamin C banyak terdapat pada


buah-buahan dan sayuran berwarna hijau. Kekurangan vitamin C mengakibatkan
skorbutum, pendarahan pada kulit, kerusakan sendi, dan gusi. Vitamin C sering
disebut sebagai rajanya vitamin, itu karena vitamin C memang memiliki banyak
manfaat. Selain bersifat antioksidan yang mampu melawan radikal bebas, vitamin
C juga berperan dalam meningkatkan sistem kekebalan tubuh (Hart, 2003).

Dosis konsumsi vitamin C yang ideal adalah 75 miligram per hari.


Perempuan hamil dan ibu menyusui sudah tentu harus mengonsumsi vitamin C
lebih besar dari jumlah itu. Ada juga yang berpendapat cukup mengonsumsi 200
miligram sehari. Bagi orang yang hidup dengan stres atau mereka yang tinggal di
kota besar yang penuh polusi, dosis 500 miligram adalah dosis yang cukup baik
(Hart, 2003).

Terlalu banyak mengonsumsi Vitamin C akan memiliki efek samping


seperti sakit kepala, mual, muntah, perut sakit, kelelahan, mengantuk, gangguan
pencernaan, kram usus, diare, insomnia, batu ginjal, iritasi di kerongkongan,
hingga pengeroposan gigi. Untuk mengetahui ada tidaknya kandungan vitamin C
dalam sebuah sampel minuman, kita dapat menggunakan titrasi iodometri dalam
laboratorium. Titrasi iodometri dapat menggunakan larutan amilum Iodida atau
bisa juga menggunakan betadine (Hart, 2003).

Vitamin adalah golongan senyawa organik sebagai pelengkap makanan


yang sangat diperlukan oleh tubuh. Vitamin memiliki peran yang sangat penting
untuk pertumbuhan, pemeliharaan kesehatan, dan fungsi-fungsi tubuh lainnya agar
metabolisme berjalan normal. Vitamin dalam bahan makanan hanya dalam jumlah
relatif kecil (Winarno, 1988).

Bentuk vitamin berbeda-beda, diantaranya ada yang berbentuk provitamin


atau calon vitamin (precursor), setelah diserap oleh tubuh, provitamin dapat diubah
menjadi vitamin yang aktif.Karbohidrat, protein, dan lemak dibutuhkan oleh tubuh
dalam jumlah besar untuk menyediakan energi dan menghasilkan prekursor
organik sebagai komponen tubuh. Namun demikian, vitamin memiliki fungsi
khusus yang tidak dapat digantikan oleh zat lain. Kekurangan vitamin berati
kekurangan zat esensial dalam tubuh sehingga dapat menimbulkan penyakit
tertentu. Kondisi kekurangan vitamin disebut avitaminosis dan dapat disembuhkan
dengan memberikan vitamin yang kurang (Poedjiadi, 1994).

Vitamin C mempunyai banyak fungsi yaitu berperan membantu enzim


spesifik dalam melakukan fungsinya. Vitamin C juga bekerja sebagai antioksidan.
Perusahaan kadang–kadang menambahkan vitamin C pada produk makanannya
untuk menjaga kandungan bahan tertentu. Vitamin C juga penting untuk
membentuk kolagen, serat, struktur protein. Kolagen dibutuhkan untuk
pembentukan tulang dan gigi dan juga untuk membentuk jaringan bekas luka
(Winarno, 1988).

Vitamin C juga meningkatkan ketahanan tubuh terhadap infeksi dan


membantu tubuh menyerap zat besi.Vitamin C atau asam askorbat mempunyai
massa molekul 176 gram/mol dengan rumus molekul C6H8O6. Dalam bentuk
kristal tidak berwarna, titik cair 190-192ºC. Bersifat larut dalam air, sedikit larut
dalam aseton atau alkohol yang mempunyai berat molekul rendah (Winarno, 1988).

Vitamin C sukar larut dalam kloroform, eter dan benzena. Dengan logam
membentuk garam. Sifat asam ditentukan oleh ionisasi gugus enol pada atom C
nomor 3.Vitamin C lebih stabil pada pH rendah daripada pH tinggi. Vitamin C
mudah teroksidasi, terutama apabila terdapat katalisator Fe, Cu, enzim askorbat
oksidase, sinar, dan temperatur tinggi. Larutan encer Vitamin C pada pH kurang
dari 7,5 masih stabil apabila tidak ada katalisator seperti di atas. Oksidasi Vitamin
C menghasilkan asam dehidroaskorbat (Winarno, 1988).

Vitamin adalah molekul organik sederhana yang diminta oleh tubuh.


Vitamin bukan karbohidrat, protein maupun lipid. Tubuh tidak dapat mensintesis
vitamin-vitamin. Karena larut dalam air, vitamin C mudah diserap dalam usus
halus, dari mana ia langsung masuk ke dalam darah vena porta ke hati dan dari sana
ke seluruh tubuh. Vitamin ini disimpan dalam banyak jaringan, tetapi terutama
banyak sekali dalam organ yang berhubungan dengan aktivitas metabolisme
(Harjadi, 1986).
Asam askorbat atau lebih dikenal dengan nama vitamin C adalah vitamin
untuk jenis primat tetapi tidak merupakan vitamin bagi hewan-hewan lain. Asam
askorbat adalah suatu reduktor kuat. Bentuk teroksidasinya, asam dehidroaskorbat,
mudah direduksi lagi dengan berbagai reduktor seperti glutation (GSH) (Harjadi,
1986).

Peranan asam askorbat sebagai koenzim belum dapat dipastikan karena


asam ini tidak dapat berikatan dengan protein yang manapun. Vitamin C memiliki
sifat yang larut dalam air dan mudah rusak oleh panas udara, alkali enzim, stabil
pada suasana asam. Gejala yang ditimbulkan akibat kekurangan vitamin C antara
lain pendarahan ringan. Sedangkan gejala yang berat antara lain gigi rontok, luka
pada gusi, luka sukar sembuh dan tulang mudah patah (Harjadi, 1986).

Vitamin C dapat ditemukan pada buah jeruk, tomat, dan juga beberapa
buah-buahan lainnya. Vitamin C diperlukan pada pembentukan zat kolagen oleh
fibroblast hingga merupakan bagian dalam pembentukan zat intersel. Keadaan
kekurangan vitamin C akan mengganggu integrasi dinding kapiler. Vitamin C
diperlukan juga pada proses pematangan eritrosit dan pada pembentukan tulang
dan dentin. Vitamin C mempunyai peranan penting pada respirasi jaringan
(Rachmawati et al, 2009).

Sumber vitamin C adalah buah-buahan segar terutama buah jeruk dan


sayuran. Fungsinya yang pasti tidak diketahui, kecuali bahwa askorbat ikut
berperan pada kerja enzim-enzim prolil dan lisil hidrolakse serta pehidroksifenil-
piruvat oksidase, dan pada pembentukan nondrenalin (Rachmawati et al, 2009).

Kebutuhan orang dewasa 60 mg lebih banyak dalm laktasi, 35 – 45 mg


untuk bayi dan anak-anak. Peningkatan kebutuhan dapat terjadi karena stress.
Vitamin C pertama-tama diisolasi oleh Szent Gyorgy (1928) dari jeruk, kol dan
adrenal korteks. Ia namakan senyawa tersebut asam heksuronik karena molekulnya
mempunyai enam karbon dan mempunyai sifat mereduksi (Rachmawati et al,
2009).

Vitamin C adalah derivate heksosa dan cocok digolongkan sebagai suatu


karbohidrat. Vitamin ini dalam bentuk Kristal berwarna putih, sangat larut dalam
air dan alcohol. Vitamin C stabil dalam keadaan erring tetapi mudah teroksidasi
dalam keadaan larutan apalagi dalam suasana basa (Rachmawati et al, 2009).

Vitamin C diperlukan untuk sintesis kolagen, komponen struktural penting


dari pembuluh darah, tendon, ligamen, dan tulang. Vitamin C juga berperan
penting dalam sintesis neurotransmitter , norepinefrin (Fessenden, 1982).

Neurotransmiter sangat penting untuk fungsi otak dan diketahui


mempengaruhi suasana hati. Selain itu, vitamin C diperlukan untuk
sintesiskarnitin , molekul kecil yang sangat penting untuk pengangkutan lemak
menjadi organel sel yang disebut mitokondria , di mana lemak diubah menjadi
energi. Penelitian juga menunjukkan bahwa vitamin C adalah terlibat dalam
metabolisme kolesterol untuk asam empedu , yang mungkin memiliki implikasi
terhadap kadar kolesterol darah dan kejadian batu empedu (Fessenden, 1982).

Vitamin C juga sangat efektif terhadap antioksidan protein. Bahkan jumlah


kecil vitamin C dapat melindungi molekul yang sangat diperlukan dalam tubuh,
seperti, lipid (lemak), karbohidrat, dan asam nukleat (DNA dan RNA), dari
kerusakan oleh radikal bebas dan reaktif oksigen spesies yang dapat dihasilkan
selama metabolisme normal maupun melalui hubungan ke racun dan polutan
(misalnya, asap rokok)(Fessenden, 1982).

Vitamin C juga mungkin dapat beregenerasi antioksidan lain seperti vitamin


E. Satu studi terbaru perokok ditemukan bahwa vitamin C vitamin E regenerasi
dari bentuk teroksidasinya (Fessenden. 1982).

Vitamin yang larut dalam air disebut prakoenzim (procoenzyme). Vitamin-


vitamin ini dapat bergerak bebas di dalam badan, darah, dan limfa. Karena sifat
kelarutannya, vitamin ynag larut dalam air mudah rusak dalam pengolahan dan
mudah hilang atau terlarut bersama air selama pencucian bahan (Fessenden, 1982).

Di dalam tubuh, vitamin ini disimpan dalam jumlah terbatas dan kelebihan
vitamin akan dikeluarkan atau diekskresikan melalui urine. Oleh karena itu untuk
mempertahankan saturasi vitamin ini harus sering dikonsumsi. Salah satu vitamin
yang larut dalam air adalah vitamin C (asam askorbat) (Fessenden, 1982).
Vitamin C dikenal juga dengan nama lain yaitu “cevitamic
acid”,“antiscorbutic factor” dan “scurvy preventive dietary essential”. Terdapat dua
bentuk vitamin C aktif, yaitu bentuk tereduksi (asam akorbat) dan bentuk
teroksidasi (asam dehidro askobat). Bila asam dehidroaskorbat teroksidasi lebih
lanjut akan berubah menjadi asam diketoglukonat yang tidak aktif secara biologis
(Fessenden, 1982).

Pada buah cabai terkandung beberapa vitamin. Salahsatu vitamin dalam


buah cabai adalah vitamin C (asam askorbat). Vitamin C berperan sebagai
antioksidan yang kuat yang dapat melindungi sel dari agen-agen penyebab kanker,
dan secara khusus mampu meningkatkan daya serap tubuh atas kalsium (mineral
untuk pertumbuhan gigi dan tulang) serta zat besi dari bahan makanan lain.
Vitamin C merupakan vitamin yang larut dalam air dan esensial untuk biosintesis
kolagen (Poedjiadi, 1994).

Vitamin C diperlukan untuk menjaga struktur kolagen, yaitu sejenis protein


yang menghubungkan semua jaringan serabut, kulit, urat, tulang rawan, dan
jaringan lain di tubuh manusia. Struktur kolagen yang baik dapat menyembuhkan
patah tulang, memar, pendarahan kecil, dan luka ringan(Poedjiadi, 1994).

Vitamin C juga berperan penting dalam membantu penyerapan zat besi dan
mempertajam kesadaran. Sebagai antioksidan, vitamin c mampu menetralkan
radikal bebas di seluruh tubuh. Melalui pengaruh pencahar, vitamini ini juga dapat
meningkatkan pembuangan feses atau kotoran. Vitamin C juga mampu menangkal
nitrit penyebab kanker. Penelitian di Institut Teknologi Massachusetts menemukan,
pembentukan nitrosamin (hasil akhir pencernaan bahan makanan yang
mengandung nitrit) dalam tubuh sejumlah mahasiswa yang diberi vitamin C
berkurang sampai 81% (Poedjiadi, 1994).

Berbagai macam analisis dilakukan untuk mengetahui kadar vitamin C. Penelitian


dengan menggunakan metode spektrofotometri dilakukan pada tahun 1966 sampai
dengan tahun 1967. Pada spektrofotometri, sample (vitamin C) diletakkan pada
kuvet yang disinari oleh gelombang yang memiliki panjang gelombang yang
mampu diserap oleh molekul asam askorbat (Helrich, 1990). Analisis Vitamin C
juga dilakukan dengan metode titrasi 2,6 D (Dichloroindophenol) yang dimulai
pada tahun 1964 dan berakhir pada tahun 1966. Pada titrasi ini, persiapan sampel
ditambahkan asam oksalat atau asam metafosfat, sehingga mencegah logam katalis
lain mengoksidasi vitamin C (Helrich, 1990).

Metode spektrofotometri dan titrasi 2,6 D (Dichloroindophenol) jarang


dilakukan karena memerlukan biaya yang mahal, titrasi lain yang dapat dilakukan
adalah titrasi Iodium. Metode ini paling banyak digunakan, karena murah, dan
tidak memerlukan peralatan laboratorium yang canggih. Titrasi ini memakai
Iodium sebagai oksidator yang mengoksidasi vitamin C dan memakai amilum
sebagai indikatornya. Kekurangan dari metode ini yaitu ketidakakuratan nilai yang
diperoleh karena vitamin C dapat dipengaruhi oleh zat lain. Titrasi Iodium adalah
salah satu metode analisis yang dapat digunakan dalam menghitung kadar Vitamin
C. Dimana, suatu larutan vitamin C (asam askorbat) sebagai reduktor dioksidasi
oleh Iodium, sesudah vitamin C dalam sampel habis teroksidasi, kelebihan Iodium
akan segera terdeteksi oleh kelebihan amilum yang dalam suasana basa berwarna
biru muda (Wijanarko, 2002).

Kadar vitamin C dapat diketahui dengan perhitungan 1ml 0,01 N larutan


Iodium = 0,88 mg asam askorbat (Wijanarko , 2002). Terdapat beberapa metode
untuk mengetahui kadar vitamin C pada suatu bahan pangan. Diantaranya adalah
metode titrasi dan metode spektrofotometri. Metode titrasi dapat terdiri dari metode
titrasi iodium, Metode Titrasi 2,6 D (Dichloroindophenol), dan Titrasi Asam-Basa
(Henry, 1995).

2.2 Macam Metode

Menurut Janeatta (1994), Beberapa metode untuk mengetahui kadar vitamin c :

a. Iodium (titrasi Iodium)

Metode ini paling banyak digunakan, karena murah, sederhana, dan


tidak memerlukan peralatan laboratorium yang canggih. titrasi ini memakai
Iodium sebagai oksidator yang mengoksidasi vitamin C dan memakai
amilum sebagai indikatornya.
b. Titrasi 2,6 D (Dichloroindophenol)

Metode ini menggunakan 2,6 D dan menghasilkan hasil yang lebih


spesifik dari titrasi yodium. Pada titrasi ini, persiapan sampel ditambahkan
asam oksalat atau asam metafosfat, sehingga mencegah logam katalis lain
mengoksidasi vitamin C. Namun, metode ini jarang dilakukan karena harga
dari larutan 2,6 dan asam metafosfat sangat mahal.

c. Titrasi Asam-Basa

Metode titrasi Asam Basa merupakan contoh analisis volumetri,


yaitu, suatu cara atau metode, yang menggunakan larutan yang disebut
titran dan dilepaskan dari perangkat gelas yang disebut buret. Bila larutan
yang diuji bersifat basa maka titran harus bersifat asam dan sebaliknya.
Untuk menghitungnya kadar vitamin C dari metode ini adalah dengan mol
NaOH = mol asam Askorbat.
d. Metode spektrofotometri
Metode spektrofotometri larutan sampel (vitamin C) diletakkan pada
sebuah kuvet yang disinari oleh cahaya UV dengan panjang gelombang
yang sama dengan molekul pada vitamin C yaitu 269 nm.
BAB III

METODE ANALISA

A. Uji Kualitatif
1. Alat dan Bahan
 Alat :
 Pipet tetes
 Gelas reagen
 Sendok makan
 Spatula
 Tabung Reaksi
 Bahan :
 ABC kedelai
 ABC sirsak
 Air
 Aquades
 Betadine
 Tepung maizena
2. Prosedur Kerja
Metode II
1
1. Dibuat larutan kanji : dilarutkan tepung maizena dalam gelas air, diaduk
4
cepat sampai semua tepung larut
2. Disiapkan 3 buah gelas kimia, lalu diberi label
3. Disiapkan sampel sari buah mangga, liang the\ dan nata de coco ke dalam
1
gelas kimia, kemudian ditambahkan gelas air, lalu diaduk
2
4. Diambil 1 sendok makan larutan kanji, dituangkan dalam gelas kimia yang
telah diberi label
5. Betadine antiseptik ditetes sebanyak 2 tetes lalu diaduk, dilakukan terus
sampai larutan sampel berwarna biru kehitaman
6. Tetesan dihentikan jika warna larutan sudah biru kehitaman (warna biru
kehitaman menunjukkan di dalam sampel terkandung vitamin c)
7. Dicatat berapa tetes betadine yang dibutuhkan untuk membuat sampel dari
warna kuning menjadi biru kehitaman.
Metode II

1. Disiapkan 4 tabung reaksi yang telah diisi air dengan takaran yang sama
2. Diberi betadine antiseptik sebanyak 3 tetes ke dalam 3 tabung reaksi dan 1
tabung reaksi dibiarkan tetap berisi air putih biasa
3. Diberi ekstrak buah-buahan ke dalam 3 tabung reaksi dan 1 tabung reaksi
dibiarkan tetap berisi air putih biasa
4. Setelah itu dicampurkan ekstrak buah-buahan dengan air yang telah diberi
betadine hingga larutan tercampur rata dengan cara di goncang perlahan
5. Setelah mengalami perubahan warna, diamati dan di catat.

B. Uji Kuantitatif

1. Alat dan Bahan

 Alat :

 Buret
 Statif
 Erlenmeyer
 Labu ukur
 Neraca analitik
 Gelas kimia
 Pipet tetes
 Kapas
 Pipet gondok
 Pisau
 Bahan :
 Jeruk
 Reagen
 Amylum 1% ; 10 gr pati yang dapat larut dicampur dengan 10 mg
Hgl dan 30 ml aquades yang sedang mendidih
 Standar Yodium : 2 – 2.5 gr KI dan 1.269 gr I2 dilarutkan dalam
aquades sampai 1 liter
2. PROSEDUR PRATIKUM
1. Jeruk diperas, ambil airnya.

2. Timbang sebanyak 10 – 30 gr dengan neraca analitik menggunakan


gelas kimia. Catat hasil yang ditimbang.

3. Masukkan ke dalam labu ukur 100 ml dan tambahkan aquades sampai


tanda batas.

4. Saring dengan kapas untuk memisahkan filtratnya.

5. Pipet 10 ml filtrat dan masukkan ke dalam erlenmeyer.

6. Tambahkan 1 ml larutan amylum 1% (soluble starch).

7. Kemudian titrasi dengan 0/01 N standart yodium (sebelumnya yodium


telah dimasukkan kedalam buret yang telah dibersihkan dan yang telah
diuji apakah buret tersebut tidak bocor)
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

1) Uji Kualitatif

Metode I

No Sampel Jumlah tetes Perubahan Warna


1 Buavita Leci 40 Cokelat – Orange
2 Ultra kacang ijo 10 Coklat – Kehitaman
3 Aquades Tidak dilakukan Cokelat
perlakuan uji

Metode II

No Sampel Jumlah Tetes Perubahan Warna


1 Buavita Leci 30 Bening – Cokelat
kehitaman
2 Ultra kacang ijo 10 Coklat – Biru
kehitaman

2) Uji Kuantitatif

Hasil ml titran (standart yodium) dari titrasi yang digunakan

Sampel ML titran I ML titran II ML titran II ML titran II Rata rata Bobot Sample (g)
ML titran
Perasan air jeruk 2.2 1.8 1.6 2.0 1.9 10 g

Dari percobaan yang dilakukan didapat hasil kandungan vitamin C dalam sample
yang dianalisa dengan melakukan perhitungan sebagai berikut:

Kadar Vit.C = Vol.pengenceran x Volume titrasi x 0.88 mg x 100%

Berat Sample 10

Kadar vit.C = 100 x 1.9 x 0.88 mg x 1 = 16.72 mg

4.2 Pembahasan

 Uji Kualitatif

Pada praktikum yang telah dilakukan untuk mengetahui adanya kandungan


vitamin C pada beberapa sampel minuman yang beredar dimasyarakat. Vitamin C
sendiri biasa disebut dengan asam askorbat yang adalah suatu senyawa yang
diperlukan oleh tubuh untuk menjaga kesehatan tubuh dan memiliki banyak fungsi
seperti sebagai antioksidan, untuk menangkal beberapa penyakit radikal, dan untuk
menjaga sistem kekebalan tubuh. Vitamin C memiliki rumus molekul C6H8O6.

Untuk praktikum uji vitamin C kali ini digunakan bahan betadine karena
warna daripada betadine yaitu berwarna merah akan menyebabkan lebih mudah
dalam mengamati perubahan warna yang akan terjadi. Jika sampel mengandung
vitamin C maka jika sampel tersebut bereaksi dengan betadine maka akan berubah
warna menjadi warna biru kehitaman pada percobaan.

Sampel yang digunakan untuk menguji kandungan vitamin C pada


praktikum kali ini, yaitu buavita leci dan ultra kacang ijo. Hal ini dilakukan agar
data yang didapatkan lebih akurat dan juga selain itu dapat dibuat perbandingan
kandungan vitamin C untuk setiap sampel.

Berbeda dengan bahan tambahan makanan lainnya yang berbahaya seperti


boraks dan juga formalin vitamin C sangatlah baik dikonsumsi oleh tubuh karena
vitamin C memiliki banyak kegunaan bagi tubuh seperti sebagai zat antioksidan,
menangkal beberapa senyawa yang bersifat radikal dan juga untuk menjaga sistem
kekebalan tubuh.

Dalam praktikum pengujian vitamin C kali ini digunakan dua prosedur


percobaan yang berbeda untuk lebih dapat memastikan hasil praktikum yang
didapatkan agar data yang didapatkan akan lebih akurat jika terdapat dua metode
percobaan dan kita bisa dapat membuat perbandingan dari kedua metode tersebut.

Bila ingin mengetahui apakah suatu sampel mengandung vitamin C untuk


metode percobaan 1 jika suatu senyawa mengandung vitamin C maka tingkat
kejernihan daripada suatu sampel tersebut akan terlihat jernih ataupun cukup jernih
tetapi suatu senyawa jika berubah menjadi keruh ketika ditambahkan betadine
maka sampel tersebut tidaklah mengandung vitamin C atau kadarnya sedikit.
Untuk metode percobaan 2 jika suatu senyawa mengandung vitamin C
maka yang dilihat dari perubahan warna yang terjadi ketika ditetesi dengan
betadine jika berubah menjadi biru-kehitaman maka sampel tersebut mengandung
vitamin C sedangkan jika tidak berubah menjadi biru-kehitaman berarti senyawa
tersebut tidaklah mengandung vitamin C (asam askorbat).
Pada metode percobaan pertama didapati hasil yang menunjukkan bahwa
yang mengandung vitamin C adalah buavita leci dan ultra kacang ijo, namun untuk
ultra kajang ijo hanya sedikit sekali kandungan vitamin C-nya. Hal ini dibuktikan
dengan adanya perubahan warna menjadi kehitaman pada ultra kajang ijo
sedangkan pada buavita leci terjadi perubahan warna menjadi berwarna cokelat
namun cokelat jernih.
Pada metode percobaan kedua didapati hasil untuk ultra kacang ijo satelah
ditetesi betadine antiseptic terjadi perubahan warna menjadi biru kehitaman pada
tetesan kesepuluh. Sedangkan pada buavita leci terjadi perubahan warna menjadi
cokelat kehitaman pada tetesan ketiga puluh. Hal ini membuktikan bahwa pada
metode percobaan kedua terjadi kesalahan karena hasil yang diperoleh tidak sama
dengan metode percobaan pertama. Hal ini disebabkan bukan karena buavita tidak
mengandung vitamin C tapi karena kandungan vitamin C pada buavita yang besar
maka membutuhkan tetesan betadine yang banyak juga, tapi pada saat praktikum
praktikan menghentikan proses saat sampel ditetesi dengan betadine padahal
sampel belum berubah warna menjadi biru kehitaman. Hal ini tidak sesuai dengan
metode percobaan dua. Padahal semakin banyak jumlah tetesan betadine pada
sampel maka kandungan vitamin C yang terdapat dalam sampel juga besar.
Sedangkan semakin sedikit jumlah tetesan betadine pada sampel maka kandungan
vitamin C pada sampel pun hanya sedikit.
Untuk menguji apakah suatu sampel mengandung vitamin C tidaklah dapat
dilakukan dengan hanya melihat dengan mata sendiri apakah suatu sampel
mengandung vitamin C atau tidak karena ada minuman yang rasanya sama dengan
sari buah-buahan tetapi tidak mengandung vitamin C melainkan zat tambahan
lainnya. Uji tersebut hanya dapat dilakukan didalam laboratorium untuk
mengetahui kadar dari vitamin C pada suatu sampel dari makanan.
 Uji Kuantitatif
Percobaan penetapan kadar vitamin C pada praktikum kali ini
dengan menggunakan sampel minuman yang mengandung vitamin C yaitu
jeruk yang diperas airnya. Fungsi larutan standart yodium ialah pereaksi
untuk memperlihatkan jumlah vitamin C yang terdapat dalam sampel
menjadi senyawa dehidro askorbat sehingga akan berwarna biru tua karena
pereaksi yang berlebih. Fungsi amylum ialah untuk meningkatkan
kecepatan percobaan (sebagai indikator). Reaksi ini disebut reaksi
IODIMETRI karena terjadi perubahan dari tidak berwarna (bening) menjadi
berwarna biru tua, sedangkan reaksi IODOMETRI adalah kebalikannya.

Proses pengujian untuk sample jeruk dilakukan hanya dengan 1 kali


pengenceran yaitu 100 mL, dan dilakukan 4 kali pengujian (duplo) sehingga
saat praktikum dilakukan 4 kali titrasi. Hal tersebut dilakukan karena pada
pengujian pertama/titrasi pertama dengan pengenceran 100 mL tersebut,
volume titran yang diperoleh kurang memuaskan karena tetesan dari buret
tidak lancar dan dalam mengaduk erlenmeyer juga tidak konsisten. Untuk
sample dengan pengenceran 100 mL berat sample yang berhasil ditimbang
adalah 10,0150 g, sample ditimbang dalam gelas kimia dengan
menggunakan neraca analitik dan diencerkan dengan menggunakan
aquadest sampai tanda batas.
Setelah sample ditimbang dan diencerkan, selanjutnya sample
dipipet sebanyak 10 mL dan dimasukan dalam erlenmeyer, kemudian
ditmabahkan amilum 1% sebagai indikator, setelah itu dititrasi dengan
menggunakan I2 0,01 N. Proses titrasi dilakukan sampai larutan dalam
erlenmeyer berubah warna menjadi biru, warna biru yang dihasilkan
merupakan iod-amilum yang menandakan bahwa proses titrasi telah
mencapai titik akhir, indikator yang dipergunakan dalam analisa vitamin C
dengan metode iodimetri adalah larutan amilum.

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari percobaan ini, setelah


dilakukan sebanyak 4X, ml titran yang digunakan mempunyai rata-rata 1.9
ml. Kadar vitamin C setelah perhitungan diperoleh 16.72 mg/10 gr atau
167.2 mg/100 gr sampel. Hasil percobaan memiliki nilai yang lebih tinggi
dari nilai yang ada di DKBM (Daftar Komposisi Bahan Makanan) yaitu 49
mg/100 gr jeruk manis. Hal ini dapat disebabkan pada saat melakukan
praktikum praktikan kurang berhati-hati dalam melakukan percobaan,
kebersihan alat juga berpengaruh dalam mendapatkan nilai yang akurat
karena dapat terrkontaminasi dengan zat lain. Selain itu, vitamin C
memiliki sifat yang mudah rusak dan mudah larut dalam air, sehingga
mudah teroksidasi. Pada saat titrasi, warna yang diperoleh adalah pada saat
15 detik pertama. Sehingga jika lebih hasil yang diperoleh juga akan
berbeda yang dapat mempengaruhi hasil yang sesungguhnya. Hal tersebut
di atas juga dapat disebabkan oleh jenis sample (jeruk) yang digunakan
mungkin saja berbeda baik dari segi jenis, varietas, tingkat keasaman, dan
hal-hal lainnya yang menyebabkan ketidaksamaan data yang didapat.

Hal ini juga disebabkan karena penyusunan DKBM ini hanya


menggunakan satu jenis bahan yang kita tidak mengetahui darimana asal
dan bagaimana komposisi bahan tersebut. Kadar dari vitamin C,
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu Keadaan buah tersebut, semakin
layu/kusut atau tidak segarnya vitamin menyebabkan kadar vitamin C yang
terkandung dalam buah tersebut berkurang. Waktu dalam mengekstrasi juga
mempengaruhi kadar vitamin C, semakin lama waktu mengekstrasi
kandungan vitamin C akan semakin berkurang.
BAB V PENUTUP
3.1 Kesimpulan
 Uji Kualitatif : Untuk uji kualitatif yang dilakukan pada minuman
buavita leci dan ultra kacang ijo didapati hasil bahwa minuman
tersebut mengandung vitamin C.
 Uji Kuantitatif :
Vitamin C merupakan senyawa organik yang larut dalam air,
tidak larut dalam lemak, mudah teroksidasi dalam kondisi basa,
peka terhadap panas, stabil dalam kondisi asam dan kondisi
kering, berbentuk kristal warna putih, reduktor kuat.
Prinsip analisa kadar vitamin C dengan metode titrasi iodium
adalah reaksi vitamin C dengan iodin membentuk ikatan dengan
atom C nomor 2 dan 3 sehingga ikatan rangkapnya hilang dan
terbentuk kompleks iodium-amilum berwarna biru gelap.
Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa kadar vitamin C
pada jeruk sample adalah senilai 162.7 yang berbeda dari yang
ada di DKBM, hal ini disebabkan oleh berbagai faktor
diantaranya jenis bahan dan ketelitian dalam melaksanakan
praktikum.

3.2 Saran
 Uji Kualitatif : Dalam melakukan praktikum diperlukan ketelitian
dan juga selain itu harus lebih menguasai prosedur percobaan yang
akan dilakukan agar didapati hasil yang lebih akurat dan tepat.
 Uji Kuantitatif :
Sebelum melakukan analisa kadar vitamin, mahasiswa harus
benar-benar memahami prosedur kerja agar diperoleh data
pengukuran dengan keteliatian yang tinggi dan mendekati
keakuratan.
Sebaiknya sewaktu analisa kadar vitamin, menggunakan banyak
sampel yang diuji dari satu jenis bahan (sari jeruk) sehingga
hasil pengukuran yang digunakan merupakan nilai rata-rata yang
dapat mendekati nilai keakuratan pengujian.
Sebaiknya dalam melakukan titrasi, sebelumnya praktikan telah
memastikan kondisi buret seperti mengatur kuat tidaknya keran
untuk dibuka atau ditutup, sehingga hasil tidak akan kelebihan.
Praktikan juga harus lebih teliti melihat awal dan akhir titrasi.
Hasil praktikum belum sesuai seperti yang ada di bahan sumber
karena terjadinya kesalahan. Kesalahan terjadi karena kurang
teliti dan kurang terampilnya praktikan melakukan proses
titraasi, sehingga hasil pengamatan menjadi kurang akurat.
DAFTAR PUSTAKA

Fessenden. 1982. Kimia Organik.  Jilid 2. Jakarta, Erlangga.

Girindra, A. 1986. Biokimia I. Jakarta, Gramedia.

Harjadi. 1986. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta, Erlangga.

Hart, H. 2003. Kimia Organik. Jakarta, Erlangga.

Helrich, S.H.1990. Gizi dan Pengolahan Minuman. Yogyakarta : AdicitaKarya


Nusa.

Henry, C.S.1995. Biochemistry for dental students. Jurnalmengujikandunganpada


vitamin C. 9(10) : 21-23.

Iswari, R. 2006. Biokimia. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Ketnan, J.K.2005. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Pelajar. Erlangga, Jakarata.

Poedjiadi, A., 1994. Dasar-dasar Biokimia. UI-Press : Jakarta.

Rachmawati R; Defiani M. R, Suriani N. L. 2009. Pengaruh Suhu dan Lama


Penyimpanan Terhadap Kandungan Vitamin C pada Cabai Rawit Putih.
(Capsicum frustescens).Jurnal Biologi. 8 (2) : 36 – 40.

Tim Penyusun. 2014. Penuntun Praktikum Kimia Analisis Kualitatif dan


Kuantitatif. Manado : FMIPA UNSRAT.

Thamrin, Husni. dkk.. 2012. Penuntun Praktikum Kimia pangan. Jurusan Gizi :
Poltekkes Kemenkes
Padang

DKBM, 1999
Sudarmadji, Slamet. et al. 1996. Prosedur Analisis Bahan Makanan dan Pertanian.
Yogyakarta: Penerbit Liberty.

Sudarmadji, Slamet. et al. 1996. Analisis Bahan Makanan dan Pertanian.


Yogyakarta: Penerbit Liberty.

Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia.

Fauzi, Mukhammad. 1994. Analisa Hasil Pangan (Teori dan Praktek). Jember:
UNEJ

Krisno, Budiyanto, Agus. 2001. Dasar-Dasar Ilmu Gizi. Malang : UMM Press

http://id.wikipedia.org/wiki/Vit C

http://www.keluargasehat.com/keluarga-giziisi.php?news_id=940

http://www.nutrifood.co.id/

Anda mungkin juga menyukai