Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

PASIEN HALUSINASI DIMILIKI DAN DICINTAI DI RSUD dr. DORIS


SLYVANUS PALANGKARAYA

Di Susun Oleh:
Nama : Tri Berger
NIM : 2019.C.11a.1031

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan Ini Disusun Oleh :

Nama : Tri Berger

NIM : 2019.C.11a.1031

Program Studi : S1 Keperawatan

Judul : “Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada Pasien


halusinasi dimiliki dan di cintai di Rsud Dr. Doris Slyvanus
Palangkaraya”

Telah melaksanakan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk


menempuh Praktik Praklink Keperawatan 1 (PPK1) Pada Program Studi S-1
Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

Laporan keperawatan ini telah disetujui oleh :

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Ika Paskaria, S.Kep.,Ners

Mengetahui:
Ketua Program Studi S1 Keperawatan,

Meilitha Carolina, Ners., M.Kep


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas Karya Tulis Ilmiah yang berjudul
“Asuhan Keperawatan pada pasien halusinasi dimiliki dan dicintai Diruang
Dahlia RSUD Dr. Doris Slyvanus ” ini tepat pada waktunya sesuai jadwal yang
telah ditentukan. Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak
mendapat bimbingan, arahan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih.

Palangka Raya, 11 Maret 2021

Tri Berger
LAPORAN PENDAHULUAN
1.1 Konsep Dasar Penyakit...........................................................................................
1.1.1Definisi......................................................................................................................
1.1.2 Anatomi Fisiologi....................................................................................................
1.1.3 Etiologi.....................................................................................................................
1.1.4 Klasifikasi.................................................................................................................
1.1.5 Patofosiologi (WOC)..............................................................................................
1.1.6 Manifestasi Klinis....................................................................................................
1.1.7 Komplikasi...............................................................................................................
1.1.8 Pemeriksaan Penunjang..........................................................................................
1.1.9 Penatalaksanaan Medis...........................................................................................
1.2 Konsep Kebutuhan Manusia Harga Diri Rendah ............................................
1.2.1 Pengertian ................................................................................................................
1.2.2 Etiologi.....................................................................................................................
1.2.3 Klasifikasi ................................................................................................................
1.2.4 Patofisiologi ............................................................................................................
1.2.5 Manifestasi Klinis....................................................................................................
1.2.6 Komplikasi...............................................................................................................
1.2.7 Pemeriksaan Penunjang..........................................................................................
1.2.8 Penatalaksanaan Medis...........................................................................................
1.3 Manajemen Asuhan Keperawatan ......................................................................
1.3.1 Pengkajian Keperawatan .......................................................................................
1.3.2 Diagnosa Keperawatan (SDKI) ............................................................................
1.3.3 Intervensi Keperawatan (SLKI dan SIKI) ...........................................................
1.3.4Implementasi Keperawatan.....................................................................................
1.3.5Evaluasi Keperawatan........................................................................................
BAB II
TUJUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Penyakit
2.1.1 Definisi
Menurut Abraham Maslow, manusia mempunyai kebutuhan tertentu yang
harus dipenuhi secara memuaskan melalui proses homeostatis, baik fisiologis
maupun psikologis. Adapun kebutuhan merupakan suatu hal yang
penting,bermanfaat, atau diperlukan untuk menjaga homeostatis dan
kehidupan itu sendiri. Banyak ahli filsafat, psikologis, dan fisiologis
menguraikan kebutuhan manusia dan membahasnyabdari berbagai segi. Orang
pertama yang menguraikan kebutuhan manusia adalah Aristoteles. Sekitar
tahun 1950, Abraham maslow seorang psikolog dari Amerika
mengembangkan teori tentang kebutuhan dasar manusia yang lebih dikenal
dengan istilah Hierarki Kebutuhan Dasar Manusia Maslow. Hierarki tersebut
meliputi lima kategori kebutuhan dasar yaitu sebagai berikut.

2.1.2 Anatomi Fisiologi


Pada tingkat yang paling bawah, terdapat kebutuhan yang bersifat fisiologik
(kebutuhan akan udara, makanan, minuman dan sebagainya) yang ditandai oleh
kekurangan (defisit) sesuatu dalam tubuh yang bersangkutan. Kebutuhan ini
dinamakan juga kebutuhan dasar (basic needs) yang jika tidak dipenuhi dalam
keadaan yang sangat ekstrem (misalnya kelaparan) manusia yang bersangkutan
kehilangan kendali atas perilakunya sendiri karena seluruh kapasitas manusia
tersebut dikerahkan dan dipusatkan hanya untuk memenuhi kebutuhan dasarnya
itu. Sebaliknya, jika kebutuhan dasar ini relative sudah tercukupi, muncullah
kebutuhan yang lebih tinggi yaitu kebutuhan akan rasa aman (safety needs).
Kebutuhan fisiologis memiliki prioritas tertinggi dalam hierarki Maslow.
Umumnya, seseorang yang memiliki beberapa kebutuhan yang belum terpenuhi
akan lebih dulu memenuhi kebutuhan fisiologisnyadibandingkan kebutuhan yang
lain. Sebagai contoh, seseorang yang kekurangan makanan, keselamatan, dan
cinta biasanya akan berusaha memenuhi kebutuhan akan makanan
sebelummemenuhi kebutuhan akan cinta. Kebutuhan fisiologis merupakan hal
yang mutlak dipenuhi manusia untuk bertahan hidup. Manusia memiliki delapan
macam kebutuhan, yaitu sebagai berikut
a. Kebutuhan oksigen dan pertukaran gas;
b. Kebutuhan cairan dan elektrolit;
c. Kebutuhan makanan;
d. Kebutuhan eliminasi urine dan alvi;
e. Kebutuhan istirahat dan tidur;
f. Kebutuhan aktivitas;
g. Kebutuhan kesehatan temperatur tubuh; dan
h. Kebutuhan seksual.
Kebutuhan seksual tidak diperlukan untuk menjaga kelangsungan hidup
seseorang, tetapi penting untuk mempertahankan kelangsungan umat
manusia.

2.1.3 Etiologi
Apendisitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Berbagai hal berperan
sebagai faktor pencetusnya, diantaranya adalah obstruksi yang terjadi pada lumen
apendiks. Obstruksi ini biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang
keras (fekalit), hiperplasia jaringan limfoid, tumor apendiks, striktur, benda asing
dalam tubuh, dan cacing askaris. Penelitian epidemiologi menunjukan peranan
kebiasaan mengkonsumsi makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap
timbulnya penyakit apendisitis (Mardalena, 2018).

2.1.4 Klasifikasi
a. Apendisitis Akut
Peradangan pada apendiks dengan gejala khas yang memberikan tanda
setempat. Gejala apendisitis akut antara lain nyeri samar dan tumpul yang
merupakan nyeri visceral di daerah epigastrium di sekitar umbilicus.
Keluhan ini disertai rasa mual, muntah dan penurunan nafsu makan.
Dalam beberapa jam, nyeri akan berpindah ke titik McBurney. Pada titik
ini, nyeri yang dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga
merupakan nyeri somatik setempat.
b. Apendisitis Kronis
Diagnosis apendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ditemukan tiga hal
yaitu
1) Pasien memiliki riwayat nyeri pada kuadran kanan bawah abdomen selama
paling sedikit tiga minggu tanpa alternatif diagnosis lain;
2) Setelah dilakukan apendiktomi, gejala yang dialami pasien akan hilang;
dan
3) Secara histopatologik gejala dibuktikan sebagai akibat dari inflamasi
kronis yang aktif atau fibrosis pada apendiks (Mardalena, 2018).

2.1.5 Patofosiologi (WOC)


Tanda patogenetik primer diduga karena obstruksi lumen dan ulserasi
mukosa menjadi langkah awal terjadinya apendisitis. Obstruksi lumen yang
tertutup disebabkan oleh hambatan pada bagian proksimal. Selanjutnya, terjadi
peningkatan sekresi normal dari mukosa apendiks yang distensi secara terus
menerus karena multiplikasi cepat dari bakteri. Obstruksi juga menyebabkan
mukus yang diprosuksi mukosa terbendung. Semakin lama, mukus terbatas
sehingga meningkatkan tekanan intralumen.
Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami
hipoksia, hambatan aliran limfe, ulserasi mukosa, dan invasi bakteri. Infeksi
memperberat pembengkakan apendiks (edema) dan trombosis pada
pembuluhdarah intramural (dinding apendiks) menyebabkan iskemik. Pada tahap
ini mungkin terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat dan
menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, serta bekteri akan menembus
dinding. bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang
diikuti dengan gangren (Mardalena, 2018).
Proses terjadinya masalah

Negative perception Maladaptive coping


to problem

Stressor Accumulation of
stressor

Potential self Helplessness depretion


destruction

2.1.6 Manifestasi Klinis

2.1.7 Komplikasi
Yang paling sering adalah:
1) Perforasi
Insiden perforasi 10-32%, rata-rata 20% paling sering terjadi pada usia
muda sekali atau terlalu tua, perforasi timbul 93% pada anak-anak
dibawah 2 tahun antara 40-75%, kasus usia diatas 60 tahun keatas.
Perforasi jarang timbul dalam 12 jam pertama sejak awal sakit. Perforasi
terjadi 70% pada kasus dengan peningkatan suhu hingga 9,5 derajat
celcius tampak toksin, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositisis
meningkat akibat perforasi dan pembentukan.
2) Peritonitis
Adalah trombofebitis septik pada sistem vena porta ditandai dengan panas
tinggi 39 derajat celcius sampai 40 derajat celcius menggigil dan ikterus
merupakan penyakit yang relatif jarang
a. Tromboflebitis supuratif dari system portal, jarang terjadi tetapi
merupakan komplikasi yang letal;
b. Abses subfrenikus dan fokal sepsis intra abdominak lain; dan
c. Obstruksi intestinal juga dapat terjadi akibat perlengketan (Razan, 2018).
3) Hemoragi
Selama atau setelah pembedahan dapat memicu syok (keluarnya darah dari
pembuluh darah yang robek) sehingga memerlukan transfusi darah atau
pengganti cairan lain. Tindakan yang cepat dan tepat diperlukan dalam
peristiwa hemoragi (perdarahan) karena perdarahan yang berlebihan dapat
berakibat fatal.
4) Hipotensi dan Syok
Tekanan darah mungkin rendah setelah pembedahan. Ini dapat disebabkan
oleh kehilangan darah tetapi dapat juga terjadi akibat menunda pemberian
makanan, minuman, dan obat sebelum pembedahan.
5) Hipertensi Pascaoperasi
Klien dapat juga memperlihatkan tekanan darah tinggi setelah
pembedahan. Ini mungkin akibat dari menunda obat anti hipertensi yang
biasa diminum klien sebelum pembedahan atau disebabkan oleh trauma
akibat pembedahan.
6) Hipoksia dan Hipoksemia
Anestetik dan obat praoperasi terkadang menekan pernapasan
(hipoventilasi) dan mengganggu oksigenasi darah (hipoksemia).
7) Hipotermia
Klien sering kali mengeluhkan perasaan dingin setelah pembedahan. Ini
umumnya dihubungkan dengan anestesia. Namun, menggigil berat dapat
menyebabkan hipoksemia, hipoksia, dan stress jantung.
8) Komplikasi Neurologis
Komplikasi neurologis mencakup keterlambatan terjaga (tidak sadar dalam
60 sampai 90 menit), yang dapat disebabkan oleh hipoksia, hipotermia,
atau ketidakseimbangan elektrolit.
9) Ketidaknyamanan Pascaoperasi
Pada saat klien kembali dari PACU ke area penerimaan rawat jalan atau ke
unit keperawatan, klien biasanya terjaga dan menyadari sejumlah
ketidaknyamanan seperti nyeri, haus, atau distensi abdomen (Rosdahl dan
Kowalski, 2017).
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang

2.1.9 Penatalaksanaan Medis


Penatalaksanaan yang dilakukan sebaiknya konservatif dengan pemberian
antibiotik dan istirahat di tempat tidur. Penatalaksanaan antibiotik dan istrirahat di
tempat tidur. Penatalaksanaan pembedahan hanya dilakukan bila dalam perawatan
terjadi abses dengan atau tanpa peritonitis umum. Penatalaksanaan apendisitis
menurut Mansjoer dalam Mardalena 2018 antara lain.
1) Sebelum Operasi
a. Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi;
b. Pemasangan kateter untuk kontrol produksi urin;
c. Rehidrasi;
d. Antibiotik dengan spektrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara
intravena;
e. Obat-obatan penurun panas diberikan setelah rehidrasi tercapai; dan
f. Bila demam, harus diturunkan sebelum diberi anestesi.
2) Operasi
a. Apendiktomi;
b. Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforasi bebas, maka
abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika;
c. Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV, massanya mungkin mengecil
atau abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka waktu beberapa
hari; dan
d. Apendiktomi dilakukan bila abses dilakukan operasi efektif sesudah 6
minggu sampai 3 bulan.
3) Pasca Operasi
a. Observasi TTV;
b. Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga aspirasi cairan
lambung dapat dicegah;
c. Baringkan pasien dalam posisi Semi Fowler;
d. Pasien dikatakan baik, bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama
pasien dipuasakan;
e. Bila ada tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi, puasa
dilanjutkan sampai fungsi usus kembali normal;
f. Berikan minum mulai 15ml/jam selama 4-5 jam lalu naikkan menjadi 30
ml/jam. Keesokan harinya berikan makanan saring, dan hari berikutnya
diberikan makanan lunak;
g. Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur
selama 20x30 menit;
h. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk diluar kamar; dan
i. Hari ke-7 jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.

2.2 Konsep Kebutuhan Manusia Harga Diri Rendah


2.2.1 Pengertian
Kebutuhan cinta adalah kebutuhan dasar yang menggambarkan emosi
seseorang. Kebutuhan ini merupakan suatu dorongan di mana seseorang
berkeinginan untuk menjalin hubungan yang bermakna secara efektif atau
hubungan emosional dengan orang lain. Dorongan ini akan menekan
seseorang sedemikian rupa, sehingga ia akan berupaya semaksimal mungkin
untuk mendapatkan pemenuhan kebutuhan akan cinta kasih dan perasaan
memiliki. Kebuthan akan mencintai dan dicintai in sagat besar pengaruhnya
terhadap kepribadian seseorang terutama untuk seorang anak. Cinta
berhubungan dengan emosi, bukan dengan intelektual. Perasaan lebih
berperan dalam cinta daripada proses intelektual.Walaupun demikian, cinta
dapat diartikan sebagai keadaan untuk saling mengerti secara dalam dan
menerima sepenuh hati. Setiap individu, termasuk klien yang dirawat oleh
perawat, memerlukan terpenuhinya kebutuhan mencintai dan dicintai.Klien
merupakan individu yang berada dalam kondisi ketidakberdayaan karena sakit
yang dialaminya.Pada kondisi ini diperlukan sentuhan perawat yang dapat
memberikan kedamaian dan kenyamanan.Oleh karena itu, setiap perawat
harus memiliki pemahaman yang benar mengenai konsep dalam pemenuhan
kebutuhan mencintai dan dicintai.
2.2.2 Etiologi
Menurut Sheila L. Videbeck. 2008 menyatakan bahwa : perubahan
pervasive emosi individu, yang ditandai dengan depresi atau mania.Menurut
Stuart Laraia dalam Psikiatric Nursing. 1998 menyatakan bahwa:
keadaan emosional yang memanjang yang mempengaruhi seluruh
kepribadian individu dan fungsi kehidupannya. Hal ini berhubungan dengan
emosi dan memiliki pengertian yang sama dengan keadaaan perasaan atau
emosi. Ada 4 fungsi adaptasi dari emosi, yaitu sebagai bentuk dari
komunikasi sosial, merangsang fungsi fisiologis, kesadaran secara subjektif
dan mekanisme pertahanan psikodinamis.Menurut Jhon W. Santrock dalam
Psikologi the Scince of Mind and Behaviour: kelainan psikologis yang
ditandai meluasnya irama emosional seseorang, mulai dari rentang depresi
sampai gembira yang berlebihan (euforia), gerak yang berlebihan (agitation).
Depresi dapat terjadi secara tunggal dalam bentuk mayor depresi atau dalam
bentuk gangguan tipe bipolar. Cinta sebagai klimaks perasaan dan hubungan
sangatlah beragam dan ia menimbulkan pengaruh yang beragam pula pada
pencinta. Secara umum, cinta menimbulkan pengaruh-pengaruh sebagai
berikut :
1. Cinta membuat orang lamban dan malas menjadi lincah dan terampil,
bahkan membuat orang yang berfikir lamban menjadi gesit.
2. Cinta mengubah si kikir menjadi dermawan, si pemberang dan kaku
menjadi penyabar dan penuh toleransi serta pengertian.
3. Cinta dapat membawa seorang petani yang sendirian harus menghadapi
lumpur di sawah pagi-pagi buta, atau mengurus saluran airnya tengah
malam agar padi bisa hijau dan panen menguning.
4. Cinta mampu membangunkan tenaga yang tidur, membebaskan daya
kekuatan yang dirantai belenggu. Cinta berkobar dengan inspirasi dan
membina pahlawan. Betapa banyak penyair, filsuf, dan seniman diciptakan
oleh energi cinta yang gaib, kuat dan kuasa ini

2.2.3 Klasifikasi
2.2.4 Patofisiologi

2.2.5 Manifestasi Klinis

2.2.6 Komplikasi

2.2.7 Pemeriksaan Penunjang


2.2.8 Penatalaksanaan Medis

2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan


2.3.1 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian nyeri yang akurat penting untuk upaya penatalaksanaan nyeri yang
efektif. Karena nyeri merupakan pengalaman yang subjektif dan dirasakan secara
berbeda pada masing-masing individu, maka perawat perlu mengkaji semua faktor
yang memengaruhi nyeri, seperti faktor fisiologis, psikologis, perilaku, emosional,
dan sosiokultural. Pengkajian nyeri terdiri atas dua komponen utama, yakni
a. Riwayat nyeri untuk mendapatkan data dari klien; dan
b. Observasi langsung pada respons perilaku dan fisiologis klien.
Tujuan pengkajian adalah untuk mendapatkan pemahaman objektif terhadap
pengalaman subjektif.
Mnemonik untuk pengkajian nyeri
P : Provokasi (apa yang menyebabkan nyeri)
Q : Quality atau kualitas
R : Radiasi/region (area)
S : Severity atau keparahan
T : Timing atau waktu

1.3.2 Diagnosa Keperawatan


Penegakan diagnosa keperawatan yang akurat untuk klien yang mengalami nyeri
dilakukan berdasarkan pengumpulan dan analisis data yang cermat. Seorang
perawat jangan mendiagnosa klien mengalami nyeri dengan sederhana hanya
karena menyangka klien mengalami ketidaknyamanan. Diagnosa yang akurat
dibuat hanya setelah pengkajian lengkap semua variabel. Dalam contoh diagnosa
nyeri, perawat dapat mengkaji perilaku klien yang menarik diri dari komunikasi,
postur tubuh kaku, klien mengeluh, ungkapan verbal ketidaknyamanan klien.
Diagnosa keperawatan harus berfokus pada sifat khusus nyeri untuk membantu
perawat mengidentifikasi jenis intervensi yang paling berguna untuk
menghilangkan nyeri dan meminimalkan efek intervensi itu pada gaya hidup dan
fungsi klien. Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017 diagnosis yang muncul
pada kasus nyeri akut antara lain
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisiologis (mis., inflamasi,
iskemia, neoplasma);
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera kimiawi (mis., terbakar,
bahan kimia iritan); dan
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (mis., abses,
amputasi,terbakar, terpotong, mengangkat berat, prosedur operasi, trauma,
latihan fisik berlebihan.

2.3.3 Intervensi Keperawatan (SDKI)

2.3.4 Implementasi Keperawatan


Lakukan, informasikan, dan tuliskan, adalah frase tindakan implementasi.
Melakukan asuhan keperawatan dengan dan untuk klien. Menginformasikan
hasil dengan cara berkomunikasi dengan klien dan anggota tim layanan
kesehatan lain, secara individual atau dalam konferensi perencanaan.
Menuliskan informasi dengan cara mendokumentasikannya sehingga penyedia
layanan kesehatan selanjutnya dapat melakukan tindakan dengan tujuan dan
pemahaman. Selaluingat bahwa komunikasi dan dokumentasi yang adekuat
akan memfasilitasi kontinuitas asuhan (Rosdahl dan Kowalski, 2017).

2.3.5 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi adalah pengukuran keefektifan pengkajian, diagnosis, perencanaan,
dan implementasi. Klien adalah fokus evaluasi. Langkah-langkah dalam
mengevaluasi asuhan keperawatan adalah, menganalisis respon klien,
mengidentifikasi faktor yang berkontribusi terhadap keberhasilan atau
kegagalan, dan perencanaan untuk asuhan di masa depan.Menurut Dinarti,
dkk, (2013). Evaluasi asuhan keperawatan didokumentasikan dalam bentuk
SOAP (subyektif, obyektif, assesment, planning). Komponen SOAP yaitu S
(subyektif) dimana perawat menemukan keluhan klien yang masih dirasakan
setelah dilakukan tindakan. O (obyektif) adalah data yang berdasarkan hasil
pengukuran atau observasi klien secara langsung dan dirasakan setelah selesai
tindakan keperawatan. A (assesment) adalah kesimpulan dari data subyektyif
dan obyektif (biasanya ditulis dalam bentuk masalah keperawatan), P
(planning) adalah perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan,
dihentikan, dimodifikasi atau ditambah dengan rencana kegiatan yang sudah
ditentukan sebelumnya.

A. Proses terjadinya masalah

Negative perception Maladaptive coping


to problem

Stressor Accumulation of
stressor

Potential self Helplessness depretion


destruction

Keterangan:
Klien yang mengalami depresi biasanya diawali dari
persepsinya yang negative terhadap stressor.Klien menganggap masalah
sebagai sesuatu yang 100% buruk.Tidak ada hikmah dan kebaikan dibalik
semua masalah yang diterimanya. Kondisi ini diperburuk dengan tidak
adanya dukungan yang adekuat seperti dari keluarga, sahabat, ibu,
tetangga, terutama keyakinannya kepada sang Maha Kuasa. Muncullah
fase akumulasi stressor dimana stressor yang lain turut memperburuk
keadaan klien. Klien akan merasa tidak berdaya dan akhirnya ada niat
untuk mencederai diri dan mengakhiri hidup. Hal ini menjadi pemicu
munculnya harga diri rendah yang akan menjadi internal stressor.

B. WOC
Resiko perilaku kekerasan
terhadap diri-sendiri

Defisit Perawatan diri :


Isolasi sosial : menarik diri
mandi dan berhias

Gangguan alam perasaan:


depresi

Ketidakefektifan koping
Gangguan Konsep diri : keluarga : ketidakmampuan
Harga diri rendah keluarga merawat klien di
rumah

C. Rencana dan Intervensi Keperawatan


N Diagnosis Perencanaan
Intervensi
O Keperawatan Tujuan Kriteria Hasil
1 Risiko TUM:
perilaku Klien tidak mencederai
mencederai diri sendiri
diri b.d TUK:
1.1 Klien mau membalas 1.1.1 Beri salam atau anggil
perilaku 1. Klien dapat
salam nama
kekerasan membina
hubungan saling 1.2 KLien mau menjabat 1.1.2 Sebutkan nama perawat
percaya tangan sambil jabat tangan
1.3 Klien mau menyebutkan 1.1.3 Jelaskan maksud
nama hubungan interaksi
1.4 Klien mau tersenyum 1.1.4 Jelaskan tentang kontrak
1.5 Klien mau kontak mata yang akan dibuat
1.6 Klien mau mengetahui 1.1.5 Beri rasa aman dan
nama perawat sikap empati
1.1.6 Lakukan kontak singkat
tapi sering
2. Klien dapat 2.1 Klien mengungkapkan 2.1.1 Beri kesempatan untuk
mengidentifikasi perasaannya mengungkapkan
penyebab 2.2 Klien dapat perasaannya
perilaku mengungkapkan 2.1.2 Bantu klien
kekerasan perasaan jengkel mengungkapkan
ataupun kesal penyebab perasaan
jengkel atau kesal

3. Klien dapat 3.1 Klien dapat 3.1.1 Anjurkan klien


mengidentifikasi mengungkapkan mengungkapkan apa
tanda dan gejala perasaan saat marah yang dialami dan
perilaku atau jengkel dirasakannya saat
kekerasan 3.2 Klien dapat jengkel atau marah
menyimpulkan tanda 3.1.2 Observasi tanda dan
dan gejala jengkel atau gejala perilaku
kesal yang dialaminya kekerasan pada klien
3.2.1 Simpulkan bersama
klien yanda dan gejala
jengkel atau kesal yang
dialami klien
4. Klien dapat 4.1 Klien dapat 4.1.1 Anjurkan klien untuk
mengidentifikasi mengungkapkan mengungkapkan
perilaku perilaku kekerasan yang perilaku kekeraan yang
kekerasan yang biasa dilakukan biasa dilakukan klien
biasa dilakukan 4.2 Klien dapatbermain 4.2.1 Bantu klien bermain
peran sesuai perilaku peran sesuai perilaku
kekerasan yang biasa kekerasan yang biasa
dilakukan dilakukan
4.3 Klien dapat 4.3.1 Bicarakan dengan klien
menngetahui cara yang apakah dengan cara
biasa dilakukan untuk klien lakukan
menyelesaikan masalah masalahnya selesai
5. Klien dapat 5.1 Klien dapat menjelaskan 5.1.1 Bicarakan akibat atau
mengidentifikasi akibat dari cara yang kerugian dari cara yang
akibat perilaku digunakan klien: akibat dilakukan klien
kekerasan pada klien sendiri, 5.1.2 bersama klien
akibat pada orang lain, menyimpulkan akibat
dan akibat pada dari cara yang dilakukan
lingkungan klien
5.1.3 Tanyakan pada klien
apakah dia ingin
mempelajari cara baru
yang sehat
6. Klien dapat 6.1 klien dapat 1.1.1 diskusikan kegiatan
mendemonstrasi menyebutkan contoh fisik yang biasa
kan cara fisik pencegahan perilaku dilakukan klien
untuk mencegah kekerasan secara fisik: 1.1.2 beri pujian atas kegiatan
perilaku tarik napas dalam, pukul fisik yang biasa
kekerasan kasur, dan bantal dilakukan klien
6.2 klien dapat 1.1.3 diskusikan dua cara fisik
mendemonstrasikan yang paling mudah
cara fisik untuk untuk mencegah
mencegah perilaku perilaku kekerasan
kekerasan 6.2.1 Diskusikan cara
6.3 Klien mempunyai melakukan tarik napas
jadwak untuk melatih dalam dengan klien
cara pencegahan fisik 6.2.2 Beri contoh klien cara
yang telah dipelajari menarik napas dalam
sebelumnya 6.2.3 Minta klien untuk
6.4 Klien mengevaluasi mengikuti contoh yang
kemampuannya dalam diberikan sebanyak 5
melakukan cara fisik kali
sesuai jadwal yang 6.2.4 Beri pujian positif atas
disusun kemampuan klien
mendemonstrasikan cara
menarik napas dalam
6.2.5 Tanyakan perasaan
klien setelah selesai
6.3.1 diskusikan dengan klien
mengenai frekuensi
latihan yang akan
dilakukan sendiri oleh
klien
6.3.2 susun jadwal kegiatan
untuk melatih cara yang
dipelajari
6.4.1 klien mengevaluasi
peaksanaan latihan
6.4.2 validasi kemampuan
klien dalam
melaksanakan latihan
6.4.3 beikan pujian atas
keberhasilan klien
6.4.4 Tanyakan pada klien
apakah kegiatan cara
pencegahan perilaku
kekerasan dapat
mengurangi perasaan
marah
2. Klien dapat 2.1 Klien dapat 7.1.1. diskusikan cara bicara
mendemonstrasikan menyebutkan cara yang baik dengan klien
cara social untuk bicara yang baik dalam 7.1.2. Beri contoh cara bicara
mencegah perilaku mencegah perilaku yang baik :
kekerasan kekerasan  Meminta dengan
 Meminta dengan baik
baik  Menolak dengan baik
 Menolak dengan  Mengungkapkan
baik perasaan dengan baik
 Mengungkapkan 7.2.1. Minta klien mengikuti
perasaan baik contoh cara bicara baik
2.2 Klien dapat  Meminta dengan baik
mendemonstrasikan : “Saya minta uang
cara verbal yang baik untuk beli makanan”
2.3 Klien mumpunyai  Menolak dengan baik
jadwal untuk melatih : “ Maaf, saya tidak
cara bicara yang baik dapat melakukannya
2.4 Klien melakukan karena ada kegiatan
evaluasi terhadap lain.
kemampuan cara bicara  Mengungkapkan
yang sesuai dengan perasaan dengan
jadwal yang telah baik : “Saya kesal
disusun karena permintaan
saya tidak
dikabulkan” disertai
nada suara yang
rendah.
7.2.2. Minta klien mengulang
sendiri
7.2.3. Beri pujian atas
keberhasilan klien
7.3.1. Diskusikan dengan
klien tentang waktu dan
kondisi cara bicara yang
dapat dilatih di ruangan,
misalnya : meminta
obat, baju, dll, menolak
ajakan merokok, tidur
tidak pada waktunya;
menceritakan kekesalan
pada perawat
7.3.2. Susun jadwaj kegiatan
untuk melatih cara yang
telah dipelajari.
7.4.1. Klien mengevaluasi
pelaksanaa latihan cara
bicara yang baik dengan
mengisi dengan
kegiatan jadwal
kegiatan ( self-
evaluation )
7.4.2. Validasi kemampuan
klien dalam
melaksanakan latihan
7.4.3 Berikan pujian atas
keberhasilan klien
7.4.4 Tanyakan kepada klien :
“ Bagaimana perasaan
Budi setelah latihan
bicara yang baik?
Apakah keinginan
marah berkurang?”

3. Klien dapat 3.1 Klien dapat 8.1.1. Diskusikan dengan


mendemonstrasi menyebutkan kegiatan klien kegiatan ibadah
kan cara spiritual yang biasa dilakukan yang pernah dilakukan
untuk mencegah 3.2 Klien dapat 8.2.1. Bantu klien menilai
perilaku mendemonstrasikan kegiatan ibadah yang
kekerasan cara ibadah yang dipilih dapat dilakukan di ruang
3.3 Klien mempunyai rawat
jadwal untuk melatih 8.2.2. Bantu klien memilih
kegiatan ibadah kegiatan ibadah yang
3.4 Klien melakukan akan dilakukan
evaluasi terhadap 8.2.3. Minta klien
kemampuan melakukan mendemonstrasikan
kegiatan ibadah kegiatan ibadah yang
dipilih
8.2.4. Beri pujian atas
keberhasilan klien

8.3.1 Diskusikan dengan klien


tentang waktu
pelaksanaan kegiatan
ibadah
8.3.2. Susun jadwal kegiatan
untuk melatih kegiatan
ibadah
8.4.1. Klien mengevaluasi
pelaksanaan kegiatan
ibadah dengan mengisi
jadwal kegiatan harian
(self-evaluation)
8.4.2. Validasi kemampuan
klien dalam
melaksanakan latihan
8.4.3. Berikan pujian atas
keberhasilan klien
8.4.4 Tanyakan kepada klien :
“Bagaimana perasaan
Budi setelah teratur
melakukan ibadah?
Apakah keinginan
marah berkurang
4. Klien dapat 4.1 Klien dapat 9.1.1 Diskusikan dengan klien
mendemonstrasi menyebutkan jenis, tentang jenis obat yang
kan kepatuhan dosis, dan waktu minum diminumnya (nama,
minum obat obat serta manfaat dari warna, besarnya); waktu
untuk mencegah obat itu (prinsip 5 minum obat (jika 3x :
perilaku benar: benar orang, pukul 07.00, 13.00,
kekerasan obat, dosis, waktu dan 19.00); cara minum
cara pemberian) obat.
4.2 Klien 9.1.2 Diskusikan dengan klien
mendemonstrasikan tentang manfaat minum
kepatuhan minum obat obat secara teratur :
sesuai jadwal yang  Beda perasaan
ditetapkan sebelum minum obat
4.3 Klien mengevaluasi dan sesudah minum
kemampuannya dalam obat
mematuhi minum obat  Jelaskan bahwa dosis
hanya boleh diubah
oleh dokter
 Jelaskan mengenai
akibat minum obat
yang tidak teratur,
misalnya, penyakit
kambuh
9.2.1 Diskusikan tentang
proses minum obat :
 Klien meminat obat
kepada perawat ( jika
di rumah sakit),
kepada keluarga (jika
di rumah)
 Klien memeriksa obat
susuai dosis
 Klien meminum obat
pada waktu yang tepat.
9.2.2. Susun jadwal minum
obat bersama klien
9.3.1 Klien mengevaluasi
pelaksanaan minum
obat dengan mengisi
jadwal kegiatan harian
(self-evaluation)
9.3.2 Validasi pelaksanaan
minum obat klien
9.3.3 Beri pujian atas
keberhasilan klien
9.3.4 Tanyakan kepada klien :
“Bagaiman perasaan
Budi setelah minum
obat secara teratur?
Apakah
keinginanuntukberkuran
g?”
5. Klien dapat 5.1 Klien mengikuti TAK : 10.1.1 Anjurkan klien untuk
mengikuti TAK : stimulasi persepsi mengikuti TAK :
stimulasi pencegahan perilaku stimulasi persepsi
persepsi kekerasan pencegahan perilaku
pencegahan 5.2 Klien mempunyai kekerasan
perilaku jadwal TAK : stimulasi 10.1.2 Klien mengikuti TAK :
kekerasan persepsi pencegahan stimulasi persepsi
perilaku kekerasan pencegahan perilaku
5.3 Klien melakukan kekerasan (kegiatan
evaluasi terhadap tersendiri)
pelaksanaan TAK 10.1.3 Diskusikan dengan
klien tentang kegiatan
selama TAK
10.1.4 Fasilitasi klien untuk
mempraktikan hasil
kegiatan TAK da beri
pujian atas
keberhasilannya
10.2.1 Diskusikan dengan
klien tentang jadwal
TAK
10.2.2 Masukkan jadwak
TAK ke dalam jadwal
kegiatan harian (self-
evaluation).
10.3.2 Validasi kemampuan
klien dalam mengikuti
TAK
10.3.3 Beri pujian atas
kemampuan mengikuti
TAK
10.3.4 Tanyakan pada klien:
“Bagaimana perasaan
Ibu setelah mengikuti
TAK?”

6. Klien 11.1 Keluarga dapat 11.1.1 Identifikasi


mendapatkan mendemonstrasikan kemampuan keluarga
dukungan cara merawat klien dalam merawat klien
keluarga dalam sesuai dengan yang
melakukan cara telah dilakukan keluarga
pencegahan terhadap klien selama
perilaku ini
kekerasan 11.1.2 Jelaskan keuntungan
peran serta keluarga
dalam merawat klien
11.1.3 Jelaskan cara- cara
merawat klien :
 Terkait dengan cara
mengontrol perilaku
marah secara
konstruktif
 Sikap dan cara bicara
 Membantu klien
mengenal penyebab
marah dan
pelaksanaan cara
pencegahan perilaku
kekerasan
11.1.4 Bantu keluarga
mendemonstrasikan cara
merawat klien
11.1.5 Bantu keluarga
mengngkapkan
perasaannya setelah
melakukan demonstrasi
11.1.6 Anjurkan keluarga
mempraktikannya pada
klien selama di rumah
sakit dan
melanjutkannya setelah
pulang ke rumah.
BAB III

PENUTUP

3.1 SIMPULAN
Kebutuhan cinta adalah kebutuhan dasar yang menggambarkan emosi
seseorang. Kebutuhan ini merupakan suatu dorongan di mana seseorang
berkeinginan untuk menjalin hubungan yang bermakna secara efektif atau
hubungan emosional dengan orang lain. Menurut Jhon W. Santrock dalam
Psikologi the Scince of Mind and Behaviour: kelainan psikologis yang
ditandai meluasnya irama emosional seseorang, mulai dari rentang depresi
sampai gembira yang berlebihan (euforia), gerak yang berlebihan (agitation).
Depresi dapat terjadi secara tunggal dalam bentuk mayor depresi atau dalam
bentuk gangguan tipe bipolar. Gangguan mood dibagi menjadi dua kategori
utama (Sheila, 2008) : Gangguan unipolar dan Gangguan bipolar (sebelumnya
dikenal sebagai gangguan manik-depresif). Gangguan mood diyakini
menggambarkan disfungsi sistem limbik, hipotalamus, dan ganglia basalis,
yang membentuk kesatuan pada emosi manusia. Macam-macam gangguan
kebutuhan mencintai yaitu depresi dan mania.

3.1 SARAN
Setelah membaca makalah ini, diharapkan mahasiswa dapat mengerti dan
mengaplikasikan Dokumentasi kebutuhan mencintai dan dicintai pada asuhan
keperawatan gangguan kebutuhan mencintai dan dicintai.

Anda mungkin juga menyukai