KONTRUKTIVISME
Disusun Untuk Melengkapi Tugas UTS Mata Kuliah Teori Pembelajaran IPA
Dosen Pengampu :
Arif Widiyatmoko, S.Pd., M. Pd., Ph. D
Disusun Oleh
2022
KATA PENGANTAR
Penulis
BAB I PENDAHULUAN
Pada dasarnya pengajaran IPA sebagai mata pelajaran sekolah akan berdampak
besar karena erat kaitannya dengan (1) kelangsungan hidup manusia di dunia ini, terutama yang
berkaitan dengan tindakan bijak terhadap isu-isu global (pemanasan global, rekayasa genetika,
dll) (2) tuntutan tenaga kerja terhadap lingkungan. Fakta ini dengan jelas menunjukkan bahwa
pendidikan sains sekolah harus efektif dan relevan untuk sebagian besar populasi dan kelompok
yang berbeda (gender, asal, ekonomi, sosial, etnis, lokasi, dll.). Untuk berbagi. "ilmu untuk
semua". Seorang guru sains atau pengembang kurikulum percaya bahwa pengembangan
sistematis keterampilan sains sangat penting dalam pendidikan sains. Namun, proporsi yang
tepat dari setiap pendekatan masih bisa diperdebatkan. Kebanyakan teori belajar tidak spesifik
untuk pembelajaran sains. Tapi... menurut metode psikologi kognitif atau konstruktivisme
selama hampir 35 tahun. Guru mulai menggunakannya secara khusus dalam proses belajar
mengajar IPA. Aplikasi sekolah Anda dapat mengembangkan keterampilan mengajar
"konstruktivis" dan lima taksonomi sains. Model ini juga mencerminkan keunikan iptek
melalui empat tahap pembelajaran sebagai berikut: Tahap 1 mengajak siswa untuk belajar.
Langkah 2, kesempatan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan Anda dengan mengamati,
mengukur atau bereksperimen. Pada Fase 3, siswa membuat penjelasan dan solusi serta
menginterpretasikan apa yang telah mereka pelajari. Fase 4 menawarkan siswa kesempatan
untuk membangun prestasi mereka dan menerapkan apa yang telah mereka pelajari.
Konstruktivisme telah menjadi pendekatan yang populer dan berkembang untuk
praktik pembelajaran saat ini, khususnya pembelajaran sains. Hal ini tidak dapat dipisahkan
dari teori yang mendasarinya. Teori utama di balik pendekatan ini digagas oleh para psikolog
yang dianggap superior. Bagaikan jamur di musim hujan, kata “konstruktivisme” lahir dan
menyebar ke seluruh dunia pendidikan. Berkembang biaknya istilah "konstruktivisme" cocok
dengan kebingungan kita, terutama bila diterapkan pada tingkat pembelajaran praktis. Menurut
Brooks & Brooks (1993), konstruktivisme bukanlah strategi pengajaran kontekstual, juga
bukan strategi, pendekatan, atau model pembelajaran.
Konstruktivisme tidak memiliki satu kesatuan teori, tetapi sebagian besar
konstruktivis berbagi dua gagasan utama, yaitu; Siswa secara aktif membangun pengetahuan
mereka sendiri dan interaksi sosial ini penting untuk konstruksi pengetahuan. Dari perspektif
konstruktivis, belajar lebih dari menerima dan memproses informasi atau teks yang dikirimkan
oleh guru, tetapi belajar adalah konstruksi pengetahuan yang aktif dan pribadi. individu
membangun struktur kognitif mereka dengan menafsirkan pengalaman mereka dalam situasi
tertentu.
Mungkin terlalu sederhana untuk mengatakan bahwa konstruktivis psikologis fokus pada
bagaimana individu menggunakan informasi, sumber daya, dan bantuan dari orang lain untuk
membangun dan mengembangkan model mental dan strategi pemecahan masalah mereka.
Sebaliknya, konstruktivisme sosial memandang belajar sebagai peningkatan kemampuan untuk
berpartisipasi dalam kegiatan budaya dan masyarakat yang bermakna. Ada beberapa
pendekatan konstruktivis, salah satunya terkait dengan pengajaran sains dan matematika.
1.3 Tujuan
1. Untuk Mengetahui pengertian dari teori pembelajaran kontruktivisme.
2. Untuk Mengetahui belajar dalam pandangan Jerome Brunner.
3. Untuk Mengetahui belajar dalam pandangan John
Dewey.
4. Untuk Mengetahui belajar dalam pandangan Jean Peaget.
5. Untuk Mengetahui belajar dalam pandangan Lev
Vygotsky.
6. Untuk Mengetahui belajar dalam pandangan Driver dan
Oldham.
7. Untuk Mengetahui tahapan pembelajaran kontruktivisme.
8. Untuk Mengetahui faktor faktor dalam penerapan
pembelajaran konstruktivisme.
9. Untuk Mengetahui prinsip dasar teori pembelajaran
kontruktivisme.
10.Untuk Mengetahui implementasi teori belajar kontruktivisme
dalam pembelajaran ipa.
11.Untuk Mengetahui kelebihan dan kekurangan teori
belajar kontruktivisme.
BAB II PEMBAHASAN
Salah satu filosofi pembelajaran yang menjadi populer dalam beberapa tahun terakhir adalah
konstruktivisme. Konstruktivisme juga merupakan gerakan penting yang mengambil sikap
filosofis terhadap pendekatan dan strategi pembelajaran, sehingga berdampak besar dalam
bidang pendidikan, sehingga memunculkan banyak metode/strategi pembelajaran baru. Pada
bagian ini, kita akan mengkaji filosofi konstruktivisme, prinsip-prinsipnya, hubungannya
dengan pembelajaran, keragamannya, penerapannya pada pembelajaran, dan evaluasi
pembelajaran konstruktivis.
Filosofi konstruktivisme adalah bahwa semua pengetahuan terstruktur (dibangun) dan tidak
langsung dirasakan melalui indera (penciuman, sentuhan, pendengaran, sentuhan, dll) seperti
yang umumnya diasumsikan oleh realis. Konstruktivisme berakar pada premis bahwa
pengetahuan, bagaimanapun didefinisikan, berasal dari otak manusia dan bahwa subjek yang
berpikir tidak memiliki pilihan selain membangun apa yang dia ketahui dari pengalamannya
sendiri. Semua pikiran kita didasarkan pada pengalaman kita dan karena itu subjektif.
Sebenarnya, perspektif konstruktivis yang sekarang makin marak tersebut embrionya berpijak
dari penelitian; Jerome Bruner, John Dewey, Jean Piaget, Lev Vygotky, Driver dan Oldham.
1. Enaktif (0-3 tahun), yaitu pemahaman anak diperoleh melalui eksplorasi diri dan manipulasi
fisik-motorik melalui pengalaman.
2. Ikonik (3-8 tahun), yaitu anak mempersepsikan sesuatu yang ada secara mandiri melalui
gambaran-gambaran konkret atau non-abstrak.
3. Simbolik (>8 tahun), mis. Anak sudah memahami simbol dan konsep seperti bahasa dan
angka sebagai representasi simbolik.
Teori belajar ini memungkinkan siswa untuk belajar secara mandiri. Ini disebut penemuan.
Juga, karena teori membutuhkan banyak iterasi, desain iteratif disebut kurikulum spiral
Brunner. Menurut guru, kurikulum terdiri dari memberikan kurikulum langkah demi langkah
dari sederhana ke kompleks dan mengulangi kurikulum yang diberikan sebelumnya sedemikian
rupa sehingga diintegrasikan ke dalam kurikulum baru dan lebih kompleks, dll, sehingga siswa
melakukan hal ini. . seluruh ilmu tampaknya tidak dipelajari.
2.3 Pandangan John Dewey
Filsuf dan penulis pendidikan John Deway dikenal sebagai bapak konstruktivisme dan
pembelajaran penemuan. Dia berpendapat bahwa belajar tergantung pada pengalaman dan
minat siswa dan bahwa topik kurikuler harus diintegrasikan daripada dipisahkan atau
dipisahkan. Belajar harus aktif, partisipatif dan berpusat pada peserta didik dalam konteks
pengalaman sosial.
Kesadaran sosial adalah tujuan dari semua pendidikan. Pembelajaran membutuhkan
keterlibatan siswa dan kerjasama tim dalam menyelesaikan pekerjaan rumah. Guru berperan
sebagai fasilitator, berpartisipasi sebagai anggota kelompok, dan melakukan kegiatan peer
review dan diskusi. John Dewey juga menganjurkan penggunaan media teknis sebagai alat
pembelajaran. Konsep John Dewey banyak digunakan dalam studi universitas di Indonesia.
Pengetahuan ini berasal dari refleksi dan koordinasi persepsi atau pemikiran kita, bukan dari
pemetaan realitas eksternal. Piaget melihat lingkungan sosial sebagai faktor penting dalam
perkembangan, tetapi dia tidak percaya bahwa interaksi sosial adalah mekanisme utama untuk
mengubah pemikiran. Beberapa psikolog pendidikan dan perkembangan menyebut
konstruktivisme Piaget sebagai "konstruktivisme gelombang pertama" atau "konstruktivisme
dasar", dengan penekanan pada pembuatan makna individu.
Teori pembelajaran konstruktivisme menurut Driver & Oldham ini menitikberatkan pada
orientasi, elitasi, Restrukturisasi ide, penggunaan ide dalam berbagai situasi, dan review,
3. Rekonstruksi ide, yaitu klarifikasi ide dengan orang lain, konstruksi ide baru, evaluasi
ide baru.
4. Penggunaan ide-ide baru dalam segala situasi. Artinya, ide dan pengetahuan yang
terbentuk harus diterapkan dalam situasi yang berbeda.
5. Review, yaitu ketika menerapkan pengetahuan, ide-ide yang ada harus direvisi dengan
menambahkan atau mengubahnya.
Faktor factor dalam penerapan pembelajaran konstruktivisme terdiri dari 2 faktor yaitu
factor Pendukung dan factor penghambat. Adapun factor pendukung penerapan
pembelajaran konstruktivisme antara lain:
1. Guru bukan satu-satunya sumber, siswa secara aktif mengkonstruksi pengetahuan yang
diperoleh
2. Siswa lebih aktif dan kreatif
3. Kami mengukur dan menghargai perbedaan individu.
4. Pelajari keterampilan sosial
5. Siswa lebih mudah mengingat konsep
6. Menyajikan kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan permasalahan yang sering muncul
di lingkungan siswa.
1. Sulit bagi guru untuk memberikan contoh yang konkrit dan realistis dalam proses
pengajaran.
2. Guru tidak mau mengubah penggunaan model pengajaran.
3. Konstruktivisme membutuhkan waktu lebih lama untuk dipelajari
4. Kurangnya peralatan laboratorium yang memadai.
5. Kurikulum mencakup banyak bidang studi.
BAB III KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Brooks, Jacqueline Grennon and Brooks, Martin G. (1993). The case for constructivist
classrooms. Alexandria, VA: ASCD