Anda di halaman 1dari 6

MODUL 1: Pengantar Fiqh Mawaris

Kegiatan Belajar 1 : Defenisi Fiqh Mawaris


Kegiatan Belajar 2 : Urgensi Mempelajari Fiqh Mawaris
Kegiatan Belajar 3 : Sejarah Perkembangan Fiqh Mawaris

A. Defenisi Fiqh Mawaris


Istilah fiqh mawaris dalam bahasa Arab tersusun dari dua kata yaitu kata “fiqh”
dan “mawaris” yang termasuk kategori al-tarkib al-idhafi (‫ضافِي‬ ِ ْ ُ‫ )التَّ ْر ِكيْب‬yaitu
َ ‫اْل‬
susunan yang terdiri dari unsur kata yang disandarkan/mudhaf (yaitu kata fiqh ُ‫ )فِ ْقه‬dan
kata yang disandari/mudhaf ilaih (yaitu kata mawaris ‫ث‬ ْ Penyusunan dua kata
ِ ‫)ال َم َو ِار ْي‬.
ini berfungsi untuk membatasi kajian fiqh agar fokus hanya pada permaslahan warisan
saja dan tidak meluas ke pembahasan yang lain.
Kata fiqh ‫ فِ ْقه‬secara bahasa bermakna pengetahuan dan pemahaman tentang
sesuatu. Adapun menurut istilah adalah:
1
‫صْيلِيَّ ِة‬
ِ ‫ الْمكْتَسب ِمن أ َِدلَّتِها التَّ ْف‬،‫الْعِلْم ِِب ْْلَح َك ِام الشَّرعِيَّ ِة الْعملِيَّ ِة‬
َ ْ ُ َ ُ ََ ْ ْ ُ
Artinya: Ilmu tentang hukum-hukum syara’ yang praktis (amali) yang diperoleh dari
dalil-dalil yang terperinci.
Adapun kata mawarits ‫ َم َو ِاريْث‬merupakan bentuk jamak dari kata mirats ‫مِ ي َْراث‬
ْ atau juga berarti harta
yang memiliki dua makna. Pertama, sesuatu yang tinggal (‫)البَقَا ُء‬
peninggalan. Kedua, perpindahan sesuatu dari suatu kaum ke kaum yang lain.
Sedangkan menurut istilah, setidaknya kata mawarits juga memiliki dua makna baik
dilihat dari segi keberadaannya sebagai harta peninggalan maupun dilihat dari
keberadaannya sebagai hak milik yang berpindah tangan. Pertama:
2
‫ت لَِوَرثَتِ ِه ِم ْن َمال أَْو مُْتَ لَ َكات َوَمتَاع تَ ِرَكة‬
ُ ِِّ‫َما َخلَّ َفهُ الْ َمي‬
Artinya: Apa saja yang ditinggalkan mayit untuk ahli warisnya baik dari jenis harta
atau dari jenis properti dan perhiasan sebagai harta peninggalan.
3
‫صة‬
َ ‫ص ْو‬
ُ َْ‫ص ْوص َو ُش ُرْوط َم‬
ِِ ِ ِ ِ ِْ ‫اق‬
ُ َْ‫اْلنْ َسان َشْي ئا بَ ْع َد َم ْوت َمالكه بِ َسبَب َم‬ ُ ‫اِ ْستِ ْح َق‬
1
Abdurrahim Al-Isnawi, Nihayah al-Sul Syarh Minhaj al-Wushul (Beirut: Dar al-Kutub al-
‘Ilmiyah, 1999), halaman 11.
2
Ahmad Mukhtar Abdul Hamid Umar, Mu’jam al-Lughah al-‘Arabiyah al-Mu’ashirah (Kairo:
‘Alam al-Kutub, 2008), juz 1, halaman 81.
3
Muhammad Al-Khairi Al-Mufti, ‘Ilm al-Faraidh wa al-Mawarits fi al-Syari’ah al-Islamiyyah wa
al-Qanun al-Suriy (Suria: 1978), halaman 6, https://shamela.ws/index.php/book/7455

Modul 1: Pengantar Fiqh Mawaris | 1


Artinya: Penetapan (pemindahan) hak kepemilikan sesuatu atas seseorang setelah
kematian pemiliknya dengan sebab dan persyaratan khusus.
Dari kedua segi pengertian tersebut, maka fiqh al-mawaris bermakna:
4
‫اث َوَم َوانِعِ ِه َوَكْي ِفيَّ ِة قِ ْس َمتِ ِه بَْي نَ ُه ْم‬
ِ ‫ف بِِه الْورثَِة وما يستَ ِحقُّو َن ِمن الْ ِمي‬
َ ْ َ ْ ْ َ َ َ َ َ ُ ‫علْ ٌم يُ ْعَر‬
ِ
Artinya: Ilmu untuk mengetahui para ahli waris, hak bagian warisannya, berbagai
penghalang memperoleh bagiannya, dan cara pembagian harta warisan
kepada para ahli waris.
B. Urgensi Mempelajari Fiqh Mawaris
Fiqh mawaris merupakan salah satu cabang ilmu fiqh yang penting untuk
dipelajari dan dipahami oleh umat Islam. Urgensi mempelajarinya dapat dipahami dari
lima hal sebagai berikut:
1. Mempelajari fiqh mawaris (ilmu faraidh) merupakan perintah khusus dari Nabi
saw.

‫ َوتَ َعلَّ ُموا‬،‫َّاس‬ ِ َّ ِٰ ‫ال رسو ُل‬ َ َ‫ ق‬ ‫اللِ بْ ِن َم ْسعُ ْود‬ ِ
َ ‫ تَ َعل ُموا الْ ُق ْرآ َن َو َعلِّ ُم ْوهُ الن‬: ‫الل‬
ِّ ْ ُ َ َ َ‫ ق‬:‫ال‬ ِّٰ ‫َع ْن َعْبد‬
ِ َ‫اْلثْن‬
‫ان‬ ِْ ‫ ح ّٰت َيْتَلِف‬،‫ وإِ َّن الْعِلْم سي ْقبض وتَظْهر الْ ِفَت‬،‫ فَإِِّن امرٌؤ م ْقب وض‬،‫ال َفرآئِض وعلِِّموه النَّاس‬
َ ِّ َ َُ ُ َ َ ُ َ ُ َ َ َ ٌ ْ ُ َ ُ ْ ِّ َ ُ ْ ُ َ َ َ َ
)‫ضي ِِبَا ( َرَواهُ ا ْْلَاك ُم‬
5 ِ ِ ‫ض ِة َْل ََِي َد ِان من ي ْق‬
َ َْ َ ْ‫ِيف الْ َف ِري‬
Artinya: Dari Abdullah bin Mas'ud ra bahwa Rasulullah saw bersabda:
Pelajarilah Al-Quran dan ajarkanlah kepada orang-orang. Dan
pelajari dan ajarkan juga ilmu faraidh kepada orang-orang, karena
saya ini hanyalah manusia, yang nanti juga akan meninggal, lalu ilmu
waris akan dicabut, kemudian fitnahpun menyebar, sampai-sampai
ketika ada dua orang yang ribut dalam masalah warisan tapi tidak
ada satu orang pun yang bisa menyelesaikannya. (HR. Al-Hakim)
2. Fiqh mawaris akan dicabut dari umat Islam karena umat mulai enggan
mempelajarinya.

،‫ف الْعِْل ِم‬ ِ ِ ِ ِٰ ‫ال رسو ُل‬


ْ ‫ فَإِنَّهُ ن‬،ُ‫ض َو َعلِّ ُم ْوه‬
ُ ‫ص‬ َ ‫ تَ َعلَّ ُموا الْ َفَرآئ‬،َ‫ ََي أ ََِب ُهَريْ َرة‬: ‫الل‬
ِّ ْ ُ َ َ َ‫ ق‬:‫ال‬ َ َ‫ ق‬ ‫َع ِن ْاْل َْعَرِج‬
ِ
)‫اجه‬ َ ‫ َوُه َو أ ََّو ُل َش ْيء يُْن َزعُ م ْن أ َُّم ِت ( َرَواهُ ابْ ُن َم‬،‫َوُه َو يُْن ٰسى‬
6

4
Ahmad Mukhtar Abdul Hamid Umar, Mu’jam al-Lughah..., juz 3, halaman 2422.
5
Muhammad Al-Hakim, Al-Mustadrak ‘ala al-Shahihain (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1990),
juz 4, halaman 369.
6
Muhammad Al-Qazwaini, Sunan Ibn Majah (Kairo: Dar al-Risalah al-‘Alamiyah, 2009), juz 4,
halaman 23.

Modul 1: Pengantar Fiqh Mawaris | 2


Artinya: Dari Al-A'raj ra bahwa Rasulullah saw bersabda: Wahai Abu
Hurairah, pelajari dan ajarkan ilmu faraidh. Karena sesungguhnya
dia (ilmu faraidh) itu setengah dari ilmu, dan dilah ilmu yang akan
dilupakan, dan dialah juga yang pertama kali akan dicabut dari
umatku. (HR. Ibnu Majah)
3. Kedudukan mempelajari fiqh mawaris setara dengan mempelajari Al-Qur’an
menurut ‘Umar bin Al-Khatthab ra.

‫ض َك َما تَتَ َعلَّ ُم ْو َن الْ ُق ْرآ َن‬ ِ ِ َّ‫َعن عُمر بْ ِن ا ْْلَط‬


َ ‫ تَ َعلَّ ُموا الْ َفَرآئ‬:‫ أَنَّهُ َكا َن يَ ُق ْو ُل‬ ‫اب‬ ََ ْ
7

Artinya: Dari Umar bin Al-Khattab ra beliau berkata: Pelajarilah ilmu faraidh
sebagaimana kalian mempelajari Al-Quran.
4. Dengan mempelajari fiqh mawaris seseorang dapat mencegah perpecahan
keluarga dari konflik perebutan harta warisan
Salah satu penyebab rusaknya hubungan keluarga dan terjadinya konflik
permusuhan antara sesama saudara kandung adalah perebutan harta warisan.
Dari berbagai kasus perebutan harta warisan itu, secara umum disebabkan
karena kurangnya pemahaman ahli waris tentang fiqh mawaris. Konflik yang
terjadi dalam dalam kasus perebutan harta warisan dan klaim hak milik masing-
masing ahli waris tersebut tidak sedikit yang disebabkan karena parameter yang
dipakai dalam penentuan hak masing-masing ahli waris berbeda-beda sesuai
dengan keinginan dan kepentingan masing-masing yang dianggap lebih
menguntungkan. Sebagian ahli waris ada yang ingin menerapkan hukum waris
menurut adat setempat, sebagian yang lain ingin membagi sesuai dengan hukum
barat, sementara yang lainnya lagi wajib pakai fiqh mawaris sehingga terjadilah
konflik kepentingan padahal agama seluruh ahli waris adalah Islam. Belum lagi
ditambah dengan adanya kehendak pribadi ahli waris yang zalim untuk
menguasai seluruh harta warisan yang semakin memperburuk keadaan.
Pepercahan keluarga yang muncul akibat konflik kepentingan dalam
perebutan harta warisan tersebut sejatinya dapat diatasi apabila orang tua sudah
mengajari dan memberikan pendidikan yang cukup terkait fiqh mawaris kepada
anak-anak mereka sejak dini. Oleh karenanya, mempelajari fiqh mawaris sejak

7
Muhammad ‘Alisy, Minah al-Jalil Syarh Mukhtashar Khalil (Beirut: Dar al-Fikr, 1964), juz 9,
halaman 592.

Modul 1: Pengantar Fiqh Mawaris | 3


dini menjadi sangat penting sekaligus salah satu solusi terbaik untuk
menghindari dan mencegah perpecahan keluarga dari konflik perebutan harta
warisan di kemudian hari.
5. Dengan belajar fiqh mawaris seseorang dapat mencegah diri dari ancaman
akhirat dalam QS. An-Nisa’ ayat 14.
ِ ِ ِ
ٌْ ‫اب ُّم ِه‬
‫ي‬ ِ ‫ َوَم ْن يَّ ْع‬...
ِّٰ ‫ص‬
ٌ ‫اللَ َوَر ُس ْولَهُ َويَتَ َع َّد ُح ُد ْوَده يُ ْدخلْه ََنرا َخالدا فْي َها َولَه َع َذ‬
Artinya: ... Dan siapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar
ketentuan-ketentuan-Nya (terkait hukum waris di ayat sebelumnya),
niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam api neraka, sedang ia
kekal di dalamnya, dan baginya siksa yang menghinakan. (QS. An-
Nisa’: 14)
Menurut Imam Al-Qurthubi bahwa yang dimaksud bermaksiat dalam ayat
tersebut adalah tidak membagikan harta warisan sesuai dengan aturan
pembagian warisan yang telah Allah tentukan. Kemaksiatan tidak mematuhi
aturan Allah tersebut termasuk dosa besar selama masih mengakui kewajibannya
dan pelakunya berstatus pelaku maksiat (al-‘ashi), namun apabila
mengingkari/tidak mengakui ketentuan Allah terkait pembagian harta warisan
maka perbuatannya merupakan suatu kekufuran dan pelakunya disebut kafir
yang akan kekal di dalam neraka.8
C. Sejarah Perkembangan Fiqh Mawaris
Pada masa jahiliyah perpindahan hak kepemilikan harta melalui jalur warisan
terjadi karena sebab-sebab sebagai berikut:
1. َ َّ‫)الن‬
Menerima warisan karena sebab sedarah ( ُ‫سب‬
Penerima warisan karena sebab sedarah ini terbatas hanya untuk laki-laki
yang sudah mampu untuk berperang saja dan tidak diberikan kepada anak-anak
dan perempuan. Sebab menerima warisan ini terus berlangsung hingga turun QS.
An-Nisa ayat 7 yang menyatakan bahwa ahli waris baik yang laki-laki maupun
perempuan mendapatkan hak dari harta warisan menurut ketentuan Allah.
2. Menerima warisan karena sebab sumpah dan janji setia (ُ ‫ِف َو ْال ُم َعاقَدَة‬ ْ
ُ ‫)ال َحل‬

8
Muhammad Al-Qurthubi, Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an (Kairo: Dar al-Kutub al-Mashriyah,
1984), juz 5, halaman 82.

Modul 1: Pengantar Fiqh Mawaris | 4


Penerima warisan jalur sebab sumpah dan janji setia ini baru diakui
statusnya sebagai ahli waris apabila mereka sudah mengucapkan kalimat-
kalimat sumpah janji seperti:

َ ِ‫ب ب‬
‫ك‬ ُ َ‫ب ِ ْب َوأُطْل‬ َ ‫ َوَه ْد ِمي َه ْد ُم‬،‫ك‬
َ ُ‫ َوتَ ِرثُِ ْن َوأَ ِرث‬،‫ك‬
ُ َ‫ َوتُطْل‬،‫ك‬ َ ‫َد ِم ْي َد ُم‬
Artinya: Darahku adalah darahmu, nyawaku adalah nyawamu, kamu akan
menerima warisan hartaku dan aku pun akan menerima warisan
hartamu, kamu dituntut darahmu karena aku dan aku dituntut
darahku karena kamu.
Kemudian sesudah salah satu pihak mengucapkan sumpah/janji setia itu
dan pihak lainnya menerimanya maka terlaksanalah janji/sumpah setia dengan
konsekuensi apabila salah satu dari pihak tersebut meninggal dunia maka pihak
lainnya berhak menerima 1/6 kadar bagian dari harta warisannya, adapun
selebihnya dibagikan kepada ahli waris mayit yang lainnya.
Penerimaan warisan dari jalur ini di awal-awal tahun datangnya Islam
masih tetap berlangsung dan masih berlaku dan diakui melalui QS. An-Nisa’
ayat 33 yang kemudian dinasakh dengan QS. Al-Ahzab ayat 6.9
3. Menerima warisan karena sebab (‫)التَّبَنِي‬
Pengadopsian anak sudah lama dikenal di masa jahiliyah. Anak yang
diadopsi sebagai anak angkat diutamakan yang sudah dewasa mampu untuk
berperang dan mampu menghidupi keluarganya. Anak angkat tersebut kemudian
dianggap seperti anak kandungnya sendiri hingga memutuskan hak waris dari
ayah kandungnya sendiri. Sebagai gantinya anak angkat di masa jahilyah diakui
memiliki hak bagian warisan dari ayah angkatnya apabila meninggal dunia.
Pada awal mula kedatangan Islam, tradisi mengakui anak angkat seperti
anak kandung ini masih belum diatur sehingga masih berlaku seperti
sebelumnya, namun kemudian melalui QS. Al-Ahzab ayat 4 dan 5 diketahui
bahwa anak angkat itu tetaplah anak angkat dan tidak sama dengan anak
kandung dari segi nasab dan panggilannya. Adapun status hak warisnya pun
tidak layak disamakan dengan anak kandung yang dipertegas melalui QS. Al-
Anfal ayat 75 yang mana ayat ini menegaskan bahwa salah satu sebab saling

9
Kementerian Wakaf dan Urusan Keagamaan Kuwait, Al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah
(Kuwait: Dar al-Salasil, 1983), juz 3, halaman 18-19.

Modul 1: Pengantar Fiqh Mawaris | 5


mewarisi dalam Islam adalah sebab nasab/kekerabatan bukan karena sebab
persaudaraan antara kaum muhajirin dan anshar dan bukan pula karena sebab
pengadopsian anak.10
D. Daftar Pustaka
Abdurrahim Al-Isnawi, Nihayah al-Sul Syarh Minhaj al-Wushul (Beirut: Dar al-Kutub
al-‘Ilmiyah, 1999)

Ahmad Mukhtar Abdul Hamid Umar, Mu’jam al-Lughah al-‘Arabiyah al-Mu’ashirah


(Kairo: ‘Alam al-Kutub, 2008)

Kementerian Wakaf dan Urusan Keagamaan Kuwait, Al-Mausu'ah al-Fiqhiyah al-


Kuwaitiyah (Kuwait: Dar al-Salasil, 1983)

Maimun Nawawi, Pengantar Hukum Kewarisan Islam (Surabaya: Pustaka Radja,


2016)

Muhammad ‘Alisy, Minah al-Jalil Syarh Mukhtashar Khalil (Beirut: Dar al-Fikr,
1964)

Muhammad Al-Hakim, Al-Mustadrak ‘ala al-Shahihain (Beirut: Dar al-Kutub al-


‘Ilmiyah, 1990)

Muhammad Al-Khairi Al-Mufti, ‘Ilm al-Faraidh wa al-Mawarits fi al-Syari’ah al-


Islamiyyah wa al-Qanun al-Suriy (Suria: 1978)
https://shamela.ws/index.php/book/7455

Muhammad Al-Qazwaini, Sunan Ibn Majah (Kairo: Dar al-Risalah al-‘Alamiyah,


2009)

Muhammad Al-Qurthubi, Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an (Kairo: Dar al-Kutub al-


Mashriyah, 1984)

10
Maimun Nawawi, Pengantar Hukum Kewarisan Islam (Surabaya: Pustaka Radja, 2016),
halaman 61-63.

Modul 1: Pengantar Fiqh Mawaris | 6

Anda mungkin juga menyukai