Disusun oleh:
Puji syukur kami ucapakan ke-hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ilmiah yang berjudul “Kaji Ulang Industrialisasi dan
Geografi Industri”. Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Erni Febrina
Harahap, S.E, M.Si. yang telah memberikan tugas terhadap kami sehingga kami mendapatkan
pengetahuan baru. Kami juga mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang turut membantu dalam
pembuatan makalah. Kami menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna karena adanya
keterbatasan ilmu dan pengetahuan yang dimiliki. Oleh karena itu, semua kritik dan saran yang bersifat
membangun akan kami terima dengan senang hati. Kami berharap semoga makalah ini dapat membawa
pemahaman dan pengetahuan bagi kita semua.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Industrialisasi adalah proses transformasi ekonomi suatu negara dari sektor pertanian ke
sektor industri yang lebih modern dan maju. Ini terjadi ketika sebuah negara atau wilayah mulai
menggunakan teknologi dan mesin untuk memproduksi barang dan jasa dalam skala besar.
Geografi industri, di sisi lain, adalah studi tentang lokasi dan distribusi industri di suatu
daerah atau negara. Hal ini mempertimbangkan faktor-faktor seperti infrastruktur, tenaga kerja,
sumber daya alam, kebijakan pemerintah, dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi lokasi dan
kegiatan industri.
Kedua konsep ini sangat terkait satu sama lain. Kebijakan pemerintah, misalnya, dapat
mempengaruhi lokasi industri dengan memberikan insentif kepada perusahaan untuk membuka
pabrik di suatu daerah tertentu. Sumber daya alam juga dapat memainkan peran dalam lokasi
industri, karena perusahaan mungkin lebih cenderung membuka pabrik di dekat sumber daya
alam yang dibutuhkan untuk produksi mereka.
Secara historis, industrialisasi dan geografi industri telah menjadi kunci dalam
pembentukan ekonomi negara-negara maju seperti Inggris, Jerman, dan Amerika Serikat. Saat ini,
negara-negara berkembang sedang mengalami proses industrialisasi, dan geografi industri
menjadi sangat penting dalam mengarahkan pertumbuhan ekonomi mereka.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pandangan Neoliberalis
Menurut kaum Neoliberalis, apa yang dicapai oleh Korsel disebabkan oleh kebijakan yang
dilakukan pemerintah. Dengan kata lain, aliran ini yakin bahwa kebijakan-kebijakan pemerintah
membawa pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi di suatu negara, Pandangan
Neoliberal dapat disajikan dalam dua cara: Cara pertama adalah membandingkan kebijakan dan
kinerja perekonomian Brazil dan Korsel selama tiga dekade terakhir. Kemudian, cara kedua
adalah melihat bagaimana perubahan kebijakan di kedua negara berperan dalam kinerja ekonom.
Korsel memiliki indeks distorsi lebih rendah, baik distorsi harga, kurs, upah, maupun
pembiayaan infrastruktur, dibandingkan dengan Brazil yang memiliki tingkat pertumbuhan
ekonomi lebih tinggi. Rata-rata indeks distorsi di Brazil dan Kursel masing- masing 1.9 dan 1.6
(lilat Tabel 2.4). Kenyataan ini mendukung teori Neoliberal yang percaya bahwa perekonomian
akan tumbuh pesat bila negara memiliki distorsi harga yang rendah, disertai strategi perdagangan
bebas, serta intervensi dan kepemilikan pemerintah yang kecil.
Korsel menampilkan kinerja yang lebih baik daripada Brazil dalam dua hal, yaitu distorsi
tingkat bunga dan proteksi di sektor manufaktur Tingkat bunga riilnya negatif di kedua negara
pada tahun 1970. Di Korsel, tingkat bunga rata-rata mencapai -5%, sedangkan di Brazil -8%,
Tingkat bunga di Korsel dipandang lebih realistis daripada tingkat bunga di Brazil. Tingkat
bunga negatif yang lebih rendah di Korsel merangsang tingkat tabungan di Korsel, menciptakan
suatu perekonomian padat karya, sehingga pengangguran akan berkurang. Hal ini terjadi karena
terdapat lebih sedikit insentif untuk mensubstitusi pekerja dengan mesin-mesin. Bagi kaum
neoliberal, faktor inilah yang merupakan unsur utama dan menjelaskan kemerataan distribusi
pendapatan di Korsel Tingkat proteksi yang lebih rendah untuk industri manufaktur di Korsel
dianggap pula sebagai unsur penting dalam kebijakan orientasi yang lebih keluar dibandingkan
dengan Brazil dan negara-negara berkembang lain.
Menurut kaum Neoliberalis, karena perekonomian Korsel tidak banyak didominasi sektor
pemerintah-tetapi pemerintah memegang peran penting dalam pengawasan pertumbuhan
pengeluaran pemerintah dan utang luar negeri-maka pihak swasta dapat leluasa berproduksi
secara efisien. Semakin besar intervensi pemerintah, semakin tidak efisien pengeluaran
pemerintah. Defisitnya anggaran pemerintah merupakan pemicu tingginya laju inflasi dan krisis
utang di negara Dunia Ketiga. Sebaliknya, di Brazil campur tangan pemerintah tergolong tinggi.
Brazil memiliki pangsa pengeluaran pemerintah yang tinggi terhadap produk nasional bruto.
Sementara. pemerintah Korsel menerapkan sedikit surplus anggaran pemerintah pada tahun
1988, pemerintah Brazil melangsungkan defisit anggaran berjumlah besar. Di Brazil, perusahaan
negara memiliki pula peran yang jauh lebih penting dalam partisipasi produksi dan investasi.
BRAZIL
Penurunan pertumbuhan ekonomi pada awal tahun 1960-an dipandang sebagai akibat
efek kumulatif distorsi pada tahun 1950-an. Substitusi impor menjadi semakin sulit, bottlenecks
menjadi lebih parah, dan investasi asing berkurang. Kudeta militer pada tahun 1964 membawa
perubahan besar dalam kebijakan ekonomi yang menjadi basis keajaiban ekonomi Brazil.
Menurut kaum liberal, elemen krusial perubahan kebijakan adalah pergeseran strategi
perdagangan dari orientasi ke dalam ke orientasi ke luar. Langkah-langkah yang dilakukan oleh
pemerintah saat itu adalah:
1. Pada tahun 1964 dan 1965, pemerintah mengurangi pajak untuk meningkatkan laju
ekspor dan impor
KOREA SELATAN
Seperti halnya Brazil, pada tahun 1950-an perekonomian Korsel ditandai kebijakan
berorientasi domestik Perekonomian Korsel tumbuh di bawah 5% per tahun pada tahun 1954-
1959. Pertumbuhan hanya dimungkinkan oleh bantuan Amerika Serikat yang berjumlah besar.
Periode tersebut ditandai perekonomian berorientasi ke dalam yang dikontrol sangat ketat
Pemburuan rente menjamur dan koneksi politik merupakan kunci peningkatan taraf ekonomi.
B. Pandangan Strukturalis
Kaum strukturalis lebih menekankan pada sejarah dan kelembagaan sebagai penyebab
pesatnya pertumbuhan ekonomi. Pada awalnya, pertumbuhan Korsel disebabkan oleh bantuan
Amerika, mencerminkan posisi geopolitiknya yang khusus pada saat Perang Dingin. Korsel dan
Brazil sama-sama melakukan debut strategi promosi ekspor pada tahun 1960-an, saat pasar dunia
melebar. Pada tahun 1970- an, kedua negara menarik pinjaman luar negeri yang sangat besar dari
pasar modal internasional sebagai akibat meningkatnya likuiditas perbankan internasional
mengikuti kenaikan harga minyak pada tahun 1973,
Pemerintah Korsel dan Brazil selalu menjadi mediator hubungan antara perekonomian
domestik dengan perekonomian dunia. Meskipun menekankan strategi promosi ekspor, kedua
negara tidak begitu saja menerapkan perdagangan bebas. Korsel dan Brazil tidak bebas proteksi
sama sekali. Kedua negara melanjutkan proteksi terhadap produksi untuk pasar domestik
Proteksi tetap ada, bersamaan dengan gencarnya promosi ekspor. Kemudian, meskipun terdapat
aliran modal masuk ke Brazil dan Korsel, terutama pada tahun 1970-an, aliran modal tidaklah
secara total tidak terkontrol Terutama di Korsel, pinjaman luar negeri diprioritaskan pada
perusahaan- perusahaan domestik melalui sistem perbankan nasional, bukan terhadap investasi.
asing.
Pelarian Modal
Modal cenderung mengalir ke negara-negara yang memiliki pasar finansial yang bebas,
tidak terikat kaku pada peraturan-peraturan pemerintah. Antara akhir tahun 1970 sampai dengan
awal 1980-an, terjadi pelarian modal besar-besaran dari Korsel dan Brazil ke luar karena
pengawasan yang terlalu mengikat dari pemerintah.
Utang
Brazil dan Korsel terikat jumlah utang luar negeri yang besar. Hal ini disebabkan tidak
terawasinya nilai tukar kedua negara dan tingginya suku bunga Amerika Walaupun kedua negara
sama-sama mengalami krisis utang, Korsel memiliki tingkat pertumbuhan yang lebih baik
daripada Brazil Pinjaman yang dilakukan dapat bermanfaat bagi pemerintah, seperti yang
dilakukan Korsel, misalnya digunakan sebagai cadangan devisa
Perubahan Struktural
Kasus Brazil dan Korsel mendukung tekanan kaum strukturalis mengenai peran industri
manufaktur dalam membawa transformasi struktural. Kinerja perekonomian yang mengesankan
di Korsel banyak dihubungkan dengan pertumbuhan di sektor manufaktur yang tinggi dan
tumbuh lebih dari 15 persen per tahun. Di Brazil, industri merupakan sektor yang tumbuh paling
cepat pada akhir tahun 1960-an dan 1970-an. Sebaliknya, kinerja perekonomian yang buruk di
Brazil pada tahun 1980-an berhubungan dengan stagnasi industri.
Ada perbedaan antara Korsel dan Brazil dalam hal kepemilikan. Korsel merupakan
negara yang memiliki distribusi tanah paling adil di antara negara-negara Dunia Ketiga.
sedangkan hal sebaliknya terjadi di Brazil. Distribusi pemilikan tanah yang timpang tercermin
dalam timpangnya distribusi pendapatan di Brazil.
Di Korsel, pengawasan terhadap modal asing lebih ketat dibandingkan dengan di Brazil.
Produksi perusahaan asing di Korsel hanya 20% dari output total, sedangkan di Brazil angkanya
mencapai 40%. Akibatnya, modal lokal lebih kuat di Brazil dibandingkan dengan di Korsel.
Besarnya ekspor manufaktur Korea disumbang oleh grup-grup dalam negeri (chaebols) yang
menjadi investor asing pula, tersebar di negara- negara Asia dan di pasar-pasar negara maju.
Pengembangan Teknologi
Teknologi memegang peranan penting bagi pembangunan ekonomi di Körsel dan Brazil.
Di antara negara-negara Dunia Ketiga, sebagaimana diperlihatkan dalam Tabel 2.7, Korsel
menyisihkan paling banyak proporsi pendapatan nasionalnya untuk tujuan penelitian dan
pengembangan (litbang) (1,1%), Brazil menduduki peringkat ketiga setelah India. Jumlah
ilmuwan dan insinyur yang terlibat dalam litbang pun relatif lebih tinggi terhadap populasi total
di Korsel dibandingkan dengan di negara berkembang lain.
Pertumbuhan Investasi
BRAZIL
Substitusi Impor
Kesulitan yang dihadapi kebijakan substitusi impor yang dilakukan pada tahun 1960-an
merupakan akibat perubahan struktur ekonomi dan sosial selama tahun 1950. an. Misalnya,
kegagalan untuk melaksanakan reformasi tanah berarti bahwa sebagian besar populasi tinggal di
daerah pedesaan yang miskin dan bukan merupakan pasar bagi barang-barang industri. Dengan
demikian, substitusi impor dipaksa dilakukan untuk barang-barang canggih dengan pasar
terbatas. Lebih lanjut, ketimpangan kepemilikan tanah berarti bahwa output pertanian tidak
meningkat secara signifikan sebagai tanggapan atas peningkatan permintaan makanan dari
penduduk perkotaan yang terus tumbuh. Hal-hal di atas dengan disertai hambatan lain seperti
infrastruktur berperan terhadap tingginya inflasi pada awal tahun 1960-an.
Masalah lain dengan industrialisasi pada tahun 1950-an adalah peningkatan peran
perusahaan asing di sektor industri. Industrialisasi dijalankan berdasarkan pemberian insentif
yang berlebih pada modal asing serta proteksi bagi pasar domestik. Kebijakan seperti demikian
memang meningkatkan aliran masuk modal asing dan teknologi pada tahun 1950-an, tetapi pada
akhir tahun 1960-an pembayaran keuntungan dan deviden jauh melebihi investasi baru.
Masalah pasar bagi barang-barang industri terpecahkan setelah kudeta militer pada tahun
1964 dengan meningkatkan konsentrasi pendapatan dan ketidakmerataan pendapatan.
Meningkatnya kekayaan dari kelas menengah mendorong permintaan akan barang-barang
konsumsi tahan lama seperti mobil, televisi, dan almari es. Hal demikian merupakan
pertumbuhan industri paling cepat selama periode keajaiban ekonomi.
Intervensi Pemerintah
Ada kesinambungan peran investasi asing dalam pembangunan Brazil selama periode
pascaperang. Sejak pertengahan tahun 1950-an, insentif ditawarkan bagi modal asing dan
perusahaan-perusahaan transnasional. Penurunan investasi asing langsung segera dipulihkan
setelah kudeta militer dengan pemberian kondisi-kondisi yang menguntungkan bagi perusahaan-
perusahaan transnasional. Selama tahun 1960-an dan 1970-an, perekonomian Brazil ditandai
tingginya pertumbuhan investasi Kudeta militer pada tahun 1964 mengakibatkan penurunan upah
riil bagi tenaga kerja tak terlatih dan pergeseran pendapatan dari tenaga kerja ke modal
Akibatnya adalah peningkatan ketidakmerataan pendapatan selama keajaiban berlangsung serta
terciptanya kondisi yang lebih menguntungkan bagi akumulasi modal selama akhir tahun 1960-
an dan 1970-an.
Pada tahun 1980, terjadi krisis ekonomi di Brazil. Menurut pengamatan kaum
strukturalis, hal ini terutama disebabkan memburuknya kondisi eksternal Brazil, seperti nilai
tukar Brazil yang rendah (turun hampir 30%), serta meningkatnya suku bungar utang luar negeri
(dari -2.7% menjadi -8,5%). Perubahan eksternal mengakibatkan naiknya laju inflasi dan
menurunnya tingkat output. Investasi, yang tumbuh cepat pada tahun 1960-an dan 1970-an,
mengalami stagnasi. Pada saat yang sama, ada peningkatan tekanan di Brazil untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan sosial yang telah diabaikan selama pemerintahan militer. Sementara itu,
para tuan tanah terus mempraktikkan pengaruh politiknya, menempatkan kendala pada kebijakan
pemerintah yang merugikan kepentingan mereka, dan menjamin akses ke input dan kredit yang
disubsidi pemerintah. Kondisi seperti demikian, bersama dengan kendala eksternal terutama
transfer sumber daya ke luar yang berjumlah besar untuk membayar utang luar negeri, dan
berlanjutnya ketergantungan pada keuangan dan teknologi asing menghalangi pertumbuhan
ekonomi yang tinggi
KOREA SELATAN
Reformasi Tanah
Reformasi tanah (land reform) yang terjadi pada awal tahun 1950-an berhasil membawa
perekonomian Korsel ke arah yang lebih baik karena reformasi mampu menghilangkan
kekuasaan di kalangan pemilik tanah. Reformasi tanah mengakibatkan distribusi pendapatan
yang lebih egaliter. Kemudian, pemerintah pun dapat menerapkan kebijakan yang mentransfer
sumber daya dari sektor pertanian ke sektor industri guna memberikan basis bagi pertumbuhan
industri yang cepat. Distribusi pendapatan yang relatif lebih merata di Korsel menyediakan pula
pasar massal bagi barang-barang konsumsi sederhana seperti tekstil yang merupakan basis bagi
industrialisasi pada tahun 1950-an.
Posisi Geopolitik
Kaum strukturalis pun menekankan posisi geopolitik Korsel yang unik. Perang Dingin
mengakibatkan Amerika menyalurkan bantuan dengan jumlah berlimpah kepada Korsel. Lebih
dari dua per tiga total investasi dan impor Korsel dibiayai melalui bantuan ini. Kaum strukturalis
menganggap bantuan Amerika selama Perang Vietnam merupakan hal penting bagi keberhasilan
ekonominya.
Antara tahun 1960-1970, pemerintah Korsel sangat membatasi investasi asing yang
masuk ke pasar domestiknya. Hal ini disebabkan pemerintah Korsel tidak menyukai adanya
persaingan antara perusahaan asing dengan perusahaan domestik, baik di pasar domestik maupun
pasar ekspor. Korsel merupakan salah satu dari sedikit negara yang sangat membatasi investasi
asing. Korsel memiliki kemauan yang lebih besar untuk membatasi modal asing dan
mengarahkannya ketika investasi asing menawarkan keunggulan khusus dalam hal akas tekislog
sang atau peser eksper Keman an dicerminkan dengan terbataanys peran yang dimainkan
perusahaan tantanal dalam perekonomian Kornel
Pertumbuhan ekonomi yang cepat tidak hanya membutuhkan tingkat tabungan yang
tinggi, tetapi juga memerlukan penggunaan investasi yang produktif. Pada kasus Korsel, banyak
saluran investasi yang nonproduktif ditutup. Reformasi tanah membatasi kesempatan investasi
tanah berskala besar. Kepemilikan umum terhadap: perbankan membuat investasi keuangan
menjadi kurang diminati Kesempatan memperoleh keuntungan berlebih melalui perdagangan
dan nilai tukar asing dibatasi pula di bawah pemerintahan Presiden Park.
Sama halnya dengan Brazil, Korsel pun mengalami krisis utang pada awal tahun 1980,
walaupun tidak separah krisis di Brazil. Penyebabnya adalah Korsel lebih liberal dibandingkan
dengan Brazil. Namun demikian, pernyataan di atas disanggah oleh kaum strukturalis. Mereka
menganggap sebenarnya masalah-masalah demikian dapat diselesaikan oleh pemerintah, yakni
melalui restrukturisasi industri yang mampu meningkatkan ekspor dan memperbaiki defisit
neraca perdagangan. Dengan demikian, kecepatan dan efektivitas campur tangan pemerintah
merupakan faktor utama keberhasilan penyesuaian ekonomi pada tahun 1980-an
PELAJARAN NEOLIBERALIS
Bagi kaum neoliberal, keberhasilan negara-negara industri baru hampir seluruhnya
merupakan akibat kebijakan yang baik dan kemampuan sumber daya manusianya Keberhasilan
jarang sekali disebabkan oleh lingkungan yang menguntungkan atau permulaan yang baik.
Meskipun kemampuan kewirausahaan dan tanggapan produsen berbeda-beda antarnegara, hal
tersebut hanya akan mempengaruhi waktu yang dibutuhkan bagi kebijakan-kebijakan untuk
berhasil. Jadi, apabila suatu negara menerapkan kebijakan neoliberal yang bagus, maka dapat
mengharapkan manfaat yang telah dinikmati oleh empat negara industri baru (Hongkong,
Singapura, Taiwan, dan Korsel). Ada beberapa kebijakan dasar untuk mencapai pertumbuhan
ekonomi:
1. Pengawasan harga dan subsidi dihilangkan, mulai diadakan penetapan deregulati terutama
dalam pasar keuangan, dan reformasi peraturan tenaga kerja yang menetapkan upah minimum
tenaga kerja. Dengan kata lain, distorsi harga harus nol.
2 Reformasi perdagangan dan kurs (baca: devaluasi) dengan maksud agar tidak terjadi bias
ekspor akibat kebijakan substitusi impor, menurunkan distorsi harga produk-produk
perdagangan, serta meningkatkan tingkat persaingan nilai tukar.
PELAJARAN STRUKTURALIS
Keadaan-keadaan Spesifik
Korsel sangat diuntungkan dengan adanya bantuan Amerika Serikat selama tahun 1950-
an dan awal tahun 1960-an akibat posisi geopolitiknya. Korsel mengembangkat ekspor produk-
produk manufakturnya di negara sedang berkembang saat negat negara ini mulai mengurangi
hambatan perdagangannya di tahun 1960-an. Sejarah Korsel dan terutama kolonialisme Jepang
serta dampak Perang Korea mengakibatkan tingginya derajat otonomi negara dari vested interest
Kaum strukturalis berbeda pendapat dengan neoliberalis dalam hal peran pemerintah.
Kaum strukturalis menganggap intervensi pemerintah dalam mengatur dan memprioritaskan
industri domestik amat penting Intervensi pemerintah tidak selalu mengakibatkan korupsi,
pemburuan rente, dan persaingan tidak sehat. Kaum strukturalis yakin bahwa pengurangan peran
aktif pemerintah justru berakibat pada pembangunan industri yang kontraproduktif. Bagi kaum
strukturalis, ada tiga faktor penyebab keberhasilan pembangunan ekonomi di Korea Selatan dan
Brazil:
(3) pembangunan teknologi lokal. Perubahan struktural, terutama reformasi tanah, merupakan
unsur krusial bagi pembangunan di Korsel. Sebaliknya, pembangunan di Brazil menjadi terbatas
karena ketiadaan perubahan struktural dan sosial.
Teori adalah sebuah kumpulan proposisi umum yang saling berkaitan dan digunakan untuk
menjelaskan hubungan yang timbul antara beberapa variabel yang diobservasi. Formulasi teori
adalah upaya mengintegrasikan semua informasi secara logis, sehingga alasan atas masalah yang
diteliti dapat dikonseptualisasikan dan diuji.
Teori sulit digunakan untuk mengukur kenyataan yang terjadi. Padahal, sifat keadaan sosial
dan ekonomi di NSB justru sangat kompleks dan memerlukan suatu tindakan yang hati-hati.
Teori mengidentifikasikan ciri-ciri pokok suatu kasus khusus karena mustahil mereproduksi
dunia nyata selengkap-lengkapnya. Teori tidak bersifat statis. Teori melibatkan reaksi
pembangunan ekonomi dan sosial yang menampilkan masalah-masalah baru dan solusinya.
Teori penuh dengan debat dan konvergensi. Dari segi ini, hal yang mutlak adalah mendekati
semua teori secara kritis dengan mata terbuka terhadap kelemahan dan kekuatan.
Ada tiga kritik terhadap neoliberalis yang didasari teori Ekonomi Neoklasik Abstrak, yakni:
1. Teori ini selalu menekankan pada persaingan, padahal kenyataannya persaingan jarang
ditemukan, terutama pada pasar negara Dunia Ketiga. Produksi masih berada di bawah
perusahaan-perusahaan monopoli. Misalnya, negara-negara berkembang memiliki banyak
masalah kepemilikan tanah, terkonsentrasinya perdagangan di tangan segelintir pengusaha, dan
informasi yang tidak sempurna. Pendek kata, banyak pasar yang jauh dari sifat persaingan.
2. Teori ini terutama berhubungan dengan isu alokasi sumber daya pada suatu waktu Teori ini
jarang membahas masalah pertumbuhan ekonomi atau pembangunan Ada kesenjangan teoritis
yang krusial antara pandangan bahwa negara seharusnya menerapkan harga dengan benar (get
prices right) sesuai dengan teon neoklasik dengan klaim bahwa hal ini akan mengakibatkan
pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
3. Teori Neoliberal tidak pernah membahas masalah distribusi pendapatan. Pada perekonomian
yang efisien, alokasi sumber dayanya dapat berupa perekonomian dengan ketimpangan distribusi
pendapatan yang tinggi.
Kelemahan utama teori Strukturalis adalah pandangan bahwa negara merupakan lembaga
otonom di atas masyarakat, yang membuat keputusan untuk kepentingan nasional. Rasionalitas
intervensi pemerintah telah overestimated intervensi pemerintah dapat terjadi untuk manfaat
sektor swasta pula atau berlawanan dengan kebaikan perekonomian secara keseluruhan.
Dengan demikian, meskipun kasus kaum strukturalis untuk intervensi pemerintah guna
mengatasi keterbelakangan ekonomi merupakan hal yang baik, struktur ekonomi dan sosial yang
menjadikan intervensi pemerintah penting berarti pula bahwa negara sering tidak mampu
melaksanakan secara efektif kebijakan yang diusulkan kaum strukturalis. Vested interest dapat
pula menghalangi tercapainya tujuan-tujuan kebijakan. Misalnya adalah proteksi industri bayi.
Proteksi seharusnya hanya diberikan selama periode terbatas sementara produsen-produsen lokal
menjadi berdaya saing internasional, tetapi malah sering diberikan tidak terbatas karena
pengaruh para industrialis yang diproteksi.
GEOGRAFI INDUSTRI
Konsentrasi aktivitas ekonomi secara spasial dalam suatu negara menunjukkan bahwa
industrialisasi merupakan suatu proses selektif dipandang dari dimensi geografis.
Pengelompokan industri secara spasial (spatial clustering) terjadi di berbagai penjuru dunia,
termasuk India, Italia, Portugal, Jepang, Australia, Brazil, Jerman, dan Spanyol Kemudian,
pengelompokan demikian telah menjadi obyek kajian yang populer di negara maju maupun
NSB, termasuk Indonesia.
Industrialisasi telah menjadi kekuatan utama (driving force) di balik urbanisasi yang
cepat di kawasan Asia sejak dasawarsa 1980-an. Kecuali dalam kasus industri berbasis sumber
daya (resource-based industries), industri manufaktur cenderung berlokasi di dalam dan di
sekitar kota. Industri cenderung beraglomerasi di daerah-daerah di mana potensi dan kemampuan
daerahnya memenuhi kebutuhan mereka. Selanjutnya, mereka mendapatkan pula manfaat karena
lokasi perusahaan yang saling berdekatan. Oleh karena itu, dapat dimengerti apabila aglomerasi
(agglomeration), baik aktivitas ekonomi maupun penduduk di perkotaan, menjadi isu sentral
dalam literatur geografi ekonomi, strategi bisnis dan peningkatan daya saing nasional, serta
studi-studi regional. Hal ini disebabkan pertanyaan 'mengapa" (why) industri manufaktur
cenderung memilih berlokasi di dalam dan di sekitar kota-kota utama belum terjawab dengan
memuaskan.
Pembangunan industri dan aktivitas bisnis Indonesia selama lebih dari tiga dasawarsa
terakhir cenderung bias ke pulau Jawa dan Sumatra. Industri manufaktur Indonesia cenderung
terkonsentrasi secara spasial di kedua pulau sejak tahun 1970-an. Pengelompokan industri dan
orientasi ekspor secara spasial telah terjadi dalam tingkat yang fantastis di pulau Jawa dan
Sumatra dibandingkan pulau lain di Indonesia. Salah satu penjelasnya adalah peranan
infrastruktur, terutama pelabuhan laut. Fakta-fakta di atas diperkuat dengan bukti adanya
keterkaitan antara kawasan industri, pelabuhan, dan penduduk dengan kecenderungan lokasi
industri manufaktur berorientasi ekspor
1. TEORI NEOKLASIK
2. TEORI KEPERILAKUAN
Teori Neoklasik dikritik oleh para penganjur teori keperilakuan (behavioural theory) Para
penganjur teori ini menekankan bahwa dalam dunia nyata, para pengambil keputusan berbeda
dalam tujuan, preferensi, pengetahuan, kemampuan, dan rasionalitas. Teori Keperilakuan
mencoba membuat teori neoklasik lebih realistik dengan memasukkan isu preferensi lokasi dan
struktur organisasi dalam menjelaskan pola lokasi industri. Para pengambil kebijakan dicirikan
sebagai "pemuas" (satisfiers) karena realitasnya, mereka hanya memiliki informasi dan
rasionalitas terbatas Dengan kata lain, fokus perhatiannya adalah pengembangan teori proses
pengambilan keputusan tentang lokasi yang amat bervariasi antara perusahaan besar dan kecil
Kunci utama untuk menjelaskan keperilakuan lokasi suatu industri adalah dengan
menjelaskan bagaimana perusahaan-perusahaan dalam industri memandang. menerjemahkan,
dan mengevaluasi informasi dan faktor-faktor yang mempengaruhi proses pemilihan lokasi
industri. Kita dapat menyebut sebuah perusahaan dengan "pengolah informasi" di mana
lingkungan adalah sumber informasinya dan hubungan antara perusahaan dan lingkungan terjadi
karena arus informasi Organisasi industri merupakan aspek penting dalam menjelaskan lokasi
industri. Hal ini terlihat dari karya para pelopor paradigma keperilakuan, terutama Pred (1967),
Townroe (1969). dan Stafford (1972). Intinya, pilihan lokasi merupakan bagian keputusan
investasi jangka panjang atau strategi yang kompleks, tidak pasti, subyektif, dan dilakukan oleh
pengambil keputusan secara individu atau grup. Oleh karena itu, lokasi pabrik mencerminkan
preferensi lokasional, yang membentuk dan dibentuk oleh proses pengambilan keputusan.
3. TEORI RADIKAL
Para penganut teori Radikal atau Institusional menentang teori Neoklasik dan Keperilakuan
yang merupakan arus utama dalam geografi ekonomi. Dalam konteks geografi industri,
pendekatan radikal diasosiasikan dengan geografi perusahaan atau teori strukturalis tentang
lokasi industri. Teori disebut "radikal" karena teon menawarkan paradigma lain dalam melihat
proses kapitalisme. Bertentangan dengan teori Neoklasik, teori Radikal berpendapat bahwa
proses persaingan tidak secara otomatis menjamin hasil yang secara sosial diinginkan, bahkan
menciptakan ketidakstabilan dan persaingan tidak sehat.
Teori Radikal merupakan kritik terhadap teori Neoklasik. Metode riset teor Neoklasik
menggunakan cara berpikir linier (mencakup cara neoklasik memaparkan teorinya,
memformulasikan hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis, dan mengevaluasi ulang
teori). Kemudian, dalam menjelaskan lokasi industri secara statistik, teori Neoklasik hanya
memfokuskan pada variabel ekonomi yang terukur Cara demikian oleh teori Radikal dipandang
sebagai pendekatan yang sempit karena akan mengisolasi lokasi dari proses yang mendasar
(lebih mendalam) dan gagal dalam menangkap pengaruh kenyataan yang dipenuhi
ketidakpastian. Oleh sebab itu, teori Radikal menggunakan studi kasus sebagai cara menangkap
fenomena-fenomena yang kompleks dan dinamis serta dipengaruhi faktor lokal, global, nyata,
maupun abstrak.
Dalam perspektif teori Radikal, perilaku ekonomi mencakup perilaku lokasi harus
mengetahui serta memahami kondisi ekonomi politik. Dalam hal ini, kita mengambil contoh
perusahaan transnasional. Perusahaan transnasional memiliki kemampuan memodifikasi atau
bahkan memanipulasi lokasi serta pasar di mana mereka beroperasi Perusahaan tidak secara pasif
merespons kekuatan dari luar untuk berkompetisi. tetapi secara aktif mencari peluang untuk
mengontrol pengaruh eksternal. Perusahaan transnasional menikmati kebebasan mereka dalam
menentukan lokasi investasi dan menentukan serta memilih tenaga kerja yang mereka inginkan.
Kemampuan seperti demikian memberikan posisi tawar perusahaan-perusahaan transnasional
dengan pemerintah lokal dan nasional.