Anda di halaman 1dari 110

LAPORAN CONTINUITY OF CARE

NY. Y G2PIA0 HAMIL 36 MINGGU DI PMB ERMIYATI


KOTA DEPOK TAHUN 2021

Disusun Oleh :

Ermiyati

NPM. 200501005005

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN

STIKES BHAKTI PERTIWI INDONESIA JAKARTA

TAHUN 2021

i
LAPORAN CONTINUITY OF CARE
NY. Y G2PIA0 HAMIL 36 MINGGU DI PMB ERMIYATI
KOTA DEPOK TAHUN 2021

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Studi


Pendidikan Profesi Bidan Program Profesi (Bd) Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Bhakti Pertiwi Indonesia dan untuk memperoleh gelar Bd.

Disusun Oleh :

Ermiyati

NPM. 200501005005

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN

STIKES BHAKTI PERTIWI INDONESIA JAKARTA

TAHUN 2021

ii
PERNYATAAN TENTANG ORISINALITAS

Yang bertandatangan di bawah ini, saya :


Nama : Ermiyati
NIM : 200501005005
Program Studi : Pendidikan Profesi Bidan
Angkatan :1
Jenjang : Profesi
Menyatakan bahwa saya tidak melakukan plagiat dalam penulisan Laporan
Continuity Of Care saya yang berjudul :
Continuity Of Care Ny. Y G2P1A0 Hamil 36 Minggu Di PMB Ermiyati Kota
Depok Tahun 2021. Apabila dikemudian hari saya terbukti melakukan tindakan
plagiat, maka saya bersedia menerima sanksi yang telah ditetapkan.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya

Kota Depok…………….2021

Yang menyatakan,

Ermiyati

NPM. 200501005005

iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI

iv
LEMBAR PENGESAHAN

Continuity Of Care
Ny. Y G2P1A0 Hamil 36 Minggu Di PMB Ermiyati Kota Depok
Tahun 2021.

Oleh :
ERMIYATI
NPM. 200501005005

Telah Disahkan Pada Tanggal


………………………………..

Mengetahui,

Pembimbing Klinik Kepala Departemen Profesi

( ( )
)

v
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Esa yang telah memberikan
berbagai kemudahan, petunjuk serta karunia yang tak terhingga sehingga penulis
dapat menyelesaikan Laporan Continuity Of Care yang berjudul : “Continuity Of
Care Ny. Y G2P1A0 Hamil 36 Minggu Di PMB Ermiyati Kota Depok Tahun
2021” dengan baik dan tepat waktu. Laporan ini merupakan salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Profesi Bidan (Bd) pada Program Studi Pendidikan
Profesi Bidan STIKes Bhakti Pertiwi Indonesia.

Bersama ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-


besarnya dengan hati yang tulus kepada :

1. Dr. Hj. Lilik Susilowati, S. SiT., M. Kes., MARS selaku Pembina Yayasan
Bhakti Pertiwi Indonesia.
2. Dr. Hj. Maimunah, S. SiT., M. Kes selaku Ketua Yayasan Bhakti Pertiwi
Indonesia.
3. Muhlisin Nalahudin, S. Kep., MPH selaku Ketua Bhakti Pertiwi Indonesia.
4. Vepti Triana Mutmainah, S. SiT., M. Kes selaku Ketua Program Studi
Pendidikan Profesi Bidan STIKes Bhakti Pertiwi Indonesia
5. Ny. Y yang telah bersedia menjadi subyek dalam penulisan Laporan ini.
6. Orangtua tercinta, yang telah memberikan dukungan baik moril maupun
materil, serta kasih sayang yang tiada terkira dalam setiap langkah kaki
penulis.
7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang ikut andil
dalam terwujudnya Laporan Continuity Of Care ini.
8. Semoga Allah SWT membalas budi baik semua pihak yang telah memberi
kesempatan, dukungan dan bantuan dalam menyelesaikan Laporan Continuity
Of Care ini.
Penulis menyadari bahwa laporan ini jauh dari sempurna, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan dimasa

vi
yang akan datang. Semoga Laporan ini dapat berguna bagi pembaca umumnya
dan Program Studi Pendidikan Profesi Bidan khususnya. Semoga Allah SWT
senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua.

Kota Depok, ..............

Penulis

vii
DAFTAR ISI

viii
DAFTAR TABEL

ix
DAFTAR GAMBAR

x
DAFTAR LAMPIRAN

xi
DAFTAR SINGKATAN, ISTILAH, DAN ARTI LAMBANG

xii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ibu dan anak merupakan anggota keluarga yang perlu mendapatkan
prioritas dalam penyelenggaraan upaya kesehatan, karena ibu dan anak
merupakan kelompok yang rentan. Hal ini terkait dengan fase kehamilan,
persalinan dan nifas pada ibu dan fase tumbuh kembang pada anak. Hal ini
yang menjadi alasan pentingnya upaya kesehatan ibu dan anak menjadi salah
satu prioritas pembangunan kesehatan di Indonesia. Derajat kesehatan suatu
negara ditentukan oleh indikator Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka
Kematian Bayi (AKB). AKI adalah rasio kematian ibu selama masa
kehamilan, persalinan, dan nifas yang disebabkan oleh kehamilan, persalinan,
dan nifas atau pengelolaannya tetapi bukan karena sebab-sebab lain seperti
kecelakaan atau terjatuh di setiap 100.000 kelahiran hidup (Kemenkes RI,
2019). Sedangkan AKB adalah jumlah kematian bayi dalam usia 28 hari
pertama kehidupan per 1.000 kelahiran hidup (Kemenkes RI, 2012).

Kematian ibu menurut WHO (World Health Organization) pada tahun


2015 lebih dari 500.000 perempuan meninggal karena kehamilan atau
persalinan. Sekitar 99% dari seluruh kematian ibu terjadi di negara
berkembang (WHO, 2015). Adapun kematian bayi menurut WHO pada
negara ASEAN (Assocation of South East Asia Nations) seperti di Singapura
3 per 1000 kelahiran ibu, Malaysia 5,5 per 1000 kelahiran hidup, Thailand 17
per 1000 kelahiran hidup, Vietnam 18 per 1000 kelahiran hidup, dan
Indonesia 27 per 1000 kelahiran hidup (WHO, 2017). Hasil Survei Demografi
dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 menunjukkan peningkatan AKI
yang signifikan yaitu menjadi 359 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup
(Kemenkes RI, 2017). Hasil SDKI tahun 2017 menunjukkan AKN sebesar 15
per 1.000 kelahiran hidup, AKB 24 per 1.000 kelahiran hidup, dan AKBA 12
per 1.000 kelahiran hidup (Kemenkes RI, 2020). Data dari Suku Dinas dan

1
Kesehatan Keluarga DKI Jakarta tahun 2018 diketahui jumlah kematian ibu di
DKI Jakarta pada tahun 2018 sebesar 98 orang ibu dengan jumlah terbesar
kematian pada masa nifas yaitu sebesar 53 orang ibu per 100.000 kelahiran
hidup. Sedangkan jumlah kematian bayi di DKI Jakarta tahun 2018 yaitu
sebesar 3 balita per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2017, dibandingkan
tahun 2017 sebesar 3 bayi per 1.000 kelahiran hidup dibandingkan dengan
tahun 2016 sebesar 4 bayi per 1.000 kelahiran hidup, dibandingkan dengan
tahun 2015 sebesar 5 bayi per 1.000 kelahiran hidup. Hasil survei SDKI tahun
2017 untuk AKB sebesar 25 kematian bayi per 1.000 kelahiran hidup, artinya
Provinsi DKI Jakarta berada di bawah angka AKB Indonesia hasil SDKI
(Sudinkes dan Kesga, 2018). Jumlah kematian bayi tahun 2018 di Kota Jakarta
Selatan sebesar 86 bayi per 37,566 kelahiran hidup. Hal tersebut Kota Jakarta
Selatan menduduki angka ketiga dengan jumlah kasus kematian bayi
tertinggi. Sedangkan jumlah kematian ibu tahun 2018 di Kota Jakarta Selatan
sebesar 11 ibu per 37,566 kelahiran hidup. Hal tersebut Kota Jakarta Selatan
menduduki angka keempat dengan jumlah kasus kematian ibu tertinggi (Profil
Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, 2018). Menurut ketua komite Ilmiah
International Planning and Reproductive Health (ICIFPRH), Meiwita
Budhiharsana, hingga tahun 2019 AKI di Indonesia masih tetap tinggi, yaitu
305 per 100.000 kelahiran hidup. Padahal, target AKI di Indonesia pada tahun
2015 adalah 102 per 100.000 kelahiran hidup (Sali Susiana, 2019).

Penyebab langsung kematian ibu kira-kira 75% disebabkan oleh


perdarahan parah (sebagian besar perdarahan pasca salin), infeksi (biasanya
pasca salin), tekanan darah tinggi saat kehamilan (preeklampsia/eklampsia),
partus lama/macet, dan abortus yang tidak aman. Kematian ibu terjadi paling
banyak pada periode persalinan, 24 jam pertama pasca salin, dan selanjutnya
pada masa nifas 8-42 hari (WHO, 2018). Sedangkan penyebab utama
kematian pada bayi baru lahir adalah prematur, komplikasi terkait persalinan
(asfiksia atau kesulitan bernafas saat lahir), infeksi, dan cacat lahir (birth
defect). Kematian bayi terjadi paling banyak pada 24 jam pertama pasca lahir
dan selanjutnya pada masa 2-7 hari pasca lahir (WHO, 2018).

2
Tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB)
bukan hanya merupakan tugas dan tanggung jawab pemerintah, namun
terdapat juga peran serta tenaga kesehatan. Salah satu cara menurunkan AKI
yang masih cukup tinggi di Indonesia adalah dengan memberikan pelayanan
kesehatan maternal yang efektif pada kehamilan, persalinan, nifas normal
ataupun dengan komplikasi, sehingga angka kematian dan kesakitan dapat
dikurangi. Dalam konteks penurunan angka kematian ibu, bidan merupakan
tenaga kesehatan yang menjadi ujung tombak dalam pelayanan kesehatan
nasional (Women Research Institute, 2021).

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2019


Tentang Kebidanan, bidan adalah seorang perempuan yang telah
menyelesaikan program pendidikan kebidanan baik di dalam negeri maupun
di luar negeri yang diakui secara sah oleh pemerintah pusat dan telah
mmemenui persyaratan untuk melakukan praktik kebdianan. Kebidanan
adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan bidan dalam memebrikan
pelayanan kebidanan kepada perempuan selama masa sebelum hamil, masa
kehamilan, persalinan, pascapersalinan, masa nifas, bayi baru lahir, bayi,
balita, dan anak prasekolah, termasuk kesehatan reproduksi perempuan dan
keluarga berencana sesuai dnegan tugas dan wewenangnya. Sedangkan
pelayanan kebidanan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang
merupakan bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan yang diberikan
oleh bidan secara mandiri, kolaborasi, dan/atau rujukan ( UU RI Nomor 4 Tahun
2019 Tentang Kebidanan).

Hal inilah yang melatarbelakangi penulis dalam memberikan asuhan


kebidanan Continuity Of Care pada Ny. Y G2P1A0 Hamil 36 Minggu di
PMB Ermiyati Kota Depok Tahun 2021, yang dimulai dari kehamilan
Trimester III, Persalinan, Bayi Baru Lahir, dan Masa Nifas.

3
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, rumusan masalah yang
dirumuskan adalah: Bagaimanakah Asuhan Kebidanan
Berkesinambungan pada ibu hamil di PMB Ermiyati Kota Depok
Tahun 2021?.
1.2.2 Pertanyaan Masalah
1. Bagaimana asuhan kebidanan kehamilan pada Ny. Y?
2. Melakukan asuhan kebidanan persalinan pada Ny. Y?
3. Melakukan asuhan kebidanan masa nifas pada Ny. Y?
4. Melakukan asuhan kebidanan bayi baru lahir pada Bayi Ny. Y?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan umum
Mampu memberikan asuhan kebidanan yang komprehensif dalam
lingkup Continuity Of Care berupa asuhan kebidanan pada kehamilan,
persalinan, nifas, dan BBL komprehensif dan berkesinambungan di
PMB Ermiyati.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Melakukan asuhan kebidanan pada masa kehamilan
2. Melakukan asuhan kebidanan pada persalinan
3. Melakukan asuhan kebidanan pada masa nifas
4. Melakukan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir

1.4 Manfaat Penulisan


1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil studi kasus ini dapat dijadikan sebagai masukan untuk
menambah wawasan tentang asuhan kebidanan yang berkesinambungan
pada ibu hamil, bersalin, nifas, dan bayi baru lahir.

4
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Manfaat bagi institusi
Hasil studi kasus ini dapat dimanfatkan sebagai masukan dalam
pemberian asuhan komperhensif pada ibu hamil, bersalin, nifas, dan
bayi baru lahir.
2. Manfaat bagi profesi bidan
Diharapkan sebagai masukan dalam memberikan pelayanan asuhan
kebidanan pada ibu hamil, bersalin, nifas, dan bayi baru lahir.
3. Manfaat bagi klien dan masyrakat
Agar klien mampu masyarakat dapat mendeteksi dini masalah atau
penyulit yang mungkin timbul pada ibu hamil, bersalin, nifas, dan
bayi baru lahir.
1.5 Ruang Lingkup Penulisan
Laporan COC ini membahas tentang manajemen asuhan kebidanan
komprehensif pada Ny.Y G2P1A0 dengan kehamilan, Persalinan, Nifas,
Bayi Baru Lahir, dan keluarga Berencana yang diberikan mulai dari tanggal
16 juni – 26 juli dengan usia kehamilan Trimester III yaitu hamil 36 minggu
sampai dengan KB. Hasil dari laporan asuhan kebidanan komprehensif ini
menggunakan pendokumentasian dengan SOAP.
Asuhan kebidanan komprehensif ini dilakukan dengan tujuan untuk
mencegah adanya resiko koplikasi pada masa kehamilan ,persalinan, nifas,
bayi baru lahir dan KB serta memastikan bahwa komplikasi obstetrik dapat
dideteksisedini mungkin. Dalam melakukan asuhan komprehensif kebidanan
penulis melakukan wawacara yang mendalam kepada klien dan menerapkan
asuhan komprehensif kebidanan melalui tindakan yang diberikan penulis
selama kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru lahir dan KB yang
berdasarkan standar asuhan pelayanan kebidanan.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Asuhan Kebidanan


2.1.1 Pengertian Kehamilan
Kehamilan adalah suatu proses pembuahan berangsung ketika
terjadinya ovulasi, kurang lebih 14 hari setelah haid terakhir (dengan
perkiraan siklus 28 hari) (Asrinah, 2017). Menurut Federasi Obstetri
dan Ginekologi Internasional (FOGI), kehamilan didefinisakan
sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum,
dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Bila dihitung dari saat
fertilisasi hingga lahirnya bayi, kehamilan normal akan berlangsung
dalam waktu 30 minggu menurut kalender internasional. Kehamilan
diklasifikasikan dalam 3 trimester, yaitu trimester kesatu dimulai dari
konsepsi sampai 3 bulan (0-12 minggu), trimester kedua dari bulan
keempat sampai 6 bulan (13-27 minggu), trimester ketiga dari bulan
ketujuh sampai 9 bulan (28-40 minggu) (Sarwono, 2014).
Pada kehamilan normal, volume cairan ketuban ibu hamil
bervariasi dan dapat mengalami fluktuasi. Cairan ketuban meningkat
hingga 1000 ml pada kehamilan trimester III, namun pada usia
kehamilan 34 minggu jumlah tersebut mulai berkurang secara
bertahap hingga menjadi 800 ml pada usia cukup bulan (Siti Patimah,
2016).
Untuk melakukan asuhan antenatal yang baik, diperlukan
pengetahuan dan kemampuan untuk mengenali perubahan fisiologik
yang terkait dengan proses kehamilan. Perubahan tersebut mencakup
perubahan produksi dan pengaruh hormonal serta perubahan anatomik
dan fisiologik selama kehamilan. Pengenalan dan pemahaman tentang
perubahan fisiologik tersebut menjadi modal dasar dalam mengenali
kondisi patologik yang dapat mengganggu status kesehatan ibu

6
maupun bayi yang dikandungnyaa. Dengan kemampuan tersebut,
penolong atau petugas kesehatan dapat mengambil tindakan yang
tepat dan perlu untuk memperoleh luaran yang optimal dari kehamilan
dan persalinan (H Wiknjosastro. 2010).
2.1.2 Fisiologi Kehamilan
Setiap bulan wanita melepaskan satu sampai dua sel telur dari
indung telur (ovulasi) yang ditangkap oleh umbai-umbai (fimbrai) dan
masuk ke dalam sel telur. Waktu parsetubuhan, cairan semen tumpah
ke dalam vagina dan berjuta-juta sel mani (sperma) bergerak
memasuki rongga rahim lalu masuk ke sel telur. Pembuahan sel telur
oleh sperma biasa terjadi dibagian yang mengembang dari tuba
fallopi. Sekitar sel telur banyak berkumpul sperma yang
mengeluarkan ragi untuk mencairkan zat yang melindungi ovum
kemudian pada tempat yang paling mudah dimasuki, masuklah satu
sel mani dan kemudian bersatu dengan sel telur. Peristiwa ini disebut
pembuahan (konsepsi = fertilisasi). Ovum yang telah dibuahi ini
segera membelah diri sambil bergerak oleh rambut getar tuba menuju
ruang rahim kemudian melekat pada mukosa rahim untuk selanjutnya
bersarung di ruang rahim. Peristiwa ini disebut nidasi. Proses Adaptasi
Fisiologis dan Psikologis (implantasi) Dari pembuahan sampai nidasi
diperlukan waktu kira – kira enam sampai tujuh hari. Untuk
menyuplai darah dan zat – zat makanan bagi mudigah dan janin,
dipersiapkan uri (plasenta). Jadi dapat dikatakan bahwa untuk setiap
kehamilan harus ada ovum (sel telur), spermatozoa (sel mani),
pembuahan (konsepsi = fertilisasi), nidasi dan plasenta. (Rustam
Mochtar, 1998: 17.
1. Sel telur (ovum) dan sperma
a. Sel telur (ovum)
Pertumbuhan embrional oogonium yang kelak menjadi ovum
terjadi digenital ridge. Menurut umur wanita, jumlah oogonium
adalah:

7
1) BBL = 750.000
2) Umur 6 – 15 = 439.000
3) Umur 16 – 25 tahun = 159.000
4) Umur 26 – 35 tahun = 59.000
5) Umur 35 – 45 tahun = 39.000
6) Masa menopause = semua hilang
Urutan pertumbuhan ovum (oogenesis):
1) Oogonia
2) Oosit pertama (primary oocyte)
3) Primary ovarian follicle
4) Liquar folliculi
5) Pematangan pertama ovum
6) Pematangan kedua ovum pada waktu sperma membuahi
ovum (Rustam Mochtar, 1998: 17-18)
b. Sel mani (spermatozoa)
Sperma bentuknya seperti kecebong, terdiri atas kepala
berbentuk lonjong agak gepeng berisi inti (nucleus) leher yang
menghubungkan kepala dengan bagian tengah dan ekor yang
dapat bergetar sehingga sperma dapat bergerak dengan cepat.
Panjang ekor kira – kira sepuluh kali bagian kepala. Secara
embrional, spermatogonium berasal dari sel – sel primitif
tubulas testis. Setelah bayi laki – laki lahir, jumlah
spermatogonium yang ada tidak mengalami perubahan sampai
masa akil baliq. Pada masa pubertas dibawah pengaruh sel – sel
interstial leyding. Sel – sel spermatogonium ini mulai aktif
mengadakan mitosis dan terjadilah spermatogenesis. Urutan
pertumbuhan sperma (spermatogenesis)
1) Spermatogonium (membelah dua)
2) Spermatosit pertama (membelah dua)
3) Spermatosit kedua (membelah dua)
4) Spermatid, kemudian tumbuh menjadi

8
5) Spermatozoa (sperma) (Rustam Mochtar, 1998: 18)
2. Pembuahan (konsepsi = fertilisasi)
Pembuahan adalah suatu peristiwa penyatuan antara sel mani
dengan sel telur di tuba fallopi, umumnya terjadi di ampula tuba,
pada hari ke sebelas sampai empat belas dalam siklus menstruasi.
Wanita mengalami ovulasi (peristiwa matangnya sel telur)
sehingga siap untuk dibuahi, bila saat ini dilakukan coitus, sperma
yang mengandung kurang lebih seratus sepuluh sampai seratus dua
puluh juta sel sperma dipancarkan ke bagian atas dinding vagina
terus naik ke serviks dan melintas uterus menuju tuba fallopi
disinilah ovum dibuahi. Hanya satu sperma yang telah mengalami
proses kapitasi yang dapat melintasi zona pelusida dan masuk ke
vitelus ovum. Setelah itu, zona pelisuda mengalami perubahan
sehingga tidak dapat dilalui oleh sperma lain. Proses ini diikuti oleh
penyatuan ke dua pronuklei yang disebut zigot, yang terdiri atas
acuan genetic dari wanita dan pria. Pembuahan mungkin akan
menghasilkan xx zigot. Proses Adaptasi Fisiologis dan Psikologis
menurunkan bayi perempuan dan xy zigot menurunkan bayi laki –
laki. Dalam beberapa jam setelah pembuahan, mulailah
pembelahan zigot selama tiga hari sampai stadium morula. Hasil
konsepsi ini tetap digerakkan kearah rongga rahim oleh arus dan
getaran rambut getar (silia) serta kontraksi tuba. Hasil konsepsi
tuba dalam kavum uteri pada tingkat blastula. (Rustam Mochtar,
1998: 18-19)
a. Nidasi
Nidasi adalah masuknya atau tertanamnya hasil konsepsi ke
dalam endometrium. Blastula diselubungi oleh sutu sampai
disebut trofoblas, yang mampu menghancurkan dan mencairkan
jaringan. Ketika blastula mencapai rongga rahim, jaringan
endometrium berada dalam masa sekresi. Jaringan endometrium
ini banyak mengandung sel-sel desidua yaitu sel-sel besar yang

9
mengandung banyak glikogen serta mudah dihancurkan oleh
trofoblas. Blastula dengan bagian yang berisi massa sel dalam
(inner cell mass) akan mudah masuk kedalam desidua,
menyebabkan luka kecil yang kemudian sembuh dan menutup
lagi. Itulah sebabnya kadang-kadang pada saat nidasi terjadi
sedikit perdarahan akibat luka desidua (tanda Hartman).
Umumnya nidasi terjadi pada depan atau belakang rahim
(korpus) dekat fundus uteri. Bila nidasi telah terjadi, dimulailah
diferensiasi sel-sel blastula. Sel lebih kecil yang terletak dekat
ruang exocoeloma membentuk entoderm dan yolk sac
sedangkan sel-sel yang tumbuh besar menjadi entoderm dan
membentuk ruang amnion. Maka terbentuklah suatu lempeng
embrional (embrional plate) diantara amnion dan yolk sac. Sel-
sel trofoblas mesodermal yang tumbuh disekitar mudigah
(embrio) akan melapisi bagian dalam trofoblas. Maka
terbentuklah sekat korionik (chorionik membrane) yang kelak
menjadi korion. Sel- sel trofoblas tumbuh menjadi dua lapisan
yaitu sitotrofoblas (sebelah dalam) dan sinsitio trofoblas
(sebelah luar) Villi koriales yang berhubungan dengan desidua
basalis tumbuh bercabang-cabang dan disebut korion
krondosum sedangkan yang berhubungan dengan desidua
kapsularis kurang mendapat makanan sehingga akhirnya
menghilang disebut chorion leave. Dalam peringkat nidasi
trofoblas dihasilkan hormon-hormon chorionic gonadotropin
(HCG). (Rustam Mochtar, 1998: 19-21)
b. Plasentasi
Pertumbuhan dan perkembangan desidua sejak terjadi konsepsi
karena pengaruh hormon terus tumbuh sehingga makin lama
menjadi tebal. Desidua adalah mukosa rahim pada kehamilan
yang terbagi atas:

10
1) Desidua basalis. Terletak diantara hasil konsepsi dan dinding
rahim, disini plasentater bentuk.
2) Desidua kapsularis. Meliputi hasil konsepsi ke arah rongga
rahim yang lama kelamaan bersatu dengan desidua vera
kosena obliterasi .
3) Desidua vera (parietalis). Meliputi lapisan dalam dinding
rahim lainnya. (Rustam Mochtar, 1998: 21)
2.1.3 Tanda dan gejala kehamilan
Tanda dan gejala kehamilan menurut Manuaba (2008) dibagi
menjadi 3 bagian, yaitu;
1. Tanda dugaan kehamilan
a. Amenore (tidak dapat haid)
Gejala ini sangat penting karena umumnya wanita hamil tidak
haid dengan diketahuinya tanggal hari pertama menstruasi
terakhir adalah penanda untuk menentukan tanggal taksiran
persalinan.
b. Mual dan muntah
Biasa terjadi pada bulan pertama hingga bulan terakhir trimester
pertama. Sering terjadi pada pagi hari atau sering disebut
“morning sickness”.
c. Mengidam (ingin makanan khusus)
Sering terjadi pada bulan pertama kehamilan akan tetapi akan
menghilang dengan semakin tuanya usia kehamilan.
d. Anoreksia (tidak ada selera makan)
Hanya berlangsung ada triwulan pertama tetapi akan
menghilang dengan semakin tuanya kehamilan.
e. Mamae menjadi tegang dan membesar
Keadaan ini disebabkan pengaruh hormon esterogen dan
progesteron yang merangsang duktus dan alveoli payudara.
f. Sering buang air kecil

11
Sering buang kecil disebabkan karena kandung kemih tertekan
oleh uterus yang mulai membesar. Gejala ini akan hilang pada
triwulan kedua kehamilan. Pada akhir kehamilan gejala ini bisa
kembali terjadi dikarenakan kandung kemih tertekan oleh kepala
janin.
g. Konstipasi atau obstipasi
Hal ini bisa terjadi karena tonus otot usus menurun yang
disebabkan oleh hormon steroid yang dapat menyebabkan
kesulitan buang air besar.
h. Pigmentasi (perubahan warna kulit)
Pada areola mamae, genital, chloasma, serta linea alba akan
berwarna lebih tegas, melebar, dan bertambah gelap pada bagian
perut bagian bawah. i) Epulis Suatu hipertrofi papilla ginggivae
(gusi berdarah) hal ini sering terjadi pada trimester pertama. j)
Varises (pemekaran vena-vena) Pengaruh hormon esterogen dan
progesteron yang menyebabkan pembesaran pembuluh vena.
Pembesaran pembuluh vena pada darah ini terjadi di sekitar
genetalian eksterna, kaki, dan betis serta payudara.
2. Tanda kemungkinan kehamilan
a. Perut membesar
Perut membesar dapat dijadikan kemungkinan kehamilan bila
usia kehamilan sudah memasuki lebih dari 14 minggu karena
sudah adanya massa.
b. Uterus membesar
Uterus membesar karena terjadi perubahan dalam bentuk, besar,
dan konsistensi dari rahim. Pada pemeriksaan dalam dapat
diraba bahwa uterus membesar dan bentuknya semakin lama
akan semakin membesar
c. Tanda Hegar
Konsistensi rahim dalam kehamilan berubah menjadi lunak
terutama daerah isthmus. Pada minggu-minggu pertama,

12
isthmus uteri mengalami hipertrofi seperti korpus uteri.
Hipertrofi isthmus pada triwulan pertama mengakibatkan
isthmus menjadi panjang dan lebih lunak.
d. Tanda Chadwick
Perubahan warna menjadi kebiruan atau keunguan pada vulva,
vagina, dan serviks. Perubahan warna ini disebabkan oleh
pengaruh hormon esterogen.
e. Tanda Piscaseck
Uterus mengalami pembesaran, kadang-kadang pembesaran itu
tidak rata tetapi di daerah telur bernidasi lebih cepat tumbuhnya.
Hal ini menyebabkan uterus membesar ke salah satu bagian.
f. Tanda Braxton Hicks
Tanda braxton hicks adalah tanda apabila uterus dirangsang
mudah berkomunikasi. Tanda braxton hicks merupakan tanda
khas uterus dalam kehamilan. Tanda ini terjadi karena pada
keadaan uterus yang membesar tetapi tidak ada kehamilan
misalnya pada mioma uteri tanda braxton hicks tidak ditemukan
g. Teraba Ballotement
Ballotement merupakan fenomena bandul atau pantulan balik.
Hal ini adalah tanda adanya janin di dalam uterus.
h. Reaksi kehamilan positif
Ciri khas yang dipakai dengan menentukan adanya human
chlorionic gonadotropin pada kehamilan muda adalah air
kencing pertama pada pagi hari. Tes ini dapat membantu
menentukan diagnosa kehamilan sedini mungkin.
3. Tanda pasti kehamilan
a. Gerakan janin yang dapat dilihat, dirasa, atau diraba juga
bagian-bagian janin.
b. Denyut jantung janin

13
Denyut jantung janin bisa didengar dengan stetoskop monoral
leanec, dicatat dan didengar dengan alat doppler dicatat dengan
fotoelektro kardiograf, dan dilihat pada ultrasonografi.
c. Terlihat tulang-tulang janin dalam fotorontgen
2.1.4 Perubahan Fisiologis pada Ibu Hamil Trimester III
Menurut Vivian (2011) perubahan fisiologis pada ibu hamil
trimester III adalah:
1. Minggu ke-28/bulan ke-7
Fundus berada dipertengahan antara pusat dan sifoudeus. Hemoroid
mungkin terjadi. Pernapasan dada menggantikan pernapasan perut.
Garis bentuk janin dapat dipalpasi. Rasa panas perut mungkin
terasa.
2. Minggu ke-32/bulan ke-8
Fundus mencapai prosesus sifoideus, payudara penuh, dan nyeri
tekan. Sering BAK mungkin kembali terjadi. Selain itu, mungkin
juga terjadi dispnea.
3. Minggu ke-38/bulan ke-9
Penurunan bayi ke dalam pelvis/panggul ibu (lightening). Plasenta
setebal hampir 4 kali waktu usia kehamilan 18 minggu dan
beratnya 0,5-0,6 kg. sakit punggung dan sering BAK meningkat.
Braxton hicks meningkat karena serviks dan segmen bawah rahim
disiapkan untuk persalinan.
2.1.5 Tanda Bahaya Kehamilan pada Ibu Hamil Trimester III
Menurut Romauli (2011). Tanda bahaya pada pada ibu hamil
trimester III adalah :
1. Perdarahan pervaginam
Perdarahan pada kehamilan setelah 22 minggu-sebelum bayi
dilahirkan disebut sebagai perdarahan pada kehamilan lanjut atau
perdarahan antepartu.
2. Solusio plasenta

14
Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta yang letaknya normal
pada korpus uteri sebelum janini lahir. Biasanya terjadi pada
trimester III, walaupun dapat pula terjadi setiap saat dalam
kehamilan. Bila plasenta yang terlepas seluruhnya disebut solusio
plasenta totalis. Bila hanya sebagian disebut solusio plasent
parsialis atau bisa juga hanya sebagian kecil pinggir plasenta yang
lepas disebut rupture sinus marginalis.
3. Plasenta previa
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada
segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruhnya
pembukaan jalan lahir. Pada keadaan normal plasenta terletak pada
bagian atas uterus.
4. Keluar cairan pervaginam
Pengeluaran cairan pervaginam pada kehamilan lanjut merupakan
kemungkinan mulainya persalinan lebih awal. Bila pengeluaran
berupa mucus bercampur darah dan mungkin disertai mules,
kemungkinan persalinan akan dimulai lebih awal. Bila
pengeluaran berupa cairan, perlu diwaspadai terjadinya ketuban
pecah dini/KPD. Menegakkan diagnosis KPD perlu diperiksa
apakah sairan yang keluar tersebut adalah cairan ketuban.
Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan speculum untuk
melihat darimana asal cairan, kemudian pemeriksan reaksi Ph basa.
5. Gerakan janin tidak terasa
Apabila ibu hamil tidak merasakan gerakan janin sesudah usia
kehamilan 22 minggu atau selama persalinan, maka waspada
terhadap kemungkinan gawat janin atau bahkan kematian janin
dalam uterus. Gerakan janin berkurang atau bahkan hilang dapat
terjadi pada solusio plasenta dan ruptur uteri.
6. Nyeri perut yang hebat
Nyeri perut kemungkinan tanda persalinan preterm, ruptur uteri,
solusio plasenta. Nyeri perut hebat dapat terjadi pada ruptur uteri

15
disertai shock, perdarahan intra abdomen dan atau pervaginam,
kontur uterus yang abnormal, serta gawat janin atau DJJ tidak ada.
7. Keluar air ketuban sebelum waktunya
Keluarnya cairan berupa air dari vagina setelah kehamilan 22
minggu, ketuban dinyatakan pecah dini jika terjadi sebelum proses
persalinan berlangsung. Pecahnya selaput ketuban dapat terjadi
pada kehamilan preterm sebelum kehamilan 37 minggu maupun
kehamilan aterm.
2.1.6 Penatalaksanaan dalam Kehamilan (Antenatal Care)
Pelayanan kesehatan masa hamil adalah setiap kegiatan dan/atau
serangkaian kegiatan yang dilakukan sejak terjadinya masa konsepsi
hingga melahirkan. Pelayanan kesehatan masa hamil wajib
dilakuukan pelayanan antenatal terpadu yang merupakan pelayanan
kesehatan komprehensif dan berkualitas (Kemenkes RI, 2014).
Menurut Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan
Masyarakat Kemenkes RI (2018). Tujuan melakukan Asuhan
Kehamilan adalah:
1. Memantau kemajuan proses kehamilan demi memastikan kesehatan
pada ibu serta tumbuh kembang janin yang ada di dalamnya.
2. Mengetahui adanya komplikasi kehamilan yang mungkin saja
terjadi saat kehamilan sejak dini, termasuk adanya riwayat penyakit
dan tindak pembedahan.
3. Meningkatkan serta mempertahankan kesehatan ibu dan bayi.
4. Mempersiapkan proses persalinan sehingga dapat melahirkan bayi
dengan selamat serta meminimalkan trauma yang dimungkinkan
terjadi pada masa persalinan.
5. Menurunkan jumlah kematian dan angka kesakitan pada ibu.
6. Mempersiapkan peran sang ibu dan keluarga untuk menerima
kelahiran anak agar mengalami tumbuh kembang dengan normaal.
7. Mempersiapkan ibu untuk melewati masa nfas dengan baik serta
dapat memberikan ASI eksklusif pada bayinya.

16
Pelayanan kesehatan ibu hamil harus memenuhi frekuensi minimal
di tiap trimester, yaitu minimal satu kali pada trimester pertama (usia
kehamilan 0-12 minggu), minimal satu kali pada trimester kedua (usia
kehamilan 12-24 minggu), dan minimal dua kali pada trimester ketiga
(usia kehamilan 24 minggu sampai menjelang persalinan). Standar
waktu pelayanan tersebut dianjurkan untuk menjamin perlindungan
terhadap ibu hamil dan janin berupa deteksi dini faktor risiko,
pencegahan, dan penanganan dini komplikasi kehamilan (Kemenkes
RI, 2020).
Tabel 2.3
Kunjungan pemeriksaan antenatal

Trimester Jumlah kunjungan Waktu kunjungan yang


minimal dianjurkan
I 1x Sebelum minggu ke 16
II 1x Antara minggu ke 24-28
III 2x Antara minggu ke 30-32
Antara minggu ke 36-38
Sumber : Kemenkes RI, 2013
Pedoman bagi ibu hamil selama Covid-19 Menurut Kemenkes RI
Tahun 2020 yaitu:
1. Untuk pemeriksaan hamil pertama kali, buat janji dengan
dokter/tenaga kesehatan lainnya agar tidak menunggu lama. Selama
perjalanan ke fasyankes tetap melakukan pencegahan penularan
Covid-19 secara umum.
2. Pengisisan stiker Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan
Komplikasi (P4K) dipandu bidan/perawat/dokter melalui media
komunikasi.
3. Pelajari buku KIA dan terapkan dalam kehidupan sehari-hari.
4. Ibu hamil harus memeriksa kondisi dirinya sendiri dan gerakan
janinnya. Jika terdapat risiko/tanda bahaya (tercantum dalam buku

17
KIA), maka periksakan diri ke tenaga kesehatan. Jika tidak terdapat
tanda bahaya, pemeriksaan kehamilan dapat ditunda.
5. Pastikan gerakan janin diawali usia kehamilan 20 minggu dan
setelah usia kehamilan 28 minggu hitung gerakan janin (minimal 10
gerakan per 2 jam).
6. Ibu hamil diharapkan senantiasa menjaga kesehatan dengan cara
mengkosumsi makanan bergizi seimbang, menjga kebersihan diri,
dan tetap mempraktikan aktivitas fisik berupa senam
hamil/yoga/pilates/aerobic/peregangan secara mandiri dirumah agar
ibu tetap bugar dan sehat.
7. Ibu hamil tetap minum tablet tambah darah sesuai dosis yang
diberikan oleh tenaga kesehatan.
8. Kelas ibu hamil ditunda pelaksanaanya sampai kondisi bebas dari
pandemik Covid-19.
Menurut Kemenkes RI (2019) dalam memberikan asuhan
kehamilan standar minimal pelayanan asuhan kehamilan yang harus
dilaksanakan adalah “10T” yaitu:
1. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan
Secara umum tinggi badan ibu hamil relatif konstan karena tinggi
badan orang dewasa tidak akan bertambah, karena fase pertumbuhan
sudah selesai. Tetapi perubahan berat badan ibu hamil relatif
signifikan, dengan trend meningkat dari tirmester I-3. Pertumbuhan
dan perkembangan janin dalam rahim sangat dipengaruhi oleh
kesehatan ibu, keadaan janin itu sendiri, dan plasenta. Perubahan
berat badan ibu hamil merupakan akumulasi dari pertumbuhan dan
perkembangan janin beserta pengiringnya (plasenta, air ketuban,
selaput korion, amnion, rambut lanugo, serta verniks kaseosa),
perubahn fisik ibu, peningkatan metabolisme, peningkatan cadangan
lemak ibu untuk persiapan menyusui. Pada umur kehamilan 36-40
minggu berat janin lebih kurang 2500-3000 gram. Kenaikan berat
badan trimester III adalah 6 kg atau 0,3-0,5 kg/minggu. Rata-rata

18
kenaikan berat badan selama hamil adalah 10-20 kg atau kisaran 6,5
kg-16,5 kg atau 20% dari berat badan ideal sebelum hamil ( Heni Puji,
2016).

Tabel 2.4

Berat badan yang dianjurkan pada masa kehamilan

Profil Pertambahan berat


badan
Berat badan normal (BMI : 18,5-24,9) 11,5-16,0 kg
Berat badan rendah (BMI : <18,5) 12,5-18,0 kg
Berusia dibawah 19 tahun 12,5-18,0 kg
Kelebihan berat badan (BMI : 25-29,9) 7,0-11,5 kg
Obese (BMI : 30-39,9) 6,8 kg
Hamil bayi kembar 16,0-20,5 kg
Sumber : Heni Puji, 2016

Tabel 2.5

Penambahan berat badan selama kehamilan

Jaringan & 10 20 minggu 30 mingu 40 minggu


cairan minggu
Janin 5 gram 300 gram 1500 gram 3400 gram
Plasenta 20 gram 170 gram 430 gram 650 gram
Cairan 30 gram 350 gram 750 gram 800 gram
amnion
Uterus 140 gram 320 gram 600 gram 970 gram
Mammae 45 gram 180 gram 360 gram 405 gram
Darah 100 gram 600 gram 1300 gram 1450 gram
Sumber : Yuwanita, 2019

19
Tafsiran berat janin dapat ditentukan berdasarkan rumus Johnson
Toshack. Perhitungan penting sebagai pertimbangan memutuskan
rencana persalinan secara spontan. Rumus tersebut adalah :

TBJ = (TFU (dalam cm)-N) X 155

Dengan interpretasi hasil:

N = 11 bila kepala masih berada di bawah spina ischiadika

N = 12 bila kepala masih berada di atas spina ischiadika

N = 13 bila kepala belum lewat PAP

Keterangan :

TBJ : Tafsiran Berat Janin

TFU : Tinggi Fundus Uteri

Pemeriksaan berat badan dilakukan pada setip kunjungan


pemeriksaan asuhan kehamilan. Interaksi antara berat badan dan
tinggi badan ibu hamil menjadi indikator status gizi, tetapi karena
perubahan berat badan ibu hamil terkait dengan pertumbuhan janin
dan juga metabolisme serta cadangan lemak ibu hami, maka
indikator berat badan untuk menilai status gizi ibu hamil
menggunakan berat badan sebelum hamil. Penilaian status gizi yang
dilihat dari parameter berat badan dan tinggi badan ibu hamil disebut
Indeks Masa Tubuh (IMT)/Quatelet. Ibu hamil yang dengan berat
badan dibawah normal sering berhubungan dengan abnormalitas
kehamilan berupa janin tumbuh lambat/intra uterin growth
retardation (IUGR) dan berdampak pada berat badan lahir rendah
pada bayi baru lahir. Sedangkan berat badan overweight
meningkatkan risiko atau komplikasi dalam kehamilan seperti
hipertensi, janin besar sehingga terjadi kesulitan dalam persalinan.

20
Penilaian Indeks Masa Tubuh (IMT) diperoleh dengan
memperhitungkan berat badan sebelum hamil dengan dalam satuan
kilogram dibagi tinggi badan dalam meter kuadrat. Indikator
penilaian untuk IMT adalah sebagai berikut (Yuwanita, 2019):

Tabel 2.6
Indikator penilaian untuk IMT

Profil Pertambahan berat badan


Kurang dari 20 Kg Dibawah normal
-24,9 Kg Normal
25-29,9 Kg Gemuk/lebih dari normal
>30 Kg Sangat gemuk
Sumber : Yuwanita, 2019

2. Pengukuran Tekanan Darah


Di lakukan setiap kunjungan antenatal untuk mendeteksi adanya
hipertensi dan preeklamsi. Tekanan darah normal pada ibu hamil
110/80-140/90 mmHg (Dwi Elly. 2018). Hipertensi dapat
menimbulkan preeklampsia, solusio plasenta, IUGR, IUFD dan
lainnya (Yuwanita, 2019).
3. Pengukuran Lingkar Lengan (LILA)
Salah satu parameter status gizi ibu hamil melalui pengukuran
lingkar lengan atas (LILA). Status gizi merupakan hal yang penting
diperhatikan pada masa kehamilan, karena faktor gizi sangat
berpengaruh terhadap status kesehatan ibu selama hamil serta guna
pertumbuhan dan perkembangan janin. Hubungan antara gizi ibu
hamil dan kesejahteraan janin merupakan hal yang penting
diperhatikan. Keterbatasan gizi selama hamil sering berhubungan
dengan faktor ekonomi, pendidikan, sosial atau keadaan lain yang
meningkatkan kebutuhan gizi ibu seperti ibu hamil dengan penyakit
infeksi tertentu termasuk pula persiapan fisik utnuk persalinan.
Standar minimal untuk ukuran LILA pada wanita dewasa atau usia

21
reproduksi adalah 23,5 cm. jika ukuran LILA kurang dari 23,5 cm
maka interpretasinya adalah Kurang Energi Kronis (KEK) (Heni Puji,
2016).
4. Pengukuran Tinggi Fundus Uteri (TFU)
Menurut Mc. Donald untuk menilai umur kehamilan dapat
diperhitungkan dengan melakukan pengukuran jarak simfisis pubis
ke fundus uteri. Kemungkinan akurasi penentuan umur kehamilan
dengan menggunakan pengukuran TFU dalam centimeter/teknik Mc.
Donald adalah 56% (Rosenberg et all), 86% (Belizan et all). Teknik
pengukuran yang paling tepat adalah dengan cara menempatkan titik
nol pada pinggir atas simfisis dan titik tertinggi pada fundus uteri,
dengan meminimalkan menekan fundus terlalu kuat, tetapi
mengupayakan memfiksasi titik tertinggi fundus. Upaya
meminimalisir bias dan memastikan obyektifitas dapat dilakukan
dengan cara ketika melakukan pengukuran menggunakan metlin,
maka metlin dibalik tidak pada ukuran satuan cm tetapi pada ukuran
inchi. Supaya menghindari subjektif dari sisi pengukur, karena
pengukur mengetahui indikator normal TFU dalam cm berdasarkan
usia kehamilan. Tujuan pengukuran TFU Mc. Donald adalah : 1)
untuk mengetahui usia kehamilan, 2) untuk menentukan taksirat
berat janin (TBJ) berdasarkan TFU. Menentukan usia kehamilan
berdasarkan TFU dapat menggunakan 2 jenis rumus sebagai berikut :
a. Rumus bartholomew; Antara simpisis pubis dan pusat dibagi
menjadi 4 bagian yang sama, maka tiap bagian menunjukan
penambahan 1 bulan. Fundus uteri teraba tepat di simpisis umur
kehamilan 2 bulan (8 minggu). Antara pusat sampai dengan
prosesus xifoideus dibagi menjadi 4 bagian dan tiap bagian
menunjukan kenaikan 1 bulan. Tinggi fundus uteri pada
kehamilan 40 minggu (bulan ke-10) kurang lebih sama dengan
umur kehamilan 32 minggu (bulan ke-8).

22
b. Rumus Mc. Donald ; Tinggi Fundus Uteri diukur dengan metlin.
Tinggi Fundus Uteri dikalikan 2 dan dibagi 7 diperleh umur
kehamilan dalam bulan obstetrik dan bila Tinggi Fundus Uteri
dikalikan 8 dan dibagi 7 memberikan umur kehamilan dalam
minggu. Hal ini dapat dilihat pada gambar rumus sebagai berikut:
(1)TFU (cm) x 2/7 (atau +3,5) = umur kehamilan dalam bulan
(2)TFU (cm) x 8/7 = umur kehamilan dalam minggu ( Heni Puji,
2016).
Tinggi Fundus Uteri (menggunakan pita ukur bila usia kehamilan
>20 minggu) (Kemenkes RI, 2013).

Tabel 2.7

Nilai normal TFU sesuai umur kehamilan, untuk memantau


pertumbuhan janin

Usia kehamilan TFU (cm) TFU Leopold 1


12 minggu - 1-2 jari di atas simfisis
16 minggu - Pertengahan simfisis-
pusat
20 minggu 20 mg (± 2 cm) 2-3 jari di bawah pusat
22-27 minggu Umur kehamilan dalam Setinggi umbilikus
minggu = cm (± 2 cm)
28 minggu 28 cm (± 2 cm) Pertengahan pusat-PX
29-35 minggu Umur kehamilan dalam 3 jari di bawah PX
minggu = cm (± 2 cm)
36-40 minggu 36 cm (± 2 cm) Pada PX/pertengahan
pusat-PX

23
Gambar 2.1

Tinggi Fundus Uteri (TFU)

5. Penentuan Status Imunisasi Tetanus dan Pemberian Imunisasi


Imunisasi Tetanus Toksoid adalah proses untuk membangun
kekebalan sebagai upaya pencegahan terhadap infeksi tetanus.
Vaksin tetanus yaitu toksin kuman tetanus yang telah dlemahkan dan
kemudian dimurnikan. Manfaat imunisasi TT untuk ibu hamil dapat
melindungi bayinya yang baru lahir dari tetanus neonatorum.
Tetanus neonatorum adalah prnyakit tetanus yang terjadi pada
neonatus (bayi berusia kurang 1 bulan) yang disebabkan oleh
clostridium tetani, yaitu kuman yang mengeluarkan toksin (racun)
dan menyerang sistem saraf pusat dan melindungi ibu terhadap
kemungkinn tetanus apabila terluka. Dosis yang diberikan sekali
penyuntikan yaitu 0,5 cc diinjeksikan intramuskular/subkutan dalam.
Efek samping setelah penyuntikan biasanya hanya gejala-gejala
ringan seperti nyeri, kemerahan, dan pembengkakan pada tempat
suntikan (Yuwanita, 2019). Infeksi tetanus merupakan salah satu
penyebab kematian ibu dan kematian bayi. Kematian karena infeksi
tetanus ini merupakan akibat dari proses persalinan yang tidak
aman/steril atau berasal dari luka yang diperoleh ibu hamil sebelum
melahirkan (Kemenkes RI, 2020). Bila sebagian ibu pada masa

24
reproduksi belum pernah mendapatkan imunisasi Tetanus Toksoid
(TT) pada masa anak ataupun sebelum kehamilan, direkomendasikan
untuk melakukan imunisasi pada kunjungan pertama kehamilan
(TT1) dan dosis kedua (TT2) paling sedikit 4 minggu setelah
pemberian TT1 (Sarwono, 2016). imunisasi tetanus juga dapat
mencegah terjadinya tetanus neonatorum, ibu hamil harus mendapat
imunisasi TT. Pada saat kontak pertama, ibu hamil di skrining status
imunisasi TT-nya. Pemberian imunisasi TT pada ibu hamil, di
sesuaikan dengan status imunisasi TT ibu saat ini. Ibu hamil minimal
memiliki status imunisasi T2 agar mendapatkan perlindungan
terhadap infeksi tetanus. Ibu hamil dengan status imunisasi T5 (TT
Long Life) tidak perlu diberikan imunisasi TT lagi ( Kemenkes. RI,
2012).
Tabel 2.8
Jadwal pemberian imunisasi Tetanus Toksoid (TT)

Pemberian Selang Waktu Minimal Masa Perlindungan


TT1 Saat kunjungan pertama
( sedini mungkin pada
kehamilan )
TT2 4 minggu setelah TT1 3 Tahun
TT3 6 bulan setelah TT2 5 Tahun
TT4 1 tahun setelah TT3 10 Tahun
TT5 1 tahun setelah TT4 >25 Tahun
Sumber : Kemenkes. RI, 2012

25
6. Pemberian Tablet Zat Besi
Setiap ibu hamil harus mendapatkan tablet zat besi minimal 90 tablet
selama kehamilan untuk mencegah terjadinya anemia gizi besi.
Tablet penambah darah diminum pada malam hari untuk mengurangi
rasa mual. Efek samping dari meminum tablet penambah darah yaitu
BAB menjadi keras oleh karena itu ibu hamil disarankan utnuk
makan banyak sayur dan buah (Dwi Elly, 2018). Tablet Fe bisa
diberikan secara bersamaan dengan vitamin C tetapi tidak boleh
diminum bersama kopi atau the (Yuwanita, 2019). Anemia pada ibu
hamil dapat meningkatkan risiko kelahiran prematur, kematian ibu
dan anak, serta penyakit infeksi. Anemia defisiensi besi pada ibu
dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin/bayi
saat kehamilan maupun setelahnya (Kemenkes RI, 2020). Penentuan
anemia tidaknya seorang ibu hamil menggunakan dasar kadar Hb
dalam darah. Berikut derajat anemia menurut Manuaba (2001) dalam
(Reni Yuli, 2018), yaitu :

Tabel 2.9

Derajat anemia

Derajat anemia Kadar Hb


Tidak anemia Hb 11 gr%
Anemia ringan Hb 9-10 gr%
Anemia sedang Hb 7-8 gr%
Anemia berat Hb <7 gr%
Sumber : Reni Yuli, 2018
7. Penentuan Presentasi Janin dan Denyut Jantung Janin
Menentukan presentasi janin dilakukan pada akhir trimester III dan
selanjutnya setiap kali kunjungan antenatal. Pemeriksaan ini
dimaksud untuk mengetahui letak janin. Jika, pada trimester III
bagian bawah janin bukan kepala, atau kepala janin belum masuk ke
panggul berarti ada kelainan letak, panggul sempit atau ada masalah

26
lain. Menentukan berapa jauh masuknya janin ke pintu atas panggul
(dilakukan bila usia kehamilan >36 minggu). Penilaian DJJ
dilakukan akhir trimester I dan selanjutnya setiap kali kunjungan
antenatal. DJJ lambat kurang dari 120 kali/menit atau DJJ cepat lebih
dari 160 kali/menit menunjukan adanya gawat janin. Auskultasi
denyut jantung janin menggunakan fetoskop atau doppler (jika usia
kehamilan >16 minggu) (Kemenkes RI, 2013).
8. Pelaksanaan temu wicara (pemberian komunikasi interpersonal dan
konseling, termasuk KB pasca persalinan). Temu wicara (konseling)
dilakukan setiap kali kunjungan antenatal meliputi:
a. Kesehatan ibu
b. Perilaku hidup bersih dan sehat
c. Peran suami/keluarga dalam kehamilan dan perencanaan
persalinan
d. Tanda bahaya pada kehamilan, persalinan, dan nifas serta
kesiapan menghadapi komplikasi
e. Asupan gizi seimbang
f. Gejala penyakit menular dan tidak menular
g. Penawaran untuk melakukan tes HIV dan konseling di daerah
epidemic meluas dan terkonsentrasi atau ibu hamil dengan IMS
dan TB di daerah epidemic rendah
h. Inisiasi Menyusui Dini (IMD) dan pemberian ASI ekslusif
i. KB pasca persalinan
j. Imunisasi
k. Peningkatan kesehatan intelegensia pada kehamilan (brain
booster) (PP IBI, 2016).

27
9. Pelayanan tes laboratorium sederhana, minimal tes hemoglobin (hb),
pemeriksaan protein urin, dan pemeriksaan golongan darah (bila
belum pernah dilakukan sebelumnya)
a. Kadar hemoglobin. Pemeriksaan hemoglobin secara rutin selama
kehamilan merupakan kegiatan yang umumnya dilakukan untuk
mendeteksi anemia. Pemeriksaan kadar hemoglobin darah ibu
hamil dilakukan minimal sekali pada trimester I dan sekali pada
trimester III. Pemeriksaan ini ditujukan untuk mengetahui ibu
hamil tersebut menderita anemia atau tidak selama kehamilannya
karena kondisi anemia dapat mempengaruhi proses tumbuh
kembang janin dalam kandungan. Anemia dalam kehamilan di
Indonesia ditetapkan dengan kadar Hb <11 gr% pada trimester I
dan III atau <10 gr% pada trimester II (Yuwanita, 2019).
b. Urinalisis (terutama protein urin pada trimester kedua dan ketiga)
jika terdapat hipertensi. Pemeriksaan protein dalam urin pada ibu
hamil dilakukan pada trimester II dan III atau indikasi
pemeriksaan ini ditujukan untuk mengetahui adanya proteinuria
pada ibu hamil. Proteinuria merupakan salah satu indikatoro
terjadinya preeklampsia pada ibu hamil.
c. Golongan darah ABO dan rhesus. Pemeriksaan golongan darah
ibu hamil tidak hanya untuk mengetahui jenis golongan darah ibu
melainkan juga untuk mempersiapkan calon pendonor darah yang
sewaktu-waktu diperlukan apabila terjadi situasi
kegawatdaruratan.
d. Kadar gula darah. Ibu hamil yang dicurigai menderita Diabetes
Melitus harus dilakukan pemeriksaan gula darah selama
kehamilannya minimal 1 kali pada trimester I, II, dan III
(terutama pada akhir trimester III) (Kemenkes RI, 2013).
e. Tes HIV: ditawarkan pada ibu hamil di daerah epidemi meluas
dan terkonsentrasi, sedangkan di daerah epidemi rendah tes HIV
ditawarkan pada ibu hamil dengan IMS dan TB.

28
f. Tes sifilis/Veneral Disease Research Laboratory (VDRL).
Pemeriksaan ini dilakukan di daerah dengan resiko tinggi dan ibu
hamil yang diduga sifilis. Lakukan pemeriksaan ini sedini
mungkin pada kehamilan.
g. Hepatitis B Surfanceb Antigen (HbsAg). Hepatitis B merupakan
penyakit yang disebabkan oleh virus hepatitis B, yang dapat
menyebabkan peradangan hati akut. Virus ini menular melalui
darah dan cairan tubuh yang terinfeksi. Seseorang yang terinfeksi
virus hepatitis B akut akan menghulangkan virus ini dengan
sendirinya dalam waktu 6 bulan. Setelah mereka sembuh, mereka
tidak dapt terinfeksi virus hepatitis B lagi dan tidak dapat
menularkan ke orang lain. Carrier yang sedang hamil agar
memberitahu dokter mengenai kondisinya, agar bayinya diberi
suntukan yang menjaganya dari hepatitis B (12 jam pertama
kelahiran).
h. Rapid test atau apusan darah tebal dan tipis untuk malaria: untuk
ibu yang tinggal di atau memiliki riwayat berpergian kedaerah
endemik malaria dalam 2 minggu terakhir.
i. Pemeriksaan sputum bakteri tahan asam (BTA): untuk ibu
dengan riwayat defisiensi imun, batuk >2 minggu atau LILA
<23,5 cm.
10. Tatalaksana kasus sesuai indikasi
Setiap kelainan yang ditemukan pada ibu hamil harus ditangani
sesuai dengan standar dan kewenangan bidan. Kasus-kasus yang
tidak dapat ditangani dirujuk sesuai dengan sistem rujukan.

29
2.2 Asuhan Kebidanan
2.2.1 Pengertian Persalinan
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi (bayi
dan plasenta) secara alami, yang dimulai dengan adanya kontraksi
yang adekuat pada uterus, pembukaan dan penipisan serviks (Luh
Putu, 2014). Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil
konsepsi yang dapat hidup ke dunia luar dari rahim melalui jalan
lahir atau jalan lain (Sulis, 2019).
Ada beberapa pengertian persalinan menurut Ari (2016), yaitu
sebagai berikut :
1. Persalinan adalah suatu proses fisiologis yang memungkinkan
serangkain perubahan yang besar pada ibu untuk dapat
melahirkan janinnya melalui jalan lahir.
2. Persalinan adalah suatu prosess dimana seorang wanita
melahirkan bayi yang diawali dengan kontraksi uterus yang
teratur dan memuncak pada saat pengeluaran bayi sampai dnegan
pengeluaran plasenta dan selaputnya dimana proses persalinan ini
akan berlangsung selama 12 sampai 14 jam
2.2.2 Fisiologi Persalinan
Perubahan Fisiologis Persalinan Menurut Ari Kurniarum (2016) :
1. Perubahan Uterus
Di uterus terjadi perubahan saat masa persalinan, perubahan
yang terjadi sebagai berikut:
a. Kontraksi uterus yang dimulai dari fundus uteri dan menyebar
ke depan dan ke bawah abdomen
b. Segmen Atas Rahim (SAR) dan Segmen Bawah Rahim (SBR)
1) SAR dibentuk oleh corpus uteri yang bersifat aktif dan
berkontraksi Dinding akan bertambah tebal dengan majunya
persalinan sehingga mendorong bayi keluar

30
2) SBR dibentuk oleh istmus uteri bersifat aktif relokasi dan
dilatasi. Dilatasi makin tipis karena terus diregang dengan
majunya persalinan
2. Perubahan Bentuk Rahim
Setiap terjadi kontraksi, sumbu panjang rahim bertambah
panjang sedangkan ukuran melintang dan ukuran muka belakang
berkurang. Pengaruh perubahan bentuk rahim ini:
a. Ukuran melintang menjadi turun, akibatnya lengkungan
punggung bayi turun menjadi lurus, bagian atas bayi tertekan
fundus, dan bagian tertekan Pintu Atas Panggul.
b. Rahim bertambah panjang sehingga otot-otot memanjang
diregang dan menarik. Segmen bawah rahim dan serviks
akibatnya menimbulkan terjadinya pembukaan serviks sehingga
Segmen Atas Rahim (SAR) dan Segmen Bawah Rahim (SBR).
3. Faal Ligamentum Rotundum
a. Pada kontraksi, fundus yang tadinya bersandar pada tulang
punggung berpindah ke depan mendesak dinding perut depan
kearah depan. Perubahan letak uterus pada waktu kontraksi ini
penting karena menyebabkan sumbu rahim menjadi searah
dengan sumbu jalan lahir.
b. Dengan adanya kontraksi dari ligamentum rotundum, fundus
uteri tertambat sehingga waktu kontraksi fundus tidak dapat naik
ke atas.
4. Perubahan Serviks
a. Pendataran serviks/Effasement Pendataran serviks adalah
pemendekan kanalis servikalis dari 1-2 cm menjadi satu lubang
saja dengan pinggir yang tipis.
b. Pembukaan serviks adalah pembesaran dari ostium eksternum
yang tadinya berupa suatu lubang dengan diameter beberapa
milimeter menjadi lubang dengan diameter kira-kira 10 cm yang
dapat dilalui bayi. Saat pembukaan lengkap, bibir portio tidak

31
teraba lagi. SBR, serviks dan vagina telah merupakan satu
saluran.

5. Perubahan Pada Sistem Urinaria


Pada akhir bulan ke 9, pemeriksaan fundus uteri menjadi lebih
rendah, kepala janin mulai masuk Pintu Atas Panggul dan
menyebabkan kandung kencing tertekan sehingga merangsang ibu
untuk sering kencing. Pada kala I, adanya kontraksi uterus/his
menyebabkan kandung kencing semakin tertekan. Poliuria sering
terjadi selama persalinan, hal ini kemungkinan disebabkan karena
peningkatan cardiac output, peningkatan filtrasi glomerolus, dan
peningkatan aliran plasma ginjal. Poliuri akan berkurang pada
posisi terlentang. Proteinuri sedikit dianggap normal dalam
persalinan. Wanita bersalin mungkin tidak menyadari bahwa
kandung kemihnya penuh karena intensitas kontraksi uterus dan
tekanan bagian presentasi janin atau efek anestesia lokal.
Bagaimanapun juga kandung kemih yang penuh dapat menahan
penurunan kepala janin dan dapat memicu trauma mukosa kandung
kemih selama proses persalinan. Pencegahan (dengan
mengingatkan ibu untuk berkemih di sepanjang kala I) adalah
penting. Sistem adaptasi ginjal mencakup diaforesis dan
peningkatan IWL (Insensible Water Loss) melalui respirasi.
6. Perubahan Pada Vagina Dan Dasar Panggul
a. Pada kala I ketuban ikut meregangkan bagian atas vagina
sehingga dapat dilalui bayi.
b. Setelah ketuban pecah, segala perubahan terutama pada dasar
panggul yang ditimbulkan oleh bagian depan bayi menjadi
saluran dengan dinding yang tipis.
c. Saat kepala sampai di vulva, lubang vulva menghadap ke depan
atas. Dari luar peregangan oleh bagian depan nampak pada

32
perineum yang menonjol dan menjadi tipis sedangkan anus
menjadi terbuka.
d. Regangan yang kuat ini dimungkinkan karena bertambahnya
pembuluh darah pada bagian vagina dan dasar panggul, tetapi
kalau jaringan tersebut robek akan menimbulkan perdarahan
banyak.
7. Perubahan System Kardiovaskuler (Meliputi Tekanan Darah Dan
Jantung)
Selama persalinan, curah jantung meningkat 40 % sampai 50 %
dibandingkan dengan kadar sebelum persalinan dan sekitar 80%
sampai 100 % dibandingkan dengan kadar sebelumnya (Hecker,
1997). Peningkatan curah jantung ini terjadi karena pelepasan
katekolamin akibat nyeri dan karena kontraksi otot abdomen dan
uterus. Seiring dengan kontraksi uterus sekitar 300 sampai 500 ml
darah dipindahkan ke volume darah sentral (sulivan et al, 1985).
Dalam studi klasik, Hendrik dan Quilligan (1956)
mendemonstrasikan bahwa nyeri dan ansietas dapat meningkatkan
curah jantung sekitar 50 % sampai 60 %. Karena kontraksi uterus
dapat menyebabkan kompresi bermakna pada aorta dan arteria
iliaka, sebagian besar peningkatan curah jantung dialirkan ke
ekstermitas atas dan kepala (Gabbe et al, 1991). Pada setiap
kontaksi uterus, aliran darah di cabang-cabang arteri uterus yang
menyuplai ruang intervillli menurun dengan cepat sesuai dengan
besarnya kontraksi. Penurunan ini tidak berhubungan dengan
perubahan yang bermakna dalam tekanan perfusi sistemik, tetapi
lebih berhubungan dengan peningkatan tahanan vaskuler lokal di
dalam uterus (Assali, 1989). Tekanan vena istemik meningkat saat
darah kembali dari vena uterus yang membengkak. Pada kala I,
sistolik rata-rata meningkat 10 mm hg dan tekanan diastolik
ratarata meningkat sebesar 5-19 mmhg selama kontraksi, tetapi
tekanan tidak banyak berubah. Diantara waktu kontraksi kala II

33
terdapat peningkatan 30/25 mmhg selama kontraksi dari 10/5
sampai 10 mmhg (Beichter et al, 1986). Jika wanita mengejan
dengan kuat, terjadi kompensasi tekanan darah, seringkali terjadi
penurunan tekanan darah secara dramatis saat wanita berhenti
mengejan di akhir kontaksi. Perubahan lain dalam persalinan
mencakup peningkatan denyut nadi secara perlahan tapi pasti
sampai sekitar 100 kali per menit pada persalinan kala II. Frekuensi
denyut nadi dapat ditingkatkan lebih jauh oleh dehidrasi,
perdarahan, ansietas, nyeri dan obat-obatan tertentu, seperti
terbutalin. Karena perubahan kardiovaskuler yang terjadi selama
kontraksi uterus, pengkajian paling akurat untuk mengkaji tanda
tanda vital maternal adalah diantara waktu kontraksi. Pengaturan
posisi memiliki efek yang besar pada curah jantung. Membalikkan
posisi wanita bersalin dari miring ke telentang menurunkan curah
jantung sebesar 30% Tekanan darah meningkat selama kontraksi,
kenaikan sistole 15 (10-20) mmhg, kenaikan diastole 5-10 mmhg,
diantara kontraksi tekanan kembali pada level sebelum persalinan.
Posisi berbaring miring akan mengurangi terjadinya perubahan
tekanan darah selama proses kontraksi. Rasa sakit/nyeri, takut dan
cemas juga dapat meningkatkan tekanan darah. Kenaikan detak
jantung berkaitan dengan peningkatan metabolisme. Secara
dramatis detak jantung naik selama uterus berkontraksi. Antara
kontraksi sedikit meningkat dibandingkan sebelum persalinan.
8. Perubahan Pada Metabolisme Karbohidrat Dan Basal Metabolisme
Rate
Pada saat mulai persalinan, terjadi penurunan hormon
progesteron yang mengakibatkan perubahan pada sistem
pencernaan menjadi lebih lambat sehingga makanan lebih lama
tinggal di lambung, akibatnya banyak ibu bersalin yang mengalami
obstivasi atau peningkatan getah lambung sehingga terjadi mual
dan muntah. Metabolisme karbohidrat aerob dan anaerob

34
meningkat secara perlahan yang terjadi akibat aktivitas otot rangka
dan kecemasan ibu. Peningkatan ini ditandai dengan adanya
peningkatan suhu badan ibu, nadi, pernafasan, cardiac out put dan
hilangnya cairan. Pada Basal Metabolisme Rate (BMR), dengan
adanya kontraksi dan tenaga mengejan yang membutuhkan energi
yang besar, maka pembuangan juga akan lebih tinggi dan suhu
tubuh meningkat. Suhu tubuh akan sedikit meningkat (0,5-1 0 C)
selama proses persalinan dan akan segera turun setelah proses
persalinan selesai. Hal ini disebabkan karena adanya peningkatan
metabolisme tubuh. Peningkatan suhu tubuh tidak boleh lebih dari
10 0C.
9. Perubahan Pada System Pernapasan
Dalam persalinan, ibu mengeluarkan lebih banyak CO2 dalam
setiap nafas. Selama kontraksi uterus yang kuat, frekuensi dan
kedalaman pernafasan meningkat sebagai responns terhadap
peningkatan kebutuhan oksigen akibat pertambahan laju metabolik.
Rata rata PaCO2 menurun dari 32 mm hg pada awal persalinan
menjadi 22 mm hg pada akhir kala I (Beischer et al, 1986).
Menahan nafas saat mengejan selama kala II persalinan dapat
mengurangi pengeluaran CO2. Masalah yang umum terjadi adalah
hiperventilasi maternal, yang menyebabkan kadar PaCO2 menurun
dibawah 16 sampai 18 mm hg (Beischer et al, 1986). Kondisi ini
dapat dimanifestasikan dengan kesemutan pada tangan dan kaki,
kebas dan pusing. Jika pernafasan dangkal dan berlebihan, situasi
kebalikan dapat terjadi karena volume rendah. Mengejan yang
berlebihan atau berkepanjangan selama Kala II dapat menyebabkan
penurunan oksigen sebagai akibat sekunder dari menahan nafas.
Pernafasan sedikit meningkat karena adanya kontraksi uterus dan
peningkatan metabolisme dan diafragma tertekan oleh janin.
Hiperventilasi yang lama dianggap tidak normal dan dapat
menyebabkan terjadinya alkalosis.

35
10. Perubahan Pada Gastrointestinal
Motilitas lambung dan absorbsi makanan padat secara
substansial berkurang banyak sekali selama persalinan aktif dan
waktu pengosongan lambung. Efek ini dapat memburuk setelah
pemberian narkotik. Banyak wanita mengalami mual muntah saat
persalinan berlangsung, khususnya selama fase transisi pada kala I
persalinan. Selain itu pengeluaran getah lambung yang berkurang
menyebabkan aktifitas pencernaan berhenti dan pengosongan
lambung menjadi sangat lamban. Cairan meninggalkan perut dalam
tempo yang biasa. Mual atau muntah terjadi sampai ibu mencapai
akhir kala I. Ketidaknyamanan lain mencakup dehidrasi dan bibir
kering akibat bernafas melalui mulut. Karena resiko mual dan
muntah, beberapa fasilitas pelayanan bersalin membatasi asupan
oral selama persalinan. Es batu biasanya diberikan untuk
mengurangi ketidaknyaman akibat kekeringan mulut dan bibir.
Beberapa fasilitas layanan lain mengijinkan minum air putih, jus
dan ice pop. Banyak fasilitas lain memberikan asupan cairan
melalui intravena. Kadar natrium dan klorida dalam plasma dapat
menurun sebagai akibat absorbsi gastrointestinal, nafas terengah-
engah, dan diaforesis (perspirasi) selama persalinan dan kelahiran.
Poliuri (sering berkemih) merupakan hal yang biasa terjadi.
Penurunan asupan cairan oral akibat mual dan muntah,
ketidaknyamanan dan pemberian analgetik atau anestesi dapat lebih
jauh mengubah kesimbangan cairan dan elektrolit.
11.Perubahan Pada Hematologi
Haemoglobin akan meningkat selama persalinan sebesar 1,2 gr
% dan akan kembali pada tingkat seperti sebelum persalinan pada
hari pertama pasca persalinan kecuali terjadi perdarahan.
Peningkatan leukosit secara progresif pada awal kala I (5.000)
hingga mencapai ukuran jumlah maksimal pada pembukaan
lengkap (15.000). Haemoglobin akan meningkat selama persalinan

36
sebesar 1,2 gr % dan akan kembali pada tingkat seperti sebelum
persalinan pada hari pertama pasca persalinan kecuali terjadi
perdarahan. Peningkatan leukosit terjadi secara progresif pada awal
kala I (5.000) hingga mencapai ukuran jumlah maksimal pada
pembukaan lengkap (15.000). Selama persalinan waktu pembekuan
darah sedikit menurun, tetapi kadar fibrinogen plasma meningkat.
Gula darah akan turun selama persalinan dan semakin menurun
pada persalinan lama, hal ini disebabkan karena aktifitas uterus dan
muskulus skeletal.
2.2.3 Tanda dan Gejala Persalinan
1. Tanda-Tanda Bahwa Persalinan Sudah Dekat
a. Lightening
Beberapa minggu sebelum persalinan, calon ibu merasa bahwa
keadaannya menjadi lebih enteng. Ia merasa kurang sesak, tetapi
sebaliknya ia merasa bahwa berjalan sedikit lebih sukar, dan
sering diganggu oleh perasaan nyeri pada anggota bawah.
b. Pollikasuria
Pada akhir bulan ke-IX hasil pemeriksaan didapatkan
epigastrium kendor, fundus uteri lebih rendah dari pada
kedudukannya dan kepala janin sudah mulai masuk ke dalam
pintu atas panggul. Keadaan ini menyebabkan kandung kencing
tertekan sehingga merangsang ibu untk sering kencing yang
disebut pollikasuria.
c. False Labor
Tiga (3) atau empat (4) minggu sebelum persalinan, calon ibu
diganggu oleh his pendahuluan yang sebetulnya hanya
merupakan peningkatan dari kontraksi braxton hicks. His
pendahuluan ini bersifat:
1) Nyeri yang hanya terasa di perut bagian bawah
2) Tidak teratur

37
3) Lamanya his pendek, tidak bertambah kuat dengan majunya
waktu dan bila dibawa jalan malah sering berkurang.
4) Tidak ada pengaruh pada pendataran atau pembukaan
serviks
d. Perubahan Serviks
Pada akhir bulan ke-IX hasil pemeriksaan serviks menunjukan
bahwa serviks yang tadinya tertutup, panjang dan kurang lunak,
kemudiana menjadi lebih lembut, dan beberapa menunjukan
telah terjadi pembukaan dan penipisan. Perubahan ini berbeda
untuk masing-masing ibu, misalnya pada multipara sudah terjadi
pembukaan 2 cm namun pada primipara sebagian besar masih
dalam keadaan tertutup.
e. Energy Sport
Beberapa ibu akan mengalami peningkatan energi kira-kira 24-
28 jam sebelum persalinan mulai. Setelah beberapa hari
sebelumnya merasa kelelahan fisik karena tuanya kehamilan
maka ibu mendapati satu hari sebelum persalinan dengan energi
yang penuh. Peningkatan energi ibu ini tampak dari aktivitas
yang dilakukannya seperti membersihkan rumah, mengepel,
mencuci perabot rumah, dan pekerjaan rumah lainnya sehingga
ibu akan kehabisan tenaga menjelang kelahiran bayi, sehingga
persalinan menjadi panjang dan sulit.
f. Gastrointestinal Upsets
Beberapa ibu mungkin akan mengalami tanda-tanda seperti
diare, obstipasi, mual, dan muntah karena efek penurunan
hormon terhadap sistem pencernaan.
2. Tanda-Tanda Persalinan
a. Timbulnya Kontraksi Uterus
Biasa juga disebut his persalinan yaitu his pembukaan yang
mempunyai sifat sebagai berikut:

38
1) Nyeri melingkar dari punggung memancar ke perut bagian
depan.
2) Pinggang terasa sakit dan menjalar ke depan.
3) Sifatnya teratur, interval makin lama makin pendek dan
kekuatannya makin besar.
4) Mempunyai pengaruh pada pendataran dan atau pembukaan
serviks.
5) Makin beraktivitas ibu akan menambah kekuatan kontraksi.
Kontraksi uterus yang mengakibatkan perubahan pada
serviks (frekuensi minimal 2 kali dalam 10 menit).
Kontraksi yang terjadi dapat menyebabkan pendataran,
penipisan, dan pembukaan serviks (Ari, 2016).
Pada primigravida retraksi (regangan-penipisan)
mendahului pembukaan serviks, sedangkan multigravida
berlangsung bersama-sama. Inilah yang menentukan lamanya
kala I, kecepatan pembukaan pada sepertiga pertama lambat,
dan pada dua per tiga kedua cepaat hingga pembukaan legkap
10 cm. Berikut perbedaan antara his sesungguhnya dengan his
palsu menurut Siti Patimah (2016) :
Tabel 2.10
Perbedaan antara his sesungguhnya dengan his palsu

Betul-betul bersalin Belum bersalin


 Mules-mules teratur (1 jam 5  Tidak teratur
kali)
 Makin lama makin sering.  Tidak ada perubahan
 Makin lama makin nyeri dan  Tidak ada perubahan
makin lama
 Nyeri dimulai dari belakang  Nyeri terutama di
menjalar ke depan depan
 Berjalan menambah nyeri  Tidak ada perubahan
 Berhubungan dengan pengerasan  Tidak ada hubungan

39
uterus
 Keluar darah lendir  Tidak keluar apa-apa
 Serviks mendatar dan membuka  Tidak ada perubahan
 Bagian etrbawah sudah turun  Belum turun
 Kepala tidak dapat digerakan  Kepala tetap bebaS
pada waktu mules
 Sedativa tdak menghentikan  Sedativa dapat
mules-mules mengehntikan mules-
muless
Sumber : Siti Patimah, 2016
b. Penipisan dan Pembukaan Serviks
Penipisan dan pembukaan serviks ditandai dengan adanya
pengeluaran lendir dan darah sebagai tanda pemula.
c. Bloody Show (lendir disertai darah dari jalan lahir)
Dengan pendataran dan pembukaan, lendir dari canalis cervicalis
keluar disertai dengan sedikit darah. Perdarahan yang sedikit ini
disebabkan karena lepasnya selaput janin pada bagian segmen
bawah rahim hingga beberapa kapiler darah terputus.
d. Premature Rupture of Membrane
Adalah keluarnya cairan banyak dengan sekonyong-konyong dari
jalan lahir. Hal ini terjadi akibat ketuban pecah atau selaput janin
robek. Ketuban biasanya pecah kalau pembukaan lengkap atau
hampir lengkap dan dalam hal ini keluarnya cairan merupakan
tanda yang lambat sekali. Tetapi kadang-kadang ketuban pecah
pada pembukaan kecil, malahan kadang-kadang selaput janin
robek sebelum persalinan. Walaupun demikian persalinan
diharapkan akan mulai dalam 24 jam setelah air ketuban keluar.
Menurut JNPK-KR (2017) menyatakan bahwa dalam asuhan
persalinan normal ada 5 benang merah meliputi:
1) Membuat keputusan klinik

40
Membuat keputusan merupakan proses yang menentukan
untuk menyelesaikan masalah dan menentukan asuhan yang
diperlukan oleh pasien. Keputusan itu harus akurat,
komprehensif, dan aman, baik bagi pasien dan keluarganya
maupun petugas yang memberikan pertolongan.
2) Asuhan sayang ibu dan sayang bayi
Asuhan sayang ibu adalah asuhan dengan prinsip saling
menghargai budaya, kepercayaan, dan keinginan sang ibu
seperti mengikutsertakan suami dan keluarga selama proses
persalinan dan kelahiran bayi
3) Pencegahan infeksi
Pencegahan infeksi merupakan bagian yang esensial dari
semua asuhan yang diberikan kepada ibu dan bayi baru lahir
secara rutin pada saat menolong persalinan dan kelahiran
bayi, saat kunjungan antenatal, maupun pasca persalinan.
Memakai sarung tangan, mengenakan alat pelindung diri
(kaca mata, masker, celemek, dll) dan melakukan proses
dekontaminasi bisa dilakukan untuk meminimalkan resiko
infeksi.
4) Dokumentasi atau pencatatan
Dokumentasi atau pencatatan adalah catatan semua asuhan
yang sudah diberikan. Pencatatan adalah bagian penting dari
proses membuat keputusan klinik karena memungkinkan
penolong persalinan untuk terus menerus memperhatikan
asuhan yang diberikan selama proses persalinan dan
kelahiran bayi.
5) Rujukan
Rujukan dalam kondisi optimal dan tepat waktu ke fasilitas
kesehatan rujukan atau yang memiliki sarana lebih lengkap
diharapkan mampu menyelamatkan jiwa para ibu dan bayi

41
baru lahir. Persiapan rujukan untuk ibu dan bayi dalam
singkatan BAKSOKU
B (Bidan) : Pastikan ibu dan bayi didampingi penolong
persalinan yang kompeten untuk menatalaksanakan gawat
darurat obstetri dan bayi baru lahir untuk dibawa ke fasilitas
rujukan.
A (Alat) : Bawa perlengkapan bahan-bahan untuk asuhan
persalinan, masa nifas dan bayi baru lahir (tabung suntik,
selang IV, alat, resusitasi, dll) bersama ibu ke tempat rujukan
K (Keluarga) : Beritahu ibu dan keluarga mengenai kondisi
terakhir ibu dan bayi dan mengapa ibu dan bayi perlu dirujuk
S (Surat) : Berikan surat tempat rujukan. Surat ini harus
memberikan identitas mengenai ibu dan/atau bayi baru lahir,
cantumkan alasan rujukan dan uraikan hasil pemeriksaan,
asuhan atau obat-obatan yang diterima ibu dan/atau bayi baru
lahir. Sertakan juga partograf yang dipakai untuk membuat
keputusan klinik.
O (Obat) : Bawa obat-obatan esensial pada saat mengantar
ibu ke fasilitas rujukan.
K (Kendaraan) : Siapkan kendaraan yang paling
memungkinkan untuk merujuk ibu dalam kondisi cukup
nyaman.
U (Uang) : Ingatkan pada keluarga agar membawa uang
dalam jumlah yang cukup untuk membeli obat-obatan yang
diperlukan dan bahan-bahan kesehatan lain yang diperlukan.
2.2.4 Factor yang mempengaruhi persalinan
Beberapa faktor yang berperan dalam proses persalinan, meliputi
(Annisa Mutmainah, 2017):
1. Power (kekuatan). Kekuatan atau tenaga yang mendorong janin
keluar. Kekuatan tersebut meliputi kontraksi dan tenaga meneran.

42
2. Passenger (penumpang). Penumpang dalam persalinan adalah janin
dan plasenta. Hal-hal yang perlu diperhatikan mengenai janin
adalah ukuran kepala janin, presentasi, letak, sikap, dan posisi janin,
sedangkan yang perlu diperhatikan pada plasenta adalah letak,
besar, dan luasnya.
3. Passage (jalan lahir). Jalan lahir terbagi atas dua, yaitu jalan lahir
keras dan jalan lahir lunak. Hal-hal yang perlu diperhatikan dari
jalan lahir keras adalah ukuran dan bentuk tulang panggul,
sedangkan pada jalan lahir lunak adalah segmen bawah uterus yang
dapat meregang, serviks, otot dasar panggul, vagina dan introitus
vagina.
2.2.5 Perubahan dalam proses persalinan
1. Nyeri
Nyeri dalam persalinan dan kelahiran adalah bagian dari respon
fisiologis yang normal terhadap beberapa faktor. Selama Kala I
persalinan, nyeri yang terjadi pada kala I terutama disebabkan oleh
dilatasi serviks dan distensi segmen uterus bawah. Pada awal kala I,
fase laten kontraksi pendek dan lemah, 5 sampai 10 menit atau
lebih dan berangsung selama 20 sampai 30 detik. Wanita mungkin
tidak mengalami ketidaknyamanan yang bermakna dan mungkin
dapat berjalan ke sekeliling secara nyaman diantara waktu
kontraksi. Pada awal kala I, sensasi biasanya berlokasi di punggung
bawah, tetapi seiring dengan waktu nyeri menjalar ke sekelilingnya
seperti korset/ikat pinggang, sampai ke bagian anterior abdomen.
Interval kontraksi makin memendek, setiap 3 sampai 5 menit
menjadi lebih kuat dan lebih lama. Pada Kala II, nyeri yang terjadi
disebabkan oleh distensi dan kemungkinan gangguan pada bagian
bawah vagina dan perineum. Persepsi nyeri dipengaruhi oleh
berbagai faktor. Mekanisme nyeri dan metode penurunan nyeri
yang terjadi pada wanita yang bersalin beragam kejadiannya. Saat
persalinan berkembang ke fase aktif, wanita seringkali memilih

43
untuk tetap di tempat tidur, ambulasi mungkin tidak terasa nyaman
lagi. Ia menjadi sangat terpengaruh dengan sensasi di dalam
tubuhnya dan cenderung menarik diri dari lingkungan sekitar.
Lama setiap kontraksi berkisar antara 30 – 90 detik, rata-rata
sekitar 1 menit. Saat dilatasi serviks mencapai 8-9 cm, kontraksi
mencapai intensitas puncak, dan wanita memasuki fase transisi.
Pada fase transisi biasanya pendek, tetapi sering kali merupakan
waktu yang paling sulit dan sangat nyeri bagi wanita karena
frekuensi (setiap 2 sampai 3 menit) dan lama (seringkali
berlangsung sampai 90 detik kontraksi). Wanita menjadi sensitif
dan kehilangan kontrol. Biasanya ditandai dengan meningkatnya
jumlah show akibat ruptur pembuluh darah kapiler di serviks dan
segmen uterus bawah.
Perubahan Psikologis Dalam Persalinan Perubahan psikologis
yang kompleks memerlukan adaptasi terhadap proses kehamilan
yang terjadi. Dukungan psikologik dan perhatian akan memberi
dampak terhadap pola kehidupan sosial (keharmonisan,
penghargaan, pengorbanan, kasih sayang, dan empati) pada wanita
hamil dan dari aspek teknis dapat mengurangi aspek sumber daya
(tenaga ahli, cara penyelesaian persalinan normal, akselerasi,
kendali nyeri, dan asuhan neonatal). Mata kuliah ini memberikan
kemampuan untuk memberikan asuhan kebidanan pada ibu dalam
persalinan yang mengalami perubahan pikologis dengan
pendekatan manajemen kebidanan didasarkan pada konsep-konsep,
sikap dan keterampilan sesuai hasil evidence based.
2. Perubahan Psikologis Pada Ibu Bersalin Kala I
Pada persalinan Kala I selain pada saat kontraksi uterus,
umumnya ibu dalam keadaan santai, tenang dan tidak terlalu pucat.
Kondisi psikologis yang sering terjadi pada wanita dalam
persalinan kala I adalah :

44
a. Kecemasan dan ketakutan pada dosa-dosa atau kesalahan-
kesalahan sendiri. Ketakutan tersebut berupa rasa takut jika bayi
yang yang akan dilahirkan dalam keadaan cacat, serta takhayul
lain. Walaupun pada jaman ini kepercayaan pada ketakutan-
ketakutan gaib selama proses reproduksi sudah sangat berkurang
sebab secara biologis, anatomis, dan fisiologis kesulitan-
kesulitan pada peristiwa partus bisa dijelaskan dengan alasan-
alasan patologis atau sebab abnormalitas (keluarbiasaan). Tetapi
masih ada perempuan yang diliputi rasa ketakutan akan
takhayul.
b. Timbulnya rasa tegang, takut, kesakitan, kecemasan dan konflik
batin. Hal ini disebabkan oleh semakin membesarnya janin
dalam kandungan yang dapat mengakibatkan calon ibu mudah
capek, tidak nyaman badan, dan tidak bisa tidur nyenyak, sering
kesulitan bernafas dan macam-macam beban jasmaniah lainnya
diwaktu kehamilannya.
c. Sering timbul rasa jengkel, tidak nyaman dan selalu kegerahan
serta tidak sabaran sehingga harmoni antara ibu dan janin yang
dikandungnya menjadi terganggu. Ini disebabkan karena kepala
bayi sudah memasuki panggul dan timbulnya kontraksikontraksi
pada rahim sehingga bayi yang semula diharapkan dan dicintai
secara psikologis selama berbulan-bulan itu kini dirasakan
sebagai beban yang amat berat.
d. Ketakutan menghadapi kesulitan dan resiko bahaya melahirkan
bayi yang merupakan hambatan dalam proses persalinan :
1) Adanya rasa takut dan gelisah terjadi dalam waktu singkat
dan tanpa sebab sebab yang jelas
2) Ada keluhan sesak nafas atau rasa tercekik, jantung berdebar-
debar c. Takut mati atau merasa tidak dapat tertolong saat
persalinan

45
3) Muka pucat, pandangan liar, pernafasan pendek, cepat dan
takikardi
e. Adanya harapan harapan mengenai jenis kelamin bayi yang
akan dilahirkan. Relasi ibu dengan calon anaknya terpecah,
sehingga popularitas AKU-KAMU (aku sebagai pribadi ibu dan
kamu sebagai bayi) menjadi semakin jelas.
3. Perubahan Psikologis Ibu Bersalin Kala II
Pada masa persalinan seorang wanita ada yang tenang dan
bangga akan kelahiran bayinya, tapi ada juga yang merasa takut.
Adapun perubahan psikologis yang terjadi adalah sebagai berikut:
a. Panik dan terkejut dengan apa yang terjadi pada saat pembukaan
lengkap
b. Bingung dengan adanya apa yang terjadi pada saat pembukaan
lengkap
c. Frustasi dan marah
d. Tidak memperdulikan apa saja dan siapa saja yang ada di kamar
bersalin
e. Rasa lelah dan sulit mengikuti perintah
f. Fokus pada dirinya sendiri
Masalah Psikologis Yang Terjadi Pada Masa Persalinan
Masalah psikologis yang terjadi pada masa persalinan adalah
kecemasan. Pada masa persalinan seorang wanita ada yang tenang
dan bangga akan kelahiran bayinya, tetapi ada juga yang merasa
takut. Kecemasan adalah gangguan alam perasaan yang ditandai
dengan ketakutan dan kekhawatiran yang mendalam dan
berkelanjutan. Ibu bersalin mengalami gangguan dalam menilai
realitas, namun kepribadian masih tetap utuh. Perilaku dapat
terganggu tetapi masih dalam batas batas normal (Haward 2004).
Kecemasan berbeda dengan rasa takut. Cemas adalah respon emosi
tanpa obyek yang spesifik yang secara subyektif dialami dan
dikomunikasikan interpersonal secara langsung. Kecemasan dapat

46
diekspresikan melalui respon fisiologis dan psikologis
(Sulistyawati, dkk, 2003). Secara fisiologis, respon tubuh terhadap
kecemasan adalah dengan mengaktifkan sistem syaraf otonom
(simpatis dan parasimpatis). Sistem saraf simpatis akan
mengaktivasi proses tubuh, sedangkan sistem saraf parasimpatis
akan menimbulkan respons tubuh. Bila korteks otak menerima
rangsang, maka rangsangan akan dikirim melalui saraf simpatis ke
kelenjar adrenal yang akan melepaskan adrenal/epineprin sehingga
efeknya antara lain nafas menjadi lebih dalam, nadi meningkat, dan
tekanan darah meningkat. Darah akan tercurahkan terutama ke
jantung, susunan saraf pusat dan otak. Dengan peningkatan
glikegenolisis maka gula darah akan meningkat. Secara psikologis,
kecemasan akan mempengaruhi koordinasi atau gerak refleks,
kesulitan mendengar atau mengganggu hubungan dengan orang
lain. Kecemasan dapat membuat individu menarik diri dan
menurunkan keterlibatan orang lain (Sulistyawati, dkk, 2003).
Secara umum kecemasan dipengaruhi oleh beberapa gejala yang
mirip dengan orang yang mengalami stress. Bedanya stress
didominasi oleh gejala fisik, sedangkan kecemasan didominasi oleh
gejala psikis. Adapun gejala gejala orang yang mengalami
kecemasan adalah sebagai berikut:
a. Ketegangan motorik/alat gerak seperti gemetar, tegang, nyeri
otot, letih, tidak dapat santai, gelisah, tidak dapat diam, kening
berkerut, dan mudah kaget.
b. Hiperaktivitas saraf otonom (simpatis dan parasimpatis) seperti
keringat berlebihan, jantung berdebar-debar, rasa dingin di
telapak tangan dan kaki, mulut kering, pusing, rasa mual, sering
buang air kecil, diare, muka merah/pucat, denyut nadi dan nafas
cepat

47
c. Rasa khawatir yang berlebihan tentang hal-hal yang akan datang
seperti cemas, takut, khawatir, membayangkan akan datangnya
kemalangan terhadap dirinya.
d. Kewaspadaan yang berlebihan seperti perhatian mudah beralih,
sukar konsentrasi, sukar tidur, mudah tersinggung, dan tidak
sabar (Haward, 2004).
2.2.6 Penatalaksanaan dalam proses persalinan
Kala I
Langkah-Langkah
1. Siapkan alat-alat dekat pasien
2. Beritahu ibu akan dilakukan pemeriksaan dan apa tujuannya
3. Cuci tangan sebelum memulai pemeriksaan dan keringkan dengan
handuk
4. Bersikaplah lemah lembut dan sopan serta bantu pasien agar
merasa tenang dengan cara menarik nafas perlahan dan dalam.
5. Minta ibu mengosongkan kandung kemihnya.
6. Nilai kesehatan dan keadaan umum ibu, suasana hatinya, tingkat
kegelisahannya atau nyeri, warna konjungtiva, kebersihan, status
nutrisi dan kecukupan air tubuh.
7. Nilai tanda-tanda vital ibu (tekanan darah, temperature, nadi dan
pernafasan). Agar nilai hasil tekanan darah dan nadi akurat Anda
melakukan pemeriksaan diantara dua kontraksi.
8. Lakukan pemeriksaan abdomen, dan pastikan tidak ada kontraksi.
9. Ukur TFU dengan pita pengukur dimulai dari tepi atas simfisis
pubis, rentangkan hingga ke puncak.
10.Memantau kontraksi uterus dengan menggunakan jarum detik pada
jam dinding/jam tangan , letakkan tangan penolong diatas uterus
dan palpasi jumlah kontraksi dalam kurun 10 menit .
11.Tentukan durasi/lama tiap kontraksi, pada fase aktif minimal
terjadi 2 kali kontraksi dalam 10 menit atau lama kontraksi 40 detik
atau lebih.

48
12.Memantau denyut jantung dengan fetoskop Pinnards atau Douppler
untuk mendengar DJJ per menit.
13.Nilai DJJ setelah dan sebelum kontraksi , adanya gangguan janin
bila nilai DJJ 160 x/menit, bila menemukan itu maka ulangi lagi
setelah 5 menit setelah pemeriksaan awal (bila tetap segera
dirujuk).
14.Menentukan presentasi bayi (bagian bayi) dengan cara berdiri
disamping ibu dan menghadap ke arah kepala ibu (ibu diminta
untuk menekuk lututnya).
15.Untuk menentukan presentasi bayi (bagian terbawah) janin kepala
atau bokong. Bila bentuk bulat, teraba keras, berbatas tegas dan
mudah digerakkan (belum masuk panggul) biasanya yang teraba
adalah kepala.
16.Menentukan penurunan kepala janin dilakukan dengan menghitung
proporsi bagian terbawah janin yang masih berada di atas tepi atas
simfisis dan dapat diukur dengan lima jari tangan pemeriksa (per
limaan).
17.Tentukan hasil perlimaan
18.Melakukan kemajuan persalinan dengan periksa dalam
pengeluaran pervaginam, selaput ketuban, pembukaan dan
penipisan, bagian keci di sekitar bagian terdahulu, penurunan
kepala (dibandingkan dengan perlimaan), denominator,
penyusupan.
19.Lakukan penilaian selaput ketuban, penyusupan kepala
20.Melakukan dokumentasi di partograf
Kala II
Langkah-langkah
1. Persiapan tempat persalinan, peralatan dan bahan Cek semua
peralatan :
a. Troli dan alas

49
b. Bak instrument yang berisi alat steril (2 pasang sarung tangn
steril, 1 buah ½ khoher, 2 pinset anatomi, Gunting episiotomy, 2
buah klem, 1 buah gunting tali pusat, Pengikat tali pusat, Kassa
steril dan depper secukupnya, Penghisap lender)
c. Alat lain: Duk steril, Kom berisi kapas larutan DTT dan
betadine, Peralatan on steril : Tensimeter, Stethoscope,
Bengkok, Tempat sampah medis dan non medis
d. Air DTT dan air Klorin 0,5%
e. Underpad /pengalaman bokong
f. Atur alat secara sistematik dan dekatkan di tempat yang mudah
terjangkau
2. Menyiapkan pertolongan bayi: Cek kelengkapan alat, bahan dan
obat-obatan esensial untuk pertolongan dan penatalaksanaan
komplikasi bayi baru lahir.
3. Persiapan untuk bayi :
a. Nyalakan lampu untuk penghangat
b. Tempat datar dan keras
c. 2 kain
d. 1 handuk bersih dan kering
e. Lampu sorot 60 watt dengan jarak 60 cm dari tubuh bayi
Menggelar kain tempat resusitasi
f. Ganjal bahu bayi.
g. Instrumen sterile (Delee, Klem 2 buah, Penjepit tali pusat)
h. Salep mata
i. Metelin
j. Timbangan bayi
k. Pakaian bayi.
4. Melakukan pengecekan tanda doranteknusperjolpulka (dorongan
meneran, tekanan pada anus dan penonjolan pada perenium serta
vulva membuka) disertai ibu ingin meneran.
5. Persiapan Petugas/penolong

50
a. Pakai celemek plastic
b. Melepaskan semua perhiasan yang dipakai
c. Cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir kering-kan
tangan dengan tissue atau handuk pribadi yang bersih dan kering
d. Menggunakan sarung tangan kanan
6. Menyiapkan pertolongan persalinan
a. Masukkan oksitosin 10 IU ke dalam tabung suntik dan
meletakkan kembali dipartus set/wadah
b. Pakai sarung tangan kiri
c. Tangan kanan mengambil 5 kapas DTT untuk melakukan DTT
vulva
7. Memberitahu ibu akan dilakukan periksa dalam
8. Melakukan periksa dalam untuk memastikan pembukaan lengkap
9. Memberitahu ibu hasil periksa pembukaan lengkap serta (bila
ketuban masih utuh akan dipecah)
10.Memecahkan ketuban bila masih utuh
a. Diantara kontraksi, lakukan Pemeriksaan Dalam lalu sentuh
ketuban yang menonjol, pastikan kepala telah engaged dan tidak
teraba tali pusat atau bagian2 kecil lainnya disekitar kepala
b. Pegang 1/2 klem kocher dengan tangan kiri serta masukkan ke
dalam vagina dengan perlindungan 2 jari tangan kanan yang
mengenakan menyentuh selaput ketuban dengan hati2
c. Saat kekuatan his berkurang, dengan 2 tangan kanan
menggoreskan klem kocher untuk menyobek 1-2 cm hingga
pecah
d. Biarkan cairan ketuban membasahi jari tangan
e. Tarik keluar dengan tangan kiri 1/2 klem kocher dan rendam
dalam larutan klorin 0,5%.
f. Pertahankan 2 jari tangan kanan anda di dalam vagina untuk
merasakan turunnya kepala janin dan memastikan tetap tidak
teraba adanya tali pusat.

51
g. Setelah yakin bahwa kepala turun dan tidak teraba tali pusat,
keluarkan jari tangan kanan dari vagina secara perlahan.
h. Evaluasi warna cairan ketuban, periksa apakah ada
mekonium(kotoran bayi) atau darah.
i. Celupkan tangan yang masih menggunakan sarung tangan
kedalam larutan klorin 0,5% lalu lepaskan sarung tanagan dalam
kondisi terbalik dan biarkan terendam dalam larutan klorin 0,5%
selama 10 menit.
j. Cuci kedua tangan.
11.Periksa kembali denyut jantung janin.
12.Memberitahu ibu
a. Pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik
b. Ketuban sudah dipecah
c. Mengatur posisi sesuai keinginan
d. Meminta meneran bila ada his Melakukan pencatatan pada
partograf waktu dilaku-kan pemecahan selaput ketuban, warna
air ketuban dan DJJ
13.Pimpin ibu mengejan jika ibu sudah merasakan adanya dorongan
spontan untuk meneran
a. Tunggu hingga timbul rasa ingin meneran, lanjutkan
pemantauan kondisi dan kenyamanan ibu serta janin dan
mendokumentasikan semua temuan
b. Jelaskan pada anggota keluarga tentang bagaimana peran
mereka untuk mendukung dan memberi semangat pada ibu
untuk meneran secara benar
c. Mengatur posisi ibu sesuai keinginannya, seperti contoh
dibawah ini : Posisi mengejan duduk atau setengah duduk,
Posisi jongkok atau berdiri, Posisi merangkak atau berbaring
miring ke kiri
14.Memantau selama penatalaksanaan kala II persalinan.

52
a. Melakukan penilaian kondisi ibu dan janin serta kemajuan
persalinan selama kala dua persalinan secara berkala
b. Setelah tidak ada his, melakukan pemeriksaan DJJ
c. Memberitahu keluarga untuk memberi minum
d. Minta keluarga untuk melakukan rangsangan putting susu Bila
sudah ada kontraksi , pimpin kembali ibu untuk meneran
15.Jika kepala bayi telah terlihat di vulva 5-6 cm
a. Meletakkan handuk bersih di atas perut
b. Letakkan kain yang bersih dilipat 1/3 bagian di bawah bokong
ibu.
c. Buka tutup partus set dan perhatikan kelengkapannya
d. Pakai sarung tangan DTT atau steril pada kedua tangan
16.Episiotomi (bila ada indikasi)
a. Memberitahu dan menjelaskan ibu akan disuntik di daerah
perineum
b. Menyuntikan lidokain dibawah kulit perineum, terus kejaringan
dibawahnya
c. Memastikan bahwa anestesi sudah bekerja
d. Melindungi daerah dalam perineum dengan jari telunjuk dan
tengah tangan kiri
e. Memasukkan gunting episiotomi diantara jari telunjuk dan jari
tengah
f. Insisi dengan gunting episiotomi yang tajam pada comisura
posterior ke arah serong ke kanan atau kiri kurang lebih 3 cm
(saat ada His)
g. Tekan dengan kasa daerah insisi perineum
h. Bereskan alat dan rendam ke larutan klorin 0,5%
17.Melahirkan kepala
a. Saat sub occiput tampak di bawah simfisis, tangan kanan
melindungi perineum dengan dialas lipatan kain di bawah

53
bokong ibu, sementara tangan kiri menahan puncak kepala agar
tidak terjadi defleksi yang terlalu cepat saat kepala lahir
b. Mengusapkan kasa/kain bersih untuk membersihkan muka janin
dari lendir dan darah.
18.Memeriksa tali pusat
a. Periksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat.
b. Ambil tindakan yang sesuai jika hal itu terjadi dan kemudian
meneruskan segera proses kelahiran bayi: Jika tali pusat melilit
leher bayi dengan longgar, lepaskan lewat bagian atas kepala
bayi, Jika tali pusat melilit leher secara kuat, klem tali pusat di
dua tempat dan potong di antara dua klem tersebut.
19.Melahirkan Bahu
a. Tunggu kepala bayi mengadakan putaran paksi luar secara
spontan
b. Menyeka mulut dan hidung bayi hingga bersih
c. Setelah rotasi eksternal, letakan satu tangan pada setiap sisi
kepala bayi dan beritahukan pada ibu untuk meneran pada
kontraksi berikutnya
d. Lakukan tarikan perlahan ke arah bawah dan luar secara lembut
(Kearah tulang punggung ibu hingga bahu bawah tampak
dibawah arkus pubis
e. Angkat kepala bayi kearah atas dan luar (mengarah ke langit-
langit) untuk melahirkan bahu posterior bayi
20.Melahirkan Sisa Tubuh Bayi
a. Setelah bahu lahir, tangan kanan menyangga kepala, leher, dan
bahu janin bagian posterior dengan ibu jari pada leher (bagian
bawah kepala) dan keempat jari pada bahu dan dada/punggung
janin, sementara tangan kiri memegang lengan dan bahu janin
bagian anterior saat badan dan lengan lahir.
b. Setelah badan dan lengan lahir, tangan kiri menyusuri punggung
kearah bokong dan tungkai bawah janin untuk memegang

54
tungkai bawah (selipkan jari telunjuk tangan kiri diantara kedua
lutut janin) mata kaki dengan ibu jari dan jari-jari lainnya).
c. Setelah seluruh badan bayi lahir pegang bayi bertumpu pada
lengan kanan sedemikian rupa hingga bayi menghadap ke arah
penolong.
d. Nilai bayi, kemudian letakan bayi di atas perut ibu dengan posisi
kepala lebih rendah dari badan (bila tali pusat terlalu pendek,
letakan bayi di tempat yang memungkinkan.
21.Memotong tali pusat Segera mengeringkan bayi, membungkus
kepala dan badan bayi kecuali tali pusat.
a. Menjepit tali pusat menggunakan klem kira-kira 3 cm dari
umbilikus bayi.
b. Melakukan urutan pada tali pusat kearah ibu dan memasang
klem kedua 2 cm dari klem pertama.
c. Memegang tali pusat diantara 2 klem menggunakan tangan kiri,
dengan perlindungan jari tangan kiri, memotong tali pusat
diantara kedua klem.
22.Pertolongan bayi baru lahir (merupakan lanjutan untuk
pembahasan topik berikutnya).
Kala III
Langkah-Langkah
1. Ucapkan selamat atas kelahiran bayi, karena kala III akan dimulai
dari setelah lahirnya bayi sampai dengan lahirnya plasenta.
2. Lakukan Pengecekan alat dalam partus set:
a. Spuit 3 cc
b. Spuit 5 cc
c. Handscoon steril Bahan: 1 (satu) oksitosin, Aquabides, Metergin
0,2mg.
3. Pindahkan klem tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vulva.

55
4. Letakkan satu tangan di atas kain pada perut bawah ibu (di atas
simfisis), untuk mendeteksi kontraksi. Tangan lain memegang klem
untuk menegangkan tali pusat.
5. Setelah uterus berkontraksi: Tegangkan tali pusat ke arah bawah
sambil tangan yang lain mendorong uterus kearah belakang atas
(dorso-kranial) secara hati-hati (untuk mencegah inversion uteri).
Jika plasenta tidak lahir setelah 30-40 detik, hentikan penegangan
tali pusat dan tunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan ulangi
kembali prosedur di atas. Jika uterus tidak segera berkontraksi,
minta ibu, suami atau anggota keluarga untuk melakukan stimulasi
putting susu.
6. Mengeluarkan Plasenta Bila pada penekanan bagian bawah dinding
depan uterus ke arah dorsal ternyata diikuti dengan pergeseran tali
pusat ke arah distal maka lanjutkan dorongan ke arah kranial
hingga plasenta dapat dilahirkan.
a. Ibu boleh meneran tetapi tali pusat hanya ditegangkan (jangan
ditarik secara kuat terutama jika uterus tidak berkontraksi)
sesuai dengan sumbu jalan lahir (ke arah bawah-sejajar lantai-
atas).
b. Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga
berjarak sekitar 5-10 cm dari vulva dan lahirkan plasenta.
c. Jika plasenta tidak lepas setelah 15 menit menegangkan tali
pusat: (1) Ulangi pemberian oksitosin 10 unit IM. (2) Lakukan
kateterisasi (gunakan teknik aseptic) jika kandung kemih penuh.
(3) Minta keluarga untuk menyiapkan rujukan. (4) Ulangi
tekanan dorso-kranial dan penegangan tali pusat 15 menit
berikutnya. Catatan: Jika plasenta tidak lahir 30 menit sejak bayi
lahir atau terjadi perdarahan maka segera lakukan tindakan
plasenta manual (Dapat Anda pelajari pada materi Gawat
Darurat Maternal).

56
7. Melahirkan plasenta Saat plasenta muncul di introitus vagina,
lahirkan plasenta dengan kedua tangan. Pegang dan putar plasenta
hingga selaput ketuban terpilin kemudian lahirkan dan tempatkan
plasenta pada wadah yang telah disediakan. Jika selaput ketuban
robek, pakai sarung tangan DTT atau steril untuk melakukan
eksplorasi sisa selaput kemudian gunakan jari-jari tangan atau klem
ovum DTT/Steril untuk mengeluarkan selaput yang tertinggal.
8. Rangsangan Taktil (Massase) uterus Segera setelah plasenta dan
selaput ketuban lahir, lakukan massase uterus, letakkan telapak
tanga di fundus dan lakukan massase dengan gerakan melingkar
dengan lembut hingga uterus berkontraksi (fundus teraba keras).
Catatan: Jika uterus tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah
rangsangan taktil/ massase, lakukan tindakan yang diperlukan
(Kompresi Bimanual Internal, Kompresi Aorta Abdominalis,
Tampon Kondom-Kateter) (Dapat Anda pelajari pada materi Gadar
Maternal).
9. Menilai Perdarahan Periksa kedua sisi plasenta (maternal-fetal)
pastikan plasenta telah dilahirkan lengkap. Masukkan plasenta ke
dalam kantung plastik atau tempat khusus.
Kala IV
Langkah-Langkah
1. Menanyakan pada ibu bagaimana perasaan saat ini setelah bayi dan
plasentanya sudah lahir.
2. Jelaskan tujuan untuk asuhan pada ibudan bayi dalam 2 jam
pertama persalinan
3. Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Lakukan
penjahitan bila terjadi laserasi derajat 1 dan 2 yang menimbulkan
perdarahan. Bila ada robekan yang menimbulkan perdarah aktif,
segera lakukan penjahitan.
4. Cek uterus untuk memastikan tetap berkontraksi dengan baik dan
tidak terjadi perdarahan pervaginam.

57
5. Pastikan kandung kemih kosong, jika penuh lakukan kateterisasi.
6. Ajarkan ibu/keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai
kontraksi.
7. Memeriksa nadi ibu dan pastikan keadaan umum ibu baik.
8. Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah. Pantau keadaan
bayi :
a. Pastikan bahwa bayi bernafas dengan baik (40-60 kali/menit).
b. Pastikan bayi sudah dapat melakukan IMD/tidak.
c. Pastikan bayi tetap hangat tidak mengalami hypothermi.
9. Lakukan kebersihan dan keamanan setelah menolong persalinan
a. Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin
0,5% untuk dekontaminasi (10 menit).
b. Cuci dan bilas peralatan setelah didekontaminasi.
c. Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah
yang sesuai.
d. Bersihkan ibu dari paparan darah dan cairan tubuh dengan
menggunakan air DTT.
e. Bersihkan cairan ketuban, lendir dan darah di ranjang atau
sekitar ibu berbaring.
f. Bantu ibu memakai pakaian yang bersih dan kering.
g. Pastikan ibu merasa nyaman. Bantu ibu memberikan ASI.
Anjurkan keluarga untuk memberi ibu makan dan minum yang
diinginkannya.
h. Dekontaminasi tempat bersalin dengan larutan klorin 0,5%.
10.Celupkan tangan yang masih memakai sarung tangan ke dalam
larutan klorin 0,5% lepas sarungkan sarung tangan dalam keadaan
terbalik dan rendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
11.Lengkapi partograf (halaman depan dan belakang) periksa tanda
vital dan asuhan kala IV persalinan.

58
2.3 Masa Nifas
2.3.1 Pengertian Masa Nifas
Beberapa pengertian masa nifas :
1. Masa nifas (puerperium) adalah dimulai setelah plasenta lahir dan
berakhir ketika alat-alat kandungan seperti keadaan sebelum hamil.
Masa nifas berlangsung kira-kira 6 minggu, akan tetapi, seluruh
alat gentital baru pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil
dalam waktu 3 bulan.
2. Masa nifas adalah masa segera setelah kelahiran sampai 6 minggu.
Selama masa ini, fisiologis saluran reproduktif kembali pada
keadaan yang normal.
3. Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari
persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti
prahamil. Lama masa nifas 6-8 minggu.
4. Masa puerperium/masa nifas dimulai setelah persalinan selesai dan
berakhir setelah kira-kira 6 minggu.
5. Periode pascapartum (puerperium) adalah masa 6 minggu sejak
bayi lahir sampai organ-organ reproduksi kembali kekeadaan
normal sebelum hamil (Heni Puji, 2018).
6. Puerperium yaitu dari kata Puer yang artinya bayi dan Parous
melahirkan. Jadi, puerperium berarti masa setelah melahirkan bayi
yaitu masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-
alat kandungan kembali seperti pra hamil (Rini, Susilo dan Feti
Kumala, 2017.)
2.3.2 Fisiologi Masa Nifas
1. Involusi uterus
Involusi adalah kembalinya uterus pada ukuran, tonus, dan posisi
sebelum hamil. Adapun proses terjadinya involusi dapat
digambarkan sebagai berikut :
a. Iskemia : otot uterus berkontraksi dan beretraksi, membatasi
aliran darah di dalam uterus.

59
b. Fagositosis : jaringan elastis dan fibrosa yang sangat banyak
dispecahkan
c. Autolisis : serabut otot dicerna oleh enzim-enzim proteolitik
(lisosim).
d. Semua produk sisa masuk ke dalam aliran darah dan dikeluarkan
melalui ginjal.
e. Lapisan desidua uterus terkikis dalam pengeluaran darah
pervaginam dan endometrium yang baru mulai terbentuk dari
sekitar 10 hari setelah kelahiran dan selesai pada minggu ke-6
pada akhir masa nifas.
f. Ukuran uterus berkurang dari 15 cm x 11 cm x 7,5 cm menjadi
7,5 cm x 5 cm x 2,5 cm pada minggu ke-6.
g. Berat uterus berkurang dari 1000 gram sesaat setelah lahir,
menjadi 60 gram pada minggu ke-6.
h. Kecepatan involusi : terjadi penurunan bertahap sebesar 1
ccm/hari. Dihari pertama, uteri berada 12 cm di atas simfisis
pubis dan pada hari ke-7 sekitar 5 cm di atas simfisis pubis.
Pada hari ke-10, uterus hampir tidak dapat dipalpasi atau bahkan
tidak terpalpasi.
i. Involusi akan lebih lambat setelah seksio sesaria
j. Involusi akan lebih lambat bila terdapat retensi jaringan plasenta
atau bekuan darah terutama jika dikaitkan dengan infeksi (Heni
Puji, 2018).
Perubahan dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan palpasi
untuk meraba dimana TFUnya (Heni Puji, 2018).
Tabel 2.13
Involusi Uterus

Involusi uterus TFU Berat Diameter


uterus uterus
Plasenta lahir Setinggi pusat 1000 gram 12,5 cm

60
1 minggu post partum ½ pusat- 500 gram 7,5 cm
simpisis
2 minggu post partum Tidak teraba 350 gram 5 cm
6 minggu post partum Normal 60 gram 2,5 cm
Sumber : Heni Puji, 2018
2. Pengeluaran lokhea atau pengeluaran darah pervaginam
Lokhea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas. Lokhea
mengandung darah dan sisa jaringan desidua yang nekrotik dari
dalam uterus. Pemeriksaan lokhea meliputi perubahan warna dan bau
karena lokhea memiliki ciri khas, bau amis atau khas darah dan
adanya bau busuk menandakan adanya infeksi. Jumlah total
pengeluaran seluruh periode lokhea rata-rata ±240-270 ml. berikut
jenis-jenis lokea menurut Manuaba (2010) :
Tabel 2.14
Jenis-jenis lokhea

Lokhea Waktu Warna Ciri-ciri


Rubra/merah 1-3 hari Merah Terdiri dari darah
segar, jaringan sisa-
sisa plasenta, dinding
rahim, lemak bayi,
lanugo, dan
mekonium.
Sanguinolenta 4-7 hari Merah Sisa darah dan
kecoklatan dan berlendir.
berlendir
Serosa 8-14 hari Kuning Mengandung serum,
kecoklatan leukosit, dan
robekan/laserasi
plasenta.
Alba/putih >14 hari Putih Mengandung leukosit,
sel desidua, sel epitel,
selaput lendir serviks,

61
dan serabut jaringan
yang mati.
Sumber : Manuaba, 2010
3. Perineum, vulva, dan vagina
Meskipun perineum utuh pada saat melahirkan, ibu tetap mengalami
memar pada jaringan vagina dan perineum selama beberapa hari
pertama postpartum. Para ibu yang mengalami cedera perineum akan
merasakan nyeri selama beberapa hari hingga penyembuhan terjadi.
Luka perineum secara bertahap akan berkurang nyerinya dan
penyembuhan trauma perineum biasanya terjadi dalam 7-10 hari
postpartum. Vulva dan vagina mengalami penekanan serta
perenggangan yang sangat besar selama proses melahirkan bayi, dan
dalam beberapa hari pertama sesudah proses tersebut kedua organ ini
tetap berada dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu postpartum,
vulva dan vagina kembali kepada keadaan tidak hamil dan rugae
pada vagina secara berangsur-angsur akan muncul kembali Himen
tampak sebagai carunculae mirtyformis, yang khas pada ibu
multipara. Ukuran vagina agak sedikit lebih besar dari sebelum
persalinan (Heni Puji, 2018).
4. Tanda-tanda vital
a. Tekanan darah
Biasanya tidak berubah, kemungkinan tekanan darah akan rendah
setelah ibu melahirkan karena adanya perdarahan. Tekanan darah
tinggi pada pospartum dapat menandakan terjadinya preeklampsi
postpartum (Nurliana, 2014).
b. Suhu
Satu hari (24 jam) postpartum suhu badan akan naik sedikit (37,5-
38) sebagai akibat kerja keras waktu melahirkan, kehilangan
cairan, dan kelelahan. Apabila keadaan normal suhu badan
menjadi biasa. Biasanya pada hari ketiga suhu badan naik lagi
karena adanya pembentukan ASI, buah dada menjadi bengkak,

62
berwarna merah karena banyaknya ASI. Bila suhu tidak turun
kemungkinan adanya infeksi pada endometrium, masitis, tractus
genitalis atau sistem lain (Nurliana, 2014).
c. Nadi
Denyut nadi yang meningkat selama persalinan akhir, kembali
normal selama beberapa jam pertama pascapartum. Hemoragi,
demam selama persalinan, dan nyeri akut atau persisten dapat
mempengaruhi proses ini. Apabila denyut nadi diatas 100 selama
puerperium, hal tersebut abnormal dan mungkin menunjukan
adanya infeksi atau hemoragi pascapartum lambat. Denyut nadi
normal pada orang dewasa 60-80 kali permenit (Nurliana, 2014).
d. Pernapasan
Keadaan pernapasan selalu berhubungan dengan keadaan suhu
dan denyut nadi. Bila suhu nadi tidak normala, pernapasan juga
akan mengikutinya, kecuali apabila ada gangguan khusus pada
saluran pernapasan (Nurliana, 2014).
5. Sistem kardiovaskuler
Selama kehamilan volume darah normal digunakan untuk
menampung aliran darah yang meningkat, yang diperlukan oleh
plasenta dan pembuluh darah uterin. Penarikan kembali estrogen
menyebabkan diuresis terjadi (Nurliana, 2014).
6. Sistem pencernaan
Biasanya ibu akan mengalami keadaan konstipasi setelah persalinan.
Hal ini disebabkan karena pada waktu persalinan, alat pencernaan
mengalami tekanan yang menyebabkan kolon menjadi kosong,
pengeluaran cairan berlebihan pada waktu persalinan, kurangnya
asupan cairan dan makanan, serta kurangnya aktifitas tubuh. Selain
konstipasi, ibu juga mengalami aneroksia akibat penurunan dari
sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi perubahn sekresi,
serta penurunan kebutuhan kalori yang menyebabkan kurang nafsu
makan (Nurliana, 2014).

63
7. Sistem muskuloskeletal
Ligamen, fasia, dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu
persalinan, setelah bayi lahir, secara berangsur-angsur menjadi ciut
dan pulih kembali sehingga tidak jarang uterus jatuh ke belakang dan
menjadi retrofleksi, karena ligamen rotondum menjadi kendor.
Stabilisasi secara sempurna terjadi pada 6-8 minggu setelah
persalinan. Sebagai akibat putusnya serat-serat elastik kulit dan
distensi yang berlangsung lama akibat besarnya uterus pad saat
hamil, dinding abdomn masih lunak dan kendur untuk sementara
waktu. Pemulihan dibantu dengan latihan (Nurliana, 2014).
8. Sistem perkemihan
Ibu postpartum dianjurkan segera buang air kecil, agar tidak
mengganggu proses involusi uterus dan ibu merasa nyaman. Namun
demikian, paska melahirkan ibu sulit merasa buang air kecil
dikarenakan trauma yang terjadi pada uretra dan kandung kemih
selama proses melahirkan, yakni sewaktu bayi melewati jalan lahir.
Dinding kandung kemih dapat mengalami oedema. Kombinasi
trauma akibat kelahiran, peningkatan kapasitas kandung kemih
setelah bayi lahir, dan efek konduksi anestesi menyebabkan
keinginan untuk berkemiih menurun. Selain itu, rasa nyeri pada
panggul yang timbul akibat dorongan saat melahirkan, laserasis
vagina atau episiotomi menurunkan atau mengubah reflex berkemih.
Penurunan untuk berkemih, seiring diuresis pascapartum bisa
menyebabkan distensi kandung kemih. Distensi kandung kemih yang
muncul segera setelah wanita melahirkan dapat menyebabkan
perdarahan berlebih karena keadaan ini bisa menghambat uterus
berkontraksi dengan baik. Pada masa pascapartum lanjut, distensi
yang berlebihan dapat menyebabkan kandung kemih lebih peka
terhadap infeksi sehingga mengganggu proses berkemih normal.
Apabila terjadi distensi berlebih pada kandung kemih dapat
mengalami kerusakan lebih lanjut (atoni). Dengan mengosongkan

64
kandung kemih secara adekuat, tonus kandung kemih biasanya akan
pulih kembali dalam 5-7 hari setelah bayi lahir (Marmi, 2015).
9. Penurunan berat badan
Setelah melahirkan, ibu akan kehilangan 5-6 kg berat badannya yang
berasal dari bayi, palsenta dan air ketuban dan pengeluaran darah
saat persalinan, 2-3 kg lagi melalui air kencing sebagai usaha tubuh
untuk mengeluarkan timbunan cairan waktu hamil. Rata-rata ibu
kembali ke berat idealnya setelah 6 bulan, walaupun sebagian besar
mempunyai kecenderungan tetap akan lebih berat daripada
sebelumnya rata-rata 1,4 kg (Marmi, 2015).
10. Perubahan payudara
Pada saat kehamilan sudah terjadi pembesaran payudara karena
pengaruh peningkatan hormon estrogen, untuk mempersiapkan
produksi ASI dan laktasi. Payudara menjadi besar ukurannya bisa
mencapai 800 gr, keras dan menghitam pada areola mammae di
sekitar putting susu, ini menandakan dimulainya proses menyusui.
Segera melakukan inisiasi menyusui dini setelah melahirkan,
walaupun ASI belum keluar lancar, namun sudah ada pengeluaran
kolostrum. Proses IMD ini dapat mencegah perdarahan dan
merangsang produksi ASI. Pada hari ke 2 hingga ke 3 postpartum
sudah mulai diproduksi ASI matur yaitu ASI berwarna. Pada semua
ibu yang telah melahirkan proses laktasi terjadi secara alami.
Fisiologi menyusui mempunyai 2 mekanisme fisiologis yaitu;
produksi ASI dan sekresi ASI atau let down reflex. Selama
kehamilan, jaringan payudara tumbuh dan menyiapkan fungsinya
untuk menyediakan makanan bagi bayi baru lahir. Setelah
melahirkan, ketika hormon yang dihasilkan plasenta tidak ada lagi,
maka terjadi positive feed back hormone (umpan balik positif), yaitu
kelenjar pituitary akan mengeluarkan hormon prolaktin. Sampai hari
ketiga setelah melahirkan, efek prolaktin pada payudara mulai bisa
dirasakan. Pembuluh darah payudara menjadi membesar terisi darah,

65
sehingga timbul rasa hangat. Sel-sel acini yang menghasilkan ASI
juga mulai berfungsi. Ketika bayi menghisap putting, reflek saraf
merangsang kelenjar posterior hipofisis untuk mensekresi hormon
oksitosin. Hormon oksitosin merangsang reflek let down sehingga
menyebabkan ejeksi ASI melalui sinus laktiferus payudara ke duktus
yang terdapat pada putting (Heni Puji, 2018).
11. Peritoneum dan dinding abdomen
Ligamentum latum dan rotondum memerlukan waktu yang cukup
lama untuk pulih dari peregangan dan pelonggaran yang terjadi
selama kehamilan. Sebagai akibat dari ruptur serat elastik pada kulit
dan distensi lama pada uterus karena kehamilan, maka dinding
abdomen tetap lunak dan flaksid. Beberapa minggu dibutuhkan oleh
struktur-struktur tersebut untuk kembali menjadi normal. Pemulihan
dibantu oleh latihan. Kecuali untuk stria putih, dinding abdomen
biasanya kembali ke penampilan sebelum hamil. Akan tetapi ketika
otot tetap atonik, dinding abdomen juga tetap melemas. Pemisahan
yang jelas otot-otot rektus (diastasis recti) dapat terjadi ( Heni Puji,
2018).
12. Sistem eliminasi
Pasca persalinan terdapat peningkatan kapasitas kandung kemih,
pembengkakan dan trauma jaringan sekitar uretra yang terjadi
selama proses melahirkan. Distensi yang berlebihan akan
mengakibatkan peradrahan dan kerusakan lebih lanjut. Pengosongan
kandung kemih harus diperhatikan. Kandung kemih biasanya akan
pulih dalam waktu 5-7 hari pasca melahirkan, sedangkan saluran
kemih secara keseluruhan akan pulih dalam waktu 2-8 minggu
tergantung pada keadaan umum ibu atau status ibu sebelum
persalinan, lamanya kala II yang dilalui, besarnya tekanan kepala
janin saat intrapartum. Pada masa hamil, perubahan hormonal yaitu
kadar steroid tinggi yang berperan meningkatkan fungsi ginjal.
Begitu sebaliknya, pada pasca melahirkan kadar steroid menurun

66
sehingga menyebabkan penurunan fungsi ginjal. Fungsi ginjal
kembali normal dalam waktu satu bulan setelah melahirkan. Urin
dalam jumlah yang besar akan dihasilkan dalam waktu 12-36 jam
sesudah melahirkan. Buang air kecil sering sulit selama 24 jam
pertama. Kemungkinan terdapat spasme sfingter dan edema leher
buli-buli ureter, karena bagian ini mengalami kompresi antara kepala
janin dan tulang pubis selama persalinan (Heni Puji, 2018).
2.3.3 Perubahan Yang Terjadi Pada Waktu Masa Nifas
Perubahan emosi pada nifas (postnatal) Menurut Johnstone
(1994) dalam Heni Puji Wahyuningsih (2018), masa nifas adalah
periode 6-8 minggu postpartum yang merupakan masa dimana ibu
menyesuaikan diri secara fisiologis dan psikososial untuk menjadi ibu.
Respon emosi yang dialami mungkin sangat kuat dan penuh semangat,
baik pada ibu yang sudah pernah mengalaminya maupun pada ibu
baru. Perubahan psikologis mayor bersifat emosi, dan suasana hati ibu
tampak menjadi barometer, yang merefleksikan kebutuhan bayi akan
pola menyusu, tidur, dan menangis. Ibu baru cenderung mudah kesal
dan sangat sensitif. Rasa keseimbangan sangat mudah hilang karena
ibu mungkin merasa tertekan dan mudah marah oleh hal-hal atau
kesalahan yang kecil. Ibu mulai memperoleh kembali rasa
keseimbangan dan menjadi normal kembali antara 6-12 minggu
postpartum. Kemungkinan faktor yang paling penting untuk
mendapatkan kembali normalitas ibu adalah kemampuan ibu untuk
dapat tidur dengan nyenyak ketika malam, karena sejak menyusui pola
tidur berubah mengikuti pola menyusu bayi, ibu sering terbangun pada
malam hari, karena menyusui. Hal ini tampaknya akan dapat dicapai
pada saat bayi juga mulai mengembangkan pola yang dapat
diperkirakan, aktivitasnya rutin, dan menjadi lebih responsif. Namun
perasaan sangat lelah dapat timbul pada ibu yang menyusui 6 bulan
pertama, pada saat bayi belum mendapatkan makanan pendamping
lain selain ASI. Oleh 86Asuhan kebidanan Nifas dan Menyusui

67
karena itu, ibu juga membutuhkan waktu beberapa bulan atau lebih
untuk memperoleh kembali dorongan seksual, stabilitas emosi, dan
ketajaman intelektual serta merasa utuh kembali. Dengan demikian,
perubahan emosi normal pada masa nifas bersifat pilihan dan
kompleks dan mungkin meliputi hal-hal berikut ini (Ball, 1994; Bick
et al., 2002; Johnstone, 1994; Barclay & Llyod, 1996).
1. Perasaan yang kontradiktif dan bertentangan mulai dari kepuasan,
kegembiraan, kebahagiaan hingga kelelahan, ketidakberdayaan dan
kekecewaan karena pada beberapa minggu pertama tampak
didominasi oleh hal yang baru dan asing yang tidak terduga.
2. Kelegaan, ‘syukurlah semua telah berakhir’, mungkin diungkapkan
oleh kebanyakan ibu segera setelah kelahiran, kadang-kadang ibu
menanggapi secara dingin terhadap peristiwa yang baru terjadi,
terutama bila ibu mengalami persalinan lama dengan komplikasi
yang sulit.
3. Beberapa ibu mungkin merasa dekat dengan pasangan dan bayi,
beberapa ibu ingin segera merasakan adanya kontak kulit-ke-kulit
(skin to skin contact) dan segera menyusui.
4. Tidak tertarik atau sangat perhatian terhadap bayi.
5. Takut terhadap hal yang tidak diketahui dan terhadap
tanggungjawab yang sangat berat dan mendadak.
6. Kelelahan dan peningkatan emosi.
7. Ketidaknyamanan karena nyeri (misalnya nyeri perineum, nyeri
puting susu, dll)
8. Peningkatan kerentanan, tidak mampu memutuskan (misalnya
menyusui), rasa kehilangan, libido, gangguan tidur, kecemasan dll.
9. Postnatal blues atau Postpartum bluesPostnatal blues atau istilah
lain postpartum blues merupakan suatu fenomena perubahan
psikologis yang dialami oleh ibu. Menurut Cox & Holden angka
kejadian postpartum blues sebesar 50-80%, tetapi bervariasi
tergantung pada paritasnya. Hal ini karena pengalaman ibu terkait

68
nifas sebelumnya mempengaruhi kemampuan ibu beradaptasi
terhadap kondisi perubahan psikologis dan emosi pada masa
postpartum sekarang. Postpartum blues biasanya terjadi pada hari
ke-3 sampai ke-5 post partum, tetapi kadang dapat juga
berlangsung seminggu atau lebih, meskipun jarang. Gambaran
kondisi ini bersifat ringan dan sementara. Kesedihan atau
kemurungan setelah melahirkan ditandai dengan gejala-gejala
sebagai berikut.
1. Sedih.
2. Cemas tanpa sebab.
3. Mudah menangis tanpa sebab.
4. Euforia, kadang tertawa.
5. Tidak sabar.
6. Tidak percaya diri.
7. Sensitif.
8. Mudah tersinggung (iritabilitas).
9. Merasa kurang menyayangi bayinya. Postpartum blues ini
dikategorikan sebagai sindroma gangguan mental yang ringan,
yang kadang dapat hilang sendiri. Oleh sebab itu, sering tidak
dipedulikan sehingga tidak terdiagnosis dan tidak ditindak
lanjuti sebagaimana seharusnya. Jika hal ini dianggap ringan,
keadaan ini bisa menjadi serius dan dapat berlanjut menjadi
depresi dan psikosis post partum. Banyak ibu yang berjuang
sendiri dalam beberapa saat setelah melahirkan. Mereka
merasakan ada hal yang salah namun mereka sendiri tidak
mengetahui penyebabnya. Kunci untuk mendukung ibu dalam
melalui periode ini adalah berikan perhatian dan dukungan yang
baik baginya, serta yakinkan padanya bahwa ibu adalah orang
yang berarti bagi keluarga dan suami. Hal yang terpenting
adalah berikan kesempatan untuk beristirahat yang cukup.
Selain itu, dukungan positif atas keberhasilannya menjadi orang

69
tua dapat membantu memulihkan kepercayaan diri terhadap
kemampuannya. Etiologi yang pasti dari Postpartum blues ini
masih belum jelas, tetapi pengaruh hormonal misalnya
perubahan kadar estrogen, progesteron dan prolaktin tampaknya
berpengaruh karena periode terjadinya peningkatan emosi
terlihat bersamaan dengan produksi ASI (Cooper & Murray,
1997; Gregoire, 1995). Meskipun hilang sendiri, terjadinya
postpartum blues mengindikasikan perlunya dukungan
psikososial (Fraser & Cooper, 2009).
2.3.4 Tanda Bahaya Masa Nifas
1. Perdarahan lewat jalan lahir
2. Keluar cairan berbau dari jalan lahir
3. Demam
4. Bengkak di muka, tangan atau kaki, disertai sakit kepala dan atau
kejang/step
5. Payudara bengkak, berwarna kemerahan, dan sakit
6. Putting susu luka
7. Ibu mengalami depresi (antara lain menangis tanpa sebab dan tidak
peduli pada bayinya) (Depkes RI, 2009).
2.3.5 Penatalksanaan Masa Nifas
Asuhan Kebidanan adalah penerapan dan fungsi kegiatan yang
menjadi tanggungjawab bidan dalam memberikan pelayanan klien
yang mempunyai kebutuhan atas masalah dalam bidang kesehatan ibu
dan anak pada masa remaja, pra konsepsi, kehamilan, persalinan, nifas
dan menyusui, periode maternal, klimakterium serta menopause, bayi
baru lahir, bayi, balita dan anak pra sekolah. Maka asuhan kebidanan
nifas adalah penerapn dan fungsi kegiatan yang menjadi
tanggungjawab bidan dalam memberikan pelayanan klien yang
mempunyai kebutuhan atas masalah dalam bidan kesehatan pada masa
nifas. Pada topik ini, kita akan membahas tentang lingkup
penatalaksanaan asuhan kebidanan nifas serta aspek

70
penatalaksanaannya. Pada penatalaksanaan asuhan kebidanan,
merupakan bentuk rencana asuhan menyeluruh yang dilaksanakan
secara efisien dan aman. Realisasi dari perencanaan dapat dilakukan
oleh bidan bersama dengan klien, suami maupun anggota keluarga
yang lain. Jika bidan tidak melakukan asuhan secara mandiri, maka
bidan tetap memikul tanggungjawab atas terlaksananya seluruh
perencanaan sesuai dengan lingkup kewenangannya. Bidan tetap
memiliki tanggungjawab untuk mengarahkan penatalaksanaannya,
misalnya memastikan langkah-langkah tersebut benar-benar
terlaksana. Dalam situasi di mana bidan berkolaborasi dengan dokter
untuk menangani klien yang mengalami komplikasi, maka
keterlibatan bidan dalam manajemen asuhan bagi klien sesuai dengan
lingkup kewenangan dan tanggungjawab bidan dalam asuhan.
Manajemen kebidanan yang efisien akan meningkatkan mutu dan
asuhan kepada klien. Pada saat penatalaksanaan asuhan, kaji ulang
apakah semua rencana asuhan telah dilaksanakan.
Beberapa aspek yang perlu diingat terkait penatalaksanaan dalam
lingkup manajemen kebidanan, adalah sebagai berikut :
1. Penatalaksanaan dilaksanakan berdasarkan rencana asuhan yang
telah disusun. Rencana tindakan disusun berdasarkan prioritas
ancaman kondisi klien.
2. Tindakan antisipasi dirumuskan sesuai kebutuhan, artinya bahwa
tindakan antisipasi dilaksanakan karena adanya diagnosa atau
masalah potensial yang mengancam klien.
3. Tindakan segera sesuai kebutuhan artinya direncanakan tindakan
segera apabila kondisi klien mempunyai indikasi perlunya
dilakukan tindakan segera.
4. Tindakan rutin secara komprehensif artinya tindakan yang
direncanakan menyeluruh untuk memenuhi kebutuhan atau
masalah fisik, psikologis, sosial klien.

71
5. Penatalaksanaan asuhan melibatkan klien atau keluarga artinya
klien atau keluarga diberikan informasi tentang kondisi yang
dialami klien, kemudian dilibatkan sejak pengambilan keputusan
asuhan dan tindakan yang akan diberikan.
6. Penatalaksanaan juga mempertimbangkan kondisi psikologis, sosial
budaya klien atau keluarga artinya dalam memilih rencana tindakan
tidak hanya sesuai kebutuhan fisik, tetapi juga memperhatikan
keadaan jiwa ibu, nilai dan kepercayaan yang dimiliki ibu dan
keluarga.
7. Menggunakan tindakan yang aman didukung evidence based,
artinya bahwa dalam menentukan tindakan memilih tindakan yang
aman bagi klien, dan diutamakan pada tindakan yang berdasarkan
bukti riset yang terbaik, dan tindakan tersebut terbukti
menguntungkan klien.
8. Mempertimbangkan kebijakan, peraturan dan kewenangan yang
berlaku, sumber daya dan fasilitas yang tersedia tanpa
mengabaikan prinsip dan standar yang harus dilakukan.
9. Memperhatikan keunikan klien sebagai makhluk
biopsikososialspiritual dan budaya, artinya bahwa dalam
mengimplementasikan rencana tindakan pada kliennya
mempertimbangkan keadaan pasien sebagai individu yang unik,
berbeda-beda, tidak dapat disamakan antara individu yang satu
dengan yang lain, terdapat dinamika, fleksibilitas, tetapi memenuhi
standar pelayanan kebidanan yang berlaku.
10.Memperhatikan privasi klien, artinya dalam melaksanakan
tindakan selalu memperhatikan kebutuhan rasa nyaman,
perlindungan dan harga diri klien. Bertanggung jawab penuh pada
kesinambungan asuhan kebidanan, artinya bidan dalam
melaksanakan asuhan kebidanan tidak hanya bertanggungjawab
pada tindakan yang dilakukannya sendiri, tetapi mengikuti
perkembangan setiap tindakan yang dilakukan oleh tim kesehatan.

72
11.Mendokumentasikan semua tindakan yang telah dilakukan,
maksudnya adalah bahwa setelah melakukan pemeriksaan dan
tindakan bidan hendaknya mencatat dalam status klien/catatan
perkembangan pasien. Sehingga perkembangan kondisi klien dapat
terlihat, dan rangkaian asuhan yang diberikan juga dapat terlihat.

2.4 Bayi Baru Lahir


2.4.1 Pengertian Bayi Baru Lahir
Bayi baru lahir (neonatus) adalah bayi yang baru mengalami proses
kelahiran, berusia 0-28 hari. Bayi baru lahir memerlukan penyesuaian
fisiologis berupa maturasi, adaptasi (menyesuaikan diri dari kehidupan
intra uterin ke kehidupan ekstrauterin dan toleransi bagi BBL untuk
dapat hidup dengan baik (Marmi dan K. Rahardjo, 2015). Bayi baru lahir
normal adalah bayi yang pada usia kehamilan 37-42 minggu dengan
berat badan lahir antara 2500-4000 gram. Bayi baru lahir dikatakan
normal jika termasuk dalam kriteria sebagai berikut (Sondakh, J. J, 2016)
:
1. Berat badan lahir bayi antara 2500-4000 gram
2. Panjang badan bayi 48-50 cm
3. Lingkar kepala bayi 33-35 cm
4. Lingkar dada bayi 32-34 cm
5. Bunyi jantung dalam menit pertama 180 kali/menit, kemudian turun
sampai 120-140 kali pada saat bayi berumur 30 menit
6. Pernapasan cepat pada menit-menit pertama kira-kira 80 kali/menit
disertai pernapasan cuping hidung dan turun sampai 40 kali/menit
serta rintihan hanya berlangsung 10-15 menit
7. Kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan subkutan cukup
terbentuk dan dilapisi verniks kaseosa
8. Kuku sudah agak panjang dan lemas
9. Genetalia, testis sudah turun (bayi laki-laki) dan labia mayora telah
menutupi labia minora (bayi perempuan)

73
10. Refleks-refleks sudah baik
11. Eliminasi, urin, dan mekonium normalnya keluar pada 24 jam
pertama. Mekonium memiliki karakteristik hitam kehijauan dan
lengket
2.4.2 Perubahan Fisiologi Bayi Baru Lahir
1. Perkembangan Paru
a. Paru berasal dari benih yang tumbuh di rahim, yg bercabang-cabang
dan beranting menjadi struktur pohon bronkus.
b. Proses ini berlanjut dari kelahiran hingga sekitar usia 8 tahun ketika
jumlah bronkiol dan alveol sepenuhnya berkembang, walaupun janin
memperlihatkan gerakan pernapasan pada trimester II dan III.
Ketidakmatangan paru terutama akan mengurangi peluang
kelangsungan hidup bayi baru lahir sebelum usia 24 minggu. Keadaan
ini karena keterbatasan permukaan alveol, ketidakmatangan sistem
kapiler paru dan tidak mencukupinya jumlah surfaktan
2. Perubahan Sistem Sirkulasi
a. Setelah lahir, darah bayi baru lahir harus melewati paru untuk
mengambil oksigen dan mengadakan sirkulasi melalui tubuh guna
mengantarkan oksigen ke jaringan.
b. Untuk menyelenggarakan sirkulasi terbaik mendukung kehidupan luar
rahim, harus terjadi :
1) Penutupan foramen ovale jantung
2) Penutupan duktus arteriosus antara arteri paru dan aorta. Dua
peristiwa yang mengubah tekanan dalam sistem pembuluh darah
a) Saat tali pusat dipotong, resistensi pembuluh sistemik meningkat
dan tekanan atrium kanan menurun.
b) Tekanan atrium kanan menurun karena berkurangnya aliran
darah ke atrium kanan yang mengurangi volume dan
tekanannya. Kedua kejadian ini membantu darah dengan
kandungan oksigen sedikit mengalir ke paru utk menjalani
proses oksigenasi ulang.

74
(1)Pernapasan pertama menurunkan resistensi pembuluh paru
dan meningkatkan tekanan atrium kanan .
(2)Oksigen pada pernapasan pertama menimbulkan relaksasi
dan terbukanya sistem pembuluh paru (menurunkan resistensi
pembuluh paru), ini akan meningkatkan sirkulasi ke paru
sehingga terjadi peningkatan volume darah pada atrium
kanan. Dengan peningkatan tekanan pada atrium kanan ini
dan penurunan tekanan pada atrium kiri, foramen ovale
secara fungsi akan menutup. Dengan pernapasan kadar
oksigen darah akan meningkat, sehinggamengakibatkan
duktus arteriosus mengalami konstriksi dan menutup.
(3)Vena umbilikus, duktus arteriosus dan arteri hipogastrika tali
pusat menutup secara fungsi dalam beberapa menit setelah
lahir dan tali pusat diklem. Penutupan anatomi jaringan
fibrosa berlangsung dalam 2-3 bulan.
3. Sistem Thermoregulasi
a. Bayi baru lahir belum dapat mengatur suhu , sehingga akan
mengalami stress dengan adanya perubahan lingkungan. Saat bayi
masuk ruang bersalin masuk lingkungan lebih dingin.
b. Suhu dingin menyebabkan air ketuban menguap lewat kulit, sehingga
mendinginkan darah bayi. Pada lingkungan yang dingin, terjadi
pembentukan suhu tanpa mekanisme menggigil merupakan jalan
utama bayi yang kedinginan untuk mendapatkan panas tubuh.
Pembentukan suhu tanpa mekanisme menggigil merujuk pada
penggunaan lemak coklat untuk produksi panas
c. Timbunan lemak coklat terdapat pada seluruh tubuh, mampu
meningkatkan panas sebesar 100%.
d. Untuk membakar lemak coklat bayi membutuhkan glukosa guna
mendapatkan energi yang mengubah lemak menjadi panas.
e. Lemak coklat tidak dapat diproduksi ulang oleh bayi baru lahir.
Cadangan lemak coklat akan habis dalam waktu singkat karena stress

75
dingin. Semakin lama usia kehamilan, semakin banyak persediaan
lemak coklat pada bayi. Bayi yang kedinginan akan mengalami
hipoglikemi, hipoksia dan asidosis. Pencegahan kehilangan panas
menjadi prioritas utama dan bidan wajib meminimalkan kehilangan
panas pada bayi baru lahir.
f. Fungsi otak memerlukan jumlah glukosa tertentu
g. Pada bayi baru lahir, glukosa darah akan turun dalam waktu cepat.
h. Koreksi penggunaan gula darah dapat terjadi 3 cara :
1) Melalui penggunaan ASI (setelah lahir bayi didorong untuk secepat
mungkin menyusu pada ibunya)
2) Melalui penggunaan cadangan glikogen (glikogenolisis)
3) Melalui pembuatan glukosa dari sumber lain terutama lemak
(glukoneogenesis) Bayi baru lahir tidak dapat menerima makanan
dalm jumlah yang cukup akan membuat glukosa dari glikogen
(glukoneogenesis). Hal ini dapat terjadi jika bayi mempunyai
persediaan glikogen yang cukup. Bayi yang sehat akan menyimpan
glukosa dalam bentuk glikogen, terutama dalam hati selama bulan-
bulan terakhir kehidupan di rahim.
i. Bayi lahir yang mengalami hipotermia yang mengakibatkan hipoksia
akan menggunakan persediaan glikogen dalam jam pertama
kehidupannya.
j. Sangat penting menjaga kehangatan bayi segera setelah lahir.
k. Jika persediaan glukosa digunakan pada jam pertama kehidupannya
maka otak dalam keadaan berisiko. Bayi baru lahir yang kurang bulan,
lewat bulan, hambatan pertumbuhan dalam rahim/IUGR dan stress
janin merupakan risiko utama, karena simpanan energi berkurang atau
digunakan sebelum lahir. 8 Gejala hipoglikemi tidak khas dan tidak
jelas. Gejala hipoglikemia tsb antara lain : kejang-kejang halus,
sianosis, apne, tangis lemah, letargi, lunglai, menolak makanan.
Akibat jangka panjang hipoglikemia adalah kerusakan yang tersebar
seluruh sel-sel otak.

76
4. Sistem Gastro Intestinal
Sebelum lahir janin cukup bulan akan mulai menghisap dan menelan.
Reflek gumoh dan batuk yang matang sudah mulai terbentuk. Dengan
baik pada saat lahir. Kemampuan bayi cukup bulan menerima dan
menelan makanan terbatas, hubungan esofagus bawah dan lambung
belum sempurna sehingga mudah gumoh terutama bayi baru lahir dan
bayi muda. Kapasitas lambung terbatas kurang dari 30 cc untuk bayi
cukup bulan. Kapasitas lambung akan bertambah bersamaan dengan
tambah umur.Usus bayi masih belum matang sehingga tidak mampu
melindungi diri dari zat berbahaya, kolon bayi baru lahir kurang efisien
dalam mempertahankan air dibanding dewasa sehingga bahaya diare
menjadi serius pada bayi baru lahir.
5. Perubahan Sistem Imunologi
Sistem imunitas bayi baru lahir, masih belum matang sehingga rentan
terhadap berbagai infeksi dan alergi. Sistem imunitas yang matang
menyebabkan kekebalan alami dan buatan. Kekebalan alami terdiri dari
struktur tubuh yg mencegah dan meminimalkan infeksi. Beberapa contoh
kekebalan alami : - perlindungan oleh kulit membran mukosa - fungsi
saringan saluran napas - pembentukan koloni mikroba oleh kulit dan usus
- perlindungan kimia oleh asam lambung. Kekebalan alami juga
disediakan pada tingkat sel darah yang membantu bayi baru lahir
membunuh mikroorganisme asing. Tetapi sel darah masih belum matang
sehingga bayi belum mampu melokalisasi dan memerangi infeksi secara
efisien. Kekebalan akan muncul kemudian. Reaksi bayi terhadap antigen
asing masih belum bisa dilakukan sampai awal kehidupan. Tugas utama
bayi dan anak-anak awal membentuk kekebalan. Bayi baru lahir sangat
rentan terhadap infeksi. Reaksi bayi baru lahir terhadap infeksi masih
sangat lemah dan tidak memadai. Pencegahan pajanan mikroba seperti
praktik persalinan aman, menyusui ASI dini dan pengenalan serta
pengobatan dini infeksi menjadi sangat penting.
6. Perubahan Sistem Ginjal

77
Ginjal sangat penting dalam kehidupan janin, kapasitasnya kecil
hingga setelah lahir. Urine bayi encer, berwarna kekuning-kuningan dan
tidak berbau. Warna coklat dapat disebabkan oleh lendir bebas
membrane mukosa dan udara asam akan hilang setelah bayi banyak
minum. Garam asam urat dapat menimbulkan warna merah jambu pada
urine, namun hal ini tidak penting. Tingkat filtrasi glomerolus rendah dan
kemampuan reabsorbsi tubular terbatas. Bayi tidak mampu
mengencerkan urine dengan baik saat mendapat asupan cairan, juga tidak
dapat mengantisipasi tingkat larutan yang tinggi rendah dalam darah.
Urine dibuang dengan cara mengosongkan kandung kemih secara reflek.
Urine pertama dibuang saat lahir dan dalam 24 jam , dan akan semakin
sering dengan banyak cairan.
2.4.3 Tanda-Tanda Bayi Baru Lahir Normal
Tabel 2.16
Kriteria bayi normal

Kriteria Normal
Napas 40-60 kali/menit
Warna kulit Merah muda
Kejang Tidak ada
Aktivitas Menangis jika sedang
haus atau buang air
Minum ASI Mau minum
Hisapan bayi Hisapan kuat
Kuning pada bayi Tidak ada:
Muncul antara 24-72 jam
pertama
Hilang dalam 2 minggu
Bilirubin <15 mg/dl
BAK 6-8 kali/hari
BAB Encer berisi seperti
biasanya
Suhu tubuh Normal (36,5-37,5)

78
Tali pusat Bersih
Mata Bening
Bercak putih di Tidak ada
mulut
Kulit Bersih
Sumber : Kemenkes RI, 2020
2.4.4 Tanda-Tanda Bayi Baru Lahir Tidak Normal
Tabel 2.16
Kriteria bayi tidak normal

Kriteria Tidak normal


Napas <40 kali/menit dan >60
kali/menit
Warna kulit Bayi pucat/biru pada
tubuh
Kejang Ada, mata mendelik,
ytangan bergerak seperti
menari, menangis
melengking, tiba-tiba
badan kaku, mulut
mencucu
Aktivitas Menangis terus, bayi
lemas tidak bergerak
Minum ASI Tidak mau minum dan
memuntahkan semuanya
Hisapan bayi Hisapan lemah
Kuning pada bayi Ada :
 Muncul <24 jam
pertama atau menetap
setelah 2 minggu
 Bilirubidn >15 mg/dl
BAK
Air seni pekat dan

79
sedikit (<6 kali/hari)
BAB Sangat encer/tidak BAB
>3 hari (adanya
perubahan konsistensi
dan frekuensi BAB)
Suhu tubuh Panas seluruh
tubuh/dingin seluruh
tubuh
Tali pusat Merah dipinggir tali
pusat/bernanah/berbau
Mata Merah menetap,
bernanah, ada kotoran
Bercak putih di Ada
mulut
Kulit Ada bintil berair dan
kemerahan
Sumber : Kemenkes RI, 2020
2.4.5 Penatalaksanaan Bayi Baru Lahir
Pengkajian Pada Bayi Baru Lahir (Bbl)
Pengkajian pada BBL dilakukan dalam 1 jam pertama setelah kelahiran.
Hal ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas bayi normal atau tidak,
mengidentifikasi masalah BBL yang memerlukan perhatian keluarga dan
penolong persalinan, serta tindak lanjut petugas kesehatan. Untuk
mengetahui kondisi bayi dalam 1 jam pertama ini, sebagai dasar penilaian
dapat diketahui melalui:
1. Apakah bayi memiliki kemampuan menghisap lemah atau kuat.
2. Apakah bayi tampak aktif/lunglai/kemerahan/biru.
3. Ada/tidaknya masalah kesehatan yang memerlukan tindak lanjut,
misalnya bayi kecil ataupun kurang bulan, gangguan pernapasan,
hipotermi, infeksi, serta cacat bawaan atau trauma lahir (Depkes RI,
2014).

80
Pengkajian data melalui pengumpulan data subyektif atapun data
obyektif. Yang harus Anda perhatikan selama melakukan pengkajian data
adalah “pertahankan suhu hangat untuk menghindari hipotermi” (Depkes
RI, 2014).
1. Data subyektif
Data subyektif adalah data yang diperoleh melalui orang terdekat, baik
ibu, ayah, atau keluarga lain yang mengetahui keadaan ibu selama hamil
dan bersalin. Pada data subyektif pada kondisi bayi baru lahir ini, erat
kaitannya dengan masa kehamilan, persalinan, dan riwayat keluarga
terkait dengan penyakit serta pola kebiasaaan sehari-hari. Oleh karena itu
Anda diharap jeli untuk mencari hal-hal yang mungkin Anda butuhkan
untuk melengkapi data BBL :
a. Biodata orang tua Terkait dengan nama, alamat, pekerjaan, agama
penghasilan (ibu dan ayah).
b. Biodata anak Nama, anak ke, tanggal lahir/jam, jenis kelamin, jenis
persalinan, penolong, adakah kecacatan atau tidak (bila ada dimana
kecacatan itu).
c. Keluhan Utama Diisi sesuai dengan yang dikeluhkan ibu tentang
keadaan bayinya.
d. Riwayat Kesehatan Sekarang Penjabaran dari keluhan yang
disampaikan ibu saat ini untuk mengetahui bagaimana gejala/tanda,
penanganan yang diberikan, dan bagaimana perkembangannya saat
ini.
e. Riwayat Kesehatan Keluarga Untuk mendeteksi adanya penyakit
menular ataupun menurun yang mungkin terkait dengan kondisi bayi
sekarang atau nanti.
f. Riwayat Prenatal, Natal, Postnatal, dan Neonatal Untuk mendeteksi:
1) Adakah komplikasi kehamilan/tidak, periksa hamil dimana dan
berapa kali, obat yang diterima apa, serta kondisi lain yang
mungkin berkaitan dengan keadaan bayi saat ini.

81
2) Cara persalinan, ditolong oleh siapa, apakah ada penyulit/tidak
selama melahirkan yang membutuhkan tindakan, lama proses
persalinan mulai masuk sampai bayi lahir, bayi langsung menangis
atau tidak, tindakan yang diterima bayi setelah lahir.
3) Dalam masa nifas bagaimana kondisi ibu terkait dengan riwayat
laktasi yang lalu dan kesiapan ibu untuk memberikan ASI,
keberhasilan IMD, keluhan payudara, serta kesiapan bayi menetek
2. Data Obyektif
Data obyektif merupakan hasil pemeriksaan pada fisik bayi. Prinsip
pemeriksaan fisik pada BBL adalah:
a. Bayi dalam keadaan tenang (tidak menangis).
b. Pemeriksaan tidak harus berurutan, dahulukan menilai pernafasan dan
tarikan dinding dada bawah, denyut jantung, serta perut (Depkes RI,
2009).

Penatalaksanaan 1 Jam Pertama Bayi Baru Lahir


1. Persiapan alat dan tempat:
a. Lampu yang berfungsi untuk penerangan dan memberikan
kehangatan.
b. Air bersih, sabun, dan handuk kering.
c. Sarung tangan bersih.
d. Kain bersih.
e. Stetoscop.
f. Jam dengan jarum detik.
g. Termometer.
h. Timbangan bayi.
i. Pengukur panjang bayi.
j. Pengukur lingkar kepala.
k. Tempat yang datar, rata, bersih, kering, hangat, dan terang.
2. Persiapan pasien: bayi ditidurkan di tempat yang hangat.

82
3. Beri salam pada ibu dengan sopan, perkenalkan diri Anda kepada
mereka.
4. Jelaskan tentang tujuan dan prosedur tindakan yang akan dilakukan.
5. Letakan timbangan di tempat yang datar dan aman dan diberi kain
pengalas.
6. Timbangan disetel dengan penunjuk angka pada angka nol.
7. Mencuci tangan di bawah air mengalir dengan sabun dan dikeringkan
dengan handuk kering.
8. Buka pakaian dan selimut bayi.
9. Letakkan bayi di atas timbangan (ditengah timbangan) dengan posisi
badan telentang.
10. Amati bayi dan ibu sebelum menyentuh bayi, jelasksan ke ibu bahwa
sebaiknya dia melakukan kontak mata dengan bayinya dan membelai
bayinya dengan seluruh bagian tangan (bukan hanya dengan jari-jarinya).
Mintalah ibu untuk membuka baju bayinya.
11. Lihat postur, tonus, dan aktivitas bayi. Normalnya bayi sehat dan
bergerak.
12. Lihat kulit bayi. Jelaskan pada ibunya bahwa wajah, bibir dan selaput
lendir, dada harus berwarna merah, muda, tanpa bintik-bintik kemerahan
atau bisul.
13. Hitung pernafasan dan lihat tarikan dinding dada bawah ketika bayi
sedang tidak menangis. Jelaskan pada ibunya bahwa frekuensi napas
normasl 40 – 60 kal/menit. Lihat gerakan pernafasan di dada dan perut
(Seharusnya tidak ada tarikan dinding dada bawah yang dalam).
14. Stetoskop diletakkan di dada kiri bayi setinggi apeks kordis. Hitung detak
jantung dengan stetoskop. Frekuensi detak jantung normal adalah 120 –
160 X/menit.
15. Lakukan pengukuran suhu ketiak. Suhu normal adalah 36,5 – 37,50C. 16
Lihat dan raba bagian kepala apakah ada pembengkakan atau
abnormalitas dan raba ubun-ubun besar (setelah pemeriksaan ini, berikan
suntikan vitamin K1 1 mg).

83
16. Lihat mata: harusnya tidak ada kotoran/secret, baru kemudian berikan
tetes/salep mata untuk profilaksis infeksi.
17. Lihat bagian dalam mulut (lidah, selaput lendir). Jika bayi menangis,
masukkan satu jari yang menggunakan sarung tangan ke dalam dan raba
langit-langit, apakah ada bagian yang terbuka dan nilai kekuatan hisap
bayi.
18. Lihat dan raba bagian perut untuk memastikan perutnya terasa lemas. 20
Lihat pada tali pusat, jelaskan pada ibu bahwa seharusnya tidak ada
pendarahan, pembengkakan, nanah, bau, atau kemerahan pada kulit
sekitarnya.
19. Lihat punggung dan raba tulang belakang.
20. Lihat lubang anus dan alat kelamin, hindari untuk memasukkan alat atau
jari dalam melakukan pemeriksaan anus.
21. Tanyakkan ibu apakah bayi sudah buang air besar dan buang air kecil.
Pastikan dalam 24 jam pertama bayi sudah buang air besar dan buang air
kecil.
22. Mintalah ibu untuk memakaikan pakaian atau menyelimuti bayi.
23. Timbang bayi menggunakan selimut, berat bayi adalah hasil timbangan
dikurangi berat selimut. Jelaskan kepada ibu tentang perubahan berat
bayi, dalam minggu pertama berat bayi mungkin turun dahulu baru
kemudian naik kembali.
24. Mengukur panjang bayi dan lingkar kepala bayi.
25. Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir, keringkan dengan kain yang
bersih dan kering.
26. Jika mungkin, anjurkan ibu untuk memeluk dan mencoba untuk
menyusukan bayinya segera setelah tali pusat diklem dan dipotong. Beri
dukungan dan bantu ibu untuk menyusukan bayinya. Jangan
membungkus, mengoleskan bahan, atau ramuan apapun ke puntung tali
pusat dan nasihati keluarga agar tidak memberikan apapun pada pusat
bayi. Pemakaian alkohol ataupun betadin masih diperkenankan sepanjang
tidak menyebabkan tali pusat basah/lembab.

84
27. Beri nasihat kepada ibu/keluarga sebelum penolong meninggalkan bayi:
a. Jika puntung tali pusat kotor, cuci dengan lembut menggunakan air
matang, dan sabun keringkan dengan kain bersih.
b. Jelaskan pada ibu bahwa ia harus mencapai bantuan perawatan jika
pusat menjadi merah atau mengeluarkan nanah/darah dan segera rujuk
bayi ke fasilitas yang lebih memadai.
c. Amati tanda-tanda bahaya yang harus diwaspadai pada bayi baru
lahir :
1) Pernafasan sulit atau >60x/menit.
2) Kehangatan atau terlalu panas (>38°C atau terlalu dingin
pernafasan sulit.
3) Tinja/kemih: tidak berkemih dalam 24 jam, tinja lembek, sering,
hijau tua, ada lendir atau darah pada tinja.
4) Aktivitas menggigil, atau tangis tidak bisa, sangat mudah
tersinggung lemas, terlalu mengantuk, lunglai, kejang/kejang halus,
menangis terus menerus.
28. Lakukan pengamatan ibu untuk menetek.
a. Ibu memeluk kepala dan tubuh bayi secara lurus agar muka bayi
menghadap ke payudara ibu dengan hidung di depan puting susu ibu.
b. Perut bayi menghadap ke perut ibu dan ibu harus menopang seluruh
tubuh bayi tidak hanya leher dan bahunya.
c. Dekatkan bayi ke payudara jika ia tampak siap untuk menghisap
puting susu.
d. Membantu bayinya untuk menempelkan mulut bayi pada puting susu
di payudaranya.
e. Dagu menyentuh payudara ibu.
f. Mulut terbuka lebar.
g. Mulut bayi menutupi sampai ke areola.
h. Bibir bayi bagian bawah melengkung keluar.
i. Bayi menghisap dengan perlahan dan dalam, serta kadang-kadang
berhenti.

85
Pemeriksaan Reflek pada BBL
Pemeriksaan Reflek pada BBL Berdasarkan buku acuan kesehatan bayi
baru lahir (Depkes RI., 2009), cara pemeriksaan reflek pada BBL adalah
sebagai berikut.
1. Rooting reflex Refleks pada bayi apabila pinggir mulut bayi disentuh,
maka bayi akan mengikuti arah sentuhan tersebut sambil membuka
mulutnya. Hal ini membantu bayi ketika ia sedang ingin menyusu.
Refleks ini muncul sejak lahir dan bertahan hingga usia 3-4 bulan.
2. Refleks menghisap (sucking reflex) Merupakan reflek pada bayi saat
bagian atas atau langit-langit mulut bayi disentuh, bayi akan mulai
menghisap. Refleks menghisap mulai muncul saat usia 32 minggu
kehamilan dan menjadi sempurna saat usia 36 minggu kehamilan.
3. Reflek moro Refleks moro adalah reflek bayi terkejut karena suara yang
berisik atau gerakan yang terjadi secara tiba-tiba, bayi akan melakukan
gerakan dengan memanjangkan lengan dan menekuk kakinya. Refleks ini
muncul sejak lahir dan bertahan hingga usia 4 bulan.
4. Asymmetric tonic neck reflex Adalah reflek dari kepala bayi menengok
ke satu sisi, serta ia akan memanjangkan lengan di sisi yang sama.
Sebaliknya, lengan pada sisi yang berlawanan akan ditekuk. Refleks ini
muncul sejak lahir dan bertahan hingga usia 2 bulan.
5. Refleks menggenggam (palmar grasp reflex) Merupakan reflek bayi yang
muncul ketika Anda menyentuh telapak tangannya, kemudian bayi akan
menutup jari-jarinya seperti gerakan menggenggam. Refleks ini muncul
sejak lahir dan bertahan hingga usia 3-4 bulan.
6. Refleks Babinski Terjadinya reflek pada bayi apabila Anda menggaruk
telapak kaki bayi, jempol bayi akan mengarah ke atas dan jari-jari kaki
lainnya akan terbuka. Refleks ini menetap hingga usia 2 tahun.
7. Stepping reflex Adalah refleks pada bayi yang dikenal juga dengan
istilah walking/dance reflex karena bayi terlihat seperti melangkah atau
menari ketika ia diposisikan dalam posisi tegak dengan kaki yang

86
menyentuh tanah. Refleks ini muncul sejak lahir dan terlihat paling jelas
setelah usia 4 hari.
Analisis Data Dan Diagnosa Pada BBL
Setelah dilakukan pengumpulan semua data, baik data subyektif maupun
data obyektif yang dilengkapi dengan hari/tanggal dan jam pada saat
dilakukan pengkajian, tanggal masuk rumah sakit, jam masuk rumah sakit,
nomor register maka langkah selanjutnya adalah melakukan analisis data
dan diagnosa pada BBL. Analisis serta diagnosa pada BBL dapat disusun
berdasarkan nama bayi, umur, dan kondisi/masalah yang dialami yang
didukung dari data subyektif dan data obyektif.
Berikut ini merupakan contoh penulisan diagnose atau bisa disingkat
dengan Dx pada BBL yang didukung data subyektif (Ds) dan obyektif (Do).
Ds : Data yang diperoleh melalui anamnesa persalinan, jenis persalinan,
penolong, keadaan saat dilahirkan, riwayat pendukung dari masa kehamilan
yang terkait dengan tubuh kembang janin.
Do : Keadaan umum: baik /cukup/lemah Antropometri: mencakup panjang
badan (PB), bayi baru lahir (BBL), lingkar kepala (LIKA), Tanda-tanda
vital: pernafasan, suhu, nadi Dx : Bayi Ny.”…..” usia”……”dengan Bayi
Baru Lahir Normal.
Mengacu pada data di atas, Anda bisa juga melakukan antisipasi masalah
potensial karena bayi dalam 1 jam pertama kelahiran masih dalam masa
transisi yang memerlukan adaptasi dan ini juga memerlukan tindakan segera
yang harus diberikan. Untuk itu masalah potensial yang harus diantisipasi
agar tidak menjadi masalah aktual pada BBL adalah Hipotermia, dimana
kondisi ini akan memperberat keadaaan bayi. Yang harus Anda ingat
kembali adalah materi yang sudah kita bahas tentang penilaian bayi baru
lahir, bahwa penyebab terjadinya kehilangan panas ada 4 (empat) yaitu:
konduksi, evaporasi, konveksi dan radiasi.
Penatalaksanaan Pada BBL
Pemeriksaan serta penatalaksanaan pada BBL sangat penting karena
banyak perubahan yang terjadi pada bayi dalam menyesuaikan diri dari

87
kehidupan di dalam uterus ke kehidupan di luar uterus. Dalam 1 jam
pertama ini, asuhan yang perlu didapatkan BBL setelah IMD adalah
pemberian vitamin K1 dan salep/tetes mata antibiotika, serta pemeriksaan
bayi selanjutnya untuk menemukan kemungkinan adanya kelainan
(Kemenkes RI., 2014).
Pendokumentasian Asuhan Pada Bayi Baru Lahir (BBL)
Pendokumentasian pada BBL merupakan kelanjutan dari asuhan pada
ibu, untuk itu perlu diperhatikan pendokumentasian dengan mengikuti
kaidah berikut ini. Data Subyektif : Data diperoleh melalui anamnesa yang
meliputi nama, anak ke, tanggal lahir/jam, jenis kelamin, jenis persalinan,
penolong, adakah kecacatan atau tidak (bila ada dimana kecacatan itu), jenis
persalinan, penolong, kondisi saat bayi dilahirkan, ditanyakan riwayat
pendukung dari masa kehamilan terutama bila ditemukan masalah saat bayi
baru lahir. Data Obyektif : - Keadaan umum: baik/cukup/lemah -
Kesadaran: composmentis/somnolen/koma - Tanda-tanda vital: pernafasan,
suhu, nadi - Hasil pemeriksaan fisik: BB/TB dalam batas normal, tidak ada
kecacatan - Pemeriksaan reflek: semua reflek positif (+) Assesment : Bayi
Ny.”…..” usia 1 jam dengan Bayi Baru Lahir Normal Planning : -
Melakukan perawatan tali pusat. - Menjaga lingkungan tetap hangat. - Tetap
mempertahankan bayi untuk IMD. - Memberikan salep mata. - Memberikan
vitamin K1 sebanyak 1 gr. - Memberikan imunisasi hepatistis 0,5 cc.
Kunjungan Neonatus
Tabel 2.17
Kunjungan Neonatus

Kunjungan Waktu Tujuan

I Usia 6-48 1. Mempertahankan suhu tubuh bayi


jam 2. Melakukan pemeriksaan fisik bayi
3. Memberitahu tanda bahaya bayi
Pemberian ASI sulit atau hisapan
lemah, nafas bayi cepat >60x/menit
atau lambat <40x/menit, bayi terus

88
tidur tanpa mau menyusu, warna kulit
kuning, suhu tubuh <36,50C, atau
>36,50C
4. Melakukan perawatan tali pusat
5. Memberikan imunisasi Hb 0

II Usia 3-7 1. Menjaga tali pusat tetap bersih dan


hari kering
2. Menjaga kebersihan bayi
3. Melakukan pemeriksaan tanda bahaya
seperti infeksi bakteri, ikterus, diare,
berat badan rendah, dan masalah
pemberian ASI
4. Memberitahu ibu agar menyusui
minimal 12 kali atau sekitar 2 jam
sekali
5. Menjaga keamanan bayi
6. Konseling kepada ibu dan keluarga
untuk memberikan ASI eksklusif,
pencegahan hipotermi, dan melakukan
perawatan bayi baru lahir di rumah
dengan berpedoman buku KIA

III Usia 8-28 1. Menjaga kebersihan bayi


hari 2. Melakukan pemeriksaan tanda bahaya
seperti infeksi bakteri, ikterus, diare,
berat badan rendah, dan masalah
pemberian ASI
3. Memberitahu ibu agar menyusui
minimal 12 kali atau sekitar 2 jam
sekali
4. Menjaga keamanan bayi
5. Konseling kepada ibu dan keluarga
untuk memberikan ASI eksklusif,
pencegahan hipotermi, dan

89
melakukan perawatan bayi baru lahir
di rumah dengan berpedoman buku
KIA
6. Penanganan dan rujukan kasus bila
diperlukan
7. Memberitahu jadwal imunisasi BCG
dan Polio 1

Sumber : Sondakh, 2013

90
DAFTAR PUSTAKA

Mutmainah, Annisa UL, dkk. 2017. Asuhan Persalinan dan Bayi Baru Lahir.
Yogyakarta : ANDI
Astutik, Reni Yuli dan Dwi Ertiana. 2018. Anemia dalam Kehamilan. JawaTimur:
CV Pustaka Abadi.
Asrinah, dkk. 2017. Asuhan kebidanan kehamilan. 2nd ed. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Depkes RI. 2009. Buku Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta: Departemen Kesehatan
RI dan JICA.
Dewi, Yuanita Viva Avia. 2020. Buku Ajar Asuhan Kebidanan 3. Bandung: CV
MEDIA SAINS INDONESIA.
Diana, Sulis, dkk. 2019. Buku Ajar Asuhan Kebidanan pada Ibu Bersalin dan
Bayi Baru Lahir. Jawa Tengah: CV Oase Grup.
Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Kemenkes RI.
Artikel Pentingnya Pemeriksaan Kehamilan (ANC) di Fasilitas Kesehatan.
URL : https://promkes.kemkes.go.id. Diakses pada Tanggal 07 Maret
2021.
Eka. 2013. Pusat Riset Terapi Musik dan Gelombang Otak. URL :
https://www.terapimusik.2desember2013.co.id. Diakses pada Tanggal
20 Maret 2021.
Fitriahadi, Enny. 2017. Buku Ajar Asuhan Kehamilan disertai Daftar Tilik.
Yogyakarta: Tim Publikasi Ilmiah LPPM.
Galenia. 2014. Home Baby SPA. Jakarta: Prevarication.
Helena Dewi Laksmi, dkk. 2017. Pengenalan Ilmu Pengobatan Timur Akupresur
Level Ii KKNI dan Akupresur Aplikatif untuk Mengurangi Keluhan pada
Kasus-Kasus Kebidanan. Lampung: TIM Jurnal Keperawatan, ISSN.

91
Hoelman, M. dkk. 2015. Panduan SDGs untuk Pemerintah Daerah (Kota dan
Kabupaten) dan Pemangku Kepentingan Daerah. International NGO
Forum on Indonesian Development.

Julianti. 2017. Rahasia Baby SPA. Jakarta: Writepreneur Club.


Kemenkes RI. 2012. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2012. Jakarta: Kemenkes
RI.

Kemenkes RI. 2013. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan
Dasar dan Rujukan. Jakarta: Kemenkes RI.
Kemenkes RI. 2015. Mengenal Lebih Jauh Tentang Pijat Tradisional Indonesia. .
URL : https://www.kesmas.kemkes.go.id. Diakses pada Tanggal 21 Maret
2021.

Kemenkes. RI. 2017. Profil Kesehatan Indonesia 2017. Jakarta: Kemenkes RI.

Kemenkes RI. 2019. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2018. Jakarta : Kemenkes
RI.

Kemenkes RI. 2019. Buku Kesehatan Ibu dan Anak. Kementerian Kesehatan RI:
Jakarta.

Kemenkes RI. 2020. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2019. Jakarta : Kemenkes
RI.

Kemenkes RI. 2020. Pedoman bagi Ibu Hamil, Ibu Nifas, dan Bayi Baru Lahir
selama Social Distancing. Jakarta: Kemenkes RI.

Kemenkes RI. 2020. Buku Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta: Kementerian
Kesehatan dan JICA.

Kurniarum, Ari. 2016. Modul Bahan Ajar Cetak Kebidanan Asuhan Kebidanan
Persalinan dan Bayi Baru Lahir. Jakarta: Pusdik SDM Kesehatan.

Lothian J.A., DeVries C. 2010. The Official Lamaze Guide: Giving Birth With
Confidence. 2nd ed. Minnetonka, MN : Meadowbrook Press.

92
Mansyur, Nurliana dkk. 2014. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Masa Nifas. Malang:
Selaksa.

Manuaba, Ida Ayu Chandranita. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan,


Dan KB Untuk Pendidikan Bidan Edisi 2. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Marmi. 2014. ASI Saja Mama Berilah Aku ASI Karena Aku Bukan Anak Sapi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Marmi. 2015. Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas “Puerpurium Care”.


Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Marmi dan K. Rahardjo. 2015. Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak
Prasekolah. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Nanny, Vivian. 2011. Asuhan kehamilan untuk kebidanan. Jakarta: Salemba


Medika.

Oxorn Harry dan William R. Forte. 2010. Ilmu kebidanan : patologi dan fisiologi
persalinan. Yogyakarta: YEM.

Patimah, Siti dkk. 2016. Praktik Klinik Kebidanan III. Pusdik SDM Kesehatan:
Jakarta.

Permennkes RI Nomor 97 Tahun 2014 Tentang Pelayanan Kesehatan Masa


Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan dan Masa Sesudah Melahirkan,
Penyelenggaraan Pelayanan Kontrasepsi, serta Pelayanan Kesehatan
Seksual.
Permenkes RI. 2017. Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan. Nomor 28 Tahun
2017.
Pollard, Maria. 2015. ASI Asuhan Berbasis Bukti. Jakarta: EGC.

PP IBI. 2016. Buku Acuan Midwifery. Jakarta: IBI.

Pratiwi. 2014. Terapi Musik Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Trans Info Media.

Prawihardjo, Sarwono. 2014. Ilmu kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka.

93
Prawihardjo, Sarwono. 2016. Ilmu KebidananSarwono Prawihardjo. Jakarta: PT
Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo.
Primadita. 2014. Pengaruh Terapi Musik pada Penurunan Tingkat Nyeri Post
Operasi Orif di RS Kemayoran. Jakarta: YB-PS.

Profil Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Tahun 2018.

Rianti, Emy, dkk. 2018. Modul Senam Nifas Otaria dan Pendampingan
Caregiver untuk Petugas Kesehatan. Ponorogo: Forum Ilmiah Kesehatan
(FORIKES).

Riksani, R. 2013. Dari Rahim Hingga Besar. Jakarta: PT Alex Media


Komputindo.

Rini, Susilo dan Feti Kumala. –Ed . 1, Cet. 2. 2017 Panduan Asuhan Nifas &
Evidence Based Practice. Yogyakarta: Deepublish.

Romauli, S. 2011. Buku Ajar Kebidanan Konsep Dasar Asuhan Kehamilan.


Yogyakarta: Nuha Medika.

Sari, Eka Puspita. 2014. Asuhan Kebidanan Masa Nifas. Jakarta: TIM.

Sari, I. 2015. Penerapan Pijat Oksitosin pada Pasien Post Partum Normal di
Wilayah Puskesmas Sambiroto Kedung Mundu Semarang. URL :
http://repository.unimus.ac.id. Diakses pada Tanggal 20 Maret 2021.

Setiawandari. 2014. Perbedaan Pengaruh Teknik Marmet dan Pijat Oksitosin terhadap
Produksi ASI pada Ibu Post Partum di Rumah Sakit Ibu dan Anak IBI Surabaya.
Tesis Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Setiowati, W. 2017. Hubungan Pijat Oksitosin dengan Kelancaran Produksi ASI


pada Ibu Post Partum Fisiologis Hari ke 2-3. Jurnal Draul Azhar Vol 3 No
1. URL : http://jurnal-kesehatan.id. Diakses pada Tanggal 25 Februari
2021.

Sondakh, J. J. 2016. Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir.


Malang: Erlangga.

94
Sudinkes dan Kesga. 2018. Profil Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Tahun 2018.
Jakarta: Bidang Perencanaan dan Pembiayaan Dinas Kesehatan provinsi
DKI Jakarta 2018.

Sumarto, W. 2014. Pengaruh Terapi Musik Terhadap Kecemasan Pre Operasi


Open Reduction. Tesis Universitas Indonesia. Depok.

Suprapti dan Herawati Mansur. 2018. Praktik Klinik Kebidanan II. Jakarta:
Kemenkes RI BPPSDM.
Suryanti, dkk. 2013. Teknik Adaptasi Pola Napas terhadap Penurunan Intensitas
Nyeri dan Memperlancar Proses Persalinan. URL :
Http://www.akbidylpp.ac.id . Diakses pada Tanggal 24 Maret 2021.

Susiana, Sali. 2019. Info singkat kajian singkat terhadap isu aktual dan strategis
Vol XI No 24. Jakarta : Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI.

Syaiful, Yuwanita dan Lilis Fatmawati. 2019. Asuhan Keperawatan Kehamilan.


Surabaya: CV Jakad Publishing.
Tyastuti, Siti. 2016.Modul Bahan Ajar Cetak Kebidanan Asuhan Kebidanan
Kehamilan. Jakarta: Pusdik SDM Kesehatan.
Ummah, F. 2014. Pijat Oksitosin untuk Mempercepat Pengeluaran ASI pada IBU
Pasca Salin Normal di Dusun Sono Desa Kentanen Kecamatan Panceng
Gresik. Jurnal Vol 2 No XVII. URL : http://stikesmuhla.ac.id . Diakses
pada Tanggal 25 Februari 2021.
Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Kebidanan.

Vaikoh, E. 2017. Pijat Oksitosin dengan Relaksasi Murotall Al-Qur;an untuk


Memperlancar Produksi ASI Ibu Nifas Ny. S Umur 29 Tahun di BPM Ida
Ayu Astiti, Artikel Ilmiah. URL : http://elib.stikesmuhgombong.ac.id
Diakses pada Tanggal 20 Maret 2021.
Wahyuningsih, Heni Puji, dkk. 2016. Bahan ajar cetak kebidanan praktik asuhan
kebidanan kehamilan. Jakarta: Kemenkes RI PPSDM.

95
Wahyuningsih, Heni Puji. 2018. Bahan ajar kebidanan Asuhan Kebidanan Nifas
dan Menyusui. Jakarta: Kemenkes RI BPPSDM.

Wahyuni, Dwi Elly. 2018. Asuhan kebidanan komunitas. Kemenkes RI.


Widiastusti, Luh Putu. 2014. Buku Ajar Asuhan Kebidanan pada Ibu Bersalin dan
Bayi Baru Lahir. Bogor: Penerbit IN MEDIA.
Widiastuti, Anita. 2015. Pengaruh Teknik Marmet terhadap Kelancaran ASI dan
Kenaikan Berat Badan Bayi. Jurnal Kesehatan Nasional Vol 9 No 4 : 316-
319.
Widyasih, H & Suhernidan, Rahmawati, A. 2013. Perawatan Masa Nifas.
Yogyakarta: Fitramaya.
Wijayanti, L. 2014. Pengaruh Pijat Oksitosin pada Ibu Post Partum diPuskesmas
Mergangsan Yogyakarta. URL : http://digilib.unisayogya.ac.id. Diakses
pada Tanggal 20 Maret 2021.
Wiknjosastro, H. 2010. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawiharjo.
Women Research Institute. 2021. Mengurangi Angka Kematian Ibu. Available at:
URL: http://www.wri.or.id. Diakses pada Tanggal 03 Maret 2021.

World Health Organization. 2015. Maternal mortality. Available at: URL:


http://www.who.int/making_pregnancy.safer/topics/maternal_mortality/
en/index.html. Diakses pada Tanggal 03 Maret 2021.

World Health Organization. 2017. “WHO infant mortality, Available at:


http://www.who.int/gho/child.helath/mortality/neonatal_infant_text/en/.
Diakses pada Tanggal 03 Maret 2021.

World Health Organization. 2018. Maternal mortality. Available at: URL:


http://www.who.int/newsroom/factsheets/detail/maternal_mortality/en/
index.html. Diakses pada Tanggal 03 Maret 2021.

World Health Organization. 2018. Newborns: reducing mortality. Available at:


URL:http://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/newbornsreducing-
mortality. Diakses pada Tanggal 03 Maret 2021.

96
Wulandari, T., Aminin F., Dewi U. 2014. Pengaruh Pijat Oksitosin terhadap
Pengeluaran Kolostrum pada Ibu Post Partum di Rumah Sakit Umum
Daerah Provinsi Kepulauan Riau.

97
LAMPIRAN
LEMBAR KONSULTASI

Nama Mahasiswa : ....................................................................................................


NPM : ....................................................................................................
Judul : ....................................................................................................
....................................................................................................
....................................................................................................
Pembimbing : ....................................................................................................
No. Hari/Tanggal Materi Hasil TTD
Bimbingan Bimbingan Pembimbing

98

Anda mungkin juga menyukai