Untitled
Untitled
UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI
KERJA PRAKTIK
OLEH :
AGUNG NUR IHSAN
D061191022
GOWA
2023
LEMBAR PENGESAHAN
Nim : D061191022
dan Karakteristik Nikel Laterit Pada Blok 2 Site Lameruru PT. Tiran Indonesia,
Mengetahui,
Supervisor Mine Plan Engineer
PT. Tiran Indonesia
ii
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang amat mulia dan sempuma, Maha Agung
untuk disembah. Kepada-Nyalah kami memohon berkah dan rahmat serta izin-Nya
jugalah sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan tugas akhir yang berjudul
“AKTIVITAS PENAMBANGAN DAN KARAKTERISTIK NIKEL
LATERIT PADA BLOK 2 SITE LAMERURU PT. TIRAN INDONESIA,
KECAMATAN LANGGIKIMA, KABUPATEN KONAWE UTARA,
SULAWESI TENGGARA”
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada seluruh
pihak yang telah membimbing, mengarahkan dan membantu penulis dalam
penyusunan laporan ini, antara lain :
1. Kedua orangtua, serta keluarga tercinta yang selalu memberikan dukungan baik
moril maupun materil.
2. Seluruh Dosen Departemen Teknik Geologi yang selalu memberikan arahan
dan bimbingan selama proses perkuliahan.
3. Bapak Sunaryo Sadli S.T. selaku Supervisor Mine Plan Engineer PT. Tiran
Indonesia yang telah memberikan arahan dan bimbingan selama kegiatan kerja
praktik di PT. Tiran Indonesia
4. Bapak Rahmat Agung S.T. selaku Supervisor Grade Control PT. Tiran
Indonesia yang telah memberikan arahan dan bimbingan selama kegiatan kerja
praktik di PT. Tiran Indonesia
5. Bapak Dzulfahmi Rusli S.T. sebagai pembimbing kerja praktik di PT. Tiran
Indonesia yang telah membimbing selama masa magang.
6. Segenap rekan kerja PT. Tiran Indonesia terkhusus Officer Enginering yang
telah membagi ilmu dan pengalaman kerja.
7. Kakak-Kakak Senior yang telah memberikan bantuan informasi dan ilmunya
beserta pengalamannya
8. Saudariku Anando Wulele Balqis Maharani yang selalu memberikan semangat
kepada penulis dan membagikan ilmu serta pengalaman magangnya
9. Segenap keluarga Jaeger19 yang menjadi teman berjuang dan selalu
membantu ketika ada kesulitan selama perkuliahan
iii
10. Pihak-pihak yang lain yang membantu dalam penyusunan laporan kerja praktik
ini.
Dengan kerendahan hati penulis meminta maaf bila terdapat kesalahan dalam
penulisan dan penguraian Laporan Kerja Praktik. Harapan penulis agar Laporan
Kerja Praktik ini dapat berguna bagi pembaca dan dapat menjadi acuan
pembelajaran bagi penulis. Semoga semua pihak yang telah membantu dalam
penyelesaiaan Laporan Kerja Praktik ini mendapatkan balasan yang berlimpah
dari Tuhan Yang Maha Esa. Semoga Laporan Kerja Praktik ini dapat
bermanfaat dalam dunia akademik di masa depan dan menjadi pembelajaran
positif bagi seluruh pihak.
Penulis
iv
DAFTAR ISI
v
DAFTAR GAMBAR
vi
BAB I
PENDAHULUAN
Nikel merupakan salah satu barang tambang penting di dunia. Manfaatnya yang begitu
besar bagi kehidupan sehari-hari, seperti pembuatan logam anti karat, campuran pada
pembuatan stainless steel, baterai nickel-metal hybride, dan berbagai jenis barang lainnya.
Keserbagunaan ini pula yang menjadikan nikel sangat berharga dan memiliki nilai jual
tinggi di pasaran dunia (Dalvi, dkk, 2004).
Bijih nikel laterit adalah endapan nikelferrous yang terjadi karena proses mineral
olivine pada peridotit terdekomposisi oleh air tanah yang bersifat asam. Bijih nikel limonit
adalah jenis endapan yang terjadi akibat proses dekomposisi air tanah yang bersifat asam,
sehingga magnesium (MgO) dan nikel (Ni) terlarut, sedangkan silikon tersuspensi sebagai
koloid silika kelapisan bawah. Bijih nikel garnierit/saprolit adalah jenis endapan yang
terjadi akibat proses pelindihan. Larutan yang masih mengandung magnesium, nikel, dan
silika ke lapisan bawah sampai akhirnya larutan asam dinetralisir oleh batuan dan tanah
pelapukan (Sukandarrumidi, 1999).
Wilayah Indonesia Timur khususnya pada daerah Sulawesi Tenggara merupakan
wilayah kompleks Ophiolite sehingga memiliki potensi yang sangat besar untuk
keterdapatannya endapan nikel laterite. Dengan potensi yang besar tersebut maka
penambangan bijih nikel laterit pada daerah di Sulawesi Tenggara dari tahun ke tahun terus
gencar dilakukan. Salah satu perusahaan yang melakukan penambangan endapan nikel
laterit adalah PT Tiran Indonesia yang melakukan proses penambangan nikel laterit di
Kabupaten Konawe Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara. Kegiatan utama dari sistem
penambangan yang dilakukan oleh pihak perusahaan PT. TI adalah dengan sistem
penambangan terbuka (surface mining) yaitu menambang dari punggung bukit ke bawah
(open cut mining) dengan membuat bench (jenjang).
Untuk melakukan eksploitasi terhadap biji nikel laterit yang baik dan benar di dunia
Kerja tentu dibutuhkan pengalaman untuk mengelolanya. Oleh karena itu, kerja praktik ini
penulis lakukan pada PT Tiran Indonesia sebagai usaha untuk memenuhi tuntutan di dunia
Kerja agar dapat lebih dalam mengetahui tahapan kegiatan penambangan, kegiatan
preparasi sampel dan mengetahui karakteristik endapan laterit.
1
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam kegiatan kerja praktik di PT Tiran Indonesia adalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana tahapan kegiatan penambangan di PT. Tiran Indonesia?
2. Bagaimana karakteristik endapan nikel laterit lokasi penelitian?
Adapun maksud dari kegiatan kerja praktik adalah mendapatkan pengalaman dan
wawasan kerja serta dapat mengaplikasikan ilmu yang sudah di dapat di kampus
khususnya bidang endapan laterit pada PT. Tiran Indonesia.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Dapat mengetahui aktivitas penambangan nikel laterit.
2. Dapat mengetahui karakteristik endapan nikel laterit pada daerah penelitian
1.4 Manfaat
PT. Tiran Indonesia adalah salah satu perusahaan tambang bijih nikel yang berada di
Desa Lameruru, Kecamatan Langgikima, Kabupaten Konawe Utara, Provinsi Sulawesi
Tenggara. Sistem penambangan yang digunakan yaitu sistem tambang terbuka dengan
metode open pit. Adapun kegiatan penambangan yang dilakukan di PT. Tiran Indonesia,
anatara lain:
1. Persiapan Tambang
Persiapan tambang adalah pekerjaan yang dilakukan untuk menyingkap endapan
mineral untuk siap ditambang. Proses yang termasuk disini adalah semua tahapan yang
2
diperlukan untuk suatu tambang menuju ke penjadwalan produksi yang lengkap, antara lain
perencanaan, perancangan, konstruksi dan lain-lain.
2. Kegiatan Eksplorasi
Kegiatan Eksplorasi dilakukan untuk mencari tahu keberadaan mineral ekonomis
sehingga dapat menjadi acuan untuk melakukan kegiatan penambangan yang lebih
memerlukan biaya sehingga mengurangi resiko kerugian.
3. Pembukaan Lahan/Land Clearing
Pembukaan lahan adalah proses pembersihan atau pembebasan hutan untuk
disiapkan menjadi area pertambangan baru. Proses ini baru bisa dilakukan jika wilayah
tersebut sudah memiliki IPPKH.
4. Pengupasan Overburden (OB)
3
Gambar 1.2 Proses ore getting
6. Pemuatan (Loading)
Proses pemuatan merupakan proses menaikkan material hasil ore getting ke alat
angkut dengan bantuan alat muat. Kegiatan pengambilan bijih dilakukan atas intruksi dari
grade control yang bertugas untuk mengawasi operator saat melakukan pengambilan bijih
agar kadar yang tidak memenuhi standar tidak ikut terangkut. Proses loading ore ke vessel
dapat dilihat pada pada Gambar 1.3.
7. Pengangkutan (Hauling)
Tahapan ini dilakukan untuk memindahkan material yang telah dimuat menuju
tempat penyimpanan. Pengangkutan ore dilakukan menggunakan alat angkut dump truk
dari pit menuju ke stockpile atau langsung ke kapal tongkang. Pengangkutan tanah penutup
4
dilakukan menngunakan alat angkut menuju waste dump. Proses pengangkutan ore dapat
pada Gambar 1.4.
8. Pengapalan (Barging)
Pengapalan atau barging merupakan kegiatan pemuatan bijih yang telah memiliki
kadar sesuai dengan keinginan konsumen menuju kapal tongkang yang selanjutnya dikirim
ke pabrik pengolahan. Tahapan pengapalan dilakukan di dermaga PT. Tiran Indonesia yang
jaraknya ± 14 km dari pit. Proses pengapalan dapat dilihat pada Gambar 1.5.
5
9. Reklamasi
Kegiatan reklamasi dilakukan dengan tujuan menata kembali jenjang pada lokasi
penambangan yang sudah selesai atau disebut mine out, kemudian dilakukan penghijauan
kembali. Jenis tanaman yang digunakan oleh PT. Tiran Indonesia adalah pohon sengon.
Pohon sengon dipilih karena merupakan salah satu jenis pohon yang bernilai investasi.
Selain itu, pohon sengon adalah pohon pelopor multiguna yang dapat dibudidayakan secara
cepat dan mampu tumbuh di segala kondisi tanah. Lahan reklamasi PT. Tiran Indonesia
dapat dilihat pada Gambar 1.6.
6
BAB II
TINJAUAN UMUM
PT. Tiran Indonesia merupakan bagian dari perusahaan Tiran Group yang bergerak di
dalam bidang pertambangan bijih nikel. PT Tiran Indonesia didirikan pada tanggal 01
November 2007 sesuai dengan adanya Akta Pendirian Perseroan Terbatas Nomor 01
Tanggal 01 November 2007. PT Tiran Indonesia telah memperoleh IUP berdasarkan Surat
Keputusan Bupati Konawe Utara No. 155 tahun 2013 tanggal 30 Juli 2013 yang terletak di
Desa Lameruru, Kecamatan Langgikima, Kabupaten Konawe Utara, Provinsi Sulawesi
Tenggara (PT Tiran Indonesia, 2020). Peta IUP PT. Tiran Indonesia dapat dilihat pada
Gambar 2.1.
2.2.1 Geomorfologi
a) Geomorfologi Regional
Pulau Sulawesi mempunyai luas sekitar 172.000 km 2 dikelilingi oleh laut yang
cukup dalam. Sebagian besar daratannya dibentuk oleh pengunungan yang ketinggiannya
mencapai 3.440 m (Gunung Latimojong). Pulau Sulawesi berbentuk huruf “K” dengan
empat lengan yaitu Lengan Timur memanjang timur laut-baratdaya, Lengan Utara
memanjang barat-timur dengan ujung baratnya membelok ke arah utara-selatan, Lengan
Tenggara memanjang barat laut-tenggara, dan Lengan Selatan membujur utara-selatan.
Keempat lengan tersebut bertemu pada bagian tengah Sulawesi.
Sebagian besar Lengan Utara bersambung dengan Lengan Selatan melalui bagian
tengah Sulawesi yang merupakan pengunungan dan dibentuk oleh batuan gunung api.
Pulau Sulawesi dan daerah sekitarnya merupakan pertemuan tiga lempeng yang aktif
bertabrakan. Akibat tektonik aktif ini, pulau Sulawesi dan daerah sekitarnya dipotong oleh
sesar regional yang masih aktif. Kenampakan morfologi dikawasan ini merupakan
cerminan sistem sesar regional yang memotong pulau ini serta batuan penyusun pada
bagian Tengah Sulawesi, Lengan Tenggara, dan Lengan Selatan dipotong oleh sesar
regional yang umumnya berarah timur-laut baratdaya.
Van Bemmelen (1945), membagi Lengan Tenggara Sulawesi menjadi tiga bagian
yaitu, ujung Utara, bagian Tengah, dan ujung Selatan . Ujung Selatan Lengan Tenggara
merupakan bagian yang relatif lebih landai dan didominasi oleh batuan Sedimen Tersier.
Morfologi bagian tengah Lengan Tenggara Sulawesi didominasi oleh pegunungan yang
umumnya memanjang hampir sejajar berarah barat-tenggara.
8
Gambar 2.2 Lengan tenggara sulawesi
Ada 4 satuan morfologi pada bagian tengah dan ujung selatan Lengan Tenggara
Sulawesi, yaitu:
1. Satuan pegunungan, satuan morfologi pegunungan menempati bagian terluas di
kawasan ini. Satuan morfologi ini mempunyai topografi yang kasar dengan kemiringan
lereng tinggi. Pembentukan morfologi pegunungan itu erat hubungannya dengan sesar
regional.
2. Morfologi perbukitan tinggi, morfologi perbukitan tinggi menempati bagian selatan
Lengan Tenggara, terutama di selatan Kendari. Satuan ini terdiri atas bukit-bukit yang
mencapai ketinggian 500 mdpl dengan morfologi kasar.
3. Morfologi perbukitan rendah, morfologi perbukitan rendah melampar luas di Utara
Kendari dan ujung selatan Lengan Tenggara Sulawesi. Satuan ini terdiri atas bukit kecil
dan rendah dengan morfologi yang bergelombang.
4. Morfologi pedataran, morfologi dataran rendah dijumpai di bagian tengah ujung
selatan Lengan Tenggara Sulawesi. Penyebaran morfologi ini tampak sangat dipengaruhi
oleh sesar geser mengiri (Sesar Kolaka dan Sistem Sesar Konaweha).
9
b) Geomorfologi Lokasi Penelitian
Satuan Geomorfologi pada lokasi penelitian Konawe Utara yaitu satuan perbukitan
denudasional. Penamaan satuan ini didasarkan pada pendekatan morfografi dan
morfogenesa, yaitu melalui pengamatan langsung di lapangan. Pada area ini sangat
dimungkinkan untuk terjadinya proses laterisasi, sebagaimana telah ditunjukkan dari hasil
pengamatan pada laterit permukaan. Sebab pada daerah ini air hujan yang mengalir di
permukaan (run off) akan meresap kedalam tanah melapukkan batuan dasar (bedrock).
2.2.2 Stratigrafi
a) Stratigrafi Regional
11
Gambar 2.5 Kolom Stratigrafi Regional
12
susunan mineral antigorit, lempung dan magnetit. Umumnya memperlihatkan struktur
kekar dan cermin sesar yang berukuran megaskopis. Dunit, kehitaman; padu dan pejal,
bertekstur afanitik. Mineral penyusunnya ialah olivin, piroksin, plagioklas, sedikit
serpentin dan magnetit; berbutir halus sampai sedang. Mineral utama olivin berjumlah
sekitar 90%. Tampak adanya penyimpangan dan pelengkungan kembaran yang dijumpai
pada piroksin, mencirikan adanya gejala deformasi yang dialami oleh batuan ini. Di
beberapa tempat dunit terserpentinkan kuat yang ditunjukkan oleh struktur sisa seperti
rijang dan barik-barik mineral olivin dan piroksin, serpentin dan talkum sebagai mineral
pengganti. Peridotit terdiri atas jenis harzburgit dan lherzolit. Harzburgit, hijau sampai
kehitaman, holokristalin, padu dan pejal. Mineralnya halus sampai kasar, terdiri atas olivin
(60%) dan piroksin (40%). Di beberapa tempat menunjukkan struktur perdaunan. Hasil
penghabluran ulang pada mineral piroksin dan olivin mencirikan batas masing-masing
kristal bergerigi. Lherzolith, hijau kehitaman; holokristalin, padu dan pejal. Mineral
penyusunnya ialah olivin (45%), piroksin (25%), dan sisanya epidot, yakut, klorit, dan bijih
dengan mineral berukuran halus sampai kasar. Satuan batuan ini diperkirakan berumur
Kapur.
➢ Formasi Salodik (Tems) terdiri atas kalsilutit dan batugamping oolit. Kalsilutit,
berwarna putih kelabu sampai kelabu, berbutir halus, padat, perlapisan baik, dengan tebal
tiap lapisan antara 10 dan 30 cm. Berdasarkan kandungan fosil Globorotalia sp.,
Globigerina sp., Chilogueinbelina sp., Discocyclina sp., Nummulites sp., Operculina sp.,
Globigerinoides altiapertura BOLLI, Globigerinoides trilobus (REUSS), Globigerinoides
immaturus LEROY, Globigerinoides sacculiferus (BRADY), Globigerina Sp.,
Globorotalia sp., Praeorbulina sp., Lepidocyclina sp., dan Spiroclypeus sp.; dan napal
Globoquadrina altispira (CUSHMAN & JARVIS), Sphaeroidinellopsis seminulina
(SCHWAGER), Globigerinoides immaturus LE ROY, Globigerinoides altiaperturus
BOLLI, Gloligerinoides trilobus (REUSS), Globigerina binaensis KOCH, Globigerina sp.
dan Globigerinita sp. (Budiman, 1980; hubungan tertulis), di dalam kalsilutit, Formasi
Salodik diduga berumur Eosen Akhir - Miosen Awal dengan lingkungan pengendapan pada
laut dangkal dan terbuka. Tebal formasi ini diperkirakan sekitar 250 meter.
➢ Formasi Pandua (Tmpp) terdiri atas konglomerat, batupasir dan batulempung
dengan sisipan lanau. Umur dari formasi ini adalah Miosen Akhir sampai Pliosen.
Berdasarkan pengamatan di lapangan diketahui blok X terdiri dari 2 jenis litologi
yaitu:
13
1) Batuan Ultramafik. Dengan kenampakan secara megaskopis yaitu: memiliki warna
hijau kehitaman dan abu abu kehitaman, warna lapuk cokelat gelap, struktur massif,
memiliki kristalinitas holokristalin, granuliaritas porforitik, memiliki fabrik euhedral-
anhedral, dan relasi: equigranular, komposisi mineral terdiri dari mineral olivin ± 70%, ±
piroksin 20%, dan minera-lmineral silika ± 10%,, terdapat rekahan-rekahan kecil (stringer
vein) yang telah terisi oleh mineral silika. Dari hasil pengamatan megaskopis nama dari
batuan tersebut yaitu Peridotit (Klasifikasi Travis. R.B., 1955).
15
Sulawesi termasuk sesar matano, sesar lawanopo, dan sesar kolaka. Struktur
geologi yang berkembang di lembar Lasusua adalah sesar, lipatan dan kekar. Sesar
dan kelurusan umumnya berarah Baratlaut-Tenggara searah dengan sesar Lasolo
yang merupakan sesar geser Mengiri yang aktif hingga kini.
Endapan nikel di Pulau Sulawesi berkembang dengan baik yaitu di
semenanjung tenggara yang berasal dari batuan induk yang kaya akan kandungan
mineral olivin dan ortopiroksin. Faktor lain yang berpengaruh adalah adanya proses
pensesaran dan pengkekaran yang cukup intens dan bentuk dengan morfologi yang
relatif lebih landai dengan kemiringan lereng yang rendah.
Struktur geologi yang berkembang di Langgikima sengat kompleks
diantaranya yaitu sesar sorong, sesar kolaka, sesar lawanaga (TO, Simanjuntak,
1986) yang telah mengalami pengangkatan keseluruhan kompleks batuan
ultramafik dan semakin ke atas batuannya berumur lebih muda seperti yang terlihat
hingga sekarang.
16
1. Compression Joints atau kekar gems yaitu kekar yang diakibatkan oleh adanya
tekanan biasanya dikenaljuga dengan shear joints.
2. Extention Joints atau kekar tarik merupakan kekar yang diakibatkan oleh tarikan,
terbagi atas dua jenis yaitu:
a. Extention joint yaitu kekar yang disebabkan oleh tarikan / pemekaran.
b. Release joints yaitu kekar yang disebabkan karena berhentinya gaya bekerja.
Kekar pada daerah penelitian dijumpai pada litologi peridotit termasuk dalam jenis
kekar non sistematik.
17
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Ahmad (2002), Batuan Ultramafik merupakan batuan yang terdiri dari
mineral-mineral yang bersifat mafik (ferromagnesian), seperti olivin, piroksin,
hornblende dan mika. Semua batuan ultramafik memiliki indeks warna >70%.
Perlu diperhatikan bahwa istilah "ultrabasa" dan "ultramafik" tidak identik.
Sebagian besar batuan ultramafik juga ultrabasa, sementara tidak semua batuan
ultrabasa yang ultramafik. Dengan demikian batuan yang kaya akan feldspathoid
merupakan ultrabasa namun bukan batuan ultramafik, karena tidak mengandung
mineral ferromagnesian (Ahmad,2002).
Berikut adalah jenis – jenis dari batuan ultramafik, antara lain:
• Peridotit
Peridotit biasanya membentuk suatu kelompok batuan ultramafik yang disebut
ofiolit, umumnya membentuk tekstur kumulus yang terdiri dari atas hazburgit,
lerzolit, werlite dan dunit. Peridotit tersusun atas mineral-mineral holokristalin
dengan ukuran medium kasar dan berbentuk anhedral. Komposisinya terdiri dari
olivin dan piroksin. Mineral aksesorinya berupa plagioklas, hornblende, biotit dan
garnet.
• Piroksinit
Menurut Ahmad (2002), piroksinit merupakan kelompok batuan ultramafik
monomineral dengan kandungan mineral yang hampir sepenuhnya adalah piroksin.
Dalam hal ini Piroksinit diklasifikasikan lebih lanjut apakah masuk kedalam
Piroksin ortorombik atau monoklin.
➢ Orthopyroxenites: Bronzit
➢ Clinopyroxenites: Diopsidites; diallagites
• Hornblendit
Hornblendit merupakan batuan ultramafik monomineral dengan komposisi
mineral sepenuhnya hornblende.
• Dunit
18
Merupakan batuan yang hampir murni olivin (90-100%), umumnya hadir
sebagai forsterit atau kristolit, terdapat sebagai sill atau korok-korok halus (dalam
dimensi kecil). Ahmad (2002), menyatakan bahwa dunit memiliki komposisi
mineral hampir seluruhnya adalah monomineralik olivine (umumnya magnesia
olivin), mineral asesorisnya meliputi kromit, magnetit, ilmenit dan spinel.
Pembentukan dunit berlangsung pada kondisi padat atau hampir padat (pada
temperatur yang tinggi) dalam larutan magma dan sebelum mendingin pada
temperature tersebut, batuan tersebut siap bersatu membentuk massa olivine
anhedral yang saling mengikat. Terbentuk batuan yang terdiri dari olivine
murni (dunit) misalnya, membuktikan bahwa larutan magma (liquid)
berkomposisi olivine memisah dari larutan yang lain.
• Serpentinit
Serpentinit merupakan batuan hasil alterasi hidrotermal dari batuan ultramafik,
dimana mineral-mineral olivin dan piroksin jika alterasi akan membentuk mineral
serpentin. Serpentin sangat umum memiliki komposisi batuan berupa
monomineralik serpentin, batuan tersebut dapat terbentuk dari serpentinisasi dunit,
peridotit (Ahmad, 2002). Serpentinit dapat dihasilkan dari mantel oleh hidrasi dari
mantel ultramafik (mantel peridotit dan dunit). Dibawah pegunungan tengah
samudera (Mid Oceanic Ridge) pada temperature <500°C.
3.2 Nikel
Nikel (Ni) merupakan logam yang keras dan tahan korosi, serta cukup reaktif
terhadap asam dan lambat bereaksi terhadap udara pada suhu dan tekanan normal.
Logam ini cukup stabil dan tidak dapat bereaksi terhadap oksida sehingga sering
digunakan sebagai koin,pelapis dan sifatnya paduan. Dalam dunia industri, nikel
adalah salah satu logam yang paling penting dan banyak memiliki aplikasi; 62%
dari logam nikel digunakan untuk baja tahan karat, 13% sebagai superalloy dan
paduan tanpa besi karena sifatnya yang tahan korosi dan suhu tinggi. (Dalvi dkk.,
2004), Bijih nikel diperoleh dari endapan nikel laterit yang terbentuk akibat
pelapukan batuan ultramafik yang mengandung nikel 0,2 – 0,4 % (Golightly, 1981).
Nikel laterit umumnya ditemukan pada daerah tropis, dikarenakan iklim yang
19
mendukung terjadinya pelapukan, selain topografi, drainase, tenaga tektonik,
batuan induk, dan struktur geologi.
Endapan laterit terbentuk dari akibat proses pelapukan batuan ultramafik, yang
merupakan campuran kompleks mineral-mineral ferromagnesian seperti olivin
[(Fe,Mg)2SiO4], piroksin [Fe,Mg]2Si2O6] dan ampibol [(Fe,Mg)7Si8O22(OH)2].
Akibatnya, endapan banyak ditemukan di daerah tropis seperti Kuba, Indonesia,
Kaledonia Baru, Filipina dan Amerika Selatan. (Ahmad, 2005)
Indonesia memiliki cadangan bijih nikel laterit yang cukup besar terutama di
Sulawesi, Halmahera, Papua dan Kalimantan. Cadangan bijih nikel tersebut sekitar
1576 Mt atau 15% dari cadangan nikel di dunia. Sebagian besar bijih nikel, terutama
limonit berkadar nikel rendah masih diekspor dalam bentuk mentah dan sisanya
masih merupakan material yang belum diolah (Ahmad, 2005).
20
SiO2O5(OH)4, dengan X tersebut tergantikan unsur-unsur seperti Cr, Mg, Fe, Ni,
Al, Zn atau Mn atau dapat juga merupakan kombinasinya (Golightly, 1979).
Adanya suplai air dan saluran untuk turunnya air, berupa kekar, maka Ni
yang terbawa oleh air turun ke bawah, dan akan terkumpul di zona air sudah tidak
dapat turun lagi dan tidak dapat menembus bedrock. Ikatan dari Ni yang
berasosiasi dengan Mg, SiO dan H akan membentuk mineral garnierit dengan
rumus kimia (Ni, Mg) Si4O5 (OH)4. Apabila proses ini berlangsung terus
menerus, maka yang akan terjadi adalah proses pengayaan supergen (supergen
enrichment).
Zona pengayaan supergen ini terbentuk di zona saprolit. Dalam satu
penampang vertikal profil laterit dapat juga terbentuk zona pengkayaan yang lebih
dari satu, hal tersebut dapat terjadi karena muka air tanah yang selalu berubah-
ubah, terutama dari perubahan musim. Dibawah zona pengkayaan supergen
terdapat zona mineralisasi primer yang tidak terpengaruh oleh proses oksidasi
maupun pelindihan, yang sering disebut sebagai zona Hipogen, terdapat sebagai
batuan induk yaitu batuan Harzburgit.
21
Topografi akan mempengaruhi pola aliran air.. Kelerengan dan relief
mempengaruhi intensitas air yang masuk ke dalam tanah atau batuan dan muka air
tanah (Elias, 2005). Topografi / morfologi yang tidak curam tingkat kelerengannya,
maka endapan laterit masih mampu untuk ditopang oleh permukaan topografi
sehingga tidak terangkut semua oleh proses erosi ataupun ketidakstabilan lereng.
(Maulana, 2017). Menurut Ahmad (2009) membutuhkan topografi yang tidak
begitu curam. Permukaan tanah yang curam akan mempercepat erosi pada tanah
laterit. Topografi yang terlalu datar dengan drainase yang buruk juga tidak begitu
bagus, hal ini menyebabkan pencucian berjalan kurang maksimal sehingga tanah
laterit sulit terbentuk.
c) PH
Menurut Ahmad (2009) kelarutan mineral akan meningkat di perairan yang
memiliki kadar pH yang rendah. Dengan demikian, air yang sedikit asam akan
mempercepat proses pelapukan kimia. Air asam banyak terbentuk pada iklim tropis
basah melalui hujan asam alami.
d) Tektonik
Tektonisme dapat menghasilkan pengangkatan yang menyebabkan tanah atau
batuan tersingkap dan mempercepat proses erosi, menurunkan muka air tanah, dan
merubah relief. Untuk menghasilkan pembentukan endapan laterit yang stabil
diperlukan kondisi tektonik yang stabil karena dapat mengurangi proses erosi dan
memperlambat gerak air tanah (Elias, 2005)
e) Struktur
Struktur geologi memiliki peran penting dalam pembentukan endapan laterit.
Adanya struktur geologi seperti sesar dan kekar akan membuat batuan menjadi
permeabel sehingga memudahkan air untuk dapat masuk ke dalam batuan.
Masuknya air ke dalam batuan akan memudahkan proses pelapukan kimia sehingga
laterisasi dapat berjalan dengan baik (Elias, 2005).
f) Batuan Asal
Laterit Ni - Fe menurut Ahmad (2006) dapat berkembang pada batuan yang
mengandung mineral ferromagnesian yang cukup. Oleh karena itu batuan
ultramafik merupakan batuan yang paling cocok untuk menghasilkan laterit Ni
- Fe karena memiliki proporsi mineral ferromagnesian yang tinggi.
22
3.5 Profil Nikel Laterit
23
4. Batuan dasar (bed rock). Bagian ini berbentuk bongkah berukuran >75 cm.
Secara umum kadar nikelnya kecil, sekitar 0,2 - 0,4% nikel. Zona ini
mengalami perengkahan kuat dan kadang-kadang bersifat terbuka dan terisi
oleh garnierit dan silika. Perengkahan ini diperkirakan menjadi root zone yaitu
suatu zona dengan kandungan nikel tinggi berupa urat dalam batuan dasar.
Berdasarkan tipe mineral yang dominan, bijih nikel laterit di dunia dapat
diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) tipe (Sundari, 2012), yaitu:
1. Laterit oksida (oxide laterites) merupakan produk yang paling umum proses
laterisasi. Sebagian besar terdiri atas Fe-hidroksida di bagian atas lapisan bijih;
2. Laterit lempung (clay laterite). Sebagian besar terdiri atas lempung smektit
pada bagian atas lapisan bijih;
3. Laterit silikat, terbentuk pada bagian yang lebih dalam dan mungkin dilapisi
oleh laterit oksida. Sebagian besar terdiri atas Mg-Ni silikat (serpentin,
garnierite).
24
BAB IV
AKTIVITAS KERJA PRAKTIK
25
Gambar 4.1 Peta Plan Pengeboran
2. Proses Pengeboran
Proses pengeboran dilakukan setelah field geologist melakukan pengecekan
mengenai kondisi plan titik bor. Setelah dinyatakan layak, pengeboran dapat
dimulai dengan pengawasan oleh field geologist. Pengambilan core dilakukan per
interval 1 meter atau < 1 meter dan tidak diperkenan kan untuk > 1 meter per tiap
kali pengambilan core nya.
Sampel yang terambil kemudian diukur menggunakan meteran untuk
mengetahui panjang sampel yang terambil apabila sesuai dengan kemajuan pipa
yang masuk atau tidak. Apabila sampel lebih panjang dari kemajuan pipa maka
sampel tersebut dinyatakan sebagai swelling (material yang mengembang),
sedangkan jika material kurang dari kemajuan pipa maka dinyatakan loss core
(material hilang). Adapun setiap pengambilan core yang naik akan dicatat pada
form drilling.
26
Gambar 4.2 Pengawasan Kegiatan Pengeboran
3. Break Geology
Setelah dilakukan pengukuran, sampel tersebut diletakkan dalam corebox
dalam kondisi bersih dari cutting (material pengotor). Ketika dijumpai perbedaan
tekstur, struktur dan komposisi material akan dilakukan break geologi pada 1 meter
core yang terjadi perubahan ≥ 30 cm agar memenuhi syarat representatif data.
27
Gambar 4. 4 Deskripsi core
28
Gambar 4. 6 Foto Core
6. Finish Hole
Pengeboran dapat dikatakan selesai (Finish Hole) dilakukan oleh Field
geologist setelah didapatkan bedrock (2 meter fresh rock) atau berdasarkan
justifikasi dari field geologist. Setelah dinyatakan finish, sampel akan di-packing
berdasarkan interval dan batas break geology-nya. Hole yang telah finish akan
dipasangkan patok finish hole_id serta EOH finish dan dicatat koordinat aktualnya.
29
4.2 Kegiatan Testpit
30
2. Pengambilan Sampel Testpit
Pengambilan sampel dilakukan menggunakan excavator kemudian dituangkan
di bagian belakang/samping excavator. Pengambilan sampel dilakukan per meter
tiap interval dan pengambilan sampel mulai dari meteran limonit sampai dengan
batas boulder/bedrock yang cukup masif sehingga excavator tidak mampu untuk
terus menambah kedalaman. Untuk kondisi tertentu, aktivitas testpit dapat
dinyatakan finish setelah bucket excavator tidak lagi dapat menggali turun atau
dapat dinyatakan finish pula apabila terdapat isu safety seperti bahaya longsor
maupun isu safety lainnya.
31
Setelah dinyatakan finish lubang testpit ditutup kembali untuk menghindari
adanya kecelakaan.
32
karung yang diberi kode serta diikat dengan tali untuk membedakan sampel yang
satu dengan yang lainnya.
d. Pengambilan Sampel ETO Stock
33
4.5 Kegiatan Drone Mapping
34
KEGIATAN PREPARASI SAMPEL
PROSES MIXING PEMANASAN
PEWADAHAN PELLET
35
Setelah didapatkan sampel original langkah selanjutnya adalah pulverizer.
Pulverizer adalah kegiatan mereduksi ukuran butir material hingga 200 mesh
sebelum dilakukan vibrating screen atau sizing. Sampel yang didapatkan dari proses
sizing dibuatkan matriks 4x5 menggunakan scoop 1,5D untuk mendapatkan dua
sampel.
Kegiatan terakhir pada preparasi sampel adalah membentuk sampel bubuk
menjadi pellet dengan menggunakan alat press pellet machine tipe mesin automatis.
Jenis pellet yang dibuat adalah pellet press dengan menggunakan wadah cup.
Sampel yang telah berbentuk pellet dan telah melalui tahap preparasi
kemudian dianalisis kadarnya. Alat analisis akan menembakkan X-ray
Fluorescence ke permukaan sampel kemudian mendeteksi kandungan unsur dalam
sampel. Lama waktu pembacaan tergantung pada banyak sampel yang akan
dianalisis kadarnya serta banyaknya unsur yang ingin dideteksi pada sampel.
Biasanya analisis kandungan unsur yang dilakukan pada sampel bijih nikel laterit
meliputi kadar Ni, Fe, MgO, dan SiO2. Data kandungan sampel kemudian dianalisis
dan dihitung nilai basisitas dan S/M untuk mengetahui apakah bijih nikel yang
diproduksi sesuai dengan spesifikasi pabrik pengolahan atau tidak.
36
Gambar 4. 15 Bruker
37
mineral-mineral yang sering hadir dalam zona ini yaitu mineral hematite dan
mineral goetit.
38
distribusi unsur-unsurnya yang terkandung dalam sampel tersebut. Karakteristik
kimia yang diperoleh, akan dijelaskan pada salah satu grafik Blok 2_G28524_TI
50,00
40,00
30,00
20,00
10,00
0,00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Fe MgO SiO2
39
PROFIL NI DAN CO PADA BLOK 2 PTTI
2,50
LIM SAP
2,00
1,50
1,00
0,50
0,00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Ni Co
40
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
Adapun saran yang dapat saya berikan ke perusahaan yaitu agar perusahaan
menyediakan karyawan yang dapat dihubungi oleh mahasiswa untuk menanyakan
hal-hal yang harus disiapkan sebelum datang ke site
41
DAFTAR PUSTAKA
Tonggiroh, A., Jaya, A., dan Irfan, U.R. (2017). Type of Nickel Laterization,
Lasolo
42