Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH PENDIDIKAN AKHLAK

“Hakikat Manusia, Ruh, dan Daya-Daya Ruhani”

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pendidikan Akhlak

Oleh Dosen Pengampu : Dr. Akhmad Sodiq, MA

Disusun oleh Kelompok 8 ( Kelas 1B ) :

Robiatul Adawiyah (11220150000044)


Salsabila Hanum (11220150000042)

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN JURUSAN


PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2022

I
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-
Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dari awal hingga akhir. Sholawat serta salam
senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya
hingga akhir zaman. Dengan rahmat dan hidayah Allah SWT kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul“Hakikat Manusia, Ruh, dan Daya-Daya Ruhani” Makalah ini dibuat
semata-mata untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Akhlak oleh dosen pengampu
yaitu Bapak Dr. Akhmad Sodiq, MA.

Kami menyadari sepenuhnya, bahwasanya makalah ini terselesaikan bukan semata-


mata hasil kerja keras kami sendiri, akan tetapi dukungan dari berbagai pihak, khususnya dari
para dosen maupun teman-teman kami yang telah mendorong kami untuk segera menyelesaikan
makalah ini.

Penulis berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para
pembaca, sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Penulis sadar bahwa masih
banyak kekurangan terhadap makalah ini. Oleh karena itu, penulis meminta kepada para
pembaca untuk memberikan masukan bermanfaat yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini agar dapat diperbaiki bentuk maupun isi makalah sehingga
kedepannya dapat menjadi lebih baik.

Semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak. Atas semua bantuan, dukungan,
dan dorongannya, kami mengucapkan terima kasih.

Bogor, 23 November 2022

Penulis

Kelompok 8 ( Kelas 1B )

II
DAFTAR ISI

COVER .................................................................................................................................. I

KATA PENGANTAR .......................................................................................................... II

DAFTAR ISI ......................................................................................................................... III

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................

1.1 Latar Belakang Masalah .................................................................................................. 4

1.2 Tujuan Penulisan ............................................................................................................. 4

1.3 Ruang Lingkup ................................................................................................................ 5

1.4 Metode Penulisan ............................................................................................................ 5

BAB II PEMBAHASAN .....................................................................................................

2.1 Hakikat Manusia .............................................................................................................. 6

2.2 Hakikat Ruh Menurut Al Qur’an, Hadist, dan Sufi ......................................................... 7

2.3 Daya-Daya Ruhani ( Al-Aql, An-Nafs, Al-Qolb, dan As-Sirr ) ...................................... 10

BAB III PENUTUP .............................................................................................................

3.1 Kesimpulan ...................................................................................................................... 16

3.2 Saran ................................................................................................................................ 16

BAB IV DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 17

III
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Makalah ini ini kami tujukan untuk masyarakat umum khususnya di kalangan remaja,
pelajar dan generasi muda yang tidak lain adalah sebagai generasi penerus bangsa agar kita
semua memahami konsep manusia dalam dunia islam serta memahami tanggung jawab
manusia sebagai hamba Allah dan khalifah di muka bumi. Kajian tentang manusia telah banyak
dilakukan para ahli, yang selanjutnya dikaitkan dengan berbagai kegiatan, seperti politik,
ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, agama dan lain sebagainya.
Hakikat manusia menurut al Ghazali adalah jiwa, al-nafs, al-qalb, al-ruh, dan al-aql
merupakan esensi immaterial yang mandiri bersumber dari alam al-amr, tidak memiliki tempat,
memiliki kesanggupan mengenali dan menggerakankan, memiliki sifat abadi. Esensi tersebut
tidak berkaitan secara otomatis dengan raga karena raga memiliki potensi-potensi dasar yang
berlawanan, bahkan berbeda dengan jiwa. Mediatror antara essensi dengan raga adalah jiwa
vegetatif dan jiwa sensitif yang memiliki hubungan dengan raga. Jiwa sensitif dan jiwa vegetatif
dan raga memiliki fungsi pelengkap bagi jiwa manusia, baik dalam kegiatan mengenali maupun
dalam merealisasikan perbuatan manusia. Jiwa manusia memiliki kesanggupan menyerap
pengetahuan aksiomatis dan berpikir mewujudkan pengetahuan baru.
Manusia ideal menurut al-Ghazali adalah manusia yang pada diri pribadinya terdapat
keutamaan-keutamaan. Keutamaan-keutamaan tersebut terdiri dari: 1). Al-hikmat
(kebijaksanaan), Al-iffat (kesucian), Al-syaja’at (keberanian) dan al-adalat (keadilan).
Keutamaan raga terdapat pada kesehatan, kekuatan, keindahana dan panjang umur. Oleh karena
itu, keutamaan-keutamaan tersebut adalah untuk mencari kebahagian hidup di dunia dan diakhir
dengan jalan memiki kompetensi dan keilmuan keduniawian untuk hidup secara pribadi,
keluarga dan masayrakat, serta mengorientasikan seluruh aktivitas kehidupan didunia dan di
akhirat.

1.2 Tujuan Penulisan

1. Dapat Memberikan Pemahaman mengenai pengertian dari hakikat manusia dalam


pandangan Islam.

4
2. Dapat Memberikan Pemahaman mengenai hakikat ruh menurut Al-Qur’an, Hadits, dan
Sufi.
3. Dapat Memberikan dan menjelaskan mengenai daya-daya ruhani.

1.3 Ruang Lingkup

Ruang lingkup dari penulisan makalah ini adalah mencakup aspek tentang hakikat manusia,
hakikat ruh, beserta daya-daya ruhaninya sebagai hamba Allah dan khalifah di muka bumi

1.5 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah dengan menggunakan metode
pustaka yaitu beupa mencari dan mengumpulkan beberapa sumber dari Kitab maupun buku
yang mengenai informasi seputar hakikat manusia, ruh, dan daya-daya ruhaninya dalam
pandangan islam.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Hakikat Manusia

Manusia diciptakan Allah dengan berbagai hal menarik. Dalam Al-Quran manusia
dipanggil beberapa istilah antara lain al-insaan, al-naas, al-basyar, alabd, bani Adam, dan lain-
lain. Manusia memiliki berbagai potensi serta memperoleh petunjuk kebenaran dalam
menjalani kehidupan di dunia dan akhirat. 1

Menurut agama Islam manusia terdiri dari dua unsur, yaitu jasmani (unsur materi) dan
ruhani (unsur immateri/nun-materi), karena memang jasmani manusia terdiri dari komponen
yang dikandung di dalam tanah. Komponen pembentuk tersebut telah dijalan di dalam Al-
Qur’an dengan berbagai nama yaitu : al-ardhi (QS Hud:61), Thuraab (QS al-Kahfi:37), Thin
(QS AsSajadah), Thinul laazib (QS As-Shafat:11) dan lain-lain.

Roh adalah salah satu komponen penting yang menentukan ciri kemanusiaan manusia.
Setelah proses-proses fisik berlangsung dalam penciptaan manusia, pemasukan ruh menjadi
unsur penentu yang membedakan manusia dengan dunia hewan. Sebagaimana banyak dari
aspek fisik manusia yang hakikatnya belum diketahui manusia, ruh merupakan misteri besar
yang dihadapi manusia.2

Roh adalah unsur non-materi yang ada dalam jasad yang diciptakan Tuhan sebagai
penanda kehidupan. Roh merupakan bagian yang suci yang diberikan kepada manusia, ia
ditiupkan langsung oleh Allah SWT kedalam rahim seorang ibu dan memberikan kehidupan
pada janin yang ada didalam rahim itu. Allah menyatakan ini dalam QS As-Sajdah ayat 7 – 9.

ِ ‫ان ِم ْن‬
2 ٧) ‫طيْن‬ ِ ‫س‬ ِ ْ َ‫ش ْيء َخلَقَه َو َبدَا َ خ َْلق‬
َ ‫اْل ْن‬ َ ‫سنَ ُكل‬
َ ْ‫ي اَح‬
ْ ‫ال ِذ‬
٨) ‫س ٰللَة ِم ْن م ۤاء م ِهيْن‬
ُ ‫ثُم َج َع َل َن ْسلَه ِم ْن‬
ْ َ‫ار َو ْاْلَ ْف ِٕـدَة َ قَ ِلي ًْل ما ت‬
٩) َ‫ش ُك ُر ْون‬ َ ‫ص‬ َ ‫ثُم‬
َ ‫س ّٰوىهُ َو َنفَ َخ ِف ْي ِه ِم ْن ُّر ْو ِحه َو َج َع َل لَ ُك ُم الس ْم َع َو ْاْلَ ْب‬
Artinya:

1
Mukhtar Zaini Dahlan, M.Pd.I. Pendidikan Agama Islam. (Jember). Hlm. 10-11.
2
Dra. Zakiah, M.Pd., Dr. Sahmiar, M.Ag., Dra. Sahliah, M.Ag., Drs. Tagor Muda Lubis, MA. Buku Ajar
Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi Umum. (Medan, 2015). Hlm. 32

6
( 7 ). Dia juga yang memperindah segala sesuatu yang Dia ciptakan dan memulai penciptaan
manusia dari tanah.

( 8 ). Kemudian, Dia menjadikan keturunannya dari sari pati air yang hina (air mani).

( 9 ). Kemudian, Dia menyempurnakannya dan meniupkan roh (ciptaan)-Nya ke dalam (tubuh)-


nya. Dia menjadikan pendengaran, penglihatan, dan hati nurani untukmu. Sedikit sekali kamu
bersyukur.

( QS As-Sajdah Ayat : 7-9 )

Hubungan nafs dan fisik manusia demikian erat meski sukar untuk diketahui dengan
pasti bagaimana hubungan itu berjalan. Dua hal yang berbeda, mental dan fisik dapat menjalin
interelasi sebab akibat. Kesedihan dapat menyebabkan mata mengeluarkan cairan,
kesengsaraan membuat badan kurus. Dikenal pula istilah psikosomatik, yaitu penyakit-penyakit
fisik yang disebabkan oleh masalah kejiwaan3

Manusia memiliki persifatan yang beragam, namun manusia adalah makhluk yang
mempunyai kelebihan di atas makhluk lain yaitu akal pikiran dan hawa nafsu.4 Dalam Al-Quran
juga telah dijelaskan bahwa peran manusia adalah sebagai hamba sekaligus kholifatul ardhi
yang akan mengelola bumi ini. Setiap individu mempunyai hak yang sama untuk menjadi mulia
di dunia dan akhirat yang kekal dan abadi. Hak itu hanya akan diperoleh jika individu masing-
masing berjuang untuk menjadi manusia yang berkualitas, atau yang mempu mengejar,
menjangkau dan meraih hidup dan kehidupan yang selamat, bahagia, dan sejahtera material dan
spiritual.5

2.2 Hakikat Ruh Menurut Al Qur’an, Hadist, dan Sufi

1. Hakikat Ruh Menurut Al-Qur’an

Mempercayai adanya ruh adalah salah satu keyakinan yang diajarkan al-Qur’an dan
mempercayai soal-soal gaib merupakan salah satu sendi keyakinan beragama.Akan tetapi
kepercayaan mengenai soal-soal gaib sebagaimana yang diajarkan al-Qur’an mempunyai
kelebihan istimewa karena kepercayaan tersebut karean kepercayaan tersebut tidak
membekukan akal orang-orang yang beriman, tidak menghilangkan kewajiban yang dipikulkan

3
Azyumardi Azra, Toto Suryana dkk. Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum. (Jakarta, 2002).
Hlm. 21 -22
4
Dr. Mardani. Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi. (Depok, 2022). Hlm. 8
5
Hadari Nawawi. Hakekat Manusia Menurut Islam. (Surabay, 1993). Hlm 32

7
kepada manusia dan tidak melenyapkan peranan akal yang sadar akan tanggungjawabnya.
Kepercayaan mengenai soal-soal gaib itu justru merupakan perwujudan dari kebenaran iman
dan islam,yaitu : Menyerahkan segala sesuatu kepada Allah Al-Khaliq6.

Mempercayai adanya ruh merupakan salah satu kepercayaan mengenai soal-soal gaib
yang dapat kita rasakan kelebihannya yang istimewa. Seolah-olah ia merupakan kenyataan
inderawi yang mengharuskan manusia mempercayainya, kendatipun ia sadar, bahwa soal-soal
ghaib yang diketahuinya hanya sekelumit belaka. Dengan iman kita berserah diri disertai
keyakinan bahwa soal-soal gaib itu berada di dalam lingkaran pengetahuan Allah.

Al-Qur’an memberikan kejelasan kepada kita bahwa “ruh” adalah unsur yang paling
dekat dengan kehidupan abadi dan paling jauh dari jangkauan daya indera. Ruh merupakan
unsur yang khusus hanya diketahui Allah dan tertutup bagi para nabi dan rasul-Nya. Sebab,
ruh adalah rahasia mutlak alam wujud yang tidak dapat dijaangkau oleh kesanggupan akal
manusia yang amat terbatas. Pengetahuan tentang ruh yang dapat dicapai oleh manusia
hanyalaah sekedar isyarat, sebagaimana yang dinyatakaan Allah melalui firman-Nya.

‫الر ْو ُح ِم ْن ا َ ْم ِر َر ِب ْي َو َما ا ُ ْو ِت ْيت ُ ْم ِمنَ ْال ِع ْل ِم اِْل قَ ِل ْي ًل‬


ُّ ‫ح قُ ِل‬
ِ ‫الر ْو‬ َ َ‫َو َيسْـَٔلُ ْونَك‬
ُّ ‫ع ِن‬
Artinya: “Dan mereka bertanya kepadamu (hai Muhammad) tentang ruh, jawablah : “Ruh
adalaah termasuk urusan Tuhamku, dan tidak diberi pengetahuan (mengenai itu) kecuali
hanya sedikit. ( QS Al-Isra Ayat : 85).

2. Hakikat Ruh Menurut Hadist

َ ‫ع ْن ِإب َْرا ِه‬


‫يم‬ ُ ‫سلَ ْي َم‬
َ َ‫ان ب ُْن ِم ْه َران‬ ُ ‫ش‬ ِ ‫ع ْبدُ ْال َو‬
ُ ‫اح ِد َقا َل َحدَّثَنَا ْاْل َ ْع َم‬ َ ‫ص َقا َل َحدَّثَنَا‬ ٍ ‫ْس ب ُْن َح ْف‬
ُ ‫َحدَّثَنَا َقي‬
‫ب ْال َمدِي َن ِة َوه َُو‬
ِ ‫سلَّ َم فِي خ َِر‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ِ ‫َّللا قَا َل َب ْينَا أَنَا أ َ ْمشِي َم َع ال َّن ِبي‬ َ ‫ع ْن‬
ِ َّ ‫ع ْب ِد‬ َ َ‫ع ْلقَ َمة‬
َ ‫ع ْن‬
َ
ُ ‫وح َوقَا َل َب ْع‬
‫ض ُه ْم‬ ِ ‫الر‬ ُّ ‫ع ْن‬ َ ُ‫سلُوه‬ َ ‫ض‬ ٍ ‫ض ُه ْم ِل َب ْع‬ ُ ‫ب َمعَهُ فَ َم َّر ِب َنفَ ٍر ِم ْن ْال َي ُهو ِد فَقَا َل َب ْع‬ ٍ ‫عسِي‬َ ‫علَى‬ َ ُ ‫َيت ََو َّكأ‬
‫ام َر ُج ٌل ِم ْن ُه ْم فَقَا َل َيا أ َ َبا ْالقَا ِس ِم‬
َ َ‫ض ُه ْم لَ َن ْسأَلَ َّنهُ فَق‬
ُ ‫ش ْيءٍ تَ ْك َرهُو َنهُ فَقَا َل َب ْع‬ َ ‫ََل تَ ْسأَلُوهُ ََل َي ِجي ُء فِي ِه ِب‬
‫وح قُ ْل‬ َ َ‫ع ْنهُ قَا َل { َو َي ْسأَلُونَك‬
ُّ ‫ع ْن‬
ِ ‫الر‬ َ ‫س َكتَ فَقُ ْلتُ إِ َّنهُ يُو َحى إِلَ ْي ِه فَقُ ْمتُ فَلَ َّما ا ْن َجلَى‬ َ َ‫الرو ُح ف‬ ُّ ‫َما‬
‫ش َه َكذَا ِفي ِق َرا َء ِتنَا‬ ً ‫الرو ُح ِم ْن أ َ ْم ِر َر ِبي } َو َما أُوتُوا ِم ْن ْال ِع ْل ِم ِإ ََّل قَ ِل‬
ُ ‫يل قَا َل ْاْل َ ْع َم‬ ُّ

Artinya : Telah menceritakan kepada kami Qais bin Hafsh berkata, telah menceritakan kepada
kami 'Abdul Wahid berkata, telah menceritakan kepada kami Al A'masy Sulaiman bin Mihran
dari Ibrahim dari 'Alqamah dari 'Abdullah berkata, "Ketika aku berjalan bersama Nabi

6
Abbas Mahmud Al-Aqal, Manusia Diungkap Qur’an, (Jakarta: pustaka firdaus, 1993 ) hal. 31

8
shallallahu 'alaihi wasallam di sekitar pinggiran Kota Madinah, saat itu beliau membawa
tongkat dari batang pohon kurma. Beliau lalu melewati sekumpulan orang Yahudi, maka
sesama mereka saling berkata, "Tanyakanlah kepadanya tentang ruh!" Sebagian yang lain
berkata, "Janganlah kalian bicara dengannya hingga ia akan mengatakan sesuatu yang kalian
tidak menyukainya." Lalu sebagian yang lain berkata, "Sungguh, kami benar-benar akan
bertanya kepadanya." Maka berdirilah seorang laki-laki dari mereka seraya bertanya, "Wahai
Abul Qasim,ruh itu apa?" Beliau diam. Maka aku pun bergumam, "Sesungguhnya beliau
sedang menerima wahyu." Ketika orang itu berpaling, beliau pun membaca: '(Dan mereka
bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah: "Ruh itu termasuk urusan Rabbku, dan tidaklah
kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit) ' (Qs. Al Israa`: 85). Al A'masy berkata, "Seperti
inilah dalam qira`ah kami." ( HR. Bukhori )

3. Hakikat Ruh Menurut Sufi

Definisi Ruh Secara leksikal kata ruh diartikan dengan roh, nyawa, jiwa, sukma,
intisari, perasaan, atau esensi. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, kataruh diartikan dengan:

1. Sesuatu yang hidup yang tidak berbadan jasmani, namun berakal budi dan berperasaan

2. Jiwa atau badan halus atau

3. Semangat.

Menurut al-Ghazali, kata ruh memiliki dua makna, yaitu :

1. Al-Lathifah ( Jenis yang halus ) memancar dari rongga yang ada pada al-qalb al jasmani
(jantung), menyebar ke seluruh bagian tubuh melalui urat nadi yang memancarkan cahaya
hidup, rasa, penglihatan, pendengaran, dan penciuman pada berbagai bagian tubuh
menyerupai cahaya lampu yang dapat menerangi sekeliling rumah. Kehidupan bisa
diibaratkan dengan cahaya yang menerangi dinding rumah, sedangkan ruh adalah
lampunya. Ruh menurut pengertian ini adalah merupakan suatu gas yang halus yang
digerakkan oleh hawa nafsu (udara) yang ada di dalam jantung. Ruh pengertian yang
pertama inilah seringkali disebutkan oleh para dokter dengan sebutan jiwa.
2. Nur Lathifah ( Cahaya yang halus ) pada diri manusia yang dengannya ia dapat
mengetahui dan mengidra sebagaimana fungsi kalbu dan ruh inilah merupakan hakikat
hati.7 inilah yang bertanggung jawab atas gerak-gerik hati, tingkah laku, serta perbuatan-

7
M. Yaniyullah Delta Auliya, Melejitkan Kecerdasan Hati dan Otak, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada : 2005)
hal. 126

9
perbuatan. Ruh pula yang memegang komando dalam seluruh aktivitas kehidupan
manusia.

Hati manusia merupakan wilayah yang terletak antara Kesatuan dan keanekaragaman.
Jika wilayah itu dikuasai oleh nafs dan bala tentara hawanafs-nya, yang membentuk pasukan
keanekaragaman, maka hati akan mengalami kehancuran dan tertawan. Jika tentara kasih
sayang, yang merupakan kekuatan ruh Kesatuan, mengusir pasukan nafs dari hati, maka hati
berada dalam pengaruh ruh, yang akan menjadi atasannya. Pada maqam ini, jiwa Sufi
berhubung dengan alam Kesatuan dan terpisah dari dunia keanekaragaman.8

Ruh ketika berada dalam tubuh, tidak sama dengan keberadaan air dalam gelas. Bukan
pula seperti bejana ilmu pada ahli ilmu pengetahuan. Bukan pula seperti melekatnya warna biru
pada laut. Bila gelas tersebut pecah, maka air yang di dalamnya akan tumpah, dan bila seorang
ahli ilmu pengetahuan meninggal dunia, maka ilmunya akan lenyap, juga bila air laut kering,
maka warna biru yang dipantulkan akan sirna. Ruh inilah yang merupakan hal mengagumkan
yang bersifat rabbani yang tidak mampu diketahui hakikatnya oleh kebanyakan akal manusia.

2.3 Daya-Daya Ruhani ( Al-Aql, An-Nafs, Al-Qolb, dan As-Sirr )

1. Definisi Al-Aql

Menurut bahasa, kata al-‘aql didalam Kamus Kontemporer Arab-Indonesia merupakan


sinonim bagi kata hija yang berarti pikiran, otak, dan alasan. Sedangkan di dalam Kamus Al-
Munawwir Arab-Indonesia kata al-‘aql juga berarti quwwah al-idrak (daya yang dapat
menangkap, mempersepsi, memahami, dan mencerapi), qalb (hati), al-dzakirah (ingatan), al-
quwwah al-‘aqilah (daya atau kekuatan yang dapat berfikir), al-fahm (pengertian), al-
diyyat (diyat), al-hishn (benteng) dan al-malja (tempat berlindung). Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia, kata akal diartikan dengan : (1) daya pikir, pikiran, ingatan; (2) jalan atau
cara melakukan sesuatu; daya upaya, ikhtiyar; (3) tipu daya, muslihat, kecerdikan, dan
kelicikan.

Menurut Imam al-Ghazali, kata al-‘aql memiliki empat hakikat, yaitu diantaranya
adalah:

1. Sesuatu yang siap menerima pengetahuan teoretis dan mengatur kepandaian berpikir yang
tersembunyi.

8
Javad Nurbakhsy, Psikologi Sufi, penerjemah Arief Rakhmat (Yogyakarta : Fajar Pustaka Baru : 2001) hal.214

10
2. Pengetahuan yang ada pada diri manusia sejak usia anak dapat menentukan yang mungkin
bagi yang perkara yang mungkin dan mustahil bagi yang perkara yang mustahil. Pengertian ini,
hematnya, sama dengan hati, yaitu perasaan halus (lathifah).

3. Pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman /empirik.

Kekuatan gharizah (insting) untuk mengetahui konsekuensi berbagai masalah dan menahan
keinginan untuk mendapatkan kelezatan sesaat.

Al-‘aql juga bisa dipahami dalam dua makna yaitu pertama, otak yang berada di dalam
kepala bagian belakang dan yang kedua adalah potensi lathifah robbaniyyah yang mempunyai
potensi akademik, mengetahui hakekat segala sesuatu.

Sedangkan fungsi al-‘aql adalah potensi penyerapan pengetahuan, membedakan baik


dan buruk, dan jalan memperoleh iman sejati.

2. Definisi An-Nafs

Menurut bahasa antara lain dapat diartikan dengan jiwa, ruh, semangat, hasrat,
kehendak. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, jiwa diartikan sebagai berikut:

1. Ruh manusia ( yang ada di dalam tubuh dan menghidupkan )

2. Seluruh kehidupan batin manusia ( yang terjadi dari perasaan, pikiran, angan-angan, dan
sebagainya ).

Menurut al-Ghazali, kata nafs mengandung dua makna ganda, yaitu :

Pertama, dimaksudkan berkolaborasinya kekuatan marah dan keinginan biologis


(syahwat) pada diri manusia. Hematnya, pengertian inilah yang dipakai oleh para ahli tasawuf.
Dan nafsu itu adalah cakupan sifat-sifat tercela pada diri manusia.

Kedua, suatu perasaan halus (lathifah), yaitu jiwa manusia dan substansinya, tetapi
berbeda-beda sesuai dengan ahwal (kondisi-kondisi ruhani) masing-masing. Jika ia tunduk di
bawah perintah dan jauh dari kegoncangan yang disebabkan nafsu syahwat disebut dengan nafs
muthmainah (jiwa yang tentram). Nafs inilah yang merupakan hakikat manusia yang dapat
mengetahui Allah dan seluruh yang diketahuinya. Jika ketundukannya tidak sempurna, hemat
al-Ghazali, bahkan menjadi pendorong bagi nafsu syahwat dan memperlihatkan keinginan
kepadanya, maka nafs itu dinamai dengan nafs al-lawwamah. Dan jika tunduk dan patuh
terhadap tuntutan-tuntutan syahwat dan ajakan-ajakan syetan, nafs itu disebut dengan nafs
amarah.

11
Perumusan al-Ghazali mengenai macam-macam nafs diatas, ini bersumberkan pada
ayat-ayat Al-Qur’an, yaitu:

1. Nafs Muthmainnah ( QS. Al-Fajr Ayat : 27-28 )

ُ ‫ٰۤياَيت ُ َها الن ۡف‬


٢٧) ُ‫س ۡال ُم ۡط َم ِٕىنة‬

٢٨) ً‫ضية‬ ِ ‫ۡار ِج ِع ۡۤى ا ِٰلى َر ِب ِك َر‬


ِ ‫اض َيةً م ۡر‬
Artinya:
( 27 ). Hai jiwa yang tenang.
( 28 ). Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya.

Dalam ayat tersebut menjelaskan, bahwa Nafs merasa tenang karena menjalankan
perintah Allah SWT dan mampu mengalahkan syahwatnya, maka ini dinamakan nafs
muthmainnah (jiwa yang tentram/tenang).

2. Nafs Al-Lawwamah ( QS. Al-Qiyamah Ayat : 2 )

‫َو َْل ا ُ ْق ِس ُم ِبالن ْف ِس اللوا َم ِة‬


Artinya: Dan aku bersumpah demi jiwa yang selalu menyesali (dirinya sendiri).

Dalam ayat tersebut menjelaskan, bahwa Nafs tidak bisa tenang secara sempurna tetapi
terus berusaha untuk memerangi syahwatnya, maka itu dinamakan dengan nafs al-lawwamah,
karena selalu mencela pemiliknya ketika kendor semangat ibadahnya kepada Allah SWT. Atau
bisa dipahami bahwa nafs Al-Lawwamah ini adalah nafs yang masih labil, gelisah, terkadang
melakukan kebaikan dan terkadang masih melakukan kejahatan, akan tetapi ia selalu menyesal
diri.

3. Nafs Al-Ammarah ( QS. Yusuf Ayat : 53 )

َ ‫س ۤ ْو ِء اِْل َما َر ِح َم َر ِب ْي اِن َر ِب ْي‬


‫غفُ ْور ر ِحيْم‬ َ ‫ئ َن ْف ِس ْي اِن الن ْف‬
َ ‫س َْلَم‬
ُّ ‫ارة ۢ ِبال‬ ُ ‫َو َما ا ُ َب ِر‬
Artinya: Dan aku tidak (menyatakan) diriku bebas (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu
itu selalu mendorong kepada kejahatan, kecuali (nafsu) yang diberi rahmat oleh Tuhanku.
Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun, Maha Penyayang.

Dalam ayat tersebut menjelaskan, bahwa jika nafs tidak lagi melakukan perlawanan
bahkan selalu mengikuti syahwatnya dan bujukan setan, maka itu dinamakan dengan Nafs Al-

12
Amarah Allah SWT berfirman menceritakan tentang istri pembesar Mesir dalam kisah Nabi
Yusuf A.S.9

Kecenderungan nafs adalah memaksakan hasrat-hasratnya dalam upaya untuk


memuaskan diri. Sedangkan akal berperan sebagai kekuatan pembatas sekaligus penasihat
bagi nafs, memberikan pertimbangan kepada nafs tentang tindakan-tindakan positif yang
seharusnya dilakukan dan tindakan-tindakan negative yang harus dihindari.

Seluruh manusia memiliki nafs dan menggunakannya dalam kehidupan di masyarakat.


Walaupun ada orang-orang tertentu yang dikendalikan oleh akal, namun sebagian besar orang
benar-benar dikendalikan oleh nafs-nya. dan perlu diperjelas bahwa istilah akal, dalam konteks
ini, merujuk pada “akal partikular” (‘aql al-juz’i), dan lebih mendasar merujuk pada “akal yang
berpikir”.10

3. Definisi Al-Qolb

Al-Qalb menurut bahasa berasal dari kata qalabu yang bermakna berubah, berpindah,
atau berbalik. Qalabu mengalami beberapa perubahan bentuk seperti inqalaba dan qallaba,
namun artinya masih sama. Menurut Ibnu Sayyidah, al-qalb jamaknya qulb yang berarti hati.11

Al-Qalb mempunyai dua makna yaitu diantaranya

1. Hati

Hati adalah salah satu anggota tubuh manusia yang terletak di bagian kiri atas rongga
perut, yang merupakan suatu anugerah Allah SWT. yang diberikan kepada manusia. Yang mana
mempunyai kedudukan dan fungsi yang sangat penting dan utama, sebab hati berfungsi sebagai
penggerak dan pengontrol anggota tubuh lainnya. Apabila hatinya baik, maka anggota badan
yang lainnya pun akan ikut baik, sedangkan apabila hatinya jelek, maka anggota tubuh yang
lainnya pun akan ikut jelek. Dan hati ini adalah hati yang berbentuk jasmani.

Hal ini sudah diriwayatkan berdasarkan hadits oleh Imam Al-Bukhari dan Muslim yang
artinya :

9
Sa’ad Hawwa, Pendidikan Spiritual, (Yogyakarta : Mitra Pustaka : 2006 h. 30-31
10
Javad Nurbakhsy, Psikologi Sufi, penerjemah Arief Rakhmat (Yogyakarta : Fajar Pustaka Baru : 2001) h. 4-5
11
Musa Asy’arie, Manusia Pembentuk Kebudayaan dalam Islam, (Yogyakarta : Lembaga Studi Filsafat Islam :
1992) h. 108-109

13
“Ingatlah bahwa di dalam tubuh terdapat sepotong daging. Apabila ia baik, maka baiklah
badan itu seluruhnya dan apabila ia rusak, maka rusaklah badan itu seluruhnya. Ingatlah
sepotong daging itu adalah hati”.12

2. lathifah Rabbaniyah Ruhaniyyah

Yaitu yang memancarkan hangat dan mempunyai hubungan dengan daging ini. Dan
mampu melakukan peng-idrak-an. Idrak adalah memahami, mempersepsikan, dan mencerapi.
Misalnya perasaan sedih dan gembira. Yang berfikir dan merenungkan itu adalah kekuatan
batin yang disebut al-qalb. Dan ini dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebut dengan hati.
Sehingga kalau ada sebutan “Hatinya hancur” maka yang disebut bukan jantungnya. Tetapi,
ada bagian jiwa seseorang yang hancur.13

Pada kenyataannya, nafs yang tenang adalah hati yang paling dalam, yang oleh para
filosof disebut sebagai nafs rasional (nafs al-natiqa). Namun demikian, sebagian besar manusia
masih berada pada maqam sifat-sifat kebendaan (tab’), tingkat nafs, dan belum memiliki hati.

Hati adalah sebuah tempat antara wilayah kesatuan (ruh) dan daerah keanekaragaman
(nafs). Jika hati mampu melepaskan selubung nafs yang melekat padanya dia akan berada di
bawah pengaruh ruh; itulah yang dikatakan telah menjadi hati dalam makna yang sebenarnya,
telah bersih dari segala kotoran keanekaragaman. Sebaliknya, jika hati dikuasai olehnafs, dia
menjadi keruh oleh kotoran keanekaragaman nafs.14

4. Definisi As-Sirr

As-Sirr Adalah isyarat halus yang ada dalam diri manusia seperti ruh dan nafs. Pada
prinsipnya, ia merupakan tempat “musyahadah ” seperti halnya ruh tempat “mahabbah” dan
qolb tempat “ma’rifah”. Ia merupakan substansi halus dan lembut dari rahmat Allah, relung
kesadaran paling dalam, tempat komunikasi rahasia antara Tuhan dan hambaNya. Inilah tempat
paling tersembunyi, dimana Allah memanifestasikan rahasiaNya kepada dirinya sendiri.

As-Sirr adalah ketersembunyian antara yang tiada dan ada. Ia adalah apa yang diketahui
Tuhan tetapi tidak diketahui makhluk. Sirr makhluk adalah apa yang diketahui tuhan tanpa
perantara. Rahasia Tuhan adalah sesuatu yang hanya diketahui Tuhan. Sirr lebih halus dari ruh,
dan ruh lebih halus dari qalb. Menurut para imam sufi as sirr hanya dimiliki oleh para wali dan
orang-orang yang telah mencapai ma’rifah Allah. Dalam qalb mereka telah terdapat rahasia

12
Zumroh, Tombo Ati Upaya Membersihkan Qalbu dari Kuman-kuman Penyakit, (Surabaya : Bintang Usaha Jaya
: 2011), h. 11
13
Jalaluddin Rakhmat, Renungan-renungan Sufistik, (Bandung : Penerbit Mizan : 1997) h. 69-70
14
Op.Cit, Javad Nurbakhsy, h. 135-136

14
rahasia ketuhanan dan hakekat rabbani yang harus dirahasiakan dari orang-orang awwam, agar
mereka tidak salah paham. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa as sirr adalah potensi
yang dimiliki manusia untuk berkomunikasi dan berinteraksi langsung dengan Tuhan. Sirr
terdapat di dalam ruh, dan ruh terdapat di dalam qolb.

15
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dapat disimpulkan bahwa manusia adalah makhluk yang kompleks. Di ciptakannya


manusia di bumi oleh Sang Pencipta tidak hanya untuk diam saja, tetapi manusia dituntut untuk
selalu berperan aktif untuk berbuat kebaikan. Sebagai seorang manusia, kita juga harus menjadi
individu yang dapat bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain.

Manusia bukanlah makhluk yang sempurna, masih banyak kekurangan yang melekat
dalam diri manusia. Salah satu contohnya adalah kurangnya pemahaman manusia tentang
agama, oleh karena itu manusia dianjurkan untuk saling menghormati dan mengasihi satu sama
lain karena kita diciptakan tanpa adanya perbedaan. Selain itu, sebagai seorang manusia kita
harus mematuhi aturan yang ada.

3.2 Saran

Dari penulisan makalah ini, penulis menyarankan agar sebagai seorang manusia kita
harus menjadi individu yang dapat bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain. Sebagai makhluk
sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri oleh karena itu kita harus saling tolong menolong
dalam kebaikan antar sesama.
Untuk kedepannya tugas dalam membuat makalah ini sangat dianjurkan untuk
dilanjutkan, karena bisa menambah wawasan manusia tentang pengetahuan Agama. Selain itu,
makalah ini diharapkan dapat membantu pembaca untuk menggali lebih dalam terkait tema yang
dibahas pada makalah ini yaitu yang berjudul “Hakikat Manusia, Ruh, dan Daya-Daya Ruhani”.

16
DAFTAR PUSTAKA

Mukhtar Zaini Dahlan, M.Pd.I. Pendidikan Agama Islam.


Dra. Zakiah, M.Pd., Dr. Sahmiar, M.Ag., Dra. Sahliah, M.Ag., Drs. Tagor Muda Lubis, MA.
Buku Ajar Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi Umum. (Medan, 2015).
Azyumardi Azra, Toto Suryana dkk. Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum.
(Jakarta, 2002).
Dr. Mardani. Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi. (Depok, 2022).

Hadari Nawawi. Hakekat Manusia Menurut Islam. (Surabaya, 1993).

Asy’arie, Musa . Manusia Pembentuk Kebudayaan dalam Islam, (Yogyakarta : Lembaga Studi
Filsafat Islam : 1992)
Hawwa.Sa’ad, Pendidikan Spiritual, (Yogyakarta : Mitra Pustaka : 2006 )
Tafsir. Ahmad, Filsafat Pendidikan Islam (A. Heris Hermawan, M.Ag., Ilmu Pendidikan
Islam,)

Hermawan, A. Heris Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: CV. Pustaka Setia,1999)


Mahmud Al-Aqal, Abbas, Manusia Diungkap Qur’an, (Jakarta: pustaka firdaus, 1993 )
Nurbakhsy, Psikologi Sufi, penerjemah Arief Rakhmat (Yogyakarta : Fajar Pustaka Baru :
2001)
Nurbakhsy, Javad, Psikologi Sufi, penerjemah Arief Rakhmat (Yogyakarta : Fajar Pustaka
Baru : 2001 )
Rakhmat, Jalaluddi, Renungan-renungan Sufistik, (Bandung : Penerbit Mizan : 1997)

17

Anda mungkin juga menyukai