Anda di halaman 1dari 8

Makalah

MUFI DAN MUSTAFI


( Makalah ini diajukan sebagai tugas mata kuliah ( Ushul fiqh)

DOSEN PENGAMPU

EKA WAHYU TRENGGANA S.Ag.,M.Pd.

Disusun Oleh :

Rahmatullah

Alimudin

Program Pendidikan Agama Islam (PAI)


Sekolah Tinggi Pesantren Darunna'im (STPDN) Rangkasbitung
Tahun Akademik 2021 - 2022
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………      I

DAFTAR ISI………………………………………………………………………         II

BAB I    PENDAHULUAN……………………………………………………..............    1

1.1      Latar Belakang……………………….………………………………………          1

1.2      Rumusan Masalah………...………………………………………………….          1

1.3      Tujuan……………………………………………………………………….           1

BAB II   PEMBAHASAN…………………...........…………………………………         2

2.1     Mufti …………………………………………………..………………….          2

2.2     Kriteria Mufti …………… ………………………………………………….          2

2.3 Macam Macam Mufti…………………………………………………………… 2

2.4 Mustafi……………………………………………………………………………3

2,5 Syarat Syarat Istifa dan Kewajiban Mustafi…………………………………….3

BAB III   PENUTUP…………………………...…………………………………..         4

3.1      Kesimpulan………………...………………………………………………..         4

DAFTAR PUSTAKA…………………...………………...……………………….        5 
SSSBAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Syariat Islam sebagai instrumen hukum mempunyai dua peranan dalam kehidupan
ummat manusia.Pertama adalah sebagai hukum negara melalui praktek peradilan. Kedua
adalah sebagai ketentuan hukum yang mengikat secara taklifi yang tercermin dalam
lima formulasi hukum Islam (wajib, sunnat, haram, makruh dan mubah), baik yang bebentuk
dustur atau hukum tertulis yang tertuang dalam buku fiqih maupun yang
berbentuk ifta’ atau fatwa untuk pedoman masyarakat umum. Segi pertama syariat Islam
sudah mendapat tempat secara terbatas dalam kewenangan Peradilan Agama/Mahkamah
Syariyah di Indonesia sampai ke tingkat banding di Pengadilan Tinggi Agama/Mahkamah
Syariyah Propinsi, dan tingkat kasasi di Mahkamah Agung. Sementara itu segi kedua masih
sebatas hukum materilil terutama yang menyangkut kewenangan fatwa belum mendapat
tempat yang semestinya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita.

B.  Rumusan Masalah
·      Apa yang dimaksud dengan , Mufti, Mustafti ’?
·      Bagaimana syarat-syarat Mufti, Mustafti dan ?
·      Apa saja macam , Mufti dan Mustafti?

C.  Tujuan Pembahasan
·      Mengetahui dan memahami pengertian , Mufti, Mustafti
·      Mengetahui syarat-syarat Mufti, Mustafti
·      Mengetahui macam , Mufti dan Mustaft
BAB II
PEMBAHASAN

A.    1. Mufti
Mufti dalam gramatika bahasa arab merupakan bentuk shighot isim fa’il dari fi’il
tsulatsi mazid afta-yufti-ifta’ yang secara etimologi adalah orang yang berftwa. Sedangkan
secara terminologi adalah [1] ‫رعي‬5‫المخبر عن حكم ش‬ (orang yang menyampaikan perihal hukum
syara'([2].
B.3. Kriteria Mufti
Untuk menetapkan hukum islam, seorang mufti harus memenuhi  persyaratan yang
ditetapkan ulama. Secara khusus syarat-syarat  yang harus dimiliki seorang mufti antara lain :
a.       Seorang Muslim
b.      Mukallaf
c.       Terhindar dari sifat-safat fasiq serta bisa menjaga muruah (martabat diri) [3]
d.      Memahami al-Qur’an dan ilmu-ilmu yang terkait (ulum al-Qur’an).
e.       Mengetahui asbab nuzul al-Qur’an dan asbab wurud al-hadits.
f.        Mengetahui ayat al-Qur’an yang nasikhah (ayat yang menghapus) dan ayat al-Qur’an
yang mansukhah  (ayat yang dihapus).
g.      Mengetahui secara persis ayat-ayat muhkamat dan ayat-ayat mutasyabihat.
h.      Mengetahui secara detail penta’wilan al-Qur’an dan penafsirannya secara valid dan akurat.
i.        Mengetahui secara detail tentang hadits-hadits Rasulullah Saw.
j.        Mengetahui ayat-ayat makiyah dan madaniyah
k.      Mengetahui ilmu-ilmu agama islam secara menyeluruh, seperti ilmu fiqih, Ushul Fiqih,
Ilmu Kalam, Ilmu Nahwu, Balaghah dan ilmu lain yang menunjang dalam menetapkan fatwa.
l.        Mengetahui tentang kepentingan masyarakat banyak (maslahat al-‘ammah)
m.    Harus terhindar dari sikap tercela.
Kriteria diatas berdasarkan kitab Adab Al Mufti Wal Mustafti Ibni Sholah dan kitab Adab
Al-Fatwa Wal Mufti Wal Mustafti Li Annawawi (Syafi’iyah), Sedangkan menurut Mazhab
Hanbali ada beberapa perbedaan didalam syarat seseorang menjadi mufti diantaranya adalah ;
1.       Bisa mentashawwurkan (menggambarkan) permasalahan secara detail
2.       Tidak boleh berfatwa yang berpotensi lebih banyak madlaratnya
Begitu urgennya posisi mufti, hampir seluruh kitab Ushul Fikih membicarakan dan
menetapkan sejumlah prinsip, adab (kode etik), dan persyaratan ketat yang harus dimiliki
setiap mufti (orang yang akan memberikan fatwa).
Menurut imam al-Nawawi al-Dimasyqi,diantara prinsip dan persyaratan  memberikan
fatwa, mufti harus mengetahui ilmu-ilmu al-Qur’an dan hadits, mengetahui hukum islam
secara mendalam berikut dalil-dalilnya, baik dari al-Qur’an maupun hadits, memahami cara
menggali (istinbath) hukum dan solusinya. Bahkan tidak berlebihan jika Ibnu al-Shalah
mengatakan, “Kualifikasi mufti seperti halnya kualifikasi al-rawi (dalam kajian hadits).
Dengan demikian, mufti harus cerdas (al-dlabith), jujur, dan tidak mempunyai cacat moral
(al-‘adlu), sebagaimana hal ini menjadi syarat bagi periwayat hadits.
B.2. Macam-Macam Mufti
Menurut Abu Umar, mufti terbagi menjadi dua :
1.      Mufti Mustaqil ialah seseorang yang memiliki kemampuan menggali (Istinbath) hukum
sendiri dari sumbernya, yakni Qur’an dan Hadits untuk difatwakan, dengan syarat yang telah
dituturkan diatas.
2.      Mufti Ghoiru Mustaqil ialah seseorang yang memiliki kemampuan menggali (Istinbath)
hukum untuk difatwakan akan tetapi ketentuan dan tata caranya disandarkan pada imam
mazhabnya, Mufti Ghoiru Mustaqil ini disebut pula dengan Mufti Muntasib dengan syarat :
a.       Tidak mengikuti (taqlid) terhadap apa yang menjadi pendapat imam
mazhabnya[4] (Mufti Mustaqil) dalam analisa dalilnya, akan tetapi tata cara dan ketentuan
berijtihadnya disandarkan pada Imam Mazhabnya.
b.      Memahami Fiqih dan Ushul Fiqih Mazhabnya beserta dalilnya secara terperinci

B. Mustafti
A.    Pemgertian
Mustafti menurut bahasa berasal dari kata istafta -yastaftii- istiftaan –fahua mustaftin dari
wazan istaf’ala- yastaf’ilu- istif’aalan-fahua mustaf’ilun, yang artinya orang yang meminta
fatwa.
Menurut istilah mustafti adalah orang-orang yang tidak mempunyai suatu pengetahuan
tentang hukum syara’baik secara sebagian maupun keseluruhan.
Orang-orang yang tidak mempunyai pengetahuan tentang syara’ , dari ketidak tahuannya di
sebut ‘awam. Dari segi dia bertanya di sebut mustafti maka jadilah muqollid. Adapun dalam
tingkatan seseorang dalam mepunyai pengetahuan, ada 3 penyebutan yaitu:
1.      Muqolid, adalah orang yang tidak mempunyai pengetahuan, oleh karenanya tidak bisa
menghasilkan pendapat sendiri dan mengikuti pendapat orang lain tanpa mengetahui dadil-
dalilnya
2.      Muttabi, adalah orang yang mampu menghasilkan pendapat tapi dengan metode yang sudah
di rintis oleh ulma ulama sebelumnya.
3.      Mujtahid, adalah orang yang mampu menghasilkan pendapat dengan ijtihadnya sendiri.
Menurut imam As Subki orang awam terbagi pada beberapa kelompok
a.       Orang awam yang tidak mempunyai keahian samasekali
b.      Orang ‘alim namun belum sampai pada tingkat mujtahid
c.       Orang yang mampu melakukan ijtihad tapi baru sampai pada tingkatan dzon( dugaan kuat)
C.3 Syarat- Syarat Istifta Dan Kewajiban Mustafti
Termasuk syarat istifta adalah mustafti harus kuat sangkaannya bahwa mufti yang di
ikutinya adalah ahli ijtihad dengan pengetahuannya sendiri melalui fatwa fatwanya dan
masyarakat mengambil fatwah fatwahnyaahli agama dengan pengetahuannya kesepakatan
masyarakat.Imam al Hudhori biek juga menyampaikan dalam kitabnya ushul fiqh  bahwa
para ulama sepakat orang awwam ( mustafti) tidak boleh meminta fatwah kecuali kepada
orang yang di kenalnya karena kemashuran ilmu dan keadilanya. Jika fatwah seorang ulama
tidak di ketahui kealimannya maka sebaiknya tidak didiamkan sampai mengetahui sifat
keadilannya. Karena dia belum di ketahui ( bebas dari) kedustaan dan keoalsuan.
Semua orang adalah awam kecuali beberapa orang. Bahkan semua ulama memiliki
sifat ‘adil kecuali beberapa saja. Inilah pendapat yan di pilih oleh oleh ibnu hammam.
Apabila ingin mengetahui kondisi seorang mufti maka cukuplah dengan mengetahui apa yang
tersiar oleh kalangan umat.
Adapun kewajiban seorang mustafti adalah ketika seorang mufti betfatwa dan di
sepakati oleh oleh ahlul ijtihad maka seorang mufti harus mengamalkannya dan
melakukannya. Tapi apabila terjadi ikhtilaf maka wajib baginya ijtihad dalam masalah siapa
yang lebih ,alimnya.karena hal itu mendai cara kuatnya sangkaan mustafti. Dan hal itu masih
memungkinkannya. Kewajiban seorang mustafti juga bertanya kepada mufti atas masalah
yang tidak di ketahuinya.
Adapun ketentuan-ketentuan seorang mustafti apabila para dua mufti berikhtilaf maka
kita boleh tidak memilih keduanya dan kita memilih keumumannya. Apabila mujtahid
banyak di suatu negara atau daerahnya maka boleh mengikuti mujtahin yang iya inginkan.
Para pengikut-pengikut imam syafii sepakat bahwa mustafti mengikuti faadhiluhum wa
BAB III

PENUTUP

Setelah menguraikan pengertian, mufti,mustafti dan, serta syarat dan pembagiannya


masing-masing, bisa disimpulkan bahwa peranan fatwa sangat pokok dan strategis serta
memiliki peranan luhur sebagai langkah solusi bagi orang awam yang sangat membutuhkan
kejelasan suatu hukum mengacu pada dirinya yang tidak punya otoritas dalam menggali
hukum sendiri terutama di dalam memecahkan dan menjawab seluruh persoalan sosial-
keagamaan dan kebangsaan yang timbul di tengah-tengah masyarakat. Jawaban yang
diberikan oleh mufti adalah fatwa yang dikeluarkan melalui penetapan fatwa minimal
didasarkan sumber hukum Islam yaitu Al-Qur’an, Sunnah (Hadis), Ijma` dan Qiyas.
DAFTAR PUSTAKA

Iyor,Davies. 1987. Pengelolaan Belajar. Jakarta; Rajawali Pers.

Sudjana, Nana dan Rivai, Ahmad . 1991. Media Pengajaran. Bandung; Sinar Baru.

Susilana, Rudi dan Riyana , Cepi. 2007. Media Pembelajaran. Bandung; Wacana Prima.

Bahri, Syaiful Djamarah dan Zain, Azwan. 2010. Strategi Belajar Mengajar, Jakarta;Rineka


Cipta.

Kustandi, Cecep dan Sutjipto, Bambang. 2011. Media Pembelajaran. Jakarta; Ghalia


Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai