Anda di halaman 1dari 78

PROFIL INDIKATOR

ASSESMENT AWAL MEDIS DILAKUKAN DALAM WAKTU 1 X 24 JAM


SEJAK PASIEN MASUK RAWAT INAP
DI RUMAH SAKIT UMUM Dr. SOEDARSO BULAN JANUARI - MARET 2016

A. PENDAHULUAN
Pengkajian adalah tahapan dari proses dokter mengevaluasi data pasien subyektif
maupun obyektif untuk membuat keputusan terkait status kesehatan pasien, kebutuhan
perawatan, intervensi dan evaluasi.
Pengkajian awal medik yang dilakukan pada triwulan pertama tahun 2015 sebanyak
49.43 %, triwulan kedua 48.42 %, triwulan ke tiga sebanyak 50.29 % dan triwulan ke empat
sebanyak 51.20 %. Dilihat pada pengkajian yang dilakukan masih banyak pengkajian tidak
dilakukan 1 x 24 jam.
Dalam pengkajian, pasien dan keluarga harus diikutsertakan dalam seluruh proses
agar asuhan kepada pasien menjadi optimal. Pada sat evaluasi, bila terjadi perubahan yang
signifikan terhadap kondisi klinis pasien maka harus segera dilakukan pengkajian ulang.

Pengkajian awal diperlukan untuk mengidentifikasi adanya permasalahan yang


terjadi pada pasien dan memastikan bahwa pasien dalam keadaan aman dan nyaman
sehingga dapat menghindari terjadinya kejadian yang tidak diharapkan seperti pasien jatuh.

1. KATEGORI PENGUKURAN KLINIK


2. DIMENSI MUTU Ketepatan waktu.
3. TUJUAN Keselamatan pasien.
Assesment Awal Medis adalah assesment yang dilakukan setelah pasien secara
resmi menjadi pasien RSUDDr. Soedarsoditunjukkan adanya pengantar rawat
inap, termasuk rencana awal (planning) yang tidak gawat darurat.
4. DEFENISI OPERASIONAL
Yang dimaksud 1 x 24 jam adalah terhitung dari jam yang tertulis pada pengantar
rawat inap dan jam yang tertulis pada rencana awal dan telah dilaksanakan dan
ditandatangani oleh DPJP.
Jumlah pasien baru rawat inap yang sudah dilakukan assesmen awal medis
5. NUMERATOR
dalam waktu 1 x 24 jam.
6. DENOMINATOR Jumlah semua pasien baru rawat inap dalam waktu satu bulan.

1
7. JENIS INDIKATOR PROSES & OUTCOME
FREKUENSI
8. BULANAN
PENGUMPULAN DATA
9. PENGUMPUL DATA PENYELIA
10. PERIODE PELAPORAN BULANAN
11. SUMBER DATA SURVEILANS AKTIF
METODOLOGI
12. KONKUREN
PENGUMPULAN DATA
STANDAR
PENGUKURAN / TARGET
13. 100 % / 90 %
PENGUKURAN
INDIKATOR
TARGET SAMPEL DAN
14. Semua rekammedik yang masuk ke rawat inap.
UKURAN SAMPEL (n)
15 - Pasien yang masuk melalui Instalasi Gawat Darurat RSUD Dr. Soedarso.
KRITERIA INKLUSI
. - Pasien yang dirawat > 24 jam.
16 - Pasien yang dilakukan operasi / tindakan secepatnya.
KRITERIA EKSKLUSI
. - Pasien yang dirawat di gawat darurat.
17 Setiap hari kerja dengan Total Sampling setiap ada pasien yang masuk ke rawat
PENCATATAN
. inap.
18. WILAYAH PEMANTUAN Semua unit pelayanan rawat inap.
19
RENCANA ANALISIS Analisis bulanan.
.
20
DISEMINASI DATA Kepala Bidang Pelayanan.
.

B. GAMBARAN ANALISIS

Assesment Awal Medis


Dilakukan Dalam Waktu 1 X 24 Jam
Prosentase

100
90 90 90
80 71,4
60 60
40 45,7
20
0 Target (%)
Jan Peb Mar
2016 2016 2016 Capaian (%)
ANALISIS :
Dari bulan Januari sampai bulan Maret tahun 2016 terdapat kisaran capaian indikator
Assesment Awal Medis Dilakukan Dalam Waktu 1 X 24 Jam Sejak Pasien Masuk Rawat
Inap berkisar 59 %, dimana tiap bulan mengalami kenaikan rata-rata sebesar 14,1 %.

2
Pada 105 sampel Assesment Awal Medis terdapat 62 sampel yang dilakukan Assesment
Awal Medis Dalam Waktu 1 X 24 Jam Sejak Pasien Masuk Rawat Inap.

C. HAMBATAN / KENDALA
a. Dokter masih belum sadar akan pentingnya pelaksanaan Assesment Awal Medis
Dilakukan Dalam Waktu 1 X 24 Jam Sejak Pasien Masuk Rawat Inap.
b. Kurangnya perhatian dokter dalam pelaksanaan Assesment Awal Medis Dilakukan
Dalam Waktu 1 X 24 Jam Sejak Pasien Masuk Rawat Inap.
c. Dokter kurang patuh dalam pengisian Assesment Awal Medis Dilakukan Dalam Waktu
1X 24 Jam Sejak Pasien Masuk Rawat Inap.

D. TINDAK LANJUT
1. Meningkatkan edukasi yang lebih intensif kepada dokter tentangnya pentingnya
pelaksanaan Assesment Awal Medis Dilakukan Dalam Waktu 1 X 24 Jam Sejak Pasien
Masuk Rawat Inap.
2. Mengadakan sosialisasi yang lebih intensif kepada dokter tentangnya pentingnya
pelaksanaan Assesment Awal Medis Dilakukan Dalam Waktu 1 X 24 Jam Sejak Pasien
Masuk Rawat Inap
3. Meningkatkan peran aktif fasilitator akreditasi dalam pemantauan kegiatan pengisian
Assesment Awal Medis Dilakukan Dalam Waktu 1 X 24 Jam Sejak Pasien Masuk
Rawat Inap.
4. Dipertimbangkan agar petugas ruangan boleh mengisi pengkajian awal medis,
kemudian ditandatangani oleh DPJP.

E. REKOMENDASI
a. Pimpinan membuat surat edaran kepada staf medis untuk melaksanakan Assesment
Awal Medis Dilakukan Dalam Waktu 1 X 24 Jam Sejak Pasien Masuk Rawat Inap.
b. Pembuatan SPO Assesment Awal Medis Dilakukan Dalam Waktu 1 X 24 Jam Sejak
Pasien Masuk Rawat Inap.
c. Pembuatan Panduan Assesment Awal Medis Dilakukan Dalam Waktu 1 X 24 Jam Sejak
Pasien Masuk Rawat Inap.

Pontianak, Mei 2016

Ketua
Panitia Mutu Dan Keselamatan Pasien
RSUD Dr. Soedarso

DR. Dr. Pinda Hutajulu, Sp.OG(K)FER


NIP. 19630221 199003 1 007

PROFIL INDIKATOR

3
ANGKA KERUSAKAN SAMPEL DARAH DARI IGD
DI RUMAH SAKIT UMUM Dr. SOEDARSO BULAN JANUARI - MARET 2016

A. PENDAHULUAN
Pemeriksaan darah diperlukan untuk menunjang penegakkan diagnose. Darah yang
diambil dapat terjadi kerusakan karena cara pengambilan darah yang salah, kurangnya
porsedur dalam penempatan sampel dan waktu pengambilan dengan pemeriksaan yang
dilakukan oleh petugas kesehatan.
Sampel darah sangat sensitive dan mudah rusak bila dibiarkan terlalu lama atau pun
pengambilan darah yang kurang atau tidak tepat. Angka kerusakan sampel darah dari IGD
adalah sampel darah dari Instalasi Gawat Darurat yang tidak dapat diperiksa karena berbagai
hal.
Kerusakan sampel darah dari IGD selama tahun 2015 sebanyak 0,34 % dengan
rincian diaman sampel darah yang masuk sebanyak 7.180 sampel dengan yang rusak
sebanyak 25 sampel. Bila tidak tindaklanjuti maka akan terjadi kerugian pada pasien yang
dapat memperlambat pelayanan yang diberikan dan pada rumah sakit sendiri yang
menambah pembiayaan untuk pengambilan sampel darah tersebut.
Sampel-sampel darah dari suatu uji harus segera mendapatkan penanganan yang
tepat supaya diperoleh hasil yang baik dan valid. Apabila penanganan sampel terlambat atau
tidak tepat, kemungkinan besar sampel akan mengalami kerusakan atau perubahan yang
tentunya akan mempengaruhi hasil analisanya atau penetapan kadarnya. Bila hal ini terjadi
tentu saja akan berakibat fatal, karena jelas akan mempengaruhi hasil evaluasi yang mana
kesimpulan yang diambil akan dijadikan dasar pijakan untuk membuat kebijakan.

1. KATEGORI PENGUKURAN KLINIK


2. DIMENSI MUTU Efektifitas dan kesinambungan pelayanan.

3. TUJUAN Tergambarnya pelayanan pasien yang baik.


Sampel darah yang rusak dari Instalasi Gawat Darurat sehingga tidak dapat
4. DEFENISI OPERASIONAL
diperiksa oleh petugas laboratorium.
5. NUMERATOR Jumlah sampel darah yang dari IGD yang rusak dalam 1 bulan.
6. DENOMINATOR Jumlah seluruh pemeriksaan darah dari IGD waktu satu bulan.
7. JENIS INDIKATOR PROSES & OUTCOME
FREKUENSI
8. BULANAN
PENGUMPULAN DATA
9. PENGUMPUL DATA KEPALA RUANG LABORATORIUM
10. PERIODE PELAPORAN BULANAN

11. SUMBER DATA SISTEM PELAPORAN

METODOLOGI
12. KONKUREN
PENGUMPULAN DATA
13. STANDAR 0%/2%
PENGUKURAN / TARGET

4
PENGUKURAN
INDIKATOR
TARGET SAMPEL DAN
14. Semua pemeriksaan laboratorium dari IGD.
UKURAN SAMPEL (n)

15. KRITERIA INKLUSI Sampel darah dari Gawat Darurat RSUD Dr. Soedarso.

16. KRITERIA EKSKLUSI Sampel darah yang kurang sehingga tidak dapat diperiksa.
Setiap hari kerja dengan total sampling setiap ada pasien yang masuk ke
17. PENCATATAN
Instalasi Gawat Darurat.
18. WILAYAH PEMANTUAN Instalasi Laboratorium.
19. RENCANA ANALISIS Analisis bulanan.

B. GAMBARAN ANALISIS

Angka Kerusakan Sampel Darah


Dari IGD
Prosentase

4
3.3
3
2 2 2 2
1.5 Target (%)
1 1.4
0 % Sample
Jan Peb Mar Rusak
2016 2016 2016
ANALISIS :
Dari bulan Januari sampai bulan Marettahun 2016 terdapat kisaran capaian indikator
Angka Kerusakan Sampel Darah Dari IGD berkisar 2,1 %, dimana tiap bulan mengalami
kenaikan rata-rata sebesar 1 %.
Pada 1.874 Sampel Darah Dari IGD masih terdapat 39 Kerusakan Sampel Darah Dari
IGD.

C. HAMBATAN / KENDALA
a. Kurangnya pengetahuanpetugas IGD dalam pengambilan sample darah.
b. Petugas yang mengambil sample bukan petugas analis, sehingga dapat terjadi kesalahan
pengambilan sample.
c. Tidak ada petugas khusus yang dapat mengantar sample.
d. Keterbatasan sarana dan prasarana dalam melakukan pemeriksaan darah.

D. TINDAK LANJUT
1. Meningkatkan edukasi yang lebih intensif kepada petugas IGD tentang tata cara
pengambilan sample darah.
2. Mengadakan sosialisasi yang lebih intensif kepada petugas IGD tentang tata cara

5
pengambilan sample darah.
3. Meningkatkan peran aktif fasilitator akreditasi dalam pemantauan kegiatan pengambilan
sample darah.

E. REKOMENDASI
a. Pembuatan SPO Tata Cara Pengambilan Sample Darah.
b. Pembuatan Panduan Tata Cara Pengambilan Sample Darah.
c. Penerimaan tenaga yang berfungsi sebagai kurir pengiriman sampel darah di lingkungan
rumah sakit.

Pontianak, Mei 2016

Ketua
Panitia Mutu Dan Keselamatan Pasien
RSUD Dr. Soedarso

DR. Dr. Pinda Hutajulu, Sp.OG(K)FER


NIP. 19630221 199003 1 007

PROFIL INDIKATOR

6
ANGKA REAKSI OBAT KONTRAS
DI RUMAH SAKIT UMUM Dr. SOEDARSO BULAN JANUARI - MARET 2016

A. PENDAHULUAN
Bahan kontras yang diinjeksi intravaskuler pada dasarnya mempunyai risiko
definitive terhadap terjadinya reaksi dan efek samping. Kemungkinan timbulnya reaksi itu
pada seseorang tidak dapat diramalkan dengan tegas. Reaksi terhadap pemakaian bahan
kontras intravaskuler tidak diketahui sebabnya, tetapi banyak hipotesis yang dikemukakan
dan tampaknya beberapa factor ikut berperan. Menurut Laser (1968) yang mendasari
terjadinya reaksi terhadap injeksi bahan kontras adalah proses alergi atau idiosinkrasi dan
kemoktasis. Faktor-faktor lain yang diduga sebagai penyebab adalah pelepasan histamain,
reaksi-reaksi protein tubuh, penekanan asetilkolin-esterase atau aktivitas komplemen darah
(Fischer dan Colgan, 1976). Faisal (1992) mendapatkan reaksi yang terjadi 6 % pada
penggunaan obat kontras untuk urografin 76%. Hal ini sama dengan penelitian yang
dilaporkan oleh Ansel (1970) dan Shehadi dan Taniolo (1980) yaitu 5 – 8,5 %.
Kejadian reaksi kontras radiologi sepanjang tahun 2015 sebanyak 0,22 % dengan
foto radiologi yang menggunakan kontras sebanyak 448 orang dan yang mengalami reaksi
obat kontras ada 1 orang.

1. KATEGORI PENGUKURAN KLINIK

2. DIMENSI MUTU Efektifitas dan kesinambungan pelayanan.


3. TUJUAN Tergambarnya pelayanan pasien yang aman.
Reaksi Obat Kontras adalah reaksi yang terjadi pada saat pasien dilakukan
4. DEFENISI OPERASIONAL
pemeriksaan diagnostic / radiologi di ruang radiologi.
Pemeriksaan diagnostik yang menggunakan obat kontras dan mengalami efek
5. NUMERATOR
samping.
Jumlah seluruh pemeriksaan diagnostik yang menggunakan obat kontras dalam
6. DENOMINATOR
waktu satu bulan.
7. JENIS INDIKATOR PROSES & OUTCOME
FREKUENSI
8. BULANAN
PENGUMPULAN DATA
9. PENGUMPUL DATA KEPALA RUANG RADIOLOGI

10. PERIODE PELAPORAN BULANAN

11. SUMBER DATA SISTEM PELAPORAN

METODOLOGI
12. KONKUREN
PENGUMPULAN DATA
STANDAR
PENGUKURAN / TARGET
13. 0%/0%
PENGUKURAN
INDIKATOR
TARGET SAMPEL DAN
14. Semua pemeriksaan radiologi yang menggunakan obat kontras.
UKURAN SAMPEL (n)

7
15. KRITERIA INKLUSI Pasien yang melakukan pemeriksaan diagnostik menggunakan obat kontras.
16. KRITERIA EKSKLUSI Pasien mempunyai riwayat alergi dan skin test positif.
Setiap hari kerja dengan total sampling pada pasien yang dilakukan
17. PENCATATAN
pemeriksaan diagnostik menggunakan obat kontras.
18. WILAYAH PEMANTUAN Instalasi Radiologi.

B. GAMBARAN ANALISIS

Angka Reaksi Obat Kontras


Prosentase

1
0.8
0.6
0.4
0.2
Kejadian Reaksi
0
Jan Peb Mar (%)
2016 2016 2016
ANALISIS :
Dari bulan Januari sampai bulan Marettahun 2016 terdapat capaian indikator Angka
Reaksi Obat Kontras berkisar 0 %.
Pada 45sampel Pemberian Obat Kontras tidak terdapat sampel terjadinya Reaksi Obat
Kontras.

C. TINDAK LANJUT
1. Tetap meningkatkan peran aktif fasilitator akreditasi dalam pemantauan kegiatan
Pemberian Obat Kontras.

Pontianak, Mei 2016

Ketua
Panitia Mutu Dan Keselamatan Pasien
RSUD Dr. Soedarso

DR. Dr. Pinda Hutajulu, Sp.OG(K)FER


NIP. 19630221 199003 1 007

8
PROFIL INDIKATOR
ANGKA PENUNDAAN OPERASI
DI RUMAH SAKIT UMUM Dr. SOEDARSO BULAN JANUARI - MARET 2016

A. PENDAHULUAN
Elective surgery merupakan terminology untuk semua operasi yang kurang
mendesak dimana waktu masuk ke rumah sakit dapat ditunda paling tidak 24 jam. Mereka
yang menunggu giliran untuk dioperasi diberi kategori klinis yang berdasarkan atas
penilaian dari dokter spesialis. Berdasarkan keadaan yang normal, pasien dengan klasifikasi
paling mendesak (Kategori 1 – mendesak) akan dijadwalkan sebelum pasien-pasien lainnya.
Ada tiga kategori klinis yang dipakai secara nasional untuk mengklasifikasi pasien-pasien
yang memerlukan operasi :
Kategori 1 – mendesak
Kemungkinan waktu menunggu untuk operasi mendesak adalah 30 hari atau kurang.
Kategori 2 – cukup mendesak
Kemungkinan waktu menunggu untuk operasi yang kurang mendesak adalah 90 hari atau
kurang.
Kategori 3 – tidak mendesak
Kemungkinan waktu menunggu untuk operasi yang tidak mendesak adalah 12 bulan atau
kurang.
Penundaan operasi yang terjadi pada rumah sakit pada tahun 2015 sebanyak 15,73 %
dari jadwal yang ditentukan dimana yang terjadwal sebanyak 1.780 operasi sedangkan yang
dibatalkan sebanyak 280 operasi sehingga dapat menurunkan mutu dari pelayanan rumah
sakit walaupun banyak hal yang dapat menimbulkan terjadinya penundaan operasi.
Rumah sakit berupaya untuk memenuhi jadwal tersebut, rumah sakit harus memberi
prioritas kepada pasien gawat yang memerlukan tempat tidur di sebuah rumah sakit.
Walaupun dilakukan penjadwalkan kadang-kadang terjadi penundaan karena banyak hal
seperti keadaan pasien yang tidak memungkinkan untuk dioperasi, alat yang rusak, ataupun
keadaan yang diluar dari rencana semula.

1. KATEGORI PENGUKURAN KLINIK

2. DIMENSI MUTU Efektifitas dan kesinambungan pelayanan.

3. TUJUAN Tergambarnya pelayanan pasien yang baik dan cepat.


Penundaan Operasi adalah operasi yang telah direncanakan tetapi terjadi
4. DEFENISI OPERASIONAL
penundaan oleh karena berbagai sebab.
5. NUMERATOR Semua operasi yang terjadi penundaan.
6. DENOMINATOR Jumlah seluruh operasi yang direncanakan waktu satu bulan.
7. JENIS INDIKATOR PROSES
FREKUENSI
8. BULANAN
PENGUMPULAN DATA
9. PENGUMPUL DATA KEPALA RUANG BEDAH SENTRAL

10. PERIODE PELAPORAN BULANAN

9
11. SUMBER DATA SISTEM PELAPORAN
METODOLOGI
12. KONKUREN
PENGUMPULAN DATA
STANDAR
PENGUKURAN / TARGET
13. 0%/0%
PENGUKURAN
INDIKATOR
TARGET SAMPEL DAN
14. Semua operasi yang telah direncanakan.
UKURAN SAMPEL (n)
Semua operasi yang telah direncanakan yang diperiksa oleh DPJP dan dokter
15. KRITERIA INKLUSI
anastesi.
- Pasien operasi yang mengalami keadaan yang tidak diharapkan sehingga
tidak dapat dilakukan pembiusan.
16. KRITERIA EKSKLUSI
- Pasien operasi yang mengalami masalah administrasi (BPJS, persiapan
darah).
17. PENCATATAN Setiap hari kerja dengan total sampling setiap operasi yang telah direncanakan.
18. WILAYAH PEMANTUAN Instalasi Bedah Sentral.

B. GAMBARAN ANALISIS

Angka Penundaan Operasi


Prosentase

10
8.7
8
6.6
6 5.9
4
2 TARGET
0 0 0 0 KEJADIAN
JAN 2016 PEB 2016 MAR 2016
ANALISIS :
Dari bulan Januari sampai bulan Maret tahun 2016 terdapat kisaran capaian indikator
Angka Penundaan Operasi berkisar 7 %, dimana pada bulan Februari mengalami
penurunan sebesar 1 % dan pada bulan Maret mengalami kenaikan sebesar 2,8 %.
Pada 441 sampel seluruh operasi yang direncanakan masih terdapat 31 sampel Penundaan
Operasi.

C. HAMBATAN / KENDALA
a. Terdapatnya permasalahan klinis pada saat pra operasi.
b. Terdapatnya permasalahan dalam pengurusan jaminan kesehatan.
c. Sebagian pasien tidak dilakukan visite pada H -1 pasien pra operasi oleh Dokter
Spesialis Anesthesi.

10
D. TINDAK LANJUT
1. Diharapkan semua Dokter Spesialis Anesthesi melakukan visite pada H – 1 pasien pra
operasi.
2. Mengadakan sosialisasi yang lebih intensif dalam pengurusan jaminan kesehatan.

E. REKOMENDASI
a. Pimpinan membuat surat edaran kepada staf medis untuk melaksanakan visite pada H –
1 pasien pra operasi.
b. Pembuatan SPO visite pada H – 1pasien pra operasi.
c. Pembuatan Panduan visite pada H – 1pasien pra operasi.

Pontianak, Mei 2016

Ketua
Panitia Mutu Dan Keselamatan Pasien
RSUD Dr. Soedarso

DR. Dr. Pinda Hutajulu, Sp.OG(K)FER


NIP. 19630221 199003 1 007

PROFIL INDIKATOR

11
PEMBERIAN ANTIBIOTIKA PROFILAKSIS 1 JAM SEBELUM INSISI OPERASI
DI RUMAH SAKIT UMUM Dr. SOEDARSO BULAN JANUARI - MARET 2016

A. PENDAHULUAN
Antibiotika profilaksis adalah antibiotika yang diberikan dalam waktu singkat
sebelum operasi dengan tujuan menurunkan resiko terjadinya infeksi daerah operasi.
Walaupun antibiotika profilaksis penting menurunkan angka infeksi tetapi bila penggunaan
tidak tepat akan menimbulkan perkembangan bakteri resistensi terhadap antibiotik yang
dapat mempersulit pengobatan. Pada operasi bersih tidak perlu menggunakan antibiotik
profilaksis. Operasi bersih adalah operasi yang dilakukan pada daerah dengan kondisi pra
bedah tanpa infeksi, tanpa membuka trakturs (respiratorius, gastro intestinal, urinarius,
bilier), operasi terencana, atau penutupan kulit primer dengan atau tanpa digunakan drain
tertutup. Pada operasi ini umumnya tidak memerlukan antibiotika profilaksis kecuali pada
beberapa jenis operasi, misalnya : mata, jantung, dan sendi.
Penelitian yang dilakukan oleh Desiyana, dkk (2008) hasilnya dari 150 pasien yang
menjalani operasi di RS Darmais sejumlah 131 pasien yang dapat dipantau hingga 30 hari
pasca operasi. Antibiotika profilaksis digunakan pada 111 dari 131 operasi yang operasi
yang dilakukan (84,73 %). Antibiotika yang yang paling banyak digunakan adalah
sefalosporin genersasi III yaitu ceftriaxone (52,25 %). 84,68 % pasien menerima antibitoka
profilaksis tidak tepat waktu dan 81,98 % menerima antibiotika profilaksis > 24 jam.
Infeksi luka operasi terjadi 3 dari 131 (2,29 %) pasien tersebut. Hasil analisa multivariat
menunjukkan luka rawat sebelum operasi merupakan factor risiko yang berpengaruh
terhadap kejadian infeksi luka operasi dengan p = 0,021 dan OR 3,259.
Penelitian oleh Marityaningsih (2012) tentang kualitas penggunaan antibiotic di
bangsal bedah dan obstetric Rumah Sakit Dr. Karyadi dapatkan hasil kualitas penggunaan
antibiotic dengan tepat indikasi dan tepat waktu pemberian sebesar 30,3 % dan tepat indikasi
sebesar 3,6 %. Penggunaan antibiotik yang tanpa indikasi di bangsal bedah sebesar 56,9 %
dan ruang obstetric-ginekologi 48,2 %. Penelitian Laras (2012) tentang kuantitas
penggunaan antibiotik di RSUP Dr. Karyadi didapatkan ruang bedah lebih tinggi daripada
bangsal obsgin. Jenis antibiotik yang tidak sesuai dengan pedoman penggunaan antibiotik
secara statistic lebih banyak di bangsal bedah.
Rumah sakit Dr. Soedarso pada tahun 2015 dari wawancara masih belum
mendapatkan data yang pasti tentang penggunaan antibiotic 1 jam sebelum operasi sehingga
perlu dilakukan penelusuran tentang pelaksanaan yang dilakukan sesuai dengan standar
prosedur operasional untuk peningkatan mutu untuk operasi bersih tanpa penggunaan
antibiotic profilaksis.

1. KATEGORI PENGUKURAN KLINIK

2. DIMENSI MUTU Kepatuhan penggunaan obat formularium rumah sakit.

3. TUJUAN Untuk meningkatkan kepatuhan waktu pemberian antibiotika propilaksis.


4. DEFENISI OPERASIONAL Pemberian Antibiotika Profilaksis yaitu antibiotika yang ditujukan untuk
profilaksis terjadinya infeksi pasca operasi yang dilakukan di kamar operasi
bedah sentral.

12
Pemberian 1 jam sebelum insisi operasi adalah pemberian dalam waktu ≤ 1
jam sebelum dimulainya incisi pada operasi mata.
Jumlah pasien yang diberikan antibiotic propilaksis ≤ 1 jam sebelum insisi
5. NUMERATOR
pembedahan mata.
Jumlah semua pasien yang diberikan antibiotic profilaksis sebelum insisi
6. DENOMINATOR
pembedahan mata.
7. JENIS INDIKATOR PROSES
FREKUENSI
8. BULANAN
PENGUMPULAN DATA
9. PENGUMPUL DATA KEPALA INSTALASI BEDAH SENTRAL

10. PERIODE PELAPORAN BULANAN

- REKAP HARIAN
11. SUMBER DATA
- SIM RS
METODOLOGI
12. KONKUREN
PENGUMPULAN DATA
STANDAR PENGUKURAN /
13. TARGET PENGUKURAN 100 %
INDIKATOR
TARGET SAMPEL DAN
14. Semua penggunaan obat profilaksis sebelum insisi operasi.
UKURAN SAMPEL (n)
15. KRITERIA INKLUSI Pemberian obat propilaksis sebelum operasi mata.
16. KRITERIA EKSKLUSI Pasien yang telah mendapatobat antibiotik di ruangan sebelumnya.

17. WILAYAH PEMANTUAN Instalasi Bedah Sentral.


Data dikumpulkan oleh Kepala Ruang Bedah Sentral/ Kepala Instalasi untuk
18. RENCANA ANALISIS direkap dan dianalisis, selanjutnya dilaporkan kepada Panitia Mutu dan
Keselamatan Pasien kemudian dilaporkan kepada Direktur.

B. GAMBARAN ANALISIS

Pemberian Antibiotik Profilaksis 1 Jam


Sebelum Insisi Operasi
Prosentase

120
100 100 100
100
80 87 82.5 78.6
60
40
20 TARGET
0 KEJADIAN
JAN 2016 PEB 2016 MAR 2016

ANALISIS :

13
Dari bulan Januari sampai bulan Marettahun 2016 terdapat kisaran capaian indikator
Pemberian Antibiotika Profilaksis 1 Jam Sebelum Insisi Operasi berkisar 82,7 %, dimana
tiap bulan mengalami penurunan rata-rata sebesar 4,2 %.
Pada 77 sampel pasien yang diberikan antibiotic profilaksis sebelum insisi pembedahan
mata terdapat 64 sampel pasien yang diberikan Antibiotika Profilaksis 1 Jam Sebelum
Insisi Operasi.

C. HAMBATAN / KENDALA
a. Terdapatnya perbedaan persepsi antara petugas medis / dokter.

D. TINDAK LANJUT
1. Meningkatkan edukasi yang lebih intensif kepada dokter tentangnya pentingnya
Pemberian Antibiotika Profilaksis 1 Jam Sebelum Insisi Operasi.
2. Mengadakan sosialisasi yang lebih intensif kepada dokter tentangnya pentingnya
Pemberian Antibiotika Profilaksis 1 Jam Sebelum Insisi Operasi.
3. Meningkatkan peran aktif fasilitator akreditasi dalam pemantauan kegiatan Pemberian
Antibiotika Profilaksis 1 Jam Sebelum Insisi Operasi.

E. REKOMENDASI
a. Pimpinan membuat surat edaran kepada staf medis untuk melaksanakan Pemberian
Antibiotika Profilaksis 1 Jam Sebelum Insisi Operasi.
b. Pembuatan SPO Pemberian Antibiotika Profilaksis 1 Jam Sebelum Insisi Operasi.
c. Pembuatan Panduan Pemberian Antibiotika Profilaksis 1 Jam Sebelum Insisi Operasi.

Pontianak, Mei 2016

Ketua
Panitia Mutu Dan Keselamatan Pasien
RSUD Dr. Soedarso

DR. Dr. Pinda Hutajulu, Sp.OG(K)FER


NIP. 19630221 199003 1 007

PROFIL INDIKATOR

14
KETEPATAN WAKTU PEMBERIAN INJEKSI ANTIBIOTIKA
PADA PASIEN RAWAT INAP
DI RUMAH SAKIT UMUM Dr. SOEDARSO BULAN JANUARI - MARET 2016

A. PENDAHULUAN
Data tentang kesalahan pemberian obat (medication error) di Indonesia belum dapat
ditemukan. Darmansjah, (Nainggolan, 2003), ahli farmakologi dari FKUI menyatakan
bahwa kasus pemberian obat yang tidak benar maupun tindakan medis yang berlebihan
(tidak perlu dilakukan tetapi dilakukan) sering terjadi di Indonesia, hanya saja tidak
terekspos media massa. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti dari Auburn
University di 36 rumah sakit dan nursing home di Colorado dan Georgia, USA, pada tahun
2002, dari 3216 jenis pemberian obat, 43 % diberikan pada waktu yang salah, 30 % tidak
diberikan, 17 % diberikan dengan dosis yang salah, dan 4 % diberikan obat yang salah (Joint
Commission on Accreditation of Health Organization (JCAHO), 2002).
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2406/Menkes/per/XII/2001 tentang Pedoman
Umum Penggunaan Antibiotic menyatakan bahwa perawat yang memberikan antibiotik
kepada pasien (sediaan parenteral/nonparentral/oral) harus mencatat jam pemberian dan
memberi paraf pada RPA, sesuai jam pemberian antibiotik yang sudah
ditentukan/disepakati.
Penggunaan antibotik di RSUD Dr. Soedarso pada tahun 2015 masih banyak
menggunakan waktu standar yaitu jam 08.00 WIB, 16.00 WIB dan 24.00 atau 08.00 WIB
dan 20.00 WIB sehingga perlu ditelusuri kembali apakah pelaksanaannya sudah tepat waktu.

1. KATEGORI PENGUKURAN KLINIK


Peningkatan mutu pelayanan, kepuasan pasien dan menunjang aspek
2. DIMENSI MUTU
medikolegal.
3. TUJUAN Keselamatan pasien.
Ketepatan Waktu Pemberian Injeksi Antibotik Pada Pasien Rawat Inap adalah
pemberian injeksi antibiotik pada pasien rawat inap yang sesuai dengan waktu
4. DEFENISI OPERASIONAL
pemberian yang telah ditetapkan di ruang rawat inap. Standar deviasi waktu ±
30 menit.
5. NUMERATOR Jumlah semua pasien yang mendapatkan injeksi antibiotic tepat waktu.
6. DENOMINATOR Jumlah seluruh pemberian injeksi antibiotik pada pasien rawat inap.
7. JENIS INDIKATOR PROSES
FREKUENSI
8. BULANAN
PENGUMPULAN DATA
9. PENGUMPUL DATA KEPALA INSTALASI RAWAT INAP

10. PERIODE PELAPORAN BULANAN

11. SUMBER DATA REKAP HARIAN


METODOLOGI
12. RETROSPEKTIF
PENGUMPULAN DATA

15
STANDAR
PENGUKURAN / TARGET
13. 90%
PENGUKURAN
INDIKATOR
TARGET SAMPEL DAN
14. Seluruh pemberian injeksi antibiotik di ruang rawat inap.
UKURAN SAMPEL (n)
15. KRITERIA INKLUSI Semua pemberian injeksi antibiotic pada pasien di ruang rawat inap.
Pemberian antibiotic pada pasien yang terjadi status emergensi sehingga tidak
16. KRITERIA EKSKLUSI
dapat diberikan.
17. WILAYAH PEMANTUAN Instalasi Rawat Inap A dan B.
Dilakukan oleh Penyelia dan Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien, kemudian
18. RENCANA ANALISIS
dilaporkan kepada Direktur.

B. GAMBARAN ANALISIS

Ketepatan Waktu Pemberian Injeksi


Antibiotika Pada Pasien Rawat Inap
Prosentase

120
100 100 100 100
80 86.1
60 68.6 76.5
40
20 TARGET
0 KEJADIAN
JAN 2016 PEB 2016 MAR 2016
ANALISIS :
Dari bulan Januari sampai bulan Maret tahun 2016 terdapat kisaran capaian indikator
Ketepatan Waktu Pemberian Injeksi Antibiotika Pada Pasien Rawat Inap berkisar 77 %,
dimana pada bulan Februari mengalami kenaikan sebesar 17,5 % dan pada bulan Maret
mengalami penurunan sebesar 9,6 %.
Pada 105 sampel Pasien Rawat Inap terdapat 81 sampel Pasien Rawat Inap yang tepat
waktu dalam pemberian injeksi antibiotika.

C. HAMBATAN / KENDALA
a. Pengambilan obat injeksi antibiotika yang cukup lama oleh keluarga pasien.
b. Kurangnya ketersediaan obat injeksi antibiotika di rumah sakit.

D. TINDAK LANJUT
1. Meningkatkan edukasi informasi yang lebih intensif kepada keluarga pasien tentangnya
pentingnya ketepatanwaktu mengambil obat.
2. Ketersedian obat injeksi antibiotika di rumah sakit harus lebih ditingkatkan.
E. REKOMENDASI

16
a. Pimpinan membuat surat edaran untuk melaksanakan edukasi informasi pengambilan
obat.
b. Pembuatan SPO Pengambilan Obat.
c. Pembuatan Panduan Pengambilan Obat.

Pontianak, Mei 2016

Ketua
Panitia Mutu Dan Keselamatan Pasien
RSUD Dr. Soedarso

DR. Dr. Pinda Hutajulu, Sp.OG(K)FER


NIP. 19630221 199003 1 007

PROFIL INDIKATOR

17
PELAKSANAAN PENGKAJIAN ANESTESI PRA INDUKSI
PADA PASIEN YANG AKAN DI OPERASI
DI RUMAH SAKIT UMUM Dr. SOEDARSO BULAN JANUARI-MARET 2016

A. PENDAHULUAN
Penelitian dari (Ferschl, Tung, Sweitzer, Huo, & Glick, 2005) menyatakan bahwa
pengkajian anesti pra induksi pada pasien yang akan dioperasi akan berdampak signifikan
akan mengurangi terjadinya penundaan ataupun pembatalan operasi.
Pengkajian anestesi pra induksi pada pasien yang akan dioperasi di RSUD Dr.
Soedarso pada tahun 2015 masih sangat rendah yaitu 1,25 % pada triwulan pertama, 11,79
% pada triwulan kedua dan 6,88 % pada triwulan ketiga.

1. KATEGORI PENGUKURAN KLINIK


Peningkatan mutu pelayanan,kepuasan pasien dan menunjang aspek
2. DIMENSI MUTU
medikolegal.
3. TUJUAN Keselamatan pasien.
Pelaksanaan Pengkajian Anestesi Pra Induksi Pada Pasien Yang Akan Di Operasi
4. DEFENISI OPERASIONAL adalah melakukan pengkajian kepada pasien sebelum dilakukan tindakan
anestesi.
Jumlah pasien yang dilakukan pengkajian anestesi sebelum dilakukan tindakan
5. NUMERATOR
anestesi.
6. DENOMINATOR Jumlah seluruh pasien yang dilakukan tindakan anestesi.
7. JENIS INDIKATOR PROSES
FREKUENSI
8. BULANAN
PENGUMPULAN DATA
9. PENGUMPUL DATA PENATA ANASTESI

10. PERIODE PELAPORAN BULANAN

11. SUMBER DATA MEDICAL RECORD

METODOLOGI
12. RETROSPEKTIF
PENGUMPULAN DATA
STANDAR
PENGUKURAN / TARGET
13. 100%
PENGUKURAN
INDIKATOR
TARGET SAMPEL DAN
14. Seluruh pasien yang dilakukan anestesi.
UKURAN SAMPEL (n)
Semua operasi yang telah dilakukan operasi terencana, baik anestesi umum
15. KRITERIA INKLUSI
maupun anestesi spinal.
16. KRITERIA EKSKLUSI Pasien yang mengalami pembatalan oleh dokter anestesi.

17. WILAYAH PEMANTUAN Instalasi Bedah Sentral.


18. RENCANA ANALISIS Dilakukan oleh SMF Anastesi dan Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien,

18
kemudian dilaporkan kepada Direktur.

B. GAMBARAN ANALISIS

Pelaksanaan Pengkajian Anesthesi


Pra Induksi Pada Pasien
Yang Akan Di Operasi
120
100 100 100 100 100 100
100
80
60
40
20 TARGET
0 KEJADIAN
JAN 2016 PEB 2016 MAR 2016
ANALISIS :
Dari bulan Januari sampai bulan Maret tahun 2016 terdapat kisaran capaian indikator
Pelaksanaan Pengkajian Anestesi Pra Induksi Pada Pasien Yang Akan Di Operasi
berkisar 100 %.
Pada 410 sampel pasien tidak terdapat sampel yang tidak dilakukan Pelaksanaan
Pengkajian Anestesi Pra Induksi Pada Pasien Yang Akan Di Operasi.

C. TINDAK LANJUT
1. Tetap meningkatkan peran aktif fasilitator akreditasi dalam pemantauan kegiatan
Pengkajian Anestesi Pra Induksi Pada Pasien Yang Akan Di Operasi.

Pontianak, Mei 2016

Ketua
Panitia Mutu Dan Keselamatan Pasien
RSUD Dr. Soedarso

DR. Dr. Pinda Hutajulu, Sp.OG(K)FER


NIP. 19630221 199003 1 007

PROFIL INDIKATOR

19
ANGKA PENGGUNAAN DARAH
DI RUMAH SAKIT UMUM Dr. SOEDARSO BULAN JANUARI - MARET 2016

A. PENDAHULUAN
Transfusi darah secara universal dibutuhkan untuk menangani pasien anemia berat,
pasien dengan kelaian darah bawaan, pasien yang mengalami kecederaan parah, pasien yang
hendak menjalankan tindakan bedah operatif dan pasien yang mengalami penyakit liver
ataupun penyakit lainnya yang mengakibatkan tubuh pasien tidak dapat memproduksi darah
atau komponen darah sebagaimana mestinya. Pada negara berkembang, transfusi darah juga
diperlukan untuk menangani kegawatdaruratan melahirkan dan anak-anak malnutrisi yang
berujung pada anemia berat (WHO, 2007).
Penggunaan darah di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soedarso banyak digunakan
untuk persiapan operasi.Bila pada saat setelah operasi pemeriksaan baik maka darah yang
sudah dipersiapkan tidak jadi digunakan. Hal ini yang menyebabkan banyaknya darah yang
tidak tergunakan sehingga terjadi expire.

1. KATEGORI PENGUKURAN KLINIK

2. DIMENSI MUTU Kepatuhan penggunaan darah di rumah sakit.

3. TUJUAN Untuk meningkatkan kepatuhan penggunaan darah sesuai SPO.


Angka Penggunaan Darah adalah penggunaan darah yang telah disiapkan
4. DEFENISI OPERASIONAL
untuk pasien yang dioperasi di RSUD dr. Soedarso.
5. NUMERATOR Jumlah semua darah yang digunakan untuk pasien yang dioperasi.
6. DENOMINATOR Jumlah semua darah yang telah disiapkan untuk pasien yang akan dioperasi.
7. JENIS INDIKATOR PROSES & OUTCOME
FREKUENSI
8. BULANAN
PENGUMPULAN DATA
9. PENGUMPUL DATA KEPALA RUANGAN BANK DARAH

10. PERIODE PELAPORAN BULANAN

11. SUMBER DATA REKAP HARIAN

METODOLOGI
12. KONKUREN
PENGUMPULAN DATA
STANDAR
PENGUKURAN / TARGET
13. 95 % / 80 %
PENGUKURAN
INDIKATOR
TARGET SAMPEL DAN
14. Darah yang dipersiapkan untuk operasi di Bank Darah RSUD Dr. Soedarso.
UKURAN SAMPEL (n)
15. KRITERIA INKLUSI Semua darah yang disiapkan untuk operasi.
16. KRITERIA EKSKLUSI Darah yang langsung digunakan di ruangan tanpa di letakkan di Bank Darah.

17. WILAYAH PEMANTUAN Bank Darah.

20
Laporan pemakaian darah setiap hari di kumpulkan dan dianalisis oleh Kepala
18. RENCANA ANALISIS Ruangan Bank Darah kemudian dilaporkan kepada Panitia Mutu dan
selanjutnya kepada Direktur Rumah Sakit

B. GAMBARAN ANALISIS

Angka Penggunaan Darah


85 85 85
80
75.8 73.8
Prosentase

60 62.1
40

20
TARGET
0 KEJADIAN
JAN 2016 PEB 2016 MAR 2016
ANALISIS :
Dari bulan Januari sampai bulan Maret tahun 2016 terdapat kisaran capaian indikator
Angka Penggunaan Darah berkisar 70,7 %, dimana pada bulan mengalami kenaikan
sebesar 13,7 % dan pada bulan Maret mengalami penurunan sebesar 2 %.
Pada 460 sampel pasien yang dioperasi terdapat 325 sampel Penggunaan Darah.

C. HAMBATAN / KENDALA
a. Sebagian besar darah adalah merupakan untuk persiapan pra operasi.

D. TINDAK LANJUT
1. Tempat penyimpanan darah agar dapat difasilitasi untuk menyimpan darah lebih lama.
2. Meningkatkan peran aktif fasilitator akreditasi dalam penggunaan darah.

E. REKOMENDASI
a. Pimpinan membuat penganggaran untuk memfasilitasi sarana dan prasarana
penyimpanan darah.
b. Pembuatan SPO Penggunaan Darah.
c. Pembuatan Panduan Penggunaan Darah.

Pontianak, Mei 2016

Ketua
Panitia Mutu Dan Keselamatan Pasien
RSUD Dr. Soedarso

PROFIL INDIKATOR
DR. Dr. Pinda Hutajulu, Sp.OG(K)FER
NIP. 19630221 199003 1 007
21
KELENGKAPAN CATATAN LAPORAN OPERASI
DI RUMAH SAKIT UMUM Dr. SOEDARSO BULAN JANUARI - MARET 2016

A. PENDAHULUAN
Setiap pasien yang berobat ke rumah sakit mempunyai catatan medis. Untuk
meningkatkan pelayanan kesehatan di rumah sakit maka dibutuhkannya sarana penunjang
salah satu sarana penunjang yaitu adanya bagian rekam medis. Di Rumah Sakit Umum
Daerah dr. Soedarso ditemukan adanya ketidaklengkapan pengisian formulir laporan
operasi, ketidaklengkapan tersebut dalam pengisian laporan operasi antara lain : nama
penata anastesi, diagnose pre operasi tanggal operasi dan jam perasi selesai, sehingga
informasi yang dikeluarkan kurang lengkap dan akurat. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui kelengkapan rekam medis formulir laporan operasi.
Penelitian yang digunakan adalah penelitian deskritif dimana penulis meneliti untuk
memperoleh gambaran lebih jelas tentang ketepatan dan keakuratan penginformasian yang
diberikan pihak rumah sakit kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Dari hasil analisa
kuantitatif penelitian terhadap pengisian laporan tindakan operasi dengan sampel 90
disimpulkan bahwa ketidaklengkapan mendapatkan gambaran kelengkapan data pengisian
laporan tindakan operasi yang paling tinggi (100 %) yaitu : nama pasien, operator.
Sedangkan data yang memiliki persentase paling rendah kelengkapan pengisian laporan
operasi (0 %) yaitu : obat-obatan selama operasi, jam operasi selesai. Pengisian laporan
operasi kurang lengkap yaitu: 8 (8,88 %) Dokter anestesi tidak diisi, 9 (10 %) Assisten
anestesi tidak diisi, 27 (30 %) Metode anestesi tidak diisi, 38 (42,2 %) pengisian diagnose
post operasi tidak diisi, 24 (22,2 %) pengisian jam operasi dimulai tidak diisi, 46 (1,11 %)
pengisin jam operasi selesai tidak diisi.
Laporan operasi di RSUD Dr. Soedarso Pontianak pada tahun 2015 sudah membaik
dari triwulan pertama sebesar 18,59 % meningkat pada semester II dan II yaitu : 93,32 %
dan 90,77 %. Perlu peningkatan laporan operasi sampai 100 % sehingga tanggung jawab dan
tanggung gugat di kemudian hari bisa dikurangi.

1. KATEGORI PENGUKURAN KLINIK


Peningkatan mutu pelayanan, kepuasan pasien dan menunjang aspek
2. DIMENSI MUTU
medicolegal.
- - Meningkatkan aspek medicolegal.
3. TUJUAN
- - Mempersiapkan aspek tanggung jawab dan tanggung gugat.
Kelengkapan Catatan Laporan Operasi adalah catatan laporan operasi yang
dibuat oleh dokter operator yang dinyatakan lengkap yaitu : adanya tanggal
4. DEFENISI OPERASIONAL operasi, jam operasi dimulai, jam operasi selesai, lama operasi, nama ahli
bedah, anestesi, dan perawat, diagnosa operasi dan laporan pelaksanaan
operasi (semua kolom isian terisi) secara jelas dan dapat dibaca.
5. NUMERATOR Jumlah laporan operasi yang diisi lengkap.
6. DENOMINATOR Seluruh laporan operasi di rumah sakit.
7. JENIS INDIKATOR OUTCOME

22
FREKUENSI
8. BULANAN
PENGUMPULAN DATA
- KaRu IBS
9. PENGUMPUL DATA
- Kasie Rekam Medik
10. PERIODE PELAPORAN BULANAN

11. SUMBER DATA REKAP HARIAN

METODOLOGI
12. KONKUREN
PENGUMPULAN DATA
STANDAR
PENGUKURAN / TARGET
13. 90 % / 80 %
PENGUKURAN
INDIKATOR
TARGET SAMPEL DAN
14. Semua laporan operasi.
UKURAN SAMPEL (n)
15. KRITERIA INKLUSI Operasi yang dilakukan di IBS RSUD Dr. Soedarso.
16. KRITERIA EKSKLUSI -----

17. WILAYAH PEMANTUAN Rekam medik, ruang rawat inap dan kamar bedah sentral.
Laporan operasi di survei setiap hari dan dianalisis oleh KaRu IBS dan Kasie
18. RENCANA ANALISIS Rekam Medik kemudian dilaporkan kepada Panitia PMKP, selanjutnya
dilaporkan kepada Direktur Rumah Sakit.

B. GAMBARAN ANALISIS

Kelengkapan Catatan Laporan Operasi


120
100 94.2 96.7
77.9
80 80 80 80
Prosentase

60
40
20
0 Target (%)
Jan 2016 Peb Mar
2016 2016 Capaian (%)
ANALISIS :
Dari bulan Januari sampai bulan Maret tahun 2016 terdapat kisaran capaian indikator
Kelengkapan Catatan Laporan Operasi berkisar 89,5 %, dimana pada bulan Februari
mengalami kenaikan sebesar 16,6 % dan pada bulan Maret mengalami kenaikan sebesar
2,5 %.
Pada 553 sampel laporan operasi terdapat 495sampel Catatan Laporan Operasi yang diisi
lengkap.
C. HAMBATAN / KENDALA

23
a. Doktermasih belum sadar akan pentingnya pelaksanaan Kelengkapan Catatan Laporan
Operasi.
b. Kurangnya perhatian dokter dalam pelaksanaan Kelengkapan Catatan Laporan Operasi.
c. Dokter kurang patuh dalam pengisian Kelengkapan Catatan Laporan Operasi.

D. TINDAK LANJUT
1. Meningkatkan edukasi yang lebih intensif kepada dokter tentangnya pentingnya
Kelengkapan Catatan Laporan Operasi.
2. Mengadakan sosialisasi yang lebih intensif kepada dokter tentangnya pentingnya
Kelengkapan Catatan Laporan Operasi.
3. Meningkatkan peran aktif fasilitator akreditasi dalam pemantauan kegiatan pengisian
Kelengkapan Catatan Laporan Operasi.

E. REKOMENDASI
a. Pimpinan membuat surat edaran kepada staf medis untuk melaksanakan Kelengkapan
Catatan Laporan Operasi.
b. Pembuatan SPO Kelengkapan Catatan Laporan Operasi.
c. Pembuatan Panduan Kelengkapan Catatan Laporan Operasi.

Pontianak, Mei 2016

Ketua
Panitia Mutu Dan Keselamatan Pasien
RSUD Dr. Soedarso

DR. Dr. Pinda Hutajulu, Sp.OG(K)FER


NIP. 19630221 199003 1 007

PROFIL INDIKATOR

24
ANGKA KEJADIAN FLEBITIS
DI RUMAH SAKIT UMUM Dr. SOEDARSO BULAN JANUARI - MARET 2016

A. PENDAHULUAN
Tindakan terapi intravena adalah terapi yang bertujuan untuk mensuplai cairan
melalui vena ketika pasien tidak mampu mendapatkan makanan, cairan elektrolik lewat
mulut, untuk menyediakan kebutuhan garam untuk menjaga keseimbangan cairan, untuk
menyediakan kebutuhan gula (glukosa/dekstrosa) sebagai bahan bakar untuk metabolisme,
dan untuk menyediakan beberapa jenis vitamin yang mudah larut melalui intravena serta
menyediakan medium untuk pemberian obat secara intravena (Smeltzer, 2002). Tetapi
karena terapi ini diberikan secara terus – menerus dan dalam jangka waktu tertentu tentunya
akan meningkatkan kemungkinan terjadi komplikasi dari pemasangan infus, salah satunya
adalah flebitis. (Perry dan Potter, 2005).
Flebitis merupakan inflamasi vena yang disebabkan oleh iritasi kimia maupun
mekanik ditunjukan dengan adanya daerah yang merah, nyeri dan pembengkakan di daerah
penusukan atau sepanjang vena, edema, panas dan keras menurut (Smith, 2008).
Angka kejadian flebitis di Negara maju seperti Amerika terdapat angka kejadian
20.000 kematian per tahun akibat dari infeksi nosokomial salah satunya adalah flebitis yang
di timbulkan oleh tindakan pemasangan terapi intravena. Sedangkan di Negara di Asia
Tenggara infeksi nosokomial (flebitis) sebanyak 10.0 %. Dari data tersebut infeksi
nosokomial (flebitis) tertinggi terdapat di Negara Malaysia sebesar 12,7 %. Penelitian yang
lain dilakukan di RS. Dr. sardjito Yogyakarta tahun 2002 didapatkan 31 orang dari 114
pasien yang terpasang infus (27,19 %) terjadi flebitis pasca pemasangan infus (Battica,
2002).
Adapun di Indonesia, penelitian yang dilakukan oleh Depkes (2004), proporsi
kejadian infeksi nosokomial (flebitis) di rumah sakit pemerintah dengan jumlah pasien 1.527
pasien dari jumlah pasien beresiko 160.417 (55,1 %), sedangkan untuk rumah sakit swasta
dengan jumlah pasien 991 pasien dari jumlah pasien beresiko 130.047 (35,7 %). Untuk
rumah sakit ABRI dengan jumlah pasien 254 pasien dari jumlah pasien beresiko 1.672 (9,1
%), (Depkes, 2004).Di Indonesia penelitian yang dilakukan pada tahun 2004 di sebelas
rumah sakit di Indonesia, bahwa 9,8 % pasien terjadi infeksi selama dirawat dirumah sakit
(Marwoto, 2007). Selama selang beberapa tahun, sudah terjadi peningkatan angka yang
cukup signifikan.Peningkatan angka ini diasumsikan bahwa masih belum ketatnya
pengawasan dan tindakan pencegahan flebitis di rumah sakit (Fitria, 2008).

1. KATEGORI PENGUKURAN KLINIK

2. DIMENSI MUTU Keselamatan pasien (Patient Safety).


- Mengendalikan kejadian flebitis merupakan salah satu kejadian tidak
diharapkan (KTD) yang menggambarkan patient safety.
3. TUJUAN
- Monitoring pengendalian mutu keperawatan, pencegahan infeksi surveilans
dan pelaporan angka insidensi flebitis.
4. DEFENISI OPERASIONAL Angka Kejadian Flebitis adalah kejadian infeksi pada pembuluh darah akibat

25
pemasangan infus di ruang rawat inap rumah sakit.
5. NUMERATOR Jumlah kejadian flebitis di ruang rawat inap dalam waktu 1 bulan observasi.
Jumlah pasien rawat inap yang dipasang infus dalam waktu 1 bulan periode
6. DENOMINATOR
observasi.
7. JENIS INDIKATOR OUTCOME
FREKUENSI
8. BULANAN
PENGUMPULAN DATA
- IPCN
9. PENGUMPUL DATA
- KEPALA RUANGAN (IPCLN)
10. PERIODE PELAPORAN BULANAN
- MEDICAL RECORD
- REKAP HARIAN
11. SUMBER DATA
- SISTEM PELAPORAN
- SURVEILANS AKTIF
METODOLOGI
12. KONKUREN
PENGUMPULAN DATA
STANDAR
PENGUKURAN / TARGET
13. ≤3%/≤5%
PENGUKURAN
INDIKATOR
TARGET SAMPEL DAN
14. Surveilans pada semua pasien yang dipasang infus di rumah sakit.
UKURAN SAMPEL (n)
15. KRITERIA INKLUSI Semua pasien yang dipasang infus di RSUD Dr. Soedarso.
16. KRITERIA EKSKLUSI Pasien yang telah dipasang infus dari rumah sakit lain.

17. WILAYAH PEMANTUAN Seluruh ruang rawat inap.


Surveilans aktif setiap hari melaporkan pada pembahasan mingguan IPCN-
IPCLN-IPCO, direkapitulasi bulanan oleh IPCN, dianalisis kecenderungan
18. RENCANA ANALISIS kejadiaannya (triwulan) oleh Komite PPI, dilaporkan kepada Panitia Mutu dan
Keselamatan Pasien dan pembahasan oleh Panitia Mutu dan Keselamatan
Pasien (triwulan), kemudian dilaporkan kepada Direktur (triwulan).

B. GAMBARAN ANALISIS

Kejadian Angka Phlebitis


6
5 5 5 5
Per mill

4
3
2
1.2
1 0.4 0.8 TARGET
0 KEJADIAN
JAN 2016 PEB 2016 MAR 2016
ANALISIS :

26
Dari bulan Januari sampai bulan Maret tahun 2016 terdapat kisaran capaian indikator
Angka Kejadian Flebitis hanya berkisar 0,8 %, dimana pada bulan Februari mengalami
penurunan sebesar 0,8 % dan pada bulan Maret mengalami kenaikan sebesar 0,4 %.
Pada 2.110 sampel pasien rawat inap hanya terdapat 8 sampel Kejadian Flebitis.

C. TINDAK LANJUT
1. Meningkatkan edukasi / sosialisasi kepada petugas tentangnya pentingnya menekan
Kejadian Flebitis.
2. Meningkatkan peran aktif fasilitator akreditasi dalam pemantauan kegiatan menekan
Kejadian Flebitis.
3. Meningkatkan kebersihan pasien dan petugas..

E. REKOMENDASI
a. Pimpinan membuat penganggaran untuk memfasilitasi sarana dan prasarana dalam
kegiatan menekan Kejadian Flebitis.
b. Mengikuti pelatihan pemasangan infus.

Pontianak, Mei 2016

Ketua
Panitia Mutu Dan Keselamatan Pasien
RSUD Dr. Soedarso

DR. Dr. Pinda Hutajulu, Sp.OG(K)FER


NIP. 19630221 199003 1 007

PROFIL INDIKATOR

27
ANGKA SEKSIO SESARIA PRESENTASI BELAKANG KEPALA
TANPA KOMPLIKASI
DI RUMAH SAKIT UMUM Dr. SOEDARSO
BULAN JANUARI-MARET 2016

A. PENDAHULUAN
Persalinan normal adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang
telah cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang
berlangsung dalam 18 jam tanpa komplikasi baik pada ibu maupun janin.
Proses persalinan normal ditentukan oleh tiga faktor utama yaitu :
1. Power, kekuatan his yang adekuat dan tambahan kekuatan mengejan.
2. Passage, jalan lahir tulang, jalan lahir otot.
3. Passanger, janin, plasenta, dan selaput ketuban.
Ketiga faktor utama ini sangat menentukan jalannya persalinan sehingga akan terjadi proses
persalinan :
1. Spontan belakang kepala
2. Persalinan buatan dengan tambahan tenaga dari luar
a. Induksi persalinan
b. Persalinan operatif
Rekomendasi persalinan operatif saat ini hanya out let ekstraksi vakum atau forceps,
atau sectio sesaria sehingga mencapai tujuan utama : well born baby dan well health mother,
sebagai titik awal upaya peningkatan, sumber daya manusia.
Istilah sesaria sendiri berasal dari bahasa Latin, Caedere yang artinya memotong
atau menyayat. Tindakan yang dilakukan tersebut bertujuan undtuk melahirkan bayi melalui
tindakan pembedahan dengan membuka dinding perut dan dinding rahim. Menurut sejarah
seksio sesaria, bayi terpaksa dilahirkan melalui cara ini apabila persalinan alami sudah
dianggap tidak efektif atau dalam keadaan darurat dan hanya dapat diselamatkan melalui
operasi (Bramantyo, 2003).
Indikasi seksio sesaria dilakukan pada kasus persalinan sulit seperti anak besar,
disproporsi kepala panggul, plasenta previa, letak lintang, namun saat sekarang indikasinya
menjadi semakin lebar, saat ini seksio dilakukan pada kasus bekas seksio, gawat janin, letak
sungsang, preeklampsia /eklampsia bahkan ada yang menambahkan dengan indikasi lain
seperti ketuban pecah dini, letak sungsang (terutama pada kehamilan pertama), kehamilan
lewat waktu, lilitan tali pusat,  sampai indikasi karena pilihan dari si ibu sendiri  (on request)
yang tidak ingin merasakan sakit bersalin atau yang ingin "jalan lahirnya" masih tetap utuh
(Manuaba, 2013).
Menurut Mackenzie et al (1996) dan Mukherjee (2006) permintaan ibu merupakan
suatu faktor yang berperan dalam angka kejadian sectio sesaria yaitu mencapai 23%. Di
samping itu untuk menghindari sakit, alasan untuk melakukan sectio sesaria adalah untuk
menjaga tonus otot vagina dan bayi dapat lahir sesuai dengan waktu yang diinginkan.
Walaupun begitu, menurut FIGO (1999) dalam Mukherjee (2006), pelaksanaan seksio
sesaria tanpa indikasi medis tidak dibenarkan secara etik.

28
Persalinan sesaria tidak ditujukan hanya demi kenyamanan dan kepentingan dokter
atau orang tua atau alasan lain yang sifatnya non medis. Operasi cesar harus dilakukan untuk
menyelamatkan nyawa ibu yang melahirkan, maka logikanya kemajuan teknologi
kedokteran akan membawa perubahan pada jumlah antara Angka Kematian Ibu (AKI) yang
melahirkan dan angka ibu yang harus menjalani operasi cesar, yaitu semakin kecil tahun ke
tahun.
Dari tahun ke tahun angka kejadian sectio sesaria semakin meningkat. Di RSUD Dr.
Soedarso angka sectio sesaria menunjukkan peningkatan 2 tahun terakhir yaitu tahun 2014
sebanyak 32,56% dan meningkat di tahun 2015 sebanyak 48,27%. Pada beberapa penelitian
terlihat bahwa sebenarnya angka kematian ibu pada tindakan operasi caesar lebih tinggi
dibandingkan dengan persalinan pervaginam. Hal ini dapat dilihat pada data yang diambil
beberapa penulis mengenai resiko mortalitas dan morbiditas pada persalinan dengan operasi
caesar dan persalinan pervaginam. Menurut Bensons dan Pemolis, angka kematian pada
operasi caesar adalah 40-80% tiap 100.000 kelahiran hidup. Angka ini menunjukkan resiko
25 kali lebih besar dibanding persalinan pervaginam. Bahkan untuk kasus karena infeksi
mempunyai angka 80 kali lebih tinggi dibandingkan dengan persalinan pervaginam.
Komplikasi tindakan anastesi sekitar 10% seluruh angka kematian ibu (Hasnaeni, 2013).
Mengingat besarnya resiko persalinan seksio sesaria dan semakin tingginya
persalinan seksio sesaria yang tidak membutuhkan indikasi, maka perlu dilakukan upaya
penurunan angka persalinan seksio sesaria.
Angka seksio sesaria presentasi belakang kepala adalah banyaknya ibu hamil dengan
usia kehamilan cukup bulan dengan presentasi belakang kepala tanpa komplikasi atau
indikasi medis pada ibu dan janin yang melahirkan dengan cara seksio sesaria.

1. KATEGORI PENGUKURAN KLINIK

2. DIMENSI MUTU Keselamatan pasien (Patient Safety).


Mengetahui jumlah seksio sesaria pada kehamilan aterm, dengan janin tunggal
3. TUJUAN
dan presentase belakang kepala tanpa komplikasi di RSUD Dr. Soedarso.
Seksio Sesaria Presentase Belakang Kepala Tanpa Komplikasi adalah suatu cara
melahirkan bayi presentase belakang kepala melalui insisi pada dinding
abdomen (laparatomi) dan dinding uterus yang intake (histerotomi) tanpa
4. DEFENISI OPERASIONAL
mempertimbangkan indikasi medis pada ibu dan janin, tidak termasuk di
dalamnya adalah pengangkatan janin pada rupture uteri dan kehamilan
abdominal.
Jumlah wanita yang melahirkan secara seksio sesaria pada keadaan ibu
5. NUMERATOR kehamilan aterm dengan janin tunggal dan presentasi belakang kepala tanpa
komplikasi.
6. DENOMINATOR Jumlah persalinan keseluruhan di RSUD Dr. Soedarso.
7. JENIS INDIKATOR STRUKTUR
FREKUENSI
8. BULANAN
PENGUMPULAN DATA
- KEPALA RUANG BERSALIN
9. PENGUMPUL DATA
- KEPALA SMF OBSGIN

29
10. PERIODE PELAPORAN BULANAN

- MEDICAL RECORD
- REKAP HARIAN
11. SUMBER DATA
- SISTEM PELAPORAN
- SURVEILANS AKTIF
METODOLOGI
12. KONKUREN
PENGUMPULAN DATA
STANDAR
PENGUKURAN / TARGET
13. 0%/0%
PENGUKURAN
INDIKATOR
TARGET SAMPEL DAN
14. Semua ibu hamil aterm dengan presentase belakang kepala.
UKURAN SAMPEL (n)
Ibu hamil aterm dengan presentase belakang kepala tanpa komplikasi (indikasi
15. KRITERIA INKLUSI
medis pada janin atau ibu) di rumah sakit.
16. KRITERIA EKSKLUSI Terdapat komplikasi

17. WILAYAH PEMANTUAN SMF ObsGyn dan ruang bersalin


Jika melebihi target maka akan dilakukan pengkajian ulang data mentah secara
detail untuk mencari kemungkinan, menurunkan angka seksio sesarea dengan
menilai layak tidaknya dilakukan sectio secaria tersebut.
18. RENCANA ANALISIS
SMF ObsGyn akan melakukan diskusi bagian internal, menentukan
hasil/tindakan seksio sesarea tersebut dilanjutkan dengan menentukan
kebijakan untuk menurunkan angka seksio sesarea.

B. GAMBARAN ANALISIS

Angka SC Presentasi Belakang Kepala Tanpa


Komplikasi
3.5
3.21
3
2.85
2.5 Target
Persentase

2 Kejadian
1.5

0.5
0 0 0
0 0
Januari Februari Maret

30
ANALISIS :
Dari bulan Januari sampai bulan Maret tahun 2016 terdapat kisaran capaian indikator
Angka Seksio Sesaria Presentasi Belakang Kepala Tanpa Komplikasi adalah 0% s.d 3,21%.
Pencapaian ini dapat terjadi salah satunya karena RSUD Dr. Soedarso merupakan rumah
sakit rujukan tertinggi tingkat provinsi. Hampir sebagian besar pasien di kamar bersalin
menggunakan BPJS. Seperti kita ketahui RSUD Dr. Soedarso merupakan fasilitas kesehatan
tingkat lanjutan BPJS kesehatan. Sehingga pasien yang dilayani hampir seluruhnya adalah
pasien rujukan dengan komplikasi obstetri. Adapun kasus sectio sesaria dengan presentasi
belakang kepala tanpa komplikasi yang terjadi keseluruhannya adalah karena indikasi sosial
salah satunya adalah old primi (anak mahal).

C. TINDAK LANJUT
1. Meningkatkan edukasi yang lebih intensif kepada petugas kesehatan tentang pentingnya
pelayanan terhadap pasien.
2. Mengadakan sosialisasi yang lebih intensif kepada petugas kesehatan tentang pentingnya
pelayanan terhadap pasien.
3. Meningkatkan peran aktif fasilitator akreditasi pemantauan kegiatan pelayanan terhadap
pasien.

D. REKOMENDASI
1. Edukasi yang  berkesinambungan dari organisasi profesi dokter (IDI dan POGI) kepada
para anggotanya dan juga kepada masyarakat.
2. Dilakukan audit medik secara berkala di rumah sakit.
3. Panduan dan pembuatan SPO untuk melakukan observasi dan percobaan persalinan
pervaginam bagi pasien yang pernah menjalani seksio sesaria pada persalinan
sebelumnya (VBAC = vaginal birth after caesarian).

Pontianak, Mei 2016

Ketua
Panitia Mutu Dan Keselamatan Pasien
RSUD Dr. Soedarso

DR. Dr. Pinda Hutajulu, Sp.OG(K)FER


NIP. 19630221 199003 1 007

31
PROFIL INDIKATOR
PENDIDIKAN PASIEN STROKE NON HEMORRHAGIK DAN KELUARGA
DI RUMAH SAKIT UMUM Dr. SOEDARSO BULAN JANUARI - MARET 2016

A. PENDAHULUAN
Stroke merupakan penyebab kecacatan serius menetap no. 1 di seluruh dunia. Di
Amerika serikat kurang lebih 700.000 kasus baru stroke iskemik muncul setiap tahunnya,
secara global pada tahun 2020 stroke diperkirakan akan menjadi penyebab keempat dari
kematian pada usia muda (Sacco et al., 2006). Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh
Yayasan Stroke Indonesia, bahwa masalah stroke sekarang ini semakin penting dan
mendesak.Karena jumlah penderita Stroke yang terjadi di negara Indonesia ini termasuk
paling banyak hingga menduduki urutan pertama di Asia. Di negara Indonesia, penyakit
stroke merupakan penyakit nomor tiga yang mematikan setelah penyakit jantung dan
kanker.
Pengetahuan pasien dan keluarga dalam pemulihan pasien stroke merupakan syarat
utama yang harus di miliki oleh pasien dan anggota keluarganya. Pemulihan dan perawatan
pasien stroke merupakan proses yang lama dan kompleks. Dalam mencapai derajat
perbaikan yang optimal keluarga harus selalu aktif dalam proses perawatan, guna
mendukung proses tersebut perlu adanya pemberian pendidikan kesehatan oleh tenaga
medis.
Pendidikan kesehatan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk
mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau masyarakat. Pendidikan kesehatan
pada keluarga perlu diberikan, karena mereka berperan penting terhadap kemajuan atau
kesembuhan keluarganya dalam merawat pasien stroke dirumah. Yang akan membantu
menentukan langkah yang akan ditempuh guna meningkatkan dukungan psikologis
memperbaiki outcome fungsional dan kualitas hidup pada pasien stroke (Abdul, 2009).

1. KATEGORI PENGUKURAN KLINIK

2. DIMENSI MUTU Keselamatan pasien (Patient Safety).


Mengetahui pemahaman pasien dan keluarga tentang penyakit stroke non
3. TUJUAN
haemorrhagik yang dialaminya.
Pendidikan Pasien Stroke adalah pendidikan yang diberikan oleh petugas
4. DEFENISI OPERASIONAL Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soedarso (dokter dan perawat) kepada pasien
yang mengalami stroke non haemorrhagik dan keluarganya.
5. NUMERATOR Jumlah pasien stroke non haemorrhagik yang dilakukan pendidikan stroke.
Jumlah keseluruhan pasien stroke non haemorragik yang pertamakali di
6. DENOMINATOR
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soedarso.
7. JENIS INDIKATOR STRUKTUR
FREKUENSI
8. BULANAN
PENGUMPULAN DATA
- KEPALA RUANGAN
9. PENGUMPUL DATA
- KEPALA SMF NEUROLOGI

32
10. PERIODE PELAPORAN BULANAN
- REKAP HARIAN
11. SUMBER DATA - SISTEM PELAPORAN
- SURVEILANS AKTIF
METODOLOGI
12. KONKUREN
PENGUMPULAN DATA
STANDAR
PENGUKURAN / TARGET
13. 100 % / 90 %
PENGUKURAN
INDIKATOR
TARGET SAMPEL DAN
14. Semua pasien yang terkena stroke non haemorrhagik.
UKURAN SAMPEL (n)
- Semua pasien yang terkena stroke non haemorrhagik.
15. KRITERIA INKLUSI
- Mempunyai keluarga yang mendampingi.
16. KRITERIA EKSKLUSI - Pasien mempunyai gangguan kesadaran.

17. WILAYAH PEMANTUAN Seluruh ruang rawat inap.


18. RENCANA ANALISIS Melihat semua pasien yang terkena stroke non haemorrhagik.

B. GAMBARAN ANALISIS

Pendidikan Pasien Stroke Non


Hemorrhagik Dan Keluarga
95
92.3
90 90.0 90 90 90
Prosentase

85
80 81.3

75 Target (%)
Jan Peb Mar
2016 2016 2016 Capaian (%)
ANALISIS :
Dari bulan Januari sampai bulan Maret tahun 2016 terdapat kisaran capaian indikator
Pendidikan Pasien Stroke Non Hemorrhagik Dan Keluarga berkisar 87,8 %, dimana pada
bulan Februari mengalami penurunan sebesar 8,7 % dan pada bulan Maret mengalami
kenaikan sebesar 11 %.

C. HAMBATAN / KENDALA
a. Petugas kesehatan masih belum sadar akan pentingnya pelaksanaan Pendidikan Pasien
Stroke Non Hemorrhagik Dan Keluarga.
b. Kurangnya perhatian Petugas kesehatan dalam pelaksanaan Pendidikan Pasien Stroke

33
Non Hemorrhagik Dan Keluarga.
c. Petugas kesehatan kurang patuh dalam pengisian Pendidikan Pasien Stroke Non
Hemorrhagik Dan Keluarga.

D. TINDAK LANJUT
1. Meningkatkan edukasi yang lebih intensif kepada petugas kesehatan tentang pentingnya
Pendidikan Pasien Stroke Non Hemorrhagik Dan Keluarga.
2. Mengadakan sosialisasi yang lebih intensif kepada petugas kesehatan tentangpentingnya
Pendidikan Pasien Stroke Non Hemorrhagik Dan Keluarga.
3. Meningkatkan peran aktif fasilitator akreditasi dalam pemantauan kegiatan pengisian
Pendidikan Pasien Stroke Non Hemorrhagik Dan Keluarga.

E. REKOMENDASI
a. Pimpinan membuat surat edaran kepada petugas kesehatan untuk melaksanakan
PendidikanPasien Stroke Non Hemorrhagik Dan Keluarga.
b. Pembuatan SPO Pendidikan Pasien Stroke Non Hemorrhagik Dan Keluarga.
c. Pembuatan Panduan Pendidikan Pasien Stroke Non Hemorrhagik Dan Keluarga.

Pontianak, Mei 2016

Ketua
Panitia Mutu Dan Keselamatan Pasien
RSUD Dr. Soedarso

DR. Dr. Pinda Hutajulu, Sp.OG(K)FER


NIP. 19630221 199003 1 007

34
PROFIL INDIKATOR
PASIEN YANG RESTRAIN
DI RUMAH SAKIT UMUM Dr. SOEDARSO BULAN JANUARI - MARET 2016

A. PENDAHULUAN
Retrain adalah terapi dengan menggunakan alat-alat mekanik atau manual untuk
membatasi mobilitas fisik klien. Restrain (dalam psikiatrik) secara umum mengacu pada
satu bentuk tindakan menggunakan tali untuk mengekang atau membatasi gerakan
ekstremitas individu yang berperilaku di luar kendali yang bertujuan memberikan keamanan
fisik dan psikologis individu (Riyadi dan Purwanto, 2009). Tujuan restrain adalah
engimbolisasikan pasien yang tidak dapat mengontrol rangsangan agresif, mencegah pasien
mencederai diri atau orang lain dan mencegah pasien melepas alat-alat medis.
Menurut Australian Society for Geriatric Medicine (2012), sebelum memutuskan
untuk melakukan restrain fisik, sebaiknya didiskusikan dulu dengan staf yang lain dan
dokter penanggung jawab, dokumentasikan pelaksanaan restrain (alasan restrain, alternatif
lain selain restrain, dan waktu pelaksanaan), restrain fisik digunakan hanya untuk situasi
emergensi (perilaku pasien membahayakan orang lain/dirinya sendiri) dan tidak ada
alternatif lain yang dapat dilakukan, restrain dilakukan sesuai prosedur dan oleh staf terlatih,
dilakukan monitoring secara kontinu (cek setiap 30-60 menit, longgarkan ikatan pada
ekstremitas sedikitnya 1 jam sekali, monitoring status hidrasi, eliminasi, kenyamanan, dan
tetap lakukan interaksi periodik.

1. KATEGORI PENGUKURAN KLINIK

2. DIMENSI MUTU Keselamatan pasien (Patient Safety).

3. TUJUAN Mengetahui jumlah pasien yang dilakukan restrain.


Pasien Yang Restrain adalah suatu tindakan pencegahan yang dilakukan kepada
pasien karena pasien dalam keadaan kesadaran menurun yang dapat
4. DEFENISI OPERASIONAL
mengakibatkan pasien jatuh pada waktu perawatan di RSUD Dr. Soedarso
Pontianak.
5. NUMERATOR Jumlah pasien yang dilakukan restrain di semua ruangan.
6. DENOMINATOR Jumlah pasien yang mengalami penurunan kesadaran.
7. JENIS INDIKATOR STRUKTUR
FREKUENSI
8. BULANAN
PENGUMPULAN DATA
9. PENGUMPUL DATA KEPALA INSTALASI

10. PERIODE PELAPORAN BULANAN


- REKAP HARIAN
11. SUMBER DATA - SISTEM PELAPORAN
- SURVEILANS AKTIF

35
METODOLOGI
12. KONKUREN
PENGUMPULAN DATA
STANDAR
PENGUKURAN / TARGET
13. 100 % / 90 %
PENGUKURAN
INDIKATOR
TARGET SAMPEL DAN
14. Semua pasien yang mengalami penurunan kesadaran.
UKURAN SAMPEL (n)
- - Pasien yang mengalami penurunan kesadaran.
15. KRITERIA INKLUSI
- - Pasien yang gaduh gelisah.
- Pasien anak-anak.
16. KRITERIA EKSKLUSI - Pasien/keluarga menolak untuk dilakukan restrain.
- Pasien di ruang OK
17. WILAYAH PEMANTUAN Semua ruang rawat inap.
Pada pasien yang mengalami penurunan kesadaran apakah dilakukan restrain
18. RENCANA ANALISIS
atau tidak.

B. GAMBARAN ANALISIS

Pasien Yang Restrain


100
90 90 90 90
80
70 58.6
Prosentase

60
50
40 44.2 43.3
30
20
10
0 Target (%)
Jan 2016 Peb Mar
2016 2016 Kejadian (%)

ANALISIS :
Dari bulan Januari sampai bulan Maret tahun 2016 terdapat kisaran capaian indikator
Pasien Yang Restrain berkisar 48,7 %, dimana pada bulan Februari mengalami penurunan
sebesar 14,4 % dan pada bulan Maret mengalami penurunan sebesar 0,9 %.
Pada 102 sampel pasien penurunan kesadaran terdapat 49 sampel yang dilakukan Pasien
Yang Restrain.

C. HAMBATAN / KENDALA
a. Petugas kesehatan masih belum sadar akan pentingnya pelaksanaan Pasien Yang
Restrain.
b. Kurangnya perhatian petugas kesehatan dalam pelaksanaan Pasien Yang Restrain.
c. Petugas kesehatan kurang patuh dalam pelaksanaan Pasien Yang Restrain.
d. Tidak adanya izin dari pihak keluarga untuk dilakukan restrain.

36
D. TINDAK LANJUT
1. Meningkatkan edukasi yang lebih intensif kepada petugas kesehatan tentangnya
pentingnya Pasien Yang Restrain.
2. Mengadakan sosialisasi yang lebih intensif kepada petugas kesehatan tentangnya
pentingnya Pasien Yang Restrain.
3. Meningkatkan peran aktif fasilitator akreditasi dalam pemantauan kegiatan Pasien Yang
Restrain.

E. REKOMENDASI
a. Pimpinan membuat surat edaran kepada petugas kesehatan untuk melaksanakan Pasien
Yang Restrain.
b. Pembuatan SPO Pasien Yang Restrain.
c. Pembuatan Panduan Pasien Yang Restrain.

Pontianak, Mei 2016

Ketua
Panitia Mutu Dan Keselamatan Pasien
RSUD Dr. Soedarso

DR. Dr. Pinda Hutajulu, Sp.OG(K)FER


NIP. 19630221 199003 1 007

37
PROFIL INDIKATOR
KETERSEDIAAN OBAT DAN ALAT KESEHATAN LIFE SAVING
DI TROLLEY EMERGENCY
DI RUMAH SAKIT UMUM Dr. SOEDARSO BULAN JANUARI - MARET 2016

A. PENDAHULUAN
Obat dan alat kesehatan emergency adalah sediaan farmasi yang tergolong
emergency (gawat darurat) pada tempat yang dinilai aman. Daftar obat emergency terdapat
dalam buku formularium RSUD Dr. Soedarso. Paket emergency adalah set obat atau
perbekalan farmasi emergency dalam paket emergency yang telah dibuat oleh instalasi
farmasi. Tempat penyimpanan paket emergency, IGD dalam troly emergency, ambulans
dalam kit emergency, dan instalsi bedah sentral dalam kit (kotak) emergency. Obat
emergency harus disediakan apabila terdapat kejadian yang tidak diinginkan dan diperlukan
tindakan segera sehingga tidak terjadi masalah lebih lanjut ataupun dapat menyebabkan
kematian.

1. KATEGORI PENGUKURAN MANAJEMEN


1. - Ketersediaan obat dan alat kesehatan life saving.
2. DIMENSI MUTU
2. - Efisiensi ketepatan waktu pertolongan pasien.
Tersedianya obat–obat dan alat kesehatan emergency tepat waktu untuk
3. TUJUAN
kebutuhan pasien sesuai dengan permintaan dokter.
Ketersediaan Obat Dan Alat Kesehatan Life Saving Di Trolley Emergency adalah
tersedianya obat dan alat kesehatan live saving di trolley emergency yang
4. DEFENISI OPERASIONAL sesuai dengan daftar obat/alat kesehatan di rumah sakit, yang dibutuhkan oleh
pasien sesuai dengan kebutuhan emergency.
Obat dan alat kesehatan wajib tersedia di trolly emergency.
Jumlah obat dan alat kesehatan life saving yang tersedia di trolley emergency
5. NUMERATOR
pada saat dilakukan survey.
Jumlah semua obat dan alat kesehatan life saving yang seharusnya tersedia di
6. DENOMINATOR
trolley emergency pada saat dilakukan survey.
7. JENIS INDIKATOR OUTCOME
FREKUENSI - BULANAN
8.
PENGUMPULAN DATA - HARIAN
9. PENGUMPUL DATA PJW. ADMINSTRASI LOGISTIK FARMASI

10. PERIODE PELAPORAN BULANAN


- REKAP HARIAN
11. SUMBER DATA - SISTEM PELAPORAN
- SURVEY : KEPALA RUANG IGD
METODOLOGI
12. KONKUREN
PENGUMPULAN DATA
13. STANDAR 100 % / 100 %
PENGUKURAN / TARGET

38
PENGUKURAN
INDIKATOR
TARGET SAMPEL DAN
14. Seluruh permintaan obat dan alat kesehatan emergency.
UKURAN SAMPEL (n)
15. WILAYAH PEMANTUAN Instalasi Gawat Darurat, ICU, ICCU, NICU/PICU dan ruang VK.
Data diambil oleh Kepala Instalasi Farmasi dan menuliskan obat-obat yang
telah digunakan dan diambil berapa kali dalam sebulan, serta pergantian obat-
16. RENCANA ANALISIS
obatan yang telah dilakukan, kemudian dilaporkan kepada Panitia Mutu dan
Keselamatan Pasien, selanjutkan dilaporkan kepada Direktur.
17. DISEMINASI DATA Kepala Instalasi Farmasi.

B. GAMBARAN ANALISIS

Ketersediaan Obat Dan Alkes Life Saving


Di Trolley Emergensi Atau Emergency Kit
Di IGD
120
100100 100100 100100
100
80
60
40
20 Target (%)
0 Capaian (%)
Jan 2016 Peb 2016 Mar 2016
ANALISIS :
Dari bulan Januari sampai bulan Maret tahun 2016 terdapat kisaran capaian indikator
Ketersediaan Obat Dan Alat Kesehatan Life Saving Di Trolley Emergency berkisar 100
%.
Pada 178 sampel Obat Dan Alat Kesehatan Life Saving Di Trolley Emergency terdapat
Obat Dan Alat Kesehatan Life Saving yang tersedia di trolley emergency.

C. TINDAK LANJUT
1. Tetap meningkatkan peran aktif fasilitator akreditasi dalam pemantauan kegiatan
Ketersediaan Obat Dan Alat Kesehatan Life SavingDi Trolley Emergency.

Pontianak, Mei 2016

Ketua
Panitia Mutu Dan Keselamatan Pasien
RSUD Dr. Soedarso

DR. Dr. Pinda Hutajulu, Sp.OG(K)FER


39
NIP. 19630221 199003 1 007
PROFIL INDIKATOR
PENGEMBALIAN REKAM MEDIK LENGKAP DALAM WAKTU 2 X 24 JAM
DI RUMAH SAKIT UMUM Dr. SOEDARSO BULAN JANUARI - MARET 2016

A. PENDAHULUAN
Penyelenggaraan rekam medis adalah merupakan proses kegiatan yang dimulai pada
saat diterimanya pasien di rumah dilanjutkan dengan kegiatan pencatatan data medis pasien
oleh dokter atau dokter gigi dan tenaga kesehatan lainnya, yang memberikan pelayanan
kesehatan langsung kepada pasien. Proses pengolahan rekam medis terdiri dari beberapa
tahapan antara lain dilakukannya assembling, koding, indeksing (Depkes, 2006).
Dokumen rekam medis rawat inap yang telahselesai dipakai dari ruang rawat inap
harus segera dikembalikan ke unit rekam medis pada bagian assembling, setiap dokumen
rekam medis yang kembali dari ruang rawat inap ke unit rekam medis pada bagian
assembling harus disusun sesuai ketentuan yang berlaku.
Rekam medis yang baik juga dipengaruhi oleh kualitas pelayanan yang baik juga,
dan salah satu faktor yang mendukung pelayanan rekam medis yang baik yaitu ketepatan
waktu pengembalian rekam medis, karena apabila tidak tepat waktu dapat mempengaruhi
lama waktu pasien utuk mendapakan pelayanan menjadi lama dan pengolahan data menjadi
terhambat.Ketepatan waktu adalah keadaan betul atau benar dalam mengembalikan rekam
medis ketempat asalnya/semulanya dengan waktu yang sudah ditetapkan. Berdasarkan
kebijakan yang ditetapkan PerMenKes dan SPO rumah sakit umum UKI, berkas rekam
medis rawat inap harus kembali ke ruang instalasi rekam medis dalam waktu (2x24 jam)
setelah pasien pulang rawat.
Di rumah sakit umum Daerah Dr. Soedarso, masih banyak terjadi ketidaktepatan
waktu pengembalian berkas rekam medis dengan tepat waktu, sehingga lama waktu pasien
untuk mendapatkan pelayanan menjadi lama dan pengolahan data menjadi terhambat.
Berdasarkan hasil penelusuran dapat disimpulkan bahwa banyak rekam medis yang tidak
kembali dengan tepat waktu, sehingga diperoleh rata-rata prosentase Pengembalian berkas
rekam medis yang pulang dengan tepat waktu (2x24 jam) yaitu : 44 berkas rekam medis
(19,91%), pengembalian berkas rekam medis yang pulang dengan tidak tepat waktu adalah
177 berkas rekam medis (80,09%), rata-rata lama waktu pengembalian berkas rekam medis
yang terlambat yaitu 3-25 hari. Masalah yang menyebabkan ketidaktepatan waktu
pengembalian rekam medis dikarenakan Dokter terlambat mengisi resume medis dan Dokter
melakukan penulisan diagnosa. Dokter harus lebih rajin lagi mengisi resume medis dan
melakukan penulisan diagnosa, agar semuanya dapat berjalan dengan lancar, dan perlu
adanya pengawasan atau sanksi tegas bagi dokter yang tidak terlambat mengisi resume
medis dan penulisan diagnosa, karena itu semua demi kelancaran pelayanan selanjutnya dan
pengembalian rekam medis yang kembali dangan tepat waktu.

1. KATEGORI PENGUKURAN MANAJEMEN

2. DIMENSI MUTU Ketepatan pelayanan.

40
- Meningkatkan standar pelayanan yang diberikan.
3. TUJUAN
- Mempercepat proses pengklaiman asuransi.
Pengembalian Rekam Medik Lengkap Dalam Waktu 2 X 24 Jam adalah
pengembalian rekam medik yang telah lengkap diisi oleh dokter, perawat,
4. DEFENISI OPERASIONAL
bidan, nutrisionist, radio terapis dan lain-lainnya dari ruangan ke bagian rekam
medik.
5. NUMERATOR Jumlah pengembalian rekam medik yang lengkap dan tepat waktu.
6. DENOMINATOR Jumlah seluruh rekam medik yang dikembalikan.
7. JENIS INDIKATOR OUTCOME
FREKUENSI
8. BULANAN
PENGUMPULAN DATA
9. PENGUMPUL DATA REKAM MEDIK

10. PERIODE PELAPORAN BULANAN

11. SUMBER DATA MEDICAL RECORD

METODOLOGI
12. KONKUREN
PENGUMPULAN DATA
STANDAR
PENGUKURAN / TARGET
13. 100 % /80 %
PENGUKURAN
INDIKATOR
TARGET SAMPEL DAN
14. Semua berkas rekam medis.
UKURAN SAMPEL (n)
15. KRITERIA INKLUSI Semua berkas rekam medik yang dikembalikan.
- Rekam medik tidak diketemukan.
16. KRITERIA EKSKLUSI
- Pasien pulang pada hari libur.
17. WILAYAH PEMANTUAN RekamMedik.
Data di kumpulkan kepada Kepala Seksi Rekam Medik untuk di rekap dan di
18. RENCANA ANALISIS analisis, selanjutnya data di laporkan kepada Panitia Mutu dan Keselamatan
Pasien, kemudian dilaporkan kepada Direktur.

B. GAMBARAN ANALISIS

Pengembalian Rekam Medik Lengkap


Dalam Waktu 2 x 24 Jam
40 40 40
40
Prosentase

30

20 16
14
11.1
10 Target (%)
0 Kejadian (%)
Jan 2016 Peb 2016 Mar 2016

41
ANALISIS :
Dari bulan Januari sampai bulan Maret tahun 2016 terdapat kisaran capaian indikator
Pengembalian Rekam Medik Lengkap Dalam Waktu 2 X 24 Jam berkisar 13,7 %, dimana
pada bulan Februari mengalami kenaikan sebesar 2 % dan pada bulan Maret mengalami
penurunan sebesar 4,9 %.
Pada 3.600 sampel rekam medikyang dikembalikan terdapat 490 sampel rekam medik
yang dikembalikan dengan lengkap dan tepat waktu dalam waktu 2 X 24 jam.

C. HAMBATAN / KENDALA
a. Dokumen Medical Record pasien yang akan pulang belum diisi dengan lengkap oleh
Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP).
b. Pengantaran dokumen rekam medik pada hari libur tidak dapat dilakukan.

D. TINDAK LANJUT
1. Meningkatkan edukasi yang lebih intensif kepada dokter tentang pentingnya
pelaksanaan Pengembalian Rekam Medik Lengkap Dalam Waktu 2 X 24 Jam.
2. Mengadakan sosialisasi yang lebih intensif kepada dokter tentang pentingnya
pelaksanaan pelaksanaan Pengembalian Rekam Medik Lengkap Dalam Waktu 2 X 24
Jam.
3. Meningkatkan peran aktif fasilitator akreditasi dalam pemantauan kegiatan pelaksanaan
Pengembalian Rekam Medik Lengkap Dalam Waktu 2 X 24 Jam.

E. REKOMENDASI
a. Pimpinan membuat surat edaran kepada staf medis untuk melaksanakan Pengembalian
Rekam Medik Lengkap Dalam Waktu 2 X 24 Jam.
b. Pembuatan SPO Pengembalian Rekam Medik Lengkap Dalam Waktu 2 X 24 Jam.
c. Pembuatan Panduan Pengembalian Rekam Medik Lengkap Dalam Waktu 2 X 24 Jam.
d. Dianjurkan agar petugas rekam medik tetap bertugas pada hari libur.

Pontianak, Mei 2016


Ketua
Panitia Mutu Dan Keselamatan Pasien
RSUD Dr. Soedarso

DR. Dr. Pinda Hutajulu, Sp.OG(K)FER


NIP. 19630221 199003 1 007

42
PROFIL INDIKATOR
KEJADIAN PASIEN PULANG ATAS PERMINTAAN SENDIRI
DI RUMAH SAKIT UMUM Dr. SOEDARSO BULAN JANUARI - MARET 2016

A. PENDAHULUAN
Keberhasilan suatu perawatan dan pengobatan di rumah sakit adalah kesembuhan
pasien sehingga pasien boleh pulang atas ijin dokter, pada kenyataannya terdapat beberapa
pasien rawat inap yang pulang atas permintaan sendiri (APS) di RSUD Dr. Soedarso. Angka
kejadian pasien pulang APS di RSUD dr. Soedarso meningkat setiap tahunnya dan belum
terlihat adanya kecenderungan penurunan. Adanya peningkatan proporsi kejadian pasien
pulang atas permintaan sendiri (PAPS) dari bangsal perawatan. Keadaan ini tentunya tidak
dapat dibiarkan begitu saja, karena akan membawa outcome klinik yang buruk bagi
pasiennya, sedang bagi rumah sakit kemungkinan dapat menurunkan pendapatan dan citra di
tengah masyarakat.

1. KATEGORI PENGUKURAN MANAJEMEN

2. DIMENSI MUTU Mutu pelayanan.

3. TUJUAN - Meningkatkan standar pelayanan yang diberikan.


Kejadian Pasien Pulang Atas Permintaan Sendiri adalah kejadian dimana pasien
4. DEFENISI OPERASIONAL pulang atas kemauan sendiri setelah diberikan edukasi pelayanan, tanpa
persetujuan DPJP.
Semua pasien yang pulang atas kemauan sendiri setelah diberikan edukasi
5. NUMERATOR
pelayanan, tanpa persetujuan DPJP.
6. DENOMINATOR Semua pasien yang dirawat di ruang rawat inap.
7. JENIS INDIKATOR OUTCOME
FREKUENSI
8. BULANAN
PENGUMPULAN DATA
9. PENGUMPUL DATA REKAM MEDIK

10. PERIODE PELAPORAN BULANAN

11. SUMBER DATA MEDICAL RECORD

METODOLOGI
12. KONKUREN
PENGUMPULAN DATA
STANDAR
PENGUKURAN / TARGET
13. 0%/6%
PENGUKURAN
INDIKATOR
TARGET SAMPEL DAN
14. Semua berkas rekam medis.
UKURAN SAMPEL (n)
15. KRITERIA INKLUSI Semua berkas rekam medik yang dikembalikan.

43
- Pasien dirawat < 6 jam.
16. KRITERIA EKSKLUSI
- Tidak ada indikasi rawat inap.
17. WILAYAH PEMANTUAN RekamMedik.
Data di kumpulkan kepada Kepala Seksi Rekam Medik untuk di rekap dan di
18. RENCANA ANALISIS analisis, selanjutnya data di laporkan kepada Panitia Mutu dan Keselamatan
Pasien, kemudian dilaporkan kepada Direktur.

B. GAMBARAN ANALISIS

Kejadian Pasien Pulang


Atas Permintaan Sendiri
Prosentase

16
12.2 13.8
12 10.1
8 10 10 10

4
Target (%)
0 Kejadian (%)
Jan 2016 Peb 2016 Mar 2016
ANALISIS :
Dari bulan Januari sampai bulan Maret tahun 2016 terdapat kisaran capaian indikator
Kejadian Pasien Pulang Atas Permintaan Sendiri berkisar 12,1 %, dimana pada bulan
Februari mengalami penurunan sebesar 2,1 % dan pada bulan Maret mengalami kenaikan
sebesar 3,7 %.
Pada 3.582 sampel pasien masih terdapat 433 sampel Pasien Pulang Atas Permintaan
Sendiri.

C. HAMBATAN / KENDALA
a. Keterbatasan faktor biaya pengobatan.
b. Prognose penyakit pasien semakin memburuk.
c. Ketidakpuasan terhadap pelayanan.

D. TINDAK LANJUT
1. Meningkatkan edukasi dan pendekatan humanisyang lebih intensif terhadap pasien
keluarga dan pasien.
2. Mengadakan sosialisasi pelayanan yang lebih intensif terhadap pasien keluarga dan
pasien.
3. Meningkatkan peran aktif fasilitator akreditasi dalam pemantauan kegiatan pelayanan
yang lebih intensif terhadap pasien keluarga dan pasien.
4. Mengadakan sosialisasi mekanisme untuk mengurus Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN).

44
E. REKOMENDASI
a. Pimpinan membuat surat edaran kepada staf medis untuk melaksanakan kegiatan
pelayanan yang lebih intensif.
b. Pembuatan SPO Pelayanan.
c. Pembuatan Panduan Pelayanan.

Pontianak, Mei 2016

Ketua
Panitia Mutu Dan Keselamatan Pasien
RSUD Dr. Soedarso

DR. Dr. Pinda Hutajulu, Sp.OG(K)FER


NIP. 19630221 199003 1 007

45
PROFIL INDIKATOR
UTILISASI MAGNETIC RESONANCE IMAGING
DI RUMAH SAKIT UMUM Dr. SOEDARSO BULAN JANUARI - MARET 2016

A. PENDAHULUAN
Kapasitas yang dimiliki oleh alat MRI RSUD Dr. Soedarso ditetapkan sebesar 4
pemeriksaan per hari atau 960 pemeriksaan per tahun.Setiap pemeriksaan pasien
membutuhkan waktu rata-rata 25 sampai dengan 30 menit.
Pada tahun 2015 di RSUD Dr. Soedarso Pontianak tingkat utilisasi alat MRI
sebanyak 760 orang dengan komposisi pasien sebanyak 634 orang dan pasien umum
sebanyak 136 orang.
Dengan menggunakan ukuran kriteria kebijakan didapatkan bahwa unit MRI mampu
memenuhi kebutuhan anggarannya sendiri, akan tetapi apabila ditinjau dari kebijakan
penggunaan dana, alokasi untuk biaya pemeliharaan dan biaya gas Helium perlu
ditingkatkan.
Menghadapi perkembangan utilisasi alat MRI dimasa mendatang, didapatkan
komposisi yang ideal antara pasien BPJS dan pasien umum agar unit MRI tetap mandiri.

1. KATEGORI PENGUKURAN MANAJEMEN


- Ketepatan pelayanan.
2. DIMENSI MUTU
- Utilisasi pemakaian alat kesehatan.
- Meningkatkan standar pelayanan yang diberikan.
3. TUJUAN - Meningkatkan pemakaian alat kesehatan sesuai dengan standar yang
berdampak peningkatan pendapatan rumah sakit.
Utilisasi Magnetic Resonance Imaging adalah pemakaian MRI setiap hari oleh 4
4. DEFENISI OPERASIONAL
pasien di Rumah Sakit Umum Dokter Soedarso.
5. NUMERATOR Jumlah pasien yang menggunakan setiap hari.
6. DENOMINATOR Jumlah pasien yang ditetapkan rumah sakit setiap hari.
7. JENIS INDIKATOR OUTCOME
FREKUENSI
8. BULANAN
PENGUMPULAN DATA
9. PENGUMPUL DATA Kepala Ruang Radiologi

10. PERIODE PELAPORAN BULANAN

11. SUMBER DATA REKAP HARIAN

METODOLOGI
12. KONKUREN
PENGUMPULAN DATA
13. STANDAR 100 % /80 %
PENGUKURAN / TARGET
PENGUKURAN

46
INDIKATOR
TARGET SAMPEL DAN
14. Semua pasien yang melakukan MRI.
UKURAN SAMPEL (n)
15. KRITERIA INKLUSI Semua pasien yang akan dilakukan MRI.
- Terjadi kerusakan mesin MRI atau ketidakadaan penunjang operasional
16. KRITERIA EKSKLUSI mesin.
- Terjadi pemadaman listrik yang lama.
17. WILAYAH PEMANTUAN Instalasi Radiologi.
Data di kumpulkan kepada Kepala Ruang Radiologi untuk di rekap dan di
18. RENCANA ANALISIS analisis, selanjutnya data di laporkan kepada Panitia Mutu dan Keselamatan
Pasien, kemudian dilaporkan kepada Direktur.

B. GAMBARAN ANALISIS

Utilisasi MRI
Prosentase

100
95 95.2
90 88 88
85
80
80 80 80
75 Target (%)
70 Capaian (%)
Jan 2016 Peb 2016 Mar 2016
ANALISIS :
Dari bulan Januari sampai bulan Maret tahun 2016 terdapat kisaran capaian indikator
Utilisasi Magnetic Resonance Imagingberkisar 90,4 %, dimana pada bulan Maret
mengalami kenaikan sebesar 7,2 %.
Pada 244 sampel pasien terdapat 222 sampel pasien yang dilakukan Utilisasi Magnetic
Resonance Imaging.

C. TINDAK LANJUT
1. Meningkatkan peran aktif fasilitator akreditasi pemantauan kegiatan Utilisasi Magnetic
Resonance Imaging.

D. REKOMENDASI
a. Pimpinan membuat penganggaran untuk biaya pemeliharaan sarana dan prasarana
dalam kegiatan Utilisasi Magnetic Resonance Imaging.

Pontianak, Mei 2016


Ketua
Panitia Mutu Dan Keselamatan Pasien
RSUD Dr. Soedarso

DR. Dr. Pinda Hutajulu, Sp.OG(K)FER 47


NIP. 19630221 199003 1 007
PROFIL INDIKATOR
SURVEY KEPUASAN PELANGGAN
DI RUMAH SAKIT UMUM Dr. SOEDARSO BULAN JANUARI - MARET 2016

A. PENDAHULUAN
Kepuasan pasien tergantung pada kualitas pelayanan. Pelayanan adalah semua upaya
yang dilakukan karyawan untuk memenuhi keinginan pelanggannya dengan jasa yang akan
diberikan. Suatu pelayanan dikatakan baik oleh pasien, ditentukan oleh kenyataan apakah
jasa yang diberikan bisa memenuhi kebutuhan pasien, dengan menggunakan persepsi pasien
tentang pelayanan yang diterima (memuaskan atau mengecewakan, juga termasuk lamanya
waktu pelayanan).Kepuasan dimulai dari penerimaan terhadap pasien dari pertama kali
datang, sampai pasien meninggalkan rumah sakit.Pelayanan dibentuk berdasarkan 5 prinsip
Service Quality yaitu : kecepatan, ketepatan, keramahan dan kenyamanan layanan.
Ketidakpuasan pasien diartikan sama dengan keluhan terhadap rumah sakit, berikut
pelayanan yang dilakukan oleh tenaga kesehatannya (dokter, perawat, apoteker, psikolog
dan lainnya) dan struktur sistem perawatan kesehatan (biaya, sistem asuransi, kemampuan
dan prasarana pusat kesehatan dan lain-lain). Pasien mengharapkan interaksi yang baik,
sopan, ramah, nyaman dengan tenaga kesehatan, sehingga kompetensi, kualifikasi serta
kepribadian yang baik dari pelayan kesehatan.Faktor utama dalam mempengaruhi kepuasan
pasien adalah lengkapnya peralatan medik, bangunan dan fasilitas rumah sakit yang
memadai, kelengkapan sarana pendukung dalam pelayanan.
Merkouris, et.al. (2008) menyebutkan bahwa mengukur kepuasan pasien, dapat
digunakan sebagai alat untuk : 1) evaluasi kualitas pelayanan kesehatan, 2) evaluasi terhadap
konsultasi intervensi dan hubungan antara perilaku sehat dan sakit, 3) membuat keputusan
administrasi, 4) evaluasi efek dari perubahan organisasi pelayanan, 5) administrasi staf, 6)
fungsi pemasaran, 7) formasi etik profesional.
Rumah Sakit sebagai agen perubahan diharapkan memberikan pelayanan prima
kepada pasien.Selama ini Departemen Kesehatan telah menyusun dan melakukan akreditasi
Rumah Sakit, tetapi saat ini belum ada pedoman dan indikator yang memudahkan penilaian
kualitas pelayanan rumah sakit dari sisi pasien.Penilaian pelayanan dari sisi pasien
memudahkan Departemen Kesehatan dalam melakukan pembinaan dan pengawasan rumah
sakit, dalam hal ini juga sekaligus memberikan masukan kepada manajemen untuk
menentukan kebijakan demi peningkatan kualitas rumah sakit.

1. KATEGORI PENGUKURAN MANAJEMEN

2. DIMENSI MUTU Kepuasan pelanggan.


Terselenggaranya pelayanan di semua unit yang mampu memberikan
3. TUJUAN
kepuasan pelanggan.
4. DEFENISI OPERASIONAL Survey Kepuasan Pelangan adalah survey yang dilakukan di Bidang
Pengendalian oleh Seksi Hukum, Humas dan Pemasaran (HHP) untuk
mengetahui persepsi pasien tentang pelayanan yang diterima mulai dari

48
penerimaan terhadap pasien pertama kali datang sampai pasien pulang.
5. NUMERATOR Jumlah pasien yang menyatakan puas terhadap pelayanan yang diberikan.
6. DENOMINATOR Jumlah seluruh sampel yang diambil dari pelanggan yang mengisi kuesioner.
7. JENIS INDIKATOR OUTCOME
FREKUENSI
8. BULANAN
PENGUMPULAN DATA
9. PENGUMPUL DATA PENJAB. HUMAS

10. PERIODE PELAPORAN BULANAN

11. SUMBER DATA SISTEM PELAPORAN

METODOLOGI
12. KONKUREN
PENGUMPULAN DATA
STANDAR
PENGUKURAN / TARGET
13. 100 % / 80 %
PENGUKURAN
INDIKATOR
TARGET SAMPEL DAN
14. Seluruh pasien yang dirawat di RSUD Dr. Soedarso minimal 2 hari perawatan.
UKURAN SAMPEL (n)
15. KRITERIA INKLUSI Pasien yang dirawat ≥ 2 hari.
16. KRITERIA EKSKLUSI Pasien tidak bersedia mengisi formulir kuisioner.

17. WILAYAH PEMANTUAN Seluruh ruang rawat inap.


Data yang dikumpulkan di Bidang Pengendalian oleh Seksi Hukum, Humas dan
18. RENCANA ANALISIS Pemasaran (HHP) dan dianalisis kemudian dilaporkan ke Panitia Mutu dan
Keselamatan Pasien, selanjutnya dilaporkan kepada Direktur.

B. GAMBARAN ANALISIS

Angka Kepuasan Pasien


82
80 80 80 80
78
Prosentase

76
74 74.34
72
70 70.68
68 69.99
66 Target (%)
64 Capaian (%)
2014 2015 2016
ANALISIS :
Dari bulan Januari sampai bulan Maret tahun 2016 terdapat kisaran capaian indikator
Survey Kepuasan Pelanggan berkisar 71,67 %, dimana pada bulan Februari mengalami
kenaikan sebesar 0,69 % dan pada bulan Maret mengalami kenaikan sebesar 3,66 %.

49
C. HAMBATAN / KENDALA
a. Terdapatnya kekurangan-kekurangan yang berkaitan dengan pelayanan pasien.
b. Terdapat ketidakcocokan antara sosialisasi JKN dengan sarana dan prasarana.

D. TINDAK LANJUT
1. Meningkatkan edukasi yang lebih intensif kepada petugas kesehatan tentang pentingnya
pelayanan terhadap pasien.
2. Mengadakan sosialisasi yang lebih intensif kepada petugas kesehatan tentang pentingnya
pelayanan terhadap pasien.
3. Meningkatkan peran aktif fasilitator akreditasi pemantauan kegiatan pelayanan terhadap
pasien.

E. REKOMENDASI
a. Pimpinan membuat surat edaran kepada petugas kesehatan untuk meningkatkan
pelayanan terhadap pasien.
b. Pembuatan SPO yang berkaitan dengan Pelayanan Terhadap Pasien.
c. Pembuatan Panduan yang berkaitan dengan Pelayanan Terhadap Pasien.
.

Pontianak, Mei 2016

Ketua
Panitia Mutu Dan Keselamatan Pasien
RSUD Dr. Soedarso

DR. Dr. Pinda Hutajulu, Sp.OG(K)FER


NIP. 19630221 199003 1 007

50
PROFIL INDIKATOR
ANGKA KEPUASAN KARYAWAN
DI RUMAH SAKIT UMUM Dr. SOEDARSO BULAN JANUARI - MARET 2016

A. PENDAHULUAN
Robbins (2006) menyatakan bahwa karyawan yang puas akan mampu meningkatkan
kepuasan dan kesetiaan pelanggan. Hal ini terjadi karena dalam organisasi jasa, kesetiaan
dan ketidaksetiaan pelanggan sangat tergantung pada cara karyawan berhubungan dengan
pelanggan. Karyawan yang puas lebih ramah, ceria, responsive, yang dihargai pelanggan.
Karyawan yang puas memiliki kemungkinan kecil untuk mengundurkan diri, sehingga
pelanggan lebih sering menjumpai wajah-wajah akrab dan menerima layanan yang
berpengalaman. Ciri-ciri tersebut membangun kepuasan dan kesetiaan pelanggan.
Adanya peningkatan kepuasan kerja pada karyawan tentu berdampak pada kinerja
yang ditunjukkannya. Dessler dalam Handoko (2001) mengemukakan ada perbedaan antara
karyawan yang memiliki kepuasan kerja dengan yang tidak. Karyawan yang merasakan
kepuasan dalam pekerjaannya cenderung memiliki catatan kehadiran dan ketaatan terhadap
peraturan lebih baik, namun kurang aktif berpartisipasi dalam kegiatan serikat pekerja.
Karyawan ini juga biasanya memiliki prestasi yang lebih baik dibandingkan dengan
karyawan yang tidak memiliki kepuasan dalam pekerjaannya.
Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja memiliki arti
penting bagi karyawan maupun perusahaan, khususnya demi terciptanya keadaan positif di
lingkungan kerja.Robbins (2006) juga menyatakan mengenai dampak kepuasan kerja pada
kinerja karyawan. Karyawan yang merasa puas akan pekerjaannya memiliki kemungkinan
yang lebih besar untuk membicarakan hal-hal positif tentang organisasinya, membantu yang
lain, dan berbuat kinerja pekerjaan mereka melampaui perkiraan normal.
Riset atau penelitian pada industri jasa, khususnya rumah sakit swasta di Kota
Denpasar mengenai keterkaitan peningkatan kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan serta
dampaknya terhadap kepuasan pelanggan masih minim dilakukan ataupun dibahas.Apalagi
kini rumah sakitrumah sakit swasta tersebut bersaing untuk mendapatkan pelanggan atau
bahkan mencari pelanggan baru, sehingga pihak rumah sakit.

1. KATEGORI PENGUKURAN MANAJEMEN

2. DIMENSI MUTU Efektifitas dan mutu manajemen.


Mengetahui tingkat kepuasan karyawan terhadap faktor pendukung kinerja di
3. TUJUAN
rumah sakit.
Angka Kepuasan Karyawan adalah survey yang dilakukan untukmengetahui
4. DEFENISI OPERASIONAL
pernyataan puas terhadap faktor pendukung kinerja di rumah sakit.
Jumlah persepsi karyawan rumah sakit yang menyatakan puas terhadap
5. NUMERATOR
pendukung kinerja.
6. DENOMINATOR Jumlah seluruh sampel yang diambil dari karyawan yang mengisi kuesioner.
7. JENIS INDIKATOR OUTCOME

51
FREKUENSI
8. TAHUNAN
PENGUMPULAN DATA
- KASUBAG. KEPEGAWAIAN
9. PENGUMPUL DATA
- KEPALA INSTALASI
10. PERIODE PELAPORAN TAHUNAN

- SISTEM PELAPORAN
11. SUMBER DATA
- SURVEILANS AKTIF

METODOLOGI
12. KONKUREN
PENGUMPULAN DATA
STANDAR
PENGUKURAN / TARGET
13. 90 % / 80 %
PENGUKURAN
INDIKATOR
TARGET SAMPEL DAN - Seluruh PNS RSUD Dr. Soedarso dengan minimal masa kerja 1 tahun.
14.
UKURAN SAMPEL (n) - 10 % dari seluruh pegawai RSUD Dr. Soedarso.
15. WILAYAH PEMANTUAN Seluruh bagian dan ruang rawat inap.
Data dikumpulkan oleh Kepala Instalasi dan diserahkan kepada KaSubBag
16. RENCANA ANALISIS Umum dan Aparatur untuk dianalisis, kemudian dilaporkan ke Panitia Mutu
dan Keselamatan Pasien, selanjutnya dilaporkan kepada Direktur.
17. DISEMINASI DATA Pertemuan Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien.

B. GAMBARAN ANALISIS

ANALISIS :
Pada tahun 2015 terdapat kisaran capaian indikator Angka Kepuasan Karyawan berkisar
79 %.

C. HAMBATAN / KENDALA
a. Terdapatnya kekurangan-kekurangan yang berkaitan dengan pelayanan karyawan.

D. TINDAK LANJUT
1. Meningkatkan edukasi yang lebih intensif kepada petugas tentang pentingnya
pelayanan terhadap karyawan.

52
2. Mengadakan sosialisasi yang lebih intensif kepada petugas tentang pentingnya
pelayanan terhadap karyawan.
3. Meningkatkan peran aktif fasilitator akreditasi pemantauan kegiatan pelayanan terhadap
karyawan.

E. REKOMENDASI
a. Pimpinan membuat surat edaran kepada petugas kesehatan untuk meningkatkan
pelayanan terhadap pasien.
b. Pembuatan SPO yang berkaitan dengan Pelayanan Terhadap Karyawan.
c. Pembuatan Panduan yang berkaitan dengan Pelayanan Terhadap Karyawan.

Pontianak, Mei 2016

Ketua
Panitia Mutu Dan Keselamatan Pasien
RSUD Dr. Soedarso

DR. Dr. Pinda Hutajulu, Sp.OG(K)FER


NIP. 19630221 199003 1 007

53
PROFIL INDIKATOR
DEMOGRAFI PASIEN DENGAN DIAGNOSA KLINIK DHF
DI RUMAH SAKIT UMUM Dr. SOEDARSO BULAN JANUARI - MARET 2016

A. PENDAHULUAN
Tergambarnya distribusi penyakit potensial wabah berdasar alamat tempat tinggal
untuk dapat dilaksanakan pelaporan dengan cepat dan tindak lanjutnya.Diagnosa penyakit
potensial wabah adalah penyakit yang mempunyai resiko menjadi pandemi dan atau endemi
terkait demografi pasien atau tempat tinggal terjadinya kasus.Pada saat ini penyakit DHF
dan DBD masih menjadi endemic di sekitar RSUD Dr. Soedarso.
Pada tahun 2015 terjadi 70 kasus dengan 2 kasus yang meninggal.Kasus yang
terbanyak pada bulan Januari dengan Februari yaitu 30 kasus dan 11 kasus.Pada bulan
tersebut terjadi perubahan cuaca sehingga sering terjadi kasus DHF.Kasus tersebut banyak
terjadi pada Kecamatan Pontianak Selatan.

1. KATEGORI PENGUKURAN MANAJEMEN

2. DIMENSI MUTU Manajemen Pasien.


Tergambarnya distribusi penyakit potensial wabah berdasarkan alamat tempat
3. TUJUAN tinggal untuk dapat dilaksanakan pelaporan dengan cepat dan tindak
lanjutnya.
Demografi Pasien Dengan Diagnosa Klinik DHF adalah penyakit yang
4. DEFENISI OPERASIONAL mempunyai resiko menjadi pandemic dan atau endemic terkait demografi
pasien atau tempat tinggal terjadinya kasus DHF.
5. NUMERATOR None (distribusi numeric)
6. DENOMINATOR None (distribusi numeric)
7. JENIS INDIKATOR OUTCOME
8. KRITERIA INKLUSI Wilayah kerja sumber rujukan RSUD Dokter Soedarso.
9. KRITERIA EKSKLUSI Bukan wilayah kerja sumber rujukan RSUD Dokter Soedarso.
FREKUENSI - BULANAN
10.
PENGUMPULAN DATA - HARIAN

11. PENGUMPUL DATA KEPALA SEKSI REKAM MEDIK

12. PERIODE PELAPORAN BULANAN

13. SUMBER DATA SISTEM PELAPORAN

METODOLOGI
14. KONKUREN
PENGUMPULAN DATA
STANDAR
PENGUKURAN / TARGET
15. None
PENGUKURAN
INDIKATOR

54
TARGET SAMPEL DAN
16. None
UKURAN SAMPEL (n)
17. WILAYAH PEMANTUAN Instalasi Gawat Darurat.
Data di kumpulkan kepada Kepala Instalasi Gawat Darurat untuk di rekap dan
18. RENCANA ANALISIS di analisis, selanjutnya data dilaporkan kepada Panitia Mutu dan Keselamatan
Pasien, kemudian dilaporkan kepada Direktur.

B. GAMBARAN ANALISIS
Kejadian Tahun
Kabupaten / Kota Wilayah
2015

Kota Pontianak Pontianak Kota 8

Pontianak Barat 6

Pontianak Timur 7

Pontianak Selatan 8

Pontianak Utara 8

Pontianak Tenggara 10

Kab. Kubu Raya 27

Kab. Mempawah 5

Kab. Sanggau 2

Kab. Ketapang 1

Kota Singkawang 1

Kab. Landak 2

C. TINDAK LANJUT
1. Meningkatkan edukasi yang lebih intensif kepada pasien tentangnya penyakit DHF/
DBD.
2. Mengadakan sosialisasi yang lebih intensif kepada pasien tentangnya penyakit DHF/
DBD.

Pontianak, Mei 2016

Ketua
Panitia Mutu Dan Keselamatan Pasien
RSUD Dr. Soedarso

DR. Dr. Pinda Hutajulu, Sp.OG(K)FER


PROFIL INDIKATOR NIP. 19630221 199003 1 007
PENYERAPAN ANGGARAN RUMAH SAKIT
DI RUMAH SAKIT UMUM Dr. SOEDARSO BULAN JANUARI - MARET 2016
55
A. PENDAHULUAN
Penyerapan anggaran yang baik dan sesuai rencana akan mempengaruhi capaian
program kegiatan yang baik pula. Sepanjang Tahun Anggaran 2015 ditemui adanya
kecenderungan penurunan penyerapan anggaran. Bila kita perhatikan, dalam periode
tersebut pada bulan yang sama terlihat pula kecenderungan penyerapan yang semakin
rendah. Kecenderungan yang terjadi harus segera diperbaiki agar tidak menghambat
pelaksanaan pembangunan.

1. KATEGORI PENGUKURAN MANAJEMEN

2. DIMENSI MUTU Kesehatan keuangan rumah sakit.


- Mengetahui penerimaan yang didapat oleh rumah sakit.
3. TUJUAN
- Meningkatkan operasional dari rumah sakit.
Penyerapan Anggaran Rumah Sakit adalah penggunaan anggaran yang
4. DEFENISI OPERASIONAL dikeluarkan oleh rumah sakit untuk menyelesaikan program-program yang
telah ditentukan.
5. NUMERATOR Jumlah penerimaan keuangan dalam 1 tahun.
6. DENOMINATOR Jumlah dana yang dapat digunakan dalam 1 tahun.
7. JENIS INDIKATOR PROSES
FREKUENSI
8. BULANAN
PENGUMPULAN DATA
9. PENGUMPUL DATA KaSubBid KEUANGAN DAN ASET

10. PERIODE PELAPORAN 3 BULAN

11. SUMBER DATA SISTEM PELAPORAN

METODOLOGI
12. KONKUREN
PENGUMPULAN DATA
STANDAR
PENGUKURAN / TARGET
13. 100 % / 90 %
PENGUKURAN
INDIKATOR
TARGET SAMPEL DAN
14. Seluruh anggaran rumah sakit.
UKURAN SAMPEL (n)
15. KRITERIA INKLUSI Seluruh anggaran rumah sakit.
16. KRITERIA EKSKLUSI Tidak masuk dalam anggaran rumah sakit.

17. WILAYAH PEMANTUAN KaSubBid Keuangan dan Aset.


Data di kumpulkan kepada SubBid Keuangan dan Aset untuk di rekap dan di
18. RENCANA ANALISIS analisa, selanjutnya data di laporkan kepada Panitia Mutu dan Keselamatan
Pasien, kemudian dilaporkan kepada Direktur.

B. GAMBARAN ANALISIS

56
Penyerapan Anggaran Rumah Sakit
100
80 90 90 90
Prosentase

60
40
20 Target (%)
1.83 1.83 7.03
0 Serapan (%)
Jan 2016 Peb 2016 Mar 2016
ANALISIS :
Padatahun 2016 terdapat kisaran capaian indikator Penyerapan Anggaran Rumah Sakit
berkisar 3,56 %, dimana pada bulan Maret mengalami kenaikan sebesar 5,2 %.

C. HAMBATAN / KENDALA
a. Terdapatnya kekurangan-kekurangan yang berkaitan dengan Penyerapan Anggaran
Rumah Sakit.

D. TINDAK LANJUT
1. Meningkatkan edukasi yang lebih intensif kepada petugas tentang pentingnya
Penyerapan Anggaran Rumah Sakit.
2. Mengadakan sosialisasi yang lebih intensif kepada petugas tentang pentingnya
Penyerapan Anggaran Rumah Sakit.
3. Meningkatkan peran aktif fasilitator akreditasi pemantauan kegiatan Penyerapan
Anggaran Rumah Sakit.

E. REKOMENDASI
a. Pimpinan membuat surat edaran kepada petugas kesehatan untuk meningkatkan
Penyerapan Anggaran Rumah Sakit.
b. Pembuatan SPO yang berkaitan dengan Penyerapan Anggaran Rumah Sakit.
c. Pembuatan Panduan yang berkaitan dengan Penyerapan Anggaran Rumah Sakit.

Pontianak, Mei 2016


Ketua
Panitia Mutu Dan Keselamatan Pasien
RSUD Dr. Soedarso

DR. Dr. Pinda Hutajulu, Sp.OG(K)FER


NIP. 19630221 199003 1 007
PROFIL INDIKATOR

57
PEMAKAIAN ALAT STERIL DAN LAYAK PAKAI
DI RUMAH SAKIT UMUM Dr. SOEDARSO TAHUN 2015

A. PENDAHULUAN
Perkembangan rumah sakit sebagai fasilitas pelayanan kesehatan rujukan di
Indonesia akhir-akhir ini sangat pesat, baik dari jumlah maupun pemanfaatan teknologi
kedokteran khususnya dalam bidang pemakaian alat medis. Rumah Sakit sebagai fasilitas
pelayanan kesehatan tetap harus mengedepankan peningkatan mutu pelayanan kepada
masyarakat dengan tanpa mengabaikan upaya dan keselamatan kerja (K3) dalam pemakaian
alat medis, untuk mendapatkan alat medis yang laik pakai, maka diperlukan manajemen
peralatan medis yang sesuai dengan keselamatan dan kesehatan kerja.
Untuk memberikan pelayanan kesehatan yang berkesinambungan perlu didukung
dengan peralatan yang selalu dalam kondisi siap pakai serta dapat difungsikan dengan
baik.Derajat kesehatan masyarakat perlu ditingkatkan melalui pelayanan kesehatan yang
berkualitas, salah satunya melalui upaya penyediaan alat kesehatan yang baik, aman dan laik
pakai.Agar peralatan kesehatan selalu dalam kondisi baik, aman, dan layak pakai maka
diperlukan suatu manajemen yang baik mulai dari perencanaan, pemeliharaan preventif
meliputi pemeliharaan berkala dan pelaksanaan pengujian dan kalibrasi (Depkes RI, 2005).

1. KATEGORI PENGUKURAN MANAJEMEN


Ketetapan dan keakuratan alat medis yang digunakan untuk pelayanan pasien,
2. DIMENSI MUTU
guna menunjang keselamatan pasien.
Penyiapan alat steril dan layak pakai untuk memastikan agar alat-alat steril siap
3. TUJUAN
digunakan guna menghindari infeksi nosokomial.
Pemakaian Alat Steril Dan Layak Pakai adalah penyiapan alat-alat intrumen
4. DEFENISI OPERASIONAL berdasarkan permintaan; dalam hal pembersihan, desinfektan dan steril sesuai
dengan standar yang ditentukan dan siap digunakan.
5. NUMERATOR Jumlah alat medis yang digunakan.
6. DENOMINATOR Jumlah alat medis yang disiapkan (steril dan layak pakai).
7. JENIS INDIKATOR OUTCOME
FREKUENSI
8. BULANAN
PENGUMPULAN DATA
9. PENGUMPUL DATA CSSD

10. PERIODE PELAPORAN BULANAN

11. SUMBER DATA SISTEM PELAPORAN


METODOLOGI
12. KONKUREN
PENGUMPULAN DATA
STANDAR
PENGUKURAN / TARGET
13. 100 % / 90 %
PENGUKURAN
INDIKATOR
TARGET SAMPEL DAN
14. Seluruh alat medis yang digunakan di satuan kerja.
UKURAN SAMPEL (n)

58
15. WILAYAH PEMANTUAN Instalasi CSSD.
Data di kumpulkan olehCSSD kemudian dilaporkan untuk direkap dan
16. RENCANA ANALISIS dianalisis, selanjutnya data di laporkan kepada Panitia Mutu dan Keselamatan
Pasien, selanjutnya dilaporkan kepada Direktur.
17. DISEMINASI DATA CSSD, Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien.

B. GAMBARAN ANALISIS

Pemakaian Alat Steril Dan Layak Pakai


Tahun 2015
120.0
100
100.0 73.468153
80.0 7598204 Series1
60.0
40.0
20.0
0.0
Capaian (%) Target (%)
ANALISIS :
Tahun 2015 terdapat kisaran capaian indikator Pemakaian Alat Steril Dan Layak Pakai
berkisar 73,5 %.

C. HAMBATAN / KENDALA
a. Terdapatnya kekurangan-kekurangan yang berkaitan dengan penyiapan alat steril dan
layak.

D. TINDAK LANJUT
1. Meningkatkan edukasi yang lebih intensif kepada petugas tentang pentingnya
penyiapan alat steril dan layak.
2. Mengadakan sosialisasi yang lebih intensif kepada petugas tentang pentingnya
penyiapan alat steril dan layak.
3. Meningkatkan peran aktif fasilitator akreditasi pemantauan kegiatan penyiapan alat steril
dan layak.

E. REKOMENDASI
a. Pimpinan membuat surat edaran kepada petugas kesehatan untuk meningkatkan
penyiapan alat steril dan layak.
b. Pembuatan SPO yang berkaitan dengan penyiapan alat steril dan layak.
c. Pembuatan Panduan yang berkaitan dengan penyiapan alat steril dan layak.

59
Pontianak, Mei 2016

Ketua
Panitia Mutu Dan Keselamatan Pasien
RSUD Dr. Soedarso

DR. Dr. Pinda Hutajulu, Sp.OG(K)FER


NIP. 19630221 199003 1 007

PROFIL INDIKATOR
KETEPATAN PEMASANGAN GELANG IDENTITAS
DI RUMAH SAKIT UMUM Dr. SOEDARSO BULAN JANUARI - MARET 2016

60
A. PENDAHULUAN
Proses indentifikasi pasien perlu dilakukan sejak dari awal pasien masuk ke rumah
sakit, yang kemudian identitas tersebut akan selalu dikonfirmasi dalam segala proses di
rumah sakit, seperti saat sebelum memberikan obat, darah atau produk darah, sebelum
mengambil darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan, sebelum memberikan pengobatan
dan tindakan / prosedur. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi kesalahan identifikasi pasien
yang nantinya bisa berakibat fatal jika pasien menerima prosedur medis yang tidak sesuai
dengan kondisi pasien seperti salah pemberian obat, salah pengambilan darah bahkan salah
tindakan medis.
Kebijakan identifikasi menggunakan minimal dua identitas pasien seperti : nama
lengkap pasien, nomor rekam medis atau registrasi, tanggal lahir / umur, gelang identitas
dengan bar code atau cara lain  dan tidak boleh menggunakan nomor kamar atau lokasi
pasien.
Termasuk juga ada sistem yang mengatur identitas pasien yang koma tanpa identitas.
Dan proses identifikasi ini harus konsisten pada semua situasi dan kondisi.

1. KATEGORI PENGUKURAN SKP


- Keselamatan pasien (Patient Safety).
2. DIMENSI MUTU
- Efektifitasdan mutu pelayanan.
- Monitoring pengendalian mutu keperawatan.
3. TUJUAN
- Mengurangi kesalahan dalam pemberian pelayanan.
Ketepatan Pemasangan Gelang Identitas adalah pemasangan gelang yang
4. DEFENISI OPERASIONAL diberikan kepada pasien sesuai dengan pedoman yang telah disetujui oleh
rumah sakit dan dilakukan survey dari total pasien seluruh ruangan.
Jumlah pasien yang dipasang gelang identitas dengan tepat dan sesuai dengan
5. NUMERATOR
pedoman.
6. DENOMINATOR Jumlah seluruh pasien rawat inap.
7. JENIS INDIKATOR PROSES & OUTCOME
FREKUENSI
8. BULANAN
PENGUMPULAN DATA
9. PENGUMPUL DATA Supervisi

10. PERIODE PELAPORAN BULANAN

11. SUMBER DATA SURVEILANS AKTIF


METODOLOGI
12. KONKUREN
PENGUMPULAN DATA
STANDAR
PENGUKURAN / TARGET
13. 100 % / 100 %
PENGUKURAN
INDIKATOR
TARGET SAMPEL DAN
14.
UKURAN SAMPEL (n) Surveilans pada semua pasien yang dirawat di rumah sakit.

61
15. WILAYAH PEMANTUAN Seluruh ruang rawat inap.
16. KRITERIA INKLUSI Semua pasien yang dipasang gelang identitas.
- Persediaan gelang habis.
17. KRITERIA EKSKLUSI
- Kerusakan perangkat IT.
Surveilans aktif setiap hari melaporkan pada rapat mingguan penyelia /
supervisi direkap bulanan, dianalisis kecenderungan kejadiaannya (triwulan)
18. RENCANA ANALISIS
oleh penyelia, dilaporkan kepada Panitia Mutudan Keselamatan Pasien dan
dilaporkan kepada Direktur (triwulan).

B. GAMBARAN ANALISIS

Ketepatan Pemasangan Gelang Identitas


102
100 100 100 100
98
96
Prosentase

94 94.0
92 91.7
90 90.0
88
86 Target (%)
84
Jan 2016 Peb Mar Capaian (%)
2016 2016
ANALISIS :
Dari bulan Januari sampai bulan Maret tahun 2016 terdapat kisaran capaian indikator
Ketepatan Pemasangan Gelang Identitasberkisar 91,9 %, dimana pada bulan Februari
mengalami kenaikan sebesar 4 % dan pada bulan Maret mengalami penurunan sebesar
2,3 %.
Pada 160 sampel pasien rawat inap terdapat 147 sampel pasien yang dipasang gelang
identitas dengan tepat dan sesuai dengan pedoman.

C. HAMBATAN / KENDALA
a. Proses tender dalam pengadaan gelang pasien sehingga kekurangan gelang pasien.

D. TINDAK LANJUT
a. Mempercepat proses tender sehingga gelang pasien dapat cepat teratasi.

E. REKOMENDASI
a. Pimpinan membuat surat edaran kepada petugas kesehatan untuk melaksanakan
pengadaan gelang pasien secara tepat dan terencana.
b. Pembuatan SPO Pengadaan Gelang Pasien.

62
c. Pembuatan Panduan Pengadaan Gelang Pasien.

Pontianak, Mei 2016

Ketua
Panitia Mutu Dan Keselamatan Pasien
RSUD Dr. Soedarso

DR. Dr. Pinda Hutajulu, Sp.OG(K)FER


NIP. 19630221 199003 1 007

PROFIL INDIKATOR
KEPATUHAN PELAKSANAAN TULIS BACA DAN KONFIRMASI
DI RUMAH SAKIT UMUM Dr. SOEDARSO BULAN JANUARI - MARET 2016

63
A. PENDAHULUAN
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Komunikasi Efektif adalah komunikasi
yang tepat sasaran dan mencapai tujuan.Syarat komunikasi efektif adalah informasi, ide
atau pesan yang disampaikan dapat diterima dan dipahami dengan baik sehingga terbentuk
kesamaan persepsi, perubahan perilaku atau saling mendapatkan informasi atau menjadi
paham. Keberhasilan misi sebuah rumah sakit sangat ditentukan oleh keluwesan
berkomunikasi setiap petugas, perawat dan dokter. Pelayanan rumah sakit selalu
berhubungan dengan berbagai karakter dan perilaku pasien yang berkepentingan dengan jasa
perawatan sehingga petugas, perawat dan dokter harus memahami dan mengerti bagaimana
cara komunikasi yang bisa diterapkan di segala situasi.
Kurtz (1998) menyatakan bahwa komunikasi efektif justru tidak memerlukan waktu
yang lama.Komunikasi efektif terbukti memerlukan waktu yang lebih sedikit karena
petugas, perawat dan dokter terampil mengenali kebutuhan pasien.Atas dasar kebutuhan
pasien, perawat dan dokter melakukan manajemen pengelolaan masalah kesehatan bersama
pasien.

1. KATEGORI PENGUKURAN SKP

2. DIMENSI MUTU Efektifitasdan mutu pelayanan.


- Monitoring pengendalian mutu keperawatan.
3. TUJUAN
- Mengurangi kesalahan dalam pemberian pelayanan pengobatan.
Kepatuhan Pelaksanaan Tulis, Baca Dan Konfirmasi adalah kepatuhan petugas
rumah sakit baik perawat maupun dokter umum dalam melaksanakan laporan
melalui telepon dengan cara menuliskan, membaca ulang dan
4. DEFENISI OPERASIONAL
mengkonfirmasikan kembali instruksi yang telah disampaikan oleh dokter
penanggung jawab dan melakukan konfirmasi dengan cap konfirmasi dalam
waktu 24 jam.
5. NUMERATOR Jumlah komunikasi tulis baca dan konfirmasi yang dikonfirmasi.
6. DENOMINATOR Jumlah seluruh komunikasi, tulis baca dan konfirmasi.
7. JENIS INDIKATOR PROSES & OUTCOME
FREKUENSI
8. BULANAN
PENGUMPULAN DATA
9. PENGUMPUL DATA PENYELIA

10. PERIODE PELAPORAN BULANAN

11. SUMBER DATA SURVEILANS AKTIF

METODOLOGI
12. KONKUREN
PENGUMPULAN DATA
STANDAR
PENGUKURAN / TARGET
13. 100 % / 80 %
PENGUKURAN
INDIKATOR
14. TARGET SAMPEL DAN Surveilanspadasemuapergantian shift jaga.

64
UKURAN SAMPEL (n)
15. KRITERIA INKLUSI Semua pasien yang dikonsulkan per telepon kepada DPJP.
16. EKSKLUSI Semua pasien yang dikonsulkan pada hari libur.

17. WILAYAH PEMANTUAN Seluruhruangrawatinap rumah sakit.


Surveilans aktif setiap hari melaporkan pada pembahasan mingguan oleh
penyelia, direkapitulasi bulanan dan dianalisis kecenderungan kejadiaannya
18. RENCANA ANALISIS (triwulan) oleh penyelia, dilaporkan kepada Panitia Mutu dan Keselamatan
Pasien dilakukan pembahasan oleh Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien
(triwulan), selanjutnya dilaporkan kepada Direktur (triwulan).

B. GAMBARAN ANALISIS

90 Pelaksanaan TBaK
80 80 80
80
70 80.8
Prosentase

72
60 60
50
40
30 Target (%)
20
10 Capaian (%)
0
Jan 2016 Peb 2016 Mar 2016

ANALISIS :
Dari bulan Januari sampai bulan Maret tahun 2016 terdapat kisaran capaian indikator
Kepatuhan Pelaksanaan Tulis Baca Dan Konfirmasi berkisar 71,1 %, dimana pada bulan
Februari mengalami kenaikan sebesar 8,8 % dan pada bulan Maret mengalami penurunan
sebesar 20,8 %.
Pada 76 sampel Pelaksanaan Tulis Baca Dan Konfirmasi terdapat 54 sampel yang
dilakukan pelaksanaan Tulis Baca Dan Dikonfirmasi dengan patuh.

C. HAMBATAN / KENDALA
a. Petugas kesehatan masih belum sadar akan pentingnya pelaksanaan Tulis Baca Dan
Konfirmasi.
b. Kurangnya perhatian petugas kesehatan dalam pelaksanaan Tulis Baca Dan
Konfirmasi.
c. Petugas kesehatan kurang patuh dalam pelaksanaan Tulis Baca Dan Konfirmasi.

D. TINDAK LANJUT
1. Meningkatkan edukasi yang lebih intensif petugas kesehatan dalam pelaksanaan Tulis

65
Baca Dan Konfirmasi.
2. Mengadakan sosialisasi yang lebih intensif kepada petugas kesehatan dalam
pelaksanaan Tulis Baca Dan Konfirmasi.
3. Meningkatkan peran aktif fasilitator akreditasi pemantauan kegiatan petugas kesehatan
dalam pelaksanaan Tulis Baca Dan Konfirmasi.

E. REKOMENDASI
a. Pimpinan membuat surat edaran kepada petugas kesehatan untuk melaksanakan Tulis
Baca Dan Konfirmasi.
b. Pembuatan SPO Pelaksanaan Tulis Baca Dan Konfirmasi.
c. Pembuatan Panduan Pelaksanaan Tulis Baca Dan Konfirmasi.

Pontianak, Mei 2016

Ketua
Panitia Mutu Dan Keselamatan Pasien
RSUD Dr. Soedarso

DR. Dr. Pinda Hutajulu, Sp.OG(K)FER


NIP. 19630221 199003 1 007

PROFIL INDIKATOR
PENINGKATAN KEAMANAN DALAM PEMBERIAN OBAT ANTIBIOTIK
DENGAN 7 BENAR
DI RUMAH SAKIT UMUM Dr. SOEDARSO BULAN JANUARI - MARET 2016

66
A. PENDAHULUAN
Pengobatan merupakan salah satu unsur penting dalam upaya penyembuhan penyakit
dan pemulihan kesehatan. Perawat turut bertanggung jawab dalam memastikan bahwa
pemberian obat tersebut aman bagi pasien dan membantu mengawasi efek pemberian obat
tersebut. Untuk dapat menjalankan penerjemahan yang juga spesialis farmakologi klinik,
seven rights lebih tepat jika diterjemahkan menjadi tujuh tepat. Tujuh tepat ini meliputi :
tepat pasien (right client), tepat obat (right drug), tepat dosis (right dose), tepat waktu (right
time), dan tepat rute (right route), tepat informasi (right information) dan tepat dokumentasi
(right documentasion). Setiap ke”tepat”an memerlukan pengetahuan, keterampilan, dan
tindakan keperawatan khusus (Abrams, 1995). Kee dan Hayes (2000) mengemukakan
bahwa pengalaman menunjukkan ada five rights lainnya yang juga penting dalam praktek
keperawatan profesional, yaitu : right assessment (tepat pengkajian), right documentation
(tepat pencatatan), client’s right to get education (hak klien mendapatkan pendidikan), right
evaluation (tepat evaluasi), dan client’s right to refuse medication (hak pasien untuk
menolak). Kee dan Hayes menyebut penambahan ini dengan istilah five plus five rights.
Data tentang kesalahan pemberian obat (medication error) di Indonesia belum dapat
ditemukan. Darmansjah, (Nainggolan, 2003), ahli farmakologi dari FKUI menyatakan
bahwa kasus pemberian obat yang tidak benar maupun tindakan medis yang berlebihan
(tidak perlu dilakukan tetapi dilakukan) sering terjadi di Indonesia, hanya saja tidak
terekspos media massa. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti dari Auburn
University di 36 rumah sakit dan nursing home di Colorado dan Georgia, USA, pada tahun
2002, dari 3216 jenis pemberian obat, 43 % diberikan pada waktu yang salah, 30% tidak
diberikan, 17 % diberikan dengan dosis yang salah, dan 4 % diberikan obat yang salah(Joint
Commission on Accreditation of Health Organization (JCAHO), 2002). Peneliti pada
penelitian ini juga mengemukakan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Institute
of Medicine pada tahun 1999, yaitu kesalahan medis (medical error) telah menyebabkan
lebih dari 1 (satu) juta cedera dan 98.000 kematian dalam setahun.Data yang didapat
JCAHO juga menunjukkan bahwa 44.000 dari 98.000 kematian yang terjadi di rumah sakit
setiap tahun disebabkan oleh kesalahan medis.(Kinninger & Reeder, 2003).

1. KATEGORI PENGUKURAN SKP


- Keselamatan pasien (Patient Safety).
2. DIMENSI MUTU
- Efektifitasdan mutu pelayanan.
- Monitoring pengendalian mutu keperawatan.
3. TUJUAN
- Mengurangi kesalahan dalam pemberian pelayanan pengobatan.
Meningkatkan Keamanan Dalam Pemberian Obat Antibotik Dengan 7 Benar
adalah suatu upaya peningkatan keamanan melalui tata cara pemberian obat
4. DEFENISI OPERASIONAL antibiotik dengan menggunakan 7 benar, yaitu : benar obat, benar cara/rute
pemberian, benar waktu dan frekwensi pemberian, benar identitas pasien,
benar dosis, benar informasi dan benar dokumentasi.
5. NUMERATOR Jumlah tindakan pemberian obat antibiotik yang diberikan dengan tepat.
6. DENOMINATOR Jumlah seluruh tindakan pemberian obat antibiotik yang digunakan untuk

67
sampel.
7. JENIS INDIKATOR PROSES & OUTCOME
FREKUENSI
8. BULANAN
PENGUMPULAN DATA
9. PENGUMPUL DATA PENYELIA

10. PERIODE PELAPORAN BULANAN

11. SUMBER DATA SURVEILANS AKTIF


METODOLOGI
12. KONKUREN
PENGUMPULAN DATA
STANDAR
PENGUKURAN / TARGET
13. 100 %
PENGUKURAN
INDIKATOR
TARGET SAMPEL DAN
14. Surveilans pada semua tindakan pemberian obat antibiotikdi rumah sakit.
UKURAN SAMPEL (n)
15. WILAYAH PEMANTUAN Seluruh ruang rawat inap.
Surveilans aktif setiap hari melaporkan pada pembahasan mingguan oleh
penyelia, direkapitulasi bulanan dan dianalisis kecenderungan kejadiaannya
16. RENCANA ANALISIS (triwulan) oleh penyelia, dilaporkan kepada Panitia Mutu dan Keselamatan
Pasien dan dilakukan pembahasan oleh Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien
(triwulan), kemudian dilaporkan kepada Direktur (triwulan).
Rapat Keperawatandan rapat Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien serta
17. DISEMINASI DATA
Instalasi Farmasi.

B. GAMBARAN ANALISIS

Peningkatan Keamanan Dalam Pemberian


Obat Antibiotik Dengan 7 Benar
Prosentase

105
100 100 100 100
95
92.6 93.3
90
86.7
85 Target (%)
80 Capaian (%)
Jan 2016 Peb 2016 Mar 2016

ANALISIS :
Dari bulan Januari sampai bulan Maret tahun 2016 terdapat kisaran capaian indikator
Peningkatan Keamanan Dalam Pemberian Obat Antibiotik Dengan 7 Benar berkisar 90,8
%, dimana pada bulan Februari mengalami kenaikan sebesar 0,7 % dan pada bulan Maret
mengalami penurunan sebesar 6,6 % .

68
Pada 87 sampel tindakan Pemberian Obat Antibiotik terdapat 79 kasus yang dilakukan
Pemberian Obat Antibiotik Dengan 7 Benar.

C. HAMBATAN / KENDALA
a. Petugas kesehatan masih belum sadar akan pentingnya pelaksanaan pemberian obat
antibiotik dengan 7 benar.
b. Kurangnya perhatian petugas kesehatan dalam pelaksanaan pemberian obat antibiotik
dengan 7 benar.
c. Petugas kesehatan kurang patuh dalam pemberian obat antibiotik dengan 7 benar.

D. TINDAK LANJUT
1. Meningkatkan edukasi yang lebih intensif kepada petugas kesehatan tentangnya
pentingnya pelaksanaan pemberian obat antibiotik dengan 7 benar.
2. Mengadakan sosialisasi yang lebih intensif kepada petugas kesehatan tentangnya
pentingnya pelaksanaan pemberian obat antibiotik dengan 7 benar.
3. Meningkatkan peran aktif fasilitator akreditasi pemantauan kegiatan pelaksanaan
pemberian obat antibiotik dengan 7 benar.

E. REKOMENDASI
a. Pimpinan membuat surat edaran kepada petugas kesehatanuntuk melaksanakan
pemberian obat antibiotik dengan 7 benar.
b. Pembuatan SPO Pemberian Obat Antibiotik Dengan 7 Benar.
c. Pembuatan Panduan Pemberian Obat Antibiotik Dengan 7 Benar.

Pontianak, Mei 2016

Ketua
Panitia Mutu Dan Keselamatan Pasien
RSUD Dr. Soedarso

DR. Dr. Pinda Hutajulu, Sp.OG(K)FER


NIP. 19630221 199003 1 007

PROFIL INDIKATOR
KEPATUHAN PENANDAAN SISI TUBUH YANG AKAN DIOPERASI
DI RUMAH SAKIT UMUM Dr. SOEDARSO BULAN JANUARI - MARET 2016

69
A. PENDAHULUAN
Penelitian di rumah sakit daerah Utah, Colorado dan New York menyebutkan bahwa
KTD pada pasien operasi sebesar 3.7 % dari total pasien dan 13.6 % diantaranya meninggal
(Depkes, 2008).
Salah lokasi operasi merupakan istilah yang luas yang meliputi operasi yang
dilakukan pada bagian tubuh yang salah, sisi yang salah, pasien yang salah, atau salah
identifikasi lokasi anatomi lokasi. Tidak ada hal khusus yang mendominasi dari salah
tindakan lokasi operasi. Adapun angka kejadian tersebut sebagai berikut, 41 % bedah
ortopedi dan bedah pediatric, 20 % bedah umum, 14 % bedah saraf, 11 % untuk operasi
urologi dan sisanya untuk spesialis lain termasuk gigi/mulut maksilofasial, kardio vaskuler,
dada, telinga, hidung dan tenggorokan dan operasi optalmologi (Hanchanale, 2014).
Penandaan lokasi sebelum operasi mempunyai peranan penting dalam keberhasilan
benar lokasi pembedahan. Penandaan lokasi operasi dapat mendukung kebenaran sisi atau
benar lokasi anatomi pasien sehingga dapat meningkatkan keselamatan pasien (Depkes,
2008). Keuntungan dengan adanya penandaan lokasi operasi adalah tidak adanya kesalahan
lokasi, sisi maupun prosedur dalam pembedahan.
Kerugian jika tidak dilakukan penandaan lokasi operasi adalah kesalahan lokasi
operasi yang menyebabkan kerugian pada pasien dan meningkatkan tuntutan hukum serta
penurunan kepercayaan masyarakat terhadap rumah sakit (WHO, 2009).
Dokter yang akan melakukan tindakan bedah dengan melibatkan pasien melakukan
penandaan / site marking pada lokasi yang akan dilakukan pembedahan Diseluruh rumah
sakit tanda harus konsisten, harus dibuat oleh yang melakukan prosedur, dilakukan saat
pasien masih terjaga bila dimungkinkan, dan harus terlihat sa at pasien dipersiapkan.
Site marking dilakukan pada : 1) organ tubuh yang memiliki dua sisi kiri/kanan; 2)
organ tubuh yang memiliki banyak struktur misalnya : jari jari tangan dan kaki; 3) organ
yang memiliki tingkatan seperti tulang belakang; 4) mata dan wajah serta gigi.

1. KATEGORI PENGUKURAN SKP


- Keselamatan pasien (Patient Safety).
2. DIMENSI MUTU - Efektifitasdan mutu pelayanan.
- Efektifitas dan kesinambunganpelayanan.
- Terselenggaranya pelayanan yang aman dan efektif bagi pasien dalam upaya
3. TUJUAN mencapai pemenuhan sasaran keselamatan pasien.
- Tidak terjadi kesalahan lokasi operasi.
Penandaan SisiTubuh Yang Akan Di Operasi adalah penandaan lokasi yang akan
di operasi oleh dokter operator pada sisi tubuh yang akan di operasi pada satu
4. DEFENISI OPERASIONAL hari sebelumnya.
Penandaan sisi tubuh yang akan dilakukan operasi adalah dengan
menggunakan tanda panah ( ).
5. NUMERATOR Jumlah pasien yang dilakukan penandaan operasi.
6. DENOMINATOR Jumlah pasien yang dilakukan operasi.
7. JENIS INDIKATOR PROSES & OUTCOME
FREKUENSI
8. BULANAN
PENGUMPULAN DATA

70
- KEPALA RUANG BEDAH SENTRAL
9. PENGUMPUL DATA
- KEPALA INSTALASI BEDAH SENTRAL
10. PERIODE PELAPORAN BULANAN

- REKAP HARIAN
11. SUMBER DATA
- SISTEM PELAPORAN
METODOLOGI
12. KONKUREN
PENGUMPULAN DATA
STANDAR
PENGUKURAN / TARGET
13. 100 % /80 %
PENGUKURAN
INDIKATOR
TARGET SAMPEL DAN
14. Pasien yang akan dioperasi.
UKURAN SAMPEL (n)
15. KRITERIA INKLUSI Pasien yang dioperasi.
16. KRITERIA EKSKLUSI Pasien yang menolak dilakukan penandaan.

17. WILAYAH PEMANTUAN Instalasi Bedah Sentral.


Data dikumpulkan oleh Kepala Ruang Bedah Sentral dan dilaporkan kepada
Kepala Instalasi Bedah Sentral untuk direkap dan dianalisis, kemudian
18. RENCANA ANALISIS
dilaporkan kepada Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien, selanjutnya
dilaporkan kepada Direktur.

B. GAMBARAN ANALISIS
Kepatuhan Penandaan Sisi Tubuh Pasien
Yang Akan Di Operasi
90
87.4
85
Prosentase

80 80 81.7
80
80
75 74.8
70 Target (%)
65 Capaian (%)
Jan 2016 Peb 2016 Mar 2016
ANALISIS :
Dari bulan Januari sampai bulan Maret tahun 2016 terdapat kisaran capaian indikator
Kepatuhan Penandaan Sisi Tubuh Yang Akan Di Operasi berkisar 81,4 %, dimana pada
bulan Februari mengalami kenaikan sebesar 7,4 % dan pada bulan Maret mengalami
penurunan sebesar 5,7 %.
Pada 311sampel pasien yang dilakukan operasi masih terdapat 253 sampel yang
dilakukan Penandaan Sisi Tubuh Yang Akan Di Operasi.

C. HAMBATAN / KENDALA

71
a. Doktermasih belum sadar akan pentingnya pelaksanaan penandaan sisi tubuh yang
akan dioperasi.
b. Kurangnya perhatian dokter dalam pelaksanaan penandaan sisi tubuh yang akan
dioperasi.
c. Dokter kurang patuh dalam penandaan sisi tubuh yang akan dioperasi.

D. TINDAK LANJUT
1. Meningkatkan edukasi yang lebih intensif kepada dokter tentangnya pentingnya
pelaksanaan penandaan sisi tubuh yang akan dioperasi.
2. Mengadakan sosialisasi yang lebih intensif kepada dokter tentangnya pentingnya
pelaksanaan penandaan sisi tubuh yang akan dioperasi.
3. Meningkatkan peran aktif fasilitator akreditasi pemantauan kegiatan pelaksanaan
penandaan sisi tubuh yang akan dioperasi.

E. REKOMENDASI
a. Pimpinan membuat surat edaran kepada staf medis untuk melaksanakan penandaan
sisi tubuh yang akan dioperasi.
b. Pembuatan SPO Penandaan Sisi Tubuh Yang Akan DiOperasi.
c. Pembuatan Panduan Penandaan Sisi Tubuh Yang Akan DiOperasi.

Pontianak, Mei 2016

Ketua
Panitia Mutu Dan Keselamatan Pasien
RSUD Dr. Soedarso

DR. Dr. Pinda Hutajulu, Sp.OG(K)FER


NIP. 19630221 199003 1 007

PROFIL INDIKATOR
KEPATUHAN MELAKSANAKAN HAND HYGIENE DI RUMAH SAKIT
DI RUMAH SAKIT UMUM Dr. SOEDARSO BULAN JANUARI - MARET 2016

72
A. PENDAHULUAN
Hand Hygienemerupakan salah satu cara untuk mengurangi infeksi yang berkaitan
dengan perawatan kesehatan. Penelitian menjelaskan bahwa hand hygiene yang dilakukan
oleh semua pegawai rumah sakit dapat mencegah terjadinya hospital acquired infections
(HAIs) sebesar 15-30 % (Grol R, 2003 & Lautenbach, 2001). Banyak upaya dilakukan
untuk meningkatkan kepatuhan hand hgyiene namun umumnya tidak efektif dan berjangka
pendek. Sehingga penting untuk mencari strategi berbasis bukti yang jelas untuk
meningkatkan kebiasaan hand hygiene.
Huis, A et al (2012) mencoba menggambarkan secara berurutan mengenai strategi
meningkatkan kepatuhan hand hygiene yang baik seperti dalam langkah-langkah seperti
dibawah ini.
 Langkah 1 : mendeskripsikan Hand Hygiene yang baik.
 Langkah 2 : Memperkirakan pemenuhan Hand Hygiene saat ini.
 Langkah 3 : Memperkirakan berbagai penghambat dan fasilitator yangberkaitan
dengan pemenuhan Hand Hygiene.
 Langkah 4 : Merancang strategi peningkatan Hand Hygiene dan menghubungkan
aktivitas implementasi dengan faktor pengaruhnya.
 Langkah 5 : Menguji dan mengeksekusi strategi peningkatan Hand Hygiene.
 Langkah6 : Menguji keefektivan biaya dalam strategi peningkatan Hand Hygiene.
 Langkah 7 : Menilai dan menetapkan kembali strategi peningkatan Hand Hygiene.

1. KATEGORI PENGUKURAN SKP

2. DIMENSI MUTU Efektifitas dan mutu pelayanan.


Terselenggaranya kepatuhan melaksanakan hand hygiene di lingkungan rumah
3. TUJUAN
sakit untuk mencegah infeksi nasokomial.
Kepatuhan Melaksanakan Hand Hygiene Di Rumah Sakit adalah tindakan
4. DEFENISI OPERASIONAL mencuci tangan dengan 6 langkah dan 5 waktu yang benar, dilakukan oleh
seluruh karyawan rumah sakit.
5. NUMERATOR Jumlah karyawan yang melakukan hand hygiene sesuai prosedur.
6. DENOMINATOR Jumlah karyawan rumah sakit yang diobservasi.
7. JENIS INDIKATOR PROSES & OUTCOME
FREKUENSI - BULANAN
8.
PENGUMPULAN DATA - HARIAN
- IPCLN
9. PENGUMPUL DATA
- IPCN
10. PERIODE PELAPORAN BULANAN

11. SUMBER DATA SURVEILANS AKTIF

METODOLOGI
12. KONKUREN
PENGUMPULAN DATA
13. STANDAR 100 % / 80 %
PENGUKURAN / TARGET
PENGUKURAN

73
INDIKATOR
TARGET SAMPEL DAN
14. Surveilans pada semua yang bekerja di lingkungan rumah sakit.
UKURAN SAMPEL (n)
15. WILAYAH PEMANTUAN Seluruh lingkungan rumah sakit.
Surveilans aktif setiap hari yang dilaporkan kepada pembahasan mingguan oleh
Komite PPI, direkapitulasi bulanan, dianalisis kecenderungan kejadiaannya oleh
16. RENCANA ANALISIS
Komite PPI, dilaporkan kepada Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien,
selanjutnya dilaporkan kepada Direktur.
Rapat Keperawatan, Komite PPI dan Rapat Panitia Mutu dan Keselamatan
17. DISEMINASI DATA
Pasien.

B. GAMBARAN ANALISIS

Kepatuhan Melaksanakan Hand Hygiene


Di Rawat Inap
80 80 80
80
80.8
Prosentase

60 63.7
59.5
40

20
TARGET
0 CAPAIAN
JAN 2016 PEB 2016 MAR 2016
ANALISIS :
Dari bulan Januari sampai bulan Maret tahun 2016 terdapat kisaran capaian indikator
Kepatuhan Melaksanakan Hand Hygiene Di Rumah Sakit berkisar 68,8 %, dimana pada
bulan Februari mengalami kenaikan sebesar 4,2 % dan pada bulan Maret mengalami
kenaikan sebesar 17,1 %.
Pada 2.605 sampel karyawan rumah sakit terdapat 1.793 sampel karyawan yang
Melaksanakan Hand Hygiene Di Rumah Sakit dengan patuh.

C. HAMBATAN / KENDALA
a. Petugas masih belum sadar akan pentingnya kepatuhan melaksanakan hand hygiene di
rumah sakit.
b. Kurangnya perhatian petugas dalam kepatuhan melaksanakan hand hygiene dirumah
sakit.
c. Petugas kurang patuh dalam melaksanakan hand hygiene di rumah sakit.
d. Kurangnya sarana dan prasarana.

D. TINDAK LANJUT
a. Meningkatkan edukasi yang lebih intensif kepada dokter tentang pentingnya
melaksanakan hand hygiene di rumah sakit.

74
2. Mengadakan sosialisasi yang lebih intensif kepada dokter tentang pentingnya
melaksanakan hand hygiene dirumah sakit.
a. Meningkatkan peran aktif fasilitator akreditasi pemantauan kegiatan melaksanaka
hand hygiene dirumah sakit..
3. Mengubah paradigma petugas bahwa five moment penting dilakukan dengan cara
sosiaalisasi dan evaluasi berkelanjutan oleh IPCN bekerjasama dengan IPCN-LINK.
4. Memberikan reward berupa penghargaan bagi petugas yang melakukan five moment.

E. REKOMENDASI
a. Pimpinan membuat surat edaran kepada petugas untuk melaksanakan hand hygiene di
rumah sakit.
b. Pimpinan membuat penganggaran untuk memfasilitasi sarana dan prasarana dalam
kegiatan hand hygiene di rumah sakit.

Pontianak, Mei 2016

Ketua
Panitia Mutu Dan Keselamatan Pasien
RSUD Dr. Soedarso

DR. Dr. Pinda Hutajulu, Sp.OG(K)FER


NIP. 19630221 199003 1 007

PROFIL INDIKATOR
PASIEN JATUH DI RUMAH SAKIT DENGAN ATAU TANPA CEDERA
DI RUMAH SAKIT UMUM Dr. SOEDARSO BULAN JANUARI - MARET 2016

75
A. PENDAHULUAN
Jatuh merupakan suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi mata, yang
melihat kejadian mengakibatkan seseorang mendadak terbaring/terduduk di lantai/tempat
yang lebih rendah dengan atau tanpa kehilangan kesadaran atau luka (Darmojo, 2004).
Jatuh merupakan suatu kejadian yang menyebabkan subyek yang sadar menjadi
berada di permukaan tanah tanpa disengaja. Dan tidak termasuk jatuh akibat pukulan
keras, kehilangan kesadaran, atau kejang. Kejadian jatuh tersebut adalah dari penyebab yang
spesifik yang jenis dan konsekuensinya berbeda dari mereka yang dalam keadaan sadar
mengalami jatuh (Stanley, 2006).

1. KATEGORI PENGUKURAN SKP


- Keselamatan pasien (Patient Safety).
2. DIMENSI MUTU
- Efektifitas dan mutu pelayanan.
3. TUJUAN Menurunkan kejadian pasien jatuh dengan atau tanpa cedera.
Pasien Jatuh Di Rumah Sakit Dengan Atau Tanpa Cedera adalah kejadian yang
dilaporkan pasien atau saksi mata yang melihat kejadian tersebut sehingga
mengakibatkan pasien mendadak terbaring/terdudukdilantai/tempat yang
4. DEFENISI OPERASIONAL lebih rendah dengan atau tanpa kehilangan kesadaran atau luka yang terjadi di
lingkungan RSUD Dr. Soedarso.
Pasien adalah orang yang sudah mendapatkan pelayanan di RSUD Dr.
Soedarso.
5. NUMERATOR Jumlah kejadian pasien jatuh dengan atau tanpa cedera di rumah sakit.
6. DENOMINATOR Jumlah seluruh pasien di rumah sakit.
7. JENIS INDIKATOR PROSES & OUTCOME
FREKUENSI
8. BULANAN
PENGUMPULAN DATA
- KEPALA RUANGAN
9. PENGUMPUL DATA - SUPERVISI
- TIM KPRS
10. PERIODE PELAPORAN BULANAN

11. SUMBER DATA SISTEM PELAPORAN

METODOLOGI
12. KONKUREN
PENGUMPULAN DATA
STANDAR
PENGUKURAN / TARGET
13. 0%
PENGUKURAN
INDIKATOR
TARGET SAMPEL DAN
14. Semua pasien yang sudah mendaftar.
UKURAN SAMPEL (n)
15. WILAYAH PEMANTUAN Lingkungan rumah sakit.
Kejadian pasien jatuh dilaporkan kepada Tim KPRS, direkapitulasi bulanan,
16. RENCANA ANALISIS dianalisis kecenderungan kejadiaannya oleh Tim KPRS, dilaporkan dan dibahas
oleh PanitiaMutu dan Keselamatan Pasien dan dilaporkan kepada Direktur.

76
Rapat Keperawatan dan Rapat Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien serta Tim
17. DISEMINASI DATA
KPRS.

B. GAMBARAN ANALISIS

Kejadian Pasien Jatuh Di Rumah Sakit


Dengan Atau Tanpa Cidera
Prosentase

0.04 0,03
0.03
0.02
0.01
Target (%)
0 0 0 0
Jan Peb Mar
2016 2016 2016 Kejadian (%)
ANALISIS :
Dari bulan Januari sampai bulan Maret tahun 2016 terdapat kisaran capaian indikator Pasien
Jatuh Di Rumah Sakit Dengan Atau Tanpa Cedera berkisar 0 %.
Pada 24.741sampel pasien terdapat 4 sampel Pasien Jatuh Di Rumah Sakit Dengan Atau
Tanpa Cedera.

C. HAMBATAN / KENDALA
a. Terdapatnya sarana dan pra sarana rumah sakit yang mengalami kerusakan.
b. Tidak terdapatnya sarana dan pra sarana rumah sakit.

D. TINDAK LANJUT
1. Meningkatkan anggaran agar dapat dilakukan perbaikan-perbaikan di rumah sakit.

E. REKOMENDASI
a. Pimpinan membuat penganggaran untuk memfasilitasi sarana dan prasarana dalam
perbaikan-perbaikan dirumah sakit.

Pontianak, Mei 2016


Ketua
Panitia Mutu Dan Keselamatan Pasien
RSUD Dr. Soedarso

DR. Dr. Pinda Hutajulu, Sp.OG(K)FER


LAPORAN NIP. 19630221 199003 1 007

77
INDIKATOR PENINGKATAN MUTU
DAN
KESELAMATAN PASIEN

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. SOEDARSO PONTIANAK
Alamat Kantor : Jl. Dr. Soedarso– Pontianak Telp. (0561) 737701 Fax. (0561) 737702

78

Anda mungkin juga menyukai