Anda di halaman 1dari 53

PEDOMAN

ALAT PELINDUNG DIRI


(APD)
PEMERINTAH KOTA TANGERANG SELATAN

RUMAH SAKIT UMUM


Jl. Raya Pajajaran No.101 Pamulang Barat, Kota Tangerang Selatan

Telepon Pelayanan 021-74718440 (CS)/ 021-7492398 (UGD)

Managemen Telepon/Fax (021) 298722561

SURAT KEPUTUSAN

DIREKTUR

RUMAH SAKIT UMUM KOTA TANGERANG SELATAN

Nomor : 188.4/Kep.0063.d-TU/2022

TENTANG

PEDOMAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD)

RUMAH SAKIT UMUM KOTA TANGERANG SELATAN

DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM KOTA TANGERANG SELATAN

Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan mutu


pelayanan Rumah Sakit Umum Kota Tangerang
Selatan, maka diperlukan Kebijakan tentang
Alat Pelindung Diri (APD) di Rumah Sakit Umum
Kota Tangerang Selatan;

b. Bahwa agar pelayanan Kesehatan di Rumah


Sakit Umum Kota Tangerang Selatan dapat
terlaksana dengan baik, perlu adanya kebijakan
Direktur Rumah Sakit Umum Kota Tangerang
Selatan sebagai landasan bagi penyelenggaraan
Kebijakan Alat Pelindung Diri (APD);
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, b, dan c perlu
menetapkan Keputusan Direktur Rumah Sakit
Umum Kota Tangerang Selatan tentang
Kebijakan Nomor : 188.4/Kep.0035.a-TU/2022
tentang Penetapan Standar Pelayanan di Rumah
Sakit Umum Kota Tangerang Selatan.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang


Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5063);

2. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang


Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5072);

3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor 43 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Minimal Rumah Sakit;

4. Peraturan Menteri Republik Indonesia Nomor 47


tahun 2016 tentang fasilitas pelayanan
kesehatan;

5. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang


Praktek Kedokteran (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4431);

6. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang


Kesehatan dan Keselamatan Kerja;

7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor


50 Tahun 2012 tentang Sistem Manajemen
Kesehatan dan Keselamatan Kerja;

8. Peraturan Daerah Kota Tangerang Selatan Nomor


8 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan
Perangkat Daerah (Lembaran Daerah Kota
Tangerang Selatan Tahun 2016 Nomor 8,
Tambahan Lembaran Daerah Kota Tangerang
Selatan);

9. Keputusan Walikota Tangerang Selatan Nomor


445/Kep.0006-DPMPTSP/2019 tentang Izin
Operasional Penuh Rumah Sakit Umum Kota
Tangerang Selatan.

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :

KESATU : KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM KOTA


TANGERANG SELATAN TENTANG KEBIJAKAN
NOMOR : 188.4/KEP.0035.A-TU/2022 TENTANG
PENETAPAN STANDAR PELAYANAN DI RUMAH SAKIT
UMUM KOTA TANGERANG SELATAN.

KEDUA : Pedoman Alat Pelindung Diri (APD) Rumah Sakit Umum


Kota Tangerang Selatan sebagaimana tercantum
dalam Lampiran Keputusan ini.

KETIGA : Direktur Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan


berpartisipasi dalam perencanaan, monitoring, dan
pengawasan terhadap prosedur Penggunaan Alat
pelindung Diri (APD) di Rumah Sakit Umum Kota
Tangerang Selatan.

KEEMPAT : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dan


apabila dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan
dalam penetapan ini, akan diadakan perbaikan
sebagaimana mestinya.
Ditetapkan : Tangerang Selatan
di

Pada : 18 Januari 2022


Tanggal

Ditetapkan Oleh

Direktur Rumah Sakit Umum

Kota Tangerang Selatan,

Dr. Umi Kulsum

NIP. 19821215 201001 2 011


DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................2

A. LATAR BELAKANG.........................................................................2
B. TUJUAN UMUM DAN KHUSUS.......................................................2
C. RUANG LINGKUP...........................................................................2
D. PRINSIP..........................................................................................3
E. TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB...................................................3

BAB II GAMBARAN UMUM RUMAH SAKIT KOTA TANGERANG SELATAN


.................................................................................................................4

A. SEJARAH PENDIRIAN RUMAH SAKIT KOTA TANGERANG


SELATAN........................................................................................5
B. SEJARAH KEPEMIMPINAN.............................................................5
C. RSU KOTA TANGERANG SELATAN SAAT INI................................6

BAB III VISI, MUTU, MOTTO TUJUAN, TATA NILAI/BRANDING............7

BAB IV STRUKTUR ORGANISASI RSU KOTA TANGERANG SELATAN. .8

BAB V VISI, MISI, DAN TUJUAN UNIT KERJA........................................9

BAB VI STUKTUR ORGANISASI UNIT KERJA


.................................................................................................................
10

BAB VII RUANG LINGKUP


.................................................................................................................
12

BAB VIII TATA LAKSANA


.................................................................................................................
14

BAB IX PENCATATAN DAN PELAPORAN


.................................................................................................................
33

BAB X MONITORING DAN EVALUASI


.................................................................................................................
34

BAB XI DAFTAR APD RSU KOTA TANGERANG SELATAN


.................................................................................................................
35
BAB XII PENUTUP
.................................................................................................................?
?
Lampir : Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum Kota Tangerang
an Selatan
Nomor : 188.4/Kep.0063.d-TU/2022
Tangga : 18 Januari 2022
l
Perihal : Pedoman Alat Pelindung Diri (APD) Rumah Sakit Umum
Kota Tangerang Selatan

PEDOMAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD)


RUMAH SAKIT UMUM KOTA TANGERANG SELATAN

1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk
juga untuk rumah sakit. Keselamatan pasien merupakan prioritas
utama untuk dilaksanakan di rumah sakit dan hal itu terkait
dengan isu mutu dan citra rumah sakit. Sejak awal tahun 1900
Institusi rumah sakit selalu meningkatkan mutu pada tiga
elemen yaitu struktur, proses, dan outcome dengan berbagai
macam program regulasi yang berwenang misalnya antara lain
penerapan Standar Pelayanan Rumah Sakit, ISO, Indikator Klinis
dan lain sebagainya. Namun harus diakui, pada pelayanan yang
berkualitas masih terjadi Kejadian Tidak Diduga (KTD) (Dep Kes
R.I 2006).
Walaupun patient safety adalah prioritas utama untuk
dilaksanakan di rumah sakit, keselamatan petugas pelayanan
kesehatan pun sangatlah penting dalam menjamin semua
petugas kesehatan terhindar dari bahaya penyakit akibat kerja.
Dengan kondisi seperti ini layaklah petugas kesehatan yang
memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien juga
memerlukan perlindungan terhadap infeksi/ mikroorganisme
dengan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD). Alat Pelindung
Diri (APD) adalah kelengkapan yang wajib digunakan saat
bekerja sesuai bahaya dan risiko kerja untuk menjaga
keselamatan pekerja itu sendiri dan orang di sekelilingnya
Petugas pelayanan kesehatan setiap hari dihadapkan kepada
tugas yang berat untuk bekerja dengan aman dalam lingkungan
yang membahayakan. Kini, resiko pekerjaan yang umum dihadapi
oleh petugas pelayanan kesehatan adalah kontak dengan darah
dan duh tubuh sewaktu perawatan rutin pasien. Pemaparan

2
terhadap patogen ini meningkatkan resiko mereka terhadap
infeksi yang serius dan kemungkinan kematian. Petugas
kesehatan yang bekerja di kamar bedah dan kamar bersalin
dihadapkan kepada resiko pemaparan terhadap patogen yang
lebih tinggi daripada bagian – bagian lainnya (Gershon dan
Vlavov 1992). Karena resiko yang tinggi ini, panduan dan praktik
perlindungan infeksi yang lebih baik diperlukan untuk melindungi
staf yang bekerja di area ini. Lagi pula, anggota staf yang tahu
cara melindungi diri mereka dari pemaparan darah dan duh tubuh
dan secara konsisten menggunakan tindakan–tindakan ini akan
membantu melindungi pasien – pasiennya juga. Sementara
kesadaran terhadap keseriusan AIDS dan Hepatitis C meningkat,
dan bagaimana mereka dapat tertular di tempat kerja, banyak
petugas kesehatan tidak merasakan diri mereka dalam resiko.
Terlebih lagi, mereka yang beresiko tidak secara teratur
menggunakan perlengkapan pelindung, seperti sarung tangan,
atau paraktik–praktik lain (cuci tangan) yang disediakan untuk
mereka. Agar menjadi efektif, APD harus digunakan secara
benar. Misalnya, gaun dan duk telah terbukti dapat mencegah
infeksi luka hanya bila dalam keadaan yang kering. Sedangkan
dalam keadaan basah, kain beraksi sebagai spons yang menarik
bakteri dari kulit atau peralatan melalui bahan kain sehingga
dapat mengkontaminasi luka operasi. Sebagai konsekuensinya,
pengelola rumah sakit, penyedia dan para petugas kesehatan
harus mengetahui tidak hanya kegunaan dan keterbatasan dari
APD tertentu, tetapi juga peran APD sesungguhnya dalam
mencegah penyakit infeksi sehingga dapat digunakan secara
efektif dan efisien. Sebagai konsekuensinya, pengelola rumah
sakit, penyedia dan para petugas kesehatan harus mengetahui
tidak hanya kegunaan dan keterbatasan dari APD tertentu, tetapi
juga peran APD sesungguhnya dalam mencegah penyakit infeksi
sehingga dapat digunakan secara efektif dan efisien.

B. Tujuan

3
1. Tujuan Umum
Sebagai pedoman bagi petugas medis Rumah Sakit Umum Kota
Tangerang Selatan untuk menggunakan APD.
2. Tujuan Khusus :
a. Sebagai panduan penggunaan APD di Rumah Sakit ;
b. Agar Penggunaan APD efektif dan sesuai dengan kritertia
yang ditetapkan RS;
c. Menghindari terjadinya kejadian yang tidak diharapkan yang
disebabkan kesalahan penggunaan APD

C. Ruang Lingkup
a. Panduan ini diterapkan kepada seluruh kegiatan yang
memerlukan penggunaan APD di RSU Tangerang Selatan
b. Pelaksana Pedoman ini adalah seluruh Pegawai dan
Pengunjung RSU Tangerang Selatan
D. Prinsip
a. Setiap pegawai RSU Tangerang Selatan harus dapat
menggunakan APD dengan baik dan benar;
b. Setiap tindakan atau kegiatan yang dapat menimbulkan
potensi bahaya di rumah sakit harus dilakukan dengan
menggunakan Alat Perlindungan Diri (APD);
c. Penggunaan APD disesuaikan dengan jenis tindakan dan
kegiatan disetiap instalasi RSU Tangerang Selatan
d. Kejadian tidak diharapkan yang disebabkan oleh kelalaian
dalam mengganakan APD di rumah sakit, bukan merupakan
tanggung jawab rumah sakit.
D. Tugas dan Tanggung Jawab
1. Perawat/ Bidan/ koordinator APD di Instalasi :
1) Menyiapkan kelengkapan Alat Perlindungan Diri di instalasi;
2) Memberikan penyuluhan tentang hal–hal yang berkaitan
penggunaan APD kepada Pengunjung
3) Mencegah terjadinya Kejadian yang tidak diharapkan yang
disebabkan kesalahan penggunaan APD
2. Kepala Instalasi/ Kepala Ruangan

4
1) Memastikan Penggunaan APD sesuai dengan prosedur yang
telah ditentukan;
2) Mengidentifikasi setiap kelalaian yang timbul dalam
pelaksanaan penggunaan APD dan memastikan
terlaksananya suatu tindakan untuk mencegah terulangnya
kembali insiden tersebut.
3) Direktur
Menetapkan kebijakan untuk mengembangkan atau
mengatasi setiap masalah yang mungkin terjadi dalam
pelaksanaan Kegiatan Penggunaan APD di Rumah Sakit.

5
BAB II
GAMBARAN UMUM RUMAH SAKIT UMUM KOTA TANGERANG
SELATAN

A. SEJARAH PENDIRIAN RUMAH SAKIT UMUM KOTA TANGERANG


SELATAN
Kota Tangerang Selatan merupakan daerah otonom yang
terbentuk pada tanggal 26 November 2008, berdasarkan Undang-
undang nomor 51 tahun 2008 tentang pembentukan Kota
Tangerang Selatan. Pembentukan daerah otonom tersebut yang
merupakan pemekaran dari Kabupaten Tangerang.
Kota Tangerang Selatan memiliki 7 Kecamatan, Luas wilayah
147,19 km2 yang merupakan dataran rendah dengan letak
ketinggian dari permukaan laut 44 m. Kota Tangerang Selatan
adalah kota yang batas wilayah sebelah timur berbatasan
langsung dengan Kota Jakarta Selatan provinsi DKI Jakarta,
batas wilayah sebelah selatan berbatasan dengan Kota Depok
dan Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat, Sebelah Barat
berbatasan dengan Kecamatan Cisauk, Kecamatan Pagedangan,
Kecamatan Kelapa Dua Kabupaten Tangerang dan sebelah utara
dengan Kecamatan Ciledug Kota Tangerang.
Dalam upaya mengatasi permasalahan kesehatan dan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Kota Tangerang
Selatan, yaitu dengan memperbanyak fasilitas pelayanan
kesehatan di wilayah Kota Tangerang Selatan. Kota Tangerang
Selatan memiliki 31 Puskesmas (Sumber : Kepwal no.
440/kep.122-HUK/2018) yang memberikan pelayanan kesehatan
khususnya masyarakat Kota Tangerang Selatan. Namun belum
sepenuhnya dirasakan dan belum memadai untuk masyarakat
Kota Tangerang Selatan, dimana kasus rujukan ke Rumah Sakit
cukup tinggi, sementara jarak Rumah Sakit rujukan dari Kota
Tangerang Selatan relatif jauh (Seperti : RSUP Fatmawati, RSCM,
dll).

6
Berdasarkan kondisi tersebut Pemerintah Kota Tangerang
Selatan pada awal beroperasi 07 April 2010 sampai dengan Maret
2012, RSU Kota Tangerang Selatan menggunakan bangunan
sementara di wilayah Puskesmas Pamulang Jalan Surya Kencana
No 01 Pamulang yang diresmikan oleh Gubernur Banten, Hj.Ratu
Atut Chosiyah pada tanggal 07 April 2010 yang bertepatan dengan
Hari Kesehatan Sedunia dengan nama RSUD As-Sholihin.
RSU Kota Tangerang Selatan telah menjadi SKPD
dengan Peraturan Daerah Nomor 06 Tahun 2010 tentang
Organisasi Perangkat Daerah Kota Tangerang Selatan.
Yang kemudian dengan berlakunya Peraturan Pemerintah
Nomor 72 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat
Daerah, berdampak terhadap kedudukan, susunan
organisasi, tugas, fungsi dan tata kerja Rumah Sakit
Umum Kota Tangerang Selatan

B. SEJARAH KEPEMIMPINAN
Para personil yang pernah menjabat sebagai Direktur Rumah Sakit
Umum Kota Tangerang Selatan adalah sebagai berikut :

1. drg. Hj. Ida Lidia 7 April 2010 – Januari 2011


2. drg. Yantie Sari 14 Januari 2011 – Januari
2012
3. Hj. Neng Ulfah, S.Sos, M.Si 6 Februari 2012 – Agustus
2013
4. drg. Hj. Ida Lidia Oktober 2013 – November
2013
5. drg. Hj. Maya Mardiana, Desember 2014 – Desember
MARS 2016
6. dr. Suhara Manullang, M.Kes Januari 2017 – September
2018
7. dr. Allin Hendalin 23 September 2018 s/d 01
Mahdaniar, selaku Plt. Oktober 2019
Direktur

7
8. dr. Umi Kulsum, selaku Plt November 2019 s/d April
Direktur 2020
9. dr. Umi Kulsum Mei 2020 s/d Sekarang

C. RSU KOTA TANGERANG SELATAN SAAT INI


1. Tanggal 7 April Tahun 2010 melalui Dinas Kesehatan
mendirikan Rumah Sakit Umum di Jalan Surya Kencana No.1
Pamulang diresmikan oleh Hj. Ratu Atut Chosiyah dengan
nama RSUD As-Sholihin;
2. Tanggal 30 Desember 2010 berdasarkan Peraturan Daerah
SOTK No: 06 Tahun 2010 menjadi SKPD dengan nama RSU
Kota Tangerang Selatan;
3. Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan menjadi Unit
Organisasi Yang Bersifat Khusus, sesuai dengan Peraturan
Walikota Tangerang Selatan Nomor 60 Tahun 2019 Tentang
Pembentukan, Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas,
Fungsi dan Tata Kerja Rumah Sakit Umum Kota Tangerang
Selatan;
4. Pada tanggal 29 maret 2012 pindah dari Puskesmas
Pamulang dan menempati gedung baru di JL. Pajajaran No.
101 Pamulang;
5. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 79 Tahun 2018
Tentang Badan Layanan Umum Daerah;
6. Keputusan Walikota Tangerang Selatan Nomor 445.1/
Kep.112-Huk/2015 Tentang Penerapan Pola Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum Daerah Pada Rumah Sakit
Umum Kota Tangerang Selatan;
7. Tanggal 25 Juni 2015 merluncurkan Sistem SMS Gateway
Tangsel (SIMRASEL), dengan tujuan agar masyarakat dapat
melakukan booking pendaftaran rawat jalan melalui SMS
Gateway;
8. Tahun 2017 diluncurkan Sistem Antrian Apotik, Sistem untuk
pemanggil antrian apotik untuk resep racik dan non racik;

8
9. Tanggal 25 Juli 2017 meluncurkan Sistem Pendaftaran
Online (SIPOLIN) yaitu Sistem untuk melakukan Booking
Online yang dapat diakses pada Wibsite RSU Kota Tangerang
Selatan’
10. Tanggal 27 November 2017 Meluncurkan Sistem Manajemen
Rumah Sakit (SIMRS) yaitu Sistem yang memproses dan
mengintegrasikan seluruh alur proses pelayanan Rumah
Sakit;
11. Tanggal 4 Oktober 2019 meluncurkan Informasi Antrian Live
Pendaftaran yaitu Informasi digital untuk menampilkan suara
pemanggil dan data nomor urut antrian yang sedang
berlangsung pada Pendaftaran Rawat Jalan RSU Kota
Tangerang Selatan secara Live / online melalui website serta
telah terintegrasi dengan modul pemanggil pendaftaran pada
SIMRS RSU Kota Tangerang Selatan;
12. Tanggal 23 Juni 2020 meluncurkan Aplikasi Daftar Perjanjian
(ADA JANJI) yaitu Aplikasi untuk melakukan booking
pendaftaran rawat jalan melalui perjanjian (local);
13. Pada Tanggal 25 September 2020 Meluncurkan Pendaftaran
melalui WhatsApp yaitu Aplikasi untuk melakukan booking
Pendaftaran Rawat jalan melalui Whatsapp.;
14. Pada Tanggal 8 Desember 2020 meluncurkan Sistem
Informasi Badan Layanan Umum Daerah (SIBLUD) yaitu
Sistem untuk pengelolaan data perencanaan anggaran BLUD,
proses pengajuan belanja BLUD, proses Berita Acara
Pemeriksaan, proses pengadan BLUD, proses pencairan
hingga pelaporan Akuntansi BLUD RSU Kota Tangerang
Selatan yang saling terintegrasi;
15. Tanggal 1 Maret 2021 meluncurkan LIS (Laboratorium
Information System) yaitu Aplikasi yang menangani
penerimaan, pemrosesan dan penyimpanan informasi yang
dihasilkan oleh proses hasil pemerikasaan dari alat
kesehatan laboratorium dan telah terintegrasi dengan sistem
informasi Menajemen Rumah Sakit;

9
16. Tanggal 1 Oktober 2021 meluncurkan SIMPEG NON PNS
(Sistem Informasi Kepegawaian Non PNS) yaitu Aplikasi
untuk mengelola absensi pegawai dan juga data pegawai Non
PNS di RSU Kota Tangerang Selatan.
BAB III
VISI, MISI, MOTTO, TUJUAN, TATA NILAI/BRANDING

A. Visi BLUD RSU


Rumah Sakit modern pilihan utama masarakat.

B. Misi BLUD RSU

a. Meningkatkan sumber daya manusia yang


berkompeten, berkarakter dan berdaya saing;
b. Memberikan pelayanan paripurna yang berorientasi
pada kepuasan masyarakat;
c. Menyediakan sarana dan prasarana tepat guna,
terpadu dan terintegrasi;
d. Menciptakan suasana kerja yang ramah, nyaman
dan peduli; dan;

e. Meningkatkan hubungan Kerjasama yang dinamis


dan harmonis dengan pihak terkait.

C. MOTTO BLUD RSU


Melayani Sepenuh Hati

D. BRANDING
Ramah, Nyaman, Peduli,

E. Nilai-Nilai dasar BLUD RSU meliputi:

a. Professional;

b. Integritas;

c. Empati;

d. Kerjasama; dan

e. Inovatif.

10
11
BAB IV
STRUKTUR ORGANISASI RUMAH SAKIT UMUM KOTA TANGERANG SELATAN

12
BAB V
VISI, MISI, DAN TUJUAN UNIT KERJA

A. VISI
Menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran
lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan akibat
kerja juga penyakit akibat kerja.

B. MISI
1. Pelaksanaan kesehatan kerja bagi karyawanb ( prakerja, berkala, khusus )
2. Upaya pengamanan pasien, pengunjung dan petugas
3. Peningkatan kesehatan lingkungan
4. Sanitasi lingkungan RS
5. Pengelolaan dan pengolahan limbah padat, cair, gas
6. Pencegahan dan penanggulangan bencana (Disaster program)
7. Pengelolaan jasa, bahan dan barang berbahaya
8. Pendidikan dan pelatihan K3
9. Sertifikasi dan kalibrasi sarana, prasarana, dan peralatan RS
10. Pengumpulan, pengolahan dan pelaporan K3

C. MOTTO
Menjadikan budaya K3 sebagai tajuk utama sebelum memulai bekerja di Rumah
Sakit.

D. TUJUAN
1. UMUM

Maksud dari adanya buku pedoman ini terselenggaranya pengelolaan


Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di RSU Kota Tangerang Selatan
dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur pelaksanaan
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) yang benar.

2. KHUSUS

a. Terwujudnya organisasi kerja yang menunjang tercapainya K3RS

b. Meningkatnya profesionalisme dalam K3 bagi manajemen, pelaksana dan


pendukung program.

c. Terpenuhi syarat-syarat K3RS di setiap unit kerja.


d. Terselenggaranya pengelolaan K3RS secara optimal dan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan K3RS yang berlaku.
e. Peningkatan mutu, citra dan produktivitas RSU Kota Tangerang Selatan.

13
BAB VI
STRUKTUR ORGANISASI UNIT KERJA

KETUA
KOMITE

SEKERTARIS
1 & 2 KOMITE

KOOR KOOR KOOR KOOR KOOR


KESELAMATAN KESEHATAN KESEHATAN KEWASPADAAN MANAJEMEN
DAN KERJA LINGKUNGAN BENCANA RISIKO KERJA
KEAMANAN

14
15
BAB VII
RUANG LINGKUP

A.Perlengkapan Perlindungan Diri


Pelindung pembatas sekarang umumnya diacu sebagai
Perlengkapan Perlindungan Diri (PPD), telah digunakan bertahun–
tahun lamanya untuk melindungi pasien dari mikroorganisme
yang terdapat pada petugas yang bekerja pada suatu tempat
perawatan kesehatan. Akhir–akhir ini, dengan timbulnya AIDS
dan HCV dan munculnya kembali Tuberkulosis di banyak Negara,
penggunaan PPD manjadi sangat penting untuk melindungi
petugas. PPD seperti sarung tangan pemeriksaan yang bersih
dan tidak steril sangat penting dalam mengurangi resiko
penularan, namun yang lainnya (seperti pakaian, topi, dan sepatu
tertutup) terus dipakai tanpa bukti yang meyakinkan tentang
efektivitasnya (Larson dkk 1995). Kenyataannya, beberapa
praktik yang biasa, seperti semua petugas di ruang operasi,
bukan hanya tim bedah saja, harus memakai masker, akan
meningkatkan biaya, sedangkan perlindungan yang diberikan
sangat minimal, kalaupun ada, perlindungan bagi pasien dan staf
(Mitcell 1991). Tambahan lagi, demi efektivitasnya, PPD harus
digunakan dengan tepat. Umpamanya, gaun bedah dan kain
penutup telah menunjukkan dapat mencegah infeksi luka hanya
kalau kering. Kalau basah, kain yang bersifat spons yang
mengisap bakteri dari kulit atau peralatan dapat menembus kain
yang kemudian dapat mengkontaminasi luka bedah.

Sebagai akibatnya, administrator rumah sakit, penyelia,


dan petugas pelayanan kesehatan harus menyadari bukan hanya
keuntungan dan keterbatasan PPD yang khusus, melainkan juga
peranan PPD dalam mencegah infeksi, agar dapat digunakan
secara efektif dan efisien.
Alat Pelindung Diri adalah suatu alat yang mempunyai
kemampuan untuk melindungi seseorang dalam pekerjaan yang

16
fungsinya mengisolasi tubuh tenaga kerja dari bahaya di tempat
kerja. APD dipakai setelah usaha rekayasa (engineering) dari
cara kerja yang aman.
Kelemahan penggunaan APD:
 Kemampuan perlindungan yang tidak sempurna
 Sarung APD tidak di pakai karena kurang nyaman
Peralatan pelindung pribadi meliputi sarung tangan, masker/
respirator, pelindung mata (perisai muka, kacamata), kap, gaun,
apron, dan barang lainnya. Di banyak Negara kap, masker, gaun
dan duk terbuat dari kain atau kertas. Penahan yang sangat
efektif, terbuat dari kain yang di olah atau bahan sintetis yang
dapat menahan air atau caran lain (darah atau duh tubuh) untuk
menembusnya. Bahan–bahan tahan cairan ini, tidak tersedia
secara luas karena mahal. Di banyak Negara, kain katun yang
enteng (dengan hitungan benang 140/ inci²) adalah bahan yang
sering dipakai untuk pakaian bedah (masker, kap dan gaun) dan
duk. Sayangnya, katun enteng itu tidak memberikan tahanan
efektif, karena basah dapat menembusnya dengan mudah, yang
membuat kontaminasi. Kain dril, kanvas dan kain dril yang berat,
sebaliknya, terlalu rapat untuk ditembus uap (tidak dapat
disterilkan), sangat sukar di cuci dan makan waktu untuk
dikeringkan. Kalau dipakai kain, warnanya harus putih atau terang
agar kotoran dan kontaminasi dapat terlihat.

Kap, masker, dan tirai yang terbuat dari kertas tidak


boleh dipakai ulang karena tidak ada cara untuk
membersihkannya.
Kalau Anda tidak dapat mencucinya, jangan dipakai
ulang !

17
BAB VIII
TATA LAKSANA

A. Jenis - Jenis Alat Pelindung Diri


1. Alat Pelindung Kepala
Digunakan untuk menutup rambut dan kulit kepala
sehingga serpihan kulit dan rambut tidak masuk ke dalam luka
selama pembedahan Topi harus cukup besar untuk menutup
semua rambut. Meskipun topi dapat memberikan sejumlah
perlindungan pada pasien, tetapi tujuan utamanya adalah
untuk melindungi pemakainya dari darah atau cairan tubuh
yang terpercik atau menyemprot.
Berdasarkan fungsinya dapat di bagi 3 bagian :
a. Topi Pengaman (Safety Helmet)
Untuk melindungi kepala dari benturan atau pukulan benda
– benda.
b. Topi/ Tudung
Untuk melindungi kepala dari api, uap – uap korosif, debu,
kondisi iklim yang buruk.
c. Tutup Kepala
Untuk menjaga kebersihan kepala dan rambut atau
mencegah lilitan rambut dari mesin.
Alat pelindung kepala ini dapat dilengkapi dengan alat
pelindung diri yang lain, yaitu:
1) Kaca Mata (goggles)
2) Penutup muka
3) Penutup telinga
4) Respirator, dll

GAMBAR

18
2. Alat Pelindung Telinga
Alat pelindung telinga ada 2 jenis:
a. Sumbatan telinga (ear plug)
Sumbat telinga yang baik adalah memakai frekuensi
tertentu saja. Sedangkan frekuensi untuk bicara biasanya
tidak terganggu.
b. Tutup telinga (ear muff )
Tutup telinga jenisnya sangat beragam. Tutup telinga
mempunyai daya pelindung (Attenuasi) berkisar antara 25 –
30 DB. Untuk keadaan khusus dapat dikombinasikan antara
tutup telinga dengan sumbat telinga, sehingga dapat
mempunyai daya lindung yang lebih besar.
GAMBAR

3. Sarung Tangan
Sarung tangan melindungi tangan dari bahan infeksius dan
melindungi pasien dari mikroorganisme pada tangan petugas.
Alat ini merupakan pembatas fisik terpenting untuk mencegah
penyebaran infeksi, tetapi harus diganti setiap kontak dengan
satu pasien ke pasien lainnya untuk mencegah kontaminasi
silang. Umpamanya, sarung tangan pemeriksaan harus dipakai
kalau menangani darah, duh tubuh, sekresi dan eksresi
(kecuali keringat), alat atau permukaan yang terkontaminasi
dan kalau menyentuh kulit nonintak atau selaput lendir.

INGAT ! Memakai sarung tangan tidak dapat menggantikan


tindakan mencuci tangan atau pemakaian antiseptik yang
digosokkan pada tangan.

Penggunaan sarung tangan dan kebersihan tangan,

19
merupakan komponen kunci dalam meminimalkan
penyebaran penyakit dan mempertahankan suatu lingkungan
bebas infeksi (Garner dan Favero 1986). Selain itu,
pemahaman mengenai kapan sarung tangan steril atau
disinfeksi tingkat tinggi diperlukan dan kapan sarung tangan
tidak perlu digunakan, penting untuk diketahui agar dapat
menghemat biaya dengan tetap menjaga keamanan pasien
dan petugas.

a. Jenis Sarung Tangan


Ada 3 jenis sarung tangan:
1) Sarung tangan bedah
Dipakai sewaktu melakukan tindakan invasif atau
pembedahan
2) Sarung tangan pemeriksaan
Dipakai untuk melindungi petugas kesehatan sewaktu
melakukan pemeriksaan atau pekerjaan rutin
3) Sarung tangan rumah tangga
Diapakai sewaktu memproses peralatan, menangani
bahan–bahan terkontaminasi, dan sewaktu
membersihkan permukaan yang terkontaminasi
Sarung tangan bedah yang baik terbuat dari bahan lateks,
karena elastis, sensitive dan tahan lama, dan dapat
disesuaikan dengan ukuran tangan. Karena meningkatnya
masalah alergi lateks, sedang dikembangkan bahan serupa,
yang disebut “nitril“ yang merupakan bahan sintetik seperti
lateks.
Bahan ini tidak menimbulkan reaksi alergi. Di
beberapa negara jenis sarung tangan pemeriksaan yang
tersedia adalah dari vinil, suatu bahan sintetik yang lebih
murah daripada lateks. Namun, vinil tidak elastis, sehingga
kurang pas dan mudah robek. Sarung tangan pemeriksaan
yang berkualitas baik yang terbuat dari kabel tebal, kurang

20
fleksibel dan sensitive, dan dapat memberi perlindungan
maksimum sebagai pelindung pembatas.
b. Kapan Pemakaian Sarung Tangan Diperlukan
Meskipun efektifitas pemakaian sarung tangan dalam
mencegah kontaminasi dari petugas kesehatan telah
terbukti berulang kali (Tenorio et al. 2001) tetapi
pemakaian sarung tangan tidak menggantikan kebutuhan
untuk mencuci tangan. Sebab sarung tangan bedah lateks
dengan kualitas terbaik sekalipun, mungkin mengalami
kerusakan kecil yang tidak terlihat, sarung tangan mungkin
robek pada saat digunakan atau tangan terkontaminasi
pada saat melepas sarung tangan ( Bagg. Jenkins dan
Barker 1990; Davis 2001)

INGATLAH UNTUK: Mencuci tangan atau menggunakan


antiseptik cair yang digosokkan di tangan sebelum
memakai sarung tangan dan setelah melepas sarung
tangan.

Tergantung keadaan, sarung tangan periksa atau


serbaguna bersih harus digunakan oleh semua petugas
ketika :
1) Ada kemungkinan kontak tangan dengan darah atau cairan
tubuh lain, membran mukosa atau kulit yang terlepas
2) Melakukan prosedur medis yang bersifat invasive misalnya
menusukkan sesuatu ke dalam pembuluh darah, seperti
memasang infus
3) Menangani bahan–bahan bekas pakai yang telah
terkontaminasi atau menyentuh permukaan yang tercemar
4) Menerapkan Kewaspadaan Berdasarkan Penularan Melalui
Kontak (yang diperlukan pada kasus penyakit menular
melalui kontak yang telah diketahui atau dicurigai), yang
mengharuskan petugas kesehatan menggunakan sarung
tangan bersih, tidak steril ketika memasuki ruangan pasien.
Petugas kesehatan harus melepas sarung tangan tersebut

21
sebelum meninggalkan ruangan pasien dan mencuci tangan
dengan air dan sabun atau dengan handrub berbasis
alkohol.
Satu pasang sarung tangan harus digunakan untuk setiap
pasien, sebagai upaya menghindari kontaminasi silang
( CDC 1987 ). Pemakaian sepasang sarung tangan yang
sama atau mencuci tangan yang masih bersarung tangan,
ketika berpindah dari satu pasien ke pasien yang lain atau
ketika melakukan perawatan di bagian tubuh yang kotor
kemudian berpindah ke bagian tubuh yang bersih, bukan
merupakan praktek yang aman. Doebbeling dan Colleagues
(1988) menemukan bakteri dalam jumlah bermakna pada
tangan petugas yang hanya mencuci tangan dalam keadaan
masih memakai sarung tangan dan tidak mengganti sarung
tangan ketika berpindah dari satu pasien ke pasien lainnya.

c. Hal yang Harus Dilakukan Bila Persediaan Sarung Tangan


Terbatas
Bila sumber daya terbatas dan jumlah sarung tangan
periksa tidak memadai, sarung tangan bedah sekali pakai
(disposable) yang sudah digunakan dapat diproses ulang
dengan cara :
1) Dekontaminasi dengan meredam dalam larutan klorin
0,5 % selam 10 menit
2) Dicuci dan bilas, serta dikeringkan
3) Sterilkan dengan menggunakan autoklaf atau disinfeksi
tingkat tinggi (dengan di kukus)
Dahulu perebusan telah direkomendasikan sebagai cara
untuk disinfeksi tingkat tinggi sarung tangan bedah. Namun
sulit untuk mengeringkan sarung tangan tanpa
mengkontaminasinya. Karena pengukusan lebih mudah
dilakukan dan sama–efektif, maka cara ini yang sekarang
direkomendasikan untuk disinfeksi tingkat tinggi sarung
tangan bedah.

22
Jangan memproses ulang sarung tangan yang retak,
mengelupas atau memiliki lubang atau robekan yang
dapat terdeteksi ( Bagg, Jenkins dan Barker 1990 )

Bila sarung tangan rumah tangga tidak tersedia, gunakan


dua lapis sarung tangan periksa atau sarung tangan bedah
yang telah diproses untuk memberikan perlindungan yang
cukup bagi petugas kebersihan, petugas laundry, pekarya
serta petugas yang menangani dan membuang limbah
medis.
d. Hal yang Harus Diperhatikan Pada Pemakaian Sarung
Tangan
1) Gunakan sarung tangan dengan ukuran yang sesuai,
khususnya untuk sarung tangan bedah. Sarung tangan
yang tidak sesuai dengan ukuran tangan dapat
mengganggu keterampilan dan mudah robek.
2) Jaga agar kuku selalu pendek untuk menurunkan resiko
sarung tangan robek.
3) Tarik sarung tangan ke atas manset gaun (jika anda
memakainya) untuk melindungi pergelangan tangan.
4) Gunakan pelembab yang larut dalam air ( tidak
mengandung lemak ) untuk mencegah kulit tangan
kering / berkerut.
5) Jangan gunakan lotion atau krim berbasis minyak,
karena akan merusak sarung tangan bedah maupun
sarung tangan periksa dari lateks.
6) Jangan menggunakan cairan pelembab yang
mengandung parfum karena dapat menyebabkan iritasi
pada kulit.
7) Jangan menyimpan sarung tangan di tempat dengan
suhu yang terlalu panas atau terlalu dingin misalnya di
bawah sinar matahari langsung, di dekat pemanas, AC,
cahaya ultraviolet, cahaya fluoresen atau mesin

23
rontgen, karena dapat merusak bahan sarung tangan
sehingga mengurangi efektifitasnya sebagai pelindung.
e. Reaksi Alergi Terhadap Sarung Tangan
Reaksi alergi terhadap sarung tangan lateks semakin
banyak dilaporkan oleh berbagai petugas di fasilitas
kesehatan, termasuk bagian rumah tangga, petugas
laboratorium dan dokter gigi. Jika memungkinkan, sarung
tangan bebas lateks (nitril) atau sarung tangan lateks
rendah allergen harus digunakan, jika dicurigai terjadi
alergi (reaksi alergi terhadap nitril juga terjadi, tetapi lebih
jarang). Selain itu, pemakaian sarung tangan bebas bedak
juga direkomendasikan. Sarung tangan dengan bedak dapat
menyebabkan reaksi lebih banyak, karena bedak pada
sarung tangan membawa partikel leteks ke udara. Jika hal
ini tidak memungkinkan, pemakaian sarung tangan kain
atau vinil di bawah sarung tangan lateks dapat membantu
mencegah sensitisasi kulit. Meskipun demikian, tindakan
ini tidak akan dapat mencegah sensitisasi pada membran
mukosa mata dan hidung. (Garner dan HICPAC 1996).
Pada sebagian besar orang yang sensitif, gejala yang
muncul adalah warna merah pada kulit, hidung berair dan
gatal – gatal pada mata, yang mungkin berulang atau
semakin parah misalnya menyebabkan gangguan
pernafasan seperti asma. Reaksi alergi terhadap lateks
dapat muncul dalam waktu 1 bulan pemakaian. Tetapi pada
umumnya reaksi baru terjadi setelah pemakaian yang lebih
lama, sekitar 3 – 5 tahun., bahkan sampai 15 tahun
(Baumann 1992), meskipun pada orang yang rentan. Belum
ada terapi atau desensitisasi untuk mengatasi alergi
lateks, satu – satunya pilihan adalah menghindari kontak.
GAMBAR

24
3. Masker
Masker harus cukup besar untuk menutupi hidung, mul ut,
bagian bawah dagu, dan rambut pada wajah (jenggot). Masker
dipakai untuk menahan cipratan yang keluar sewaktu petugas
kesehatan atau petugas bedah berbicara, batuk atau bersin
serta untuk mencegah percikan darah atau cairan tubuh
lainnya memasuki hidung atau mulut petugas kesehatan. Bila
masker tidak terbuat dari bahan tahan cairan, maka masker
tersebut tidak efektif untuk mencegah kedua hal tersebut.
Masker yang ada, terbuat dari berbagai bahan seperti katun
ringan, kain kassa, kertas dan bahan sintetik yang beberapa di
antaranya tahan cairan. Masker yang di buat dari katun atau
kertas sangat nyaman tetapi tidak dapat menahan cairan atau
efektif sebagai filter. Masker yang dibuat dari bahan sintetik
dapat memberikan perlindungan dari tetesan partikel
berukuran besar ( > 5 µm ) yang tersebar melalui batuk atau
bersin ke orang yang berada di dekat pasien ( kurang dari 1
meter ). Namun masker bedah terbaik sekalipun tidak
dirancang untuk benar – benar menutup pas secara erat
(menempel sepenuhnya pada wajah) sehingga mencegah
kebocoran udara pada bagian tepinya. Dengan demikian,
masker tidak dapat secara efektif menyaring udara yang
dihisap (Chen dan Welleke 1992) dan tidak dapat
direkomendasikan untuk tujuan tersebut.
GAMBAR

Ketika melepas masker, pegang bagian talinya karena bagian


tengah masker merupakan bagian yang paling banyak
terkontaminasi (Rothrock, Mc. Ewen dan Smith 2003)

25
Pada perawatan pasien yang telah diketahui atau dicurigai
menderita penyakit menular melalui udara atau droplet,
masker yang digunakan harus dapat mencegah partikel
mencapai membran mukosa dari petugas kesehatan.
a. Masker Dengan Efisiensi Tinggi
Masker dengan efisiensi tinggi merupakan jenis
masker khusus yang direkomendasikan, bila penyaringan
udara dianggap penting misalnya pada perawatan
seseorang yang telah diketahui atau dicurigai menderita flu
burung atau SARS. Masker dengan efisiensi tinggi misalnya
N95 melindungi dari partikel dengan ukuran ≤ 5 mikron
yang di bawa oleh udara. Pelindung ini terdiri dari banyak
lapisan bahan penyaring dan harus dapat menempel dengan
erat pada wajah tanpa ada kebocoran. Dilain pihak
pelindung ini juga lebih mengganggu pernafasan dan lebih
mahal daripada masker bedah. Sebelum petugas memakai
masker N95 perlu diadakan fit test pada setiap
pemakaiannya.
Ketika sedang merawat pasien yang telah diketahui
atau dicurigai menderita penyakit menular melalui airborne
maupun droplet, seperti misalnya flu burung atau SARS,
petugas kesehatan harus menggunakan masker efisiensi
tinggi. Pelindung ini merupakan perangkat N-95 yang telah
disertifikasi oleh US National Institute for Occupational
Safety dan Health (NIOSH), disetujui oleh European CE,
atau standard nasional/ regional yang sebanding dengan
standar tersebut dari Negara yang memproduksinya.
Masker efisiensi tinggi dengan tingkat efisiensi lebih tinggi
dapat juga digunakan. Masker efisiensi tinggi, seperti
khususnya N-95, harus di uji pengepasannya (fit test) untuk
menjamin bahwa perangkat tersebut pas dengan benar
pada wajah pemakainya.
GAMBAR

26
b. Pemakaian Masker Efisiensi Tinggi
Petugas Kesehatan harus:
1) Memeriksa sisi masker yang menempel pada wajah
untuk melihat apakah lapisan utuh dan tidak cacat. Jika
bahan penyaring rusak atau kotor, buang masker
tersebut. Selain itu, masker yang ada keretakan,
terkikis, terpotong atau terlipat pada sisi dalam masker,
juga tidak dapat digunakan.
2) Memeriksa tali – tali masker untuk memastikan tidak
terpotong atau rusak. Tali harus menempel dengan baik
di semua titik sambungan.
3) Memastikan bahwa klip hidung yang terbuat dari logam
(jika ada) berada pada tempatnya dan berfungsi dengan
baik.
c. Fit Test untuk Masker Efisiensi Tinggi
Fungsi masker akan terganggu / tidak efektif, jika masker
tidak dapat melekat secara sempurna pada wajah, seperti
pada keadaan di bawah ini :
1) Adanya janggut, cambang atau rambut yang tumbuh
pada wajah bagian bawah atau adanya gagang
kacamata.
2) Ketiadaan satu atau dua gigi pada kedua sisi dapat
mempengaruhi perlekatan bagian wajah masker.
3) Apabila klip hidung dari logam dipencet, dijepit, karena
akan menyebabkan kebocoran. Ratakan klip tersebut di
atas hidung setelah anda memasang masker,
menggunakan kedua telunjuk dengan cara menekan dan
menyusuri bagian atas masker.

27
4) Jika mungkin, dianjurkan fit test dilakukan setiap saat
sebelum memakai masker efisiensi tinggi.
KEWASPADAAN
Beberapa masker mengandung komponen lateks dan
tidak bisa digunakan oleh individu yang alergi terhadap
lateks. Petugas harus diberi cukup waktu untuk
menggunakan dan mengepaskan masker dengan baik
sebelum bertemu dengan pasien.
4. Alat Pelindung Mata
Melindungi petugas dari percikan darah atau cairan tubuh
lain dengan cara melindungi Mata. Pelindung mata mencakup
kacamata ( goggles ) plastik bening, kaca mata pengaman,
pelindung wajah dan visor. Kacamata koreksi atau kacamata
dengan lensa polos juga dapat digunakan, tetapi hanya jika
ditambahkan pelindung pada bagian sisi mata. Petugas
kesehatan harus menggunakan masker dan pelindung mata
atau pelindung wajah, jika melakukan tugas yang
memungkinkan adanya percikan cairan secara tidak sengaja
ke arah wajah. Bila tidak tersedia pelindung wajah, petugas
kesehatan dapat menggunakan kacamata pelindung atau
kacamata biasa serta masker.
Ada beberapa jenis alat pelindung mata diantaranya :
a. Kaca Mata Biasa (Spectacle Goggles)
Kaca mata terutama pelindung mata dapat dengan mudah
atau tanpa pelindung samping.
Kaca mata dengan pelindung samping lebih banyak
memberikan perlindungan.
b. Goggles
Mirip kacamata, tetapi lebih protektif dan lebih kuat terikat
karena memakai ikat kepala. Dipakai untuk pekerjaan yang
amat membahayakan bagi mata.
GAMBAR

28
5. Alat Pelindung Pernafasan
Ada 3 jenis alat pelindung pernafasan:
a. Respirator yang Sifatnya Memurnikan Udara

1) Respirator yang mengandung bahan kimia


a) Topeng gas dengan kamister
b) Respirator dengan cartridge
2) Respirator dengan filter mekanik
a) Bentuk hampir sama dengan respirator cartridge
kimia, tapi terdapat saringan udara yang berfungsi
sebagai penyaring/ filter
b) Biasanya di gunakan pada pencegahan debu
3) Respirator yang mempunyai filter mekanik dan bahan
kimia
b. Respirator yang Dihubungkan Dengan Supply Udara Bersih.
Supply udara berasal dari :
1) Saluran udara bersih atau kompresor
2) Alat pernafasan yang mengandung udara ( SCBA )
Biasanya berupa tabung gas yang berisi:
1) Udara yang dimampatkan
2) Oksigen yang dimampatkan
3) Oksigen yang dicairkan
c. Respirator dengan Supply Oksigen
Biasanya berupa “Self Breathing Apparatus yang harus
diperhatikan pada respirator jenis tersebut di atas:
1) Pemilihan yang tepat sesuai dengan jenis bahaya
2) Pemakaian yang tepat
3) Pemeliharaan dan pencegahan terhadap penularan
penyakit
GAMBAR

29
6. Topi
Topi digunakan untuk menutup rambut dan kulit kepala
sehingga serpihan kulit dan rambut tidak masuk ke dalam luka
selam pembedahan. Topi harus cukup besar untuk menutup
semua rambut. Meskipun topi dapat memberikan sejumlah
perlindungan pada pasien, tetapi tujuan utamanya adalah
untuk melindungi pemakainya dari darah atau cairan tubuh
yang terpercik atau menyemprot.

7. Gaun Pelindung
Gaun pelindung digunakan untuk menutupi atau mengganti
pakaian biasa atau seragam lain, pada saat merawat pasien
yang diketahui atau dicurigai menderita penyakit menular
melalui droplet / airbone. Pemakaian gaun pelindung terutama
adalah untuk melindungi baju dan kulit petugas kesehatan dari
sekresi respirasi. Ketika merawat pasien yang diketahui atau
dicurigai menderita penyakit menular tersebut, petugas
kesehatan harus mengenakan gaun pelindung setiap
memasuki ruangan untuk merawat pasien karena ada
kemungkinan terpercik atau tersemprot darah, cairan tubuh,
sekresi atau eksresi. Pangkal sarung tangan harus menutupi
ujung lengan gaun sepenuhnya. Lepaskan gaun sebelum
meninggalkan area pasien. Setelah gaun dilepas, pastikan
bahwa pakaian dan kulit tidak kontak dengan bagian yang
potensial tercemar, lalu cuci tangan segera untuk mencegah
berpindahnya organisme. Gaun pelindung harus dianggap
sebagai alat pelindung diri. Gaun pelindung khusus untuk
pekerjaan dengan sumber – sumber bahaya tertentu seperti :
a. Terhadap Radiasi Panas
Gaun pelindung untuk radiasi panas, radiasi harus dilapisi
bahan yang bisa merefleksikan panas, biasanya Alumunium
dan berkilau. Bahan – bahan pakaian lain yang bersifat

30
isolasi terhadap panas adalah : 1000⁰ C, katun, asbes
(kalau sampai 500 ⁰C).
b. Terhadap Radiasi Mengion
Gaun pelindung harus dilapisi dengan timbal biasanya
berupa apron. Pakaian ini sering digunakan di bagian
radiologi.
c. Terhadap cairan dan bahan – bahan kimia.
Biasanya terbuat dari bahan plastic atau karet
8. Apron
Apron yang terbuat dari karet atau plastik, merupakan
penghalang tahan air untuk sepanjang bagian depan tubuh
petugas kesehatan. Petugas kesehatan harus mengenakan
apron di bawah gaun penutup ketika melakukan perawatan
langsung pada pasien, membersihkan pasien, atau melakukan
prosedur dimana ada resiko tumpahan darah, cairan tubuh
atau sekresi. Hal ini penting jika gaun pelindung tidak tahan
air. Apron akan mencegah cairan tubuh pasien mengenai baju
dan kulit petugas kesehatan.
GAMBAR

9. Pelindung Kaki
Pelindung kaki digunakan untuk melindungi kaki dari
cedera akibat benda tajam atau benda berat yang mungkin
jatuh secara tidak sengaja ke atas kaki. Oleh karena itu,
sandal. “ sandal jepit “ aau sepatu yang terbuat dari bahan
lunak ( kain ) tidak boleh dikenakan. Sepatu boot karet atau
sepatu kulit tertutup memberikan lebih banyak perlindungan.,
tetapi harus dijaga tetap bersih dan bebas kontaminasi darah

31
atau tumpahan cairan tubuh lain. Penutup sepatu tidak
diperlukan jika sepatu bersih. Sepatu yang tahan terhadap
benda tajam atau kedap air harus tersedia di kamar bedah.
Sebuah penelitian menyatakan bahwa penutup sepatu dari
kain atau kertas dapat meningkatkan kontaminasi karena
memungkinkan darah merembes melalui sepatu dan seringkali
digunakan sampai di luar ruang operasi. Kemudian dilepas
tanpa sarung tangan sehingga terjadi pencemaran. (Summers
et.al. 1992)
GAMBAR

10. Peranan Duk


Di banyak negara duk biasanya dibuat dari linen persegi
yang dijahit dari berbagai ukuran. Dipakai untuk menciptakan
medan operasi di seputar suatu sayatan, membungkus
instrumen dan barang – barang lainnya untuk sterilisasi,
penutup meja di ruang operasi dan membuat hangat pasien
selama prosedur bedah ( OR Manager 1990a ). Jenis utama duk
ialah:
a. Duk Kecil/ Lap
Dipakai untuk mengeringkan tangan, membuat medan
operasi segiempat (untuk ini diperlukan beberapa duk
kecil), dan membungkus instrumen kecil serta semprit.
Biasanya dibuat dari kain katun lebih tebal dari pada linen
lainnya, yang menjadikannya lebih tahan air.
b. Duk Seprai
Dipakai untuk membatasi medan operasi dan
menciptakan ruang kerja, maupun untuk membungkus
perangkat instrumen. Biasanya dibuat dari katun ringan dan
hanya memberikan sedikit perlindungan.
c. Duk Bolong

32
Mempunyai lobang yang bundar di tengahnya yang
ditempatkan pada medan operasi yang dipersiapkan. Duk
ini terutama digunakan untuk prosedur – prosedur bedah
minor (sayatan kecil).
d. Duk Pembungkus
Duk luas yang menjadi penutup meja sewaktu
bungkus instrumen dibuka. Duk penutup ini harus cukup
luas untuk menampung isi suatu bungkusan sewaktu di
buka, dan dapat menutupi seluruh permukaan meja.
e. Pemakaian Duk Untuk Prosedur Bedah
Duk kecil yang steril terbuat dari kain dapat
ditempatkan di sekeliling sayatan bedah yang ditempatkan
di sekeliling sayatan bedah yang dipersiapkan, untuk
menciptakan suatu area kerja. Walaupun area ini sering
disebut “medan steril“, sesungguhnya tidak steril.
Sebagaimana dipertunjukkan pada gambar, duk kain
membiarkan kebasahan merembes dan membantu
menyebarkan organisme dari kulit ke dalam sayatan walau
setelah pembersihan area bedah dengan antiseptik. Jadi,
baik tangan yang bersarung tangan ( steril atau didisinfeksi
tingkat tinggi ) maupun instrumen steril atau yang
didisinfeksi tingkat tinggi dan barang – barang lainnya
hanya menyentuh duk setelah ia diletakkan di tempatnya.
Karena duk kain tidak efektif sebagai pembatas, duk kecil
yang kering dan bersih dapat digunakan jika duk kecil steril
tidak tersedia.
GAMBAR

Cara mempersiapkan medan operasi dan memasang duknya


tergantung dari jenis tindakan yang akan dilakukan. Berikut

33
ini panduan cara memasang duk untuk menghindari
pemborosan duk steril dan penggunaan yang tidak perlu:
2) Semua duk harus ditempatkan di sekeliling area yang
kering sama sekali, dan dipreparasi secara luas.
3) Kalau dipakai duk yang steril, sarung tangan steril atau
didisinfeksi tingkat tinggi harus dipakai sewaktu
menempatkan duk di tempatnya, (hati – hati jangan
sampai menyentuh tubuh pasien dengan tangan yang
bersarung tangan)
4) Duk harus ditangani sesedikit mungkin dan jangan
sekali – sekali digosok atau dilipat. Selalu memegang
duk di atas area yang harus dipasang duk, dan buang
duk itu kalau jatuh ke bawah.

f. Prosedur Bedah Minor (Insersi Implan Norplant Atau


Pengangkatannya Atau Laparotomi Mini)
1) Pakailah duk bolong sehingga sekurang – kurangnya 5
cm dari kulit terbuka di sekeliling sayatan. (Kalau tidak
ada duk steril, bagaimanapun, duk yang bersih dan
kering dapat dipakai )
2) Tempatkan lubang duk di atas bidang insisi yang telah
disiapkan dan jangan pindahkan duk steril, setelah
menyentuh kulit.
3) Jika duk bolong tidak steril, pakai sarung tangan steril
atau DTT setelah menempatkan duk pada pasien untuk
menghindari sarung tangan terkontaminasi.

g. Prosedur Bedah Mayor ( Laparotomi Atau Seksio Sesarea)


1) Pakai lembaran duk yang luas untuk menutupi tubuh
pasien kalau diperlukan untuk membuat tubuhnya
panas. Duk itu tidak perlu steril karena tidak akan dekat
tempat insisi (Belkin 1992). Tapi harus bersih dan
kering.

34
2) Setelah membersihkan kulit dengan antiseptik,
tempatkan duk kecil untuk mempersegikan tempat
insisi (biarkan sekurang–kurangnya 5 cm dari kulit
terbuka di sekeliling sayatan).
3) Mulai dengan menempatkan duk kecil yang terdekat
dengan anda untuk mengurangi kontaminasi. Dengan
memegang satu sisi dari duk, biarkan sisi yang lain
menyentuh kulit abdomen kira – kira 5 cm di luar tempat
sayatan. Perlahan – lahan letakkan sisa duk pada
abdomen. Setelah terletak pada tempatnya, jangan
sekali – kali memindahkannya mendeteksi insisi. Boleh,
kalau ditarik menjauhi insisi.
4) Pasang tiga duk lainnya untuk menjadikan area kerja
menjadi persegi empat, seperti dipertunjukkan pada
gambar.
5) Pakai duk klip untuk menguatkan sudut – sudut duk
kecil

B. Sewaktu Melakukan Prosedur


Jangan memakai tubuh pasien atau area yang memakai
duk untuk menempatkan instrumen. Menempatkan instrumen
steril atau yang didisinfeksi tingkat tinggi di atas duk,
sekalipun semula steril, akan terkontaminasi. Dengan
meletakkan instrumen di atas duk, akan sukar ditemukan dan
bisa menyebabkan jatuhnya instrumen dari meja operasi kalau
pasien bergerak. Kalau meja instrumen (Mayo) tidak ada, baki
plastik atau metal yang steril atau didisinfeksi tingkat tinggi
dapat ditempatkan di atas duk yang menutupi pasien dan
digunakan untuk menempatkan instrumen selama prosedur/
tindakan.
Kalau duk robek atau terpotong sewaktu prosedur/
tindakan, harus ditutup dengan duk yang baru. Jangan,
menempatkan duk baru di atas duk yang sudah basah. Cara ini

35
tidak terbukti efektif untuk menciptakan pembatas ( OR
Manager 1990b )

Kalau duk menjadi using dan diperlukan duk baru, usahakan


duk pengganti yang memiliki benang yang rapat.

C. Membuat Tempat Kerja Lebih Aman


Di samping terbatasnya kesuksesan program pendidikan
yang ditujukan kepada perubahan perilaku petugas pelayanan
kesehatan dalam menggunakan PPD lainnya, perlindungan
utama harus terus berlanjut menjadi focus kegiatan di masa
depan. Untuk lebih sukses, usaha untuk membuat lingkungan
kerja lebih aman harus diarahkan kepada semua kader
petugas pelayanan kesehatan bukan hanya dokter dan
perawat. Umpamanya di beberapa negara, kecuali petugas
ruang operasi, petugas rumah tangga mengalami perlukaan
tusukan jarum paling tinggi, disebabkan kesalahan membuang
jarum bekas ke tempat sampah. Memperbaiki kepatuhan
setelah usaha pendidikan dan perubahan perilaku dapat
ditingkatkan kalau:
1. Ada dukungan konsisten dari administrator rumah sakit
dalam usaha–usaha keamanan yang dianjurkan
(umpamanya, kekurangan yang ditemukan segera
diperbaiki, praktik – praktik yang berbahaya segera
dilenyapkan, dan para petugas secara aktif didorong untuk
mencari solusi–solusi yang mudah dan murah.
2. Para penyelia secara teratur memberikan umpan balik dan
menghargai perilaku yang tepat (umpamanya, cuci tangan
jika kontak di antara pasien ke pasien)
3. Contoh teladan, khususnya dokter dan staf senior dan staf
fakultas lainnya, secara aktif mendukung pencegahan
infeksi yang dianjurkan dan menjadi contoh / model perilaku
yang tepat. (Lipscomb dan Rosenstock 1997).
Lagi pula, dengan membuat rekomendasi yang tepat,
mudah digunakan dan dipantau akan meningkatkan

36
kepatuhan petugas dan keamanan kerja petugas kesehatan
lebih baik. Akhirnya, karena perawatan kesehatan
merupakan profesi yang penting dan berguna, merupakan
tanggung jawab dari semua profesi perawatan kesehatan
untuk membantu menciptakan lingkungan yang lebih aman
untuk pasien dan para pekerjanya.

D. Pemakaian APD di Sarana Pelayanan Kesehatan:

Bagaimana Mengenakan, Menggunakan dan Melepas APD?


1. Faktor – Faktor Penting Yang Harus Diperhatikan Pada
Pemakaian APD
a. Kenakan APD sebelum kontak dengan pasien, umumnya
sebelum memasuki ruangan
b. Gunakan dengan hati – hati jangan menyebarkan
kontaminasi
c. Lepas dan buang secara hati – hati ke tempat sampah
infeksius yang telah disediakan di ruang ganti khusus.
Lepas masker di luar ruangan
d. Segera lakukan pencucian tangan dengan 7 langkah
higiene tangan
2. Urutan mengenakan APD:
a. Cuci tangan
b. Pelindung kaki
c. Apron, gaun pelindung
d. Topi
e. Masker
f. Kacamata atau pelindung wajah/googles
g. Sarung tangan
GAUN PELINDUNG
a. Tutupi badan sepenuhnya dari leher hingga lutut, lengan
hingga bagian pergelangan tangan dan selubungkan ke
belakang punggung.

37
b. Ikat di bagian belakang leher dan pinggang.
MASKER
a. Eratkan tali atau karet elastic pada bagian tengah
kepala dan leher
b. Pastikan klip hidung dari logam fleksibel pada batang
hidung
c. Pastikan dengan erat pada wajah dan di bawah dagu
sehingga melekat dengan baik
d. Periksa ulang pengepasan masker
KACAMATA ATAU PELINDUNG WAJAH
Pasang pada wajah dan mata dan sesuaikan agar pas
SARUNG TANGAN
Tarik hingga menutupi bagian pergelangan tangan gaun isolasi

3. Cara Melepas APD


Kecuali masker, lepaskan APD di pintu atau di anteroom.
Masker dilepaskan setelah meninggalkan ruangan pasien
dan menutup pintunya.

38
URUTAN MELEPASKAN APD
1. Sarung tangan
2. Cuci tangan
3. Kacamata atau pelindung wajah/googles
4. Topi
5. Apron, gaun pelindung
6. Masker
7. Pelindung kaki
8. Cuci tangan

SARUNG TANGAN
a. Ingatlah bahwa bagian luar sarung tangan telah
terkontaminasi
b. Pegang bagian luar sarung tangan dengan sarung
tangan lainnya, lepaskan
c. Pegang sarung tangan yang telah dilepas dengan
menggunakan tangan yang masih memakai sarung
tangan
d. Selipkan jari tangan yang sudah tidak memakai sarung
tangan di bawah sarung tangan yang belum di lepas di
pergelangan tangan
e. Lepaskan sarung tangan di atas sarung tangan pertama
f. Buang sarung tangan di tempat sampah infeksius

KACA MATA ATAU PELINDUNG WAJAH


a. Ingatlah bahwa bagian luar kaca mata atau pelindung
wajah telah terkontaminasi
b. Untuk melepasnya, pegang karet atau gagang kaca
mata
c. Letakkan di wadah yang telah disediakan untuk
diproses ulang atau dalam tempat sampah infeksius
GAUN PELINDUNG
a. Ingatlah bahwa bagian depan gaun dan lengan gaun
pelindung telah terkontaminasi
b. Lepas tali

39
c. Tarik dari leher dan bahu dengan memegang bagian
dalam gaun pelindung saja
d. Balik gaun pelindung
e. Lipat atau gulung menjadi gulungan dan letakkan di
wadah yang telah disediakan untuk diproses ulang atau
buang di tempat sampah infeksius
MASKER
a. Ingatlah bahwa bagian depan masker telah
terkontaminasi – JANGAN SENTUH !
b. Lepaskan tali bagian bawah dan kemudian tali atau
karet bagian atas
c. Buang ke tempat sampah infeksius

Semua alat pelindung diri harus di rawat sedemikian rupa


sehingga alat itu tetap memberikan perlindungan yang
berhasil guna. Terhadap faktor – faktor yang berbahaya
bagi kesehatan dan keselamatan kerja. Hal ini berarti
bahwa prosedur yang cocok untuk melaporkan kerusakan
pemeriksaan rutin, pembangunan perbaikan dan
pembersihan harus dilaksanakan. Alat pelindung diri harus
di lokasi dimana alat – alat itu kemungkinan besok akan di
pakai dan di simpan baik – baik supaya tidak memburuk dan
rusak. Perawatan dan kontrol terhadap alat pelindung diri
penting agar fungsi alat pelindung diri tetap baik.
Alat pelindung diri harus tetap dipelihara agar selalu dalam
kondisi yang baik, tetap bersih dan terawat. Pada saat
tidak dipakai harus di simpan baik untuk mencegah
kerusakan dan hilang. Penggunaan Alat Pelindung Diri
merupakan usaha untuk mengurangi resiko secara
maksimal, namun apabila pemakaian tidak tepat dapat
membahayakan atau menyebabkan kecelakaan kerja.
Perawatan Alat Pelindung Diri (APD) dilakukan dengan
maksud agar semua pelindung diri tetap memberikan
perlindungan yang efektif terhadap faktor – faktor yang

40
berbahaya bagi keselamatan dan kesehatan kerja. Untuk
mencegah kerusakan dan hilang, sarana pelindung diri
harus di simpan dengan baik sesuai dengan ketentuan.

41
BAB IX
PENCATATAN DAN PELAPORAN
Rumah Sakit
1. Rumah sakit wajib melakukan pencatatan dan pelaporan
Ketaatan Pemakaian APD di masing-masing bagian gugus tugas
2. Pencatatan dan pelaporan ketaatan pemakaian APD mengacu
pada pedoman yang dikeluarkan oleh Komite K3 dan Komite PPI
RSU Kota Tangerang Selatan
3. Pencatatan dan Pelaporan ketaatan pemakaian APD dilakukan
oleh masing-masing penanggung jawab ruangan dan dilaporkan
pada ketua komite K3 dan PPI
4. Panitia Mutu dan ketua komite K3 dan PPI RSU Tangerang Selatan
melakukan pencatatan kegiatan yang telah dilakukan dan
membuat laporan kegiatan kepada Direktur Rumah Sakit secara
berkala.

42
BAB X
MONITORING DAN EVALUASI

1. Seluruh jajaran manajemen RSU Kota Tangerang Selatan secara


berkala melakukan monitoring dan evaluasi program Ketaatan
Pemakaian APD yang dilaksanakan oleh Panitia Mutu dan Komite
K3 dan PPI RSU Kota Tangerang.
2. Panitia Mutu dan Komite K3 dan PPI RSU Kota Tangerang secara
berkala (paling lama 2 tahun) melakukan evaluasi pedoman,
kebijakan dan prosedur terkait pemakaian APD yang
dipergunakan di RSU Kota Tangerang.
3. Panitia Mutu dan Komite K3 dan PPI RSU Kota Tangerang
melakukan evaluasi kegiatan setiap triwulan dan membuat tindak
lanjutnya

43
BAB XI
DAFTAR APD RSU KOTA TANGERANG SELATAN

N RUANG APD
O
1 IPSRS 1. Masker
2. Sarung Tangan
3. Helem & Helem
Panjat
4. Sepatu
5. Safety Belt / Full
Body Harness
6. Kaca Mata Las
2 Gizi 1. Haircover
2. Masker
3. Scoret
4. Sarung Tangan
5. Sepatu
6. Gaun
3 Rawat Inap & Jalan 1. Masker
2. Handschoen
3. Appron Scoret
4. Topi
5. Googles
4 Linen 1. Topi
2. Scoret
3. Gaun
4. Sarung tangan
5. Sepatu
5 Kamar Operasi 1. Masker
2. Topi
3. Gaun/Appron
4. Sarung Tangan
5. Googles
6. Sepatu
6 Fisioterapi 1. Sarung tangan
2. Masker
7 Farmasi 1. Masker
2. Gaun
3. Topi
4. Sarung Tangan
5. Googles

8 UGD 1. Masker

44
2. Handschoen
3. Gaun
4. Appron
5. Sepatu
6. Googles
9 cssd 1. Masker
2. Handschoen

10 Laboratorium 1. Sarung tangan


2. Masker
3. Gaun
4. Googles
11 Radiologi 1. Masker
2. Appron
3. Googles
4. Handschoen
12 IPJ 1. Sarung Tangan
2. Masker

Ditetapkan : Tangerang Selatan


di
Pada : SENIN, 03 DESEMBER
Tanggal 2022
DIREKTUR
RUMAH SAKIT UMUM

45
KOTA TANGERANG SELATAN,

Dr. Umi Kulsum


NIP 19821215 201001 2 011

46

Anda mungkin juga menyukai