OLEH
Menyetujui
Mengetahui ,
Ketua Jurusan Kepala Sekolah
Agribisnis Perikan Air Tawar Smk N 1 Bukit Kemuning
Smk N 1 Bukit Kemuning
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas RahmatNya
penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktik Umum yang berjudul Teknik
Pembenihan Ikan Badut (Amphiprion Percula) di Balai Besar Perikanan Budidaya
Laut (BBPBL) Lampung.
Laporan Praktik Kerja Lapangan ini merupakan salah satu syarat yang harus
dipenuhi untuk mengikuti Praktik Kerja Lapangan di Agribisnis Perikanan Air
Tawar Smk Negeri 1 Bukit Kemuning.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1.Bapak Hamron Roiya, S.Pd. selaku Kepala Sekolah Smk Negeri 1 Bukit
Kemuning.
2.Bapak Azwar Antoni, S.Pd. selaku Panitia Praktik Kerja Lapangan.
3.Ibu Qory Harfiyah, S.Pd. selaku Kepala Jurusan Perikanan.
4.Ibu Eli Susanti, S.Pt. Selaku Guru Pembimbing.
5.Bapak, Ibu Guru Smk Negeri 1 Bukit Kemuning.
6.Bapak Mulyanto, S.T,M.Si. selaku Kepala Balai Perikanan Budidaya Laut
(BBPBL) Lampung atas kesempatan untuk Praktik Kerja Lapangan yang
diberikan.
7.Ibu Yuli Yulianti, S.Pi. selaku pembimbing Lapngan di Balai Besar Perikanan
Budidaya Laut (BBPBL) Lampung yang telah memberikan pengalaman
dan pembelajaran yang sangat berharga.
8.Teman-teman seperjuangan dalam Praktik Kerja Lapangan di BBPBL Lampung
Fajar Afriji, Raehan Kenhardi, Firma Mayang Sari, Dela Puspita, Anjani Dini
Artika serta semua pihak yang telah membantu dalam penulisan laporan ini.
iii
9.Mas Rendy, Mas Afrudi, dan Mas Ilham selaku teknisi di Balai Besar Perkanan
Budidaya Laut (BBPBL) Lampung yang telah memberikan pengalaman dan
Pelajaran yang berbahagia.
iv
DAFTAR ISI
Hal.
LEMBAR PENGESAHAN
....................................................................................................................................
ii
KATA PENGANTAR
....................................................................................................................................
iii
DAFTAR ISI
....................................................................................................................................
v
DAFTAR TABEL
....................................................................................................................................
vii
DAFTAR GAMBAR
....................................................................................................................................
viii
I. PENDAHULUAN
....................................................................................................................................
1
1.1. Latar Belakang
....................................................................................................................................
1
1.2. Tujuan
....................................................................................................................................
2
1.3.Alat dan Bahan
....................................................................................................................................
3
v
II. SEJARAH BALAI BESAR PERIKANAN BUDIDAYA LAUT (BBPBL)
LAMPUNG
....................................................................................................................................
5
2.1. Sejarah Balai Besar Perikanan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung
....................................................................................................................................
5
2.2. Struktur Balai Besar Perikanan Budidaya Laut (BBPBL)
Lampung
....................................................................................................................................
6
2.3. Letak Geografis Balai Besar Perikanan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung
....................................................................................................................................
7
2.4. Tugas dan Fungsi Balai Besar Perikanan Budidaya Laut (BBPBL)
Lampung
....................................................................................................................................
7
2.5. Visi dan Misi Balai Besar Perikanan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung
....................................................................................................................................
8
2.5.1. Visi Balai Besar Perikanan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung
....................................................................................................................................
8
2.5.2. Misi Balai Besar Perikanan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung
....................................................................................................................................
9
VI. LAMPIRAN...................................................................................................30
vi
DAFTAR TABEL
vii
Tabel Hal.
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Hal.
viii
I. PENDAHULUAN
Ikan badut (Amphiprion percula) adalah ikan hias air laut yang mempunyai nilai
ekonomis cukup tinggi. Beberapa alasan sehingga Ikan badut ini diminati sebagai
pajangan di akuarium karena keindahan dari warna tubuhnya yaitu jingga cerah
dengan kombinasi hiasan 3 garis putih pada bagian kepala, badan dan pangkal
ekor, gerakan yang lincah, memiliki postur tubuh mungil dan tidak ganas.
Besarnya permintaan pasar yang mengandalkan tangkapan alam tidak dimbangi
oleh hasil budi daya.
1
Ikan badut memiliki nilai jual yang sangat tinggi. Keadaan dari pasar ikan hias air
laut yang terus meningkat membuat beberapa intsitusi di Indonesia untuk
membudi dayakan sendiri ikan has laut dan kebanyakan dari institusi telah
berhasil mengembangkannya, salah satu dari institusi tersebut adalah Balai Besar
Perikanan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung. Kegiatan pengembangan budi daya
yang dilakukan oleh beberapa institusi di Indonesia dapat berguna untuk
pemenuhan kebutuhan pasar yang nantinya dapat menekan tangkapan yang
berlebihan sehingga sumberdaya yang berada di alam dapat dilestarikan. Balai
Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung sebagai unit pelaksana
teknis di bawah Direktorat Jenderal Perikanan Budi daya telah berhasil melakukan
kegiatan perekayasaan dan pengembangan budi daya ikan badut. Kegiatan
domestikasi dan budi daya ikan badut telah dimulai pada tahun 2007. Kegiatan
budi daya ikan badut yang dilakukan di BBPBL Lampung menggunakan sistem
Resirculating Aquaculture System (RAS). Dengan menggunakan sistem RAS
maka air media pemeliharaan dimanfaatkan secara berulang - ulang dengan
mengendalikan beberapa indikator kualitas air agar tetap pada kondisi prima.
1.2. Tujuan
2
1.3.1 Alat dan Bahan
Alat – alat yang digunakan dalam kegiatan Praktik Kerja Lapangan pembenihan
ikan badut di BBPBL Lampung dapat dilihat pada Tabel 1 berikut:
Sampling
3
Sedangkan bahan - bahan yang digunakan dalam kegiatan Praktik Kerja Lapangan
pembenihan ikan badut di BBPBL Lampung dapat dilihat pada Tabel 2 berikut:
4
II. SEJARAH BALAI BESAR PERIKANAN BUDIDAYA LAUT (BBPBL)
LAMPUNG
Pada 5 Agustus 1986 Balai Budidaya Laut (BBL) Lampung secara resmi ditetap-
kan berdasarkan syarat keputusan Pertanian Nomor 347/KPTS/DT.201/8/1986
dan SK Menteri Nomor 347/KPTS/OT.210/5/1994 dan disempurnakan oleh SK
Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 26F/MEN/2001. Balai Budidaya Laut
(BBL) berubah nama menjadi Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut
(BBPBL) Lampung pada 1 Januari 2006 berdasarkan peraturan Menteri Kelautan
dan Perikanan Nomor PER.07/MEN/2006 mengenai organisasi dan tata kerja
BBPBL Lampung. Kemudian berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan Nomor 46/PERMEN-KP/2014 pada 3 Februari 2014 Balai Besar
Pengembangan Budidaya Laut kembali berubah nama menjadi Balai Besar
Perikanan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung hingga sekarang.
5
2.2 Struktur Organisasi Balai Besar Perikanan Budidaya Laut (BBPBL)
Lampung
KEPALA BALAI
SUBBAGIAN SUBBAGIAN
KEUANGAN &
KEPEGAWAIAN UMUM
6
2.3 Letak Geografis Balai Besar Perikanan Budidaya Laut (BBPBL)
Lampung
Alamat BBPBL Lampung, yaitu Jalan Yos Sudarso, Desa Hanura, Kecamatan
Teluk Pandan, Kabupaten Pesawaran 354554. Nomor telepon (0721)
4001379/4001380 Faksimile (0721) 4001110. Alamat website:
www.bbpbl.kkp.go.id surat elektonik: bbpbllampung@email.com.
2.4 Tugas dan Fungsi Balai Besar Perikanan Budidaya Laut (BBPBL)
Lampung
7
1. Penyusunan rencana program teknik anggaran, pemantauan dan
evaluasi serta laporan.
2. Pelaksanaan uji terap teknik perikanan budi daya laut.
3. Pelaksanaan penyia pan bahan standarisasi perikanan budi daya laut.
4. Pelaksanaan sertifikasi sistem perikanan laut.
5. Pelaksanaan kerjasama teknis perikanan laut.
6. Pengelolaan dan pelayanan sistem informasi dan publikasi perikanan budi daya
laut.
7. Pelaksanaan layanan pengujian laboratorium persyaratan kelayakan teknis
perikanan budi daya laut.
8. Pelaksanaan pengujian mutu pakan, residu serta kesehatan ikan dan lingkungan
budi daya laut.
9. Pelaksanaan bimbingan teknis laboratorium pengujian.
10. Pengelolaan produksi unggul, benih bermutu dan sarana produksi perikanan
budi daya laut.
11. Pelaksanaan bimbingan teknis perikanan budi daya laut.
12. Pelaksanaan urusan dan tata usaha dan rumah tangga.
2.5 Visi dan Misi Balai Besar Perikanan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung
Visi Balai Besar Perikanan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung adalah mewu-
judkan Balai Besar Perikanan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung sebagai peng-
hasil induk dan benih unggul, serta teknologi budidaya laut adaptif terbesar di
Indonesia.
Misi Balai Besar Perikanan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung adalah sebagai
berikut:
8
a. Memproduksi induk dan benih unggul ikan laut.
b. Melaksanakan penerapan teknologi budi daya laut.
c. Memproduksi bibit rumput laut kultur jaringan.
d. Melaksanakan pelayanan laboratorium uji.
e. Melaksanakan diseminasi induk dan benih ikan laut unggul serta teknologi
budi daya laut.
9
III . WAKTU, TEMPAT DAN METODE PRAKTIK KERJA LAPANGAN
Praktk Kerja Lapangan Ini dilaksanakan di Laboratorium Ikan Hias Divisi Ikan
Hias BBPBL Lampung pada 06 Januar 2023 sampai 06 April 2023.
Teknik pengumpulan data pada Praktik Kerja Lapangan dilakukan dengan dua
macam, yaitu dengan pengambilan data primer dan data sekunder. Data primer
adalah data yang diambil secara langsung dari objek yang diamati. Sedangkan
data sekunder adalah data yangsecara tidak langsung diperoleh pleh peneliti guna
mendukung data yang sudah ada sehimgga lebih lengkap.
Pada Praktil Kerja Lapangan, data primer didapatkan dari sumbernya langsung.
Data primer meliputi obervasi, wawancara, serta patisipasi aktif.
a. Observasi
Observasi adalah pengamatan langsung terhadap suatu kegiatan yang sedang
dilakukan .
b. Wawancara
Wawanccara adalah metode untuk mendapatkan data dengan cara melakukan
tanya jawab secara langsung dengan pihak-pihak yang bersangkutan guna
mendapatkan data keterangan yang menunjang analisis dalam Praktik Kerja
Lapangan.
c. Partisipasi Aktif
10
Partisipasi Aktif adalah metode yang mengharuskan terlibat secara langsung
dengan kegiatan sehari-hari pada objek yang diamati.
Pada Praktik Kerja Lapangan, data sekunder didapatkan dari sumber lain. Data
sekunder tersebut digunakan untuk mendung data primer yang telah didapat.
11
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
SR 81,4%
Jenis pakan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Nannochloropsis
Rotifera
Naupli Artemia
00001
0.6
0.4
0.2
0.2
0
1 2 3 4 5
12
Tabel 4. Kualitas Air Ikan Badut (Amphiprion percula)
Hasil Pengamatan Standar Baku
4.2. Pembahasan
Untuk menghasilkan ikan badut dengan warna corak yang lebih beragam dapat
dilakukan dengan perkawinan silang (hybrid). Ikan badut hasil hibridisasi me-
miliki warna dan corak yang lebih beragam. BBPBL Lampung berhasil mengem-
bangkan 10 jenis ikan badut. Induk ikan badut jenis Amphiprion percula yang
berada di BBPBL Lampung berasal dari daerah Papua, sedangkan ikan badut
picaso dan black photon berasal dari daerah Ambon. Jenis snowflake dapat dilihat
pada Gambar 2(a) dengan picasso dapat dilihat pada Gambar 2(b) menghasilkan
13
anak dengan tingkat keragaman yang tinggi, yaitu 25 - 45 % memiliki corak dan
warna mirip dengan snowflake, 10 - 20 % memiliki warna belang orange tua dan
putih dengan warna hitam sebagai lisnya, 5 - 10% memiliki warna dominan putih
dengan kepala berwarna orange dan 20 - 25% memiliki dominan warna putih dan
kepala berwarna kuning.
(a) (b)
Gambar 2. (a) Ikan Badut Snowflake (b) Ikan Badut Picasso
Sedangkan hibridisasi antara jenis black photon dapat dilihat pada Gambar 2(c)
dengan Amphiprion ocellaris dapat dilihat pada Gambar 2(d) menghasilkan 40%
berwarna dominan hitam mirip dengan black photon dan 6 % memiliki warna
dominan orange dibandingkan kedua induknya.
(c) (d)
Gambar 2. (c) Ikan Badut Black Photon (d) Ikan Badut Amphiprion ocellaris
14
Indukan ikan badut dipelihara pada wadah akuarium berukuran 40 cm x 30 cm x
40 cm dilengkapi dengan tembikar dan anemon. Pada pemeliharaan induk, ter-
dapat pipa inlet dan outlet dengan debit air yang telah disesuaikan. Induk ikan
badut biasanya berukuran lebih dari 5 cm. Induk betina lebih dari pada induk
jantan. Pembersihan kotoran dan sisa makanan dilakukan dengan cara sipon.
Penyiponan dilakukan satu kali dalam sehari yaitu pada pagi hari.
Indukan ikan badut diberi pakan buatan dan pakan alami. Pakan buatan yang
digunakan ialah merk Love Larva size nomer 6 dengan ukuran 1,1 – 1,3 mm dapat
dilihat pada Gambar 4(a). Pakan buatan ini mengandung protein kasar 54%,
lemak kasar 9%, serat kasar 4% dan abu kasar 17%. Pakan alami berupa cacing
da- rah dicetak dalam ice cube dan disimpan dalam freezer. Pada saat pemberian
ca- cing darah, cacing dicairkan terlebih dahulu didalam gelas dan dicampur
dengan air laut dapat dilihat pada Gambar 4(b). Pemberian pakan alami berupa
cacing darah sangat baik untuk induk dimana nilai gizinya cukup tinggi. Frekuensi
pemberian pakan sebanyak 4 kali dalam sehari, yaitu pagi dan siang hari. Metode
pemberian pakan pada induk ikan badut adalah ad satiation. Ad satiation adalah
metode pemberian pakan yang dilakukan sampai kenyang dan setelah kenyang
maka pemberian pakan segera dihentikan.
15
(a) (b)
Gambar 4. (a) Pakan Buatan Love Larva 6 (b) Cacing Darah
Pengelolaan kualitas air pada pemeliharaan ikan badut meliputi penyiponan dan
pengurangan air. Penyiponan dilakukan setelah pemberian pakan bertujuan untuk
membuang sisa - sisa pakan yang mengendap di dasar dan tidak termakan dapat
dilihat pada Gambar 5(a). Proses tersebut dilakukan untuk menjaga air tetap jer-
nih. Setiap pagi pengurangan air dilakukan hingga 70% volume akuarium. Selang
sipon berdiameter 2,54 cm yang bagian ujungnya diberikan pipa T dapat dilihat
pada Gambar 5(b).
(a) (b)
Gambar 5. (a) Penyiponan Akuarium Induk (b) Selang Sipon
Pemijahan ikan badut dapat dilakukan setelah ikan badut sudah berjodoh. Induk
ikan badut yang sudah berjodoh di letakkan kedalam akuarium lalu diberi
timbikar dan anemon, hal ini bertujuan sebagai substrat untuk meletakkan telur.
Pemijahan terjadi pada waktu siang hari dan pemijahan secara alami. Induk yang
akan memijah akan lebih sering membersihkan tembikar dapat dilihat pada
Gambar 6(a). Pemijahan dilakukan dengan induk jantan merangsang induk betina
untuk mengeluarkan telur dengan cara meliukkan badannya. Apabila induk betina
16
sudah mengeluarkan telurnya maka telur tersebut langsung ditempelkan pada
timbikar dan posisinya diatur, kemudian dibuahi oleh induk jantan dapat dilihat
pada Gambar 6(b). Ikan badut memijah alami sebanyak 3 kali dalam sebulan, dan
jumlah telur yang dihasilkan bisa mencapai 300 – 2000 butir.
(a) (b)
Gambar 6. (a) Ikan Badut (Amphiprion percula) Membersihkan Substrat (b) Ikan
Badut Bertelur
Ikan badut merupakan ikan yang bersifat parental care. Induk jantan akan sangat
agresif menjaga telur diarea sekitar telur. Sedangkan induk betina menjaga telur
dari luar sarang, hal ini bertujuan agar telur terhindar dari serangan. Telur ikan
badut akan menetas setelah 7 – 8 hari.
Laju fertilisasi telur dihitung dengan cara membandingkan telur yang dibuahi
dengan jumlah telur (Siva et al., 2017) adalah sebagai berikut:
FR= 94%
Pada pengamatan Praktik Kerja Lapangan didapatkan telur dibuahi sebesar 785
17
butir. Total telur yang didapatkan sebesar 835 butir. Hasil perhitungan laju
fertilisasi pada pemijahan ikan badut didapatkan sebesar 94%. Tingginya nilai
persentase laju pembuahan telur disebabkan oleh kualitas induk yang baik. Proses
pembuah-an telur juga ditentukan oleh kemampuan sperma untuk membuahi sel
telur. Telur yang rusak disebabkan oleh jamur dan bakteri (Setiawati et al., 2012).
Sebelum telur ikan badut menetas, maka perlu dipersiapkan wadah penetesan.
Kegiatan persiapan wadah meliputi pencucian bak, pembilasan, pemberian
kaporit, pengeringan, dan pengisian air. Proses pembersihan bak dilakukan
dengan cara menggosok dinding dan dasar bak dengan tujuan membersihkan
lumut dan kotoran yang menempel bak fiber tersebut dapat dilihat pada Gambar
7(a). Setelah proses pencucian dilanjutkan pembilasan dengan air tawar.
dilihat pada Gambar 7(b). Bak fiber didiamkan selama 1 hari. Sebelum digu-
nakan, bak fiber harus dibilas kembali untuk menghilangkan sisa - sisa kaporit
yang dapat membahayakan larva. Telur yang akan menetas dipindahkan secara
langsung bersama induknya ke dalam bak pemeliharaan larva dapat dilihat pada
Gambar 7(c), jika larva sudah menetas maka larva sudah berada di bak
pemeliharaan larva.
18
Pemeliharaan larva merupakan faktor utama pada usaha pembenihan, keberhasilan
dalam pemeliharaan larva selain ditentukan oleh kualitas induk, telur dan keter-
sediaan pakan, serta lingkungan pemeliharaan. Daya tetas telur dihitung dengan
membandingkan jumlah telur yang menetas dan telur yang dibuahi. Rumus
perhitungan mengacu pada (Holtswarth et al., 2018).
HR= 81,4%
Pada pengamatan Praktik Umum didapatkan jumlah telur menetas sebesar 785
butir. Total telur yang didapatkan sebesar 835 butir. Hasil perhitungan daya tetas
telur pada pemijahan ikan badut didapatkan sebesar 87%. Daya tetas telur yang
tinggi dapat dipengaruhi oleh beberapa komponen antara lain kualitas telur,
kualitas air, dan penanganan pada saat menetas.
Larva dibesarkan selama 21 hari di bak fiber dengan kapasitas air 500 L air laut
dan kepadatan 1 - 3 ekor/liter. Didalam bak fiber diberi pemanas suhu agar suhu
air tetap terjaga dapat dilihat pada Gambar 8(a). Pemanas suhu yang digunakan
merk Resun dapat dilihat pada Gambar 8(b). Suhu berkisar 28 - 32°C. Larva ikan
badut sangatlah rentan terhadap perubahan kualitas air sehingga diperlukan
pengelolaan air yang baik dalam pemeliharaannya.
Penyiponan bak larva dilakukan satu kali dalam sehari yaitu pada pagi hari. Pe-
nyiponan bak larva dilakukan hari pertama pemeliharaan dengan cara aerasi di-
angkat kemudian dilakukan penyiponan menggunakan selang sipon berdiameter
2,54 cm yang bagian ujungnya diberikan pipa T agar volume air dalam bak tidak
cepat habis, kemudian bagian dasar bak di gosok – gosok menggunakan selang
tersebut dapat dilihat pada Gambar 8(c).
19
(a) (b) (c)
Gambar 8. (a) Bak Pemeliharaan Larva diberi Pemanas Suhu (b) Pemanas Suhu
Resun (c) Penyiponan Bak Pemeliharaan Larva
Larva ikan badut diberi pakan hidup. Pakan hidup berupa Rotifera, naupli
Artemia. Pakan hidup tersebut ditunjang dengan pemberian fitoplankton yang
terdiri dari Nannochloropsis.
Hari pertama menetas D1 larva diberikan pakan alami berupa Rotifera (Bra-
chionus plicatilis) sampai D10 dapat dilihat pada Gambar 9(b). Seiring pemberian
pakan Rotifera (Brachionus plicatilis), Nanocloropsis juga diberikan sebagai
makanan Rotifera dan sebagai Green Water System (peneduh) dapat dilihat pada
Gambar 9(a). Green Water System (peneduh) berfungsi untuk menjaga kestabilan
air. Larva pada usia D10 sudah diajarkan untuk meng- konsumsi naupli Artemia.
Pemberian Nanocloropsis dan Rotifera tetap diberikan pada D10 hingga D20
namun dengan jumlah yang sedikit, hal ini dikarenakan adanya pertumbuhan larva
yang tidak merata.
Pakan diberikan setelah penyiponan sisa pakan dan kotoran, pakan diberikan dua
kali dalam sehari. Metode pemberian pakan pada larva ad libitum. Ad libitum
adalah metode pemberian pakan hingga sekenyang - kenyangnya. Dalam metode
ini pakan dalam media budi daya dipastikan selalu ada sehingga kapan pun dapat
dikonsumsi oleh ikan.
Pada stadia larva, sistem pencernaan masih sangat sederhana dan belum ber-
kembang secara sempurna. Hal ini menyebabkan kemampuan larva dalam men-
cerna pakan masih sangat terbatas. Pakan memegang peranan yang penting dalam
pertumbuhan pada stadia larva. Untuk mendapatkan kualitas pertumbuhan larva
yang optimal, pemberian pakan memerlukan penanganan yang lebih serius agar
20
tidak terjadi kematian yang tinggi. Pakan alami memiliki gizi yang cukup baik
untuk larva, selain itu pakan alami juga memiliki gerakan yang dapat mengundang
perhatian larva. Pemberian pakan alami berupa naupli Artemia (Artemia salina)
dapat dilihat pada Gambar 9(c) diberikan pada D10 hingga D20.
(a) (b)
Gambar 10. (a) Pengukuran Panjang Larva (b) Kertas Milimeter Blok
21
Larva ikan badut yang telah mencapai umur D21 dapat dipanen dan dipindahkan
ke akuarium pendederan. Pemanenan yang dilakukan yaitu dengan menggunakan
panen basah, yaitu dengan cara mengeringkan bak pemeliharaan hingga 90% da-
pat dilihat pada Gambar 12. Kemudian larva ikan badut dipanen bersama airnya
menggunakan gelas plastik secara hati - hati agar ikan tidak stres. Pada proses
pemanenan, dilakukan juga perhitungan jumlah ikan untuk mengetahui tingkat
kelangsungan hidup selama pemeliharaan.
SR= 78,6%
Pada pengamatan Praktik Umum didapatkan jumlah akhir telur ikan sebesar 682
ekor. Jumlah awal ikan yang didapatkan sebesar 1.241 ekor. Hasil perhitungan
kelangsungan hidup pada pemijahan ikan badut didapatkan sebesar 55%. Tingkat
kelangsungan hidup sangat dipengaruhi oleh kekontrasan pakan terhadap
pandangan larva, intensitas cahaya lingkungan sangat mempengaruhi terhadap
kemampuan larva mendeteksi dan mengkonsumsi makanan.
Larva ikan badut yang telah dipanen selanjutnya dipindahkan ke dalam akuarium
pendederan yang berukuran 80 cm x 45 cm x 40 cm dapat dilihat pada Gambar
12(a). Akuarium diberi aerasi hal ini bertujuan agar DO (Dissolved oxygen) tetap
terjaga. Benih diberi pakan 4 kali sehari berupa pakan buatan dan Artemia. Pakan
22
buatan yang digunakan ialah merk Love Larva size nomer 3 dengan ukuran 0,4 –
0,6 mm dapat dilihat pada Gambar 12(b). Pakan buatan ini mengandung protein
kasar 52%, lemak kasar 12%, serat kasar 7% dan abu kasar 20%.
Frekuensi pemberian pakan sebanyak 4 kali dalam sehari, yaitu pagi dan siang
hari. Metode pemberian pakan pada benih ikan badut adalah ad satiation. Ad
satiation adalah metode pemberian pakan yang dilakukan sampai kenyang dan
setelah kenyang maka pemberian pakan segera di hentikan. Penyiponan dilakukan
2 kali dalam sehari yaitu pagi dan sore. Setelah dilakukan penyiponan, maka
dilakukan pergantian air hal ini bertujuan agar untuk menjaga kualitas air.
(a) (b)
Gambar 12. (a) Akuarium Pendederan (b) Pakan Buatan Love Larva 3
Pengukuran kualitas air meliputi salinitas, DO, pH, suhu, dan nitrit.
Keterangan:
* = Berdasarkan baku mutu air untuk biota laut KepMen Lingkungan hidup
No.51 Tahun 2004
** = Pengendalian Pencermaran Lingkungan Laut PP No.24 Th 1991
Data kualitas air pada tabel 5 terlihat bahwa salinitas air laut stabil pada nilai 32 -
33 ppt dengan kisaran DO 5,05 - 5,2 mg/l, pada pH 7,8 - 7,9, suhu 27 - 28 °C dan
nitrit memliki kisaran nilai 0,18 – 0,2 mg/l. Kondisi air laut pada pembenihan
memiliki kisaran nilai yang sesuai dengan standar baku kualitas air.
Tahapan budi daya ikan badut meliputi persiapan wadah, pemeliharaan induk,
pemberian pakan induk, pengelolaan kualitas air, pemijahan induk, penetasan
telur, pemeliharaan larva, manajemen pemberian pakan larva ikan badut,
23
pemanenan larva ikan badut dan pemeliharaan benih. Induk ikan badut yang
sudah berjodoh dipelihara pada wadah akuarium berukuran 40 cm x 30 cm x 40
cm dilengkapi dengan tembikar dan anemon.
Ikan badut akan kehilangan kekebalan imun tubuhnya apabila dipisahkan dengan
anemon. Hal ini dikarenakan, total penggunaan oksigen ketika kedua hewan ini
disatukan melebihi jumlah total kadar oksigen yang mereka gunakan ketika
dipisahkan. Ketika ikan badut bergerak, gerakan sirip dan ekornya tersebut akan
menciptakan sirkulasi air bagi anemon. Dengan demikian, anemon mendapat lebih
banyak oksigen yang akan meningkatkan metabolisme dan pertumbuhan. Ikan
badut sering disebut sebagai anemone fish, hal ini dikarenakan keberadaan ikan
badut tidak dapat dipisahkan dengan anemon (Anggeni, 2020).
Pemijahan terjadi pada waktu siang hari dan pemijahan secara alami. Induk yang
akan memijah akan lebih sering membersihkan substrat. Pemijahan dilakukan
dengan induk jantan merangsang induk betina untuk mengeluarkan telur dengan
cara meliukkan badannya. Apabila induk betina sudah mengeluarkan telurnya
maka telur tersebut langsung ditempelkan ke substrat dan posisinya diatur, kemu-
dian dibuahi oleh induk jantan. Ikan badut memijah alami sebanyak 3 kali dalam
sebulan, dan jumlah telur yang dihasilkan bisa mencapai 300 – 2000 butir. Usia
ikan badut bisa mencapai 10 tahun, dan dapat bertelur sebanyak 72 kali hingga
Ikan badut merupakan ikan yang bersifat parental care. Induk jantan akan sangat
agresif menjaga telur diarea sekitar telur. Sedangkan induk betina menjaga telur
dari luar sarang, hal ini bertujuan agar telur terhindar dari serangan. Telur ikan
badut akan menetas setelah 7 – 8 hari. Telur yang tidak dibuahi akan berwarna
putih, sedangkan telur yang akan menetas akan berwarna silver dengan ditandai
adanya bintik mata. Larva yang menetas akan dibesarkan selama 21 hari di bak
fiber dengan kepadatan 1 - 3 ekor/liter. Didalam bak fiber diberi pemanas suhu
agar suhu air tetap terjaga. Suhu berkisar 28 - 32°C. Suhu optimum bagi
pemeliharaan ikan adalah berkisar 25 - 32°C.
24
Pakan memegang peranan yang penting dalam pertumbuhan pada stadia larva.
Untuk mendapatkan kualitas pertumbuhan larva yang optimal, pemberian pakan
memerlukan penanganan yang lebih serius agar tidak terjadi kematian yang tinggi.
Oleh sebab itu penyediaan pakan alami yang berkualitas dan mencukupi sangat
penting untuk pemeliharaan larva.
Pemeliharaan larva ikan badut dari D1 hingga D21 memiliki nilai tingkat
kelangsungan hidup sebesar 55%. Hal ini dikarenakan selama masa pemeliharaan,
terdapat larva yang mati hal tersebut dikarenakan karena padat tebat yang terlalu
tinggi. Selain itu, kualitas air yang optimum menjadi faktor yang penting pada
pertumbuhan dan kelangsungan hidup biota budidaya (Sari et al., 2014).
Pada pengamatan yang dilakukan di dapatkan data rata – rata pertumbuhan pan-
jang larva. Pengukuran 1 didapatkan rata – rata sebesar 0,2 cm, pengukuran 2
didapatkan rata – rata sebesar 0,4 cm, pengukuran 3 didapatkan rata – rata sebesar
0,6 cm, pengukuran 4 didapatkan rata – rata sebesar 0,9 cm dan pengukuran 5
didapatkan rata – rata sebesar 01,2 cm. Pertumbuhan panjang larva mengalami
peningkatan dengan rata – rata hasil akhir 1,4 cm. Ketersedian protein dalam
pakan dapat mempengaruhi pertumbuhan ikan. Hal ini dikarenakan protein
merupakan sumber energi dan nutrisi yang dibutuhkan oleh larva (Sari et al., 2014
25
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
5.2 Saran
28
DAFTAR PUSTAKA
Holtswarth J. N, San Jose S. B., Montes Jr. H. R., Morley J. W., dan Pinsky M. L.
2017. The Reproductive Seasonality and Fecundity of Yellowtail Clownfish
(Amphiprion clarkii) in the Philippines Bull. Mar.Sci. 93. 997-1007.
Sari, O.V., Boedi, H., dan Prijadi, S. 2014. Pengaruh Variasi Makanan Terhadap
Ikan Karang Nemo (Amphipron ocellaris) ditinjau dari Perubahan Warna,
Pertumbuhan dan Tingkat Kelulushidupan. Journal of Maquares. 3(3) :
134–14.
Setiawati, K. H., dan Gunawan. 2013. Pemeliharaan Larva Ikan Hias Balong
Padang (Premnas beaculeatus) dengan Pengkayaan Pakan Alami. Jurnal
Ilmu Teknologi Kelautan. 5(1): 47-53.
Setiawati, K.M., Gunawan, H.T., Yudha, J.H., Hutapea, K., dan Suarsana. 2012.
Pengaruh Shelter pada Pemeliharaan Benih Ikan Klon Biak (Amphiprion
percula) di Karamba Jaring Apung. Forum Inovasi Teknologi Akuakultur.
2: 79-85.
29
VI.LAMPIRAN
30
31
Dokumentasi Kegiatan Praktik Kerja Lapangan
No Gambar Keterangan
4 Kultur Artemia
32
Sarana dan Prasarana Pembenihan Ikan Badut (Amphiprion percula)
No Gambar Keterangan
1 Mesin Blower
2 Filter
3 Rombong
4 Kultur Artemia
33
5 Sterilisasi bak fiber menggunakan
kaporit
7 Skopnet
8 Planktonet
34
35