Disusun oleh:
Kelompok 8 (3B)
M. Randi Fadilah (1222080050)
Mia Salastri (1222080054)
Neng Mayila Mardothilah (1222080067)
Puji dan syukur kami panjatkan kepada kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat hidayah serta keberkah-Nya sehingga kami dapat menyusun
makalah ini dengan baik tanpa kendala apapun.
Pada kesempatan ini, kami juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr.
Hj. Cucu Zenab Subarkah, M.Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah Ilmu
Pendidikan Islam.
Makalah ini disusun bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas semester 3
mata kuliah Ilmu Pendidikan Islam yang berjudul "Dasar-Dasar Pendidikan
Islam".
Kami berharap makalah ini bisa bermanfaat bagi para pembaca. Kami
memohon maaf bila masih terdapat kekurangan dalam pengusunan makalah ini,
baik secara materi maupun dalam penyampaiannya. Kami juga menerima kritik dan
saran dari pembaca agar dapat membuat makalah dengan lebih baik lagi di
kesempatan berikutnya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
BAB I ...................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN .................................................................................................. 4
BAB II ..................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN ..................................................................................................... 6
KESIMPULAN ..................................................................................................... 35
iii
BAB I
PENDAHULUAN
4
2. Bagaimana analisis tafsir tarbawi (pendidikan nilai) dalam dasar-dasar
pendidikan Islam dapat digunakan sebagai pedoman?
3. Bagaimana mungkin dilakukan rekonsiliasi antara pendidikan Islam
tradisional dan pendidikan Barat yang sesuai dengan nilai-nilai universal
dan ajaran Islam?
4. Bagaimana realisasi maqashid syariah (tujuan-tujuan syariah) dapat
diintegrasikan dalam pendidikan Islam?
1.3 Tujuan
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
1. Dasar Preskriptif (Ideal)
7
Islam adalah enam dasar pendidikan Islam yang dikemukakan Sa'id Isma'il
'Ali:
a. Al-Qur'an
8
Pertama, Al-Qur'an adalah Undang-Undang Pembinaan
Manusia. Al-Qur'an merupakan kitab suci terakhir sehingga memuat
ringkasan pengajaran Ilahiyyah. Al-Qur'an juga memuat syariat yang
berlaku universal bagi seluruh manusia agar meraih kebahagiaan
dunia dan akhirat, serta menetapkan hukum dan arahan final yang
berlaku lintas ruang dan waktu.
9
d. Gaya bahasa yang keras dan lembut, digunakan sesuai konteks;
e. Gaya bahasa yang ditujukan pada akal dan hati sekaligus sehingga
menghimpun kebenaran sekaligus keindahan;
f. Gaya bahasa yang memadukan ironi sekaligus sarkasme. Jenis
uslub ini ditujukan kepada "musuh-musuh Allah Swt." sebagai
hinaan, semisal menyamakan mereka dengan binatang ternak;
g. Al-Qur'an tidak disusun sistematis dalam artian satu topik tidak
dibahas dalam satu tempat saja. Sistematika Al-Qur'an ibarat
sebuah taman yang tanaman, buah-buahan, dan bunganya tersebar
di berbagai penjuru sehingga dapat dimanfaatkan oleh manusia di
mana pun dia membacanya;
h. Gaya bahasa dapat menggambarkan realitas. Al-Qur'an sering
menggunakan ungkapan yang sesuai dengan realitas bangsa Arab
saat itu sehingga semakin mudah dipahami, semisal istilah-istilah
yang terkait dengan dunia perdagangan, mengingat banyak yang
berprofesi sebagai pedagang.
10
f. Tafaqquh (pemahaman mendalam), ada 20 ayat;
g. Tadzakkur (mengingat allah swt.), termasuk pemberdayaan akal
tingkat tinggi, setidaknya disebutkan 269 kali.
b. Al-Sunnah
11
Saya mendatangi Aisyah ra., lalu berkata: "Wahai Ummul
Mu'minin, mohon ceritakan kepadaku tentang akhlak Rasulullah Saw."
'Aisyah ra. menjawab: "Akhlak beliau adalah Al-Qur'an. Bukankah engkau
membaca firman Allah Azza wa Jalla, 'Sesungguhnya engkau -wahai Nabi
Muhammad Saw- berada di atas akhlak yang agung' (QS Al-Qalam [68]: 4)."
Saya berkata: "Sesungguhnya saya ingin hidup membujang." Aisyah ra.
menjawab: "Jangan berbuat demikian. Bukankah engkau membaca firman
Allah Azza wa Jalla, "Sesungguhnya pada diri Rasulullah itu ada suri teladan
yang baik bagi kalian' (QS Al-Ahzab [33]: 21), sedangkan Rasulullah Saw.
itu menikah dan memiliki anak". (HR Ahmad).
2) Peran biologis: Rasulullah Saw. berasal dari gen unggulan. Gen dari ayah
cenderung aktif, sedangkan gen dari ibu cenderung pasif. Implikasinya
adalah pendidikan Rasulullah Saw. bersifat seimbang. memadukan sikap
aktif seperti etos kerja keras dan sikap pasif seperti sikap pasrah.
12
3) Peran sebagai nabi dan rasul: (a) tabligh (sebagai penyampai). Dalam hal
ini, tugas Nabi Saw. adalah menyampaikan seluruh kandungan Risalah
Ilahi kepada umat manusia, agar pemikiran dan perilaku manusia selaras
dengan Risalah Ilahi; (b) bayan (penjelas). Dalam hal ini, tugas Nabi
Saw. adalah menjelaskan risalah Ilahi yang beliau terima; (c) tasyri'
(sumber syariat). Dalam hal ini, Nabi Saw. membuat syariat "baru" yang
berfungsi sebagai pelengkap. Misalnya, mengharamkan pernikahan
dengan saudara sepersusuan."
7) Jihad di jalan Allah Swt.: pada mulanya dakwah Nabi Saw. bersifat
damai; kemudian Allah Swt. mengizinkan perang. Perang dalam Islam
selalu dilandasi etika, terutama kasih sayang. Selain itu, perang pada era
Rasulullah Saw. bersifat Ghazwah, yaitu perang dengan model serangan
kilat dan semaksimal mungkin menghindari korban jiwa. Terbukti,
seluruh perang yang terjadi pada masa Rasulullah Saw. "hanya"
memakan korban jiwa pada kisaran 1.300-an saja. Oleh sebab itu, segala
13
tindak terorisme, tidak wajar dikait-kaitkan dengan ajaran Nabi Saw.
yang Rahmatan lil 'Alamin.
10) Pembinaan umat dan "negara": (1) pendirian masjid sebagai pusat
kegiatan; (2) menjalin ukhuwwah antarelemen umat, misalnya Piagam
Madinah; (3) membangun pasar dan jembatan sebagai sarana dan
prasarana peningkatan kesejahteraan sosial-ekonomi umat; (4) perluasan
area Islam ke seluruh Jazirah Arab. Wujudnya dalam pendidikan Islam
adalah lembaga pendidikan informal, formal, dan nonformal.
14
Demikian halnya Al-Qur'an dan al-Sunnah yang merupakan
sumber utama Islam-termasuk pendidikan Islam- tentu membutuhkan
penjelasan dari para sahabat yang pertama kali menerima ajaran Al-
Qur'an dan al-Sunnah, serta mengetahui seluk-beluk yang
mengitarinya. Jika demikian, wajar jika perkataan dan perbuatan para
sahabat dijadikan sebagai dasar acuan dalam memformulasikan
pendidikan Islam. Selain itu, bila Rasulullah Saw. berposisi sebagai
pendidik pertama yang paling agung bagi umat Muslim, sudah pasti
pendidikan beliau membekas ke dalam jiwa raga para sahabat yang
merupakan murid beliau. Dengan demikian, para sahabat dapat
dijadikan sebagai suri teladan dalam konteks pendidikan Islam.
15
pendapat sahabat yang saya kehendaki. Saya tidak akan keluar dari
pendapat mereka (dan beralih) pada pendapat selain mereka.
16
ditujukan pada kemaslahatan umat Muslim secara khusus, dan umat
manusia secara umum. Hingga muncul suatu kaidah fikih yang
berbunyi:
ْ ِبا ْل َم
صلَ َح ِِة منوط اإلمام تصرف
17
Agar Mashalih al-Ijtima'iyyah semakin optimal sebagai dasar
pendidikan Islam, perlu diperhatikan beberapa faktor berikut:
Pertama, kebebasan individu harus dibatasi, demi kemaslahatan
publik; dan individu diseru untuk berpartisipasi menciptakan
kemaslahatan publik Kedua, memerhatikan arah perubahan sosial-
masyarakat, seperti jenis profesi, aktivitas ekonomi dan peran sosial.
Ketiga, ada hukuman demi menjaga kemaslahatan."
18
budaya terpuji yang populer dengan sebutan "peradaban". Korupsi
adalah contoh budaya, sedangkan literasi (baca-tulis) adalah contoh
peradaban.
19
bersifat dinamis sehingga berbeda dengan produk binatang yang
bersifat statis. Misalnya, bentuk rumah binatang sejak dahulu
hingga sekarang tetap sama, tetapi bentuk rumah manusia selalu
mengalami perubahan dari masa ke masa. 5) Kontinuitas, artinya
peradaban merupakan warisan masyarakat yang diwariskan secara
terus-menerus dari satu generasi ke generasi lainnya. Oleh sebab
itu, suatu peradaban telah melalui waktu yang panjang sehingga
menjelma menjadi adat istiadat atau kepercayaan yang berlaku di
masyarakat.
20
11) Penyebaran, artinya peradaban mengalami penyebarluasan dari
satu tempat ke tempat lain sehingga menjadi populer di kalangan
masyarakat yang lain.
21
Sa'id Isma'il 'Ali mengemukakan bahwa pemikiran islami telah
menyaksikan para filsuf yang memberikan sumbangsih terhadap
pendidikan. Terbukti secara nyata ada filsuf yang meninggalkan
pemikiran pendidikan secara eksplisit maupun implisit. Banyak
pemikiran yang sebaiknya difungsikan sebagai dasar pendidikan
Islam. Mulai dari pemikiran filsuf murni, seperti al-Kindi, al-Farabi,
dan Ibnu Sina; pakar akidah (matakallimun), seperti Asy'ariyah dan
Mu'tazilah; sufi, seperti Ibnu Arabi, al-Suhrawardi; dan ahli fikih
(fuqaha"), seperti Imam Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hambali.
1) Filsafat Islami
22
b. interelasi antara jasad dan roh sehingga memunculkan konsep
akal praktis ('amali) dan akal teoretis (nazhari), serta
pengetahuan fithriyyah dan muktasabah;
c. konsep pendidikan akhlak;
d. penjenjangan dalam pendidikan; dan
e. kode etik guru.
a. metode eksperimen;
b. pentingnya ilmu manhtig (logika);
c. metode kisah dalam skala luas; dan
d. keniscayaan adanya guru.
2) Ilmu Kalam (Akidah)
23
3) Ilmu Tasawuf
24
Konklusinya, Al-Qur'an dan al-Sunnah menyeru umat
Muslim untuk memberdayakan akal yang menghasilkan aneka
jenis pemikiran islami. Secara teoretis, dinamika ruang dan waktu
mengharuskan pakar pendidikan Islam untuk selalu memperbarui
pemikiran kependidikan Islam agar sesuai dengan situasi dan
kondisi yang melingkupi. Secara praktis dan historis, para filsuf,
ahli kalam, sufi dan ahli fikih, telah memberi kontribusi pemikiran
yang berguna bagi pendidikan Islam pada tataran teoretis maupun
praktis.
25
perkembangan IPTEK, perlu diakomodasi oleh pendidikan, semisal ke
dalam bahan ajar." Tampaknya, poin kelima ini perlu ditambah dengan
seni sehingga menjadi IPTEKS (Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan
Seni), sebagaimana yang dianjurkan oleh sejumlah pakar. Apalagi zaman
sekarang ini sudah banyak teori dan praktik pendidikan Islam yang
melibatkan seni di dalamnya. Misalnya, seni musik, kaligrafi, arsitektur,
seni lukis, fotografi, teater, dan sebagainya.
26
Artinya : Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah air
di lembah-lembah menurut ukurannya, maka arus itu membawa buih yang
mengambang Dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk
membuat perhiasan atau alat-alat, ada (pula) buihnya seperti buih arus itu.
Demikianlah Allah membuat perumpamaan (bagi) yang benar dan yang bathil.
Adapun buih itu akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada harganya; adapun
yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi. Demikianlah
Allah membuat perumpamaan-perumpamaan (QS Al-Ra'd [13]: 17).
Nilai-Nilai Pendidikan
27
c) Lembah ukuran sedang. Orang yang memahami Al-Qur'an melalui
ingatan (dzikr) berupa tulisan maupun hafalan (QS Al-Hijr [15]: 9),
merenungkan maknanya melalui tadabbur (QS Muhammad [47]: 24).
mempelajari kandungannya melalui tadarus (QS Al-Qalam [68]: 37).
memahaminya sesuai kemampuan melalui tafsir atau ta'wil (QS Ali
'Imran [3]: 7)
d) Lembah ukuran besar. Orang yang mengamalkan Al-Qur'an melalui
pembacaan di hadapan orang lain atau tilawah (QS Al-Naml [27]: 92),
mengajarkan Al-Qur'an kepada orang lain atau ta'lim (QS Al-Baqarah
[2]: 151), dan menjadikan Al-Qur'an sebagai pedoman hidup atau
hidayah (QS Al-Isra' [17]:9)
e) Lembah ukuran paling besar. Orang yang membiasakan pengamalan
Al-Qur'an secara utuh (komprehensif), sehingga menjadi akhlak atau
karakter pribadi (living Qur'an). Sebagaimana Nabi Saw. yang
diapresiasi Sayyidah 'Aisyah ra.: "Akhlak beliau adalah Al-Qur'an"
(HR Ahmad).
Keempat, lima golongan itu seperti air hujan yang mengairi tanah
kemudian menanam berbagai tanaman yang dapat diambil manfaatnya,
antara lain Al-Quran sebagai pemberi syafaat (penolong) dan hujjah
(pendebat) di dunia.
Kelima, aliran air hujan pasti disertai buih yang mengapung dan
hanyut bersamanya. Airnya tetap dan bermanfaat, namun buihnya hilang
dan minim manfaat. Sama halnya dengan proses pembuatan perhiasan
melalui pemanasan logam dalam api, lalu terpilah menjadi dua bagian: (a)
logamnya menjadi perhiasan bermanfaat; (b) buihnya menjadi tahi logam
yang minim manfaat.
Keenam, dalam konteks Al-Qur'an, yang tergolong "buih" antara lain:
a) Melalaikan Al-Qur'an (QS Yusuf [12]: 3), seperti mengoleksi
mushaf Al-Qur'an sebagai aksesoris dan tidak dibaca
28
b) Menjauh dari Al-Qur'an (QS Al-Isra' [17]: 41), seperti "risih"
mendengar bacaan Al- Qur'an, bahkan menilainya sebagai "polusi
suara";
c) Mengacuhkan Al-Qur'an (QS Al-Furqan [25]: 30), tidak mau
mendirikan salat, zakat, puasa Ramadan dan haji saat mampu,
meskipun Al-Qur'an memerintahkan semua itu;
d) Membagi-bagi Al-Qur'an sesuai selera pribadi (QS Al-Hijr [15]:
90-91), seperti menerima ajaran Al-Qur'an yang dinilai
menguntungkan (bisnis hijab) dan menolak ajaran Al- Qur'an yang
dinilai merugikan (larangan riba);
e) Membantah Al- Qur'an (QS Al-Kahfi [18]: 54), seperti memprotes
ajaran Al-Qur'an yang dinilai tidak relevan dengan tuntutan
zaman;
f) Mengingkari Al-Qur'an (QS Al-Isra' [17]: 89), seperti orientalis
yang menilai Al- Qur'an adalah bid'ah dari Perjanjian Lama
(Taurat) dan Perjanjian Baru (Injil);
g) Memprovokasi orang lain agar mengabaikan Al-Qur'an (QS
Fushshilat [41]: 26), seperti mengajak masyarakat berdemo
menolak poligami yang diperbolehkan Al-Qur'an (QS Al-Nisa'
[4]: 3): atau berdemo mendukung legalisasi LGBT dan narkotika
yang diharamkan Al-Qur'an (QS Al-A'raf [7]: 80-81; QS Al-
Ma'idah [5]: 90).
29
perubahan ruang dan waktu. Misalnya saja Al-Quran yang mewajibkan
membaca (QS Al-Alaq [96): Pertama). Ini adalah kewajiban yang berlaku
bagi umat Islam di mana pun dan kapan pun.
30
sama, pentingnya hadis sebagai sumber utama pendidikan Islam yang kedua
juga dapat dilihat melalui tiga peran utamanya:
31
Hadits; antara ayat Al-Qur'an dan Hadits; atau antara ayat-ayat Al-Quran
dan Hadits yang berdimensi transendental dan pendekatan rasional dan
empiris yang berdimensi sekuler, menjadikan teori dan praktik pendidikan
Islam berdimensi ganda.
32
dengan hasil itihad para ahli Islam – seperti ibadah yang menjadi tujuan
utama pendidikan Islam – maupun hasil itihad non Islam – seperti
penggunaan Taksonomi Bloom (kognitif, afektif, psikomotor) dalam
penilaian pendidikan Islam. Oleh karena itu, teori dan praktik pendidikan
Islam itu eksklusif dan inklusif.
33
Jtihad memahami Al-Qur'an dan Sunnah juga tergolong Hifzh al-
'Aql. Misalnya Tafsir Tarbawi dan Hadis Tarbawi yang merupakan produk
itihad terhadap Al-Qur'an dan Sunnah dari sudut pandang pendidikan Islam.
34
BAB III
KESIMPULAN
35
DAFTAR PUSTAKA
Abdur Rahman Saleh Abdullah, 1991. Landasan dan Tujuan Pendidikan Menurut
Al-Quran. Bandung: CV. Dipenogoro, hlm. 102-105.
Aly Said Ismail, 2007. Ushul At-Tarbiyah Al-Islamiyah. Kairo: Dar Assalam.
Ramayulis, 2002. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia, hlm. 121.
Sa’id Isma’il Ali, 1992. al-Ushul al-Islamiyyah li al-Tarbiyyah. Kairo, Dar al-Fikr
al-Arabi.
36