Anda di halaman 1dari 74

PROPOSAL

HUBUNGAN SELF EFFICACY DENGAN KEPATUHAN


MINUM OBAT PADA PENDERITA HIPERTENSI
DI UPT PUSKESMAS JEKAN RAYA

(PENELITIAN KORELASIONAL)

OLEH :
FORDIANUS CANDY
NIM : 2019.C.11a.1010

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN 2023
PROPOSAL

HUBUNGAN SELF EFFICACY DENGAN KEPATUHAN


MINUM OBAT PADA PENDERITA HIPERTENSI
DI UPT PUSKESMAS JEKAN RAYA

Dibuat Sebagai Syarat Dalam Menempuh Ujian Sidang Proposal Dan


Melanjutkan Penelitian Pada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap

OLEH :
FORDIANUS CANDY
NIM : 2019.C.11a.1010

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN 2023

ii
SURAT PERNYATAAN
KEASLIAN KARYA TULIS DAN BEBAS PLAGIASI

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:


Nama : Fordianus Candy
NIM : 2019.C.11a.1010
Program Studi : Sarjana Keperawatan
Judul Proposal : Hubungan Self Efficacy Dengan Kepatuhan Minum
Obat Pada Penderita Hipertensi Di UPT Puskesmas
Jekan Raya
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa proposal tersebut secara
keseluruhan adalah murni karya saya sendiri, bukan dibuat oleh orang lain,
baik sebagian maupun keseluruhan, bukan plagiasi atau keseluruhan dari
karya tulis orang lain, kecuali pada bagian-bagian yang dirujuk sebagai sumber
pustaka sesuai dengan aturan penulisan yang berlaku.
Apabila di kemudian hari didapat bukti bahwa proposal saya tersebut
merupakan hasil karya orang lain, dibuat oleh orang lain baik sebagian maupun
keseluruhan dan/atau plagiasi karya orang lain, saya sanggup menerima sanksi
peninjauan kembali kelulusan saya, pembatalan kelulusan, pembatalan dan
penarikan ijazah saya.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sungguh-sungguh dan tanpa
paksaan dari pihak manapun. Atas perhatiannya disampaikan terima kasih.

Palangka Raya, Mei 2023


Yang menyatakan,

FORDIANUS CANDY
NIM. 2019.C.11a.1010

LEMBAR PERSETUJUAN

iii
Judul : Hubungan Self Efficacy Dengan Kepatuhan Minum Obat
Pada Penderita Hipertensi Di UPT Puskesmas Jekan Raya
Nama : Fordianus Candy
Nim : 2019.C.11a.1010

Proposal ini telah disetujui untuk diuji


Tanggal, Mei 2023

Pembimbing I Pembimbing II,

(Dra.Mariaty Darmawan., MM.) (Suryagustina, Ners.,M,Kep.)

PENETAPAN PANITIA PENGUJI PROPOSAL

iv
Judul : Hubungan Self Efficacy Dengan Kepatuhan Minum Obat
Pada Penderita Hipertensi Di UPT Puskesmas Jekan Raya
Nama : Fordianus Candy
Nim : 2019.C.11a.1010

Proposal ini Telah Diuji dan Disetujui Oleh Tim Penguji


Pada Tanggal, 2023

PANITIA PENGUJI

Ketua :

Anggota I : Dra. Mariaty Darmawan, MM

Anggota II : Suryagustina, Ners.,M,Kep

Mengetahui,
KPS Sarjana Keperawatan,

(Meilitha Carolina, Ners., M.Kep.)

PENGESAHAN PROPOSAL

v
Judul : Hubungan Self Efficacy Dengan Kepatuhan Minum Obat
Pada Penderita Hipertensi Di UPT Puskesmas Jekan Raya
Nama : Fordianus Candy
Nim : 2019.C.11a.1010

Proposal Ini Telah Diuji dan Disetujui Oleh Tim Penguji


Pada Tanggal, 2023

TIM PENGUJI

Ketua :

Anggota I : Dra. Mariaty Darmawan, MM

Anggota II : Suryagustina, Ners.,M,Kep

Mengetahui,

Ketua Ketua Program Studi


STIKES Eka Harap Sarjana Keperawatan

(Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes.) (Meilitha Carolina, Ners., M.Kep.)

vi
MOTTO

“Jika anda menghabiskan terlalu banyak waktu memikirkan


sesuatu, anda tidak akan pernah menyelesaikan nya. Buat
setidaknya satu gerakan yang pasti setiap hari menuju tujuan
anda ”

vii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat
dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal yang berjudul
“Hubungan Self Efficacy Dengan Kepatuhan Minum Obat Pada Penderita
Hipertensi Di UPT Puskesmas Jekan Raya” tepat pada waktunya. Penulisan
proposal ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada.
1) Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes, selaku Ketua STIKES Eka Harap
yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulis untuk
mengikuti dan menyelesaikan Pendidikan Sarjana Keperawatan.
2) Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep, selaku Ketua Program Studi Sarjana
Keperawatan sekaligus sebagai ketua penguji yang telah memberikan
dukungan, membimbing dan memberi saran dalam menyelesaikan proposal ini.
3) Ibu Dra. Mariaty Darmawan., MM selaku Penguji I yang telah memberikan
saran dan bimbingan dalam penyelesaian proposal ini, sehingga proposal ini
bisa diselesaikan tepat pada waktunya
4) Ibu Dra. Mariaty Darmawan.,. Selaku Pembimbing I yang telah memberikan
dukungan dan bimbingnan dalam penyelesaian proposal ini, sehingga Proposal
ini bisa diselesaikan tepat pada waktunya
5) Ibu Suryagustina Ners., M.Kep, pembimbing II yang membantu, bersedia
membagikan ilmunya dan membimbing serta mengarahkan saya dalam
pembuatan proposal ini, sehingga proposal ini dapat diselesaikan tepat pada
waktunya.
6) selaku Kepala Puskesmas Jekan Raya yang telah memberikan kesempatan dan
fasilitas kepada penulis dalam penyelesaian proposal ini, sehingga Proposal ini
bisa diselesaikan tepat pada waktunya.
7) Teruntuk Kedua orang tua, saudara kandung dan seluruh keluarga, yang selalu
mendukung, memberikan perhatian, dan selalu memberikan dorongan do’a

viii
selama penulis menempuh pendidikan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka
Harap Palangka Raya.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan dan penyusunan proposal ini
banyak terdapat kekurangan, tetapi penulis sudah berusaha untuk dapat
menyajikan yang terbaik, maka kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat diharapkan untuk kesempurnaan proposal ini.

Palangka Raya, Mei 2023

Penulis

ix
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN SAMPUL DALAM..........................................................................ii
HALAMAN BEBAS PLAGIASI.........................................................................iii
HALAMAN PERSETUJUAN.............................................................................iv
HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI...............................................v
HALAMAN PENGESAHAN...............................................................................vi
HALAMAN MOTTO..........................................................................................vii
HALAMAN KATA PENGANTAR..................................................................viii
HALAMAN DAFTAR ISI....................................................................................ix
HALAMAN DAFTAR TABEL...........................................................................xi
HALAMAN DAFTAR BAGAN.........................................................................xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................4
1.3 Tujuan Penelitian............................................................................................5
1.4 Manfaat Penelitian..........................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Self Efficacy.............................................................................7
2.2 Konsep Dasar Kepatuhan.............................................................................16
2.3 Konsep Dasar Hipertensi..............................................................................20
2.4 Kerangka Konsep..........................................................................................31
2.5 Hipotesis ......................................................................................................32
2.6 Penelitian Terkait..........................................................................................33
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian..........................................................................................35
3.2 Kerangka Kerja.............................................................................................35
3.3 Definisi Operasional.....................................................................................37
3.4 Variabel Penelitian .......................................................................................39
3.5 Waktu dan Tempat Penelitian.......................................................................39
3.6 Populasi, Sampel dan Sampling....................................................................40
3.7 Pengumpulan Data dan Analisa Data............................................................41
3.8 Etika Penulisan..............................................................................................48
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

x
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 3.1 Definisi Operasional Hubungan Self Efficacy Dengan
Kepatuhan Minum Obat Pada Penderita Hipertensi Di UPT 38
Puskesmas Jekan Raya …………………………...

xi
DAFTAR BAGAN

Hal

Bagan 2.1 Kerangka Konsep Hubungan Self Efficacy Dengan Kepatuhan


Minum Obat Pada Penderita Hipertensi Di UPT Puskesmas 31
Jekan Raya …………………………….

Bagan Kerangka Kerja Hubungan Self Efficacy Dengan Kepatuhan


3.1 Minum Obat Pada Penderita Hipertensi Di UPT Puskesmas 36
Jekan Raya ……………………………

xii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit hipertensi (hypertension) adalah suatu keadaan dimana seseorang
mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal yang ditunjukkan oleh
angka systolic (bagian atas) dan angka diastolic (bawah) pada pemeriksaan tensi
darah menggunakan alat pengukur tekanan darah baik yang berupa cuff air raksa
(sphygmomanometer) ataupun alat digital lainnya (Herlambang, 2013).
Ketidakpatuhan terhadap pengobatan anti-hipertensi menjadi salah satu penyebab
kurangnya pengendalian tekanan darah. Keyakinan pasien terhadap pengobatan
menjadi faktor penentu perilaku kesehatan serta sejauh mana kepatuhan pasien
terhadap pengobatan (Kawulusan et al, 2019). Self efficacy merupakan
kepercayaan yang dimiliki seseorang dalam melakukan suatu aktivitas serta
mempercayai untuk tetap melakukannya meskipun adanya hambatan dalam
pencapaian suatu tujuan (Peters et al., 2017). Seorang pasien dengan Self efficacy
yang baik memiliki kesempatan memperlihatkan dua kali lebih baik terhadap
kepatuhan dalam minum obat apabila dibandingkan pasien dengan Self efficacy
yang kurang (Novitasari, 2017). Keberhasilan pengobatan pada penderita
hipertensi dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah kepatuhan
dalam mengomsumsi obat, sehingga pasien hipertensi dapat mengendalikan
tekanan darah dalam batas normal. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan
minum obat yaitu usia, jenis kelamin, pengetahuan, tingkat pendidikan,
keyakinan, pekerjaan, motivasi, dukungan keluarga, dukungan tenaga kesehatan,
(Amila, et al., 2018). Sedangkan menurut penelitian (Kawulusan et al., 2019)
mengatakan bahwa faktor yang mempengaruhi kepatuhan minum obat salah
satunya ialah faktor pasien itu sendiri.
Menurut data Health Organization (WHO) dan the International Society of
Hipertension (ISH) tahun 2018, saat ini terdapat 600 juta penderita hipertensi
diseluruh dunia, dan 3 juta diantaranya, meninggal dunia setiap tahunnya. WHO
memperkirakan pada tahun 2025 terjadi kenaikan kasus hipertensi sekitar 80 %,
pada tahun 2000 dari 639 juta kasus menjadi 1,5 milyar kasus pada tahun 2025

1
2

terjadi di negara berkembang termasuk indonesia (Mathavan dan Pinalth, 2017).


Berdasarkan data dari Riskesdas 2018 menyatakan prevalensi hipertensi
berdasarkan hasil pengukuran pada penduduk usia ≥18 tahun sebesar 34,1%,
tertinggi di Kalimantan Selatan (44.1%), sedangkan terendah di Papua sebesar
(22,2%). Estimasi jumlah kasus hipertensi di Indonesia sebesar 63.309.620 orang,
sedangkan angka kematian di Indonesia akibat hipertensi sebesar 427.218
kematian. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Tengah
pada tahun 2021 penderita Hipertensi di Kalimantan Tengah yaitu sebanyak
472.618 penderita (Profil Dinkes Provinsi Kal-Teng, 2021). Kunjungan penderita
hipertensi di Kota Palangka Raya dalam 5 tahun terakhir menunjukan peningkatan
yang cukup tajam. Pada tahun 2021 dilaporkan estimasi penderita hipertensi
sebesar 81.000 pada usia ≥15 tahun dan hanya 18,64% mendapatkan pelayanan
kesehatan sesuai standar . Tahun 2020 dilaporkan estimasi penderita hipertensi
sebesar 26.407 pada usia ≥15 tahun dan hanya 48,24% mendapatkan pelayanan
kesehatan sesuai standar. Tahun 2019 dilaporkan estimasi penderita hipertensi
mencapai 27.639 pada usia ≥15 tahun dan hanya 57,27% mendapatkan pelayanan
kesehatan (Profil Kesehatan Kota Palangka Raya, 2021). Berdasarkan hasil survey
pendahuluan Di UPT Puskesmas Jekan Raya pada tanggal 22 Mei didapatkan data
penderita Hipertensi tahun 2020 berjumlah 913 orang, tahun 2021 berjumlah 788
orang dan tahun 2022 berjumlah 805 orang, tahun 2023 sampai dengan Mei
berjumlah 203 orang (Program PTM UPTD Puskesmas Jekan Raya 2023).
Berdasarkan hasil wawancara pada pasien Hipertensi dengan menggunakan
pertanyaan yang tertera dikuesioner dari 8 responden, 5 responden (73%) yang
memiliki keyakinan diri atau self efficacy kurang terhadap penyakit yang diderita,
dan terdapat 3 responden (27%) yang memiliki keyakinan diri atau self efficacy
baik terhadap penyakit yang diderita.
Fenomena yang terjadi di lapangan pada pasien Hipertensi yang kontrol di
UPT Puskesmas Jekan Raya ditemukan masalah yang terjadi yaitu masih
kurangnya Self efficacy atau keyakinan diri sehingga mempengaruhi rutinitas
penderita Hipertensi dalam mengkonsumsi obat. Kurangnya Self efficacy pada
penderita menyebabkan penderita beranggapan minum obat tidak harus rutin dan
ketika tekanan darah sudah kembali normal, maka penderita cenderung
3

menganggap kesembuhannya permanen. Penderita hipertensi mengalami tingkat


kejenuhan dan kebosanan dengan terapi yang sedang dijalankan, terkadang tidak
jarang penderita hipertensi menjadi tidak patuh dalam pengobatan, tidak memiliki
keyakinan dalam perawatan yang baik sehingga menimbulkan komplikasi yang
lebih lanjut (Ninda Ayu, 2021). Self efficacy atau keyakinan diri pada seseorang
dapat menjadi faktor penentu untuk meningkatkan kemampuan dalam mengubah
perilaku seseorang dan akan mempengaruhi bagaimana seseorang berpikir,
merasa, memotivasi diri sendiri dan bertindak (Ninda Ayu, 2021). Ketidakpatuhan
terhadap pengobatan anti hipertensi menjadi salah satu penyebab kurangnya
pengendalian tekanan darah (Tomaszewski, et al., 2014). Faktor yang
mempengaruhi kepatuhan salah satunya ialah faktor pasien itu sendiri (patient
related factor) (Kawulusan, et al., 2019). Tanpa minum obat sesuai resep, pasien
tidak akan mendapat manfaat dari obat tersebut pada akhirnya ketidakpatuhan
menyebabkan peningkatan masalah kesehatan salah satunya komplikasi hipertensi
(Kawulusan, et al., 2019). Penyakit hipertensi adalah penyakit yang memerlukan
penanganan yang lebih serius untuk mengatasi terjadinya komplikasi atau
beberapa penyakit lain apabila tidak di kendalikan seperti Stroke, kerusakan
ginjal, dan serangan jantung. kepatuhan dalam pengobatan hipertensi bisa terlihat
dari kerajinan penderita hipertensi dalam mengambil obat sesuai dengan jadwal
yang telah di tentukan, obat yang dikonsumsi setiap hari, dan obat yang habis
tepat pada waktunya. (Toulasik, 2019). Penyakit Hipertensi seringkali tidak
memperlihatkan gejalanya sehingga disebut pembunuh diam- diam atau (the silent
of the death) dan mampu merusak fungsi-fungsi dari organ tubun terutama organ-
organ vital seperti jantung, ginjal, dan mata serta mampu menjadi pemicu dari
beberapa penyakit diantaranya stroke, diabetes dan gagal ginjal. (Sutriyawan dan
Anyelir, 2019)
Berdasarkan masalah dan dampak yang terjadi di UPT Puskesmas Jekan
Raya tersebut maka peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan
melakukan pemeriksaan dan monitoring tekanan darah dan sebagai edukator yaitu
dengan memberikan pendidikan kesehatan kepada penderita hipertensi agar dapat
meningkatkan Self efficacy agar patuh minum obat sesuai dosis dan waktu yang
dianjurkan oleh dokter. Menurut konsensus Pencegahan dan Pengendalian
4

Hipertensi di Indonesia penatalaksanaan Hipertensi mendapatkan pelayanan


sesuai standar yaitu: pemeriksaan dan monitoring tekanan darah, edukasi/
pendidikan kesehatan untuk perubahan gaya hidup (diet seimbang, istirahat yang
cukup, aktivitas fisik, dan kelola stress), dan intervensi farmakologis (Kemenkes,
Manajemen Program Pencegahan dan Pengendalian Hipertensi 2018). Maka salah
satu strategi untuk membantu terapi medis untuk penderita hipertensi harus
memiliki keyakinan diri atau Self efficacy karena seorang pasien dengan Self
efficacy yang baik memiliki kesempatan memperlihatkan dua kali lebih baik
terhadap kepatuhan dalam minum obat apabila dibandingkan pasien dengan Self
efficacy yang kurang. Pikiran pasien terkait penyakit yang diderita dan proses
pengobatan dengan disertai kepercayaan pasien tentang pengobatan yang
dijalankannya dapat menjadi suatu hal yang memfaktori perilaku kesehatan
sebagaimana pasien patuh terhadap proses pengobatan. Berdasarkan masalah di
atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Hubungan
Self Efficacy Dengan Kepatuhan Minum Obat Pada Penderita Hipertensi Di UPT
Puskesmas Jekan raya.

1.2 Rumusan Masalah


Hipertensi merupakan keadaan dimana tekanan darah meningkat, yang
terjadi terus menerus dan lebih dari batas normal. Ketidakpatuhan terhadap
pengobatan anti-hipertensi menjadi salah satu penyebab kurangnya pengendalian
tekanan darah. Keyakinan pasien terhadap pengobatan menjadi faktor penentu
perilaku kesehatan serta sejauh mana kepatuhan pasien terhadap pengobatan Jika
tekanan darah dibiarkan tidak terkontrol maka komplikasi dari peningkatan
tekanan darah seperti pada, penyakit pembuluh darah perifer, penyakit gangguan
penglihatan, penyakit gagal jantung dan stroke. Berdasarkan latar belakang
tersebut maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu “Bagaimana Hubungan
Self Efficacy Dengan Kepatuhan Minum Obat Pada Penderita Hipertensi Di UPT
Puskesmas Jekan Raya?”
5

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
Hubungan Self Efficacy Dengan Kepatuhan Minum Obat Pada
Penderita Hipertensi Di UPT Puskesmas Jekan Raya.
1.3.2 Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini meliputi:
1.3.2.1 Mengidentifikasi Self Efficacy pada penderita Hipertensi Di UPT
Puskesmas Jekan Raya.
1.3.2.2 Mengidentifikasi kepatuhan minum obat pada penderita Hipertensi Di
UPT Puskesmas Jekan Raya.
1.3.2.3 Menganalisis Hubungan Self Efficacy Dengan Kepatuhan Minum Obat
Pada penderita Hipertensi Di UPT Puskesmas Jekan Raya.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan
mengenai pentingnya kepatuhan minum obat pada penderita Hipertensi serta
dapat dijadikan acuan atau referensi dalam penelitian selanjutnya.
1.4.2 Praktis
1.4.2.1 Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
Diharapkan dapat membantu pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam bidang keperawatan komunitas khususnya terkait
Kepatuhan Minum Obat Pada Penderita Hipertensi.
1.4.2.2 Mahasiswa
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan atau bahan dalam
pembelajaran tentang Kepatuhan Minum Obat Pada Penderita Hipertensi,
sehingga mahasiswa bisa meningkatkan pendidikan kesehatan tentang
Pentingnya Kepatuhan Minum Obat Pada Penderita Hipertensi baik
dalam proses pendidikan maupun ketika terjun di lahan praktik sehingga
mampu meningkatkan Self Efficacy Dengan Kepatuhan Minum Obat
Pada Penderita Hipertensi.
6

1.4.2.3 Tempat Penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan dalam meningkatkan
pelayanan keperawatan dengan memberikan pendidikan kesehatan tentang
pentingnya self efficacy dengan kepatuhan minum obat pada penderita
Hipertensi.
1.4.2.4 Akademik
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan data dasar untuk
mengembangkan penelitian lebih lanjut terkait Self Efficacy Dengan
Kepatuhan Minum Obat Pada Penderita Hipertensi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Self Efficacy


2.1.1 Definisi Self Efficacy

Self efficacy menurut (Sukmaningsih et al., 2020) merupakan kepercayaan


seseorang terhadap kemampuan yang dimiliki ketika menjalani suatu tugas dan
kekuatan dalam meyakinkan diri atau meningkatkan kepercayaan diri terhadap
perilaku sehat. Peningkatan kepercayaan dalam suatu kinerja bisa diciptakan
dengan menerapkan Self efficacy yang tinggi pada diri seseorang, terutama saat
dihadapkan suatu kondisi, timbul rasa yakin pada dirinya bahwa mampu atau
tidak mampu dalam mengatasinya. Semua keyakinan terhadap kemampuannya
berhubungan dengan Self efficacy (Lianto, 2019).
Self efficacy merupakan kemampuan individu terhadap keyakinan yang
dianut untuk bertindak dan berperilaku spesifik, efikasi diri yang tinggi
mendorong pembentukan pola pikir untuk mencapai outcome expectancy. Self
efficacy merupakan suatu bentuk dari perilaku kesehatan yang terbentuk didalam
diri individu yang dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor dari luar dan
dari dalam diri individu yang bersangkutan (Rias, 2017).
Individu dengan self efficacy yang tinggi akan percaya bahwa mereka
mampu untuk melakukan sesuatu yang dapat mengubah kejadian-kejadian
disekitarnya, sedangkan individu yang memiliki efikasi diri yang rendah akan
menganggap dirinya tidak mampu untuk mengerjakan segala sesuatu kejadian
yang ada disekitarnya. Dalam situasi tersulit, individu dengan self efficacy yang
rendah akan cenderung mudah menyerah dalam menghadapi berbagai perihal.
Sementara individu dengan efikasi diri yang tinggi akan berusaha lebih keras
untuk mengatasi tantangan yang ada (Jayanti, 2018).
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa self efficacy merupakan
keyakinan diri setiap individu dalam mencapai suatu tujuan yang ingin dicapai
dengan melalui berbagai cara yang mendukung dan dapat dilakukan oleh individu

7
8

tersebut. Self efficacy juga dapat mempengaruhi kemampuan yang dimiliki oleh
setiap individu dalam mengatasi atau menjalani suatu tujuan.

2.1.2 Proses Pembentukan Self Efficacy


Self efficacy atau Efikasi diri terbentuk melalui 4 proses yaitu kognitif,
motivasional, afektif dan selektif yang berlangsung sepanjang kehidupan dengan
menyertakan pengaruh dalam fungsi tersebut (Bandura, 1997 dalam Iskandar,
2014), yaitu:
2.1.2.1 Proses Kognitif
Individu akan melakukan proses berfikir terlebih dahulu sebelum
bertindak. Individu dengan efikasi diri akan cenderung memiliki pola pikir
mendorong untuk melakukan dan mempertahankan perilaku. Individu
dengan efikasi diri tinggi cenderung memiliki kemampuan perilaku yang
sesuai dengan harapan dan mempunyai komitmen kuat dalam menjaga dan
mempertahankan perilaku tersebut.
Bandura dalam Iskandar menyebutkan bahwa pengaruh self
efficacy pada proses kognitif seseorang sangat bervariasi. Pertama,
individu dengan Self efficacy yang kuat akan mempunyai cita-cita yang
tinggi, mengatur rencana, berkomitmen pada dirinya mempengaruhi tujuan
pribadinya agar mampu tercapai secara optimal. Kedua, individu dengan
self efficacy yang kuat telah menyiapkan langkah-langkah dalam
mengantisipasi kegagalan yang akan terjadi. Komponen fungsi kognitif
diantaranya adalah adanya perasaan dan penilaian subjektif, cenderung
bertindak, dan regulasi emosi.
2.1.2.2 Proses Motivasional
Individu termotivasi secara langsung oleh efikasi diri. Individu
dengan efikasi diri tinggi akan membentuk motivasi besar dalam dirinya
untuk melakukan suatu hal. Individu yang telah termotivasi akan
merumuskan berbagai usaha dalam proses pencapaian perilaku.
9

Self efficacy mendukung motivasi dalam berbagai cara dan


menentukan tujuan-tujuan yang diciptakan individu bagi dirinya sendiri
dengan seberapa besar ketahanan individu terhadap kegagalan. Motivasi
sangat berperan dalam menentukan tingkah laku dan terhadap proses
dimana motif-motif yang dipelajari diperoleh (Calvin & Garder, 2012).
2.1.2.3 Proses Afektif
Efikasi diri memiliki peran penting dalam pengaturan kondisi
efektif. Efikasi diri menjabarkan tentang kemampuan koping individu
dalam mengatasi stress dan depresi yang dilaluinya dengan berasaskan
pada pengalaman alamiah yang berpengaruh secara kuat terhadap motivasi
individu. Efikasi diri menjadikan individu memiliki keyakinan tinggi
bahwa dirinya mampu melakukan berbagai macam perilaku positif
sehingga individu yang tidak tertekan pada diri sendiri
Self efficacy akan mempunyai kemampuan koping individu dalam
mengatasi besarnya stress dan depresi yang indvidu alami pada situasi
yang sulit dan menekan. Self efficacy juga memegang peranan penting
dalam mengontrol stress yang terjadi dan perilaku untuk menghindari
kecemasan supaya berani menghadapi tindakan yang mengancam dan
menekan.
2.1.2.4 Proses Selektif
Pemilihan lingkungan yang sesuai terhadap proses perkembangan
efikasi berupa proses kognitif, motivasional dan afektif membantu
pembentukan diri individu dan tujuan yang ingin dicapai. Oleh karena itu,
efikasi diri terpengaruh besar oleh lingkungan yang dipilihnya.
Fungsi selektif akan mempengaruhi pemilihan aktivitas atau tujuan
yang dipilih oleh individu. Perilaku yang individu lakukan akan
memperkuat minat dan jaringan sosial yang mempengaruhi kehidupan,
dan akan mempengaruhi perkembangan personal.
10

2.1.3 Aspek – Aspek Self Efficacy


Self efficacy pada diri tiap individu akan berbeda-beda antara individu satu
dengan individu lain yang berdasarkan dari tiga dimensi (Ghufron, G., &
Risnawati, 2017), yaitu:
2.1.3.1 Tingkat (Level)
Dimensi tingkat (level) ini berkaitan dengan derajat kesulitan tugas
ketika individu merasa yakin dan mampu untuk dilakukan. Apabila
individu dihadapkan pada tugas-tugas yang disusun menurut dari tingkat
kesulitan yang dilakukan, maka efikasi diri individu mungkin akan
terbatas pada tugas-tugas yang mudah, sedang, atau bahkan juga meliputi
tugas-tugas yang sulit, sesuai dengan batasan akan kemampuan diri yang
dirasakan dalam memenuhi tuntutan perilaku yang dibutuhkan pada
masing-masing tingkat. Dimensi ini memiliki implikasi terhadap
pemilihan tingkah laku yang dirasa individu mampu untuk melakukannya
dan menghindari tingkah laku yang berada di luar batas kemampuan yang
dirasakannya.
2.1.3.2 Kekuatan (Strength)
Dimensi ini berkaitan dengan tingkat kekuatan dari keyakinan atau
harapan individu mengenai kemampuannya. Pengharapan yang lemah dan
mudah untuk digoyahkan oleh pengalaman-pengalaman yang tidak
mendukung. Sebaliknya, pengharapan yang mantap mendorong individu
tetap bertahan dalam usahanya. Meskipun mungkin ditemukan
pengalaman yang kurang menunjang. Dimensi ini biasanya berkaitan
langsung dengan dimensi level, yaitu semakin tinggi level taraf kesulitan
tugas, semakin lemah akan keyakinan yang dirasakan untuk
menyelesaikannya.
2.1.3.3 Generalisasi (Generality)
Dimensi generalisasi ini berkaitan dengan luas bidang tingkah laku
yang mana individu merasa yakin akan kemampuannya. Individu dapat
merasa yakin terhadap kemampuan diri yang dimiliki. Apakah terbatas
11

pada suatu aktivitas dan situasi tertentu atau pada serangkaian aktivitas
dan situasi yang bervariasi. Berdasarkan aspek-aspek self efficacy meliputi
dari tiga aspek tersebut. Self efficacy individu berkaitan dengan ketiga
aspek dalam menjalankan tugas untuk mencapai tujuan yang diinginkan
dengan berkeyakinan diri yang tinggi akan kemampuan yang dimiliki.

2.1.4 Faktor Yang Mempengaruhi Self Efficacy


Self efficacy dapat ditumbuhkan dan dipelajari melalui empat sumber
informasi utama (Ghufron, G., & Risnawati, 2017), yaitu:

2.1.4.1 Pengalaman Keberhasilan (Mastery Experience)

Dukungan Pengalaman keberhasilan ini dapat memberikan

pengaruh besar pada self efficacy individu karena adanya pengalaman-

pengalaman pribadi individu secara nyata oleh dua hal yaitu pengalaman

dalam keberhasilan dan kegagalan. Pengalaman keberhasilan akan

menaikkan efikasi diri individu, sedangkan pengalaman kegagalan akan

menurunkan self efficacy. Ketika self efficacy yang kuat berkembang

karena adanya keberhasilan, dampak negatif yang disebabkan karena

adanya kegagalan-kegagalan yang umum akan berkurang. Bahkan,

kegagalan tersebut dapat diatasi dengan adanya usaha-usaha tertentu yang

dapat memperkuat motivasi diri apabila individu menemukan sesuatu hal

dari pengalaman bahwa hambatan atau masalah tersulit pun dapat diatasi

jika usaha dilakukan terus-menerus.

2.1.4.2 Pengalaman Orang Lain (Vicarious Experience)


12

Pengamatan akan keberhasilan orang lain dengan adanya

kemampuan yang sebanding dalam melakukan atau mengerjakan suatu

tugas dapat meningkatkan efikasi diri individu dalam mengerjakan tugas

yang sama. Begitu pun sebaliknya, pengamatan individu terhadap

kegagalan orang lain akan menurunkan penilaian individu akan

kemampuan diri dan individu tersebut akan mengurangi usaha yang

dilakukan.

2.1.4.3 Persuasi Verbal (Verbal Persuasion)

Pada situasi ini individu lebih diberi arahan mengenai nasihat,

saran, serta bimbingan sehingga dapat meningkatkan keyakinan diri akan

kemampuan- kemampuan yang dimiliki sehingga membantu individu

mampu melakukan pencapaian tujuan yang diinginkan. Individu yang

diyakinkan dengan secara verbal akan cenderung berusaha lebih keras

untuk mencapai suatu keberhasilan. Pengaruh dari persuasi verbal ini

tidaklah berpengaruh besar dikarenakan tidak memberikan suatu

pengalaman yang dapat langsung dialami dan diamati oleh individu.

Dalam kondisi menekan dan kegagalan-kegagalan terus-menerus,

pengaruh sugesti akan cepat hilang jika mengalami dan merasakan

pengalaman yang tidak menyenangkan.

2.1.4.4 Kondisi Fisiologis Dan Emosional (Somatic And Emotional State)

Kondisi fisiologis akan mendasarkan informasi mengenai individu

untuk menilai kemampuannya. Ketegangan fisik dalam situasi yang


13

menekan dipandang individu sebagai suatu tanda ketidakmampuan karena

hal itu dapat melemahkan kerja individu (Ghufron, G., & Risnawati,

2017).

Adanya penyakit yang terdapat dalam tubuh seseorang dapat

menyebabkan perubahan pemenuhan kebutuhan baik secara fisiologis

maupun psikologis, hal ini disebabkan beberapa organ tubuh memerlukan

pemenuhan kebutuhan yang lebih besar dari biasanya. Dalam aktivitas

sehari-hari, kesehatan fisik sangat penting diperlukan dikarenakan

kesehatan merupakan hal yang penting selama usaha untuk mengatasi

cemas, sehingga individu dintuntut untuk mengerahkan tenaga yang cukup

besar dalam keadaan tersebut.

2.1.5 Fungsi Self Efficacy


Self efficacy yang telah terbentuk pada individu akan mempengaruhi dan
memberi fungsi pada aktifitas individu pengaruh dan fungsi tersebut (Bandura,
1994 dalam Maryam, 2015), yaitu :
2.1.5.1 Fungsi Kognitif
Pengaruh dari efikasi diri pada proses kognitif seseorang sangat
bervariasi. Pertama, efikasi diri yang kuat akan mempengaruhi tujuan
pribadinya. Semakin kuat efikasi diri yang dimiliki maka semakin tinggi
tujuan yang ditetapkan oleh individu terhadap dirinya sendiri dan yang
memperkuat diri individu tersebut ialah komitmen individu terhadap suatu
tujuan. Individu dengan efikasi diri yang kuat akan mempunyai cita-cita
yang tinggi, mengatur rencana dan berkomitmen pada dirinya untuk
mencapai tujuan tersebut. Kedua, individu dengan efikasi diri yang kuat
akan mempengaruhi bagaimana individu tersebut menyiapkan langkah-
14

langkah lain untuk mengantisipasi bila terdapat usaha yang dilakukan


gagal.
2.1.5.2 Fungsi Motivasi
Cara Efikasi diri memainkan peran penting terhadap pengaturan
motivasi diri. Sebagaian besar motivasi manusia dibangkitkan secara
kognitif. Individu memotivasi dirinya sendiri dan menuntun tindakan-
tindakan yang dilakukan dengan pemikiran tentang masa depan sehingga
individu tersebut akan membentuk kepercayaan mengenai apa yang dapat
dirinya lakukan. Individu juga akan mengantisipasi hasil dari tindakan
prospektif, menciptakan tujuan bagi dirinya sendiri dan merencanakan
suatu bagian dari tindakan untuk merealisasikan masa depan yang
berharga.
Efikasi diri mendukung motivasi dalam berbagai cara dan
menentukan suatu tujuan yang dapat diciptakan individu bagi dirinya
sendiri dengan seberapa besar ketahanan individu terhadap suatu
kegagalan. Ketika individu sedang menghadapi suatu kesulitan dan
kegagalan, individu yang memiliki keraguan diri terhadap kemampuannya
akan lebih cepat mengurangi usaha-usaha yang dilakukan dan menyerah.
Individu yang memiliki keyakinan diri yang kuat terhadap kemampuannya
akan melakukan usaha yang lebih besar ketika individu tersebut
menjumpai suatu kegagalan dalam menghadapi tantangan.
Kegigihan ataupun ketekunan yang kuat akan mendukung
tercapainya suatu performasi yang optimal. Efikasi diri akan
mempengaruhi aktifitas yang dipilih, keras atau tidaknya dan tekun
tidaknya tiap individu dalam usaha untuk mengatasi masalah yang sedang
dihadapi.
2.1.5.3 Fungsi Afeksi
Efikasi diri akan mempunyai suatu kemampuan koping individu
dalam mengatasi besarnya stres serta depresi yang dirasakan oleh individu
pada situasi yang sulit dan menekan, dan juga dapat mempengaruhi tingkat
15

motivasi individu tersebut. Efikasi diri memegang peranan penting dalam


kecemasan, yaitu dengan mengontrol stres yang dialami. Penjelasan
tersebut sesuai dengan pernyataan Bandura bahwa efikasi diri mengatur
perilaku untuk menghindari suatu kecemasan yang dirasakan. Semakin
kuat efikasi diri, individu semakin berani untuk menghadapi tindakan yang
dapat menekan dan mengancam dirinya. Individu yang yakin pada dirinya
sendiri dapat menggunakan kontrol dirinya sendiri pada situasi yang
mengancam, tidak akan membangkitkan pola-pola pikiran yang dapat
mengganggu.
Sedangkan bagi individu yang tidak dapat mengatur situasi yang
mengancam akan mengalami kecemasan yang tinggi. Individu yang
memikirkan ketidakmampuan koping dalam dirinya dan memandang
berbagai aspek dari lingkungan sekeliling sebagai situasi ancaman yang
penuh dengan bahaya, akhirnya akan membuat individu membesar-
besarkan ancama yang mungkin terjadi dan kekhawatiran terhadap hal-hal
yang sangat jarang terjadi. Melalui pikiran-pikiran tersebut, individu
menekan dirinya sendiri dan akan meremehkan kemampuan diri yang
dimiliki.
2.1.5.4 Fungsi Selektif
Fungsi selektif juga dapat mempengaruhi pemilihan aktivifitas atau
tujuan yang akan dilakukan oleh individu. Individu akan menghindari
suatu aktifitas dan situasi yang individu percayai telah melampaui batas
kemampuan koping dalam dirinya, namun individu tersebut telah siap
melakukan aktifitas-aktifitas yang menantang dan memilih situasi yang
dinilai mampu untuk diatasi oleh individu tersebut. Perilaku yang dibuat
oleh individu akan memperkuat kemampuan, minat-minat dan jaringan
sosial yang dapat mempengaruhi kehidupan dan pada akhirnya akan
mempengaruhi arah perkembangan personal. Hal ini dikarenakan
pengaruh sosial yang berperan dalam pemilihan lingkungan, berlanjut
untuk meningkatkan kompetensi, nilai-nilai dan minat-minat tersebut
16

dalam waktu yang lama setelah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi


keputusan keyakinan dalam memberikan pengaruh awal.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa efikasi diri
dapat memberi pengaruh terhadap fungsi kognitif, motivasi, afeksi, dan
selektif pada setiap aktifitas yang individu lakukan.
2.1.6 Alat Ukur Self Efficacy
Alat ukur untuk efikasi secara umum berapa angket atau kuesioner yang
dibuat dan dikembangkan oleh Ralf Schwarzer Dan Matthias Jerusalem
(1995). Kuesioner GSE Scale (General Self-Efficacy) ini berisi 10
pertanyaan dan telahditeliti di 23 negara yang memiliki hasil uji validitas
dan realibilitas pada rentang Cronbach Alpha 0.76-0.9 (Schwarzer dan
Jersalem, 1995). Kuesioner GSE Scalediadopsi dan dimodifikasi oleh Andi
Sofyan Prasetyo (2012) untuk mengukur efikasi diri pada pasien hipertensi
dan telah diuji validitas dan realibilitas didapatkan nilai Cronbach Alpha
0,780 dan dinyatakan valid dan reliable (Prasetyo, 2012).
Kuesioner ini dikategorikan menjadi 2 yaitu kurang jika skor < mean dan
baik jika skor ≥ mean (dengan nilai mean kuesinoer 27). Dimana nilai
efikasi diri 10-30 dengan kriteria skor mampu (3), kurang mampu (2), tidak
mampu (1). Sehingga didapatkan skor baik = ≥ 27, kurang = < 27. Dengan
pengkodean (1 = baik, 2 = kurang).

2.2 Konsep Dasar Kepatuhan


2.2.1 Pengertian Kepatuhan
Menurut Fatmah (2017) mendifinisikan kepatuhan adalah sebagai perilaku
untuk menaati saran-saran dokter atau prosedur dari dokter tentang penggunaan
obat, yang sebelumnya didahului oleh proses konsultasi antara pasien (dan
keluarga pasien sebagai orang kunci dalam kehidupan pasien) dengan dokter
sebagai penyedia jasa medis.
Menurut Sarwono dalam Zulfikar (2015) mengemukakan bahwa patuh
menghasilkan perubahan dan tingkah laku sementara, dan individu cenderung
17

kembali ke pandangan atau perilaku yang semula jika pengawasan kelompok


mengendur jika ia pindah dari kompleks. Tahap kepatuhan dimulai dari patuh
terhadap anjuran atau perintah, seringkali kepatuhan dilakukan karena
menghindari hukum atau untuk memperoleh imbalan atau janji jika mematuhi
anjuran atau pedoman (Puspitasari & Nurcahyanti, 2018).
2.2.2 Faktor-faktor yang memengaruhi kepatuhan
Menurut Sukma et al., (2018), faktor yang mempengaruhi kepatuhan adalah
sebagai berikut :
2.2.2.1 Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan klien dapat meningkatkan
kepatuhan, sepanjang bahwa pendidikan tersebut merupakan pendidikan yang
aktif.
2.2.2.2 Akomodasi
Suatu usaha harus dilakukan untuk memahami ciri kepribadian klien yang
dapat mempengaruhi kepatuhan pengobatan adalah jarak dan waktu, biasanya
pasien cenderung malas melakukan pemeriksaan/pengobatan pada tempat yang
jauh.
2.2.2.3 Modifikasi faktor lingkungan dan sosial
Hal ini berarti membangun dukungan sosial dari keluarga dan teman-
teman, kelompok-kelompok pendukung dapat dibentuk untuk membantu
kepatuhan terhadap program pengobatan seperti pengurangan berat badan,
berhenti merokok dan menurunkan konsumsi alkohol. Lingkungan berpengaruh
besar pada pengobatan, lingkungan yang harmonis dan positif akan membawa
dampak yang positif pula pada pasien Hipertensi, kebalikannya lingkungan
negatif akan membawa dampak buruk pada proses pengobatan pasien.
2.2.2.4 Perubahan model terapi
18

Program pengobatan dapat dibuat sesederhana mungkin dan klien terlihat


aktif dalam pembuatan program pengobatan (terapi).
2.2.2.5 Meningkatkan interaksi profesional kesehatan dengan klien
Meningkatkan interaksi profesional kesehatan dengan klien adalah suatu
hal penting untuk memberikan umpan balik pada klien setelah memperoleh
infomasi tentang diagnosis. Suatu penjelasan penyebab penyakit dan bagaimana
pengobatan dapat meningkatkan kepatuhan.
2.2.2.6 Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
pengindraan terhadap suatu obyek tertentu, dari pengalaman dan penelitian
terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari
pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Menurut fungsinya
pengetahuan merupakan dorongan dasar untuk ingin tahu, untuk mencari
penalaran, dan untuk mengorganisasikan pengalamannya. Adanya unsur
pengalaman yang semula tidak konsisten dengan apa yang diketahui oleh individu
akan disusun, ditata kembali atau diubah sedemikian rupa, sehingga tercapai suatu
konsistensi. Semakin tinggi tingkat pengetahuan, semakin baik pula penderita
Hipertensi dalam melaksanakan pengobatannya.
2.2.2.7 Usia
Usia adalah umur yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat akan
berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan
seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan,
masyarakat yang lebih dewasa akan lebih dipercaya daripada orang yang belum
cukup tinggi tingkat kedewasaannya. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman dan
kematangan jiwanya. Semakin dewasa seseorang, maka cara berfikir semakin
matang dan teratur melakukan pengobatan.

2.2.3 Indikator Kepatuhan Minum Obat


Menurut Destiny (2011), indikator kepatuhan minum obat antara lain:
19

1) Kemandirian pasien minum obat, pasien teratur minum obat dan tidak harus
diingatkan
2) Sesuai dosis yang diberikan oleh dokter, pasien tidak boleh sembarangan
minum obat tanpa resep dokter

3) Kedisiplinan minum obat, pasien tidak berhenti mengkonsumsi obat selama


dalam proses penyembuhan dan pasien harus selalu mengkonsumsi obat
sehingga bisa mencegah kekambuhan pasien
4) Ketepatan waktu minum obat, pasien harus mengkonsumsi obat sesuai jadual
yang diberikan dokter.
5) Pendampingan keluarga, keluarga pasien berperan penting dalam keseharian
pasien, karena hanya orang terdekat yang selalu mengetahui hal yang
dilakukan pasien setiap waktu.

2.2.4 Pengukuran Tingkat Kepatuhan


Keberhasilan pengobatan pada pasien Hipertensi dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu peran aktif pasien dan kesediaannya untuk memeriksakan ke dokter
sesuai dengan jadwal yang ditentukan serta kepatuhan dalam meminum obat
Hipertensi. Kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat dapat diukur
menggunakan berbagai metode, salah satu metode yang dapat digunakan adalah
metode MMAS-8 (Modifed Morisky Adherence Scale). Morisky secara khusus
membuat skala untuk mengukur kepatuhan dalam mengkonsumsi obat dengan
delapan item yang berisi pernyataan-pernyataan yang menunjukan frekuensi
kelupaan dalam minum obat, kesengajaan berhenti minum obat tanpa
sepengetahuan dokter, kemampuan untuk mengendalikan dirinya untuk tetap
minum obat (Menurut Morisky & Muntner 2008, dalam Agustina, 2019).
Pengukuran skor Morisky scale 8-items untuk pertanyaan 1 sampai 7, jika
jawaban ya bernilai 1, kecuali pertanyaan nomor 5 jawaban ya bernilai 0,
sedangkan untuk pertanyaan nomor 8 jika menjawab tidak pernah/ jarang (tidak
sekalipun dalam satu minggu) bernilai 0 dan bila responden menjawab sekali-kali
20

(satu/dua kali dalam seminggu), terkadang (tiga/empat kali dalam seminggu),


biasanya (lima/enam kali dalam seminggu) dan setiap saat bernilai 1. Pasien
dengan total skor lebih dari dua dikatakan kepatuhan rendah, jika skor 1 atau 2
dikatakan kepatuhan sedang dan jika skor 0 dikatakan responden memiliki
kepatuhan yang tinggi (Menurut Morisky & Muntner 2008, dalam Agustina,
2019).
Kategori Kepatuhan minum obat:
Kepatuhan rendah : skor > 2
Kepatuhan sedang : skor 1 atau 2
Kepatuhan tinggi : skor 0

2.3 Konsep Dasar Hipertensi


2.3.1 Pengertian Hipertensi
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan
tekanan darah diatas normal yang mengakibatkan peningkatan angka kesakitan
(morbiditas) dan angka kematian / mortalitas. Tekanan darah 140/90 mmHg
didasarkan pada dua fase dalam setiap denyut jantung yaitu fase sistolik 140
menunjukkan darah yang sedang dipompa oleh jantung dan fase diastolik 90
menunjukkan fase darah yang kembali ke jantung (Triyanto, 2018). Hipertensi
disebut juga sebagai tekanan darah sistolik lebih tinggi dari 140 mmHg, dan
tekanan darah diastolik lebih tinggi dari 90 mmHg. Hipertensi merupakan
penyebab utama penyakit kardiovaskular diseluruh dunia. Selain itu, tekanan
darah yang tidak terkontrol dapat meningkatkan resiko penyakit jantung iskemik
empat kali lipat dan beresiko pada keseluruhan kardiovaskular dua dan tiga kali
lipat (Yassine et al 2016).
Hipertensi merupakan penyakit yang timbul akibat adanya interaksi
berbagai faktor resiko yang dimiliki seseorang, ada beberapa faktor resiko
hipertensi yang tidak bisa diubah seperti riwayat keluarga, umur, jenis kelamin
dan etnis. Akan tetapi, fakta yang sering terjadi justru faktor diluar itulah yang
21

menjadi pemicu terbesar terjadinya hipertensi dengan komplikasi stroke dan


serangan jantung, seperti stress, obesitas dan nutrisi (Nurrahmani, 2014).

2.3.2 Klasifikasi Hipertensi


Menurut Pudiastuti (2018) Penyakit darah tinggi atau hipertensi
dikelompokkan dalam 2 tipe klasifikasi, yakni :

1) Hipertensi primary
Hipertensi primary adalah suatu kondisi dimana terjadinya tekanan darah
tinggi sebagai dampak dari gaya hidup seseorang dan faktor lingkungan.
Seseorang yang pola makannya tidak terkontrol dan mengakibatkan kelebihan
berat badan atau obesitas, hal ini merupakan pemicu awal ancaman penyakit
tekanan darah tinggi. Begitu pula seseorang yang berada dalam lingkungan
atau kondisi stressor tinggi, sangat mungkin terkena penyakit tekanan darah
tinggi.
2) Hipertensi secondary
Hipertensi secondary adalah suatu kondisi dimana terjadinya peningkatan
tekanan darah tinggi sebagai akibat seseorang mengalami/menderita penyakit
lainnya seperti gagal jantung, gagal ginjal, atau kerusakan hormon tubuh.
Tabel 2.1. Klasifikasi tekanan darah untuk dewasa diatas 18 tahun
Klasifikasi Tekanan Darah Tekanan Sistolik dan Diastolik (mmHg)
Normal Sistole <120 dan Diastolik <80
Prehipertensi Sistole 120-139 dan Diastolik 80-89
Hipertensi Stadium I Sistole 140-159 dan Diastolik 90-99
Hipertensi Stadium II Sistole <160 dan Diastolik <100
Sumber :JNC 7 (the seventh report of the joint national commitee on
prevention, detection,evaluation, and treatment of high blood pressure).

2.3.3 Etiologi
Penyebab hipertensi menurut Pudiastuti (2018) ada 3 yaitu :
22

2.3.3.1 Secara genetis menyebabkan kelainan berupa :


a. Gangguan fungsi barostat renal
b. Sensitifitas terhadap konsumen garam
c. Abnormalitas transportasi natrium kalium.
d. Respon SSP (sistem saraf pusat) terhadap stimulasi psiko-sosial.
e. Gangguan metabolisme (glukosa, lipid, dan resistensi insulin)

2.3.3.2 Faktor lingkungan


a. Faktor psikososial: kebiasaan hidup, pekerjaan, stress mental, aktivitas
fisik, status sosial ekonomi, keturuan, kegemukan, dan konsumsi
minuman keras.
b. Faktor konsumsi garam.
c. Penggunaan obat-obatan seperti golongan kartikosteroid (cortison) dan
beberapa obat hormon, termasuk beberapa obat anti radang (anti-
inflamasi) secara terus menerus (sering) dapat meningkatkan tekanan
darah seseorang. Merokok juga merupakan salah satu faktor penyebab
terjadinya peningkatan tekanan darah tinggi dikarenakan tembakau
yang berisi nikotin. Minuman yang mengandung alkohol juga termasuk
salah satu faktor yang dapat menimbulkan terjadinya tekanan darah
tinggi.
2.3.3.3 Adaptasi struktural jantung serta pembuluh darah
a. Pada jantung : terjadi hypertropi dan hyperplasia miosit.
b. Pada pembuluh darah : terjadi vaskuler hypertropi.

2.3.4 Manifestasi Klinik Hipertensi


Hipertensi sulit dideteksi oleh seseorang sebab hipertensi tidak memiliki
tanda atau gejala khusus. Gejala-gejala yang mudah untuk diamati seperti terjadi
pada gejala ringan yaitu pusing atau sakit kepala, cemas, wajah tampak
kemerahan, tengkuk terasa pegal, cepat marah, telinga berdengung, sulit tidur,
23

sesak napas, rasa berat di tengkuk, mudah lelah, mata berkunang-kunang,


mimisan (keluar darah di hidung) (Fauzi, 2014; Ignatavicius, Workman, 2017).
Selain itu, hipertensi memiliki tanda klinis yang dapat terjadi, diantaranya
adalah (Smeltzer, S.C. & Bare, 2013):
2.3.4.1 Pemeriksaan fisik dapat mendeteksi bahwa tidak ada abnormalitas lain,
selain tekanan darah tinggi.
2.3.4.2 Perubahan yang terjadi pada retina disertai hemoragi, eksudat,
penyempitan arteriol, dan bintik katun-wol (cotton-wool spots) (infarksio
kecil), dan papiledema bisa terlihat pada penderita hipertensi berat.
2.3.4.3 Gejala biasanya mengindikasikan kerusakan vaskular yang saling
berhubungan dengan sistem organ yang dialiri pembuluh darah yang
terganggu.
2.3.4.4 Dampak yang sering terjadi yaitu penyakit arteri koroner dengan angina
atau infark miokardium.
2.3.4.5 Terjadi Hipertrofi ventrikel kiri dan selanjutnya akan terjadi gagal jantung.
2.3.4.6 Perubahan patologis bisa terjadi di ginjal (nokturia, peningkatan BUN,
serta kadar kreatinin).
2.3.4.7 Terjadi gangguan serebrovaskular (stroke atau serangan iskemik transien
(TIA) yaitu perubahan yang terjadi pada penglihatan atau kemampuan
bicara, pening, kelemahan, jatuh mendadak atau hemiplegia transien atau
permanen).

2.3.5 Komplikasi Hipertensi


Menurut (Triyanto, 2018) komplikasi hipertensi dapat menyebabkan
sebagai berikut:
2.3.5.1 Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekananan tinggi diotak, atau akibat
embolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang terpajan tekanan
tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang
memperdarahi otak mengalami hipertropi dan menebal, sehingga aliran
darah ke daerah-daerah yang diperdarahinya berkurang. Arteri-arteri otak
24

mengalami arterosklerosis dapat menjadi lemah, sehingga meningkatkan


kemungkinan terbentukya aneurisma. Gejala tekena struke adalah sakit
kepala secara tiba-tiba, seperti orang binggung atau bertingkah laku seperti
orang mabuk, salah satu bagian tubuh terasa lemah atau sulit digerakan
(misalnya wajah, mulut, atau lengan terasa kaku, tidak dapat berbicara
secara jelas) serta tidak sadarkan diri secara mendadak.
2.3.5.2 Infrak miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang arterosklerosis
tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila
terbentuk trombus yang menghambat aliran darah melalui pembuluh darah
tersebut. Hipertensi kronik dan hipertensi ventrikel, maka kebutuhan
oksigen miokardium mungkin tidak dapat terpenuhi dan dapat terjadi
iskemia jantung yang menyebabkan infrak. Demikian juga hipertropi
ventrikel dapat menimbulkan perubahan-perubahan waktu hantaran listrik
melintasi ventrikel sehingga terjadi distritmia, hipoksia jantung, dan
peningkatan resiko pembentukan bekuan.
2.3.5.3 Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi
pada kapiler-kapiler ginjal. Glomerolus. Dengan rusaknya glomerolus,
darah akan mengalir keunit-unit fungsional ginjal, nefron akan terganggu
dan dapat berlanjut menjadi hipoksia dan kematian. Dengan rusaknya
membran glomerolus, protein akan keluar melalui urin sehingga tekanan
osmotik koloid plasma berkurang, menyebabkan edema yang sering di
jumpai pada hipertensi kronik.
2.3.5.4 Ketidakmampuan jantung dalam memompa darah yang kembalinya
kejantung dengan cepat dengan mengakibatkan caitan terkumpul diparu,
kaki dan jaringan lain sering disebut edema. Cairan didalam paru-paru
menyebabkan sesak napas, timbunan cairan ditungkai menyebabkan kaki
bengkak atau sering dikatakan edema. Ensefolopati dapat terjadi terutama
pada hipertensi maligna (hipertensi yang cepat). Tekanan yang tinggi pada
kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong
25

cairan kedalam ruangan intertisium diseluruh susunan saraf pusat.


Neuronneuron disekitarnya kolap dan terjadi koma.
2.3.5.5 Hipertensi dapat diketahui dengan mengukur tekanan darah secara teratur.
Penderita hipeertensi, apabila tidak ditangani dengan baik, akan
mempunyai resiko besar untuk meninggal karena komplikasi
kardovaskular seperti stoke, serangan jantung, gagal jantung, dan gagal
ginjal, target kerusakan akibat hipertensi antara lain:
1) Otak : menyebabkan stroke
2) Mata : menyebabkan retinopati hipertensi dan dapat
menimbulkan kebutaan
3) Jantung: menyebabkan penyakit jantung koroner (termasuk infark
jantung)
4) Ginjal: menyebabkan penyakit ginjal kronik, gagal ginjal terminal

2.3.6 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk pasien hipertensi
menurut (Amin, 2015) adalah sebagai berikut:
1) Pemeriksaan Laboratorium
a. Hb atau ht: untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan
(viskositasi) dan dapat mengindikasikan faktor resiko seperti:
hipokoagulasi, anemia.
b. BUN atau kreatinin: memberikan informasi tentang perfusi/fungsi ginjal.
c. Glukosa: hiperglekemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan
oleh pengeluaran kadar ketokolamin
d. Urinalisasi: darah, protein, glukosa, mengisyaratkan disfungsi ginjal.
2) Pemeriksaan Radiologi
a. Intra Venous Pyelografi (IVP) : untuk mengidentifikasi penyebab hipertensi
seperti renal parenchhymal disease, urolithiasis, benigna prostate
hyperplasia (BPH).
26

b. Rontgen toraks : untuk menilai adanya kalsifikasi obstruktif katup jantung,


deposit kalsium pada aorta, dan pembesaran jantung
3) EKG : menilai adanya hipertrofi miokard, pola strain, gangguan konduksi atau
disritmia

2.3.7 Penatalaksanaan
Deteksi dan tujuan penatalaksanaan hipertensi adalah untuk menurunkan
risiko penyakit kardiovaskuler dan mortalitas serta morbilitas yang
berkaitan. Tujuan terapi adalah mencapai dan mempertahankan tekanan
sistolik dibawah 140 mmHg dan tekanan diastolic dibawah 90 mmHg dan
mengontrol faktor risiko (Adib, 2016). Ada dua cara yang dilakukan dalam
pengobatan hipertensi :
2.3.7.1 Non Farmakologis
Salah satu faktor yang dapat menurunkan tekanan darah dan dapat
menguntungkan pola hidup sehat yang telah banyak terbukti dapat
menurunkan tekanan darah, dan secara umum sangat menguntungkan
dalam menurunkan risiko permasalahan kardiovaskular. Pada pasien yang
menderita hipertensi derajat 1, tanpa faktor risiko kardiovaskular lain,
maka strategi pola hidup sehat merupakan tatalaksana tahap awal, yang
harus dijalani setidaknya selama 406 bulan. Bila setelah jangka waktu
tersebut, tidak didapatkan penurunan tekanan darah yang diharapkan atau
diapatkan faktor risiko kardiovaskular yang lain, maka sangat dianjurkan
untuk memulai terapi farmakologi (Soenarta, 2015). Beberapa pola hidup
sehat yang dianjurkan leh banyak guidelines adalah:
a. Penurunan berat badan, menggantikan makanan tidak sehat dengan
memperbanyak asupan sayuran dan buah-buahan dapat meemberikan
manfaat yang lebih selain penurunan tekanan darah, seperti
menghindari diabetes dan dislipidemia.
27

b. Mengurangi asupan garam, di negara kita makanan tinggi garam dan


lemak merupakan makanan tradisional apada kebanyakan daerah.
Tidak jarang pula pasien tidak menyadari kandungan garam pada
makanan cepat saji, makanan kaleng, daging olahan dan sebagainya.
Tidak jarang, diet rendah garam ini juga bermanfaat untuk
mengurangi dosis obat antihipertensi pada pasien hipertensi derajat ≥
2. Dianjurkan untuk asupan garam tidak melebihi 2 gr/ hari.
c. Olahraga, olahraga yang dilakukan secara teratur sebanyak 30-60
menit/hari, minimal 3 hari/minggu, dapat menolong penurunan
tekanan darah, terhadap pasien yang tidak memiliki waktu untuk
berolahraga secara khusus, sebaiknya harus tetap dianjurkan untuk
berjalan kaki, mengendarai sepeda atau menaiki tangga dalam aktifitas
rutin mereka di tempat kerjanya.
d. Mengurangi konsumsi alkohol, walaupun konsumsi alkohol belum
terjadi pola hidup yang umum di negara kita namun konsumsi alkohol
semakin hari semakin meningkat seiring dengan perkembangan
pergaulan dan gaya hidup, terutama di kota besar. Konsumsi alkohol
lebih dari 2 gelas per hari pada pria atau 1 gelas per hari pada wanita,
dapat meningkatkan tekanan darah. Dengan demikian membatasi atau
menghentikan konsumi alkohol sangat membantu dalam penurunan
tekanan darah.
e. Berhenti merokok, walaupun hal ini sampai saat ini belum terbukti
beref langsung dapat menurunkan tekanan darah, tetapi merokok
merupakan salah satu faktor risiko utama penyakit kardiovaskular, dan
pasien sebaiknya dianjurkan untuk berhenti merokok.
2.3.7.2 Terapi Farmakologis
Secara umum, terapi farmakologi pada hipertensi bila pada pasien
hipertensi derajat 1 yang tidak mengalamipenurunan tekanan darah setelah
> 6 bulkan menjalani pola hidup sehat dan pada pasien dengan hipertensi
derajat ≥ 2. Beberapa prinsip dasar terapi farmakologi yang perlu
28

diperhatikan untuk menjaga kepatuhan dan meminimalisasi efek samping,


yaitu :
a. Bila memungkinkan, berikan obat dosis tunggal
b. Berikan obat generic (non-paten) bila sesuai dan dapat mengurangi
biaya
c. Berikan obat pada pasien usia lanjut (diatas usia 80 tahun) seperti pada
usia 55-80 tahun, dengan memperhatikan faktor komorbid
d. Jangan mengkombinasikan angiotensin converting enzyme inhibitor
(ACE-i) dengan angiotensin II receptor blockers (ARBs)
b. Berikan edukasi yang menyeluruh kepada pasien mengenai terapi
farmakologi.
Terapi farmakologi bertujuan menurunkan mortalitas, menurunkan
angka kejadian stroke, penurunan angka kematian jantung mendadak, dan
infark miokard.
a. Bloker beta (atenolol, metaprolol) : menurunkan denyut jantung, dan
tekanan darah dengan bekerja antagonis terhadap sinyal adrenergik
c. Diuretik dan diuretiktazid seperti bendofluazid
d. Antagonis kanal kalsium : vasodilator dapat menurunkan tekanan darah,
seperti nifeldipin, diltiazem, dan verapamil
e. Inhibitor enzim pengubah angiotensin seperti: captopril, lisinopril
dengan menghambat pembentukan angiostensi II
f. Antagonis reseptorangiostensin II seperti : losartan, calsartan bekerja
antagonis terhadap aksi angiostensin II-renin
g. Antagonis alfa : seperti doksazonin, bekerja antagonis terhadap reseptor
alfa adrenerik di perifer
h. Obat-obatan lain : misalnya obat bekerja disentral seperti metildopa
atau moksonidin. Terapi awal biasa menggunakan beta bloker dan
diuretik. Pedoman terbaru menyarankan penggunaan inhibitor ACE
sebagai obat line kedua.
29

2.3.8 Pencegahan Dan Penanganan Hipertensi


Terapi pencegahan yang dapat dilakukan menurut (Lemone, et al., 2015)
adalah :
2.3.8.1 Modifikasi gaya hidup
Modifikasi gaya hidup dapat dianjurkan bagi semua pasien yang tekanan
darahnya turun dalam rentang pra-hipertensi (120-139/ 80-89) dan setiap
orang yang menderita hipertensi intermiten/menetap. Modifikasi ini
mencakup penurunan berat badan, perubahan diet, pembatasan konsumsi
alkohol dan merokok, peningkatan aktifitas fisik dan penurunan stress.
2.3.8.2 Diet
Pendekatan diet untuk menangani hipertensi berfokus pada menurunkan
asupan natrium, mempertahankan asupan kalium dan kalsium yang cukup,
dan mengurangi asupan lemak total dan jenuh.
2.3.8.3 Aktifitas fisik
Latihan fisik teratur (seperti berjalan, bersepeda, berlari dan berenang)
menurunkan tekanan darah dan berperan pada penurunan berat badan,
penurunan stress, dan perasaan terhadap kesejahteraan keseluruhan.
2.3.8.4 Pemakaian alkohol dan tembakau
Anjuran asupan alkohol untuk pasien hipertensi adalah tidak lebih dari
satu ons etanol atau dua kali minum per hari. Nikotin adalah suatu
vasokonstriktor sehingga data menunjukan terdapat hubungan antara
merokok dan penyakit jantung selain itu merokok juga dapat menurunkan
efek beberapa obat-obatan antihipertensi seperti propanolol (inderal).
2.3.8.5 Penurunan stress
30

Stress menstimulasi sistem saraf simpatis, meningkatkan vasokonstriksi,


resistensi vaskular sistemik, curah jantung dan tekanan darah. Latihan fisik
sedang dan teratur adalah adalah penanganan pilihan untuk menurunkan
stress pada hipertensi.
Terapi farmakologi bertujuan menurunkan mortalitas, menurunkan angka
kejadian stroke, penurunan angka kematian jantung mendadak, dan infark
miokard.
1. Bloker beta (atenolol, metoprolol): menurunkan denyut jantung, dan
TD dengan bekerja antagonis terhadap sinyal adrenergik.
2. Diuretik dan diuretik tazid seperti bendrofluazid
3. Antagonis kanal kalsium: Vasodilator yang menurunkan TD, seperti
nifedipin, diltiazem, verapamil
4. Inhibitor enzim pengubah angiotensin seperti: captopril, lisinopril
dengan menghambat pembentukan angiostensi II
5. Antagonis reseptorangiostensin II seperti: losartan, valsartan bekerja
antagonis terhadap aksi angiostensin II-renin
31

2.4 Kerangka Konsep


Menurut Nursalam (2013:48), kerangka konsep adalah konsep yang dipakai
sebagai landasan berpikir dalam kegiatan ilmu. Berikut adalah kerangka konsep
dalam penelitian yang akan dilakukan:

Faktor-faktor yang
Faktor-faktor yang mempengaruhi memengaruhi kepatuhan:
self efficacy: 1. Pendidikan
1. Pengalaman keberhasilan 2. Akomodasi
(mastery experience) 3. Modifikasi faktor
2. Pengalaman orang lain lingkungan dan sosial
(vicarious experience) 4. Perubahan model terapi
3. Persuasi verbal (verbal 5. Meningkatkan interaksi
persuasion) profesional kesehatan
4. Kondisi fisiologis dan dengan klien
emosional (somatic and 6. Pengetahuan
emotional state) 7. Usia

Indikator Kepatuhan Minum Obat


Aspek – Aspek Self Efficacy : Penderita Hipertensi :
1. Tingkat (level) 1. Kemandirian pasien minum
2. Kekuatan (Strength) obat
3. Generalisasi (Generality) 2. Sesuai dosis
3. Kedisiplinan minum obat
4. Ketepatan waktu
5. Pendampingan keluarga

Kategori Self Efficacy:


1. Kurang : skor < mean ( 27)
Kategori Kepatuhan Minum Obat:
2. Baik : skor > mean (27)
1. Rendah : skor > 2
2. Sedang : skor 1 atau 2
3. Tinggi : skor 0
Keterangan:
: Diteliti : Berpengaruh
: Tidak diteliti : Berhubungan
32

Bagan 2.1. Kerangka Konsep Hubungan Self Efficacy Dengan Kepatuhan Minum
Obat Pada Penderita Hipertensi Di UPT Puskesmas Jekan Raya
Palangka Raya Tahun 2023.

2.5 Hipotesis
Menurut Nursalam (2017), hipotesis adalah jawaban sementara dari
rumusan masalah atau pertanyaan penelitian. Hipotesis adalah suatu jawaban yang
bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data
yang terkumpul. Dalam pengujian terdapat dua hipotesis yaitu:
1.3.1 Hipotesis nol (H0)
Menurut Nursalam (2017), hipotesis nol (H0) adalah hipotesis yang
digunakan untuk pengukuran statistik dan interpretasi hasil statistik. Hipotesis nol
dapat sederhana atau kompleks dan bersifat sebab akibat.
1.3.2 Hipotesis alternatif (Ha)
Hipotesis ini menyatakan adanya suatu hubungan, pengaruh dan perbedaan
antara dua atau lebih variabel. Hubungan, perbedaan dan pengaruh tersebut dapat
sederhana atau kompleks dan bersifat sebab akibat. Jika Ha ditolak dan H0
diterima maka dinyatakan tidak ada hubungan antara variabel yang diteliti
(Nursalam, 2017).
Hipotesis diterima apabila:
1. Bila p value ≤ alpha (0,05%) maka hubungan tersebut secara statistik ada
hubungan yang bermakna.
2. Bila p value > alpha (0,05%) maka hubungan tersebut secara statistik tidak
mempunyai hubungan yang bermakna.
Sedangkan hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Hipotesis
alternative (Ha), yaitu :
Ha : Ada Hubungan Self Efficacy Dengan Kepatuhan Minum Obat Pada Penderita
Hipertensi.
33
Tabel 2.1 Penelitian Terkait

No. Judul Populasi Intervensi Hasil Penelitian Kesimpulan


Hubungan Self- Penderita Tidak ada Berdasarkan hasil uji statistik Kesimpulan: Terdapat
1. Efficacy Dengan Hipertensi di Intervensi yang menggunakan chi square hubungan yang signifikan
Tingkat Kepatuhan Puskesmas dilakukan peneliti diperoleh nilai p 0.000 yang antara self-efficacy dengan
Minum Obat Pada Dinoyo Kota pada responden berarti nilai p 0.000 < p 00.5. tingkat kepatuhan minum obat
Penderita Hipertensi Malang. peneltian. Terdapat hubungan yang pada penderita hipertensi di
Penelitian signifikan antara self-efficacy Puskesmas Dinoyo Kota
(Yovia Mardiana
dilakukan dengan dengan tingkat kepatuhan Malang. Pasien hipertensi
dkk, 2020)
pembagian minum obat pada penderita yang mempunyai self efficacy
kuisioner hipertensi di Puskesmas Dinoyo tinggi berkorelasi dengan
Kota Malang. Pasien hipertensi patuh menjalankan terapi obat
yang mempunyai self efficacy anti hipertensi.
tinggi berkorelasi dengan patuh
menjalankan terapi obat anti
hipertensi.

Hubungan Self Penderita Tidak ada Intervensi Dari hasil penelitian didapatkan Kesimpulan: Hasil uji analisis
2. Efficacy Dengan Hipertensi Di yang dilakukan mayoritas responden memiliki didapatkan nilai p-value 0,025
Kepatuhan Minum Wilayah Kerja peneliti pada tingkat kepatuhan minum obat yang berarti terdapat Hubungan
Obat Pada Puskesmas responden peneltian. tinggi dan memiliki self efficacy Self efficacy dengan Kepatuhan
Penderita Tejakula 1. Penelitian dilakukan tinggi yaitu sebanyak 22 orang Minum Obat Penderita
Hipertensi Di dengan pembagian (39,3%). Hasil uji analisis Hipertensi di Wilayah Kerja

34
Wilayah Kerja kuisioner didapatkan nilai p-value 0,025 Puskesmas Tejakula 1.
Puskesmas yang berarti terdapat Hubungan
Tejakula 1 Self efficacy dengan Kepatuhan
Minum Obat Penderita
(Sang Ayu dkk,
Hipertensi di Wilayah Kerja
2019)
Puskesmas Tejakula 1.
Hubungan Self- Penderita Tidak ada Intervensi Hasil uji statistik menggunakan Kesimpulan: Terdapat hubungan
3 Efficacy Dengan Hipertensi Di yang dilakukan uji Fisher’s Exact menunjukkan signifikan antara self-efficacy
Kepatuhan Minum Puskesmas peneliti pada nilai p = 0,000 dengan tingkat dengan kepatuhan minum obat
Obat Hipertensi Di Ranotana Weru responden peneltian. kepercayaan 95% derajat hipertensi di Puskesmas
Puskesmas Kota Manado Penelitian dilakukan kemaknaan α = 0,05 yang Ranotana Weru Kota Manado.
Ranotana Weru dengan pembagian berarti p = 0,000 < p = 0,05
Kota Manado kuisioner untuk self-efficacy dan
kepatuhan minum obat
(Kevin B.
hipertensi.
Kawulusan dkk,
2021)

35
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Desain penelitian adalah suatu strategi penelitian yang dipergunakan sebagai
pedoman atau petunjuk dalam pelaksanaan penelitian untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan (Nursalam, 2020). Desain penelitian yang digunakan pada
penelitian ini korelasional (Non-Eksperimen). Penelitian korelasional merupakan
penelitian untuk mengetahui hubungan dan tingkat hubungan antara dua variabel
atau lebih tanpa ada upaya untuk mempengaruhi variabel tersebut sehingga tidak
terdapat manipulasi oleh peneliti berhubungan dengan bagaimana suatu penelitian
bisa diterapkan, dipergunakan sebagai petunjuk dalam perencanaan dan
pelaksanaan penelitian untuk mencapai suatu tujuan atau menjawab pertanyaan
penelitian (Nursalam, 2020).
Penelitian korelasi bertujuan mengungkapkan hubungan korelatif antar
variabel dengan pendekatan cross sectional. Penelitian cross sectional adalah
jenis penelitian yang menekan waktu pengukuran/observasi data variabel
indenpenden dan dependen hanya satu kali pada satu saat (Nursalam, 2017).
Pada penelitian ini menggunakan desain Korelasional dengan pendekatan
Cross Sectional untuk mengetahui Hubungan Self Efficacy Dengan Kepatuhan
Minum Obat Pada Penderita Hipertensi Di UPT Puskesmas Jekan Raya Palangka
Raya.

3.2 Kerangka Kerja


Menurut Suyanto, (2015), kerangka kerja penelitian pada dasarnya
menghubungkan beberapa teori sehingga membentuk sebuah pola pikir atau
kerangka pikir penelitian yang akan dilakukan, lazimnya berbentuk skema.
Kerangka kerja merupakan bagian kerja rancangan kegiatan penelitian yang
akan dilakukan. Kerangka kerja meliputi populasi, sampel, dan teknik sampling
penelitian, teknis pengumpulan data, dan analisis data (Hidayat, 2017).

36
37

Populasi
Semua pasien Hipertensi yang berkunjung ke Puskesmas Jekan Raya
32 Raya
Palangka

Teknik Sampling
Nonprobability sampling (Purposive sampling)

Sampel
Pasien Hipertensi yang berkunjung ke Puskesmas Jekan Raya
Palangka Raya berjumlah 35 orang

Desain Penelitian yang digunakan adalah


penelitian korelasional pendekatan Cross Sectional

Informed consent

Variabel Independen Variabel Dependen


Self Efficacy Kepatuhan Minum Obat Pada
Penderita Hipertensi

Pengumpulan data dengan Kuesioner

Analisa data : Editing, Coding, Scoring, Tabulating

Uji Statistik Rank Spearman

Ha diterima/ditolak

Kesimpulan
38

Bagan 3.1 Kerangka Kerja Hubungan Self Efficacy Dengan Kepatuhan Minum
Obat Pada Penderita Hipertensi Di UPT Puskesmas Jekan Raya
Palangka Raya Tahun 2023.

3.3 Definisi Operasional


Menurut Nursalam, (2017), definisi operasional adalah definisi berdasarkan
karakteristik yang diamati dari suatu yang didefinisikan tersebut. Karakteristik
yang dapat diamati (diukur) itulah yang merupakan kunci definisi operasional.
Dapat diamati artinya memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau
pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomenal yang kemudian
dapat diulangi oleh orang lain.
Definisi operasional adalah definisi variabel berdasarkan sesuatu yang
dilaksanakan dalam penelitian. Sehingga, variabel tersebut dapat diukur, diamati,
atau dihitung, kemudian timbul variasi. Menurut Nasution, definisi operasional
dari variabel sangat diperlukan, terutama untuk menentukan alat instrumen yang
akan digunakan dalam pengumpulan data (Sugiono, 2016).
Tabel 3.1. Definisi Operasional Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien DM Tipe II Di UPT
Puskesmas Kayon Palangka Raya

No Variabel Definisi Operasional Parameter Alat Ukur Skala Skor


1. Variabel Keyakinan atau Kuesioner Ordinal 1. Skor :
Aspek – Aspek Self
independen Self kepercayaan diri Self Efficacy 10-30 dengan :
Efficacy :
Efficacy penderita hipertensi Kriteria skor
1. Tingkat (level)
akan kemampuan a. Mampu (3)
2. Kekuatan
dalam mencapai b. Kurang mampu (2)
(Strength)
tujuan yang c. Tidak mampu (1)
3. Generalisasi
diharapkan
(Generality)
Interpretasi Hasil
1. Kurang : jika skor <
mean ( 27)
2. Baik : jika skor
> mean (27)

39
No Variabel Definisi Parameter Alat Skala Skor
Ukur
2. Variabel Bentuk ketaatan dalam Kepatuhan Minum 1). Skor
Kuesioner Ordinal
dependen mengkonsumsi obat Obat: Ya= 1
Kepatuhan sesuai anjuran dokter 1. Kemandirian Tidak = 0
minum obat pasien minum
baik dosis, frekuensi
penderita obat 2). Rumus
dan waktu minum obat 2. Sesuai dosis N = Spx 100%
Hipertensi pada pasien dengan 3. Kedisiplinan Sm
Hipertensi. minum obat
4. Ketepatan waktu Keterangan :
5. Pendampingan N : Nilai
keluarga Sp : Spx : Skor yang di dapat
Sm : Skor tertinggi maksimum

3). Kategori kepatuhan:


(1) Kepatuhan rendah: skor > 2
(2) Kepatuhan sedang: skor 1 atau 2
(3) Kepatuhan tinggi : skor 0

40
39

3.4 Variabel Penelitian


Variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai beda
terhadap sesuatu (benda, manusia dan lain-lain). Dalam riset, variabel
dikarakteristikkan sebagai derajat, jumlah dan perbedaan. Variabel juga
merupakan konsep dari berbagai level abstrak yang didefinisikan sebagai suatu
fasilitas untuk pengukuran atau manipulasi suatu penelitian (Nursalam, 2017)
3.4.1 Variabel Independent
Menurut Nursalam, (2017), variabel independent adalah variabel yang
mempengaruhi atau nilainya menentukan variabel lain.
Variabel ini merupakan variabel yang mempengaruhi perubahan atau
timbulnya variabel terikat (Sugiono, 2016). Dalam penelitian ini variabel
independen adalah Self Efficacy Pada Penderita Hipertensi.
3.4.2 Variabel Dependent
Menurut Nursalam, (2017), variabel dependent adalah variabel yang
dipengaruhi nilainya ditentukan oleh variabel lain. Variabel dependen merupakan
variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas
(Sugiono, 2016). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Kepatuhan
Minum Obat Pada Penderita Hipertensi.

3.5 Waktu dan Tempat Penelitian


3.5.1 Waktu Penelitian
Waktu penelitian adalah waktu yang digunakan untuk pelaksanaan
penelitian (Notoatmodjo, 2012).
Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei - Juni 2023
3.5.2 Tempat Penelitian
Tempat penelitian menjelaskan ruang lingkup penelitian. Misalnya,
tingkat provinsi, kabupaten, kecamatan, ataupun tingkat institusi
(Notoatmodjo, 2012).
Penelitian ini dilakukan di UPT Puskemas Jekan Raya Palangka Raya.
40

3.6 Populasi, Sampel dan Sampling


3.6.1 Populasi
Menurut Nursalam, (2017), populasi dalam penelitian adalah subjek
(misalnya manusia; klien) yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan. Populasi
adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/subjek yang mempunyai
kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari
dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah Semua
pasien Hipertensi yang berkunjung ke Puskesmas Jekan Raya.
3.6.2 Sampel
Menurut (Nursalam, 2017), sampel terdiri dari bagian populasi terjangkau
yang dapat dipergunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling. Sampel data
penelitian ini adalah Semua pasien Hipertensi yang berkunjung ke Puskesmas
Jekan Raya berjumlah 35 orang.
Menurut Nursalam, (2017), penentuan kriteria sampel sangat membantu
peneliti untuk mengurangi bias hasil penelitian, khususnya jika terhadap variabel-
variabel kontrol ternyata mempunyai pengaruh terhadap variabel yang kita teliti.
Kriteria sampel dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu:
3.6.2.1 Kriteria inklusi
Menurut (Nursalam, 2017), kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek
penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau dan akan diteliti. Pada
penelitian ini kriteria inklusinya adalah:
1) Pasien dengan riwayat Hipertensi yang berkunjung ke puskesmas Jekan Raya;
2) Pasien dengan riwayat Hipertensi yang bersedia sebagai responden untuk
diteliti;
3) Pasien dengan riwayat Hipertensi yang kooperatif dan dalam kondisi yang
stabil.
3.6.2.2 Kriteria eksklusi
Menurut (Nursalam, 2017), kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau
mengeluarkan subjek yang memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai
sebab.
Pada penelitian ini kriteria ekslusinya adalah:
41

1) Pasien dengan riwayat Hipertensi yang dalam kondisi akut, atau keadaan
gawat.
2) Pasien dengan riwayat Hipertensi yang tidak mampu berkomunikasi dengan
baik.
3.6.3 Sampling
Menurut (Nursalam, 2017), sampling adalah proses menyeleksi porsi dari
populasi yang dapat mewakili populasi. Teknik sampling merupakan cara-cara
yang ditempuh dalam pengambilan sampel, agar memperoleh sampel yang benar-
benar sesuai dengan keseluruhan subjek penelitian.
Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
teknik purposive sampling, yaitu suatu tehnik penetapan sampel dengan cara
memilih sampel diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti
(tujuan/masalah dalam penelitian), sehingga sampel tersebut dapat mewakili
karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya (Nursalam, 2017).

3.7 Pengumpulan Data dan Analisis Data


3.7.1 Pengumpulan Data
3.7.1.1 Proses Pengumpulan data
Menurut Nursalam, (2017), pengumpulan data adalah suatu proses
pendekatan kepada subjek dan proses pengumpulan karakteristik subjek yang
diperlukan dalam suatu penelitian.
Langkah-langkah dalam pengumpulan data :
1) Peneliti mengajukan judul proposal ke pihak institusi untuk dikeluarkan surat
ijin untuk melakukan survei pendahuluan Di UPT Puskesmas Jekan Raya.
2) Peneliti meminta surat ijin survei dari kampus STIKes Eka Harap Palangka
Raya setelah itu surat ijin survei dari kampus di serahkan ke UPT Puskesmas
Jekan Raya.
3) Peneliti menerima surat izin dari UPT Puskesmas Jekan Raya.
4) Penelitian meminta ijin dari Kepala Puskesmas untuk mendapatkan data dari
TU dan data dari Pasien Hipertensi.
5) Meneruskan penulisan proposal sampai proposal ini di setujui untuk di
ujikan.
42

6) Peneliti meminta surat ijin penelitian dari kampus STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
7) Setelah itu surat ijin penelitian dari kampus di serahkan ke UPT Puskesmas
Jekan Raya.
8) Peneliti menerima surat izin dari Puskesmas Jekan Raya untuk melakukan
penelitian.
9) Peneliti meminta ijin dari kepala Puskesmas untuk melakukan pengumpulan
data.
10) Peneliti melakukan pendekatan dan menjelaskan tujuan penelitian kepada
masyarakat dan memberikan informed consent jika masyarakat setuju untuk
menjadi responden.
11) Peneliti memberikan Kuisioner pada responden yang bersedia untuk diteliti
dan menjelaskan cara pengisian Kuisioner.
12) Setelah Kuisioner di isi oleh responden peneliti mengecek kelengkapan data,
jika ada data yang belum terisi maka peneliti meminta kepada responden
untuk melengkapi data yang belum terisi.
13) Selanjutnya peneliti melakukan rekapitulasi dan tabulasi data selanjutnya
meneruskan penulisan skripsi dan konsultasi degan pembimbing sampai
skripsi di setujui untuk di ujikan.
3.7.1.2 Instrumen Pengumpulan Data
Menurut Nursalam, (2017), instrumen atau alat ukur adalah guna
mengumpulkan data penelitian, instrumen dibuat dalam suatu penelitian bila
peneliti telah menentukan kerangka konsep dan menyusun berbagai variabelnya.
Pada penyusunan instrumen penelitian tahap awal perlu dituliskan data-data
tentang karakteristik responden seperti jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir,
pekerjaaan dan berapa lama mengalami penyakit jantung. Instrumen penelitian
adalah alat-alat yang akan digunakan untuk pengumpulan data. Instrumen dalam
penelitian ini adalah kuesioner .
Kuesioner di sini diartikan sebagai daftar pertanyaan yang sudah tersusun
dengan baik, sudah matang, di mana responden (dalam hal angket) dan interview
(dalam hal wawancara) tinggal memberikan jawaban atau dengan memberikan
tanda-tanda tertentu (Notoatmojo, 2010). Pentingnya kuesioner sebagai alat
43

pengumpul data adalah untuk memperoleh suatu data yang sesuai dengan tujuan
penelitian tersebut. Oleh karena itu, isi kuesioner adalah sesuai dengan hipotesis
penelitian tersebut. Kuesioner adalah bentuk penjabaran variabel-variabel yang
terlibat dalam tujuan penelitian dan hipotesis.
Adapun instrumen penelitian yang akan digunakan peneliti untuk melakukan
penelitian adalah dengan menggunakan kuesioner Self Efficacy dengan kepatuhan
minum obat penderita Hipertensi. Kuesioner terdiri dari dua macam, yaitu:
1) Kuesioner Self Efficacy
Instrumen yang dapat digunakan untuk mengukur Self Efficacy adalah

kuesioner yang dibuat dan dikembangkan oleh Ralf Schwarzer Dan Matthias

Jerusalem (1995). Kuesioner GSE Scale (General Self-Efficacy) ini berisi 10

pertanyaan dan telah diteliti di 23 negara yang memiliki hasil uji validitas dan

realibilitas pada rentang Cronbach Alpha 0.76-0.9 (Schwarzer dan Jersalem,

1995). Kuesioner GSE Scalediadopsi dan dimodifikasi oleh Andi Sofyan Prasetyo

(2012) untuk mengukur efikasi diri pada pasien hipertensi dan telah diuji validitas

dan realibilitas didapatkan nilai Cronbach Alpha 0,780 dan dinyatakan valid dan

reliable (Prasetyo, 2012).

Kuesioner ini dikategorikan menjadi 2 yaitu kurang jika skor < mean dan

baik jika skor ≥ mean (dengan nilai mean kuesinoer 27). Dimana nilai efikasi diri

10-30 dengan kriteria skor mampu (3), kurang mampu (2), tidak mampu (1).

Sehingga didapatkan skor baik = ≥ 27, kurang = < 27. Dengan pengkodean (1 =

baik, 2 = kurang).

2) Kuesioner Kepatuhan minum obat


Kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat dapat diukur menggunakan
berbagai metode, salah satu metode yang dapat digunakan adalah metode MMAS-
8 (Modifed Morisky Adherence Scale). Morisky secara khusus membuat skala
untuk mengukur kepatuhan dalam mengkonsumsi obat dengan delapan item yang
berisi pernyataan-pernyataan yang menunjukan frekuensi kelupaan dalam minum
44

obat, kesengajaan berhenti minum obat tanpa sepengetahuan dokter, kemampuan


untuk mengendalikan dirinya untuk tetap minum obat (Morisky & Muntner dalam
Jilao 2017).
Pengukuran skor Morisky scale 8-items untuk pertanyaan 1 sampai 7, jika
jawaban ya bernilai 1, kecuali pertanyaan nomor 5 jawaban ya bernilai 0,
sedangkan untuk pertanyaan nomor 8 jika menjawab tidak pernah/ jarang (tidak
sekalipun dalam satu minggu) bernilai 0 dan bila responden menjawab sekali-kali
(satu/dua kali dalam seminggu), terkadang (tiga/empat kali dalam seminggu),
biasanya (lima/enam kali dalam seminggu) dan setiap saat bernilai 1. Pasien
dengan total skor lebih dari dua dikatakan kepatuhan rendah, jika skor 1 atau 2
dikatakan kepatuhan sedang dan jika skor 0 dikatakan responden memiliki
kepatuhan yang tinggi (Morisky & Muntner dalam Jilao 2017).
3.7.2 Pengolahan Data
Pengolahan data merupakan salah satu bagian kegiatan setelah kegiatan
pengumpulan data. Tahap pengolahan data melalui beberapa proses yaitu :
1.7.2.1 Editing
Menurut Notoadmodjo (2010), penyuntingan atau editing adalah kegiatan
pengecekan dan perbaikan isian formulir atau kuesioner.
1.7.2.2 Coding
Menurut Nursalam, (2017), data yang sudah terkumpul perlu diberi kode pada
setiap lembar jawaban untuk memudahkan analisis. Pemberian kode pada setiap
jawaban sangat penting artinya jika pengolahan dilakukan dengan komputer.
Pemberian kode dilakukan oleh peneliti dengan menuliskannya pada kolom
disamping jawaban yang telah diisi responden.
Coding secara umum :
1) Responden
Kode: R1, R2, R3 dan seterusnya.
2) Usia responden:
Usia 26 - 35 :1
Usia 36 - 45 :2
Usia 46 – 55 :3
Usia 56 – 65 :4
45

3) Jenis kelamin responden:


Laki-laki :1
Perempuan :2
4) Pendidikan terakhir responden:
Tidak Sekolah :1
SD :2
SMP :3
SMA :4
Perguruan tinggi :5
5) Pekerjaan responden:
Tidak bekerja :1
Wiraswasta (Petani/ Pekebun/ Peternak/ Pedagang) : 2
Karyawan swasta :3
PNS/TNI/POLRI :4
Ibu Rumah Tangga :5
6) Lama mengalami penyakit Hipertensi:
< 1 tahun :1
1-3 tahun :2
4-6 tahun :3
> 6 tahun :4
7) Pernah atau tidak mendapat informasi tentang Kepatuhan Minum Obat
Hipertensi:
Tidak Pernah :0
Pernah :1
8) Jika pernah sumber informasi dari mana
Penyuluhan (Tenaga Kesehatan) :1
Media Cetak (majalah, Koran, dan buku) :2
Media Elektronik (TV, Internet, dan radio) :3
9) Self Efficacy pada penderita Hipertensi :
Mampu :3
Kurang Mampu : 2
Tidak Mampu : 1
46

Kategori Self Efficacy:


Kurang : Jika skor < mean (27)
Baik : Jika skor > mean (27)
10) Tingkat kepatuhan minum obat pada penderita Hipertensi :
Ya :1
Tidak :0
Kategori Kepatuhan Minum Obat:
Kepatuhan rendah :>2
Kepatuhan sedang : 1 atau 2
Kepatuhan tinggi :0
1.7.2.3 Scoring
Kegiatan pemberian skor dilakukan pada setiap lembar kuesioner , sesuai
dengan skor pada definisi operasional. Menurut Nursalam, (2017), scoring adalah
menentukan skor atau nilai untuk setiap item pertanyaan, untuk menentukan nilai
terendah dan tertinggi, menetapkan jumlah kuesioner, dan bobot masing-masing
kuesioner.
1) Menentukan scoring Self efficacy
Aspek Self Efficacy menggunakan skala likert yang terdiri dari 3 alternatif
jawaban yaitu mampu, kurang mampu dan tidak mampu.
Skala pengukuran : Ordinal
Skor : Mampu :3
Kurang mampu :2
Tidak mampu :1
Selanjutnya presentasi jawaban diinterprestasikan dalam kualitatif dengan
acuan sebagai berikut:
a) Baik : > mean (27)
b) Kurang : < mean (27)
2) Menentukan scoring kepatuhan minum obat pada pasien DM:
a) Kepatuhan rendah : skor > 2
b) Kepatuhan sedang : skor 1 atau 2
c) Kepatuhan tinggi : skor 0
47

1.7.2.4 Tabulating (tabulasi)


Tabulasi adalah pembuatan tabel-tabel yang berisi data yang telah diberi kode
sesuai dengan analisis yang dibutuhkan (Nursalam, 2017), Jawaban dari
responden selanjutnya dihitung dan dijumlahkan, kemudian dimasukkan dalam
bentuk tabel data. Tabel data yang digunakan pada penelitian ini menggunakan
program SPSS berupa program komputer yang digunakan untuk analisis statistik.

3.7.3 Analisa Data


Menurut Nursalam, (2017), analisa data merupakan bagian yang sangat
penting untuk mencapai tujuan pokok penelitian, yaitu menjawab pertanyaan-
pertanyaan penelitian yang mengungkap fenomena. Analisa data yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu:
3.7.3.1 Analisis Univariat
Menurut Notoadmodjo (2010), Analisis univariat bertujuan untuk
menjelaskan atau mendiskripsikan karakteristik tiap variabel penelitian. Bentuk
analisis univariat tergantung dari jenis datanya. Untuk data numerik digunakan
nilai mean atau rata-rata, median dan standar deviasi. Pada umumnya dalam
analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan persentasi dari tiap variabel.
Analisis univariat dalam penelitian ini adalah, jenis kelamim, usia, pendidikan
terakhir, pekerjaan, berapa lama mengalami penyakit Hipertensi.
3.7.3.2 Analisis Bivariat
Menurut Notoadmodjo (2010), analisis bivariat yang dilakukan terhadap dua
variabel yang diduga saling berhubungan atau korelasi. Analisis ini untuk
membuktikan adanya Hubungan Self Efficacy Dengan Kepatuhan Minum Obat
Pada Penderita Hipertensi Di UPT Puskesmas Jekan Raya.
Setelah data terkumpul dari hasil pengumpulan data maka selanjutnya
dilakukan pengolahan data. Pengolahan data yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah dengan Uji Korelasi Rank Spearman untuk melihat adanya
hubungan dari kedua variabel dan menggunakan bantuan SPSS (Statistical
Product Service Solution) dengan skala ordinal pada variabel Independen dan
Dependen.
48

3.8 Etika Penulisan


3.8.1 Informed Consent
Subjek harus mendapatkan informasi secara lengkap tentang tujuan penelitian
yang akan dilaksanakan, mempunyai hak untuk bebas berpartisipasi atau menolak
menjadi responden. Pada informed consent perlu dicantumkan bahwa data yang
diperoleh hanya akan dipergunakan untuk pengembangan ilmu (Nursalam, 2017),
Informed consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan
memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan informed
consent adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian, mengetahui
dampaknya. Jika subjek bersedia, maka mereka harus menandatangani lembar
persetujuan. Jika responden tidak bersedia, maka peneliti harus menghormati hak
pasien.
3.8.2 Tanpa Nama (Anonimity)
Subjek mempunyai hak untuk meminta bahwa data yang diberikan harus
dirahasiakan, untuk itu perlu adanya tanpa nama Nursalam, (2017). Masalah etika
keperawatan merupakan masalah yang memberikan jaminan dalam penggunaan
subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama
responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar
pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan.
3.8.3 Kerahasiaan (Confidentiality)
Subjek mempunyai hak untuk meminta bahwa data yang diberikan harus
dirahasiakan Nursalam, (2017). Masalah ini merupakan masalah etika dengan
memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun
masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin
kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan
pada hasil riset.
3.8.4 Justice (Keadilan)
Subjek harus diperlakukan secara adil baik sebelum, selama, dan sesudah
keikutsertaannya dalam penelitian tanda adanya diskriminasi apabila ternyata
mereka tidak bersedia atau dikeluarkan dari penelitian (Nursalam, 2018: 195).
3.8.5 Benefit Ratio (Risiko)
49

Peneliti harus menjelaskan risiko dan keuntungan yang didapat responden


yang akan berakibat kepada subjek pada setiap tindakan (Nursalam, 2018: 195).
DAFTAR PUSTAKA

Adib, M. (2016). Cara mudah memahami dan menghindari hipertensi, jantung


dan stroke. Yogyakarta: Dianloka.

Agustina, Shintya (2019) Tingkat Kepatuhan Minum Obat Antiihipertensi Pada


Pasien Hipertensi Di Puskesmas Kendalsari Kota Malang, Diploma thesis,
Akademi Farmasi Putra Indonesia Malang

Amila, A., Sinaga, J., & Sembiring, E. (2018). Self Efficacy dan Gaya Hidup
Pasien Hipertensi. Jurnal Kesehatan, 9 (3), 360.
https://doi.org/10.26630/jk.v9i3.974

Amin, H. (2015). Aplikasi Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis Dan


Nanda Nic-Noc (Edisi revi). MediAction.

Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.


(2013). Riset Kesehatan Dasar 2013. In Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia. https://doi.org/1 Desember 2013

Bandura, A. (2010). Self Efficacy Mechanism in Psikological and Health


Promoting Behavior. Prentice Hall.

Damayantie N., Heryani E. & Muazir (2018). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi


Perilaku Penatalaksanaan Hipertensi Oleh Penderita Di Wilayah Kerja
Puskesmas Sekernan Ilir Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2018. Jurnal Ners
dan Kebidanan. Fakultas Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes :
Jambi.

Destiny, O. B. (2011). Skripsi : Hubungan Pengetahuan Keluarga dengan


Tingkat Kepatuhan Pasien Skizofrenia Minum Obat di Rumah Sakit Jiwa
Daerah Provinsi Sumatera Utara, Program Studi Ilmu Keperawatan,
Universitas Sumut

Dinkes Provinsi Kalimantan Tengah. 2021. Profil Kesehatan Provinsi


Kalimantan Tengah Tahun 2019. Palangka Raya: Dinkes Provinsi Kalteng.

Dinkes Kota Palangka Raya. 2021. Profil Kesehatan Kota Palangka Raya Tahun
2019. Palangka Raya: Dinkes Kota Palangka Raya.

Fatmah, Siti Noor. (2017). Kepatuhan Pasien Yang Menderita Penyakit Kronis
Dalam Mengkonsumsi Obat Harian. Fakultas Psikologi Universitas Mercu
Buana Yogyakarta.

Hidayat, A. (2017). Metode Penelitian: Pengertian, Tujuan, Jenis. Stastikian.


Com.
Herdman, T. H. (2012). NANDA 2012-2014 Diagnosa Keperawatan Definisi dan
Klasifikasi. EGC: Jakarta.

Herlambang. (2013). Menaklukan Hipertensi dan Diabetes. Jakarta: Penerbit


Tugu Publisher.

Kawulusan, K. B., Katuuk, M. E., & Bataha, Y. B. (2019). Hubungan Self-


Efficacy Dengan Kepatuhan Minum Obat Hipertensi Di Puskesmas Ranotana
Weru Kota Manado. Jurnal Keperawatan, 7(1), 1 9.

Kemenkes RI, 2020. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Kemenkes RI.

Kurniadi, H., Nurrahmani., U. (2014). Stop Diabetes Hipertensi Kolesterol Tinggi


Jantung Koroner.

Lemone Priscilla, Karen M. Burke, Gerene bauldoff. (2015). Keperawatan


Medikal Bedah. Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Ninda Ayu Prabasari. (2021). Self Efficacy, Self Care Management, Dan
Kepatuhan Pada Lansia Hipertensi (Study Fenomenology). Jurnal Keperawatan
Malang, 6, No. 1. https://jurnal.stikespantiwaluya.ac.id/

Novitasari S. (2017). Skripsi : Hubungan Efikasi Diri Dengan Kepatuhan Minum


Obat Pada Pasien TB Paru. Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas
Jember.

Nursalam. (2017). Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan. Selemba Medika.

Nursalam. (2020). Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis


Edisi 5. Selemba Medika.

Mathavan, J dan Pinalth, G. 2017. Gambaran Tingkat Pengetahuan Terhadap


Hipertensi Dan Kepatuhan Minum Obat Pada Penderita Hipertensi Di
Wilayah Kerja Puskesmas Kintamani I, Bangli Bali

Mulyasari, P. (2016). Hubungan Dukungan Keluarga dan Pengetahuan Pasien


Dengan Kepatuhan Pengobatan Pasien Hipertensi di Puskesmas Pegirian.
Universitas Airlangga.

Mustafa K,. (2018). Hubungan Self-efficacy dengan Kepatuhan Minum obat


Penderita Hipertensi di Puskesmas Kuta Alam Banda Aceh. Fak. Kedokteran
Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh.

Prasetyo, A. S. 2012. Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Self


Care Manajemen Asuhan Keperawatan Pasien Hipertensi Di RSUD Kudus.
Tesis. Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Program Magister Ilmu
Keperawatan Kekhususan Keperawatan Medikal Bedah
Price, Sylvia Anderson, & L. M. W. (2006). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. Jakarta: EGC.

Pudiastuti, R. D. 2018. Penyakit Penyakit Mematikan. Yogyakarta: Nuha medika

Puspitasari, R., & Nurcahyanti, D. D. (2018). Hubungan Antara Kepatuhan


Penggunaan Apd Dengan Kejadian Kecelakaan Kerja Karyawan Di PT STI
Tbk. Cikupa Kabupaten Tangerang. Jurnal Kesehatan, 7(2), 97–106.

Rendy, M. C., & Margareth, T. H. (2012). Asuhan keperawatan medikal bedah


dan penyakit dalam. Yogyakarta: Nuha Medika.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2018). Badan Penelitian dan Pengembangan


Kesehatan Kementerian RI tahun 2018.

Smeltzer. (2013). Keperawatan Medikal Bedah: Brunner & Sudarth edisi 12.
EGC: Penerbit Buku Kedokteran

Soenarta, A. A. et al. (2015). Pedoman Tatalaksana Hipertensi pada Penyakit


Kardiovaskular (Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular indonesia
(ed.); edisi pert).

Statistik, B. P. (2020). Penyedian Data Untuk Perencanaan Pembangunan.


https://bappeda.palangkaraya.go.id/wp-content/uploads/sites/25/2020/07/
Kota-Palangka-Raya-Dalam-Angka-2020-Penyediaan-Data-Untuk-
Perencanaan-Pembangunan.pdf

Sugiono, S. (2016). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif, dan r & d. Bandung:


Alfabeta.

Suyanto, B. (2015). Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan.


Prenada Media.

Tomaszewski, M., White, C., Patel, P., Masca, N., Damani, R., Hepworth, J.,
Samani, N. J., Gupta, P., Madira, W., Stanley, A., & Williams, B. (2014).
High rates of non-adherence to antihypertensive treatment revealed by high-
performance liquid chromatography-tandem mass spectrometry (HP LC-
MS/MS) urine analysis. 11, 855–861. https://doi.org/10.1136/heartjnl-2013-
305063

Triyanto E. 2018. Pelayanan keperawatan bagi penderita hipertensi secara


terpadu. Yogyakarta :Graha Ilmu

World Health Organization (WHO). 2013. Data Hipertensi Global. Asia


Tenggara: WHO.

World Health Organization (WHO). 2018. Global NCD Target Reduce High
Blood Pressure.
Wijaya, A. S., & Putri, Y. M. (2013). Keperawatan medikal bedah. Yogyakarta:
Nuha Medika.

Zulfikar. (2015). Penatalaksanaan Hipertensi Terpadu. Jakarta: Balai Penerbit


SURAT PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN
(INFORMED CONSENT)

Nama Peneliti : Fordianus Candy


Judul Penelitian : Hubungan Self Efficacy Dengan Kepatuhan Minum
Obat Pada Penderita Hipertensi Di UPT Puskesmas
Jekan Raya

Saya adalah mahasiswa Program Studi S-1 Keperawatan STIKES Eka


Harap Palangkaraya. Penelitian ini dilaksanakan sebagai salah satu kegiatan
dalam menyelesaikan tugas akhir di Program Studi S-1 Keperawatan STIKES Eka
Harap Palangkaraya. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui Hubungan Self
Efficacy Dengan Kepatuhan Minum Obat Pada Penderita Hipertensi Di UPT
Puskesmas Jekan Raya.
Saya mengharapkan kesediaan Bpk/ Ibu untuk memberikan
jawaban/tanggapan tanpa dipengaruhi orang lain. Saya menjamin kerahasiaan
pendapat dan identitas Bpk/Ibu. Informasi yang Bpk/Ibu berikan hanya akan
digunakan untuk pengembangan ilmu Keperawatan dan tidak akan digunakan
untuk maksud lain-lain. Partisipasi Bpk/Ibu dalam penelitian ini bersifat bebas
untuk menjadi responden penelitian atau menolak tanpa sanksi apapun. Jika
Bpk/Ibu bersedia menjadi responden dalam penelitian ini silahkan
menandatangani kolom dibawah ini

Kode Responden :
Kode Responden :
Tanggal :
Tanggal
Tanda Tangan : :

Tanda Tangan :
Kode Responden : ....................

KUEISIONER
A. PETUNJUK
1. Tuliskan terlebih dahulu identitas Anda pada tempat yang telah
disediakan.
2. Berikan tanda check list ( ) pada alternatif jawaban yang Anda pilih.
B. DATA DEMOGRAFI
INISIAL NAMA : ..........................
1. Umur
: Usia 26 – 35 Tahun
: Usia 36 - 45 Tahun
: Usia 46 – 55 Tahun
: Usia 56 – 65 Tahun
2. Jenis Kelamin
: Laki-laki
: Perempuan
3. Pendidikan
: Tidak Sekolah
: SD
: SMP
: SMA
: Perguruan Tinggi
4. Pekerjaan
: Tidak bekerja
: Wiraswasta (Petani/ Pekebun/ Peternak/ Pedagang)
: Karyawan swasta
: PNS/TNI/POLRI
: Ibu Rumah Tangga
5. Lama mengalami penyakit Hipertensi:
: Kurang dari 1 tahun
: 1-3 tahun
: 4-6 tahun
: > 6 tahun
6. Pernah mendapatkan penyuluhan/ informasi tentang Kepatuhan Minum
Obat Hipertensi?
: Tidak Pernah
: Pernah
7. Jika pernah sumber informasi dari mana
: Penyuluhan (Tenaga Kesehatan)
: Media Cetak (majalah, Koran, dan buku)
: Media Elektronik (TV, Internet, dan radio)
LEMBAR KUESIONER A
SELF EFFICACY

Hubungan Self Efficacy Dengan Kepatuhan Minum Obat Pada


Penderita Hipertensi Di UPT Puskesmas Jekan Raya

Petunjuk Pengisian :
1. Pilih sampai sejauh mana keyakinan dan kemampuan anda, bahwa anda
mampu melaksanakan aktivitas di bawah ini.
2. Beri tanda check list (√) pada angka di kolom yang sesuai :
a. TM : adalah kelompok untuk tidak melakukan aktivitas, jika anda
merasa tidak mampu melakukan aktivitas tersebut.
b. KM : adalah kelompok untuk ragu-ragu atau kadang mampu
melakukan kadang tidak mampu melakukan aktivitas tersebut.
c. MM : adalah kelompok pasti mampu melakukan, jika anda merasa
yakin sekali mampu melakukan aktivitas tersebut.
Silahkan cermati pertanyaan yang ada kemudian sesuaikan dengan keyakinan diri
anda terkait pertanyaan tersebut dengan memberi check list (√) pada salah satu
pilihan jawaban yang disediakan.
JAWABAN
NO PERNYATAAN TM KM MM
(1) (2) (3)
1. Saya mampu mengukur tekanan darah ke
petugas kesehatan
2. Saya mampu memelihara berat
badan
sehingga tidak mengalami kegemukan
3. Saya mampu memilih makanan yang sesuai
untuk pasien hipertensi (seperti : rendah
garam, rendah lemak, buah, sayur)
4. Saya mampu melakukan olahraga minimal
30 menit setiap hari atau sesuai saran dari
tenaga kesehatan
5. Saya mampu menghindari minum-
minuman keras
6. Saya mampu untuk mengurangi konsumsi
kafein seperti kopi
7. Saya mampu mengatasi stress ketika saya
menghadapi masalah
8. Saya mampu untuk tidak merokok
9. Saya mampu menghindari orang lain yang
sedang merokok
10. Saya mampu untuk menggunakan obat
sesuai aturan ketika saya mendapat obat dari
tenaga kesehatan
Sumber: Prasetyo (2012)
LEMBAR KUESIONER B
KEPATUHAN MINUM OBAT PASIEN

Hubungan Self Efficacy Dengan Kepatuhan Minum Obat Pada


Penderita Hipertensi Di UPT Puskesmas Jekan Raya

Petunjuk pengisian :
Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan memberikan tanda (√ ) pada pernyataan
yang anda anggap sesuai dengan keadaan anda saat ini alami.

No Pertanyaan Ya Tidak
1 Apakan Bapak/Ibu/Saudara/ terkadang lupa minum
obat?
2 Selama dua minggu terakhir, adakah Bapak/Ibu pada
suatu hari tidak meminum obat ?
3 Apakah Bapak/Ibu pernah menguragi atau
menghentikan penggunaan obat tanpa memberi tahu
ke dokter karena merasakan kondisi lebih buruk/tidak
nyaman saat menggunakan obat?
4 Saat melakukan perjalanan atau meninggalkan
rumah, apakah Bapak/Ibu terkadang lupa untuk
membawa serta obat?
5 Apakah Bapak /Ibu kemarin meminum semua obat?
6 Saat merasa keadaan membaik, apakah Bapak/Ibu
terkadang memilih untuk berhenti meminum obat?
7 Sebagian orang merasa tidak nyaman jika harus
meminum obat setiap hari, apakah Bapak/Ibu
pernah merasa terganggu karena keadaan seperti itu.?
8 Berapa kali Bapak/Ibu lupa minum obat?
a.Tidak pernah
b.Sekali-sekali
c.terkadang
d.Biasanya setiap saat
Sumber: (Morisky & Muntner dalam Jilao, 2017)
Keterangan:
Skor > 2 : Kepatuhan Rendah Skor
1 atau 2 : Kepatuhan Sedang
Skor 0 : Kepatuhan Tinggi

Anda mungkin juga menyukai