Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Abdominal pain merupakan gejala utama dari acute abdomen yang


terjadi secara tiba-tiba dan tidak spesifik. akut abdomen merupakan istilah
yang digunakan untuk gejala-gejala dan tanda-tandadari nyeri abdomen
dan nyeri tekanan yang tidaks pesifik tetapi sering terdapat pada
penderita dengan keadaan intra abdomen akut yang berbahaya
(cooper,2019). AsosiasiNyeriInternasionan (2017) menggambarkan nyeri
sebagai perasaan yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional
yang dihubungkan dengan actual atau potensial kerusakan jaringan tubuh.

Nyeri adalah bentuk ketidaknyamanan yang dapat disebabkan oleh


banyak hal. Nyeri dapat timbul karena efek dari penyakit- penyakit tertentu
atau akibat dari cedera. Jika hal ini terjadi, konsep keperawatan diarahkan
untuk menghilangkan rasa nyeri dan mengembalikan kepada kondisi
nyaman. Namun, hal yang menyulitkan penatalaksanaan nyeri adalah nyeri
dapat bersifat subjektif. Masing-masing orang akan menanggapi secara
berbeda terhadap nyeri yang dirasakannya. Perbedaan respon tersebut
berkaitan erat dengan budaya, jenis kelamin, umur, kebiasaan dan
sebagainya (Sri Mulya Ningsih 2018).

Menurut dari data World Health Organization (WHO) tahun 2018


didapatkan kejadian nyeri perut sebesar 1.769.425 jiwa (90%) wanita
mengalami nyeri perut dengan 10-15% mengalami nyeri peur berat. Angka
kejadian nyeri perut di dunia sangat besar, rata-rata hamper lebih dari 50%
wanita mengalaminya (Studi et al., 2019).

Prevalensi abdominal pain di setiap negara berbeda-beda. Adapun


prevalensi di Amerika Serikat kurang lebih sekitar 85%, di Italia sebesar
84,1% serta di Australia sebesar 80%. Prevalensi rata-rata di Asia kurang
lebih. sekitar 84,2% dengan spesifikasi 68,7% terjadi di Asia Timur laut,
74,8% di Asia Timur Tengah dan di Asia Barat laut sekitar 54,0%.
Prevalensi di negaranegara Asia Tenggara juga berbeda, adapun angka
kejadian nyeri perut di Malaysia mencapai 69,4%, Thailand 84,2%
(Tsamara et al., 2020).

Di Indonesia tahun 2016 terdiri dari 54,89% dismenorea primer dan


9,36% dismenorea sekunder (Studi et al., 2019). Berdasarkan Profil
Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2018, angka kejadian
dismenorea cukup tinggi yaitu tingkat nyeri ringan sebesar 57,7%, nyeri
sedang 38,5% dan nyeri berat sebesar 3,8%. Hal ini menunjukkan bahwa
banyaknya remaja putri yang mengalami dismenorea. (Dinkes Sulsel,
2018).

Guided imagery merupakan teknik yang menggunakan imajinasi


seseorang untuk mencapai efek positif (Cole, 2021). Teknik ini dimulai
dengan proses relaksasi yaitu meminta kepada pasien untuk perlahan-
lahan menutup matanya dan fokus pada napas mereka, pasien didorong
untuk mengosongkan pikiran dan memenuhi pikiran dengan bayangan
yang dapat membuat tenang dan damai (De Paolis et al., 2019). Teknik ini
bisa ditambahkan dengan mendengarkan musik alam untuk meningkatkan
imajinasi diri (Ulya, 2017) Menurut (Potter et al., 2016) menyatakan bahwa
nyeri seringkali merupakan tanda yang menyatakan ada sesuatu yang
secara fisiologis terganggu yang menyebabkan seseorang meminta
pertolongan. Nyeri juga merupakan masalah serius yang harus direspons
dan diintervensi dengan memberikan rasa nyaman, aman bahkan
membebaskan nyeri.

Perawat mempunyai peran penting dalam penanganan dan


pengendalian nyeri yang dialami pasien sebagai bagian dari asuhan
keperawatan (Johnson et al., 2015). Penanganan nyeri dapat dilakukan
dengan terapi farmakologi dan terapi non farmakologis (Johnson et al.,
2015; Shaheen et al. 2016; Brown, 2014).

Berdasarkan Latar Belakang di atas maka peneliti tertarik untuk


meneliti dengan judul Asuhan Keperawatan Abdominal Pain(nyeri perut)”
Berdasarkan data diatas, penulis tertarik untuk menyusun sebuah Studi
Kasus dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Ny. S dengan diagnosis
medis Abdominal Pain (nyeri perut) di Ruangan Baji Nyawa RSUD
Labuang Baji.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

a. Tujuan umum dari penulisan karya ilmiah ini adalah untuk


memberikan gambaran Asuhan Keperawatan pada Ny “S” dengan
diagnosis medis Abdominal pain (nyeri perut) di Ruangan
Perawatan Baji Nyawa Rumah Sakit RSUD Labuang Baji Makassar.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mendapatkan pengalaman nyata tentang pengkajian


keperawatan medical bedah pada Ny “S” dengan diagnosis medis
Abdominal pain (nyeri perut) di Ruangan Perawatan Baji Nyawa
Rumah Sakit RSUD Labuang Baji Makassar.

b. Untuk mendapatkan pengalaman nyata dalam menetapkan


diagnosis keperawatan medical bedah pada Ny “S” dengan
diagnosis medis Abdominal Pain (nyeri perut) di Ruangan
Perawatan Baji Nyawa Rumah Sakit RSUD Labuang Baji Makassar.

c. Untuk mendapatkan pengalaman nyata dalam menyusun rencana


tindakan keperawatan medical bedah pada Ny “S” dengan diagnosis
medis Abdominal Pain (nyeri perut) di Ruangan Perawatan Baji
Nyawa Rumah Sakit RSUD Labuang Baji Makassar.

d. Untuk mendapatkan pengalaman nyata dalam melaksanakan


tindakan keperawatan medical bedah pada Ny “S” dengan diagnosis
medis Abdominal Pain (nyeri perut) di Ruangan Perawatan Baji
Nyawa Rumah Sakit RSUD Labuang Baji Makassar.

e. Untuk mendapatkan pengalaman nyata dalam melakukan evaluasi


Manajemen asuhan keperawatan keperawatan medical bedah pada
Ny “S” dengan diagnosis medis Abdominal Pain (nyeri perut) di
Ruangan Perawatan Baji Nyawa Rumah Sakit RSUD Labuang Baji
Makassar.

C. Manfaat Penulisan

1. Institusi Pendidikan Sebagai bahan bacaan dan referensi dalam


meningkatkan pengetahuan peserta didik tentang asuhan keperawatan
keperawatan medical bedah pada Ny “S” dengan diagnosis medis
Abdominal Pain (nyeri perut) di Ruangan Perawatan Baji Nyawa Rumah
Sakit RSUD Labuang Baji Makassar

2. Institusi Rumah Sakit Sebagai bahan masukan bagi instansi terkait


dalam mengambil keputusan dan kebijakan untuk meningkatkan mutu
asuhan keperawatan keperawatan medical bedah pada Ny “S” dengan
diagnosis medis Abdominal Pain (nyeri perut) di Ruangan Perawatan
Baji Nyawa Rumah Sakit RSUD Labuang Baji Makassar.

3. Bagi Pasien dan Keluarga Menjadi acuan bagi Ny “S” dalam mengatasi
masalah yang dialami secara konstruktif dan kepada keluarga pasien
dapat menjadi bahan acuan dalam merawat pasien di rumah khususnya
yang mengalami diagnosis Abdominal Pain (nyeri perut)

4. Penulis Sebagai tambahan pengetahuan dan pengalaman penullis


dalam memberikan asuhan keperawatan medical bedah serta
mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh selama mengikuti
pendidikan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 TINJAUAN TEORI abdominal pain


2.2 Anatomi Abdomen
Abdomen ialah rongga terbesar dalam tubuh. Bentuk lonjong dan
meluas dari atas diafragma sampai pelvis dibawah. Rongga abdomen
dilukiskan menjadi dua bagian – abdomen yang sebenarnya, yaitu
rongga sebelah atas dan yang lebih besar, dan pelvis yaitu rongga
sebelah bawah dab kecil. Batasan – batasan abdomen. Di atas,
diafragma, Di bawah, pintu masuk panggul dari panggul besar. Di depan
dan kedua sisi, otot – otot abdominal, tulang –tulang illiaka dan iga – iga
sebelah bawah. Di belakang, tulang punggung, dan otot psoas dan
quadratrus lumborum.

Abdomen adalah bagian tubuh yang berada di antara panggul dan


toraks. Di Indonesia umumnya, abdomen sering disebut perut. Perut
memiliki fungsi untuk menyediakan otot-otot penting untuk
keseimbangan, postur, pernapasan, dan menampung sistem pencernaan

Isi Abdomen. Sebagaian besar dari saluran pencernaan, yaitu lambung,


usus halus, dan usus besar. Hati menempati bagian atas, terletak di bawah
diafragma, dan menutupi lambung dan bagian pertama usus halus.
Kandung empedu terletak dibawah hati. Pankreas terletak dibelakang
lambung, dan limpa terletak dibagian ujung pancreas. Ginjal dan kelenjar
suprarenal berada diatas dinding posterior abdomen. Ureter berjalan
melalui abdomen dari ginjal. Aorta abdominalis, vena kava inferior,
reseptakulum khili dan sebagaian dari saluran torasika terletak didalam
abdomen.Pembuluh limfe dan kelenjar limfe, urat saraf, peritoneum dan
lemak juga dijumpai dalam rongga ini. Seperti nyeri pada region yang
lainnya, nyeri abdomen muncul dengan berbagai cara dan mempunyai
banyak penyebab yang berbeda. Kita harus menentukan letaknya, radiasi,
keparahan, karakter, frekuensi, durasi, faktor pemicu dan yang mengurangi
gejala dan gejala lain yang berhubungan . (Judith M. Wilkinson 2015, yang
dikutip oleh Smeltzer, Suzanne C).

A. Definisi Nyeri Abdomen

Abdominal pain merupakan gejala utama dari acute abdomen yang


terjadi secara tiba-tiba dan tidak spesifik.akut abdomen merupakan istilah
yang digunakan untuk gejala-gejala dan tanda-tanda dari nyeri abdomen
dan nyeri tekanan yang tidak spesifik tetapi sering terdapat pada penderita
dengan keadaan intra abdominal lakut yang berbahaya (cooper,2019).

B. Etiologi (Penyebab)

Nyeri abdomen dapat disebabkan oleh masalah disepanjang saluran


pencernaan atau diberbagai bagian abdomen, yang bisa berupa :

a. ulkus yang mengalami perforasi

b. irritable bowel syndrome

c. apendisitis

d. pankreasitis

e. batu empedu.

Beberapa kelainan tersebut bersifat relative ringan ; yang lain


mungkin bisa berakibat fatal. Penyebab tersering dari akut
abdomen antara lain appendisitis, Appendiksitis merupakan infeksi
bakteri yang disebabkan oleh obstruksi atau penyumbatan akibat :
Hiperplasia dari folikel limfoid, Adanya fekalit dalam lumen
appendiks, Tumor appendiks, Adanya benda asing seperti cacing
askariasis. Erosi mukosa appendiks karena parasit seperti E.
Histilitica.

Definisi nyeri

McCaffery (1980) menyatakan bahwa nyeri adalah segala sesuatu yang


dikatakan seseorang tentang nyeri tersebut dan terjadi kapan saja saat
seseorang mengatakan merasakan nyeri. Definisi ini menempatkan seorang
pasien sebagai expert (ahli) di bidang nyeri, karena hanya pasienlah yang tau
tentang nyeri yang ia rasakan. Bahkan nyeri adalah sesuatu yang sangat
subjektif , tidak ada ukuran yang objektif padanya, sehingga hanyalah orang
yang merasakannya yang paling akurat dan tepat dalam mendefinisikan nyeri
(Sigit nian prasetio, 2010).

1. Fisiologi Nyeri

a. stimulus

Nyeri selalu dikaitkan dengan adanya stimulus (rangsangan nyeri) dan


reseptor.Reseptor yang dimaksud adalah nosiseptor, yaitu ujung-ujung
saraf bebas pada kulit yang berespon terhadap stimulus yang
kuat.Munculnya nyeri dimulai dengan adanya stimulus nyeri.stimulus-
stimulus tersebut dapat berupa biologis, zat kimia, panas, listrik serta
mekanik.

b. Reseptor Nyeri

Reseptor merupakan sel-sel khusus yang mendeteksi perubahan-

perubahan partikular disekitarnya, kaitannya dengan proses terjadinya

nyeri maka reseptor-reseptor inilah yang menangkap stimulus-stimulus

nyeri.

c. Pathways Nyeri
Untuk lebih mudah memahami proses terjadinya nyeri, dibutuhkan

pengetahuan yang baik tentang anatomi fisiologi sistem persyarafan.

Rangkaian proses terjadinya nyeri diawali dengan tahap transduksi,

dimana hal ini terjadi ketika nosiseptor yang terletak pada bagian perifer

tubuh distimulasi oleh berbagai stimulus, seperti faktor biologis, mekanis,

listrik, thermal, radiasi dan lain-lain sebagaimana telah disebutkan pada

tabel 1. Serabut saraf tertentu bereaksi atas stimulus tertentu,

sebagaimana juga telah disebutkan dalam klasifikasi reseptor sebelimnya.

Fast pain dicetuskan oleh reseptor tipe mekanisme atau termal (yaitu

serabut saraf A-Delta),sedangkan slow pain (nyeri lambat) biasanya

dicetuskan oleh serabut saraf C). Serabut saraf A-Delta mempunyai

karakteristik menghantarkan nyeri dengan cepat serta bermielinasi, dan

serabut saraf C yang tidak bermielinasi, berukuran sangat kecil dan bersifat

lambat dalam menghantarkan nyeri.serabut A mengirim sensasi yang

tajam, terlokalisasi, dan jelas dalam melokalisasi sumber nyeri dan

mendeteksi intensitas nyeri. serabut C menyampaikan impuls yang tidak

terlokalisasi (bersifat difusi), viseral dan terus menerus. Sebagai contoh

mekanisme kerja serabut A-Delta dan serabut C dalam suatu trauma

adalah ketika seseorang menginjak paku, sesaat setelah kejadian orang

tersebut dalam waktu kurang dari 1 detik akan merasakan nyeri yang

terlokalisasi dan tajam, yang merupakan transmisi dari serabut A. Dalam

beberapa detik selanjutnya, nyeri menyebar sampai seluruh kaki terasa

sakit karena persarafan serabut C.

Tahap selanjutnya adalah transmisi, dimana impuls nyeri kemudian

ditrasmisikan serat afferen (A-delta dan C) ke medulla spinalis melalui

dorsal horn, di mana disini impuls akan bersinapsis di substansia gelatinosa


(lamina II dan III). Impuls kemudian menyeberang keatas melewati traktus

spinothalamus anterior dan lateral. Beberapa impuls yang melewati

traktus spinothalamus lateral diteruskan langsung ke thalamus tanpa

singga di formatio retikularis membawa impuls fant pain. di bagian

thalamus dan korteks serebri inilah individu kemudian dapat

mempersepsikan, menggambarkan, melokalisasi, menginterpretasikan dan

mulai berespon terhadap nyeri.

Beberapa impuls nyeri ditransmisikan melalui traktus

paleospinothalamus pada bagian tengah medulla spinalis.Impuls ini

memasuki formatio retikularis dan sistem limbik yang mengatur perilaku

emosi dan kognitif, serta integrasi dari sistem saraf otonom.Slow pain yang

terjadi akan membangkitkan emosi, sehingga timbul respon terkejut,

marah, cemas, tekanan darah meningkat, keluar keringat dingin dan

jantung berdebar-debar

1. Klasifikasi Nyeri

Nyeri secara umum dibagi dua yaitu, nyeri akut dan nyeri kronik

a. Nyeri akut

Nyeri ini biasanya berlangsung tidak lebih dari dari enam bulannyeri akut

ditandai dengan peningkatan tegangan otot dan kecemasan yang keduanya

meningkatkan persepsi nyeri

b. Nyeri kronis

Nyeri ini berlangsung lebih darienam bulan.Sumber nyeri biasanya

diketahui atau tidak.Nyeri cenderung hilang timbul dan biasanya tidak dapat

disembuhkan.
Perbedaan nyeri akut dan nyeri kronis yaitu:

a. Karakterisrik nyeri akut tujuan: meringatkan klien terhadap adanya

cedera /masalah, awitan: secara mendadak, durasi intensitas: yaitu durasi

singkat (dari beberapa detik sampai 6 bulan) ringan sampai berat, respon

otonom: yaitu frekuensi jantung meningkat, volume sekuncup

meningkat,tekanan darah meningkat, dilatasi pupil meningkat, tegangan otot

meningkat, motlitas gastrointestinal menurun, aliran saliva menurun. respon

fisiologi: yaitu ansietas. Respon fisik/perilaku: yaitu menangis/ mengerang,

waspada ,mengerutkan dahi, menyeringai, dan mengeluh sakit. Contoh: nyeri

bedah trauma.

b. Karakteristik nyeri kronis tujuan: memberikan alasan pada klien untuk

mencari informasi berkaitan dengan perawatan dirinya, awitan: terus

menerus /intermittent, durasi intensitas: yaitu durasi lama (6 bulan/lebih)

ringan sampai berat, respon otonom: yaitu tidak terdapat respon otonom

vital sign dalam batas normal, respon psikologis: depresi keputus asaan

mudah tersinggung/marah menarik diri, Respon fisik/perilaku: keterbatasan

gerak, kelesuan, penurunan libido, kelelahan/kelemahan, mengeluh sakit

hanya ketika dikaji/ditanyaka. Contoh: nyeri kanker,arthritis, euralgia

terminal.

1. Faktor yang mempengaruhi persepsi dan reaksi terhadap nyeri

Faktor –faktor yang mempengaruhi persepsi dan reaksi terhadap nyeri :

a. usia

Usia merupakan variabel yang penting dalam mempengaruhi nyeri pada

individu. (Sigit nian prasetio,2010)

b. Jenis kelamin
Secara umum pada pria dan wanita tidak berbeda secara signifikan dalam

berespon terhadap nyeri.hanya beberapa budaya yang menganggap bahwa

seorang anak laki-laki harus lebih berani dan tidak boleh menangis

dibandingkan anak perempuan dalam situasi yang sama ketikan merasakan

nyeri.

c. Kebudayaan

Perawat sering kali berasumsi bahwa cara berespon pada setiap individu

daalm masalah nyeri adalah sama, sehingga mereka mencoba mengira

bagaiman pasien berespon terhadap nyeri. sebagai contoh, apabila seorang

perawat yakin bahwa menangis dan merintih mengindikasikan suatu ketidak

mampuan dalam mengontrol nyeri, akibatnya pemberian therapi bisa jadi

tidak cocok untuk klien berkebangsaan meksiko-amerika yang yang menangis

keras tidak selalu mempersepsikan pengalaman nyeri sebagai sesuatu yang

berat atau mengharapkan perawat melakukan intervensi (Calvillo dan

flaskerud, 1991).

d. Makna nyeri

Makna nyeri pada seseorang mempengaruhi pengalaman nyeri dan cara

seseorang beradaptasi terhadap nyeri.

2. Lokasi dan tingkat keparahan nyeri

Nyeri yang dirasakan bervariasi dalam intensitas dan tingkat keparahan

pada masing-masing individu.Nyeri yang dirasakan mungkin terasa ringan, sedang

atau bisa jadi merupakan nyeri yang berat. Dalam kaitannya dengan kualitas

nyeri, masing-masing individu juga bervariasi, ada yang melaporkan nyeri seperti

tertusuk, nyeri tumpul, berdenyut, terbakar dan lain-lain, sebagai contoh individu

yang tertusuk jarum akan melaporkan nyeri yang berbeda dengan individu yang

terkena luka bakar.


a. Perhatian

Tinggkat perhatian seseorang terhadap nyeri akan mempengaruhi

persepsi nyeri. perhatian yang meningkat terhadap nyeri akan meningkatkan

respon nyeri sedangkan upaya pengalihan (distraksi) dihubungkan dengan

penurunan respon nyeri. konsep inilah yang mendasari berbagai terapi untuk

menghilangkan nyeri,seperti relaksasi, teknik imajinasi terbimbing (guided

imageri), dan masase.

b. Ansietas (kecemasan)

Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks, ansietas yang

dirasakan seseorang seringkali meningkatkan persepsi nyeri, akan tetapi

nyeri juga dapat menimbulkan perasaan ansietas. Sebagai contoh seseorang

yang memerintah kanker kronis dan merasa takut akan kondisi penyakitnya

akan semakin meningkatkan persepsi nyerinya.

c. Keletihan

Keletihan/kelelahan yang dirasakan seseorang akan meningkatkan

sensasi nyeri dan menurunkan kemampuan koping individu

d. Pengalaman sebelumnya

Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri, akan tetepi pengalaman

yang telah dirasakan individu tersebut tidak berarti bahwa individu tersebut

akan mudah dalam menghadapi nyeri pada masa yang mendatang.

2.1 klasifikasi
1. Nyeri abdomen akut
Nyeri abdomen akut biasanya digunakan untuk menggambarkan
nyeri dengan durasi pendek. Nyeri alih adalah persepsi nyeri pada suatu
daerah yang letaknya jauh dari tempat asal nyeri. (Arenal JJ, Bengoechea-
Beeby M. Mortality 2013).
Keluhan yang menonjol dari pasien dengan abdominal akut adalah
nyeri perut. Rasanya nyeri perut dapat disebabkan oleh kelainan-kelainan
di abdomen atau di luar abdomen seperti organ-organ di rongga
toraks.nyeri abdomen dibedakan menjadi dua yaitu nyeri nyeri visceral
dan nyeri somatic.
a. Nyeri visceral
Nyeri visceral terjadi karena rangsangan pada perenium yang
meliputi organ intrapiretoneal yang mellui saraf otonom.
b. Nyeri somatic
Terjadi karena rangsangna pada peritoneum parictale yang
melalui saraf tepi diteruskan ke susunan saraf pusat.
2. Nyeri abdomen kronis
Nyeri abdomen kronis biasanya digunakan untuk menggambarkan neyri
berlanjut, baik yang berjalan dalam waktu lama atau berulang hilang
timbul. Nyeri kronik dapat berhubungan dengan eksterbasi akut. (Arenal
JJ, Bengoechea-Beeby M. Mortality 2013).

 Intensitas Nyeri
Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri
dirasakan oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif
dan individual dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama
dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda oleh dua
orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif
yang paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh
terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran dengan tehnik ini juga
tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri
(Tamsuri, 2017). Menurut smeltzer, S.C bare B.G (2014) adalah
sebagai berikut :
a. skala intensitas nyeri deskritif
b. Skala identitas nyeri numerik
c. Skala analog visual
d. Skala nyeri menurut bourbanis
Keterangan :
0 : Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik.
4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis,menyeringai, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti
perintah dengan baik.
7-9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti
perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi
nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih
posisi nafas panjang dan distraksi
10 :Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi,
memukul. Skala deskritif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan
nyeri yang lebih obyektif. Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor
Scale, VDS) merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima
kata pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang
garis. Pendeskripsi ini diranking dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri yang
tidak tertahankan”. Perawat menunjukkan klien skala tersebut dan meminta
klien untuk memilih intensitas nyeri terbaru yang ia rasakan. Perawat juga
menanyakan seberapa jauh nyeri terasa paling menyakitkan dan seberapa
jauh nyeri terasa paling tidak menyakitkan. Alat VDS ini memungkinkan
klien memilih sebuah kategori untuk mendeskripsikan nyeri. Skala
penilaian numerik (Numerical rating scales, NRS) lebih digunakan sebagai
pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, klien menilai nyeri dengan
menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif digunakan saat mengkaji
intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik. Apabila
digunakan skala untuk menilai nyeri, maka direkomendasikan patokan 10
cm (AHCPR, 2016).
Posisi pasien dalam mengurangi nyeri dapat menjadi petunjuk. Pada
pankreatitis akut pasien akan berbaring ke sebelah kiri dengan fleksi pada
tulang belakang, panggul dan lutut. Kadang penderita akan duduk bungkuk
dengan fleksi sendi panggul dan lutut. Pasien dengan abses hati biasanya
berjalan sedikit membungkuk dengan menekan daerah perut bagian atas
seakan-akan menggendong absesnya(Sjamsuhidajat, dkk., 2014).
 Penyebab Akut Abdomen
Nyeri abdomen dapat disebabkan oleh masalah disepanjang saluran
pencernaan atau diberbagai bagian abdomen, yang bisa berupa
a. ulkus yang mengalami perforasi
b. irritable bowel syndrome
c. apendisitis
d. pankreasitis
e. batu empedu.
Beberapa kelainan tersebut bersifat relative ringan ; yang lain mungkin
bisa berakibat fatal. Berikut adalah daftar beberapa kondisi yang
mendasari akut abdomen yang sering terlihat dalam komunitas (Kavanagh,
2015) :
1. Acute cholecystitis.
2. Acute appendicitis atau Meckel‟s diverticulitis.
3. Acute pancreatitis.
4. Ectopic pregnancy.
5. Diverticulitis.
6. Peptic ulcer disease.
7. Pelvic inflammatory disease.
8. Intestinal obstruction, including paralytic ileus (adynamic obstruction).
9. Gastroenteritis.
C. Manifestasi Klinis
Nyeri abdomen, mual, muntah tidak nafsu makan, lidah dan mukosa
bibir kering ,turgor kulit tidak elastis, urine sedikit dan pekat, lemah dan
kelelahan (Tanto, 2014).

D. Patofisiologi
Rasa nyeri pada abdominal, baik mendadak maupun berulang,
biasanya selalu bersumber pada: visera abdomen, organ lain di luar
abdomen, lesi pada susunan saraf spinal, gangguan metabolik, dan
psikosomatik. Rasa nyeri pada abdomen somatik berasal dari suatu proses
penyakit yang menyebar ke seluruh peritoneum dan melibatkan visera
mesentrium yang beisi banyak ujung saraf somatik, yang lebih dapat
meneruskan rasa nyerinya dan lebih dapat melokalisasi rasa nyeri
daripada saraf otonom. Telah diketahui pula bahwa gangguan pada visera
pada mulanya akan menyebabkan rasa nyeri visera, tetapi kemudian akan
diikuti oleh rasa nyeri somatik pula, setelah peritoneum terlibat. Rasa nyeri
somatik yang dalam akan disertai oleh tegangan otot dan rasa mual yang
merupakan gejala khas peritonitis. Reflek rasa nyeri abdomen dapat timbul
karena adanya rangsangan nervus frenikus, misalnya pada pneumonia.
Rasa nyeri yang berasal dari usus halus akan timbul didaerah abdomen
bagian atas epigastrium, sedangkan rasa nyeri dari usus besar akan timbul
dibagian bawah abdomen. Reseptor rasa nyeri didalam traktus digestivus
terletak pada saraf yang tidak bermielin yang berasal dari sistem saraf
otonom pada mukosa usus. Jaras sasaraf ini disebut sebagai serabut saraf
C yang dapat meneruskan rasa nyeri lebih menyebar dan lebih lama dari
rasa nyeri yang dihantarkan dari kulit oleh serabut saraf A. reseptor nyeri
pada abdomen terbatas di submukosa, lapisan muskularis, dan serosa dari
organ abdomen. Serabut C ini akan bersamaan dengan saraf simpatis
menuju ke ganglia pre dan paravertebra dan memasuki akar dorsa ganglia.
Impuls aferen akan melewati medula spinalis pada traktus spinotalamikus
lateralis menuju talamus, kemudian ke korteks serebri. Impuls aferen dari
visera biasanya dimulai oleh regangan atau akibat penurunan ambang
nyeri pada jaringan yang meradang. Nyeri ini khas bersifat tumpul, pegal,
dan berbatas tak jelas serta sulit dilokalisasi. Impuls nyeri dari visera
abdomen atas ( lambung, duodenum, pankreas, hati, dan sistem empedu ),
mencapai medula spinalis pada segmen torakalis 6,7,8 serta dirasakan
didaerah epigastrium. Impuls nyeri yang timbul dari segmen usus yang
meluas dari ligamentum Treitz sampai fleksura hepatika memasuki segmen
torakalis 9 dan 10, dirasakan di sekitar umbilicus Smeltzer, Suzanne C,
Brenda G Bare. 2015)
Dari kolon distalis, ureter, kandung kemih, dan traktus gnetalia
perempuan, impuls nyeri mencapai segmen torakal 11 dan 12 serta
segmen lumbalis pertama. Nyeri dirasakan pada daerah suprapubik dan
kadang-kadang menjalr ke labium atau skrotum. Jka proses penyakit
meluas ke peritorium maka impuls nyeri dihantarkan oleh serabut aferen
somatis ke radiks spinal segmentalis 1,3. nyei yang disebabkan oleh
kelainan metabolik seperti pada keracunan timah, dan porfirin belum jelas
patofisiologi dan patogenesisnya(Smeltzer, Suzanne C, Brenda G Bare. 2015).
PATWAY

Etilogi Etilogi

Penyumbatan Tumor atau


benda asing
Massa keras
dari feses Tekanan
intraluminal
Edema
Penghamb
atan aliran
Diapedesis
limfe
bakteri

Ulserasi Appendiks
mukosa berisi pus
Append
Nyeri Sekresi mukus
ikstis
abdomen meningkat
akut
pada kuadran
fokal
kanan bawah Peningkatan
tekanan

Infark dinding
appendiks

ganggrenos
a

Massa lokal (infiltrat


appendikularis)

Nyeri hebat
appendiksitis
appendiktomy
Spasme
abdomen
Insisi bedah
Distensi
abdomen
Nyeri post
Menekan op
gaster Kelemahan
Pembatasan
Peningkatan intake cairan fisik
produksi HCL
Resiko kurang vol Intoleransi
cairan aktivitas
Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan fisik
b. Pemeriksaan DL
c. Amilase :Kadar serum >3x batas atas kisaran normal merupakan diagnostik
pankreatitis.
d. β-HCG(serum) : Kehamilan ektopik (kadar β-HCG dalam serum lebih akurat
daripada dalam urine)
e. Gas darah arteri :Asidosis metabolik(iskemia usus, peritonitis, pankreatitis)
f. Urin porsi tengah (MSU):infeksi saluran kemih
g. EKG:Infark miokard
h. Rotgen thorak:Viskus perforasi(udara bebas),Pneumonia
i. Rotgen Abdomen :Usus iskemik(dilatasi,usus yang edema dan
menebal),Pankreatitis(pelebaran jejunum bagian atas
’sentimel),Kolangitis(udara dalam cabang bilier),Kolitis akut(Kolon
mengalami dilatasi,edema dan gambaran menghilang),obstruksi akut(Usus
mengalami dilatasi,tanda ’string of pearl’) Batu Ginjal (Radioopak dalam
saluran ginjal )
j. Ultrasonografi
k. CT scan : merupakan pemeriksaan penunjang pilihan untuk inflamasi
peritonium yang tidak terdiagnosis (terutama pada orang tua yang
didiagnosis bandingnya luas,pada pasien yang dipertimbangkan untuk
dilakukan laparotomi dan diagnosis belum pasti,,pankreatitis,trauma
hati/limpa/mesenterium,divertikulitis,aneurisma
l. IVU (urografi intravena) : batu ginjal,obtruksi saluran ginjal

Setelah data-data pemeriksaan fisik terkumpul diperlukan juga pemeriksaan


tambahan berupa Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-line data bila terjadi perdarahan terus
menerus. Demikian pula dengan pemeriksaan hematokrit. Pemeriksaan leukosit
yang melebihi 20.000/mm tanpa terdapatnya infeksi menunjukkan adanya
perdarahan cukup banyak terutama pada kemungkinan ruptura lienalis. Serum
amilase yang meninggi menunjukkan kemungkinan adanya trauma pankreas atau
perforasi usus halus. Kenaikan transaminase menunjukkan kemungkinan trauma
pads hepar. Pemeriksaan urine rutin menunjukkan adanya trauma pads saluran
kemih bila dijumpai hematuria. Urin yang jernih belum dapat menyingkirkan
adanya trauma pada saluran urogenital. Pemeriksaan radiologi foto thorak Selalu
harus diusahakan pembuatan foto thorak dalam posisi tegak untuk menyingkirkan
adanya kelainan pada thoraks atau trauma pads thoraks. Harus juga diperhatikan
adanya udara bebas di bawah diafragma atau adanya gambaran usus dalam
rongga thoraks pada hernia diafragmatika.
Plain abdomen akan memperlihatkan udara bebas dalam rongga
peritoneum, udara bebas retroperitoneal dekat duodenum, corpus alienum,
perubahan gambaran usus. Intravenous Pyelogram karena alasan biaya biasanya
hanya dimintakan bila ada persangkaan trauma pada ginjal. Pemeriksaan
Ultrasonografi dan CT-scan Bereuna sebagai pemeriksaan tambahan pada
penderita yang belum dioperasi dan disangsikan adanya trauma pada hepar dan
retroperitoneum. Pemeriksaan khusus abdominal paracentesis Merupakan
pemeriksaan tambahan yang sangat berguna untuk menentukan adanya
perdarahan dalam rongga peritoneum. Lebih dari 100.000 eritrosit/mm dalam
larutan NaCl yang keluar dari rongga peritoneum setelah dimasukkan 100-200 ml
larutan NaCl 0.9% selama 5 menit, merupakan indikasi untuk laparotomi.
Pemeriksaan laparoskopi Dilaksanakan bila ada akut abdomen untuk mengetahui
langsung sumber penyebabnya. Bila dijumpai perdarahan dan anus perlu
dilakukan rektosigmoidoskopi. Pemasangan nasogastric tube (NGT) untuk
memeriksa cairan yang keluar dari lambung pada trauma abdomen. Dari data
yang diperoleh melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan tambahan dan
pemeriksaan khusus dapat diadakan analisis data untuk memperoleh diagnosis
kerja dan masalah-masalah sampingan yang perlu diperhatikan. Dengan
demikian dapat ditentukan tujuan pengobatan bagi penderita dan langkah-langkah
yang diperlukan untuk mencapai tujuan pengobatan (Sjamsuhidajat et all, 2004).
Setelah data-data pemeriksaan fisik terkumpul diperlukan juga pemeriksaan
tambahan berupa :
1. Pemeriksaan laboratorium
a.) Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-line data bila terjadi perdarahan
terus menerus. Demikian pula dengan pemeriksaan hematokrit. Pemeriksaan
leukosit yang melebihi 20.000/mm tanpa terdapatnya infeksi menunjukkan adanya
perdarahan cukup banyak terutama pada kemungkinan ruptura lienalis. Serum
amilase yang meninggi menunjukkan kemungkinan adanya trauma pankreas atau
perforasi usus halus. Kenaikan transaminase menunjukkan kemungkinan trauma
pads hepar.
b.) Pemeriksaan urine rutin
Menunjukkan adanya trauma pads saluran kemih bila dijumpai hematuri.
Urine yang jernih belum dapat menyingkirkan adanya trauma pada saluran
urogenital.
2. Pemeriksaan radiologi
a.) Foto thoraks
Selalu harus diusahakan pembuatan foto thoraks dalam posisi tegak untuk
menyingkirkan adanya kelainan pada thoraks atau trauma pads thoraks.
Harus juga diperhatikan adanya udara bebas di bawah diafragma atau
adanya gambaran usus dalam rongga thoraks pada hernia diafragmatika.
b.) Plain abdomen
foto tegak Akan memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum,
udara bebas retroperitoneal dekat duodenum, corpus alienum, perubahan
gambaran usus.
c.) IVP (Intravenous Pyelogram)
Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada persangkaan
trauma pada ginjal.
d.) Pemeriksaan Ultrasonografi dan CT-scan Bereuna
Sebagai pemeriksaan tambahan pada penderita yang belum dioperasi dan
disangsikan adanya trauma pada hepar dan retroperitoneum.

3.Pemeriksaan khusus
a) Abdominal paracentesis
Merupakan pemeriksaan tambahan yang sangat berguna untuk
menentukan adanya perdarahan dalam rongga peritoneum. Lebih dari
100.000 eritrosit/mm dalam larutan NaCl yang keluar dari rongga
peritoneum setelah dimasukkan 100--200 ml larutan NaCl 0.9% selama 5
menit, merupakan indikasi untuk laparotomi. b) Pemeriksaan laparoskopi
Dilaksanakan bila ada akut abdomen untuk mengetahui langsung sumber
penyebabnya.
c) Bila dijumpai perdarahan dan anus perlu dilakukan rektosigmoidoskopi.
d) Pemasangan nasogastric tube (NGT)
Untuk memeriksa cairan yang keluar dari lambung pada trauma abdomen.
Dari data yang diperoleh melalui anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan tambahan dan pemeriksaan khusus dapat diadakan analisis
data untuk memperoleh diagnosis kerja dan masalah-masalah sampingan
yang perlu diperhatikan. Dengan demikian dapat ditentukan tujuan
pengobatan bagi penderita dan langkah-langkah yang diperlukan untuk
mencapai tujuan pengobatan.

1. Penatalaksanaan medis
 Penatalaksanaan nyeri
a. Prinsip dasar intervensi keperawatan pada nyeri meliputi
1) Mengidentifikasi tujuan dan penatalaksanaan nyeri
2) Membina hubungan perawat klien
3) Memberikan perawatan fisik
4) Mengatasi kecemasan pasien yang berhubungan dengan nyeri.
5) Melakukan intervensi farmakologis
6) Melakukan intervensi non farmakologi
7) Melakukan penyuluhan
8) Melakukan evaluasi keefektifan strategi intervensi nyeri.
b. Tindakan noninvasif untuk mengurangi nyeri dan alasannya.
Banyak aktivitas keperawatan nonfarmakologis dan noninvasif
yang dapat membantu menghilangkan nyeri. Metode pereda nyeri
nonfarmakologis biasanya mempunyai risiko yang sangat rendah.
Tindakan nonfarmakologis bukan merupakan pengganti obat-
obatan, tindakan tersebut mungkin diperlukan, atau sesuai untuk
mempersingkat episode nyeri yang berlangsung hanya beberapa
detik atau menit.
1) Tehnik relaksasi
Tehnik relaksasi terdiri atas napas abdomen dengan frekuensi
lambat, berirama. Pasien dapat memejamkan matanya dan
bernapas dengan perlahan dan nyaman. Irama yang konstan
dapat dipertahankan dengan menghitung dalam hati dan
lambat bersama setiap ekshalasi dan inhalasi. Relaksasi otot
skletal dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan merilekskan
ketegangan otot yang menunjang nyeri.
2) Imajinasi terbimbing
Menggunakan imajinasi seseorang dalam suatu cara yang
dirancang secara khusus untuk mencapai efek positif tertentu.
Imajinasi terbimbing menyebabkan relaksasi otot dan pikiran
dimana efeknya hampir sama dengan penggunaan tehnik
relaksasi dengan metode yang berbeda.
3) Hipnosis
Tehnik ini mungkin membantu dalam memberikan peredaan
nyeri terutama dalam situasi sulit. Mekanisme bagaimana
kerjanya hiposis tidak jelas tetapi tidak jelas tetapi tidak
tampak diperantaraioleh sistem endorfin (Moret et.all, 2015
dalam Suddart and Brunner, 2017).

2.3 Konsep Dasar Guided Imagery

2.3.1 Definisi Terapi Relaksasi Guided Imagery

Guided imagery adalah metode relaksasi untuk


mengkhayalkan tempat dan kejadian berhubungan dengan
rasa relaksasi yang menyenangkan. Khayalan tersebut
memungkinkan klien mnemasuki keadaan atau
pengalaman relaksasi ( Kaplan & Sadock 2015).
Guided imagery menggunakan imajinasi seseorang
dalam dirinya sendiri, atau bersifat individu dimana individu
menciptakan gambaran mental dirinya. Guided imagery
menekankan bahwa klien membayangkan hal-hal nyaman
dan menenangkan, pengguna guided imagery dapat
mengalihkan pemikirannya dari rasa sakit yang dialami
(Brannon & Feist 2018).
Tujuan Terapi Relaksasi Guided Imagery
Tujuan dari guided imagery yaitu menimbulkan respon psikologis yang kuat
seperti perubahan dalam fungsi imun. Memberikan rasa rileks dan santai serta
rasa nyaman pada klien yang menjalani terapi tersebut (Potter & Perry 2015).

Manfaat Terapi Relaksasi Guided Imagery


Manfaatnya yaitu sebagai intervensi perilaku untuk mengatasi kecemasan, rasa
sakit atau nyeri, stress. Imajinasi terbimbing dapat mengurangi tekanan dan
berpengaruh terhadap proses fisiologi seperti menurunkan tekanan nadi, tekanan
darah, dan respirasi. Hal itu karna dalam Teknik ini imajinasi terbimbing dapat
mengaktivasi system saraf parasimpatis (Smelzer & Baere 2018).

Konsep Dasar Masalah Keperawatan Prioritas Nyeri Akut (D.0077)


Definisi

Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan


jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lamat dan
berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang 3 bulan.

Penyebab

1. Agen pencedera fisiologis (mis. infarmasi, lakemia, neoplasma).

2. Agen pencedera kimiawi (mis. terbakar, bahan kimia iritan).

3. Agen pencedera fisik (mis.abses, amputasi, terbakar, terpotong,


mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik
berlebihan).

Gejala dan Tanda Mayor / Minor

1. Gejala dan Tanda Mayor


Subjektif : (tidak tersedia)
Objektif :
- Tampak meringis
- Bersikap protektif (mis. waspada, posisi menghindari nyeri)
- Gelisah
- Frekuensi nadi meningkat
- Sulit tidur
3 Gejala Dan Minor
Subjektif : (tidak tersedia)
Objektif :
- Tekanan darah meningkat
- pola napas berubah
- nafsu makan berubah
- proses berpikir terganggu
- Menarik diri
- Berfokus pada diri sendiri
- Diaforesis
A. Asuhan Keperawatan Pada Post Operasi Apendisitis Dengan Nyeri
Akut

1. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang

bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien, untuk

mengidentifikasi, mengenal masalah kebutuhan kesehatan, keperawatan

pasien baik fisik, mental, sosial dan lingkungan (Dermawan, 2012). Pada

klien dengan nyeri akut dalam kategori fisiologis dengan subkategori nyeri

dan kenyamanan, perawat harus mengkaji data mayor dan minor yang

tercantum dalam buku Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (2017).

Tanda dan gejala mayor diantaranya yaitu subyektif (mengeluh nyeri),

obyektif (tampak meringis , bersikap protektif, (mis.waspada, posisi

menghindari nyeri), gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur). Tanda

dan gejala minor diantaranya yaitu obyektif (tekanan darah meningkat,

pola nafas berubah, nafsu makan berubah, proses berpikir terganggu,

menarik diri, berfokus pada diri sendiri, diaforesis.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan ialah suatu penilaian klinis mengenai respon

pasien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang

dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial. (PPNI, 2016).

Diagnosa keperawatan memiliki 3 kriteria yaitu P (problem) merupakan

label diagnosis keperawatan yang menggambarkan inti dari respon

pasien dengan kondisi kesehatan atau proses kehidupannya, E (etiology)

yang merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan status

kesehatan, S (sign/symptom) yang merupakan data yang diperoleh dari

hasil pemeriksaan laboratorium prosedur diagnostik dan anamnesa


(Tarwoto, 2015).
Penelitian ini memfokuskan diagnosa keperawatan nyeri akut. Diagnosa

keperawatannya jika diuraikan dalam PES, maka akan menjadi P

(problem): nyeri akut. E (etiologi): agen pencedera fisiologis (mis.

Inflamasi, iskemia, neoplasma), agen pencedera kimiawi (mis. Terbakar,

bahan kimia iritan), agen pencedera fisik (mis. Abses, amputasi, terbakar,

terpotong, mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik

berlebihan). S (sign/symtom): mengeluh nyeri, tampak meringis, bersikap

protektif (mis. Waspada, poisi menghindari nyeri), gelisah, frekuensi nadi

meningkat, sulit tidur, tekanan darah meningkat, pola napas berubah,

nafsu makan berubah, proses berfikir terganggu, menarik diri, berfokus

pada diri sendiri, diaforesis (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016)

Problem Etiologi Sympto


m
1 2 3
Nyeri akut Agen pencendera Gejala dan tanda mayor
fisiologis Subjektif : mengeluh nyeri
Objektif : tampak meringis,
bersikap protektif
(misalnya waspada, posisi
menghindari nyeri),
gelisah, frekuensi nadi
meningkat, sulit tidur
Gejala dan tanda minor
Subjektif : tidak tersedia
Objektif : tekanan darah
meningkat, pola napas
berubah, nafsu makan
berubah, proses berpikir
terganggu, menarik diri

Sumber : Tim Pokja SDKI DPP PPNI, Standar Diagonosis Keperawatan


Indonesia, 2016
3. Perencanaan Keperawatan

Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh

perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk

mencapai luaran (outcome) yang diharapkan. (Tim Pokja SIKI DPP PPNI,

2018a) Selama perencanaan dibuat prioritas dengan kolaborasi pasien

dan keluarga, konsultasi tim kesehatan lain, modifikasi asuhan

keperawatan dan catat informasi yang relevan tentang kebutuhan

perawatan kesehatan pasien dan penatalaksanaan klinik. Tujuan dan

kriteria hasil untuk masalah nyeri akut mengacu pada standar luaran

keperawatan indonesia mengenai aspek-aspek yang dapat diobservasi

meliputi kondisi, perilaku, atau persepsi pasien, keluarga atau komunitas

sebagai respons terhadap intervensi keperawatan adalah sebagai berikut :

TABEL 2

Diagnosa Tujuan / Kriteria Intervensi


Keperawatan Hasil (SIKI)
(SLKI)
1 2 3
Nyeri Akut 1. Tingkat nyeri Manajemen nyeri
berhubungan dengan menurun Dengan a Observasi :
agen pencedera fisik kriteria hasil : 1. Identifikasi lokasi,
(prosedur operasi) a. Keluhan karakteristik,
ditandai dengan nyeri durasi, frekuensi,
mengeluh nyeri, menurun kualitas, intensitas
tampak meringis, b. Meringis menurun nyeri
bersikap protektif c. Tidak 2. Identifikasi
(misalnya waspada, bersikap respon nyeri non
posisi menghindari protektif verbal
nyeri), gelisah, d. Tidak gelisah 3. Identifikasi faktor
frekuensi nadi e. Kesulitan yang memperberat
meningkat, sulit tidur, tidur dan memperingan
tekanan darah menurun nyeri
meningkat, pola napas f. Frekuensi 4. Identifikasi
berubah, nafsu makan nadi pengetahuan
berubah, proses membaik dan keyakinan
berpikir terganggu, g. Melaporkan nyeri
menarik diri nyeri terkontrol 5. Identifikasi pengaruh
h. Kemampuan budaya terhadap
mengenali onset respon nyeri
nyeri meningkat
i. Kemampuan 6. Identifikasi
mengenali pengaruh nyeri
penyebab terhadap kualitas
nyeri 7. Monitor
meningkat keberhasilan terapi
j. Kemampua komplementer
n yang sudah
menggunak diberikan
an teknik 8. Monitor efek
non samping
farmakologi penggunaan
s meningkat analgetik
b. Terapeutik :
1. Berikan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi nyeri
(misalnya
akupresure, terapi
pijat, kompres
hangat/dingin).
2. Kontrol
lingkungan yang
memperberat
rasa nyeri
(misalnya suhu
ruangan,
pencahayaan,
dan kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat
dan tidur)
D. Edukasi :
1. Jelaskan
penyebab,
periode dan
pemicu nyeri
E. Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
analgetik

Sumber : (Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan
Indonesia) & (Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia)
4. Implementasi Keperawatan

Implementasi merupakan komponen keempat dari proses keperawatan

setelah merumuskan rencana asuhan keperawatan. Implementasi

keperawatan merupakan bagian dari proses keperawatan dimana

tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang

diperkirakan dalam asuhan keperawatan dilakukan dan


diselesaikan (Potter & Perry, 2010). Terdapat berbagai tindakan yang bisa

dilakukan untuk mengurangi rasa nyeri. Implementasi lebih ditujukkan

pada upaya perawatan dalam meningkatkan kenyamanan, upaya

pemberian informasi yang akurat, upaya mempertahankan kesejahteraan,

upaya tindakan peredaan nyeri non farmakologis, dan pemberian terapi

non-farmakologis. (Andarmoyo, 2013). Pelaksanaan implementasi nyeri

akut (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018) meliputi :

a. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,

intensitas nyeri

b. Mengidentifikasi lokasi nyeri

c. Mengidentifikasi respon nyeri non verbal

d. Mengidentifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri

e. Mengidentifikasi pengetahuan dan keyakinan nyeri

f. Mengidentifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri

g. Mengidentifikasi pengaruh nyeri terhadap kualitas hidup

h. Memonitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan

i. Memonitor efek samping penggunaan analgetik

j. Memberikan teknik non farmakologis untuk mengurangi nyeri (misalnya

akupresure, terapi pijat, kompres hangat/dingin)

k. Mengontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (misalnya suhu

ruangan, pencahayaan, dan kebisingan)

l. Memfasilitasi istirahat dan tidur)

m. Menjelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri

n. Mengkolaborasikan pemberian analgesik


5. Evaluasi keperawatan

Evaluasi keperawatan adalah tahap terakhir dari proses keperawatan.

Evaluasi keperawatan ialah evaluasi yang dicatat disesuaikan dengan

setiap diagnosa keperawatan. Evaluasi keperawatan terdiri dari dua

tingkat yaitu evaluasi sumatif dan evaluasi formatif. Evaluasi sumatif yaitu

evaluasi respon (jangka panjang) terhadap tujuan, dengan kata lain,

bagaimana penilaian terhadap perkembangan kemajuan ke arah tujuan

atau hasil akhir yang diharapkan. Evaluasi formatif atau disebut juga

dengan evaluasi proses, yaitu evaluasi terhadap respon yang segera

timbul setelah intervensi keperawatan di lakukan.

Evaluasi keperawatan menurut Barbara (2010) menggunakan metode

SOAP. Metode SOAP ini merupakan salah satu metode yang terdiri dari S

(subjektif) yaitu informasi berupa ungkapan atau perasaan yang didapat

dari pasien setelah tindakan diberikan. O (objektif) yaitu informasi berupa

hasil pengamatan, penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh perawat

setelah tindakan dilakukan. A (assesment) yaitu membandingkan antara

data subjektif dan data objektif yang diperoleh dengan tujuan dan kriteria

hasil pada intervensi keperawatan sebelumnya kemudian diambil

kesimpulan apakah masalah teratasi atau tidak. P (planning) yaitu

rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan berdasarkan hasil

analisa (Tarwoto, 2015).

Evaluasi keperawatan untuk nyeri akut diuraikan dalam SOAP maka akan

menjadi S (subjektif) : pasien mengatakan rasa nyeri mulai menurun.

O(objektif): meringis menurun ( skala 5), sikap protektif menurun (skala 5),

gelisah menurun (skala 5), kesulitan tidur menurun (skala 5), menarik diri
menurun (skala 5), berfokus pada diri sendiri menurun (skala 5),

diaforesis menurun (skala 5),


perasaan depresi menurun (skala 5), perasaan takut mengalami

cedera berulang menurun (skala 5), anoreksia menurun (skala 5),

perineum terasa tertekan menurun (skala 5), uterus teraba

membulat menurun (skala 5), ketegangan otot menurun (skala 5),

pupil dilatasi menurun (skala 5), muntah menurun (skala 5), mual

menurun (skala 5), pola napas membaik (skala 5), tekananan

darah membaik (skala 5), proses berfikir membaik (skala 5). A

(asessment) : masalah bisa teratasi bisa tidak. P (planning) :

menyesuaikan dengan rencana keperawatan.

Anda mungkin juga menyukai