Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN FIBROSIS PARU

DISUSUN OLEH :

Giovanny Meresa Natasya 2308053


Lilis Haryanti 2308074
Nikmatunazilah 2308087
Novi Setyorini 2308089

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

UNIVERSITAS KARYA HUSADASEMARANG

2023/2024
A. Anatomi Fisiologi Paru
1. Anatomi Paru
Paru-paru adalah organ pada sistem pernapasan (respirasi) dan
berhubungan dengan sistem peredaran darah (sirkulasi). Fungsinya
adalah menukar oksigen dari udara dengan karbon dioksida dari darah.
Paru-paru terdiri dari organ-organ yang sangat kompleks. Bernapas
terutama digerakkan oleh otot diafragma (otot yang terletak antara dada
dan perut). Saat menghirup udara, otot diafragma akan mendatar, ruang
yang menampung paru-paru akan meluas. Begitu pula sebaliknya, saat
menghembuskan udara, diafragma akan mengerut dan paru-paru akan
mengempis mengeluarkan udara (Smeltzer, S. &, & Bare, 2017)
Akibatnya, udara terhirup masuk dan terdorong keluar paru-paru
melalui trakea dan tube bronchial atau bronchi, yang bercabang- cabang
dan ujungnya merupakan alveoli, yakni kantung-kantung kecil yang
dikelilingi kapiler yang berisi darah. Di sini oksigen dari udara berdifusi
ke dalam darah, dan kemudian dibawa oleh hemoglobin (Smeltzer, S.
&, & Bare, 2017)
2. Fisiologi Paru
Fungsi utama pernapasan :
a. Memperoleh O2 agar dapat digunakan oleh sel-sel tubuh.
b. Mengeliminasi CO2.
Proses pernapasan dibagi menjadi dua :
1) Respirasi internal
Proses metabolik intraseluler yang terjadi di mitokondria
meliputi konsumsi O2 dan produksi CO2 selama pengambilan
energi dari molekul-molekul nutrient.
2) Respirasi eksternal
Proses pertukaran O2 dan CO2 antara sel-sel dalam tubuh
dengan lingkungan luar. Proses respirasi eksternal terdiri atas :
a) Pertukaran O2 dan CO2 antara udara luar (udara dalam
atmosfer) dengan udara dalam alveol paru. Hal ini
melalui aksi mekanik pernapasan disebut ventilasi.
Kecepatan ventilasi diatur sesuai dengan kebutuhan
ambilan O2 dan pembentukan CO2 dalam tubuh.
b) Pertukaran O2 dan CO2 antara udara alveol dengan
darah dipembuluh kapiler paru melalui proses difusi.
c) Pengangkutan O2 dan CO2 oleh sistem peredaran darah
dari paru ke jaringan dan sebaliknya.
d) Pertukaran O2 dan CO2 dalam pembuluh darah dengan
sel-sel jaringan melalui proses difusi (Smeltzer, S. &, &
Bare, 2017)
B. Pengertian Fibrosis Paru
Fibrosis paru (yang selanjutnya akan disebut FP) adalah tahap akhir
dari beberapa penyakit paru parenkim difus (Diffuse Parenchymal Lung
Diseases), ditandai dengan pengendapan matriks yang berlebihan dan
kerusakan struktur arsitektur paru, yang akhirnya menyebabkan insufisiensi
pernapasan. Fibrosis Paru merupakan satu bagian dari sebuah kelompok
besar penyakit paru yang disebut dengan Penyakit Paru Interstisial
(Interstitial Lung Disease/ILD). ILD merupakan penyakit inflamasi pada
paru. Tidak semua jenis ILD menyebabkan paru membentuk jaringan parut,
namun ketika jaringan parut terbentuk maka kita menyebutnya sebagai
fibrosis paru(Desdiani, 2022)
C. Penyebab Fibrosis Paru
Penyebab kondisi ini adalah munculnya jaringan parut yang
terbentuk dalam paru – paru. Ada beberapa kondisi yang dapat menjadi
pemicu terbentuknya jaringan parut, antara lain:
1. Mengidap penyakit tertentu
Fibrosis paru dapat berkembang dari beberapa penyakit seperti:
pneumonia, rheumatoid arthritis, scleroderma, dan sarcoidosis.
2. Lingkungan Pekerjaan
Lingkungan pekerjaan yang rentan terpapar partikel kimia seperti area
pertambangan. Misalnya serat asbes, debu logam hingga serbuk batu
bara. Beberapa partikel kimia tersebut beresiko merusak organ paru jika
paparannya berlangsung secara kronis atau jangka waktu lama.
3. Penggunaan obat – obatan tertentu
Beberapa jenis obat – obatan dapat merusak jaringan paru – paru.
Misalnya obat kemoterapi (methotrexate dan cyclophosphamide),
penggunaan antibiotik jangka panjang, obat penyakit jantung
(amiodarone) hingga obat anti peradangan (rituximab dan sulfasalazine)
4. Dampak Radioterapi
Radioterapi merupakan salah satu prosedur dalam pengobatan kanker
beresiko merusak paru – paru, terutama dalam jangka waktu
lama(Desdiani, 2022)
D. Faktor Resiko Fibrosis Paru
1. Usia dan Jenis Kelamin
Seiring bertambahnya usia pasien, insiden FP meningkat dengan lebih
signifikan pada laki-laki daripada perempuan. Pasien laki-laki yang
berkaitan usia meningkatkan risiko FP, hingga transplantasi paru atau
kematian sebanyak 40%. Hal ini karena laki-laki lebih terpajan terhadap
risiko di lingkungan, seperti rokok atau bahan partikulat asap pekerjaan
dan dapat berkaitan dengan hormon seks. Usia adalah prediktor
independen substansial dari IPF. Sebagian besar pasien yang
didiagnosis IPF berusia antara 40 hingga 70 tahun. Usia rata-rata saat
diagnosis ditegakkan adalah 66 tahun(Desdiani, 2022)
2. Merokok
Merokok meningkatkan respon imun sistemik terhadap berbagai
agen etiologi lingkungan, meningkatkan risiko IPF sebesar 60%.
Prevalensi penggunaan tembakau pada pasien IPF berkisar antara 41-
83%. Alveoli adalah target utama IPF, yang mengakibatkan
berkurangnya kapasitas difusi untuk karbon monoksida. Fibrosis
dinding alveolus yang terlihat pada perokok disebabkan oleh pajanan
asap rokok dan terdapat peningkatan fibrosis berdasarkan durasi dan
intensitas pajanan(Desdiani, 2022)
3. Gatroesofageal reflux disease (GERD)
Penyakit gastroesofageal merupakan faktor risiko yang dicurigai
untuk perkembangan Fibrosis Paru saat ini. Prevalensi fibrosis paru
secara statistik signifikan pada pasien dengan riwayat GERD
dibandingkan dengan kontrol yang sehat. Insiden GERD pada IPF lebih
tinggi dari rata-rata populasi dan berkisar antara 8-87%(Desdiani, 2022)
4. Faktor Resiko Genetik
Fibrosis paru idiopatik adalah penyakit paru interstisial yang
kompleks, ditandai dengan jaringan parut progresif pada paru dan
penurunan fungsinya. Sementara sebagian besar patogenesis Fibrosis
Paru masih belum jelas, namun saat dipahami bahwa variasi genetik
menyumbang setidaknya sepertiga risiko pengembangan penyakit.
Faktor risiko genetik tunggal yang paling tervalidasi dan signifikan,
adalah varian promotor fungsi gen MUC5B. Sementara dampak
fungsional varian di tingkat seluler dan jaringan dari risiko IPF ini terus
aktif diteliti. Bukti bahwa varian genetik ini dapat mempengaruhi
patogenesis penyakit melalui modulasi proses imun bawaan(Michalski
& Schwartz, 2020)
E. Klasifikasi Fibrosis Paru

Gambar 1. Klasifikasi Fibrosis Paru berdasarkan penyebabnya (Case, A.H.,


Danoff, A., Flaherty, K.R., Lee, J.S., 2022)

E. Patofisiologi Fibrosis Paru


Fibrosis ditandai dengan pengendapan matriks yang berlebihan
sehingga rusaknya struktur arsitektur paru yang berpengaruh terhadap
fungsinya. Pada IPF jenis UIP, pola histopatologi memiliki ciri yang khas.
Gambaran UIP yaitu klaster fibroblas, miofibroblas, dan deposit berlebihan
dari kolagen serta ECM yang tidak teratur, mengakibatkan distorsi
arsitektur paru normal, dengan atau tanpa pembentukan “sarang lebah”. IPF
merupakan bentuk tersering dari fibrosis paru, belum memiliki agen
penyebab yang dapat dipastikan, namun ditemukan bukti mekanisme
fibrogenesis akibat cedera mikro jaringan epitel yang bersifat berulang dan
multifokal. Cedera berulang pada sel epitel alveolar, mencetuskan proses
apoptosis yang dapat menyebabkan interaksi epitel fibroblas yang tidak
teratur dan terjadi proses perbaikan yang menyimpang, dan akhirnya
terbentuk jaringan fibrosis(Desdiani, 2022)
F. Pathway

Penyakit tertentu: pneumonia, rheumatoid arthritis,


scleroderma, dan sarcoidosis.
Lingkungan pekerjaan: terpapar serat asbes, debu logam
hingga serbuk batu bara.
Penggunaan obat – obatan
Dampak radioterapi

Fibrosis paru

Kerusakan permanen Sesak nafas Perubahan pola Kerusakan pada


dinding paru nafas jaringan otot dan
elastin
Penurunan Nafsu
Produksi sputum kental dan makan
Pola nafas tidak
berlebih Ketidakseimbang
efektif
an ventilasi dan
Intake tidak perfusi
Kemampuan mengeluarkan adekuat
sekret menurun
Gangguan
Defisit nutrisi pertukaran gas
Bersihan jalan nafas tidak
efektif
G. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas klien
Terdiri dari nama, no rekam medis, tanggal lahir, umur,
agama, jenis kelamin, pekerjaan, status perkawinan, alamat, tanggal
masuk, diagnosa medis dan nama identitas penanggung jawab
meliputi : nama, umur, hubungan dengan pasien, pekerjaan dan
alamat.
2. Keluhan utama
Biasanya klein datang dengan keluhatan utama yang didapat
bervariasi, mulai sesak napas saat beraktivitas, batuk kering yang
mengganggu aktivitas sehari-hari.
3. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya terjadi perubahan pola nafas, dyspnea serta batuk
kering diikuti dengan adanya kelemahan.
4. Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya pernah mengidap penyakit seperti: pneumonia,
rheumatoid arthritis, scleroderma, dan sarcoidosis. Memiliki riwayat
GERD
5. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya klien mempunyai anggota keluarga yang pernah menderita
penyakit yang sama dengan klien yaitu fibrosis paru
6. Pola-pola aktivitas sehari-hari
a. Pola aktivitas/istirahat
Gejala : kelelahan ekstrem, kelemahan, maalaise. Gangguan
tidur (insomnia/gelisah atau somnolen).
Tanda : kelemahan otot, kehilangan tonus, penuruan rentang
gerak.
b. Pola nutisi
Makan/ cairan
Gejala : penurunan berat badan (malnutrisi). Anoreksia,
nyeri ulu hati, mual/muntah
Tanda : ditensi abdomen, pembesaran hati, perubahan
turgor kulit edema, ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah,
penurunan otot, penurunan lemak sub kutan, penampilan
tidak bertenaga.
c. Pola eliminasi
Gejala : penurunan frekuensi urin, oliguria, anuria (gagal
tahap lanjut), abdomen kembung, diare atau konstipasi.
Tanda : perubahan warna urin, contoh : kuning pekat,
merah,coklat berawan, oliguria, dapat menjadi anuria.
d. Pola sirkulasi
Gejala : riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi, nyeri
dada (angina)
Tanda : hipertensi, nadi kuat, edema jaringan umum dan
pitting pada kaki, telapak tangan, disritmia jantung, nadi
lemah halus, hipotensi, ortostatik menunjukkan
hipovolemia, yang jarang pada penyakit tahap akhir pucat,
kulit coklat kehijauan, kuning, kecenderungan perdarahan.
e. Intregritas ego
Gejala : faktor stress, contoh : financial, hubungan, perasaan
tidak berdaya, tidak ada kekuatan
Tanda : menolak, ansietas,takut, marah, mudah tersinggung,
perubahan kepribadian.
f. Neurosensori
Gejala : sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/ kejang
sindrom “kaki gelisah”, rasa terbakar pada telapak kaki.
Tanda : gangguan status mental, contoh : penurunan lapang
perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan
memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, kejang, rambut
tipis, kuku rapuh dan tipis.
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/nyeri kaku
(memburuk saat malam hari)
Taanda : perlu berhati-hati, distraksi, gelisah
h. Pernafasan
Gejala : nafas pendek, dyspenia, nocturnal paroksimal,
batuk dengan atau tanpa sputum kental dan banyak.
i. Keamanan
Gejala : kulit gatal, ada/berulangnya infeksi
Tanda : pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), normotemia
dapat secraa actual terjadi peningkatan pada pasien yang
mengalami suhu tubuh lebihrendah dari normal (depresi
respons imun), petekie, area ekimosis pada kulit.
j. Seksualitas
Gejala : penurunan libido, amenorea, infertilitas
k. Interaksi sosial
Gejala : kesulitan menentukan kondisi, contoh tidak mampu
bekerja, mempertahankan fungsi peran biasanya dalam
keluarga.
7. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum dan TTV
1) Keadaan umum klien lemah, letih dan terlihat sakit
berat
2) Tingkat kesadaran klien baik
3) TTV : RR meningkat
b. Kepala
1) Rambut : biasanya klien berambut tipis dan
kasar, klien sering sakit kepala, kuku rapuh dan tipis
2) Wajah : biasanya klien berwajah pucat
3) Mata : biasanya mata klien memerah,
penglihatan kabur, konjungtiva anemis, dan sclera
tidak ikterik
4) Hidung : biasanya tidak ada pembengkakan
polip dan klien bernafas pendek dan kusmaul
5) Bibir : biasanya terdapat peradangan
mukosa mulut, ulserasi gusi, perdarahan gusi, dan
napas berbau
6) Gigi : biasanya tidak terdapat karies pada
gigi
7) Lidah : biasanya tidak terjadi perdarahan
c. Leher
Biasanya tidak terjadi pembesaran kelenjar tiroid atau
kelenjar getah bening
d. Dada/ Thorak
Inspeksi : biasanya klien dengan napas pendek,
pernapasan kusmaul (cepat/dalam)
Palpasi : biasanya fremitus kiri dan kanan
Perkusi : biasanya sonor
Auskultasi : biasanya ronchi pada lapang paru posterior
e. Jantung
Inspeksi : biasanya ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : biasanya ictus cordis teraba di ruang inter
costal 2 line dekstra sinistra
Perkusi : biasanya ada nyeri
Auskultasi : biasanya terdapat irama jantung yang cepat
f. Abdomen
Inspeksi : biasanya terjadi distensi abdomen, acites
atau penumpukan cairan, klien mual dan muntah
Auskultasi : biasanya bising usus normal, berkisar antara
5-35 kali/menit
Palpasi : biasanya acites, nyeri tekan pada bagian
pinggang, dan adanya pembesaran hepar pada stadium akhir
Perkusi : biasanya terdengar pekak karena terjadinya
acites
g. Genitourinaria
Biasnaya terjadi distensi abdomen, diare atau konstipasi,
perubahan warna urine menjadi kuning pekat, merah, coklat
dan berwarna.
h. Ekstremitas
Biasanya didapatkaan adanya kelemahan pada ekstremitas

H. Diagnosa Keperawatan (PPNI, 2017)


1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi
jalan nafas
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas
3. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna
makanan
4. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi
I. Rencana Tindakan Keperawatan

No Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi (SIKI)


(SDKI) (SLKI)
1 Bersihan jalan Setelah dilakukan Manajemen Jalan Nafas
tindakan keperawatan Observasi
nafas tidak
3x24 jam diharapkan 1. Monitor pola napas (frekuensi,
efektif ketidakefektifan
kedalaman, usaha napas)
bersihan jalan nafas
berhubungan
dapat teratasi dengan 2. Monitor bunyi napas tambahan
dengan kriteria hasil : (misalnya: gurgling, mengi,
1. Batuk efektif wheezing, ronchi kering)
hipersekresi
meningkat 3. Monitor sputum (jumlah, warna,
jalan nafas aroma)
2. Produksi sputum
menurun Terapeutik
1. Posisikan semi-fowler atau fowler
3. Mengi menurun 2. Berikan minum hangat
3. Lakukan fisioterapi dada, jika
4. Wheezing menurun
perlu
(PPNI, 2018b) 4. Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
5. Berikan oksigen jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari, jika tidak ada
kontraindikasi
2. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.

(PPNI, 2018a)

2 Pola nafas Setelah dilakukan Manajemen Jalan Nafas


tindakan keperawatan Observasi
tidak efektif
selama 1x24 jam 4. Monitor pola napas (frekuensi,
berhubungan diharapkan
kedalaman, usaha napas)
ketidakefektifan pola
dengan
nafas dapat teratasi 5. Monitor bunyi napas tambahan
hambatan dengan kriteria hasil: (misalnya: gurgling, mengi,
1. Dispnea wheezing, ronchi kering)
upaya nafas
menurun 6. Monitor sputum (jumlah, warna,
(D.0005) aroma)
2. Penggunaan otot
bantu napas Terapeutik
menurun 6. Posisikan semi-fowler atau fowler
7. Berikan minum hangat
3. Pemanjangan 8. Lakukan fisioterapi dada, jika
fase ekspirasi
perlu
menurun
9. Lakukan penghisapan lendir
4. Frekuensi napas kurang dari 15 detik
membaik 10. Berikan oksigen jika perlu
5. Kedalaman Edukasi
napas membaik 3. Anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari, jika tidak ada
(PPNI, 2018b) kontraindikasi
4. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
2. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.

(PPNI, 2018a)

3. Defisit nutrisi Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi (I.03119)


berhubungan intervensi 3x24 jam Observasi
kebutuhan nutrisi dapat 1. Identifikasi status nutrisi
dengan
terpenuhi dengan 2. Identifikasi alergi dan intoleransi
ketidakmamp kriteria hasil : makanan
uan mencerna 1) Porsi makanan yang 3. Identifikasi makanan yang disukai
dihabiskan meningkat 4. Identifikasi perlunya penggunaan
makanan
2) Frekuensi makan selang nasogastrik
membaik 5. Monitor asupan makan
3)Nafsu makan 6. Monitor berat badan
membaik 7. Monitor hasil pemeriksaan
(PPNI, 2018b) laboratorium
Terapeutik
1. Sajikan makanan secara menarik
dan suhu yang sesuai
2. Berikan makanan tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
3. Berikan makanan tinggi kalori dan
tinggi protein
4. Berikan suplemen makanan, jika
perlu
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan (missal Pereda
nyeri, antiemetic)
(PPNI, 2018a)
4. Gangguan Setelah dilakukan Pemantauan Respirasi
tindakan keperawatan
pertukaran
3x24 jam maka Observasi
gas gangguan pertukaran
1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman
gas menurun dengan
berhubungan dan upaya napas
kriteria hasil:
2. Monitor pola napas (seperti bradypnea,
dengan 1. Dispnea menurun
takipnea, hiperventilasi, kussmaul,
2. Bunyi napas
ketidakseimb Cheyne-stokes, biot, ataksik)
tambahan menurun
angan 3. Takikardia menurun 3. Monitor kemampuan batuk efektif
4. PCO2 membaik 4. Monitor adanya produksi sputum
ventilasi dan
5. PO2 membaik 5. Monitor adanya sumbatan jalan napas
perfusi 6. pH arteri membaik 6. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
(PPNI, 2018b) 7. Auskultasi bunyi napas
8. Monitor saturasi oksigen
9. Monitor nilai analisa gas darah
10. Monitor hasil x-ray thoraks
Terapeutik

1. Atur interval pemantauan respirasi


sesuai kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi

1. Jelaskan tujuan dan prosedur


pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan, jika
perlu.
(PPNI, 2018a)

J. Evaluasi
Hasil yang diharapkan setelah pasien fibrosis paru mendapatkan
tindakan keperawatan adalah sebagai berikut :
1. Tidak terjadi sesak nafas
2. Tidak terjadi batuk
3. Tidak mengalami kelemahan
DAFTAR PUSTAKA

Case, A.H., Danoff, A., Flaherty, K.R., Lee, J.S. (2022). Pulmonary fibrosis
information guide. Pulmonary Fibrosis Foundation.
Desdiani. (2022). Fibrosis Pada Paru. CV. Media Sains Indonesia.
Michalski, J. E., & Schwartz, D. A. (2020). Genetic risk factors for idiopathic
pulmonary fibrosis: Insights into immunopathogenesis. Journal of
Inflammation Research, 13, 1305–1318. https://doi.org/10.2147/JIR.S280958
PPNI, T. P. S. D. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Defnisi dan
Indikator Diagnosa Edisi 1.
PPNI, T. P. S. D. (2018a). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi 1
Cetakan II. DPP PPNI.
PPNI, T. P. S. D. (2018b). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi 1 Cetakan
II. DPP PPNI.
Smeltzer, S. &, & Bare, B. (2017). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC.

Anda mungkin juga menyukai