Laporan Pendahuluan - Fibrosis Paru
Laporan Pendahuluan - Fibrosis Paru
DISUSUN OLEH :
2023/2024
A. Anatomi Fisiologi Paru
1. Anatomi Paru
Paru-paru adalah organ pada sistem pernapasan (respirasi) dan
berhubungan dengan sistem peredaran darah (sirkulasi). Fungsinya
adalah menukar oksigen dari udara dengan karbon dioksida dari darah.
Paru-paru terdiri dari organ-organ yang sangat kompleks. Bernapas
terutama digerakkan oleh otot diafragma (otot yang terletak antara dada
dan perut). Saat menghirup udara, otot diafragma akan mendatar, ruang
yang menampung paru-paru akan meluas. Begitu pula sebaliknya, saat
menghembuskan udara, diafragma akan mengerut dan paru-paru akan
mengempis mengeluarkan udara (Smeltzer, S. &, & Bare, 2017)
Akibatnya, udara terhirup masuk dan terdorong keluar paru-paru
melalui trakea dan tube bronchial atau bronchi, yang bercabang- cabang
dan ujungnya merupakan alveoli, yakni kantung-kantung kecil yang
dikelilingi kapiler yang berisi darah. Di sini oksigen dari udara berdifusi
ke dalam darah, dan kemudian dibawa oleh hemoglobin (Smeltzer, S.
&, & Bare, 2017)
2. Fisiologi Paru
Fungsi utama pernapasan :
a. Memperoleh O2 agar dapat digunakan oleh sel-sel tubuh.
b. Mengeliminasi CO2.
Proses pernapasan dibagi menjadi dua :
1) Respirasi internal
Proses metabolik intraseluler yang terjadi di mitokondria
meliputi konsumsi O2 dan produksi CO2 selama pengambilan
energi dari molekul-molekul nutrient.
2) Respirasi eksternal
Proses pertukaran O2 dan CO2 antara sel-sel dalam tubuh
dengan lingkungan luar. Proses respirasi eksternal terdiri atas :
a) Pertukaran O2 dan CO2 antara udara luar (udara dalam
atmosfer) dengan udara dalam alveol paru. Hal ini
melalui aksi mekanik pernapasan disebut ventilasi.
Kecepatan ventilasi diatur sesuai dengan kebutuhan
ambilan O2 dan pembentukan CO2 dalam tubuh.
b) Pertukaran O2 dan CO2 antara udara alveol dengan
darah dipembuluh kapiler paru melalui proses difusi.
c) Pengangkutan O2 dan CO2 oleh sistem peredaran darah
dari paru ke jaringan dan sebaliknya.
d) Pertukaran O2 dan CO2 dalam pembuluh darah dengan
sel-sel jaringan melalui proses difusi (Smeltzer, S. &, &
Bare, 2017)
B. Pengertian Fibrosis Paru
Fibrosis paru (yang selanjutnya akan disebut FP) adalah tahap akhir
dari beberapa penyakit paru parenkim difus (Diffuse Parenchymal Lung
Diseases), ditandai dengan pengendapan matriks yang berlebihan dan
kerusakan struktur arsitektur paru, yang akhirnya menyebabkan insufisiensi
pernapasan. Fibrosis Paru merupakan satu bagian dari sebuah kelompok
besar penyakit paru yang disebut dengan Penyakit Paru Interstisial
(Interstitial Lung Disease/ILD). ILD merupakan penyakit inflamasi pada
paru. Tidak semua jenis ILD menyebabkan paru membentuk jaringan parut,
namun ketika jaringan parut terbentuk maka kita menyebutnya sebagai
fibrosis paru(Desdiani, 2022)
C. Penyebab Fibrosis Paru
Penyebab kondisi ini adalah munculnya jaringan parut yang
terbentuk dalam paru – paru. Ada beberapa kondisi yang dapat menjadi
pemicu terbentuknya jaringan parut, antara lain:
1. Mengidap penyakit tertentu
Fibrosis paru dapat berkembang dari beberapa penyakit seperti:
pneumonia, rheumatoid arthritis, scleroderma, dan sarcoidosis.
2. Lingkungan Pekerjaan
Lingkungan pekerjaan yang rentan terpapar partikel kimia seperti area
pertambangan. Misalnya serat asbes, debu logam hingga serbuk batu
bara. Beberapa partikel kimia tersebut beresiko merusak organ paru jika
paparannya berlangsung secara kronis atau jangka waktu lama.
3. Penggunaan obat – obatan tertentu
Beberapa jenis obat – obatan dapat merusak jaringan paru – paru.
Misalnya obat kemoterapi (methotrexate dan cyclophosphamide),
penggunaan antibiotik jangka panjang, obat penyakit jantung
(amiodarone) hingga obat anti peradangan (rituximab dan sulfasalazine)
4. Dampak Radioterapi
Radioterapi merupakan salah satu prosedur dalam pengobatan kanker
beresiko merusak paru – paru, terutama dalam jangka waktu
lama(Desdiani, 2022)
D. Faktor Resiko Fibrosis Paru
1. Usia dan Jenis Kelamin
Seiring bertambahnya usia pasien, insiden FP meningkat dengan lebih
signifikan pada laki-laki daripada perempuan. Pasien laki-laki yang
berkaitan usia meningkatkan risiko FP, hingga transplantasi paru atau
kematian sebanyak 40%. Hal ini karena laki-laki lebih terpajan terhadap
risiko di lingkungan, seperti rokok atau bahan partikulat asap pekerjaan
dan dapat berkaitan dengan hormon seks. Usia adalah prediktor
independen substansial dari IPF. Sebagian besar pasien yang
didiagnosis IPF berusia antara 40 hingga 70 tahun. Usia rata-rata saat
diagnosis ditegakkan adalah 66 tahun(Desdiani, 2022)
2. Merokok
Merokok meningkatkan respon imun sistemik terhadap berbagai
agen etiologi lingkungan, meningkatkan risiko IPF sebesar 60%.
Prevalensi penggunaan tembakau pada pasien IPF berkisar antara 41-
83%. Alveoli adalah target utama IPF, yang mengakibatkan
berkurangnya kapasitas difusi untuk karbon monoksida. Fibrosis
dinding alveolus yang terlihat pada perokok disebabkan oleh pajanan
asap rokok dan terdapat peningkatan fibrosis berdasarkan durasi dan
intensitas pajanan(Desdiani, 2022)
3. Gatroesofageal reflux disease (GERD)
Penyakit gastroesofageal merupakan faktor risiko yang dicurigai
untuk perkembangan Fibrosis Paru saat ini. Prevalensi fibrosis paru
secara statistik signifikan pada pasien dengan riwayat GERD
dibandingkan dengan kontrol yang sehat. Insiden GERD pada IPF lebih
tinggi dari rata-rata populasi dan berkisar antara 8-87%(Desdiani, 2022)
4. Faktor Resiko Genetik
Fibrosis paru idiopatik adalah penyakit paru interstisial yang
kompleks, ditandai dengan jaringan parut progresif pada paru dan
penurunan fungsinya. Sementara sebagian besar patogenesis Fibrosis
Paru masih belum jelas, namun saat dipahami bahwa variasi genetik
menyumbang setidaknya sepertiga risiko pengembangan penyakit.
Faktor risiko genetik tunggal yang paling tervalidasi dan signifikan,
adalah varian promotor fungsi gen MUC5B. Sementara dampak
fungsional varian di tingkat seluler dan jaringan dari risiko IPF ini terus
aktif diteliti. Bukti bahwa varian genetik ini dapat mempengaruhi
patogenesis penyakit melalui modulasi proses imun bawaan(Michalski
& Schwartz, 2020)
E. Klasifikasi Fibrosis Paru
Fibrosis paru
(PPNI, 2018a)
(PPNI, 2018a)
J. Evaluasi
Hasil yang diharapkan setelah pasien fibrosis paru mendapatkan
tindakan keperawatan adalah sebagai berikut :
1. Tidak terjadi sesak nafas
2. Tidak terjadi batuk
3. Tidak mengalami kelemahan
DAFTAR PUSTAKA
Case, A.H., Danoff, A., Flaherty, K.R., Lee, J.S. (2022). Pulmonary fibrosis
information guide. Pulmonary Fibrosis Foundation.
Desdiani. (2022). Fibrosis Pada Paru. CV. Media Sains Indonesia.
Michalski, J. E., & Schwartz, D. A. (2020). Genetic risk factors for idiopathic
pulmonary fibrosis: Insights into immunopathogenesis. Journal of
Inflammation Research, 13, 1305–1318. https://doi.org/10.2147/JIR.S280958
PPNI, T. P. S. D. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Defnisi dan
Indikator Diagnosa Edisi 1.
PPNI, T. P. S. D. (2018a). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi 1
Cetakan II. DPP PPNI.
PPNI, T. P. S. D. (2018b). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi 1 Cetakan
II. DPP PPNI.
Smeltzer, S. &, & Bare, B. (2017). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC.