Anda di halaman 1dari 8

MENGENAL ILMU QIROAT DALAM AL-QUR’AN DAN SEJARAH

PERKEMBANGANNYA
Nabila Azkiah, Muhammad Yalda Rifat Surya, Muhammad Abdul Fatah
Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati
Jl. A.H. Nasution 105 Cibiru Bandung 40614, Indonesia
E-mail: nabilaazkiah08@gmail.com yaldaaraffat@gmail.com abdulfatehh169@gmail.com

Abstrak
Qira’at merupakan salah satu cabang ilmu dalam Ulum al-Qur’an. Namun tidak banyak orang
yang tertarik kepadanya karena ilmu ini cukup rumit untuk dipelajari, banyak hal yang harus
banyak seginya, hafal sebagian besar dari ayat-ayat al-Qur’an, pengetahuan bahasa Arab yang
mendalam dan luas dalam berbagai seginya, juga pengenalan berbagai macam qira’at dan para
perawinya adalah hal yang mutlak bagi pengkaji ilmu ini. Hal-hal inilah barangkali yang
menjadikan ilmu ini tidak begitu populer. Qira’at al-Qur’an yang dikenal dan dipelajari oleh
kaum muslimin sejak zaman Nabi SAW hingga sekarang, ternyata tidak hanya satu macam versi
qira’at sebagaimana yang terbaca dalam mushaf yang dimiliki umat Islam sekarang. Ia
memiliki keberadaannya dan diduga tidak bersumber dari Nabi SAW. Dalam artikel sederhana
ini penulis akan membahas mengenai ilmu qira’at dan sejarah perkembangannya sebagai
pengantar bagi para pembaca yang ingin mempelajari ilmu ini secara lebih mendalam. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui sejarah perkembangan Ilmu Qiraat Jenis data penelitian
ini adalah non angka oleh karena itu pendekatan yang digunakan ialah kualitatif dengan metode
analisis research dengan analisis non statistik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada 2
masa dalam mempelajari ilmu Qiraat yaitu Qiroat pada masa Nabi dan Sahabat , dan Qiroat
pada masa Tabi'in dan generasi seterusnya kemudian para ulama membagi tahap dan proses
perkembangan ilmu qiraat menjadi dua periode,yaitu:pertama periode Riwayat syafawiyah
(periwayatan melalui lisan) yang dimulai sejak di utus nya Nabi menjadi Rasul sampai masa
penyempurnaan mushaf Usmani dengan memberi tanda baca oleh Abu al-Aswad ad-Dhualli.
Kedua ,periode pembukuan qira’at yang dimulai sejak Abu Aswad melakukan upaya pemberian
tanda baca.

Kata kunci: ilmu, qiroat, sejarah perkembangan.

PENDAHULUAN
Qira’at menyangkut bacaan ayat-ayat dalam pertengahan awal di abad ke dua hijriyah
al-Qur’an, disampaikan serta diajarkan oleh para ulama ahli qira’at merasa terdorong
Nabi SAW kepada para shahabatnya sesuai untuk meneliti dan menyeleksi berbagai
dengan wahyu yang diterima oleh beliau versi qira’at yang berkembang waktu itu.
melalui perantaraan malaikat Jibril as. Sebab, tidak semua qira’at dianggap
Selanjutnya, para shahabat menyampaikan shahih/valid dan bersumber dari Nabi
dan mengajarkannya pula kepada para Muhammad SAW. Berdasarkan hasil
tabi’in dan para tabi’in pun menyampaikan penelitian yang dilakukan secara selektif dan
serta mengajarkannya kepada para tabi’it akurat, ada tujuh versi qira’at yang dinilai
dan demikian setersunya dari generasi ke sebagai qira’at yang mutawatir bersumber
generasi. Kemudian, pada pertengahan dari Nabi SAW. Inilah yang kemudian
kedua di abad pertama hijriyah dan dikenal dengan sebutan qira’ah sab’ah.

PEMBAHASAN masa penyempurnaan mushaf Utsmani


dengan pemberian tanda baca oleh Abu al-
A. Sejarah Perkembangan Qira’at
Aswad ad-Du’alli (W. 69 H) pada tahun 60
Sejarah perkembangan qira’at al-Qur’an Hijriyah. Kedua, periode pembukuan qira’at
tidak terlepas dari perjalanan sejarah al- yang dimulai sejak Abu Aswad melakukan
Qur’an itu sendiri. Para ulama membagi upaya pemberian tanda baca. Periode ini
tahap dan proses perkembangan ilmu qira’at berlangsung dari tahun 60 H sampai tahun
menjadi dua periode, yaitu: pertama, periode 255 H.1
riwayat syafawiyah (periwayatan melalui
Sejak tahun itu, ulama mulai
lisan) yaitu periode periwayatan melalui
menaruh minat melalukan pembukuan
talaqqi dengan cara hafalan dan tulisan
terhadap qira’at al-Qur’an yang diawali dari
melalui kodifikasi. Periode ini di mulai sejak
tahap pertumbuhan, kemudian mulai
diutusnya Nabi SAW menjadi Rasul sampai
mengalami masa kematangan dan menjadi
1
Nabil bin Muhammad Ibrahim, Ilm al-Qira’at: Nasy’atuhu, Athwaruhu, Atsaruhu Fi al-Ulum asy-Syar’iyah, hal
99
2
Subhi ash-Shalih, Mabahits Fi Ulum al-Qur’an, (Beirut: Dar al-Ilmi Li al-Malayin, T.th), hal 103
3
Nabil bin Muhammad Ibrahim, Ilm al-Qira’at: Nasy’atuhu, Athwaruhu, Atsaruhu Fi al-Ulum asy-Syar’iyah, hal
99-103
salah satu disiplin ilmu yang berdiri sendiri B. Qira’at pada Masa Nabi SAW dan
pada abad kedua hijriyah (generasi tabi’in). Shahabat

Seorang ulama yang diduga pertama Ketika proses turunnya al-Qur’an


kali membukukan Qira’at dan secara gradual masih terus berlangsung,
menghimpunnya menjadi salah satu buku Rasulullah SAW senantiasa membacakan
adalah Abu ‘Ubaid al-Qasim bin Sallam (W. wahyu yang dibawa Jibril kepada para
224 H) dalam karyanya al-Qira’at. Di dalam shahabatnya. Setiap ayat yang turun akan
kitab ini, Abu ‘Ubaid mengangkat qira’at dihafal dengan sangat sempurna, baik oleh
yang diriwayatkan oleh 25 imam termasuk Rasulullah SAW maupun para shahabatnya.
di dalamnya imam qira’at tujuh.0 Dengan demikian, orisinalitas al-Qur’an-
yang memang sudah digaransi oleh Allah
Namun ada juga sebagian ulama
SWT tidak perlu diragukan lagi. Hafalan
yang yang menyatakan bahwa orang yang
Rasulullah SAW dan para shahabat inilah
diduga pertama kali membukukan qira’at
yang menjadi sandaran dalam penukilan al-
adalah Yahya bin Ya’mar (W. 90 H) -salah
Qur’an, bukan dokumentasi tertulis, seperti
seorang murid Abu Aswad ad-Du’alli-,
suhuf maupun mushaf.
namun dalam karyanya tidak menghimpun
macam-macam perbedaan bacaan dan lebih
fokus pada pemberian harakat. Sejak saat
Keragaman bacaan atau qira’at sudah
itu, ilmu qira’at terus mengalami
ada sejak sebelum Islam datang. Komunitas
perkembangan menyusul berikutnya adalah
bangsa Arab terdiri dari beragam etnik,
Abdullah bin ‘Amir (W. 118 H), Aban bin
bahasa dan dialek. Keanekaragaman dialek
Tsaghlab (W. 141 H), Abu ‘Amr (W. 156
dan bahasa ini memiliki karakter sendiri-
H), Hamzah azZayyat (W. 156 H) dan lain
sendiri. Dalam situasi seperti inilah
sebagainya.3 Ulama lainnya yang mulai
Rasulullah SAW diutus dan al-Qur’an
menjadikan qira’at sebagai cabang tersendiri
diturunkan. Menyadari situasi yang
dalam ‘ulum al-Qur’an di antaranya adalah
majemuk ini, Rasulullah SAW memohon
Abu Syamah ad-Dimasyqi (W. 665 H).
kepada Allah SWT agar tidak menurunkan
al-Qur’an dengan satu huruf saja. Oleh
karena itu, dalam hadis yang diriwayatkan

0
oleh Imam at-Tirmidzi dalam kitab Sunan- yang rentan dengan kerusakan. Abu Bakar
nya diceritakan bahwa do’a Rasulullah lalu menunjuk Zaid bin Tsabit dan dibantu
SAW tersebut kemudian dikabulkan dengan oleh Aban bin Sa’id bin al-‘Ash untuk
diakuinya keragaman bacaan, yang menulis kembali mushaf al-Qur’an. Mushaf
kemudian dikenal dengan sab’atu ahruf. hasil kodifikasi ini, selain mengacu kepada
Keragaman ini sebagai bentuk rahmat bagi naskah para shahabat, persaksian dua orang
umat nabi Muhammad SAW dan akomodasi saksi dan bacaan yang didengar para
semua sistem artikulasi bahasa Arab. Tujuh shahabat (sima’i), juga mengacu kepada
macam huruf (sab’ah ahruf) inilah yang mushaf Zaid bin Tsabit yang telah ditashih
nantinya menjadi embrio bagi lahirnya di hadapan Nabi SAW pada ‘urdhah
disiplin ilmu qira’at. akhirah.0

Selain itu, keragaman qira’at yang Mushaf hasil kodifikasi pertama ini,
terjadi di masyarakat juga ditopang oleh teks merupakan mushaf standar yang
awal al-Qur’an yang ditulis tanpa tanda baca kesalahannya disepakati. Namun meski
dan titik. Ketiadaan tanda baca ini demikian sahabat boleh membaca al-Qur’an
memungkinkan timbulnya perbedaan dalam sesuai dengan bacaan yang mereka terima
membaca al-Qur’an. Perselisihan umat dari Nabi dan sesuai dengan naskah yang
Islam tentang qira’at di masa Nabi hampir berada di tangan mereka masing-masing.
tidak terjadi, karena setiap terjadi Perbedaan bacaan al-Qur’an di kalangan
perselisihan, mereka langsung menemui para shahabat tidak menimbulkan persoalan
Nabi, kemudian Nabi langsung mengkoreksi karena mereka memahami betul bahwa
qira’at tersebut. perbedaan qira’at tersebut bukan hasil
rekayasa atau ijtihad mereka.5
Kemudian, babak kodifikasi dimulai
sejak kepemimpinan Abu Bakar ash-Shidiq Kelonggaran untuk menggunakan qira’at
atas usul Umar bin al-Khattab karena yang berkembang di kalangan shahabat
dilatarbelakangi oleh gugurnya 70 shahabat berjalan hingga masa Umar bin alKhattab.
penghafal al-Qur’an dalam pertempuran di Para shahabat dengan qira’at masing-masing
Yamamah dan media penulisan al-Qur’an membuka halaqah pembelajaran al-Qur’an

0
Manna’ Khalil al-Qattan, Mabahits Fi Ulum al-Qur’an, hal 190-191
5
Lihat Romlah Widayati, DKK, Serial Qira’at: Buku 1 Modul Pembelajaran Ilmu Qira’at, hal 23
sesuai dengan qira’at yang dikuasainya. tim yang terdiri dari Zaid bin Tsabit -sebagai
Karena itu, masyarakat menisbatkan ketua-, Sa’id bin al-‘Ash, Abdullah bin
bacaannya kepada masing-masing shahabat, Zubair dan Abdurrahman bin Harits bin
seperti qira’at Ibn Mas’ud, qira’at Ubay, Hisyam –sebagai anggota-.
qira’at Ibn ‘Abbas, qira’at Zaid bin Tsabit,
Sebelum menjalankan tugas, ada
qira’at Mu’adz bin Jabal, qira’at Abu Musa
pesan penting yang disampaikan oleh
al-‘Asy’ari dan lain sebagainya. Perbedaan
Utsman bin ‘Affan, yaitu: “Jika kalian
qira’at ini tidak sampai menimbulkan
berselisih dalam soal tulisan dengan Zaid
perselisihan karena mereka saling
bin Tsabit, maka tulislah dalam bahasa
menghargai dan menghormati perbedaan
Quraisy, karena al-Qur’an diturunkan
tersebut semata-mata sebagai kemudahan
(pertama kali) dengan bahasa Quraisy.”
yang diberikan Allah SWT kepada mereka.0
Pesan ini disampaikan mengingat Zaid
Kodifikasi kedua dilakukan pada adalah orang Anshar sedangkan ketiga
masa Utsman bin ‘Affan disebabkan karena anggotanya berasal dari suku Quraisy. Pesan
perbedaan qira’at yang selama ini ada lain khalifah adalah agar qira’at yang
mengarah kepada pertentangan dan sikap diakomodir dalam mushaf adalah qira’at
mengkafirkan di kalangan umat Islam. yang sudah dikoreksi di hadapan Nabi.
Kasus perpecahan pernah disaksikan Sehingga qira’at yang sudah dinasakh atau
langsung oleh Khudzaifah bin al-Yaman periwayatannya ahad tidak lagi digunakan
antara pasukan Syam dan Irak saat dalam mushaf standar.7
penaklukan kota Armenia dan Azerbaijan.
Kodifikasi kali ini, menurut ath-
Atas kasus ini, ia mengusulkan kepada
Thabari (W. 310 H) sebagai upaya
khalifah agar dilakukan penulisan ulang
penyeragaman bacaan seluruh umat Islam.
mushaf untuk dikirim ke daerah penyebaran
Ia mengemukakan bahwa mushaf ‘Utsmani
Islam agar menjadi pedoman yang standar.
yang dikirim ke berbagai wilayah Islam
Berdasarkan usul itu, Utsman membentuk
hanya ditulis dengan satu macam bentuk

0
Lihat Romlah Widayati, DKK, Serial Qira’at: Buku 1 Modul Pembelajaran Ilmu Qira’at, hal 24
7
anna’ Khalil al-Qattan, Mabahits Fi Ulum al-Qur’an, hal 193
8
Abu Ja’far Muhammad bin Jarir ath-Thabari, Jami’ al-Bayan Fi Tafsir al-Qur’an, (tt: Muasasah ar-Risalah, 1420
H / 2000 M), bab al-Qaul Fi al-Lughah Allati Nazala Biha al-Qur’an, juz 1, hal 64
9
Lihat Romlah Widayati, DKK, Serial Qira’at: Buku 1 Modul Pembelajaran Ilmu Qira’at, hal 25
10
Jalaluddin Abdurrahman as-Suyuti, al-Itqon Fi Ulum al-Qur’an, (Kairo: Dar al-Hadis, 2006 M / 1427 H), juz 1,
hal 165, lihat juga Muhammad Abdul Azhim az-Zarqani, Manahilul ‘Irfan, hal 171
tulisan saja. Ia menegaskan bahwa ahruf Kondisi mushaf ‘Utsmani yang beragam ini
sab’ah hanya terjadi pada masa Nabi SAW, menunjukkan pengakuanya terhadap ahruf
khalifah Abu Bakar, Umar dan Utsman saja. sab’ah sebagaimana disebutkan dalam
Kemudian perselisihan umat Islam pada hadis. Pendapat ini dipilih oleh mayoritas
peristiwa Armenia membuat Utsman qurra’, fuqaha dan mutakallimin.10
menetapkan satu mushaf standar yang hanya
Menurut Muhammad Abdul Azhim
memuat satu huruf saja. Sementara enam
az-Zarqani, pendapat ath-Thabari di atas
8
huruf lainnya dimusnahkan. Pendapat ini
dipengaruhi oleh pendapatnya yang
didukung oleh Manna’ Khalil al-Qattan.
mengatakan bahwa yang dimaksud dengan
Namun, setelah diadakan penelitian ternyata ahruf sab’ah adalah beberapa lafadz yang
pendapat tersebut tidak berdasar, karena memiliki arti sama.01
ditemukan bukti bahwa antara beberapa
Kemudian, mushaf hasil kodifikasi
mushaf ‘Utsmani yang dikirim ke beberapa
pada masa ‘Utsman yang masyhur dengan
daerah Islam terdapat perbedaan. Misalnya,
sebutan mushaf ‘Utsmani menjadi mushaf
ditemukan dalam naskah rasm mushaf
standar dan rujukan bagi seluruh umat Islam
‘Utmasni yang dikirim ke Mekah, pada
hingga kini.
firman Allah SWT surat at-Taubah [9]:100
ditulis dengan menambah kata ‫ ِم ۡن‬sementara
pada mushaf yang dikirim ke wilayah lain C. Qira’at pada Masa Tabi’in dan
ditulis tanpa ‫ِم ۡن‬. Demikian pula pada firman Generasi Setelahnya
Allah SWT surat al-Baqarah [2]:132,
Pada abad kedua hijriyah, lahirlah ahli-ahli
terdapat perbedaan rasm antara mushaf yang
qira’at bimbingan shahabat, di antaranya
dikirim ke Syam dan Madinah dengan
Abu Ja’far Yazid bin Qa’qa’ (W. 130 H),
mushaf yang dikirim ke kota-kota lainnya.9
Nafi’ bin Abdurahman (W. 169 H) - qurra’
Sementara itu, mushaf ‘Utsmani tidak wilayah Madinah-, Ibn Katsir ad-Dary (W.
bertitk dan berbaris sehingga 120 H), Humaid bin Qais al-A’raj (W. 123
memungkinkan satu bentuk tulisan dapat H) –qurra’ wilayah Mekah-, Abdullah
dibaca dengan beberapa macam bacaan. alYahshubi atau Ibn ‘Amir (W. 118 H) –
01
Muhammad Abdul Azhim az-Zarqani, Manahilul ‘Irfan, hal 172
12
Lihat Romlah Widayati, DKK, Serial Qira’at: Buku 1 Modul Pembelajaran Ilmu Qira’at, hal 26-27
13
Lihat Romlah Widayati, DKK, Serial Qira’at: Buku 1 Modul Pembelajaran Ilmu Qira’at, hal 26-27
qari’ dari Syam-, Abu ‘Amr (W. 154 H) – 324 H) menyusun kitab qira’at dengan
qari’ dari Bashrah-, ‘Ashim al-Jahdari (W. memasukkan Abu Ja’far (salah satu imam
128 H), ‘Ashim bin Abi an-Najud (W. 127 qira’at sepuluh) dan Ibn Mujahid (W. 324
H), Hamzah bin Hubaib az-Zayyat (W. 188 H) mengarang buku berjudul “Kitab as-
H), Sulaiman al-Masy (W. 119 H) –qurra’ Sab’ah Fi al-Qira’at” yang mengangkat
dari Kufah-. nama imam-imam qira’at tujuh.12

Di masa tabi’in inilah masa Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa


keemasan dan kematangan disiplin ilmu periwayatan qira’at tetap berlangsung
qira’at berlangsung. Antusias masyarakat meskipun sudah ada mushaf ‘Utsmani.
dalam mengkaji ilmu ini sangat besar hingga Kebijakan bahwa mushaf ‘Utsmani harus
muncul ide dari Abu Ubaid al-Qasim bin dijadikan acuan dalam membaca al-Qur’an
Sallam (W. 224 H) untuk menulis sebuah ternyata tidak berlaku ketat, sehingga
buku yang berjudul “al-Qira’at”. Dalam membuka ruang berkembangnya tradisi
karyanya ini, ia mengangkat 25 qira’at periwayatan melalui lisan terhadap sejumlah
qira’at pribadi maupun qira’at yang sudah
termasuk di dalamnya imam qira’at
dinasakh bacaannya sebelum Nabi SAW
sab’ah. Karya ini semakin mempertegas
wafat. Justru dari sinilah babak baru
lahirnya disiplin ilmu qira’at. Usaha untuk
perkembangan qira’at dimulai. Para ulama
menyusun kitab qira’at pun ditindaklanjuti
tidak terpaku pada satu qira’at yang ada
oleh Ahmad bin Jubair al-Kufi (W. 258 H)
pada mushaf ‘Utsmani semata, melainkan
dengan menulis kitab “al-Qira’at al-
tetap melansir qira’at shahabat yang lain.
Khamsah”, Isma’il bin Ishaq al-Maliki (W.
Bahkan di antara para ulama tersebut ada
282 H) dengan menyusun kitab qira’at yang
yang menulis qira’at yang dianggap
mengangkat 20 qira’at, termasuk di
syadzdzah.13
dalamnya imam qira’at sab’ah, ath-Thabari
(W. 310 H) menyusun karya yang diberi
nama “al-Jami’” dengan mengangkat kurang
lebih 20 qira’at, Abu Bakar ad-Dajuni (W.

KESIMPULAN
Sejarah perkembangan qira’at al-Qur’an tidak terlepas dari perjalanan sejarah al-Qur’an itu
sendiri. Para ulama membagi tahap dan proses perkembangan ilmu qira’at menjadi dua periode,
yaitu: pertama, periode riwayat syafawiyah (periwayatan melalui lisan) yang di mulai sejak
diutusnya Nabi SAW menjadi Rasul sampai masa penyempurnaan mushaf Utsmani dengan
pemberian tanda baca oleh Abu al-Aswad ad-Du’alli (W. 69 H) pada tahun 60 Hijriyah. Kedua,
periode pembukuan qira’at yang dimulai sejak Abu Aswad melakukan upaya pemberian tanda
baca. Periode ini berlangsung dari tahun 60 H sampai tahun 255 H.

REFERENSI
AF, Hasanuddin, Anatomi al-Qur’an: Perbedaan Qira’at dan Pengaruhnya Terhadap Istinbath
Hukum dalam al-Qur’an, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1995 M
Affandi, Abdullah. “Pemikiran tafsir Muhammad ‘Abid al-jabiri: Studi Analisis Metodologis,”
Tesis Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga. Yogyakarta. 2009.
al-Bukhari, Abu Abdillah Muhammad bin Isma’il, Shahih al-Bukhari, Beirut: Dar al-Fikr, tth
al-Qattan, Manna’ Khalil, Mabahits Fi Ulum al-Qur’an, Riyadh: Mansyurat al-‘Ashr al-Hadis,
1973 M / 1393 H
Al-Qurtubi, Abu ‘Abdullah Muhammad bin Ahmad, al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, Bairut: Dar al-
Fikr, 1998 M
al-Zarkasyi, Badruddin, al-Burhan Fi Ulum al-Qur’an, Beirut: al-Maktabah al-‘Ashriah, 1972
M / 1391 H
an-Nasa’I, Abu Abdirrahman, Sunan an-Nasa’i, Beirut: Dar al-Fikr, 1415 H / 1995 M
ash-Shabuni, Muhammad Ali, at-Tibyan Fi Ulum al-Qur’an, T.tp: T.pn, 1980 M
ash-Shalih, Subhi, Mabahits Fi Ulum al-Qur’an, Beirut: Dar al-Ilmi Li al-Malayin, T.th

Anda mungkin juga menyukai